Anda di halaman 1dari 73

Kas󰉉󰈻 2 - As󰈚a

Farmakoterapi Gangguan Respiratori

Kelompok 2 Shift C
An󰈇󰈈ot󰈀 K󰇵󰈗o󰈛p󰈡󰈔
Nurul Fauziah R. 260110200028
Kirana Fayruz S. 260110200030
Salsabil Ghaliya 260110200032
Audry Rahma D. 260110200034
Natashya Prameswari 260110200036
Alya Puteri A.P. 260110200040
Husna Muharram A. 260110200042
Devani Olivia W. 260110200044
Syahla Afaaf A. 260110200046
Rizkika Nur I. 260110200048
Athoya Delarosa 260110200050
Michelle Darmawan 260110200052
Dela Nurzanah 260110200054
Tab󰈗󰈩 O󰇿 C󰈢n󰉃e󰈞t󰈻

01 03
Sub󰈑󰈩󰈕t󰈏󰇾 As󰈻e󰈼s󰈚󰈩󰈞t

02 04
Ob󰈑e󰈕t󰈎󰇾 Pla󰈝
KA󰈠󰈖󰈟

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke RS karena tiba-tiba sesak napas


dan berat untuk bernapas saat dia sedang beristirahat. Pasien diketahui memiliki
keterbatasan dalam berbicara dan percakapan. Pasien didiagnosa asma sejak 1
tahun terakhir. Obat yang digunakan pasien selama ini hanya salbutamol inhaler
yang digunakan jika serangan tetapi untuk serangan kali ini pasien sudah
menggunakan inhaler tersebut 4 puff tanpa ada remisi gejala. Nilai FEV1 pasien
adalah 38%. Selama setahun terakhir pasien sudah mengalami 2x serangan dan
saat ini juga mengalami gejala serangan sampai harus ke RS.

Riwayat :

Pengobatan yang sedang dijalani : citicoline o-dis 1000mg 1x sehari, omega-3, dha
dan epa 1000 mg 1x sehari, dan baru diresepkan tambahan asam asetil salisilat 300
mg jika pasien merasa pusing.
Defin󰈎󰈻󰈏 As󰈚a
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya
ditandai dengan peradangan saluran napas kronis
dan obstruksi aliran udara ekspirasi variabel yang
bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitas
terhadap beberapa respon tubuh. Asma bersifat
fluktuatif (hilang timbul) serta sebagian reversible,
baik dengan atau tanpa pengobatan (Kumar et al.,
2021).
ET󰈾󰈭󰈴O󰉁󰈾

Faktor Predisposisi → Berupa


genetik

Faktor Presipitasi
1. Alergi
2. Perubahan cuaca
3. Stress
4. Lingkungan
5. Olahraga atau aktivitas berat

(Smeltzer and Bare, 2016)


01
Sub󰈑󰈩󰈕t󰈏󰇾
You can enter a subtitle here if you need it
● Jenis Kelamin : Laki -laki
● Usia : 25 tahun
● Riwayat Penyakit : Didiagnosa asma sejak 1 tahun terakhir.
● Keluhan :
○ Mengalami sesak napas tiba - tiba dan terasa berat untuk bernapas saat
sedang beristirahat.
○ Memiliki keterbatasan dalam berbicara dan percakapan.
○ Menggunakan salbutamol inhaler jika serangan tetapi untuk serangan kali
ini pasien sudah menggunakan inhaler tersebut 4 puff tanpa ada remisi
gejala.
○ Selama setahun terakhir pasien mengalami 2x serangan dan saat ini juga
mengalami gejala serangan sampai harus ke RS.
GE󰈺󰉝󰈳󰉚 FA󰈶󰈙󰈮R 󰈤󰉈󰈟IK󰈮
● Sesak nafas Faktor risiko asma dibagi menjadi dua,
● Batuk
faktor risiko yang berhubungan dengan
● Mengi
● Dada berat terjadinya asma dan faktor risiko yang
● Produksi sputum berhubungan dengan terjadinya
● Nyeri tenggorokan eksaserbasi atau serangan asma yang
● Sulit bicara, makan, atau tidur
akibat sulit bernapas. disebut faktor pencetus. Faktor risiko yang
● Bibir dan jari-jari yang terlihat mencetuskan terjadinya Asma Bronkial
biru. diantaranya asap rokok, tungau debu
● Denyut jantung yang meningkat.
rumah, polusi udara, perubahan cuaca,
● Merasa pusing, lelah, atau
mengantuk. dan jenis makanan. Selain itu juga, faktor
● Adanya penurunan arus puncak genetik dapat mempengaruhi terkenanya
ekspirasi.
asma pada tubuh seseorang.
● Pilek dan bersin

(O’Byrne et al, 2010)


02
Ob󰈑e󰈕t󰈎󰇾
You can enter a subtitle here if you need it
DATA OBJEKTIF KASUS
Forced expiratory volume
(FEV1) adalah jumlah udara
yang dapat dikeluarkan
sebanyak-banyaknya dalam 1
detik pertama pada waktu
ekspirasi maksimal setelah
inspirasi maksimal (Bakhtiar &
(Department of Health Western Australia, 2012) Tantri, 2017).

Nilai FEV1 pasien adalah 38 %


sehingga berdasarkan tingkat
keparahannya termasuk ke
dalam kategori severe.

(Ichinose M, et al., 2017)


03
As󰈻e󰈼m󰈩󰈝󰉄
You can enter a subtitle here if you need it
Pat󰈡fi󰈻󰈏o󰈘󰈡g󰈏
Asma memiliki beberapa fenotipe klinis yang berbeda, masing-masing dengan mekanisme
patogen yang berbeda. Ini dapat dikategorikan sebagai atopik atau nonatopik dengan beberapa
subtipe. Pada semua jenis asma, episode bronkospasme mungkin memiliki pemicu yang
beragam sehingga asma dapat diklasifikasikan berdasarkan pemicunya.

(Kumar et al., 2021).


Pat󰈡fi󰈻󰈏o󰈘󰈡g󰈏
Pada Asma gangguan terjadi pada bronkhial dengan ciri bronkospasme periodic
(Somantri, 2007). Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus
serta inflamasi pada saluran napas (Corwin, 2009). Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga
reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronkus, pengisian bronkus dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkus dan
kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast
(disebut mediator) serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan obstruksi jalur napas (Bateman et al., 2008).
Pat󰈡󰈇󰇵󰈞es󰈎󰈻

“Triggering
of Asthma”

(Kumar et al., 2021).


Pat󰈡󰈇󰇵󰈞es󰈎󰈻

(Kumar et al., 2021).


Di󰈀g󰈝󰈢󰈼is
Di󰈀g󰈝󰈢󰈼is
Ana󰈚󰈞󰈩s󰈏󰈻
● Mengalami wheezing, napas pendek, dada sesak dan batuk
● Gejala dapat dipicu karena tertawa, latihan, alergen, atau udara
dingin
● Gejala memburuk di malam hari atau ketika bangun tidur
● Gejala sering muncul atau dapat memburuk dengan infeksi virus
● Hanya dapat mengucapkan beberapa kata pada setiap tarikan
napas.
(GINA, 2021)

Pasien mengalami sesak napas dan berat untuk bernapas saat dia
sedang beristirahat
Di󰈀g󰈝󰈢󰈼is
Pem󰈩󰈸󰈏󰈕sa󰈀󰈝 F󰈏󰈼ik
● Inspeksi
Tahapan yang bertujuan melihat bagian tubuh dan menentukan apakah
seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal.

● Palpasi
Palpasi adalah metode pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter dengan
melakukan perabaan pada permukaan tubuh dengan tangan dan jari.

● Perkusi
Perkusi dapat dilakukan oleh dokter dengan mengetuk jari pada sejumlah area di
permukaan dada maupun punggung atas. Bunyi dari ketukan ini bisa
menandakan kondisi organ di bawahnya

● Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk
mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh organ dalam
Di󰈀g󰈝󰈢󰈼is
Pem󰈩󰈸󰈏󰈕sa󰈀󰈝 P󰇵󰈞un󰈑󰈀󰈞g
Spirometri SpO2

Dinyatakan asma bila didapat peningkatan SpO2 merupakan metode untuk


Volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1) mengukur saturasi oksigen.
sebanyak ≥ 12% atau (≥200ml).
Nilai kondisi normal dari SpO2 yaitu
diatas 95%.
Bila respon yang didapat ≤ 12% atau
(≤200ml) belum pasti menunjukkan bahwa Saturasi oksigen pada pasien asma:
pasien tersebut tidak menderita asma, hal 1. Ringan : ≥95%
tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah 2. Sedang : 90-95%
dalam keadaan normal atau mendekati normal 3. Berat : <90%
Di󰈀g󰈝󰈢󰈼is
Pem󰈩󰈸󰈏󰈕sa󰈀󰈝 P󰇵󰈞un󰈑󰈀󰈞g
Uji Provokasi Bronkus Uji Alergi Foto thorax

Uji provokasi bronkus Dilakukan untuk Foto dada / X-ray thorax


dilakukan untuk menilai mengidentifikasi adanya dilakukan untuk
ada/tidaknya hipereaktivitas penyakit alergi lain pada menyingkirkan penyebab
bronkus dapat dilakukan jika pasien. Komponen alergi lain obstruksi saluran napas
pemeriksaan spirometri pada asma dapat dan adanya kecurigaan
normal. Beberapa cara diidentifikasi melalui terhadap proses patologis di
melakukan uji provokasi ini pemeriksaan uji kulit atau paru
diantaranya dengan histamin, pengukuran IgE spesifik
metakaolin, kegiatan jasmani. serum
Di󰈀g󰈝󰈢󰈼is
Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Ser󰈀󰈝󰈈󰇽n A󰈻󰈛a

Sesak nafas/berat untuk bernafas saat


istirahat

Pasien memiliki keterbatasan dalam


berbicara dan percakapan

Nilai FEV 1 : 38%

Oleh karena itu, pasien dinyatakan


memiliki “derajat serangan yang
berat”
Di󰈀g󰈝󰈢󰈼is
Tin󰈇󰈕󰈀t󰇽󰈝 A󰈼ma

Setahun terakhir pasien mengalami


2x serangan
Saat mengalami gejala serangan
sampai harus ke RS.

Nilai FEV1 < 80%

Dari sini dapat disimpulkan, pasien


masuk kedalam tingkatan asma
Terkontrol Sebagian
Gu󰈎d󰇵󰈗i󰈞󰈩
Gu󰈎d󰇵󰈗i󰈞󰈩

Pada edukasi manajemen diri efektif asma


dibutuhkan:
1. Monitoring diri terhadap symptoms dan atau
fungsi paru.
→ FEV1 pasien < 60%, yakni 38%
2. Plan asma tertulis (pengobatan)
→ Obat asam yang digunakan hanya
Salbutamol inhaler
3. Review medis reguler
→ Setahun terakhir mengalami 2x serangan

Pasien dapat :
1. Meningkatkan frekuensi penggunaan SABA
2. Inhaler MDI gunakan spacer
3. Kortikosteroid oral
Gu󰈎d󰇵󰈗i󰈞󰈩

Pasien cocok pada kategori severe karena


PEF-nya < 50%. Maka pasien harus
dipindahkan ke acute care facility.

Pasien dapat diberikan :


1. SABA
2. Ipratropium Bromida
3. O2
4. Kortikosteroid sistemik
Gu󰈎d󰇵󰈗i󰈞󰈩

Pasien cocok pada kategori severe karena PEF-nya


< 50%.

Pasien dapat diberikan terapi:


1. SABA
2. Ipratropium Bromida
3. O2 → saturasi 93-95%
4. Oral atau IV kortikosteroid
5. Pertimbangkan penggunaan IV magnesium
6. Pertimbangkan penggunaan ICS dosis tinggi
Gu󰈎d󰇵󰈗i󰈞󰈩
Review Respons Kriteria rawat inap versus keluar dari departemen darurat
Status klinis dan saturasi Dari analisis retrospektif, status klinis (termasuk kemampuan untuk
oksigen harus sering dinilai berbaring) dan fungsi paru-paru 1 jam setelah dimulainya pengobatan
ulang, dengan pengobatan adalah prediktor adanya kebutuhan rawat inap daripada status pasien
lebih lanjut dan dilihat sesuai pada saat kedatangan
dengan respons pasien. Fungsi Kriteria spirometri yang diusulkan untuk pertimbangan masuk atau
paru-paru harus diukur setelah keluar dari unit gawat darurat meliputi:
satu jam, setelah tiga - jika pra-treatment FEV1 atau PEF kurang dari 25% atau post-
bronkodilator pertama, dan treatment FEV1 atau PEF kurang dari 40% maka hospitalisasi
pasien yang memburuk direkomendasikan
meskipun bronkodilator intensif - jika post- treatment FEV1 atau PEF kurang dari 40-60%
dan pengobatan kortikosteroid pemulangan boleh dilakukan dengan mempertimbangkan faktor
dievaluasi untuk transfer ke resiko dari pasien dan ketersedian follow up care
unit perawatan intensif. - jika jika post- treatment FEV1 atau PEF lebilh dari 60% pemulangan
boleh dilakukan dengan mempertimbangkan faktor resiko dari
pasien dan ketersedian follow up care
Gu󰈎d󰇵󰈗i󰈞󰈩

Planning Pemulangan
Menurut kriteria pemulangan
dari departemen emergensi
atau rumah sakit, maka
harus membuat janji untuk
perawatan follow up dalam
2-7 hari, dan diperlulkan
strategi untuk meningkatkan
manajemen asma seperti
pengobatannya, skill
menggunakan inhaler dll
Gu󰈎d󰇵󰈗i󰈞󰈩
Jadi untuk pengobatan :
Namun jika sudah, maka mengikuti tabel
- ICS
perburukan asma
Jika belum diresepkan maka pasien perlu diberi ICS seperti pada
tabel dibawah.
- OCS
Menggunakan metil prednison
dengan 50 mg perhari selama 5-7
hari

- Reliever
Digunakan jika dibutuhkan
04
Pla󰈝
You can enter a subtitle here if you need it
TE󰈤󰉝󰇴󰈽 FA󰈤󰈱󰉝K󰈭󰈴O󰉁󰈾
PI󰈴󰈾󰈿󰉚N O󰉗󰉝󰈙 1
Pen󰈀󰈝󰈈󰇽na󰈝 K󰈡󰈞d󰈏󰈻i D󰈀󰈹󰉊ra󰉃 P󰈀󰈼󰈏en
Pilihan Obat Alasan

Kombinasi Salbutamol Digunakan sebagai reliever untuk eksaserbasi yang terjadi


nebulizer (Short Acting pada pasien. Kombinasi ini diberikan secara inhaler dengan
β2-Agonist) + Ipatropium tipe inhaler yang diberikan adalah nebulizer. Kombinasi SABA
bromide nebulizer (Short Acting dengan SAMA dapat memberikan efek yang lebih baik apabila
Anti Muscarinic) dibandingkan dengan penggunaan secara reguler untuk
penanganan eksaserbasi yang darurat

Methylprednisolone IV Hal ini dikarenakan ketika pasien mengalami eksaserbasi,


(kortikosteroid sistemik) pemberian inhalasi tidak menunjukkan adanya remisi gejala
sehingga digunakan methylprednisolone sebagai alternatif
pengganti inhaler.

Oksigen Agar saturasi oksigen pada tubuh pasien kembali ke dalam


keadaan normal (berkisar 93%-95%)

(PIONAS, 2015 ; MIMS, 2021)


PI󰈴󰈾󰈿󰉚N O󰉗󰉝󰈙 2:
Jik󰈀 󰈪󰇽󰈻i󰈩󰈞 M󰇵n󰈇a󰈘󰈀m󰈏 Pe󰈸󰇻󰈀󰈏ka󰈝 K󰈩󰉄󰈏ka S󰉉󰇷󰇽󰈋 󰈲el󰈀󰈔󰉊󰈕an T󰈩󰈸󰇽󰈦i D󰈀r󰉊󰈸a󰉄

Pilihan Obat Dosis

Salbutamol Inhaler (Short Acting β2-Agonist) Dosis: 4-8 isapan setiap 30 menit - 4 jam,
lalu setiap 1-4 jam sesuai kebutuhan (GINA,
2020).

Formoterol (Long Acting β2-Agonist) + ● Per dosis 80/4.5 mcg : turbuhaler


Budesonide (Inhaled Corticosteroid) mengandung Budesonide 80 mcg,
→ Symbicort formoterol fumarate 4.5 mcg
● Per dosis 160/4.5 mcg : turbuhaler
Budesonide 160 mcg, formoterol fumarate
4.5 mcg.
(MIMS, 2020).
Per󰉃󰈎󰈛b󰇽󰈝󰈈an P󰈩󰈝󰈈g󰇽󰈝󰉄i󰈀n T󰇵󰈸a󰈦󰈎 D󰈢k󰉃e󰈹
Obat Alasan

Digunakan sebagai pengganti asam asetil salisilat jika pusing, karena


aspirin dapat menyebabkan AERD (Aspirin Exacerbated Respiratory
Parasetamol
Disease) pada pasien asma sehingga aspirin ini dapat memperparah atau
mentrigger asma

Tetap digunakan, tidak perlu diganti karena tidak mempengaruhi asma,


Omega-3
dapat memperbaiki nilai VEP1

Tetap digunakan, tidak perlu diganti karena tidak mempengaruhi asma,


DHA dan EPA
dan dapat mengurangi keparahan asma

Citicoline o-dis Tetap digunakan, tidak perlu diganti karena tidak mempengaruhi asma

(Varghese, M and Lockey, R.F., 2008 ; Sumarno dan Rahmadanita, 2019 ; GINA, 2020).
Sal󰇼󰉉󰉄󰇽mo󰈗
Indikasi Asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran
napas yang reversibel

Kontraindikasi Persalinan prematur tanpa komplikasi atau aborsi

Administrasi Inhalasi

Efek samping Reaksi hipersensitivitas, gangguan jantung, gangguan


gastrointestinal, gangguan metabolisme dan nutrisi, gangguan
sistem saraf.

Penyimpanan Dry powder : pada suhu di bawah 25oC


Nebulizer : pada suhu di bawah 30oC
Terlindung dari sinar matahari

Lama penggunaan Sesuai dosis atau indikasi


Sal󰇼󰉉󰉄󰇽mo󰈗
Interaksi obat 1. Kortikosteroid, diuretik, xanthines : hipokalemia
2. MAOI, TCA : efek vaskuler
3. Blocker : bronkospasme
4. Serum digoksin : menurunkan konsentrasi

Mekanisme kerja Salbutamol bekerja pada reseptor β2 mengendurkan otot polos


obat bronkus dan mengaktifkan adenil siklase dan akan menyebabkan
aktivasi protein kinase A

Dosis 2,5 mg/2,5 mL, diberikan hingga 4x sehari atau 5x bila perlu
Ip󰈸a󰉄r󰈡󰈥󰈏u󰈛 Br󰈡󰈚󰈏󰇶e
Indikasi Asma, COPD

Kontraindikasi Hipersensitivitas ipratropium, atropin, atau turunannya

Administrasi Inhalasi

Efek samping Mulut kering, konstipasi, takikardia, palpitasi, mual dan muntah,
dispepsia, sakit kepala, pusing, komplikasi okular, reaksi
hipersensitivitas, iritasi, epistaxis.

Penyimpanan Nebulizer : Pada suhu 15-30oC


Inhaler : pada suhu 25oC
Lindungi dari cahaya dan panas

Lama penggunaan Hingga gejala membaik


Ip󰈸a󰉄r󰈡󰈥󰈏u󰈛 Br󰈡󰈚󰈏󰇶e
Interaksi obat β-adrenergik dan preparat xantin : bronkodilatasi aditif

Mekanisme kerja Menyebabkan bronkodilatasi dan menghambat sekresi kelenjar


obat serosa dan seromukus

Dosis Dosis: 500 μg setiap 30 menit untuk 3 dosis pertama, kemudian


dilanjutkan setiap 2-4 jam sesuai kebutuhan.
Met󰈊󰉙l󰈥󰈹ed󰈝󰈎󰈼󰈢lo󰈝󰈩
Indikasi Asma, imunosupresi intraartikular, dermatosis responsif
kortikosteroid, antiinflamasi atau imunosupresi

Kontraindikasi Infeksi jamur sistemik, hipersensitivitas.

Administrasi IV

Efek samping Supresi adrenal, reaksi anafilaktoid, imunosupresi, sarkoma


kaposi, gangguan kejiwaan, peningkatan kerentanan dan
keparahan infeksi, tukak lambung, atrofi kulit, kelemahan otot,
depresi kulit dermal / subdermal pada tempat injeksi

Penyimpanan Simpan di antara 20-25oC

Lama penggunaan Sesuai dosis dan indikasi


Met󰈊󰉙l󰈥󰈹ed󰈝󰈎󰈼󰈢lo󰈝󰈩
Interaksi obat 1. Aminoglutethimide : hilangnya supresi adrenal
2. Diuretik, amoterisin B : hipokalemia
3. Menurunkan kadar serum isoniazid
4. Aspirin / NSAID : efek GI

Mekanisme kerja Mengikat dan mengaktifkan reseptor glukokortikoid


obat

Dosis a. Dewasa : methylprednisolone Na succinate. 40 mg, diulang


sesuai respon pasien
b. Anak - anak : methylprednisolone Na succinate : 1-4 mg/kg
setiap hari selama 1-3 hari.
Sy󰈚󰇻ic󰈡󰈸󰉄
Indikasi Asma bronkial

Kontraindikasi Hipersensitivitas budesonid, formoterol, atau laktosa

Administrasi Inhalasi

Efek samping Palpitasi, infeksi kandida orofaringeal, sakit kepala, gemetar,


iritasi tenggorokan ringan, batuk, suara serak

Penyimpanan Simpan pada suhu >30oC tertutup rapat

Lama penggunaan Sesuai dosis dan indikasi

Interaksi obat 1. Inhibitor CYP3A4 : peningkatan kadar budesonide plasma


2. Β-adrenergik blocker : melemahkan efek formoterol dan
efek aditif
3. MAOI : meningkatkan risiko aritmia ventikrel dan reaksi
hipertensi
(MIMS, 2021)
Sy󰈚󰇻ic󰈡󰈸󰉄
Mekanisme kerja a. Budesonide : memberikan efek antiinflamasi dan
obat
mengurangi gejala dan eksaserbasi asma
b. Formoterol : beta 2 adrenergik selektif yang dapat
merelaksasikan otot polos bronkus

Dosis a. Dewasa dan remaja (>12 tahun) : 1-2 inhalasi 2 x 1 hari


b. Anak - anak : 2 inhalasi sekali sehari Symbicort 80/4,5 mcg

(MIMS, 2021)
Par󰈀󰈻󰇵󰉄am󰈡󰈗
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi, pireksia.

Kontraindikasi Gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.

Administrasi Oral

Efek samping Jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi reaksi hipersensitivitas,
ruam kulit, kelainan darah (termasuk trombositopenia, leukopenia,
neutropenia), hipotensi juga dilaporkan pada infus, PENTING: Penggunaan
jangka panjang dan dosis berlebihan atau overdosis dapat menyebabkan
kerusakan hati, lihat pengobatan pada keadaan darurat karena keracunan.

Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. dalam suhu ruang,
hindarkan dari kelembapan dan panas.

Lama penggunaan Untuk orang dewasa diminum setiap 4 hingga 6 jam sekali.

(Pionas, 2021)
Par󰈀󰈻󰇵󰉄am󰈡󰈗
Interaksi Paracetamol dapat menimbulkan interaksi jika digunakan dengan obat lainnya. Akan terjadi
peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakandengan warfarin. Penurunan kadar
paracetamol dalam darah jika digunakan dengan carbamazepine, colestiramine,
phenobarbital, phenytoin, atau primidone. Peningkatan risiko terjadinya efek samping obat
busulfan. Peningkatan penyerapan paracetamol jika digunakan dengan
metoclopramide,domperidone, chloramphenicol, atau probenecid. Peningkatan risiko
terjadinya kerusakan hati jika digunakan dengan isoniazid. Selain itu, jika paracetamol
digunakan bersama alkohol maka bisa meningkatkan risiko terjadinya kerusakan hati.

Mekanisme Parasetamol memblokir jenis varian enzim COX yang unik dari varian yang diketahui COX-1
dan COX-2.6 Enzim ini telah disebut sebagai COX-3. Parasetamol menunjukkan tindakan
analgesik dengan penyumbatan perifer dari generasi impuls nyeri. Ini menghasilkan
antipiresis dengan menghambat pusat pengatur panas hipotalamus. Aktivitas
anti-inflamasinya yang lemah terkait dengan penghambatan sintesis prostaglandin di SSP.

Dosis BB 33-50 kg: 15 mg/kg setiap 4-6 jam jika diperlukan. Maks: 3 gram setiap hari. >50 kg: 1 g
setiap 4-6 jam jika diperlukan. Maks: 4 g setiap hari

(Pionas, 2021)
Kon󰈻󰈩󰈘󰈏n󰈇
1. Perkenalan
Apt : Selamat pagi, Bu. Perkenalkan, saya … sebagai apoteker dari apotek
Farmaku. Ada yang bisa dibantu, Bu?
Istri : Pagi, Bu. Saya ingin menebus resep dari dokter untuk suami saya. Ini
resepnya, Bu.

2. Konfirmasi identitas pasien dan alamat


Apt : Sebelumnya saya izin konfirmasi terlebih dahulu data pada resepnya
ya, Bu. Untuk resepnya akan diberikan kepada pasien bernama Pak Doni
berumur 25 tahun, apakah betul?
Istri : Iya betul, Bu.
Apt : Baik, Bu. Untuk alamatnya apakah benar di Jl. Mawar no. 13?
Istri : Iya betul, Bu.
Apt : Baik, terima kasih, Bu.
Kon󰈻󰈩󰈘󰈏n󰈇
3. Izin meminta waktu untuk konseling
Apt : Ibu sebelumnya apakah berkenan menyempatkan waktunya untuk
melakukan konseling dengan saya? Saya akan memberikan beberapa informasi
terkait obat untuk pasien.
Istri : Boleh, Bu.
Apt : Baik, Bu terima kasih.

4. Menanyakan keluhan pasien


Apt : Boleh saya tahu apa keluhan yang suami Ibu rasakan?
Istri : Suami saya merasa nafasnya menjadi sesak dan berat padahal sedang
beristirahat. Suami saya juga merasa agak sulit berbicara. Sebelumnya juga
pernah didiagnosis asma oleh dokter, sekitar 1 tahun yang lalu.
Apt : Baik, Bu. Sebelum ini apakah suami Ibu pernah mengalami eksaserbasi?
Istri : Pernah, Bu. Suami saya pernah mengalami serangan sebanyak 2 kali
selama setahun terakhir ini, Bu.
Apt : Baik, Bu. Selain itu apakah suami ibu punya riwayat alergi terhadap
obat tertentu?
Istri : Setahu saya tidak ada, Bu.
Kon󰈻󰈩󰈘󰈏n󰈇
5. Three prime question
Apt : Apakah ibu mendapat penjelasan sebelumnya dari dokter terkait obat
apa yang akan digunakan suami ibu?
Istri : Saya diberitahu oleh dokter bahwa suami saya diberikan kombinasi
salbutamol dengan ipratropium menggunakan nebulizer.
Apt : Baik, Ibu. Apakah suami ibu sudah tahu cara penggunaan nebulizer?
Istri : Belum, Bu.
Apt : Baik nanti akan saya jelaskan mengenai penggunaan nebulizer supaya
ibu bisa menjelaskan kembali kepada suami ibu, ya. Kemudian apakah suami
ibu/Ibu sendiri tahu apa tujuan terapi dengan obat tersebut?
Istri : Suami saya pernah diberi penjelasan oleh dokter bahwa penggunaan
terapi ini untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mencegah gejala dan
mencegah serangan sehingga nantinya penyakit ini tidak mengganggu aktivitas
suami saya.
Kon󰈻󰈩󰈘󰈏n󰈇

6. Informasi nama obat, indikasi, expired date, penyimpanan, dan kemungkinan efek
sampingnya
Apt : Baik, Bu. Ini obat untuk suami ibu. Jadi obat ini adalah kombinasi
salbutamol dengan ipratropium, digunakan sebanyak 2,5 mL sehari 3-4 kali.
Untuk pemakaiannya menggunakan nebulizer dengan cara dihirup, biasanya
proses ini memakan waktu kurang lebih 15-20 menit. Keduanya diindikasikan
untuk asma. Baik digunakan sebelum tanggal kadaluarsa ya, Bu. Simpan
obatnya pada suhu ruangan, hindari tempat lembab dan paparan sinar
matahari. Suami ibu mungkin saja mengalami beberapa efek samping akibat
penggunaan obat ini seperti reaksi hipersensitivitas, hipokalemia, gangguan
jantung misalnya takikardia, palpitasi, nyeri dada. Gangguan gastrointestinal
misalnya Mual, muntah, iritasi mulut dan tenggorokan. Gangguan metabolisme
dan nutrisi misalnya Hiperglikemia. Gangguan sistem saraf misalnya Tremor,
sakit kepala, pusing, mengantuk, gelisah.
Pasien : Baik, Bu. Terima kasih.
Kon󰈻󰈩󰈘󰈏n󰈇

7. Informasi penggunaan obat


Apt : Apakah ada yang masih
kurang dimengerti, Bu?
Istri : Sudah cukup jelas, Bu. Terima
kasih
Kon󰈻󰈩󰈘󰈏n󰈇
8. Konfirmasi ulang
Apt : Baik, Bu. Saya ulangi kembali untuk obat yang digunakan adalah
kombinasi salbutamol dan ipratropium sebanyak 2,5 mL sehari 3-4 kali,
digunakan menggunakan nebulizer dengan cara dihirup seperti yang sudah
saya jelaskan tadi.
Istri : Baik terima kasih, Bu.

9. Penutup
Apt : Baik ibu jangan lupa menjelaskan pada suami ibu untuk ketentuan
pemakaian obatnya ya. Jika ada keluhan lain bisa menghubungi dokter.
Terimakasih.
Istri : Baik, terima kasih Bu.
TE󰈤󰉝󰇴󰈽 NO󰈰
FA󰈤󰈱󰉝K󰈭󰈴O󰉁󰈾 D󰉚󰈰
FI󰈜󰈮󰈙󰉈RA󰈪󰈾
TERAPI NON FARMAKOLOGI
1. Edukasi Pasien
2. Pengukuran peak flow meter
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada
anak-anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat

Depkes RI, 2007


TERAPI NON FARMAKOLOGI
EDUKASI PASIEN
Tujuan
● meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri)
● meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
● Meningkatkan kepuasan
● Meningkatkan rasa percaya diri
● Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
● Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
Depkes RI, 2007
TERAPI NON FARMAKOLOGI
EDUKASI PASIEN
Bentuk Pemberian Edukasi
● Komunikasi/nasehat saat berobat
● Ceramah
● Latihan/training
● Supervisi
● Diskusi
● Tukar menukar informasi (sharing of information group)
● Film/video presentasi
● Leaflet, brosur, buku bacaan
Depkes RI, 2007
TERAPI NON FARMAKOLOGI
EDUKASI PASIEN
Upaya Meningkatkan kepatuhan pasien
1) Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan
yang akan dilakukan.
2) Tindak lanjut (follow-up). Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan
pasien.
3) Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
4) Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien.
5) Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama dan yang
akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
6) Mengajak keterlibatan keluarga.
7) Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang
dapat berefek terhadap penanganan asma
Depkes RI, 2007
TERAPI NON FARMAKOLOGI
PENGUKURAN PEAK FLOW METER
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada:

1) Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh
pasien di rumah.
2) Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3) Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten
usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit,
pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko
tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.

Depkes RI, 2007


TERAPI NON FARMAKOLOGI
PENGUKURAN PEAK FLOW METER
Pada asma mandiri pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dapat digunakan
untuk membantu pengobatan seperti :

● Mengetahui apa yang membuat asma memburuk


● Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik
● Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau
penghentian obat
● Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

Depkes RI, 2007


TERAPI NON FARMAKOLOGI
PEMBERIAN OKSIGEN
Dianjurkan ketika nilai tekanan parsial O2 kurang dari 60 mmHg atau SpO2 kurang
dari 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan

POLA HIDUP SEHAT


Dapat dilakukan dengan:

● Penghentian merokok
● Menghindari kegemukan
● Aktivitas fisik
● Hindari pemicu alergi untuk memperbaiki gejala
● Melakukan olahraga ringan Depkes RI, 2007
FITOTERAPI

Bawang merah Jahe


Cepaenes dan tiosulfinat dari Dalam buku Modern Herbal Medicine,
Allium cepa (bawang) adalah tertulis bahwa jahe efektif dalam
penghambat ganda mengurangi gejala asma, tetapi tidak
metabolisme asam berpengaruh pada tingkat keparahan
arakidonat penyakit, seperti yang dinilai dengan
spirometri

Kerry Bone and Simon Mills, 2000


FITOTERAPI

Ginkgo Peppermint
Cairan daun Ginkgo yang Peppermint adalah dekongestan yang
pekat mengurangi efektif digunakan dalam semprotan
hiperaktivitas saluran napas, hidung dan inhaler. Namun mentol bisa
memperbaiki gejala klinis mengiritasi dan beracun jika overdosis
dan fungsi paru pada pasien tetapi umumnya dapat ditoleransi
asma. dengan baik dalam penggunaan normal.

Kerry Bone and Simon Mills, 2000


FITOTERAPI

Thyme Senega
Timi menghambat reaksi Senega digunakan terutama untuk
alergi langsung melalui bronkitis kronis, katarak, asma dan
penghambatan pelepasan croup. Saponin adalah konstituen aktif,
beta-heksosaminidase dari seperti pada obat tanaman mukolitik
sel leukemia basofilik tikus in lainnya, dan senega biasanya diminum
vitro sebagai infus.

Kerry Bone and Simon Mills, 2000


MO󰈰󰈾󰈙󰈭RI󰈰󰉁

Tuj󰉉󰇽󰈝 Ja󰈞g󰈔󰈀 P󰇽󰈞ja󰈝󰈈


Mencapai pengendalian gejala yang baik dan mempertahankan
tingkat aktivitas normal

Meminimalkan risiko kematian terkait asma, eksaserbasi,


pembatasan aliran udara yang terus-menerus, dan efek
samping terapi.

(GINA, 2020).
Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 K󰈩󰈦󰇽tu󰈊󰈀󰈞 T󰇵ra󰈥󰈎
Perlu dipastikan pasien melanjutkan pengobatan setelah dipulangkan
dari rumah sakit berupa :

● Salbutamol
→ SABA, diberikan 4-5x bila perlu
● Citicoline o-dis
→ untuk mengatasi gangguan kognitif
● Omega-3, dha dan epa
→ suplemen, 1000 mg 1x sehari
● Paracetamol
→ 300 mg ketika pasien merasa pusing
Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 G󰈩󰈒󰇽la A󰈻󰈛󰈀
● Gejala asma sehari-hari
● Gejala asma malam
● Gejala asma pada dini hari

(PDPI, 2003).

Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 S󰈀󰉄󰉊ra󰈻󰈎 O󰈕s󰈏󰈇e󰈞


Terapi oksigen harus diberikan untuk mempertahankan saturasi oksigen pada
93-95%. Pada pasien asma yang dirawat di rumah sakit, terapi oksigen terkontrol
dengan saturasi 93-95% memiliki mortalitas yang lebih rendah dan hasil yang
lebih baik dibanding memberikan terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%).
Jika oksigen tambahan diberikan, saturasi oksigen harus dipertahankan tidak
lebih tinggi dari 96% pada orang dewasa (GINA, 2020).
Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 FE󰈐1/F󰈐󰉎
● Force Expiration Volume (FEV1) dan Force Vital Capacity (FVC)
● Tentukan nilai referensi normal FEV1 dan FVC pasien (Jenis kelamin, umur dan tinggi
badan) dengan spirometri
● Pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemeriksaan spirometri
● Dibandingkan dengan nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk
mendapatkan persentase nilai prediksi
● Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1 >80% dan FVC >80%

Jika tanda/ gejala berlanjut dan FEV1/FVC membaik


→ lanjutkan pengobatan dan penilaian dilakukan secara berulang dan sering

Jika tanda/gejala klinis membaik secara signifikan dan FEV1/FVC membaik hingga nilai
normal
→ dilakukan perencanaan untuk pemberhentian

(Kemenkes RI, 2008; Dipiro, 2020).


Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 A󰈹󰉉s P󰉊󰈝󰇸ek E󰈔󰈼pi󰈸󰈀󰈼󰈏 (AP󰉋)

● Nilai APE terbaik adalah nilai APE tertinggi yang dicapai selama periode penilaian (2
minggu) tersebut, saat dalam pengobatan efektif, dan asma terkontrol.
● Nilai terbaik setiap penderita berbeda walaupun sama berat badan, tinggi badan, dan jenis
kelamin.
● Jika nilai APE terbaik yang didapat <80% prediksi walau setelah bronkodilator, atau variabiliti
relatif >20% (setelah bronkodilator) maka pengobatan agresif diberikan untuk mendapat nilai
terbaik dan monitor harian dilanjutkan.
● Monitoring APE dilakukan dengan peak flow meter
● Pengukuran APE dilakukan pagi hari dan malam hari setiap hari selama 2 minggu. Pada
masing-masing pengukuran dilakukan manuver 3 kali dan diambil nilai tertinggi

(Kemenkes RI, 2008).


Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 F󰈀󰇽󰈘 󰈪ar󰉉

Pada monitoring Faal Paru ini digunakan Spirometri


Monitoring ini sebaiknya dilakukan pada

1. Awal penilaian
2. Setelah pengobatan awal diberikan, bila gejala dan APE telah stabil
3. Secara berkala berkala 1 - 2 tahun untuk menilai perubahan fungsi jalan napas, atau
lebih sering bergantung berat penyakit dan respons pengobatan.

(PDPI, 2003)
Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 E󰇿󰈩k S󰇽󰈚󰈦in󰈇
ICS dosis tinggi jangka panjang dapat menyebabkan Efek samping sistemik dan local.

Efek samping sistemik dari ICS dosis tinggi jangka panjang

● Mudah memar
● Peningkatan risiko osteoporosis
● Katarak
● Glaukoma yang berhubungan dengan usia
● Penekanan adrenal

Sementara Efek samping lokal ICS yaitu sariawan dan disfonia

Pasien berisiko lebih besar mengalami efek samping sistemik dengan dosis yang lebih tinggi
atau formulasi yang lebih kuat sementara untuk efek samping lokal dengan teknik inhaler
yang salah

(GINA, 2020).
Mon󰈎󰉃󰈢󰈹in󰈇 󰇶󰈩n󰈇󰇽󰈞 AC󰈜

Kuesioner dengan 5 pertanyaan

● <19 = asma tidak terkontrol


● 20-24 = asma terkontrol sebagian
● 25 = asma terkontrol total

(GINA, 2020).
(Kemenkes RI, 2008).
DA󰉇󰈙󰉝R 󰈪󰈓󰈟TA󰈶󰉝
Bateman, E. D., Hurd, S. S., Barnes, P. J., Bousquet, J., Drazen, J. M., FitzGeralde, M., Zar, H. J. 2008. Global
strategy for asthma management and prevention: GINA executive summary. European Respiratory
Journal. Vol. 31(1): 143–178.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Department of Health Western Australia. 2012. Asthma Model of Care. Perth : Health Network Match.
GINA., 2020. Pocket Guide for Asthma Management and Prevention. USA: Global Initiative for
Asthma
Ichinose, Masakazu & Sugiura, Hisatoshi & Nagase, Hiroyuki et al. 2017. Japanese Guidelines for Adult
Asthma. Allergology International Journal (2016). Vol. 30: 1-27.
Kemenkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia.
Kumar, V., Abbas, A. K., Aster, J. C., & Perkins, J. A. 2021. Robbins Basic Pathology. Tenth edition. Philadelphia:
Elsevier.
MIMS. 2021. Methylprednisolone. Tersedia Online di
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/methylprednisolone?mtype=generic . [Diakses pada
tanggal 18 November 2021].
MIMS. 2021. Symbicort Tersedia Online di
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/symbicort?type=full [Diakses pada tanggal 18
November 2021].
DA󰉇󰈙󰉝R 󰈪󰈓󰈟TA󰈶󰉝
O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al. 2010. Global Initiative for Asthma
Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Ontario, Canada.
PDIP. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
PIONAS. 2021. Paracetamol. Tersedia secara online di
http://pionas.pom.go.id/monografi/parasetamol-asetaminofen . [Diakses pada 18 November
2021].
PIONAS. 2021. Salbutamol+Ipratropium Bromida. Tersedia secara online di
http://pionas.pom.go.id/monografi/salbutamolipratropium-bromida. [Diakses pada 18 November
2021].
Kerry Bone and Simon Mills. 2000. The Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal Medicine.
London: Churchill Livingstone.
Smeltzer & Bare. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Somantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sumarno dan Rahmadanita, F. 2019. Kajian Pustaka Efek Samping Aspirin Aspirin-Exacerbated Respiratory
Disease (AERD). Pharmaceutical Journal of Indonesia. Vol. 5(1) : 1-5.
Varghese, M and Lockey, R.F. 2008. Aspirin-Exacerbated Asthma. Allergy, Asthma, and Clinical
Immunology. Vol 4 (2) :75–83.

Anda mungkin juga menyukai