Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN


“PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI”

Disusun Oleh :

Nama : Happy Sefianty


NIM : 2011102415083
Kelas :C
Dosen Pengampu : Chaerul Fadly Mochtar Luthfi M. Farm,
S.Farm., M.Biomed

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. JUDUL PRAKTIKUM
Pengaruh formulasi terhadap laju disolusi

B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat memahami profil disolusi obat dalam beragai
kondisi pH.
2. Untuk melihat pengaruh formulasi sediaan obat terhadap laju
disolusi.

C. LATAR BELAKANG
Obat adalah suatu zat yang digunakan orang untuk menghilangkan
rasa sakit, menghambat atau mencegah penyakit yang menyerang.
Suatu obat yang diberikan kepada pasien harus melalui banyak
proses didalam tubuh. Bahan obat yang digunakan dengan cara
apapun juga harus memiliki daya larut air untuk kemanjuran
terapeutiknya.
Disolusi merupakan suatu proses perpindahan molekul obat dari
bentuk padat kedalam larutan suatu media (cairan tubuh), pada saat
obat melarut partikel-partikel padat memisah dari molekul demi
molekul yang akan bercampur dengan cairan dan tampak menjadi
bagian dari cairan tersebut.
Disolusi merupakan salah satu uji yang wajib digunakan dalam
berbagai bentuk sediaan farmasi, yang diberi secara oral seperti
suspense, emulsi, larutan kaplet, kapsul, dan tablet. Laju disolusi juga
sangan diperlukan karena menyangkut tentang waktu yang dibutuhkan
untuk pengelepasan obat dalam bentuk sediaan dan diabsorpsi
didalam tubuh. Jadi, semakin cepat disolusinya maka semakin cepat
pula obat atau sediaan memberikan efek kepada tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DASAR TEORI
Sediaan farmasi dengan pemberian oral untuk mencapai
konsentrasi terapeutik dipengaruhi oleh kecepatan disolusi dan
ketersediaan hayati. Pemberian obat secara oral adalah rute
pemberian obat yang paling banyak digunakan karena kemudahan
pemberiannya. Obat generic yang beredar di Indonesia banyak dalam
bentuk sediaan oral dan mendorong perusahaan obat untuk
memproduksi obat yang bioekivalen. Tetapi, terdapat hambatan utama
yaitu, obat yang termasuk Biopharmaceutis Classification Ststem
(BCS) kelas II (kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi) memiliki
bioavailibilitas oral yang rendah karena kelarutan obat yang rendah
dalam cairan gastrointestinal menyebabkan dan menunjukkan bahwa
absorpsi yang rendah pula (Reynelda Juliani, 2019).
Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau
obat jadi larut dalam suatu pelarut. Disolusi dapat didefinisikan sebagai
proses terlarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat
terdispersi dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan
terlepas dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media
biologis, diikuti dengan absorpsi sistemik dan menunjukkan respon
klinis (Siregar, 2010).
Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan obat untuk mengukur
serta mengetahui jumlah zat yang aktif terlarut dalam media pelarut
yang diketahui volumenya pada waktu dan suhu tertentu (Santi Sinala,
2016).
Kelarutan dan laju disolusi obat dapat ditingkatkan dengan
berbagai metode yang sudah banyak dilaporkan seperti pembuatan
disperse padat, pembuatan prodrug, kompleks inkulsi obat dengan
membawa dan memodifikasi senyawa menjadi bentuk garam, solvat
dan kokristal (Zaini, 2011).
Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling banyak digunakan
dibandingkan dengan sediaan obat dalam bentuk lain kerena mudah
dan praktis dalam penggunaannya (Nadya Nurul Zaman, 2020).
Tablet salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan
dari segi formulasinya. Selain mengandung zat aktif, dalam pembuatan
tablet diperlukan bahan tambahan yaitu bahan pengisi, pengikat,
penghancur, pelicin, dan pewarna. Bahan pengikat berperan penting
dalam pembuatan tablet yaitu untuk menjadikan penyatuan bersama
dari partikel serbuk dalam sebuah butir granulat ( Elya Melinda, 2019).
Paracetamol adalah salah satu obat antiinflamasi non-steroid
(NSAID) dan paling sering diresepkan. Indikasi umum digunakan
sebagai analgesik dan antipiretik pada kasus demam, sakit kepala,
nyeri, dan sakit ringan lainnya (Denis, 2022).

B. URAIAN BAHAN
1. Paracetamol (FI Edisi III Hal. 37)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Asetaminopen, Paracetamol
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau rasa sedikit
pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus
cahaya, simpan pada suhu ruangan
terlindung dari kelembaban dan panas.
Khasiat : Analgetikum; antipiretikum.
2. HCL (FI Edisi III Hal. 53)
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, berasap bau
merangsang jika diencerkan dengan
2 bagian air asap dan bau hilang
Khasiat : Zat tambahan
3. Aquadest (FI Edisi III Hal. 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1) Labu ukur
2) Pipet ukur
3) Beaker glass
4) Batang pengaduk
5) Gelas ukur
6) Timbangan
7) Dissolution tester
8) Spektrofotometri UV-Vis
b. Bahan
1) Tablet paracetamol paten
2) Tablet paracetamol generic
3) HCl 0,1 N
4) Aquadest
B. PROSEDUR KERJA
 Penentuan panjang gelombang maksimum paracetamol dalam
HCl 0,1 N
1) Dibuat larutan standar paracetamol dalam HCl 0,1 N dengan
konsentrasi 14 µg/mL
2) Diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometri UV-
Vis pada panjang gelombang 220-350 nm
3) Dibuat spectrum serapan (absorbansi vs panjang gelombang)
 Pembuatan kurva baku larutan standar paracetamol dalam HCl
0,1N
1) Dilarutkan standar paracetamol dengan konsentrasi 4; 6; 8; 10;
12; 14 µg/mL
2) Diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometri UV-
Vis pada panjang gelombang maksimum
3) Dibuat kurva baku paracetamol (absorbansi vs konsentrasi)
 Penentuan profil disolusi paracetamol
1) Diisi wadah dengan air, atur suhu 37oc
2) Diisi medium disolusi dengan (HCl 0,1 N) sebanyak 900 mL
3) Dicelupkan tablet paracetamol kedalam medium disolusi,
kemudian diputar dengan kecepatan 50 rpm
4) Dipipet sebanyak 5 mL pada larutan dalam labu disolusi pada
menit ke 5, 10, 15, 20, dan 30 (setiap pemipetan medium diganti
medium dengann jumlah yang sama). Dimasukkan kedalam
labu ukur 25 mL
5) Ditambahkan HCl 0,1 N hingga tanda batas labu ukur, pada
masing-masing larutan yang telah dipipet
6) Diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometri UV-
Vis pada panjang gelombang maksimum, pada masing-masing
larutan yang telah dipipet
7) Dihitung kadar paracetamol terdisolusi per satuan waktu,
dihitung menggunakan kurva baku

C. PERHITUNGAN BAHAN
1. HCl
V1 . V1 = V2 . N2
V1 . 12 N = 1000 ml . 0,1 N
1000 mL .0,1 N
V1 =
12 N
V = 4,3 ml
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

Kurva Baku Paracetamol


1.2

1 f(x) = 0.0625714285714286 x + 0.233190476190476


R² = 0.990571931833163
0.8
Absorbansi

Series2
0.6
Linear (Series2)
0.4

0.2

0
2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi PCT Baku (μg/mL)

Konsentrasi PCT
No Absorbansi
Baku (μg/mL)
1 4 0.507
2 6 0.608
3 8 0.717
4 10 0.825
5 12 0.987
6 14 1.134

Waktu Absorbansi Kadar %Terdisolusi


(Menit) Paten Generik Paten Generik Paten Generik
5 0.276 0.389 0,004 mg 0,014 0,720% 0,777%
10 0.387 0.491 0,014 mg 0,024 2,522% 4,324%
15 0.456 0.589 0,021 mg 0,034 3,783% 6,126%
20 0.560 0.645 0,031 mg 0,039 5,585% 7,027%
25 0.687 0.712 0,043 mg 0,045 7,747% 8,108%
30 0.792 0.834 0,053 mg 0,057 9,549% 10,270%

A. Perhitungan Kadar
y = 0,0626x + 0,2332
a. Paten
1) Menit ke-5 : 0,276
y = 0,0626x + 0,2332
0,276 = 0,0626x + 0,2332
0,276 – 0,2332 = 0,0626x
0,0428 = 0,0626x
X = 0,0428 / 0,0626
= 0,683 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 4,098 µg
= 0,004 mg
2) Menit ke- 10 : 0,387
y = 0,0626x + 0,2332
0,387 = 0,0626x + 0,2332
0,387 – 0,2332 = 0,0626x
0,1538 = 0,0626x
X = 0,1538 / 0,0626
= 2,456 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 14,73 µg
= 0,014 mg
3) Menit ke- 15 : 0,456
y = 0,0626x + 0,2332
0,456 = 0,0626x + 0,2332
0,456 – 0,2332 = 0,0626x
0,2228 = 0,0626x
X = 0,2228 / 0,0626
= 3,559 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 21,35 µg
= 0,021 mg
4) Menit ke- 20 : 0,560
y = 0,0626x + 0,2332
0,560 = 0,0626x + 0,2332
0,560 – 0,2332 = 0,0626x
0,3268 = 0,0626x
X = 0,3268 / 0,0626
= 5,220 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 31,32 µg
= 0,031 mg
5) Menit ke- 25 : 0,687
y = 0,0626x + 0,2332
0,687 = 0,0626x + 0,2332
0,687 – 0,2332 = 0,0626x
0,4538 = 0,0626x
X = 0,4538 / 0,0626
= 7,249 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 43,49 µg
= 0,043 mg
6) Menit ke- 30 : 0,792
y = 0,0626x + 0,2332
0,792 = 0,0626x + 0,2332
0,792 – 0,2332 = 0,0626x
0,5588 = 0,0626x
X = 0,5588 / 0,0626
= 8,926 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 53,55 µg
= 0,053 mg
b. Generik
1) Menit ke- 5 : 0,389
y = 0,0626x + 0,2332
0,389 = 0,0626x + 0,2332
0,389 – 0,2332 = 0,0626x
0,1558 = 0,0626x
X = 0,1558 / 0,0626
= 2,4888 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 14,93 µg
= 0,014 mg
2) Menit ke- 10 : 0,491
y = 0,0626x + 0,2332
0,491 = 0,0626x + 0,2332
0,491 – 0,2332 = 0,0626x
0,2578 = 0,0626x
X = 0,2578 / 0,0626
= 4,118 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 24,70 µg
= 0,024 mg
3) Menit ke- 15 : 0,589
y = 0,0626x + 0,2332
0,589 = 0,0626x + 0,2332
0,589 – 0,2332 = 0,0626x
0,3558 = 0,0626x
X = 0,3558 / 0,0626
= 5,683 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 34,09 µg
= 0,034 mg
4) Menit ke- 20 : 0,645
y = 0,0626x + 0,2332
0,645 = 0,0626x + 0,2332
0,645 – 0,2332 = 0,0626x
0,4118 = 0,0626x
X = 0,4118 / 0,0626
= 6,578 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 39,46 µg
= 0,039 mg

5) Menit ke-25 : 0,712


y = 0,0626x + 0,2332
0,712 = 0,0626x + 0,2332
0,712 – 0,2332 = 0,0626x
0,4788 = 0,0626x
X = 0,4788 / 0,0626
= 7,560 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 45,36 µg
= 0,045 mg
6) Menit ke- 30 : 0,834
y = 0,0626x + 0,2332
0,834 = 0,0626x + 0,2332
0,834 – 0,2332 = 0,0626x
0,600 = 0,0626x
X = 0,600 / 0,0626
= 9,584 µg/ml x 6 kali (Fp)
= 57,50 µg
= 0,057 mg
B. Perhitungan Faktor Koreksi
a. Paten
1) T = 5 menit
0,004 = C1
X = C1
X = 0,004
2) T = 10 Menit
0,014 = C2
Volume yang diambil
X2 = C2 + ×C1
volume medium
5
X2 = 0,014 + ( × 0,004)
900
X2 = 0,014 + (0,000026)
X2 = 0,014 mg
3) T = 15
0,021 = C3
Volume yang diambil
X3 = C3 + × C 1+C2
volume medium
5
X3 = 0,021 + ( × 0,004+0,014 )
900
X3 = 0,021 + (0,0140)
X3 = 0,035 mg
4) T = 20
0,031 = C4
Volume yang diambil
X4 = C4 + × C 1+C2+C3
volume medium
5
X4 = 0,031 + ( × 0,004+0,014 +0,021)
900
X4 = 0,031 + (0,0350)
X4 = 0,066 mg
5) T = 25
0,043 = C5
Volume yang diambil
X5 = C5 + × C 1+C2+C3+C4
volume medium
5
X5 = 0,043 + ( × 0,004+0,014 +0,021+0,031)
900
X5 = 0,043 + (0,0660)
X5 = 0,109 mg
6) T=30
0,053 = C6
Volume yang diambil
X6 = C6 + × C 1+C2+C3+C4+C5
volume medium
5
X6 = 0,053+( × 0,004+0,014 +0,021+0,031+0,043)
900
X6 = 0,053 + (0,1090)
X6 = 0,162 mg
b. Generik
1) T = 5 menit
0,014 = C1
X = C1
X = 0,014
2) T = 10 Menit
0,024 = C2
Volume yang diambil
X2 = C2 + ×C1
volume medium
5
X2 = 0,024 + ( × 0,014)
900
X2 = 0,024 + (0,000077)
X2 = 0,024 mg
3) T = 15
0,034 = C3
Volume yang diambil
X3 = C3 + × C 1+C2
volume medium
5
X3 = 0,034 + ( × 0,014+0,024 )
900
X3 = 0,034 + (0,0240)
X3 = 0,058 mg
4) T=20
0,039 = C4
Volume yang diambil
X4 = C4 + x C1+C2+C3
volume medium
5
X4 = 0,039 + ( × 0,014+0,024 +0,034)
900
X4 = 0,039 + (0,0580)
X4 = 0,097 mg
5) T = 25
0,045 = C5
Volume yang diambil
X5 = C5 + × C 1+C2+C3+C4
volume medium
5
X5 = 0,045 + ( × 0,014+0,024 +0,034+ 0,039)
900
X5 = 0,045 + (0,0970)
X5 = 0,142 mg
6) T = 30
0,057 = C6
Volume yang diambil
X6 = C6 + × C 1+C2+C3+C4+C5
volume medium
5
X6 = 0,057+( × 0,014+0,024 +0,034+ 0,039+0,045)
900
X6 = 0,057 + (0,1420)
X6 = 0,199 mg
Konsentrasi ha sil pengujian mg
D. %Disolusi = konsentrasitablet ×100%
volume medium disolusi
Konsentrasi tablet = 500 mg
Volume medium disolusi = 900
500
=
900
= 0,555
a. Paten
1) T1 = 5 menit
0,004
%disolusi = × 100 %
0,555
= 0,720%
2) T2 = 10 menit
0,014
%disolusi = × 100 %
0,555
= 2,522%
3) T3 = 15 menit
0,021
%disolusi = ×100 %
0,555
= 3,783%
4) T4 = 20 menit
0,031
%disolusi = ×100 %
0,555
= 5,585%
5) T5 = 25 menit
0,043
%disolusi = ×100 %
0,555
=7,747%
6) T6 = 30 menit
0,053
%disolusi = ×100 %
0,555
= 9,549%
b. Generik
1) T1 = 5 menit
0,014
%disolusi = × 100 %
0,555
= 0,777%

2) T2 = 10 menit
0,024
%disolusi = × 100 %
0,555
= 4,324%
3) T3 = 15 menit
0,034
%disolusi = × 100 %
0,555
= 6,126%
4) T4 = 20 menit
0,039
%disolusi = ×100 %
0,555
=7,027%
5) T5 = 25 menit
0,045
%disolusi = ×100 %
0,555
= 8,108%
6) T6 = 30 menit
0,057
%disolusi = × 100 %
0,555
=10,270%
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum biofarmasetika dan farmakokinetika terapan kali ini


membahas pengaruh formulasi terhadap laju disolusi. Tujuan
dilakukannya praktikum ini ialah agar dapat memahami profil disolusi obat
dalam berbagai kondisi pH, dan untuk melihat pengaruh formulasi sediaan
obat terhadap laju disolusi.
Uji disolusi dan penetapan zat khasiat merupakan faktor penting dalam
pengendalian mutu obat. Pengujian dalam pengendalian mutu obat,
pengujian ini dipersyaratkan pada produk farmasi yang berbentuk tablet,
uji disolusi pada industri farmasi merupakan informasi berharga untuk
keseragaman kadar zat khasiat dalam satu produksi obat (batch),
perkiraan bioavailabilitas dari zat khasiat obat dalam suatu formulasi,
variabel kontrol proses dan untuk melihat pengaruh perubahan formalisai
(Mariana Rini 2010).
Berdasarkan pada pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2016 tentang
Paten yang kemudian disingkat dengan UUP, menyebutkan Paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atau hasil
invensi dibidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak
lain untuk melaksanakannya. Hak paten bersifat eksklusif karena
hanya inventor yang menghasilkan invensi yang dapat diberikan hak,
inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya tersebut dengan
memberi persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan lisensi.
Obat generik adalah obat yang penamaannya didasarkan pada
kandungan zat aktif tertentu dalam suatu obat dan tidak menggunakan
merk dagang. Obat generik memiliki harga yang lebih murah dari obat
paten tetapi obat generik memiliki kualitas yang sama dan tidak kalah
efektif dengan obat paten. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 Obat generik adalah obat dengan nama
resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan International
Nonpropietary Namesdari (WHO) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya
(DepKes RI, 2010). Obat generik biasanya dibuat setelah masa hak paten
dari suatu obat telah berakhir dan menggunakan nama dagang sesuai
dengan nama asli dari zat kimia yang terkandung.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi bentuk sediaan padat
dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori utama yaitu sifat fisika kimia
obat, formulasi produk obat, proses pembuatan sediaan, dan kondisi uji
disolusi. Beberapa faktor eksternal yang terkait dengan kondisi percobaan
uji disolusi dapat mempengaruhi kecepatan disolusi antara lain intensitas
pengadukan, macam komposisi medium, suhu, dan model alat disolusi
yang digunakan (Yusuf, 2016).
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta. Hal 37, 53, 96.
E, Zulfa., M. Prihantini. 2019. Formulasi Tablet Paracetamol Deangan
Bahan Pengikat Pati Umbi Gembili (Dipscorea esculenta L.). Vol. 6,
No. 02.
N. N. Zaman. 2020. Metode Pembuatan dan Kerusakan Fisik Sediaan
Tablet. Majalah Farmasetika, Vol. 5, No. 2.
Sagla, R. J. 2019. Metode Peningkatan Disolusi Dikombinasi Dengan
Penambahan Surfaktan. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal
Of Pharmacy). 5 (1) : 84-92.
Santi sinala. (2016). Farmasi Fisik. Jakarta : Kementrian Republik
Indonesia.
Siregar, C.J.P. Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tabblet
Dasar-dasar Praktis. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Zaini. Hisyam. 2011. Strategi Pembelajaran Aktif. CTDS: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai