Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung obat dengan ataupun tanpa bahan
pengisi. Tablet digolongkan menjadi 2, yaitu tablet kempa dan tablet cetak. Tablet kempa adalah
tablet yang dibuat dengan cara pengempaan dengan pemberiaan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul dengan menggunakan cetakan baja. Proses pengempaan adalah proses pembuatan tablet
yang paling umum digunakan. Pada tablet cetak dibuat dengan cara massa serbuk lembab ditekan
ke dalam lubang cetakann dengan tekanan rendah. Hal yang mempengaruhi kepadatan tablet
adalah ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan. Tablet dapat dibuat dengan
berbagai bentuk dan ukuran. Contohnya adalah tablet yang berbentuk seperti kapsul disebut
dengan kaplet (Ditjen POM, 1995).
Namun, bentuk sediaan tablet juga memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan
sediaan tablet adalah sebagai berikut (Lachman, et al., 1994).
1. Sediaan lebih kompak.
2. Dapat menutupi bau dan rasa yang tidak enak dengan penambahan penyalut.
3. Dosisnya tepat dan mudah diatur karena merupakan sistem satuan dosis.
4. Kemasan mudah dibawa dan disimpan dan penggunaannya lebih praktis.
5. Mudah untuk digunakan
6. Memiliki sifat stabilitas gabungan antara kimia, mekanik, dan mikrobiologi, sehingga
cengerung lebih baik dibandingkan sediaan lainnya.
7. Memungkinkan pelepasan obat terkontrol dengan salut enterik.
8. Dapat memberikan identitas produk pada permukaan tablet, sehingga mudah dan cepat
dikenali serta sebagai pembeda dengan sediaan lainnya.
Kekurangan sediaan tablet adalah sebagai berikut (Wikantyasning, et al.,2021).
1. Sulit untuk dikonsumsi oleh pasien anak dan pasien hilang kesadaran.
2. Sulit untuk dikempa terutama pada beberapa zat aktif dengan struktur amorf serta yang
memiliki bobot jenis yang rendah.
3. Sulit untuk diformulasikan pada obat yang bersifat hidrofobik, serta kelarutan dan
permeabilitas yang rendah.
Dalam formulasi sediaan tablet, selain zat aktif terdapat bahan tambahan yang dapat
digunakan. Bahan tambahan yang dapat digunakan dalam sediaan tablet adalah sebagai
berikut.
1. Bahan Pengisi
Bahan pengisi dapat digunakan apabila dalam formulasi tersebut zat aktif terlalu
sedikit sehingga sulit untuk dikempa. Penambahan bahan pengisi bertujuan untuk
menambah volume massa tablet, sehingga dapat dengan mudah dicetak. Selain itu,
penambahan bahan pengisi juga akan berpengaruhi terhadap karekteristik produk akhir
sediaan tablet, seperti kompresibilitas. Contoh bahan pengisi, yaitu laktosa, pati, kalsium
fosfat, selulosa mikrokristal. Pemilihan bahan pengisi harus mempertimbangkan sifat
bahan pengisi yang mudah mengalir memasuki alat pencetak tablet.Hal ini karena bahan
pengisi akan mempengaruhi kalurutan dari sediaan, yang nantinya juga akan berpengaruh
terhadap pelepasan zat aktif dari sediaanya (Anwar, 2012).
2. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki fungsi, yaitu sebagai pemberian gaya adhesi massa
serbuk pada saat proses granulasi dan memberi daya kohesi bahan pengisi. Penambahan
bahan pengikat berperan dalam menentukkan keseragaman ukuran, kekerasan, serta
mudah atau tidaknya serbuk/granul untuk dikempa menjadi tablet. Bahan pengikat dapat
ditambahkan dalam 2 cara, yaitu dalam bentuk kering atau larutan. Namun, penambahan
bahan pengikat dalam bentuk larutan akan lebih efektif. Contoh bahan pengikat, yaitu
PVP, gelatin, sukrosa, metilsukrosa. Hal yang menjadi perhatikaan dalam penambahan
pengikat adalah jumlahnya yang cukup, apabila jumlah bahan pengikat tidak mencukupi
maka akan menyebabkan capping, lamination, sticking, picking, dan filming pada sediaan
tablet. Jika penambahan bahan pengikat yang berlebih akan menyebabkan kekerasan
pada tablet (Handisoewignyo dan Fudholi, 2013).
3. Bahan penghancur
Sifat fisika-kimia obat akan mempengaruhi kecepatan kelarutan sediaan obat.
Kelarutan obat ini akam berpengaruh terhadap absorbsi obat di dalam tubuh, sehingga
pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap bioavabilitas obat tersebut. Disintegrasi
sediaan tablet dapat dipercepat dengan penambahan bahan penghancur (disintegran).
Bahan penghancur merupakan zat yang akan mengalami pengembangan apabila telah
ditelah dan berada di dalam tubuh. Contoh bahan penghancur yang umum digunakan,
yaitu natrium alginat, dan selulose mirokristal. Adapun beberapa aksi disintegran dalam
menghancurkan sediaan tablet, yaitu sebagai berikut (Sulaiman, 2007).
 Swelling, merupakan bahan penghancur mengalami pengembangan setelah
bercampur dengan air dan kelembaban. Pengembangan ini akan membuat
partikel penyusun tablet terdesak dan pecah.
 Aksi kapiler, adalah ketika tablet yang memiliki pori-pori kapiler bersinggungan
dengan air akan membuat air masuk ke dalam pori-pori tablet. Masukknya air ke
dalam pori-pori tablet ini membuat ikatan partikel menjadi lemah dan
menyebabkan tablet pecah.
 Heat of wetting, bahan penghancur pada saat bersinggungan dengan air dan
kelembaban akan menimbukan reaksi panas, sehingga akan membuat udara
terjebak dalam sediaan tablet dan memperbesar volume dan mengakibatkan
pecahnya tablet.
 Pelepasan gas, tablet yang mengandung bikarbonat atau karbonat dan asam sitrat
atau asam tartrat ketika bersinggungan dengan air akan melepaskan karbon
dioksida, sehingga akan menyebabkan tablet pecah.
4. Bahan pelicin
Adalah bahan yang digunakan untuk meningkatkan daya alir, mencegah pelekatan
massa pada punch dan die, serta meminimalkan terjadinya gesekan antara bulir-bulit
granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Contoh bahan pelicin adalah
talkum 5% b/b, magnesium tearat, dan natrium alginat (Voight, 1995).
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembuatan sediaan tablet,
yaitu metode kempa langsung, metode granulasi basah, dan metode granulasi kering.
Kempa langsung adalah metode pembuatan tablet tanpa granulasi, sehingga
membutuhkan penambahan eksipien yang sesuai agar mudah untuk dikempa. Metode ini
digunakan untuk zat yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik. Keuntungan
metode kempa langsung, yaitu prosesnya sederhana dan mudah, peralatan yang
digunakan sedikit, tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak, waktu
pengerjaannya cepat, dan dapat memperkecil biaya produksi (Zaman dan Sopyan, 2020).
Granulasi kering merupakan metode pembuatan tableet dengan cara membuat granul
secara mekanis tanpa menggunakan bahan pengikat. Keuntungan dari metode granulasi
kerinnng adalah membutuhkan peralatan yanng sedikit, cocok untuk zat aktif yang tidak
tahan terhadap panas dan kelembaban, serta dapat mempercepat waktu hancur tablet.
Namun, Metode granulasi kering memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan alat yang
khusus untuk membentuk slug, besar resiko terkontaminasi debu (Handisoewignyo dan
Fudholi, 2013). Metose granulasi basah adalah metode yang menggunakan bahan
pengikat dalam campuran serbuknya. Cairan pengikat yang digunakann harus bersifat
non-toksik. Cairan pengikat yang dapat digunakan adalah air, etanol, turunan selulosa,
larutan gelatin, musilago amil. Namun, larutan yang paling aman digunakan dan tidak
bersifat toksik adalah air (Putri dan Husni, 2018). Hal yang harus diperhatikan dalam
penambahan cairan pengikat adalah jumlah yang digunakan. Apabila cairan pengikat
yang ditambahkan terlalu banyak dapat menyebabkan kekerasan pada tablet, namun
penambahan cairan pengikat yang terlalu sedikit akan membuat tablet menjadi lunak
(Wikantyasning, et al.,2021).
Perbedaan pada ketiga motode ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini (Murtini, et al., 2018).
No Kempa langsung Granulasi basah Granulasi kering
1 Semua komponen dicampurkan Zat aktif dan bahan tambahan Semua serbuk, baik fase dalam
dalam alat campur menjadi dicampurkan dalam alat campur. dan luar atau fase dalam saja
massa kempa. dicampurkan dalam alat
campur.
2 Massa kempa dicetak menjadi Membuat dan menyiapkan cairan Membuat gumpalan serbuk
tablet jadi di dalam mesin tablet. pengikat. dalam mesin kompaktor.
3 Membuat massa granulasi serbuk Mengecilkan gumpalan dengan
dengan cairan pengikat di dalam mengayaknya menggunakan
alat campur. mesin granulator.
4 Massa granul basah diayak Granul dan komponen luar
dengan ayakan nomor mesh 6-12 (lubrikan, disintegran, dan
dalam mesin granulator. glidan) dicampurkan dalam
mesin pencampuran khusus
menjadi massa kempa.
5 Granul basah dikeringkan dengan Massa kempa dikempa menjadi
suhu ± 50-60°C dalam lemari tablet jadi dalam mesin tablet.
pengering.

Tablet menurut cara pemakaiannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Charles, 2010):
1. Tablet Oral
a. Tablet kempa, merupakan tablet yang dibuat dengan cara dikempa tunggal dan di
dalamnya terdapat satu atau lebih dari satu jenis zat aktif dan ditambah dengan zat
pembawanya.
b. Tablet salut kempa, dapat disebut dengan tablet salut kering yang pembuatannya
dengan menambahkan granulasi pada tepi atau sekeliling tablet inti dengan cara
dikempa.
c. Tablet multi kempa, merupakan tablet yang dibuat dengan cara melakukan
pengempaan lebih dari satu siklus tunggal.
d. Tablet kunyah, merupakan tablet yang cara penggunaannya dikunyah terlebih dahulu
sebelum ditelan.
e. Tablet dengan kerja cepat, merupakan tablet yang memiliki beberapa lapisan
sehingga pada lapisan terluarnya zat aktif dapat dilepaskan pada lambung dan lapisan
selanjutnya diformulasi untuk dapat larut di dalam usus.
f. Tablet lepas-lambat diperpanjang, merupakan tablet yang memiliki kerja cepat pada
respon terapi awal dengan sejumlah zat aktif dan untuk zat aktif tambahan lainnya
bekerja dengan mempertahankan respon terapi pada konsentrasi awal.
g. Tablet salut enterik, merupakan tablet yang dapat larut dalam usus namun tidak dapat
terdisolusi pada lambung. Biasanya tablet tersebut disalut menggunakan suatu
senyawa selulosa
h. Tablet salut film, merupakan tablet yang disalut menggunakan film polimerik larutan
air secara tipis, serta filmnya dapat berwarna maupun tidak berwarna namun tetap
dapat terdisentegrasi dengan segera pada saluran pencernaan.
i. Tablet salut gula, merupakan tablet yang disalut menggunakan gula dengan lapisan
yang tipis.
j. Tablet effervescent, merupakan tablet yang dapat melepaskan suatu gas saat
dimasukkan atau dilarutkan dengan air, serta campuran dari asam dan basa.
k. Tablet bukal, merupakan tablet yang cara penggunaannya diletakkan pada bagian atas
gigi/pada gusi dan dibawah lapisan pipi, contohnya yaitu tablet progesterone.
l. Tablet sublingual, merupakan tablet yang cara penggunaannya diletakkan pada bagian
bawah lidah supaya lebih cepat diserap oleh mukosa oral.
m. Tablet hisap, merupakan tablet yang cara penggunaannya dengan dihisap atau
dikulum sehingga dapat terdisolusi secara lambat, bentuknya seperti piringan yang
solid dengan bau dan rasa yang enak.
2. Tablet Non-oral
a. Tablet dispensing, merupakan tablet yang digunakan sebagai bahan untuk meracik
sediaan farmasi dalam bentuk solid maupun liquid.
b. Tablet triturate, merupakan tablet dengan efek toksik dan tergolong obat keras,
namun digunakan sebagai bahan untuk meracik sediaan farmasi.
c. Tablet hipodermik, merupakan tablet yang cara penggunaannya dengan dimasukkan
ke dalam kulit, sediaannya steril, dan dapat larut dengan sempura dalam air.
d. Tablet implantasi, merupakan tablet yang ditujukan untuk implantasi subkutan dan
sediaannya steril pada manusia maupun pada hewan.
e. Tablet rektal, merupakan tablet yang cara penggunaannya dengan dimasukkannya
tablet pada dubur atau rektal.
f. Tablet vaginal, merupakan tablet yang cara penggunaannya dimasukkan pada rongga
vaginal sehingga zat aktifnya dapat lepas disana.
Sediaan tablet memiliki beberapa persyaratan sehingga dapat digunakan. Tablet perlu
melewati beberapa uji atau evaluasi sehingga dapat terjamin tablet yang bermutu, aman, dan
berkhasiat. Berikut adalah beberapa uji atau evaluasi yang dilakukan pada sediaan tablet:
1. Uji Keseragaman Bobot,
Uji keseragaman bobot merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan masing-
masing berat tablet sehingga didapatkan rata-rata berat tablet dan dihitung persen
penyimpangannya. Pada tablet tidak bersalut memiliki syarat keseragaman bobot yang
dilakukan dengan menimbang 20 tablet, berat rata-ratanya dihitung. Tablet kemudian
ditimbang satu per satu untuk mengetahui berat penyimpangannya. Pada tablet tidak
bersalut tidak boleh ada 2 tablet yang memiliki berat diatas bobot rata-rata tablet yang
diuji pada tabel kolom A. Tablet tidak boleh lebih dari 1 tablet yang memiliki berat diatas
berat rata-rata kolom B (Ditjen POM, 1979).
Tabel 2.1 Standar Penyimpangan Tablet Pada Bobot Rata-rata
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata (%)
(mg) A B
< 25 15 30
26 – 150 10 20
151 – 300 7,5 15
> 300 5 10

2. Uji Waktu Hancur


Uji waktu hancur merupakan uji yang dilakukan dengan menggunakan 6 tablet
yang dimasukkan ke dalam alat disintegration tester dimana waktu hancur harus
memenuhi persyaratan yang ada. Tablet tidak bersalut waktu hancurnya tidak boleh lebih
dari 15 menit, sedangkan tablet bersalut tidak lebih dari 60 menit. Pada 12 tablet tidak
boleh ada satu atau dua tablet yang tidak hancur, jika ada maka dilakukan pengulangan
menggunakan 12 tablet lain. Pada uji menggunakan 18 tablet, tidak boleh lebih dari dua
tablet yang tidak hancur, jika ada maka dilakukan pengulangan seperti pada tablet 12
(Ditjen POM, 1995).
3. Uji Kerapuhan
Uji kerapuhan merupakan uji yang dilakukan dengan menggunakan alat
friabilator untuk mengetahui tablet memenuhi persyaratan kerapuhan atau tidak. Uji
kerapuhan tablet dipengaruhi oleh goresan dan guncangan pada alat, sehingga tablet
dapat kehilangan sebagian bobotnya setelah dilakukan pengujian. Tablet ditimbang
terlebih dahulu, setelah ditimbang tablet diputar sebanyak 100 putaran dengan kecepatan
25 rpm, lalu dibersihkan dan ditimbang lagi bobotnya. Apabila bobot tablet yang
berkurang sebanyak kurang dari 0,5-1% maka tablet masih memenuhi persyaratan, jika
lebih dari itu maka tablet belum memenuhi persyaratan (Lachman, 1994).
4. Uji Kekerasan
Uji kekerasan merupakan uji yang dilakukan menggunakan hardness tester untuk
mengetahui kesesuaian kekerasan tablet sesuai dengan standar yang ada. Tablet memiliki
kekuatan minimum yaitu 4 Kg/cm3 setelah diberi tekanan hingga tablet tersebut pecah.
Kekerasan tablet pada tiap formulasinya memiliki kekerasan yang berbeda-beda sehingga
uji kekerasan ini tidak dapat dijadikan patokan yang absolut (Ansel, 1989).
5. Uji Organoleptis dan Higroskopis
Uji organoleptis merupakan uji yang dilakukan dengan mengamati secara visual
bentuk, ukuran, warna, rasa, dan bau sediaan. Hal tersebut bertujuan untuk mengontrol
supaya sediaan sesuai dengan persyaratan yang ada dan dapat diterima oleh pasien.
Uji higroskopis merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui sediaan tablet
memiliki sifat higroskopis (mudah menyerap air) atau tidak. Uji higroskopis dilakukan
dengan meletakkan tablet di dalam cawan petri yang ditutup rapat selama 1 minggu dan
diamati perubahannya (Lachman, 1994).
2.2 Uraian Sediaan Obat
2.2.1 Komposisi
Tiap tablet mengandung Asetaminofen sebanyak 500 mg.
2.2.2 Farmakologi
Tablet Sanmol 500 mg mengandung Asetaminofen atau Parasetamol yang bekerja
sebagai penekan rasa nyeri atau analgesik. Sanmol bekerja dengan menghambat pada bagian
hipotalamus yang mengatur suhu tubuh untuk menekan ambang nyeri dan berfungsi sebagai
antipiretik.
2.2.3 Indikasi
Tablet Sanmol 500 mg diindikasikan untuk meringankan sakit kepala, sakit gigi, dan
dapat menurunkan demam.
2.2.4 Kontraindikasi
a. Pada penderita hipersensitivitas pada Asetaminofen atau Parasetamol
b. Pada penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat.
2.2.5 Efek Samping
a. Pada penggunaan jangka lama dan penggunaan dengan dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati.
b. Dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
2.2.6 Interaksi Obat
a. Meningkatkan risiko kerusakan fungsi hati apabila dikonsumsi bersama dengan Alkohol.
2.2.7 Peringatan dan Perhatian
a. Pada penderita gangguan fungsi ginjal hati-hati dalam penggunaannya.
b. Dapat meningkatkan kerusakan fungsi hati pada penderita yang mengkonsumsi alkohol.
c. Hubungi UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) apabila demam tidak turun dalam 2 hari dan
rasa nyeri tidak hilang dalam 5 hari.
2.2.8 Dosis
Dewasa : 1 tablet untuk pemakaian 3-4 kali dalam sehari.
Anak 6-12 tahun : ½ - 1 tablet untuk pemakaian 3-4 kali sehari
2.3 Monografi Bahan
2.3.1 Zat Aktif
Nama resmi : Acetaminophenum
Nama lain : Parasetamol
Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16
Kemurnian : Terdapat C8H9NO2 sebanyak 98-101%
Pemerian : Serbuk berwarna putih, hablur, rasanya pahit, dan tidak memiliki
bau.
Kelarutan : Asetaminofen 70 bagian larut air, 7 bagian larut dalam Etanol
95% pekat, 13 bagian larut dalam Aseton pekat, 40 bagian larut
dalam Gliserol pekat, 9 bagian larut dalam Propilenglikol pekat,
dan dapat larut dalam larutan Alkali Hidroksida.
Kegunaan : Sebagai analgetik dan antipiretik.
Kestabilan : Pada bentuk solid atau padatan stabil pada cahaya matahari dan
kelembapan dan pada pelarutnya sangat stabil di air.
Inkompatibilitas : Pada banyak bahan Asetaminofen tidak dapat terdekomposisi.
Asetaminofen mengandung p-aminofenol yang bereaksi dengan
serbuk besi kadar rendah, sehingga menghasilkan warna pink atau
merah muda.
Penyimpanan : Disimpan pada wadah yang tertutup dengan baik dan terlindung
dari sinar matahari secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.


Anwar, E. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi: Karakterisasi dan Aplikasi. Edisi Keenam.
Jakarta: Dian Rakyat.
Charles, S. 2010. Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Hadisoewignyo, L., dan Fudholi, A. 2013. Sediaan Solida. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Lachman, L., Lieberman, H. A., dan Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi
II. Jakarta: UI Press.
Murtini, G., dan Elisa, Y. 2018. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Putri, Y. K., dan Husni, P. 2018. Artikel Tinjauan: Pengaruh bahan Pengikat terhadap Sifat Fisik
Tablet. Farmaka, 16:33-40.
Sulaiman, T. N. S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta: Laboratorium
Yeknoloogi Farmasi UGM.
Voight, R. 1995. Buku Pleajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Wikantyasning, E. R., Nurwaini, S., Sukmawati, A. 2021. Farmasetika Dasar. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Zaman, N. N., dan Sopyan, I. 2020. Metode Pembuatan dan Kerusakan Fisik Sediaan Tablet.
Majalah Farmasetika, 5(2):82-93.

Anda mungkin juga menyukai