Kelompok :1
KITA RADISA
260110160051
II. Prinsip
2.1 Kadar Abu Total
Penetapan dilakukan dengan pemijaran terhadap 2 gram sampel
pada suhu 600C hingga bobot abu pijaran konstan (Depkes RI,
2000).
2.2 Bobot Jenis
Densitas suatu bahan didefinisikan sebagai rasio massa per unit
volume (Rivai, 2013).
2.3 Kolorimetri
Kuersetin akan bereaksi dengan AlCl3 membentuk kompleks
warna. Hasil warna dari pencampuran ekstrak uji dengan AlCl3
dibandingkan dengan warna kompleks kuersetin dengan AlCl3
(Chang, 2002).
2.4 Spektrofotometri
Senyawa satu dengan lainnya memiliki daya serap gelombang
cahaya berbeda-beda, sehingga dapat diidentifikasi dengan
menembakkan sinar tampak dan melihat absorbansi senyawa
terhadap sinar tersebut (Adeeyinwo, 2013).
2.5 KLT
Setiap senyawa memiliki kepolaran yang berbeda-beda, dengan
eluen yang tepat, senyawa-senyawa dapat terpisah dan diidentifikasi
dalam KLT (Abidin, 2011).
III. Mekanisme Reaksi
Reaksi AlCl3 dengan Kuersetin
VI. Metode
6.1 Pembuatan HCl 2N
HCl 36% ditimbang sebanyak 33,3 ml dan dimasukkan ke
dalam beaker glass kemudian di add dengan aquadest hingga 100
ml.
6.2 Penentuan Kadar Abu Total
Ekstrak daun jambu biji ditimbang sebanyak 2 gram dan
dimasukkan ke dalam kurs yang telah ditara. Kemudian ekstrak
dipijarkan dalam kurs dengan tanur secara perlahan kemudian suhu
dinaikkan secara bertahap hingga 600 25C sampai bebas karbon.
Lalu, abu didinginkan di dalam desikator dan berat abu ditimbang
serta dihitung kadarnya dalam persen terhadap berat sampel awal.
Prosedur dilakukan secara triplo (Depkes RI, 2000).
6.3 Penentuan Bobot Jenis
Piknometer kosong yang telah dicuci bersih ditimbang.
Piknometer yang kosong diisi dengan aquadest hingga penuh
kemudian ditimbang kembali. Ekstrak kental daun jambu biji
diencerkan 5% dengan 0,75 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml
etanol 70% dan diencerkan 10% dengan 1,5 gram ekstrak
dilarutkan dalam 15 ml etanol 70%. Lalu, hasil pengenceran
ekstrak dimasukkan ke dalam piknometer hingga penuh secara
bergantian dan ditimbang kembali. Prosedur dilakukan secara triplo
(Depkes RI, 2000).
6.4 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak
Ekstrak daun jambu biji ditimbang sebanyak 1 g kemudian
dilarutkan dalam 25 ml etanol 95%. Campuran diaduk dalam stirrer
selama 2 jam pada kecepatan 200 rpm, filtrat yang dihasilkan
disaring dan hasil filtrat ditambahkan etanol 95% hingga 25 ml.
6.5 Pembuatan Larutan Stok Kuersetin
Kuersetin baku ditimbang sebanyak 20 mg dan dilarutkan di
dalam 100 ml etanol 96%.
6.6 Pembuatan Kurva Baku
Larutan kuersetin dalam etanol dibuat dengan variasi
konsentrasi 40, 60, 80, 100 dan 120 ppm. Masing-masing dari
larutan diambil sebanyak 0,5 ml dan diencerkan dengan faktor
pengenceran 10x, kemudian dicampur dengan 1,5 ml etanol 95%,
0,1 ml alumunium klorida 10%, 0,1 ml natrium asetat 1 M dan add
dengan aquadest hingga 25 ml. Larutan diinkubasi pada suhu
kamar selama 30 menit dan diukur serapannya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 438
nm. Kurva baku standar dibuat.
6.7 Penentuan Jumlah Flavonoid dari Larutan Uji Ekstrak
Larutan ekstrak etanol sampel diambil sebanyak 0,5 ml dan
dicampur dengan 1,5 ml etanol 95%, 0,1 ml alumunium klorida
10%, 0,1 ml natrium asetat 1 M dan add dengan aquadest hingga 25
ml. Larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dan
diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 438 nm. Jumlah flavonoid diukur dengan
metode kolorimetri alumunium klorida.
6.8 Pengujian Kualitatif Kandungan Kuersetin dalam Ekstrak
Larutan ekstrak dan baku kuersetin ditotolkan masing-masing
1 cm di atas plat KLT. Plat dikembangkan dalam chamber yang
mengandung campuran n-butanol, asam asetat dan air (4:1:5) yang
sebelumnya telah dijenuhkan. Plat hasil pengujian dikeringkan dan
dilihat di bawah sinar UV 254 dan 366 nm. Nilai Rf sampel
dihitung dan dibandingkan dengan Rf standar. Plat selanjutnya
ditempatkan di chamber jenuh uap amonia dan diamati hasilnya
.
VII. Hasil
Tabel 7.1 Bobot Jenis
Kerapatan Ekstrak Kerapatan Ekstrak
Kerapatan Air
5% 10%
Volume zat 10 ml 10 ml 10 ml
= x 100% = 0,299%
0,7
0,6
0,5
0,4
Absorbansi
0,3
0,2
0,1
0
4 6 8 10 12
y = 0,0712x 0,1717
R2 = 0,9972
Tabel 7.4 Penentuan Jumlah Flavonoid
Perlakuan Absorbansi
1 0,4732
2 0,473
3 0,4729
y = 0,0712x 0,1717
0,473 = 0,0712x 0,1717
0,6447 = 0,0712x
x = 9,0548 ppm
F= x 100%
F= x 100%
F = 2,2569%
Rf esktrak = = = 0,93
Rf kuersetin = = = 0,93
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian parameter ekstrak.
Ekstrak yang baik adalah ekstrak yang memenuhi persyaratan-
persyaratan parameter ekstrak. Parameter ekstrak terbagi menjadi 2 yaitu
persyaratan spesifik dan persyaratan non spesifik. Persyaratan spesifik
suatu ekstrak akan berbeda dengan ekstrak lainnya karena sifatnya yang
khas, sedangkan parameter non spesifik lebih bersifat universal.
Parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptis, dan
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu. Sedangkan parameter non
spesifik meliputi susut pengeringan, bobot jenis, kadar abu, kadar abu
tidak larut asam, sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat dan
cemaran mikroba.
Pengujian pertama yang dilakukan adalah pengujian kadar abu.
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik
bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik
adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran. Pemeriksaan ini
digunakan untuk mengidentifikasi suatu esktrak karena setiap ekstrak
mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda. Sehingga
dapat ditentukan besarnya cemaran-cemaran bahan anorganik yang
terdapat dalam ekstrak yang terjadi pada saat pengolahan maupun proses
lainnya. Prinsip yang digunakan adalah bahan dipanaskan pada
temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan
menguap.
Abu adalah salah satu komponen dalam analisis proksima dari
material biologis, yaitu bagian yang menjadi penjumlah utama dalam
persentase hasil analisis. Abu umumnya terdiri dari garam-garaman,
material anorganik (ion Na+, K+, dsb). Terkadang juga mengandung
mineral unik tertentu (klorofil dan hemoglobin).
Untuk mendapatkan abu, ekstrak yang telah ditimbang dipanaskan
dalam tanur 600C hingga bebas karbon. Dalam proses ini, semua
senyawa organik akan menguap dan terdenaturasi menjadi abu
sedangkan senyawa-senyawa anorganik (umumnya BM lebih tinggi dari
senyawa organik) akan langsung menjadi abu.
Setelah sekitar 1 jam proses tanur, kemudian tanur ditunggu hingga
dingin agar sampel dapat diambol dan dimasukkan ke dalam desikator.
Tujuan dimasukkan ke dalam desikator adalah untuk menjaga berat
konstan karena desikator akan menyerap air sehingga berat sampel tetap
stabil. Proses pemanasan dan penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali
hingga bobot abu konstan. Konstan yang dimaksud adalah dimana
rentang perbedaan penimbangan dengan yang sebelumnya sebesar
0,0002 g.
Dalam percobaan ini didapatkan kadar abu sebesar 0,299%. Hal ini
sesuai dengan persyaratan Farmakope Herbal Indonesia bahwa kadar abu
ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) tidak lebih dari 0,8%.
Artinya setelah proses penguapan di dalam tanur, bahan anorganik yang
mencakup pengotor dan kontaminan lainnya telah menguap secara
keseluruhan.
Pengujian kedua yang dilakukan adalah bobot jenis. Bobot jenis
adalah perbandingan antara kerapatan zat dibanding dengan kerapatan
air. Dalam bidang farmasi bobot jenis digunakan sebagai salah satu
metode analisis yang berperan dalam uji identitas dan kemurnian dari
senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, sehingga dapat pula
diketahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu piknometer.
Piknometer biasanya terbuat dari kaca untuk erlenmeyer kecil dengan
kapasitas antara 10-15 ml. Untuk melakukan percobaan, piknometer
dibersihkan dengan menggunakan aquadest, kemudian dibilas dengan
alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer. Pembilasan
dilakukan untuk menghilangkan sisa dari pembersihan, karena biasanya
pencucian meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan,
sehingga dapat mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong,
yang akhirnya juga mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Pemakaian
alkohol sebagai pembilas memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah
mengalir, mudah menguap dan bersifat antiseptikum. Jadi sisa-sia yang
tidak diinginkan dapat hilang dengan baik, baik yang ada di luar maupun
yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Pengujian bobot jenis dilakukan dengan penimbangan piknometer
kosong, piknometer berisi aquadest, piknometer berisi larutan ekstrak
daun jambu biji 5% dan piknometer berisi larutan ekstrak daun jambu biji
10%. Pengisiannya harus melalui bagian dinding dalam dari piknometer
untuk mengelakkan terjadinya gelembung udara. Proses pemindahan
piknometer harus dengan menggunakan tissue karena jika menggunakan
tangan, bobot yang ditimbang akan terpengaruh dengan sidik jari yang
menempel pada dinding piknometer.
Adapun keuntungan dari penentuan bobot jenis menggunakan
piknometer adalah mudah dalam pengerjaan. Sedangkan kerugiannya
yaitu berkaitan dengan ketelitian dalam penimbangan. Jika proses
penimbangan tidak teliti maka hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
hasil yang ditetapkan literatur. Di samping itu, penentuan bobot jenis
dengan menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama.
Setelah melakukan percobaan didapati bahwa bobot jenis untuk
ekstrak dengan konsentrasi 5% adalah 0,922 dan untuk esktrak dengan
konsentrasi 10% adalah 0,968. Secara literatur, bobot jenis yang
diperbolehkan dalam ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) tidak
lebih dari 1 g/ml. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan
telah sesuai dan tidak terjadi penyimpangan dalam percobaan.
Pengujian selanjutnya merupakan pengujian kuantitatif yaitu
pengecekan kadar flavonoid dihitung sebagai kuersetin dengan metode
kolorimetri alumunium klorida dan menguji adanya kuersetin dalam
ekstrak dengan metode KLT.
Untuk melalukan percobaan ini, hal pertama yang dilakukan yaitu
membuat larutan uji ekstrak. Dalam pembuatan digunakan etanol sebagai
pelarut karena berdasarkan literatur kandungan zat aktif pada ekstrak
daun jambu biji (Psidium guajava L.) akan lebih tertarik dengan pelarut
etanol dibandingkan dengan pelarut air. Selanjutnya dilakukan
pengadukan dengan menggunakan stirrer selama 2 jam yang berfungsi
untuk mendistribusikan zat aktif di dalam larutan secara merata tanpa
meninggalkan bekas pada permukaan gelas beaker. Selanjutnya dibuat
baku kuersetin dalam berbagai konsentrasi. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan grafik yang nantinya akan ditentukan persamaan regresi.
Persamaan regresi dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi.
Pada uji KLT, prinsip yang digunakan adalah pemisahan sampel
berdasarkan kepolaran sampel dengan pelarut yang digunakan. Semakin
dekat kepolaran sampel dengan pelarut/fase gerak, maka sampel akan
semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Fase diam yang digunakan dalam percobaan adalah silika gel
GF254 dan fase geraknya n-butanol, asam asetat dan aquadest dengan
perbandingan 4:1:5 yang sebelumnya telah dijenuhkan terlebih dahulu.
Ciri dari pelarut jenuh yaitu naiknya suhu chamber sehingga terdapat uap
di sekitar penutup chamber dan basahnya kertas saring yang diletakkan di
sisi dalam chamber.
Penotolan larutan ekstrak dan baku kuersetin ke plat KLT
dilakukan menggunakan pipa kapiler agar sampel yang ditotolkan
jumlahnya tidak terlalu banyak. Jika jumlah sampel yang ditotolkan
terlalu banyak, bentuk spot menjadi tidak bulat sehingga dapat
mempengaruhi proses pengukuran Rf.
Setelah dikembangkan di dalam chamber berisi pelarut yang sudah
jenuh, larutan ekstrak dan baku kuersetin akan naik ke atas batas plat
KLT. Kemudian diamati di bawah UV 254 nm dan dihitung serta
dibandingkan nilai Rf-nya. Jika kedua zat memiliki nilai Rf yang sama
atau mirip dapat dikatakan bahwa senyawa yang terkandung dalam kedua
zat tersebut memiliki karakteristik yang sama. Dari hasil percobaan
didapat nilai Rf ekstrak dan nilai Rf kuersetin sama-sama sebesar 0,93.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava L.) mengandung kuersetin.
Pengujian terakhir yang dilakukan adalah uji kolorimetri
alumunium klorida pada ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.).
Untuk melakukan percobaan ini, dibuat terlebih dahulu baku kuersetin
dengan berbagai konsentrasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan grafik
kurva baku yang nantinya akan ditentukan regresi linier yang merupakan
salah satu syarat validasi. Regresi linier berguna untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Dalam pembuatan kurva baku, larutan stok kuersetin dibuat dalam
berbagai konsentrasi, yaitu 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm
dan 120 ppm, masing-masing pengenceran dibuat sebanyak 10 ml.
Pengenceran dilakukan agar sampel tidak terlalu pekat sehingga dapat
diidentifikasi dengan spektrofotometer.
Larutan stok kuersetin masing-masing diambil sebanyak 0,5 ml
dan dimasukkan di dalam labu ukur 25 ml, kemudian dilakukan
penambahan 1,5 etanol 95%, 0,1 ml AlCl3 10%, 0,1 ml natrium asetat
1M dan di add dengan aquadest hingga 25 ml. Campuran larutan
diinkubasi selama 30 menit dan diamati pada spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang maksimum 438 nm serta dibuat kurva kalibrasi.
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
Absorbance
X. Daftar Pustaka
Abidin, Z. 2011. Analisis Pengukuran Kadar Larutan Temulawak
Menggunakan Metode TLC. Tersedia online di
http://digilib.its.ac.id/ (Diakses pada 10 November 2017).
Adeeyinwo, C.E., Okorie, N.N., & Idowu, G.O. 2013. Basic Calibration
of UV/Visible Spectrophotometer. International Journal of Science
and Technology, Vol. 2(3): 247-251.
Anam, Syariful, M., Yusran, Alfred T., Nurlina I., Ahmad K.,
Ramadanil, M., & Sulaiman Z. 2013. Standarisasi Ekstrak Etil
Asetat Kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco). Online Journal of
Natural Science, Vol. 2(3): 1-8.
Anief, M. 1987. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktek. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Arifin, H., et al. 2006. Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia
Cumini. Jurnal Sains Teknologi Farmasi. Vol 2, No 11: 88-92.
Azizah, D.N., et al. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3
pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.)
Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2(2): 45-49.
Cahyanta, A.N. 2016. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun
Pare Metode Kompleks Kolori dengan Pengukuran Absorbansi
secara Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 5(1): 58-61.
Chang, C., Yang. M., Wen, H., & Chern, J. 2002. Estimation of Total
Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary
Colorimetric Methods. Journal of Food and Drug Analysis, Vol.
10(3): 178-182.
Denis. 2016. What is Specific Weight?. Tersedia online di
https://www.wisegeek.com/what-is-specific-weight.htm [Diakses
pada 7 November 2017].
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Guntarti, A. 2015 Penentuan Parameter Non-Spesifik Ekstrak Etanol
Kulit Buah Manggis. Jurnal Farmasains, Vol 2 No. 5.
Harbone, J.B. 2006. Dietary Flavonoids: Effects on Endothelial Function
and Blood Pressure. Journal of Herbal Medicine, Vol. 2(1): 221-
226.
Kunle, O.F. 2012. Standardization of Herbal Medicines-A review.
Tersedia online di
http://www.academicjournals.org/article/article1380017716_Kunle
%20et%20al.pdf (Diakses pada 13 November 2017).
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan
oleh Kosasih, P. 2015. Bandung: ITB Press.
Morikawa, K., Nonaka, M., Narahara, M., Torii, I., Kawaguchi, K., &
Yoshikawa, T. 2003. Inhibitory Effect of Quercetin on
Carrageenan-Induced Inflammation in Rats. Journal of Life
Science, Vol. 26(6): 709-721.
Neldawati. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar
Flavonoid. Journal Pillar of Physics, Vol. 2(1): 76-83.
Pathik, P., Patel N.M., & Patel, P.M. 2011. WHO Guidelines on Quality
Control of Herbal Medicines. IJRAP, Vol. 2(4): 1148-1154.
Rivai. 2013. Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air terhadap Kadar
Senyawa Fenolat Total dan Daya Antioksidan dari Ekstrak Daun
Sirsak. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 18 No.1: 35-42.
Saifudin, A., Rahayu, & Teruna. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudarmadji. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberty.
Sumawinata, N. 2002. Seranai Istilah Kedokteran Gigi Inggris-
Indonesia. Jakarta: EGC.
Lampiran