OLEH :
NAMA : ITA RU’YANTI
NIM : 211030230099
2. Etiologi asma
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Ada beberapa yang merupakan
faktor presdiposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :
a. Faktor Presdisposisi
Berupa Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga yang menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat penyakit
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran pernapasan
juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
Fakor Pertama Alergen dimana alergen dapat dibagi menjadi 3
jenis yaitu :
1) Inhalan yaitu yang masuk melalui saluran pernapasan misalnya
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan
polusi
2) Ingesti yaitu yang masuk melalui mulut misalnya
makananminuman dan obat-obatan
3) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak dengan kulit
misalnya perhiasan, logam dan jam tangan (Mansjoer, 2014).
Faktor Kedua Perubahan Cuaca, cuaca lembab dan hawa
pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asam. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan
arah angin serbuk bunga dan debu (Rachmawati, 2013).
Faktor Ketiga Stress, stress atau gangguan emosi menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang alami stres perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya, jika stresnya belum diatasi
maka gejala asma belum bisa diobati (Smeltzer & Bare, 2016)
Faktor Keempat Lingkungan, lingkungan sekitar misalnya
rumah, apakah rumahnya dekat dengan pabrik, jalan raya, atau dekat
dengan pembuangan limbah itu juga dapat menimbulkan polusi,
sehingga lingkungan juga merupakan pencetus penyebab penyakit
asma dapat kambuh. Lingkungan yang bersih, tidak kumuh,
pencahayaan yang cukup, ventilasi yang memadahi dapat
memperlancar untuk pertukaran oksigen sehingga penderita asma
dapat menghirup udara yang bersih (Mansjoer, 2014). Faktor Kelima
Olah raga atau aktivitas yang berat, sebagian besar penderita asma
akan mendapat serangan asma jika melakukan aktifitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
Menurut NANDA (2013) etiologi asma adalah dari :
1) Lingkungan, yaitu berupa debu, asap kendaraan, asap pabrik dan
asap rokok
2) Jalan napas, yaitu berupa spasme inhalasi asap, perokok aktif,
perokok pasif, sekresi yang tertahan, dan sekresi di bronkus
3) Fisiologi, yaitu berupa inhalasi dan penyakit paru obstruksi
kronik
3. Klasifikasi asma
Menurut GINA, tahun 2017 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat
keparahannya dibagi menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam
kondisi serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas,
bisa mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat.
Biasanya tidak ada gejala retraksi dinding dada ketika bernapas.
Gejala malam ≤ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV 1
Variabel PEF ≥ 80% atau < 20%
b. Step 2 (Mild Intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan
asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: membaik ketika duduk,
bisa mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang-kadang
menggunakan retraksi dinding dada ketika bernapas. Gejala malam ≥
2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF tau PEV1 Variabel PEF ≥ 80%
ATAU 20%-30%
c. Step 3 (Moderate Persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, serangan asma diakibatkan oleh
aktivitas. Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat
mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, biasanya menggunakan
retraksi dinding dada ketika bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam
seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60%-80% atau
> 30%
d. Step 4 (Severe Persistent)
Gejala perhari, sering dan aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi:
Abnormal pergerakan thoracoabdominal. Gejala malam sering
muncul. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≤60% atau >30%
Menurut Francis (2008), asma akut dapat diklarifikasikan kedalam
tiga kelompok sebagai berikut:
1) Ringan sampai sedang: mengi atau batuk tanpa distress berat, dapat
berbicara atau mengobrol secara normal, nilai aliran pendek lebih
dari 50% nilai terbaik.
2) Sedang sampai berat: mengi atau batuk dengan distress, berbicara
dalam kalimat atau frasa pendek, nilai aliran puncak kurang dari
50% dan beberapa derajat saturasi oksigen jika diukur dengan
oksimetri nadi. Didapatkan nilai saturasi 90% - 95% jika diukur
dengan oksimetri nadi perifer.
3) Berat, mengancam nyawa: Distress pernapasan berat, kesulitan
berbicara, sianosis, lelah dan bingung, usaha respirasi buruk, sedikit
mengi (silent chest) dan suara napas lemah, takipnea, bradikardi,
hipotensi, aliran puncak kurang dari 30% angka prediksi atau angka
terbaik, saturasi oksigen kurang dari 90%. Jika diukur dengan
oksimetri perifer.
4. Tipe asma
Menurut Somantri (2007), tipe asma berdasarkan penyebabnya
terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed) :
a. Asma Alergik atau ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu
binatang, debu, tepung sari, makanan, amarah dan jamur. Alergen
terbanyak adalah airbone dan musiman (seasonal). Pasien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik
dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik, pejanan
terhadap alergen pencetus asma.
b. Idiopatik atau nonalergik asma atau intrinsik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan
alergen spesifik faktor-faktor, seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat
mencetuskan rangsangan. Agen farmokologis seperti aspirin dan
alergen anti inflamasi non steroid lainnya, pewarna rambut dan
agen sulfit (pengawet makanan juga menjadi faktor). Serangan
asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dapat berkembang menjadi
bronkitis kronis dan empizema.
c. Asma Campuran (Mixxed Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan
idiopatik atau nonalergi.
5. Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016),
tanda dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
a. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga,sifatnya
hilang timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
6) Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parial O2
b. Stadium lanjut kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silentchest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
7) Sianosis
8) Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
9) Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler
kanan dan kiri
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop,
batuk produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti
tertekan, ekspirasi memanjang.
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala
yang ditimbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan
malam hari, sesak napas, saat bernapas (whezzing atau mengi) rasa
tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas atau
susah bernapas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang
(Brunner & Suddarth, 2015). Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan
lingkungan, seperti berhadapan dengan bulu binatang, uap kimia,
perubahan temperature, debu, obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat,
serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stress.
Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi
terhadap asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi
terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap distress
pernapasan yang biasa dikenal dengan Stautus Asmaticus. Status
Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
whezzing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlangsung menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), perbesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,
respirasi sianosis; dispnea dan kemudian berakhir dengan tachpnea.
Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara whezzing dapat
hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan. Begitu
bahayanya gejala asma. Gejala asma dapat mengantarkan penderitanya
kepada kematian seketika, sehingga sangat penting sekali penyakit ini
dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan jiwa
penderitanya (Brunner & Suddarth, 2015).
6. Patofisiologi Asma
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggapmerupakan
penyakit yang disebabkan karena adanyapenyempitan bronkus saja,
sehingga terapi utama pada saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti
betaegonis dan golongan metil ksantin saja. Namun, para ahli
mengemukakan konsep baru yang kemudian digunakan hingga kini,
yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran
pernafasan, yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan
respon yang berlebihan terhadap rangsangan (hyperresponsiveness).
Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan
penurunan kecepatan aliran udara akibat penyempitan bronkus.
Akibatnya terjadi hiperinflasi distal, perubahan mekanis paru-paru, dan
meningkatnya kesulitan bernafasan. Selain itu jugadapat terjadi
peningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Zullies, 2016).
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor,
antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon
inflamasi akut. Secara klasik, asma dibagi dalam dua kategori
berdasarkan faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan
asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacupada asma
yang disebabkan karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada
anak-anak yang memiliki keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik
eksim, utikaria atau hay fever).Asma instrinsik mengacu pada asma yang
disebabkan oleh karena faktor-faktor di luar mekanisme imunitas, dan
umumnya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik,
dimana pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat
memicu terjadinya asma antara lain : udara dingin,obat-obatan, stress,
dan olahraga. (Zullies, 2016).
Asma dapat terjadi dalam 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf
otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan
reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase
lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar,
golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama
melekat pada permukaan sel mast pada intestitial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup allergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi
IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegenerasi
mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding
bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas.
Pada alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu
10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi
merupakan respon terhadap mediator sel mast terutama histamin yang
bekerja merupakan respon terhadap mediator sel mast terutama histamin
yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam,
bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu.
Sel-sel eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC)
merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf
otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas.
Peregangan vagal menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke
dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi asma dapat terjadi
tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara
dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi
melalui reflek saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neuropeptida
A dan Calcitomin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah
yang dapat menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus,
eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivitas sel-sel inflamasi.
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya
hiperaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hiperaktivitas bronkus. Berbagai
cara digunakan untuk mengukur hiperaktivitas bronkus tersebut, antara
lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, maupun
inhalasi zat non spesifik (Rengganis, 2008)
7. Pathway Asma
8. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka
akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu
toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgentoraks
terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan
hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asmakronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison. Bila sekret banyak
dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi
atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah
atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi
bronkietasis, dan bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan
asma yang terus menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan
tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang biasa disebut status asmatikus.
Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian,
kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik
bagi para penderita asma, antara lain :
1) Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi,
menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan
mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal
paru adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow
meter beberapa kali (sebelumnya menarik napas dalam melalui
mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
2) Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru
berkunjung pertama kali di poliklinik, untuk menyingkirkan
kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien asma yang telah
kronik akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi dan
atelektasis.
3) Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret
hidung. Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu
juga, dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan
allergen
10. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma
terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan
asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan
penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
a. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat
Asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma).
Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan
untuk pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan
terus menerus.
b. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
1) Mengatasi gejala serangan asma
2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
3) Mencegah terjadinya kekambuhan
4) Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi
7 komponen, yaitu :
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti.
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi
juga pihak lain yang membutuhkan energi pemegang keputusan
pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal
tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain :
1) Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan
perubahan terapi
2) Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami
perubahan pada asmanya
3) Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu
direview, sehingga membantu penanganan asma terutama
asma mandiri.
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
A. Pengkajian
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
1. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, tanggal masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayatpenyakit
turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
5. Pemeriksaan fisika
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis,
dan lordosis
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada.
6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi(I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi
yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas
dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) /
Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada
9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada
paru atau pleura
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengk
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara ( Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi
Suara perkusi normal :
1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi
udara
4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015).
d. Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal).
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peuralfriction rub, dan
crackles (Nuraruf & Kusuma, 2015).
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut diagnosis keperawatan Nanda (2015),diagnosa keperawatan
yang dapat diambil pada pasien dengan asma adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebihan, peningkatan produksimucus, eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan dan deformitas dinding dada
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbondioksida
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan volume
sekuncup jantung
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dankebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot penguyah
7. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita
C. Intervensi Keperawatan
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untukmengatasi masalah keperawatan pada klien dengan asma bronkial :
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 2 3 4
1 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Management :
jalan napas berhubungan pasien akan mempertahankan bersihan a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dengan penumpukan sekret jalan napas yang efektif. ventilasi,
Jantung paru. 0410 : Saluran b. Keluarkan sekret dengan batuk (teknik
trakeobronkial yang terbuka dan lancar batuk efektif)
untuk pertukaran udara berat (2) c. Monitor vital sign (RR)
menjadi ringan (4) dengan indikator : d. Observasi suara tambahan
a. Kemampuan untuk mengeluarkan e. Latih napas dalam (teknik relaksasi)
secret (5)
b. Frekuensi pernafasan (5)
c. Suara napas tambahan (5)
d. Batuk (5)
2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Pernapasan
napas berhubungan dengan pasien akan mempertahankan pola napas a. Monitor kecepatan irama, kedalam dan
keletihan otot pernafasan yang efektif. Domain 2 : Kesehatan kesulitan bernafa
dan deformitas dinding Fisiologis, Kelas E Jantung paru. 0402: b. Monitor saturasi oksigen
dada Pertukaran karbondioksida dan oksigen di c. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru,
alveoli untuk mempertahankan konsentrasi d. Monitor pola napas
darah arteri berat (2) menjadi ringan (4)
dengan indikator :
a. Saturasi oksigen (5)
b. Sianosis (5)
c. Gangguan Kesadaran (5)
d. Keseimbangan ventilasi dan perfusi (5)
3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi oksigen :
berhubungan dengan pasien akan mempertahankan pertukaran a. Pertahankan kepatenanjalan napas
retensi karbondioksida kepatenan pertukaran gas. b. Berikan oksigen seperti yang
Domain 2 : Kesehatan Fisiologis, Kelas diperintahkan
E Jantung paru. 4020 : pertukaran c. Monitor aliran oksigen
karbondioksida dan oksigen di alveoli d. Batasi merokok
untuk mempertahankan konsentrasi
darah arteri berat (2) menjadi ringan (4)
dengan indikator :
a. Saturasi oksigen (5)
b. Sianosis (5)
c. Gangguan Kesadaran (5)
d. Keseimbangan ventilasi dan perfusi (5)
4 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan jantung :
berhubungan dengan pasien akan mempertahankan curah a. Catat tanda dan gejala penurunan
kontakbilitas dan volume jantung yang stabil dengan kriteria hasil curahjantung
sekuncup jantung. Domain 2 : kesehatan Fisiologis, Kelas b. Monitor EKG
E jantung paru c. Evaluasi perubahan tekanan darah
a. Denyut nadi apical (5) d. Monitor sesak, kelelahan, takipnea
b. Tekanan darah sistol dan distol (5)
c. Ukuran jantung (5)
d. Intoleransi aktivitas (5)
5 Intoleransi aktivitas etelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen energi :
berhubungan dengan antara pasien akan mempertahankan toleransi a. Monitor respirasi pasien selama kegiatan,
suplai dan kebutuhan aktivitas yang adekuat dengan kriteria b. Bantu pasien identifikasi pilihan-pilihan
oksigen (hipoksia) hasil: Domain 1 : fungsi kesehatan, aktivitas,
kelemahan. Kelas A : c. Bantu pasien untuk menjadwalkan
Pemeliharaan energy periode istirahat
a. Saturasi oksigen ketika beraktivitas d. Monitor respon oksigen pasien
(5)
b. Frekuensi nadi ketika beraktivitas (5)
c. Warna kulit (5)
d. Tekanan darah sistolik dan diastolik
ketika beraktivitas (5)
6 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemberian makan :
kurang dari kebutuhan pasien akan mempertahankan nutrisi a. Tanyakan pasien makanan yang disukai,
tubuh berhubungan dengan yang adekuat dengan kriteria hasil: b. Atur makanan sesuai dengan kesenangan
laju metabolic, dispnea saat Domain 2 : kesehatan fisiologi, Kelas K: pasien
makan, kelemahan otot Pencernaan & nutrisi c. Beri minum pada saat makan
penguyah. a. Asupan makanan (5) d. Catat asupan
b. Asupan cairan (5)
c. Energi (5)
d. Rasio tinggi badan/berat badan (5)
7 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengurangan Kecemasan
dengan penyakit yang pasien akan menurunkan tingkat a. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk
diderita kecemasannya dengan kriteria hasil: meningkatakan kepercayaan, 2)
Domain 3 : kesehatan psikososial, Kelas b. Instruksikan klien untuk menggunakan
M: teknik relaksasi
Kesejahteraan psikologis c. Kaji untuk tanda verbal dan non verbal
a. Perasaan gelisah (5) kecemasan
b. Kesulitan berkonsentrasi (5) d. Dorong keluarga untuk mendampingi
c. Meremas-remas tangan (5) klien
d. Wajah tegang (5)
D. Implementasi Keperawatan
1. Hindari allergen
Salah satu penatalaksanaan asma adalah menghindari eksaserbasi.
orang yang rentan tidak dibiarkan untuk terpajan cuaca yang sangat dingin,
berangin, atau cuaca ekstrem lainnya, asap, spray, atau iritan lainnya.
2. Meredakan bronkospasme
Klien diajarkan untuk mengenali tanda dan gejala awal serangan
sehingga dapat dikendalikan sebelum gejala tersebut semakin berat.
Tanda-tanda objektif yang dapat diobservasi antara lain rinorea, batuk,
demam ringan, iritabilitas, gatal (terutama leher bagian depan dan dada),
apati, ansietas, gangguan tidur, rasa tidak nyaman pada abdomen,
kehilangan nafsu makan. klien yang menggunakan nebulizer, MDI,
diskhaler, atau rotahaler untuk memberikan obat perlu mempelajari cara
penggunaan alat tersebut dengan benar.(Wong,2014).
E. Evaluasi Keperawatan
Efektivitas intervensi keperawatan ditentukan dengan pengkajian ulang
yang kontinu dan evaluasi perawatan berdasarkan panduan observasi dan
hasil yang diharapkan berikut ini:
1. Tanyakan keluarga mengenai upaya membasmi atau menghindari allergen
2. Amati klien untuk adanya tanda-tanda gejala pernapasan
3. Kaji kesehatan umum klien
4. Amati klien dan tanyakan keluarga mengenai infeksi atau komplikasi
lainnya
5. Tanyakan klien tentang aktivitas sehari-hari
6. Tentukan tingkat pemahaman keluarga dan klien terhadap kondisi klien
dan tentang terapi yang harus dilakukan.(Wong, 2014).
BAB III
ARTIKEL PENELITIAN TERKAIT