Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN FITOKIMIA

PERCOBAAN III
KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS
(THIN LAYER CHROMATOGRAPHY)

Disusun Oleh :
 Iria Yuli Nur Karimah ( 1016088 )
 Jihan Adilah ( 1016089 )
 Khoirunnisa Kurniah ( 1016090 )
 Lidya Indriyani ( 1016091 )
 Lucky Fazriyani ( 1016092 )
Tingkat : II B

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


CIREBON
Jl. Cideng Indah No. 3 Kertawinangun Cirebon
Telp/Fax. 0231 230984
I. Tujuan Percobaan

- Mahasiswa mampu membat profil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak dan fraksi-
fraksinya
- Mahasiswa mampu mengidentifikasi zat aktif dalam simplisia dengan cara
kromatografi lapisan tipis.
- Mahasiswa mampu mengindentifikasi bahan kimia obat dalam jamu secara KLT

II. Dasar Teori


a. Kromatografi lapis tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng
gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau
bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode
pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi.
Fase geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat
berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-
padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-
cair). Fase diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai
penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala
macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam
silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika
gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007)
Cara pemisahan dengan adsorbsi pada lapisan tipis adsorben yang sekarang
dikenal dengan kromatografi lapis tipis (Thin Layer Chromatography atau TLC) telah
dipakai sejak tahun 1983. Tekhnik ini bertujuan untuk memisahkan komponen kimia
secara cepat berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi.TLC atau KLT dapat digunakan
untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion – ion anorganik, kompleks senyawa-
senyawa organik dengan dengan senyawa – senyawa anorganik, dan senyawa-
senyawa organik baik yang terdapat di alam maupun senyawa-senyawa organik
sintetik (adnan, 1997).
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih
sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat
(adnan, 1997).
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan adsorben
bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum digunakan
adalah silica gel (asam silikat), alumina (aluminium oxyde), kieselghur (diatomeus
earth) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai
adalah silica gel karena mempunyai daya pemisahan yang baik (adnan, 1997).
Teknik standar dalam melaksanakan pemisahan dengan KLT ini adalah
sebagai berikut : pertama kali lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca
atau plat lain, misalnya berukuran 5 x 20 cm atau 20 x 20 cm. tebal lapisan adsorben
tersebut dapat bervariasi, tergantung penggunaannya. Larutan campuran yang akan
dipisahkan diteteskan pada kira – kira 1,5 cm dari bagian bawah plat tersebut dengan
menggunakan pipet mikro atau syringe. Zat pelarut yang terdapat pada sampel yang
diteteskan tersebut kemudian diuapkan lebih dulu. Selanjutnya plat kromatografi
tersebut dikembangkan dengan dengan mencelupkannya pada tangki yang berisi
campuran zat pelarut (solvent system). Dengan pengembangan tersebut masing –
masing komponen senyawa dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan
yang berbeda. Perbedaan kecepatan gerakan ini merupakan akibat terjadinya pengaruh
proses dengan KLT, mulai pemilihan adsorben sampai identifikasi masing – masing
komponen yang telah terpisah (adnan, 1997).
pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam dikelompokkan
(Gritter et al. 1991) : a. Kromatogarfi serapan (Silika gel, alumina). b. Kromatografi
partisi (Selulosa, keiselguhr, silika gel). c. Kromatografi penukar ion (Penukar ion
selulosa, resina). d. Kromatografi gel (Sephadex, Biogel).

b. Uraian Bahan

1.Aquadest (Dirjen POM. 1979 ; 1996)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA


Nama lain : Aquadest, air Suling
Rumus Molekul: H2O
Berat Molekul : 18,02
Rumus Bangun : H-O-H
Pemerian : Cairan jernih,tidak berwarna,tidak berbau,dan berasa
Kelarutan : Melarutkan banyak zat kimia
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Pelarut

2. Butanol (Dirjen POM. 1979 ; 663)

Nama Resmi : BUTANOL


Nama lain : P butanol, n – butanol, butil alkohol
Rumus Molekul: C4H9OH
Rumus bangun : CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – OH
Berat melekul : 74,12
Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel

3. n-heksana (Ditjen POM edisi III 1979 : 283)

Nama resmi : HEXAMINUM


Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4 / 140,19
Pemerian : hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau,
rasa membakar an manis kemudian agak pahit. Jika di panaskan dalam suhu ± 260⁰
menyublim.
Kelarutan : larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol (95 %) P dan dalam lebih
kurang 10 bagian kloroform P
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : antiseptikum

4. Etil asetat

Nama resmi : Acidum aceticum


Nama lain : Cuka
Berat molekul : 60,05 g/mol
Rumus molekul : C2H4O2
Pemerian : cairan jernih; tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam,tajam
Kelarutan : dapat campur dengan air, dengan etanol (95%), dan dengan
gliserol. Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : zat tambahan.

C. UraianTanaman
KlasifikasiTumbuhan (Dalimartha, 2008).
1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Viridiplantae

Super divisi : Spermatophyta

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Magnoliidae

Ordo : Magnoliales

Famili :Annonaceae

Genus : Annona L

Spesies : Annona squamosa L

tanaman srikaya memiliki morfologi yang khas dan mudah dibedakan dari
tanaman kerabatnya, sirsak, meskipun demikian, mata kita mungkin akan tertipu
ketika pertama kali melihat sebuah tanaman, apakah srikaya atau tanaman yang lain.
Batang, cabang dan ranting

Tanaman srikaya memiliki ketinggian bervariasi antara 3 – 6 meter dengan tajuk


terbuka, cabang yang tidak beraturan dan rantingnya yang bentuknya zig-zag. Batang
tanaman srikaya berwarna cokelat tua, namun pada batang yang sudah tua berubah
jadi hitam keperakan dengan kulit batang yang terkelupas. Meskipun termasuk
tanaman dikotil berkayu namun batang srikaya tidak tumbuh membesar meski usianya
mendekati umur 20 tahun.

 Daun

Memiliki daun yang mudah gugur tersusun pada tangkai daun, petiole berambut,
berbentuk seperti lembing atau lonjong, ujung daun kasar, dengan panjang antara 5 –
15 cm dan lebar 2 – 5 cm. warna daun bagian atas hijau muda, sementara daun bagian
bawah berwarna hijau pucat. Daun berambut pada saat mjuda, daun beraroma khas
saat diremas-remas. Tangkai daun tumbuh pada ujung-ujung cabang.

 Bunga

Bunga srikaya beraroma wangi dan tumbuh sendirian atau dalam kelompok yang
terdiri atas 2 - 4 bunga. Bunga srikaya dengan panjang anatara 2,5 – 3,8 cm. bunga
tidak pernah terbuka sempurna, dengan tangkai bunga mengarah kebawah dengan
panjang sekitar 2,5 cm. bunga memiliki tiga kelopak bunga luar yang lembut, dengan
warna hijau kuning dibagian luar dan kuning pucat dengan totol jingga atau merah tua
dibagian dalam. Tiga kelopak bagian dalam biasanya sangat kecil.

 Buah

Buah bentuknya mendekati bulat, kerucut dan adapula yang berbentuk seperti hati.
Panjangnya sekitar 6 10 cm. kulit buah kasar yang tersusun dari segmen-segmen,
dengan warna hijau pucat atau hijau keabu-abuan, hijau kebiruan, atau merah muda.
daging buah berwarna putih krem, lengket, memiliki aroma yang harum, berai,
dengan rasa yang manis dan lezat. Biji buah pada saat muda berwarna cokelat muda
dan ketika tua berwarna cokelat tua atau hitam dengan panjang 1,25 cm. jumlah
biji per buah antara 20 – 38 biji.

III. Alat dan Bahan


 Alat-alat yang digunakan
1. Chamber dan tutup
2. Pelat KLT
3. Pinset
4. Gelas ukur 10 mL, 50mL
5. Labu erlenmeyer 250mL
6. Pipa kapiler
7. Pensil
8. Lampu UV 254 nm
9. Penggaris
10. Cutter
11. Gunting
12. Karet dan plastik

 Bahan-bahan yang digunakan


1. Ekstrak kental
2. Fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, fraksi butanol, dan fraksi air
3. Metanol
4. Etil asetat
5. Amonia
6. Quersetin
7. Papaverin HCL
8. Pereaksi Dragendorff
9. Pereaksi FeCl3
10. Aquadest
11. Kertas saring

IV. Cara Kerja


1. Gunting pelat KLT dengan ukuran 10 X 7 cm, aktifkan dioven pada suhu
1000C selama 30 menit
2. Buat garis bawah sebesar 1,5 cm dari tepi bawah
3. Jarak pengembangan adalah 8 cm, tandai batas pengembangan (front line)
4. Beri tanda tempat penotolan sampel dengan pensil, totolkan sampel dan
pembanding 2-3 kali (tiap kali penotolan harus sudah kering), lalu keringkan.
Sampel adalah ekstrak dan fraksi-fraksinya, serta pembanding adalah
quersetin untuk flavonoida dan papaverin HCL untuk alkaloida.
5. Masukan pelat KLT kedalam Chamber yang telah berisi cairan pelarut (fase
gerak) dan diberi kertas saring sampai chamber dalam keadaan jenuh.
6. Tutup chamber dan biarkan pelat KLT hingga selesai proses pengembangan
(sampai tanda)
7. Angkat pelat KLT dengan pinset, biarkan kering, lalu amati dibawa sinar UV,
Foto, tandai dengan pensil setelah itu semprot dengan penampak noda (FeCl3
atau Dragendorff), tandai dengan pensil bercak yang terjadi.
8. Hitung Rf baik dengan penampak bercak sinar UV ataupun pereaksi kimia.
9. Ambil kesimpulan.

V. Hasil pengamatan
(Terlampirkan )

VI. Pembahasan
Kromatografi Lapis Tipis Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng
gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau
bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode
pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi.
Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan
berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarutyang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk platsilika dan
fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat
kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut.
Fase diam (adsorben) contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida), kieslguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben
tersebut, yang paling banyak dipakai ialah silika gel dan masing-masing terdiri dari
beberapa jenis yang mempunyai nama perdagangan bermacam-macam. Silika gel ini
menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara
pembuatannya. Selain itu harus diingat bahwa penyerap yang berpengaruh nyata
terhadap daya pemisahnya.
Fase gerak (mobile) meliputi beberapa variasi eluen. Eluen yang digunakan
untuk proses elusi terdapat dua jenis yaitu eluen yang lebih polar dan eluen yang
kurang polar. Penggunaan eluen yang kurang polar dimaksudkan untuk mengelusi
ekstrak heksan dan ekstrak metanol, sedangkan eluen yang lebih polar untuk
mengelusi ekstrak n-butanol jenuh air dan ekstrak metanol. Eluen yang digunakan
merupakan kombinasi dari dua macam pelarut, Hal ini dimaksudkan untuk mencapai
semua tingkat kepolaran sehingga eluen ini dapat mengangkat noda yang tingkat
kepolarannya berbeda-beda.
Perbandingan jumlah eluen yang digunakan berdasarkan pengalaman dapat
menarik komponen kimia yang maksimal. Namun jika pada penampakan noda, belum
diperoleh jumlah noda yang maksimal atau posisi noda terlalu ke atas atau ke bawah
maka perbandingan ini dapat dikombinasikan kembali.
Prinsip eluen tersebut dalam melewati fase diam (terelusi naik ke atas)adalah
bergerak berdasarkan prinsip partisi dimana fase gerak akan teradsorpsi pada
permukaan dan mengisi ruang-ruang diantara sel penyerap, kemudian terpartisi.
Prinsip pemisahan noda adalah berdasarkan kepolarannya sehingga menghasilkan
kecepatan yang berbeda-beda saat terpartisi dan terjadilah pemisahan. Untuk
memisahkan noda dengan sebaik-baiknya maka digunakan kombinasi eluen non polar
dengan polar.
Apabila noda yang diperoleh terlalu tinggi, maka kecepatannya dapat dikurangi
dengan mengurangi kepolaran.Namun apabila nodanya lambat bergerak atau hanya
ditempat, maka kepolaran dapat ditambah.
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat
pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi.
Penampakan noda pada sinar UV 254 nm disebabkan karena adanya interaksi
antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh ausokrom yang terdapat
pada noda tersebut. Gugus kromofor adalah gugus atom yang dapat menyerap radiasi
elektromagnetik (sinar UV) dan mempunyai ikatan rangkap tak jenuh (terkonyugasi).
Sedangkan gugus terkonyugasi adalah struktur molekul dengan ikatan rangkap tak
jenuh lebih dari satu yang berada berselang-seling dengan ikatan tunggal. Flouresensi
warna yang tampak tersebut merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat
energi tinggi. Perbedaan energi emisi yang dipancarkan pada saat kembali ke energi
dasar inilah yang menyebabkan perbedaan flouresensi warna yang dihasilkan oleh tiap
noda. Penampakan noda setelah lempeng disemprot dengan H2SO4 10% disebabkan
karena H2SO4 ini bersifat reduktor yang dapat memutuskan ikatan rangkap sehingga
panjang gelombangnya bertambah dan warna noda dapat dilihat pada cahaya tampak.
Mekanisme penampakan noda ini dapat disebabkan juga karena gugus OH yang
dimiliki H2SO4 sehingga berfungsi sebagai ausokrom, dimana ausokrom ini dapat
menyebabkan pergeseran batokromik yaitu pergeseran ke arah panjang gelombang
yang lebih panjang sedangkan pergeseran hipsokromik ke arah panjang gelombang
yang lebih pendek (ke arah UV hampa). Konsentrasi H2SO4 yang digunakan adalah
10% karena jika konsentrasinya terlalu pekat maka dapat merusak lempeng namun
jika konsentrasinya terlalu rendah maka kemampuan pemutusan ikatannya tidak
maksimal. Proses pemanasan pada pemanas listrik dimaksudkan untuk membantu
proses pemutusan ikatan pada H2SO4. Sinar UV yang digunakan adalah sinar UV
dengan panjang gelombang 254 nm karena berdasarkan literatur, bahwa banyak
senyawa organik yang dapat berflouresensi jika disinari UV 254 nm. Pada lampu UV
254 nm noda yang tampak berwarna gelap (ungu) karena yang berflouresensi adalah
lempengnya yang mengandung indikator sedangkan sampelnya tidak.
Gugus ausokrom adalah gugus yang dapat meningkatkan intensitas pita absorbsi
kromofor jika kerikatan dengan gugus kromofor akibat pemutusan ikatan rangkap,
menyebabkan pergeseran panjang gelombang ke daerah ultra violet dekat (190-380).
Gugus kromofor adalah gugusan atom yang dapat menyerap radiasi
elektromagnetik (sinar UV) dan mempunyai ikatan rangkap tak jenuh
(terkonyugasi).Gugus terkonyugasi adalah struktur molekul dengan ikatan rangkap
tak jenuh bila dari satu yang berada berselang-seling dengan ikatan tunggal.
Digunakan UV 254 karena UV 254 ini dianggap mewakili pendek (190-280) dan
digunakan UV 366 karena UV 366 ini dianggap mewakili panjang (280-380).
Sebelum dilakukan pengujian KLT, lempeng KLT harus diaktifkan terlebih
dahulu. Pengaktifan dilakukan dengan cara lapisan lumpuran silica gel atau
aluminium harus dibiarkan selama 30 menit atau lebih pada suhu kamar, kemudian
diaktifkan pada suhu 110 oC sekurang-kurangnya 1 jam, dengan demikian lapisan itu
mempunyai keaktifan Brockmann II-III dan harus disimpan dalam kotak kering atau
desikator besar sampai dipakai.
Adapun tahapan dari pengerjaan kromatografi lapis tipis adalah mula-mula sampel
dilarutkan dengan pelarut yang sesuai, dimana ekstrak metanol dilarutkan dengan metanol,
ekstrak eter dilarutkan dengan eter dan ekstrak n-butanol dilarutkan dengan n-butanol.
Kemudian sampel yang telah dilarutkan ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan
pipa kapiler. Lempeng kemudian diangin-anginkan sedikit. Lalu lempeng dimasukkan ke
dalam chamber yang berisi eluen (etil asetat : metanol : amonia ( 40:40:20 ) ), dimana
sebelumnya chamber dijenuhkan dengan cara memasukkan kertas saring kedalam chamber
yang telah berisi eluen dan ditunggu hingga kertas saring terelusi seluruhnya oleh eluen.
Kemudian lempeng KLT yang berada di dalam chamber dibiarkan terelusi oleh eluen hingga
tanda batas eluen. Bila lempeng KLT telah terelusi, maka lempeng KLT kemudian diangkat
dan dikeringkan. Proses berikutnya adalah visualisasi, dimana noda pada lempeng KLT
diamati dibawah lampu UV 254 nm. Juga digunakan penyemprotan dengan menggunakan
H2SO4 10%. Setelah dilakukan tahap visualisasi, noda yang telah terpisah kemudian diukur
nilai Rf nya
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang
digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat
melaksanakan setiap saat secara cepat.
Faktor-faktor eluen terelusi antara lain :
· Kapilaritas
· Kepolaran
· Kelembaban
· Suhu
Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara
elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
Masalah-masalah yang dapat timbul dalam pelaksanaan kromatografi lapis tipis
(KLT), yaitu :
1. Bercak berekor. Adanya perbedaan pH, ataupun senyawa mengandung gugus yang bersifat
asam atau basa kuat (amina atau asam karboksilat). Tambahkan beberapa tetes NH4OH
(amonia) atau asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
2. Bercak tidak membulat. Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah sampel
diencerkan.. Sampel terlalu banyak mengandung komponen. Perlu dilakukan partisi terhadap
sampel.
3. Tidak nampak bercak. Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau tambahkan volume sampel
yang ditotolkan.. Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan pemadaman di bawah
lampu UV. Pakailah reagen semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap iodin atau
serium sulfat)
4. Garis batas atas tidak rata. Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan kurang
optimum).. Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).

Noda-noda yang diperoleh biasanya berekor disebabkan karena :


1. Penotolan yang berulang-ulang dan letaknya tidak tepat
2. Kandungan senyawa yang terlalu asam atau basa

Pada proses KLT setelah pengembangan adalah nilai yang didapat dari ekstrak
pada UV 254 Nm dengan Rf 0,725 cm, sedangkan Rf N-heksananya 0,6875 cm dan Rf Etil
asetatnya 0,75 cm. Pada saat proses sinar UV didapatkan hasil dari ekstrak Rf1 7,5 cm dan Rf
2 5,8 cm, kemudian dari etil asetatnya nilai 1= 6,5 cm dan 2= 5,8 cm dan 3 = 5,2 cm
7,5
sedangkan pada papaverinya adalah = 0,9375.
8

Dalam percobaan KLT juga dilakukan penyemprotan FeCL3 dan dragendorff pada
lempeng KLT setelah diamati pada lampu UV 254 nm dengan menggunakan alat khusus
untuk penyemprotan yang disambung dengan gas yang menghasilkan udara ketika di
hidupkan sehingga gas/angin yang diserap mendorong cairan FeCL3 dan dragendorff
memancarkan air pada lempeng KLT dengan posisi terbaring yang sejajar dengan mulut
(tempat keluar air) pada alat penyemprotan. Adapun hasilnya pada penyemprotan dragendorff
mengandung gugus fenolik yang ditandai dengan warna orange pada lempeng.
VII. Kesimpulan
Dari hasil tersebut dapat kita simulkan bahwa:
Pada proses KLT setelah pengembangan adalah nilai yang didapat dari ekstrak
pada UV 254 Nm dengan Rf 0,725 cm, sedangkan Rf N-heksananya 0,6875 cm dan Rf Etil
asetatnya 0,75 cm. Pada saat proses sinar UV didapatkan hasil dari ekstrak Rf1 7,5 cm dan Rf
2 5,8 cm, kemudian dari etil asetatnya nilai 1= 6,5 cm dan 2= 5,8 cm dan 3 = 5,2 cm
7,5
sedangkan pada papaverinya adalah = 0,9375.
8

Dalam percobaan KLT juga dilakukan penyemprotan FeCL3 dan dragendorff pada
lempeng KLT setelah diamati pada lampu UV 254 nm dengan menggunakan alat khusus
untuk penyemprotan yang disambung dengan gas yang menghasilkan udara ketika di
hidupkan sehingga gas/angin yang diserap mendorong cairan FeCL3 dan dragendorff
memancarkan air pada lempeng KLT dengan posisi terbaring yang sejajar dengan mulut
(tempat keluar air) pada alat penyemprotan. Adapun hasilnya pada penyemprotan dragendorff
mengandung gugus fenolik yang ditandai dengan warna orange pada lempeng.

Anda mungkin juga menyukai