Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA

SUSPENSI

Hari/Jam Praktikum : Jumat / 23 April 2021 (13.-00-15.40)


Asisten Lab : 1. Angela Alysia Elaine
2. Faradila Ratu Cindana
3. Intan Ratnaningsih Hartanti

SHIFT C 2020
NATASHYA PARAMESWARI

260110200036

LABORATORIUM FARMASI FISIKA


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
PADJADJARAN JATINANGOR
2021
I. Tujuan
1.1. Mengamati sedimentasi dari preparat suspensi
1.2. Menentukan redipersibilitas dari preparasi suspensi

II. Data Pengamatan dan Perhitungan


2.1. Tabel Pembuatan Sediaan

Sampel Sediaan Komposisi

Na-CMC Mg(OH)2 Tween 80 Aquadest


(%) (%) (%) (mL)

1 1 0,5 2,5 add 100 mL

3 0,5 2,5 1% add 100 mL

5 2,5 add 100 mL

2 1 0,5 5 add 100 mL

3 0,5 5 1% add 100 mL

5 5 add 100 mL

2.2. Tabel Volume Akhir Endapan

waktu Sampel 1 Sampel 2

1 3 5 1 3 5

0 menit 0 0 0 0 0 0

15 menit 0 0 3 0 0 8

30 menit 2 3 3 1 5 10

60 menit 5 6 8 3 9 15

24 jam 7 9 10 7 12 18
2.3. Tabel Volume Sedimentasi

waktu Sampel 1 Sampel 2

1 3 5 1 3 5

0 menit 0 0 0 0 0 0

15 menit 0 0 0,03 0 0 0,08

30 menit 0,02 0,03 0,03 0,01 0,05 0,10

60 menit 0,05 0,06 0,08 0,03 0,09 0,15

24 jam 0,07 0,09 0,1 0,07 0,12 0,18

2.4. Perhitungan Bahan


a. Mg(OH)2
- 2,5%
2,5 = x / 100 mL
x = 2,5 gram

- 5%
5 = x / 100 mL
x = 5 gram

b. Na-CMC 0,5%
Na - CMC 0,5% = 0,5/100 X 100
= 0,5 gram

c. Tween 80 1%
Tween 80 1% = 1 / 100 x 100
= 1 gram
2.5. Perhitungan Volume Sedimentasi
a. Sampel 1 Sediaan 1
- Waktu 0 Menit
F = 0/100 = 0
- Waktu 15 Menit
F = 0/100 = 0
- Waktu 30 Menit
F = 2/100 = 0,02
- Waktu 60 Menit
F = 5/100 = 0,05
- Waktu 24 Jam
F = 7/100 = 0,07

b. Sampel 1 Sediaan 3
- Waktu 0 menit
F = 0 / 100 = 0
- Waktu 15 menit
F = 0 / 100 = 0
- Waktu 30 menit
F = 3 / 100 = 0,03
- Waktu 60 menit
F = 6 / 100 = 0,06
- Waktu 24 jam
F = 9 / 100 = 0,09

c. Sampel 1 Sediaan 5
- Waktu 0 menit :
F = 0/100 = 0
- Waktu 15 menit :
- F = 3/100 = 0,03
Waktu 30 menit
- F = 3/100 = 0,03
- Waktu 60 menit :
F = 8/100 = 0,08
- Waktu 24 jam :
F = 10/100 = 0,1

d. Sampel 2 Sediaan 1
- Waktu 0 menit
F = 0/100 = 0
- Waktu 15 menit
F = 0/100 =0
- Waktu 30 menit
F= 1/ 100 = 0,01
- Waktu 60 menit
F= 3/ 100 = 0,03
- Waktu 24 jam
F= 7/ 100 = 0,07

e. Sampel 2 Sediaan 3
- Waktu 0 menit
F = 0/100 = 0
- Waktu 15 menit
F = 0/100 =0
- Waktu 30 menit
F= 5/ 100 = 0,05
- Waktu 60 menit
F= 9/ 100 = 0,09
- Waktu 24 jam
F= 12/ 100 = 0,12
f. Sampel 2 Sediaan 5
- Waktu 0 menit
F = 0/100 = 0
- Waktu 15 menit
F = 8/100 =0,08
- Waktu 30 menit
F= 10/ 100 = 0,10
- Waktu 60 menit
F= 15/ 100 = 0,15
- Waktu 24 jam
F= 18/ 100 = 0,18

III. Pembahasan
Telah dilakukan praktikum farmasi fisika mengenai suspensi. Praktikum kali
ini bertujuan untuk mengamati bagaimana sedimentasi dari sediaan suspensi. suspensi
dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi
secara halus disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan
kelarutan yang sangat minimum (Ansel, 2008). Suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.

Dalam suspensi sendiri tentunya terdapat partikel padat yang terdispersi.


Partikel-partikel tersebut punya suatu kecenderungan untuk bersatu dan nantinya akan
membentuk gumpalan yang mengendap didasar botol. Fenomena ini disebut flokulasi.
Flokulasi merupakan sebuah fenomena yang tidak terhindarkan dalam suspensi
farmasi. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan cepat dan partikel
mengendap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebut dalam keadaan bebas,
tidak membentuk cake yang keras serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula.
Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk
lapisan yang jernih diatasnya (Priyambodo, 2007).
Dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan
akhirnya membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembali. Pada metode ini
partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan masing-masing
partikel mengendap secara terpisah. Metode ini lebih banyak disukai karena tidak
terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara perlahan
(Priyambodo, 2007).
Berikut perbedaan dari flokulasi dan deflokulasi

Deflokulasi Flokulasi

1. Partikel suspensi terpisah satu 1. Partikel merupakan agregat yang


sama lain bebas

2. Sedimen yang terjadi lambat, 2. Sedimen terjadi cepat, mengendap


masing-masing partikel terpisah sebagai flok yaitu kumpulan partikel
dan ukuran partikel minimal

3. Terbentuknya cake yang keras 3. Tidak terbentuk cake dan mudah


dan sukar terdispersi kembali untuk terdispersi kembali.

4. Wujud suspensi menyenangkan 4. Wujud suspensi kurang


menyenangkan

5. Supernatan berkabut 5. Supernatan jernih

Sistem yang banyak digunakan dalam pembuatan suspensi adalah suspensi


dengan sistem flokulasi karena endapan yang terbentuk pada sistem ini mudah
terdispersi kembali, lain halnya dengan suspensi sistem deflokulasi dengan cenderung
membentuk caking yang sukar terdispersi kembali (Martin et.al., 1995)
Adanya kecenderungan partikel ini terflokulasi atau terdeflokulasi sendiri
tergantung pada bagaimana kuat/ lemahnya tarikan dan tolakan diantara
partikel-partikel dalam sediaan suspensi. Bila terdapat gaya tolak yang cukup besar,
maka partikel-partikel tetap terdispersi dan bila tidak, maka akan terjadi koagulasi.
(Ratnasari, 2019).

Pada praktikum kali ini, zat aktif (yang digunakan adalah Magnesium
Hidroksida. Magnesium Hidroksida merupakan zat aktif dengan rumus molekul
Mg(OH)2 dengan berat molekul 58,32. Memiliki bentuk serbuk putih yang cenderung
ringan. Magnesium Hidroksida memiliki sifat yang praktis tidak larus dalam air dan
dalam etanol , namun larut dalam asam encer (Kemenkes, 2020). Magnesium
hidroksida sendiri sering digunakan untuk dispesia. Dispepsia sendiri sekumpulan
gejala yang dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman pada perut, seperti perut terasa
penuh, kembung, sakit perut, dan nyeri ulu hati. Namun, perlu ditekankan bahwa
dispepsia bukanlah penyakit, melainkan gejala dari penyakit atau gangguan
pencernaan.(PIO Nas, 2015). Pada praktikum kali ini, akan dibuat larutan magnesium
hidroksida sebanyak 2,5 % dan 5 %, sehinnga dibutuhkan magnesium hidroksida
sebanyak 2,5 gram dan 5 gram.

Magnesium hidroksida sendiri punya sifat yang praktis tidak larut dalam air,
oleh karena itu diperlukan sebuah zat tambahan yang berfungsi menjaga kestabilan
dari suspensi. Zat tambahan tersebut adalah suspending agent. Suspending agent
sendiri adlaah zat tambahan bertujuan untuk menghasilkan struktur yang membantu
terdispersinya fase dalam suspensi (Ansel, 2005). Suspending agent dapat
meningkatkan kekentalan sehingga dapat mengurangi kecepatan sedimentasi partikel
dan medium dispersi untuk waktu yang lama (Aulton, 2013).

Mekanisme kerjanya adalah dengan acara mengikat molekul air yang


menyebabkan penghambatan pergerakan air. Adanya ikatan yang kuat dengan partikel
air ini, menyebabkan suspensi cenderung lebih kental sehingga ia menjadi lebih stabil.
Namun perlu diperhatikan pula penambahan dari suspending agent ini, penambahan
terlalu banyak akan menyebakan suspensi menggumpal dan sulit untuk dikocok (
Catur, 2017).

Pada praktikum kali ini suspending agent yang digunakan adalah Na-CMC dan
Tween 80. Setelah penambahan suspending agent, kemudian dilakukan penilaian
stabilitas suspensi. Penilaiannya sendiri dilakukan dengan menguji volume
sedimentasi yang dihasilkan setelah didiamkan selama beberapa waktu tertentu.
Volume sedimentasi adalah perbandingan antara volume akhir (Vu) terhadap volume
mula-mula suspensi (Vo) sebelum mengendap (Syamsuni, 2007). Volume sedimentasi
dapat memiliki nilai yang berjarak kurang dari satu sampai lebih dari satu dan dalam
hal ini volume akhir dari endapan (F) adalah lebih kecil dari volume awal dari
suspensi.
Perhitungan volume sedimentasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
F = Vu/Vo
Dimana : F = volume sedimentasi
Vu = volume akhir endapan
Vo = volume awal suspensi sebelum mengendap

Berdasarkan hasil perhitungan dari data pengamatan, didapatkan sedimentasi pada


sampel 1 sediaan 1 pada menit ke-0 volume sedimentasi sebesar 0 atau tidak terjadi
endapan, pada menit ke-15 sebesar 0 atau masih tidak terjadi endapan, pada menit
ke-30 sebesar 0,02, pada menit ke-60 sebesar 0,05, dan pada 24 jam sebesar 0,07. Pada
sampel 1 sediaan 3 pada menit ke-0 volume sedimentasi sebesar 0 atau tidak terjadi
endapan, pada menit ke-15 sebesar 0 atau masih tidak terjadi endapan, pada menit
ke-30 sebesar 0,03, pada menit ke-60 sebesar 0,06, dan pada 24 jam sebesar 0,09. Pada
sampel 1 sediaan 5 pada menit ke-0 volume sedimentasi sebesar 0 atau tidak terjadi
endapan, pada menti ke-15 sebesar 0,03, pada menit ke-30 sebesar 0,03, pada menit
ke-60 sebesar 0,08, dan pada 24 jam sebesar 0,1.
Sementara pada sampel 2 sediaan 1, pada menit ke-0 volume sedimentasi
sebesar 0 atau tidak terjadi endapan, pada menit ke-15 sebesar 0 atau masih belum
terbentuknya endapan, pada menit ke-30 sebesar 0,01, pada menit ke-60 sebesar 0,03,
dan pada 24 jam sebesar 0,07. Pada sampel 2 sediaan 3 pada menit ke-0 volume
sedimentasi sebesar 0 atau tidak terjadi endapan, pada menit ke-15 sebesar 0 atau
masih belum terjadi endapan, pada menit ke-30 sebesar 0,05, pada menit ke-60 sebesar
0,09, dan pada 24 jam sebesar 0,12. Pada sampel 2 sediaan 5 pada menit ke-0 volume
sedimentasi sebesar 0 atau tidak terjadi endapan, pada menit ke-15 sebesar 0,08, pada
menit ke-30 sebesar 0,10, pada menit ke-60 sebesar 0,15, dan pada 24 jam sebesar
0,18.
F merupakan volume sedimentasi dengan nilai F ideal adalah 1 menunjukkan
bahwa partikel suspensi yang dihasilkan terdispersi merata dalam cairan pembawanya.
Ketika produk memiliki nilai F sama dengan 1 maka dapat dikatakan bahwa telah
tercapai kesetimbangan flokulasi. Dalam pengujian sendiri diperoleh nilai F yang
relatif kecil sehingga bisa dikatakan bahwa sampel 1 dan sampel 2 merupakan sistem
deflokulasi, dengan nilai F terbesarnya terdapat pada sampel 2 sediaan 5, yaitu 0,18,
dimana sampel tidak mengandung suspending agent baik Na-CMC dan Tween 80.
Namun belum dapat dipastikan sampel tersebut merupakan formulasi suspensi yang
terbaik sebab suspensi yang baik harus memenuhi persyaratan. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi III (1979) sendiri , persyaratan suspensi adalah:
1. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
2. Jika dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali
3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sedimen mudak dikocok dan
dituang.

IV. Simpulan

4.1. Telah diamati sedimentasi dari preparat suspensi dengan nilai F yang terbesar

adalah pada sampel 2 sediaan 5, yakni 0,18


4.2. Telah ditentukan redispersibilitas dari preparasi suspensi
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (2008). Pengantar bentuk sediaan farmasi. (Edisi IV). Penerjemah: Parida

ibrahim. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Aulton, M.E., Taylor,K.M.G. 2013. Aulton’s Pharmaceutics: The Design and

Manufacture of Medicines, Fourth Edition. Churchilil Livingstone Elsevier

Catur, 2017. Pengaruh Konsentrasi Natrii Carboxymethylcellulosum (CMC Na)

sebagai Suspending Agent terhadap Stabilitas Fisik pada Sediaan Suspensi

Kloramfenikol. Phramaceurical and Tradisional Medicine. Vol 1 (2).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. (Edisi IV).

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. (1993). Farmasi fisik jilid II (Edisi 3).

Penerjemah: Joshita Djajadisastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Kemenkes. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan

Kemenkes. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta : Departemen Kesehatan

Priyambodo, B. 2007.Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka

Utama

PIO Nas. 2015. Magnesium Hirdroksida. Tersedia Online di

http://pionas.pom.go.id/monografi/magnesium-hidroksida.

[ Diakses pada 2 Mei 2021]

Ratnasari, L. 2019. Konsep Flokulasi dan Deflokulasi dalam Sediaan Farmasi.

Majalah Farmasetika. Vol 4 (3) :87-91

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep, Kedokteran EGC, Jakarta.


Suena, N.M.S. 2015. Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi Dengan Kombinasi Suspending

Agent PGA (Pulvis Gummi Arabic) dan CMC-Na (Carboxymethylcellulosum

Natrium). Journal Medicamento. Vol 1(1): 34-48

Anda mungkin juga menyukai