Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI

PERCOBAAN 3
MENENTUKAN LAJU SEDIMENTASI DAN DERAJAT FLOKULASI SEDIAAN
SUSPENSI

DOSEN PENGAMPU :
1. Apt. Intan Kusuma Dewi, S.Farm, M.Farm.Klin
2. Dr. Nazriati, M,Si.

OLEH :
KELOMPOK 6
1. Amallia Fitri Dewi M (220333613848)
2. Rima Nurlita (220333613806)
3. Rosa Caroline A (220333613837)
4. Sulatinnisa Rahmi A (220333613859)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOVEMBER 2023
1) Identitas Kelompok
1.1 Nama Anggota Kelompok : 1. Amallia Fitri Dewi M (220333613848)
2. Rima Nurlita (220333613806)
3. Rosa Caroline A (220333613837)
4. Sulatinnisa Rahmi A (220333613859)
1.2 Offering : G/ S1 Farmasi
1.3 Hari, tanggal Praktikum: Selasa, 17 Oktober 2023

2) Judul Praktikum
Menentukan Laju Sedimentasi dan Derajat Flokulasi Sediaan Suspensi
3) Tujuan
a. Memahami dan mengamati faktor-faktor dan parameter-parameter yang
mempengaruhi stabilitas suatu suspensi
b. Memahami pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi.
c. Memahami perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi.
d. Mampu melakukan pengukuran laju sedimentasi pada sistem terflokulasi dan
terdeflokulasi.
4) Dasar Teori
Suspensi farmasi merupakan dispersi kasar dimana partikel padat yang tidak larut
terdispersi dalam medium cair. Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara,
antara lain injeksi intramuskuler, tetes mata, oral, dan rektal. Suspensi oral dapat
didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus
disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang
sangat minimum [1].
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem
heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan
cairan atau semi padat, dan fase terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel
kecil yang pada dasarnya tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu.
Suspensi oral lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang
sama) karena mudahnya menelan cairan, absorbsinya lebih cepat, dan bioavailabilitasnya
lebih baik [2]
Bentuk sediaan suspensi diformulasikan karena beberapa zat aktif obat
mempunyai kelarutan yang praktis tidak larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk
cair agar mudah diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan untuk menelan,
mudah diberikan pada anak-anak, serta untuk menutupi rasa pahit atau aroma yang tidak
enak dari zat aktif obat. Alasan lain adalah karena air merupakan pelarut yang paling
aman bagi manusia. Untuk itu air digunakan sebagai medium pembawa pada sebagian
besar sediaan suspensi.Walaupun zat aktif obat memiliki kelarutan buruk dalam air, zat
aktif obat tetap dapat dibuat ke dalam bentuk sediaan cair/liquida dengan adanya bantuan
suspending agent. [3]
Penggunaan suspending agent bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan
memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspense yang stabil.
Suspensi stabil apabila zat yang tersuspensi tidak cepat mengendap, harus terdispersi
kembali menjadi campuran yang homogen dan tidak terlalu kental agar mudah dituang
dari wadahnya. Salah satu suspending agent yang sering digunakan dalam pembuatan
sediaan suspensi yaitu CMC [4].
Penyiapan fase terdispersi merupakan langkah penting dalam formulasi suspensi.
Salah satu kriteria yang suspensi yang baik yaitu ukuran yang tepat dari fase terdispersi.
Ukuran yang tepat dari fase terdispersi dibutuhkan untuk stabilitas fisik yang baik dan
tingkat disolusi yang cepat. Ukuran partikel dalam suspense dapat diturunkan dengan
teknik seperti mikronisasi yang menggunakan variasi ukuran dan juga dengan teknik
farmasetik seperti co-presipitasi dan metode perubahan pH [2].
Volume sedimentasi adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu)
terhadap volume mula-mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap. Derajat flokulasi
adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume
sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc). Jika nilai derajat flokulasi kurang dari 1 (satu)
maka volume akhir sedimentasi lebih kecil dari volume awal sedimentasi, hal ini
dikarenakan suspensi membentuk cake atau lempengan yang keras, sedangkan jika
derajat flokulasi lebih besar dari 1 (satu) maka volume sedimentasi akhir lebih besar dari
sedimentasi awal, sehingga menunjukan pranatan yang jernih pada suspensi. [3]
5) Alat dan Bahan
5.1 Alat alat
− Gelas ukur 50 ml, 5 buah
− Beaker glass
− Mortir dan stamper
− Pengaduk gelas
− Aluminium foil
5.2 Bahan-bahan
− Sulfa
− Propilen glikol
− CMCNa
− Aquapurificata
6) Cara Kerja
6.1 Komposisi : bahan pada 6 tabung
Tabel Komposisi Bahan

BAHAN - TABUNG KE :
BAHAN 1 2 3 4 5 6
Sulfa 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g
Na2HPO4 - 1% - - 0.5 % 1%
CMC Na - - 0.25 % 0.5 % 0.5 % 0.5 %
Propilen glikol - - 2,5 ml 2,5 ml 2,5 ml 2,5 ml
Aqua Purificata Ad 25 ml Ad 25 ml Ad 25 ml Ad 25 ml Ad 25 ml Ad 25 ml

6.2 Pembuatan Suspensi, untuk gelas ukur 1

6.3 Pembuatan Suspensi, untuk gelas ukur 2


6.4 Pembuatan suspensi, untuk gelas ukur 3 & 4

6.5 Pembuatan suspensi, untuk gelas ukur 5 & 6


7) Hasil Pengamatan
7.1 Perhitungan Harga Volume Sedimentasi
Tabel Volume Sedimentasi Berbagai Suspensi pada Berbagai Waktu

WAKTU Volume sedimentasi ( = F ) :


(MENIT)
1 2 3 4 5 6

15 0, 86 ml 0.9 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
30 0, 82 ml 0, 88 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
45 0, 8 ml 0, 86 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
60 0, 78 ml 0, 82 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
90 0, 74 ml 0, 8 ml 0, 9 ml 1 ml 0, 8 ml 0, 92 ml
120 0, 74 ml 0, 8 ml 0, 88 ml 1 ml 0, 76 ml 0, 8 ml
H+2 (48 jam) 0, 74 ml 0, 8 ml 0, 8 ml 1 ml 0, 68 ml 0, 72 ml
H+3 (60 jam) 0, 74 ml 0, 8 ml 0, 8 ml 0, 804 ml 0, 776 ml 0, 732 ml
H+4 (84 jam) 0, 74 ml 0, 8 ml 0,8 ml 0, 66 ml 0, 7ml 0, 78 ml
H+7 (108 0, 73 ml 0, 8 ml 0, 8 ml 0, 7 ml 0, 72 ml 0, 8 ml
jam)

7.2 Perhitungan Harga Derajat Flokulasi (= β )


Tabel Derajat Flokulasi Berbagai Suspensi

Derajat Flokulasi ( β ) Hari Ke-7

1 2 3 4 5 6

0,74 0,8 0,8130 0,9589 0,9729 1

8) Pembahasan
8.1 Analisa Prosedur
● Pembuatan suspensi, untuk gelas ukur 1

Perlakuan Pengamatan

Ditimbang sulfat sebanyak 1,5 g Sulfadiazine berfungsi sebagai zat


aktif/fase dispersinya,

Digerus sulfa dan ditambahkan Agar dapat larut dalam aquades


aquades sedikit demi sedikit dan sulfa mudah tecampur hingga
dapat dituang
Dimasukkan aquades sisa 25 ml, Agar dapat membuat suspensi
lalu kocok hingga homogen dalam jumlah tertentu dan
tercampur dengan rata

● Pembuatan suspensi, untuk gelas ukur 2


Perlakuan Pengamatan

Ditimbang sulfa sebanyak 1,5 g Untuk membuat suspensi dalam


jumlah tertentu

Digerus sulfa + Na2HPO4 Sulfadiazine berfungsi sebagai zat


aktif/fase dispersinya,

Ditambahkan aquades sedikit demi Agar sulfa dan aquades dapat


sedikit mudah tercampur

Dimasukkan aquades sisa 25 ml, Agar dapat membuat suspensi


lalu kocok hingga homogen dalam jumlah tertentu dan
tercampur dengan rata


Perlakuan Pengamatan Pembuatan
Ditimbang sulfa + propilen glikol + Sulfadiazine berfungsi sebagai zat suspensi,
CMC yang dikembangkan lalu aktif/fase dispersinya, CMC untuk gelas
digerus berfungsi sebagai emulsifier dan ukur 3 dan
Propilen glikol berfungsi sebagai 4
wetting agent.

Dikembangkan CMC Na selama CMC berfungsi sebagai emulsifier


10-15 menit
Ditambahkan aquades sedikit demi Supaya sulfa dan aquades dapat
sedikit mudah tercampur
Dimasukkan aquades sisa 25 ml, Agar dapat membuat suspensi
lalu kocok hingga homogen dalam jumlah tertentu dan
tercampur dengan rata

● Pembuatan suspensi, untuk gelas ukur 5 dan 6


Perlakuan Pengamatan

Ditimbang sulfa + propilen glikol + Sulfadiazine berfungsi sebagai zat


CMC Na yang telah dikembangkan aktif/fase dispersinya, CMC
lalu digerus hingga merata berfungsi sebagai emulsifier dan
Propilen glikol berfungsi sebagai
wetting agent.

Dikembangkan CMC Na selama 10- CMC berfungsi sebagai


15 menit emulsifier

Ditambahkan aquades sedikit demi Supaya sulfa dan aquades dapat


sedikit mudah tercampur

Dimasukkan aquades sisa 25 ml, Agar dapat membuat suspensi


lalu dikocok hingga homogen dalam jumlah tertentu dan
tercampur dengan rata

8.2 Prinsip Percobaan dan Analisa Hasil


Volume sedimentasi adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu)
terhadap volume mula-mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap. Derajat flokulasi
adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume
sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc). Jika nilai derajat flokulasi kurang dari 1 (satu)
maka volume akhir sedimentasi lebih kecil dari volume awal sedimentasi, hal ini
dikarenakan suspensi membentuk cake atau lempengan yang keras, sedangkan jika
derajat flokulasi lebih besar dari 1 (satu) maka volume sedimentasi akhir lebih besar dari
sedimentasi awal, sehingga menunjukan pranatan yang jernih pada suspensi [5].

Pada sistem deflokulasi, partikel sangat lambat mengendap dikarenakan adanya


peningkatan potensial zeta (25 mV atau lebih). Semakin tinggi nilai potensial zeta maka
semakin kuat gaya tolak-menolak antar partikel sehingga terjadi pengendapan yang
lambat. Selain itu, pada sistem ini terbentuk ukuran partikel terkecil yang menunjukkan
peningkatan luas permukaan partikel [6].
Peningkatan luas permukaan berbanding lurus dengan peningkatan sudut kontak
antar partikel. Ketika terjadi pengendapan, partikel membentuk cake yang keras yang
sukar ditembus oleh medium pendispersi, sehingga sukar didispersikan kembali.
Sedangkan pada sistem flokulasi, partikel sangat cepat mengendap dikarenakan adanya
penurunan potensial zeta (kurang dari 25 mV). Jika nilai potensial zeta rendah maka
semakin kuat gaya tarik-menarik sehingga terbentuk agregat yang longgar yang dapat
mengendap lebih cepat. Selain itu, dengan terbentuknya agregat, terjadi peningkatan
ukuran partikel yang menunjukkan penurunan luas permukaan partikel. Penurunan luas
permukaan berbanding lurus dengan penurunan sudut kontak antar partikel. Ketika
terjadi pengendapan, celah antar partikel mudah ditembus oleh medium pendispersi
sehingga suspensi dapat didispersikan kembali dengan cepat [7].

Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas
dalam ikatan lemah. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan cepat dan
partikel mengendap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebut dalam keadaan
bebas, tidak membentuk cake yang keras serta mudah terdispersi kembali ke bentuk
semula. Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk
lapisan yang jernih diatasnya. Dalam Sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap
perlahan-lahan dan akhirnya membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembali.
Pada metode ini partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan
masing-masing partikel mengendap secara terpisah. Metode ini lebih banyak disukai
karena tidak terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara
perlahan [6]. Terdapat beberapa point yang dapat menjadi penilai kestabilan sediaan
suspensi. Yaitu [8]:
1. Volume sedimentasi
Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula
mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap (Hoirul, 2010).
2. Derajat flokulasi
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc) (Hoirul, 2010).
Percobaan Sedimentasi Suspensi menggunakan Bahan Sulfadiazin, Na2HPO4,
NaCMC, Propilen Glikol dan Akuadest. Sulfadiazine sebagai zat aktif/ fase dispersnya,
aquadest sebagai medium dispers, NaCMC sebagai emulsifier sedangkan Propilen Glikol
sebagai pembasah yang membantu mengurangi kecepatan sedimentasi. NaCMC
merupakan floculatingagent, kerena NaCMC berfungsi untuk meningkatkan viskositas
dari suspensi, semakin besar konsentrasi NaCMC makin besar viskositas suspensi,
semakin besar viskositas suspensi maka pengendapan yang terjadi akan semakin lambat
[9]. Pada percobaan, hasil yang didapatkan sesuai dengan teori diatas, bahwa suspensi
nomer 3, 4, 5, dan 6 lebih lambat terbentuk endapan karena penambahan NaCMC dan
Propilen Glikol. Suspensi pada tabung 1,2 lebih cepat membentuk sedimen karena tidak
ada penambahan emulsifier/floculating agent yaitu NaCMC.
Suspensi pada tabung 3, 4, 5, 6, dengan penambahan NaCMC lama mengalami
pengendapan karena NaCMC merupakan polimer yang memiliki rantai panjang dan
mempunyai bobot molekul yang tinggi dan mengandung gugus aktif yang ditempatkan di
sepanjang rantai NaCMC bekerja sebagai pemflokulasi karena sebagian dari rantai
tersebut diadsorpsi pada permukaan partikel, dengan bagian tersisa mengarah keluar
medium dispers. NaCMC berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari suspensi,
semakin besar konsentrasi NaCMC makin besar viskositas suspensi, semakin besar
viskositas suspensi maka pengendapan yang terjadi akan semakin lambat. NaCMC
bekerja sebagai pemflokulasi dengan membentuk jaring-jaring polimer yang dapat
mengikat partikel Sulfa. Jaring polimer tersebut diadsorpsi pada permukaan partikel
Sulfa, dengan bagian tersisa mengarah keluar medium dispersi. Oleh karena partikel
Sulfa terlindungi oleh NaCMC maka terjadi penurunan tegangan permukaan dan
mengakibatkan pengelompokkan tak dapat terhindarkan. Polimer ini juga menunjukkan
aliran pseudoplastis dalam larutan yang berpotensi menstabilkan bentuk fisik suspensi
[9].
Suspensi pada tabung 3, 4, 5, 6, Sulfa ditambahkan dengan propilenglikol.
Propilenglikol merupakan wetting agent yang berfungsi menurunkan tegangan
antarmuka antara partikel padat dan cairan pembawa. Turunnya tegangan antar muka
akan menurunkan sudut kontak sehingga memudahkan dalam pembasahan, sehingga
serbuk dari Sulfa mudah mengendap atau membentuk flokulat - flokulat. Prinsip kerja
dari wetting agent yaitu memindahkan udara diantara partikel-partikel yang hidrofobik,
sehingga bila ditambahkan air dapat menembus dan membasahi partikel Sulfa karena
lapisan wetting agent tersebut pada permukaan partikelnya mudah bercampur dengan air
[10].
Hasil pengamatan, didapatkan volume sedimentasi sebagai berikut:
Untuk mengetahui masing-masing tabung bersifat flokulasi atau deflokulasi yaitu
dengan mengocok kuat suspensi. Pada hari ke-7 dilakukan pengocokan, dan diperoleh
data sedimentasi sebagai berikut:

Tinggi Sedimen pada Hari Ke-7 (pengamatan hari terakhir)

Tabung Tinggi (mL) Keterangan Flokulasi/


ke- deflokulasi
Sebelum Setelah
dikocok dikocok

1 6,5 0 Setelah dikocok: Flokulasi


- Tinggi awal sedimen
yaitu 6,5 mL, setelah
dikocok tercampur
homogen

2 5 0 Setelah dikocok: Flokulasi


- Tinggi awal sedimen
yaitu 5 mL, setelah
dikocok sedimen larut
dengan suspensi
- Bagian atas sedikit
lebih jernih daripada
bagian bawah

3 5 >0,5 Setelah dikocok : Flokulasi


- Tinggi awal sedimen
yaitu 5 mL, setelah
dikocok sedimen larut
dengan suspensi
- Bagian atas tercampur
kurang merata (masih
terlihat samar butir-
butir sedimen)

4 7,5 6,75 Setelah dikocok: Deflokulasi


- Sedimentasi berkurang
lebih banyak daripada
tabung 5, kurang lebih
0,75 mL
- Bagian atas suspensi
keruh

5 7 6,5 Setelah dikocok: Deflokulasi


- Sedimentasi
berkurang, kurang
lebih 0,5 mL
- Bagian atas suspensi
sedikit keruh

6 5 5 Setelah dikocok: Deflokulasi


- Sedimentasi tetap
setinggi 5 mL
- Bagian atas suspensi
tetap jernih
Setelah itu ditentukan derajat flokulasinya:

Derajat Flokulasi ( β ) Hari Ke-7

1 2 3 4 5 6

0,74 0,8 0,8130 0,9589 0,9729 1


Sehingga dapat dikatakan bahwa Derajat flokulasi untuk sediaan suspensi yaitu sebesar 1
(satu). Semakin mendekati angka 1 (satu) suatu nilai derajat flokulasinya maka semakin baik
pula sedian suspensi tersebut, hal ini dikarenakan jika derajat flokulasi sebesar 1 (satu) maka
volume akhir sedimentasi sama dengan sedimentasi awal atau tidak terjadi penambahan
volume sedimentasi akhir, artinya sedimentasi tetap ketika pengukuran sedimentasi tak
terhingga dilakukan, dan masih terdapat partikel yang masih terdispersi dalam sediaan
suspensi [11].
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan suspensi Sulfa yang ditambahkan dengan
NaCMC terbanyak derajat flokulasinya yang paling baik. Volume ini sedimentasi
mempertimbangkan rasio akhir dari endapan terhadap tinggi awal dari suspensi pada waktu
suspensi mengendap dalam suatu kondisi di bawah standar. Semakin mendekati angka 1
volume sedimentasinya semakin baik suspensinya. Kecepatan volume sedimentasi dapat
bertambah dengan adanya flokulan.

9) Kesimpulan
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem
heterogen yang terdiri dari dua fase. Penyiapan fase terdispersi merupakan langkah
penting dalam formulasi suspensi. Salah satu kriteria yang suspensi yang baik yaitu
ukuran yang tepat dari fase terdispersi.
Pada percobaan sedimentasi Suspensi kali ini menggunakan Bahan Sulfadiazin,
Na2HPO4, NaCMC, Propilen Glikol, Aquadest dan Sulfadiazine. Sulfadiazine sebagai
zat aktif/ fase dispersnya, aquadest sebagai medium dispers, NaCMC sebagai emulsifier
sedangkan Propilen Glikol sebagai pembasah yang membantu mengurangi kecepatan
sedimentasi. NaCMC merupakan floculatingagent, kerena NaCMC berfungsi untuk
meningkatkan viskositas dari suspensi, semakin besar konsentrasi NaCMC makin besar
viskositas suspensi, semakin besar viskositas suspensi maka pengendapan yang terjadi
akan semakin lambat. Hasil yang didapatkan sesuai dengan teori diatas, bahwa suspensi
nomer 3, 4, 5, dan 6 lebih lambat terbentuk endapan karena penambahan NaCMC dan
Propilen Glikol. Suspensi pada tabung 1,2 lebih cepat membentuk sedimen karena tidak
ada penambahan emulsifier/floculating agent yaitu NaCMC.
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan suspensi Sulfa yang ditambahkan
dengan NaCMC terbanyak derajat flokulasinya yang paling baik. dapat dikatakan bahwa
Derajat flokulasi untuk sediaan suspensi yaitu sebesar 1 (satu). Semakin mendekati
angka 1 (satu) suatu nilai derajat flokulasinya maka semakin baik pula sedian suspensi
tersebut, hasil dari percobaan ini didapatkan bahwa suspensi nomer 5 dan 6 memiliki
derajat flokulasi yang paling baik dengan nilai derajat flokulasi 0,9729 pada suspensi 5
dan 1 pada suspensi 6.

10) Daftar Pustaka


1. Fitriani, Y.N., Cikra, INHS., Ninis Y., dan Dyah, A., 2015, Formulasi and Evaluasi
Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent
CMC Na dan PGS Sebagai Antihiperkolesterol, Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan, Vol
2 (1).
2. Senthil, V. dan Sripreethi, D., 2011, Formulation and Evaluation of Paracetamol
Suspension from Trigonella Foenum Graecum Mucilage, Journal of Advanced Pharmacy
Education & Research, Vol 1 (5).
3. Harfina. 2016. Laporan Praktikum Farmasi Fisika, Universitas Halu Oleo Kendari
4. Anjani, Mita Retno. dkk. 2011. Formulasi Suspensi Siprofloksasin dengan Suspending
Agent Pulvis Gummi Arabici dan Daya Anti Bakterinya. Jurnal Pharmacon, Vol.
12(1) :1411-4283.
5. Ondara, K. and Rahmawan, G.A., 2020. PEMANTAUAN SEDIMENTASI
MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI HIGH FRECUENCY DI PERAIRAN
SAYUNG, DEMAK-JAWA TENGAH. GEOMATIKA, 26(1), pp.1-8.
6. Ratnasari, L., 2019. Konsep Flokulasi dan Deflokulasi dalam Sediaan Farmasi. Majalah
Farmasetika, 4(3), pp.87-91.
7. Honary, S. and Zahir, F., 2013. Effect of zeta potential on the properties of nano-drug
delivery systems-a review (Part 1). Tropical journal of pharmaceutical research, 12(2),
pp.255-264.
8. Qomara, W.F. and Musfiroh, I., 2023. Evaluasi Stabilitas dan Inkompatibilitas Sediaan
Oral Liquid. Majalah Farmasetika, 8(3), pp.209-223.
9. Zhang, X., Liang, H., Li, J., Wei, X. and Li, B., 2020. Improving the emulsifying
property of gliadin nanoparticles as stabilizer of Pickering emulsions: Modification with
sodium carboxymethyl cellulose. Food Hydrocolloids, 107, p.105936.
10. Ambari, Y., 2020. Uji Stabilitas Fisik Formulasi Elixir Paracetamol Dengan Kombinasi
Co-Solvent Propilen Glikol Dan Etanol. Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika
(J-PhAM), 1(1), pp.1-6.
11. Lindu, M., 2010. the Effects of Gradient Velocity and Detention Time To Coagulation–
Flocculation of Dyes and Organic Compound in Deep Well Water. Indonesian Journal
of Chemistry, 8(2), pp.146-150.

LAMPIRAN
H+2 suspensi 1,2,3 H+3 suspensi 1,2,3 H+4 suspensi 1,2,3

H+5 suspensi 1,2,3 H+6 suspensi 1,2,3 Hari terakhir tinggi


sedimen suspensi tidak
mengalami perubahan

Suspensi 1 setelah dikocok Suspensi 2 setelah dikocok Suspensi 3 setelah dikocok


tercampur rata tidak tercampur rata tercampur rata
H+2 suspensi 4 H+2 suspensi 5 H+2 suspensi 6

H+3 suspensi 4 H+4 suspensi 5 H+4 suspensi 6

H+4 suspensi 4 H+4 suspensi 5 H+4 suspensi 6

H+7 suspensi 4 H+7 suspensi 5 H+7 suspensi 6


Suspensi 4 setelah dikocok Suspensi 5 setelah dikocok Suspensi 6 setelah dikocok
tidak terpengaruh lapisan atas menjadi sedikit tercampur lapisan atas
keruh agak keruh, lapisan bawah
tidak beraturan

Anda mungkin juga menyukai