Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID DAN SEMI

SOLID
PRAKTIKUM II
“PEMBUATAN SUSPENSI”

Di Susun Oleh :
Nama : Nila Apriyana
NIM : 34210379
Kelas : A/DF/III
Kelompok :A
Instruktur : apt. Ari Wahyudi, S.Farm.,M.Pharm.

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID DAN SEMI SOLID


PRODI DIII FARMASI STIKES SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2022
PERCOBAAN II
Pembuatan Suspensi

I. TUJUAN

Mengenal cara, pembuatan dan evaluasi bentuk sediaan suspensi.

II. DASAR TEORI

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut

yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah

sediaan seperti tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih

spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi

dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang harus

dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum

digunakan. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam

bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang trdispersi

harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojok perlahan-lahan,

endapan harus segera terdispersi kembali. Suspensi adalah sistem heterogen dari 2

fase. Fase kontinyu atau eksternal biasanya berupa cairan atau semipadat dan fase

terdispersi atau internal terdiri dari bahan partikulat yang tidak larut tetapi

terdispersi dalam fase kontinyu, bahan tidak larut dapat ditujukan untuk absorbsi

fisiologis atau fungsi penyalutan internal atau eksternal. Suspensi adalah proses

penyiapan bahan homogen yang terdiri dari fase terdispersi atau fase internal yaitu

padatan dan fase kontinyu yaitu cairan.


Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :

1. Ukuran partikel

Semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya

(dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang

partikel daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat

gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat

Gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran

2. Kekentalan (viskositas)

Dengan menambah viscositas cairan maka gerakan turun dari

partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu diingat bahwa

kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok

dan dituang.

3. Jumlah partikel (konsentrasi)

Makin besar konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi

endapan partikel dalam waktu yang singkat.

4. Sifat / muatan partikel

Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari babarapa

macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian

ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang

menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat

bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat

mempengaruhinya.

Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut :


1. Metode Dispersi

Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk

bahan obat ke dalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru

diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran

pada saat mendispersikan serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut

karena adanya udara, lemak, atau kontaminan serbuk. Serbuk yang

sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi

tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan

medium. Jika sudut kontak ±90o, serbuk akan mengambang di atas

cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk

menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat dengan

cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.

2. Metode Presipitasi

Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam

pelarut organik yang hendak dicampur dengaan air. Setelah larut dalam

pelarut organik, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan larutan

pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi

dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah etanol, propilen

glikol, dan polietilenglikol.

Dalam pembuatan suspensi pun ada 2 sistem pembuatan yakni:

1. Sistem flokulasi

Partikel yang terflokulasi adalh terikat lemah, cepat mengendap, dan pada

penyimpanan tidak terjadi cake serta mudah tersuspensi Kembali.


Sifat-sifatnya:

a. Partikelnya merupakan agregat yang bebas.

b. Sedimentasi terjadi cepat, partikel yang mengendap sebagai

flokulasi (kumpulan partikel)

c. Sedimen dalam keadaan terbungkus dan bebas, tidak membentuk

cake yang keras dan padat, mudah terdispersi Kembali

d. Wujud suspensi kurang bagus karena sedimentasi cepat terbentuk

dan diatasnya terdapat cairan yang jernih dan nyata. Dalam sistem

ini biasanya mencegah pemisahan tergantung pada partikel padat dan

derajat flokulasinya.

2. Sistem deflokulasi

Partikel terdeflokulasi mengendap perlahan sampai membentuk cake yang

keras dan sukar tersuspensi kembali.

Sifat-sifatnya:

a. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain

b. Sedimentasi lambat terjadi, masing-masing partikel mengendap

terpisah dan ukuran partikelnya miminal

c. Sedimen akan membentuk cake dan sukar terdispersi Kembali

d. Wujud suspensi bagus karena zat tersuspensi dalam waktu relatif

lama, terlihat ada endapan dan cairan diatas kabut.


III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan :

1. Alat-alat pembuat suspensi

2. Alat-alat gelas

3. Pipet ukur 1 ml

4. Cawan porselin besar

5. 2 labu takar 25 ml

Bahan yang digunakan :

1. Sulfadiazina;

2. Sulfamerazina;

3. Sulfadimidina;

4. Asam sirat;

5. CMC-Na;

6. Metil paraben;

7. NaOH;
Perhitungan bahan :

Formula :

Tiap 5 ml mengandung :

R/ sulfadiazina 167 mg

Sulfadimidina 167 mg

Asam sitrat 200 mg

CMC-Na 50 mg

Metil Paraben 5 mg

NaOH 100 mg

Syr. Simplex 1,5 mg

Etanol 50 ml

Aquadesr ad 5 ml

Tiap formula buat sebanyak 250 ml.

1. sulfadiazina 167 mg x 50 = 8,35 g

2. Sulfadimidina 167 mg x 50 = 8,35 g

3. Asam sitrat 200 mg x 50 = 10 g

4. CMC-Na 50 mg x 50 = 2,5 g

5. Metil Paraben 5 mg x 50 = 0,25 g

6. NaOH 100 mg x 50 = 5 g

7. Syr. Simplex 1,5 mg x 50 = 0,075 g

8. Etanol 50 ml x 5 = 2.500 ml

9. Aquadest ad 5 ml x 50 = 250 ml
IV. CARA KERJA

a. Cara presipitasi

CMC-Na dikembangkan dengan air panas yang tersedia sekitar 15 ml


selama 15 menit dalam Beaker glass (campuran 1)

Metil paraben dilarutkan dalam etanol, campurkan kedalam campuran I


yang sudah mengembang

Campur ketiga sulfa tersebut di atas dalam mortir

Larutkan NaOH pada sebagai air, kemudian tambahkan pada campuran


ketiga sulfat tersebut di atas, aduk hingga larut (Campuran II)

Tambahkan campuran II ke dalam campuran I sedikit demi sedikit aduk


hingga homogen (tidak ada gumpalan CMC),

lalu tambahkan sirup simplek (dibuat dari gula dan aquades dengan
perbandingan 65:35, pemanasan jangan terlalu tinggi),

pindahkan ke dalam Beaker glass yang sesuai

Sambil diaduk, tambahkan larutan asam sitrat ke dalam campuran tersebut

Tempatkan suspensi dalam wadah dan tabung untuk pengamatan.


b. Cara dispersi

Kembangkan CMC-Na dalam air panas yang tersedia sekitar 15 ml (selama 15


menit (campuran 1)

Larutkan metil paraben dalam etanol, tambahan ke dalam campuran I yang


telah mengembang

Tambahkan sirup simplek ke dalam campuran aduk hingga tidak ada lagi
gumpalan CMC

Campur ketiga macam sulfa dalam mortir, tambahka sedikit demi sedikit
campuran 1 hingga homogen

Tambahkan larutan asam sitrat dan larutan NaOH sedikit demi sedikit, aduk
hingga homogen

Tempatkan suspensi ke dalam wadah dan tabung untuk pengamatan

Lakukan evaluasi suspensi yang meliputi

1. Volume sedimentasi

2. Redispersibilitas

Suspensi dimasukkan dalam tabung berskala, kemudian diputar 360° dengan

kecepatan 20 rpm dengan alas, catat waktu yang diperlukan hingga dasar

tabung bersih dari endapan suspensi.

3. Waktu luang

Suspensi dimasukkan ke dalam tabung reaksi 20ml, digojog homogen,

kemudian suspensi dituang dengan sudut 45° dan dicatat waktu yang

diperlukan sampai suspensi tertuang seluruhnya.Pengamatan dilakukan pada

hari ke 1 dan 3 Bandingkan hasil yang diperoleh dengan cara A dan B.


V. HASIL PENGAMATAN

1. Uji volume sedimentasi

Menit Ho Hu f

0 8 cm 0,- -

5 8 cm 0,5 cm 0,062

10 8 cm 0,6 cm 0,075

15 8 cm 0,6 cm 0,075

20 8 cm 0,7 cm 0,087

25 8 cm 0,8 cm 0,1

30 8 cm 0,8 cm 0,1

60 8 cm 0,8 cm 0,1

2. Uji redispersi

Suspensi 20 ml diputar 360° membutuhkan waktu 31 detik dengan 15 x

pengocokan.

3. Uji waktu luang

Suspensi 20 ml dituang dengan sudut 45° membutuhkan waktu 15 detik

sampai semua suspensi tertuang.

4. Uji viskositas

Rotor :2 (6 rpm)

Viskositas : 920 mpa.s (18,4%)

Hasil yang didapat = 92 cp (Normal).


VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan berupa suspensi. Menurut

Farmakope Indonesia Edisi III, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung

bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam fase cairan

pembawa. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, suspensi

adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi

dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan seperti

tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti

suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat langsung

digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang harus dikonstitusikan

terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan

Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi, diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Ukuran Partikel

Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut

serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran

partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.

Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan

hubungan linier.Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil

luas penampangnya. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan

pertolongan mixer, homogeniser, dan mortir. Sedangkan viskositas fase

eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut

kedalam cairan tersebut.Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai


suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang

dalam air (hidrokoloid).

b. Kekentalan / Viskositas

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan

tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).

c. Jumlah Partikel / Konsentrasi

Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka

partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering

terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan

terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi

partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu

yang singkat.

d. Sifat / Muatan Partikel

Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam

campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada

kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan

yang sukar larut dalam cairan tersebut.Karena sifat bahan tersebut sudah

merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengaruhi.

Sediaan obat dibuat dalam bentuk suspensi karena beberapa hal seperti Bahan obat

tidak larut tapi masih dikehendaki dalam bentuk cair, misalnya: untuk pasien yang

tidak bisa menelan tablet atau kapsul, Untuk obat tertentu, dalam suspensi lebih

stabil daripada larutan, misalnya: Tetracyclyn Hcl yang dibuat dalam bentuk larutan

akan mudah rusak, sedangkan dalam bentuk suspensi jadi lebih stabil, Untuk obat
tertentu, rasa dalam bentuk suspensi lebih enak daripada dalam larutan, misal:

Chloramphenicol dalam bentu larutan rasanya pahit, dalam bentuk suspensi rasanya

lebih enak, Untuk tujuan, misal depo therapi, contoh: injeksi chloramphenicol.

Tujuan dilakukan nya praktikum kali ini adalah untuk mengenal cara

pembuatan dan evaluasi sediaan suspensi. Adapun alat dan bahan yang ingim

digunakan yaitu Corong gelas/kaca berfungsi untuk memindahkan cairan dari

wadah yang satu ke wadah yang lain terutama wadah yang bermulut kecil. Selain

itu digunakan untuk proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring,

Erlenmeyer berfungsi untuk menampung larutan yang akan dititrasi pada proses

titrasi. Dalam mikrobiologi erlenmeyer digunakan untuk pembiakan mikroba.

Erlenmeyer tidak dapat digunakan untuk mengukur volume, gelas beaker yaitu

suatu tempat untuk melarutkan suatu zat atau bahan kimia, untuk menampung zat

kimia yang bersifat korosif, dan sebagai wadah untuk mencampur dan memanaskan

cairan, Gelas Ukur berfungsi untuk mengukur volume segala benda, baik padat

maupun cair pada berbagai ukuran volume. Selain itu juga dapat digunakan untuk

merendam pipet dalam asam pencuci, Pengaduk kaca berfungsi untuk mengaduk

larutan agar tetap homogen atau agar zat padat cepat larut, Pengaduk kaca berfungsi

untuk mengaduk larutan agar tetap homogen atau agar zat padat cepat larut, Fungsi

tabung reaksi adalah sebagai wadah untuk mereaksikan dua atau lebih dan

Viskometer, viscosimeter adalah alat laboratorium untuk mengukur kekentalan atau

viskositas zat. Alat ini memiliki jenis yang bervariasi, satunya adalah viskometer

brookfield.
Cara Penggunaan Viskometer Brookfiled:

1. Siapkan bahan atau cairan di dalam beaker glass 500 mL (pastikan bahan

tersebut terisi dengan penuh di dalam baker).

2. Pasang spindel pada alat. Nomor spindel dipilih sesuai dengan kebutuhan.

3. Kemudian putar revolver untuk menurunkan spindel sampai terendam

seluruhnya di dalam cairan.

4. Pilih kecepatan RPM untuk perputarannya.

5. Amati skala yang terlihat. Bila kecepatannya <10, anda bisa naikkan RPM nya.

sedangkan jika kecepatannya lebih dari 100 maka ganti spindelnya dengan

nomor lebih besar dari sebelumnya.

6. Amati kecepatan pada skala tiap 3 kali putaran.

7. Setelah selesai, keluarkan bahan dari wadah, lalu bersihkan spindle viskometer.

Berikut monografi bahan bahan yang digunakan :

1. SULFADIAZINUM

Pemerian : Serbuk putih, putih kekuningan atau putih agak merah jambu:

hampir tidak berbau tidak berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%)

P dan dalam aseton P.mudah larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan

alkali hidroksida.

Khasiat : Zat Aktif (antibiotic)


2. SULFADIMIDINUM

Pemerian : Hablur atau serbuk: putih atau putih kuning gading: tidak berbau

atau hampir tidak berbau; rasa agak pahit.

Kelarutan : Sukar larut dalam air: larut dalam 120 bagian etanol (95%) P:

praktis tidak larutdalam eter P: larut dalam aseton P. dalam minyak mineral,

dalam larutan alkalihidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.

Kegunaan : zat aktif.

3. METIL PARABEN

Pemerian : Serbuk hablur halus, putih: hampir tidak berbau, tidak mempunyai

rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.

Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam

3,5 bagian etanol(95%) P , dalam 3 bagian aseton P: mudah larut dalam eter P

Kegunaan : Pengawet

4. NATRII HYDROXYDUM

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras,

rapuh danmenunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh basah. Sangat

alkalis dankorosif. Segera menyerap karbondioksida

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (90%) P

5. AETHANOLUM
Pemerian : Etanol atau Alkohol : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap

dan mudah bergerak, bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan

nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P dan dalam eter p.

6. ACIDUM CITRICUM

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih: tidak berbau; rasa sangat

asam; agak higroskopik, merapuh dalam udara kering dan panas.

Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5 bagian etanol

(95%)p: sukarlarut dalam eter p.

7. NATRIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSUM

Pemerian : Serbuk atau butiran; putih atau putih kuning gading: tidak berbau

atau hampir tidak berbau; higroskopik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal: tidak

larut dalam etanol (95%) P. dalam eter P dan dalam pelarut organik lain.

Kegunaan : Flokulating agent atau suspending agent

8. SIRUPUS SIMPLEX

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna.

Kegunaan : Pemanis

9. AQUA DESTILLATA

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau, tidak mempunyai rasa.

Kegunaan : Pelarut cairan pembawa


Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan suspensi menggunakan dua metode,

metode yang pertama yaitu dengan meode presipitasi yang dilakukan dengan cara

mengembangkan CMC-Na hingga menjadi mucilago setelah itu haluskan kedua

sulfa yang telah digerus ke dalam mortir, kemudian gerus ad homogen. Setelah itu

larutkan NaOH dengan sebagain air kemudian ditambahkan kedalam kedua sulfa

aduk ad larut. Selah larut masukkan campuran tersebut kedalam mortir yang

terdapat mocilago yang telah dibuat sebelumunya, kemudian tambahkan sirup

simpleks lalu diaduk ad homogen kemudian tambahkan asam sitrat kedalam

campuran tersebut kemudian masuk kedalam botol lalu ditambahkan air sesua

idengan batas kalibrasi botol yang digunakan, tujuan dilakukan kalibrasi yaitu

untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan sudah akurat. Hasil

pengukuran yang tidak konsisten akan berdampak langsung terhadap kualitas

produk. Kalibrasi merupakan proses pengecekkan dan pengaturan akurasi dari alat

ukur dengan cara membandingkan suatu standar yang tertelusur dengan standar

Nasional maupun Internasional dan bahan-bahan acuan yang tersertifikasi. Metode

yang kedua yaitu metode dispersi yaitu dengan cara membuat mucilago dari bahan

CMC-Na setelah terbentuk mucilage ditambahkan sirup simplex kemudian diaduk

sampai homogen lalu menambahkan serbuk bahan obat kedua sulfa ke dalam

mucilago yang telah terbentuk, kemudian masukkan larutan asam sitrat dan larutan

NaOH secara sedikit demi sedikit sambil di aduk konstan setelah terbentuk massa

yang baik kemudian masukan ke dalam botol lalu diencerkan dengan aquades

sampai batas kalibrasi botol yang digunakan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang

terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut
karena adanya udara, lemak, atau kontaminan serbuk. Serbuk yang sangathalus

mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi tergantung pada besarnya

sudutkontak antara zat terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak ±90°, serbuk

akan mengambang di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat

hidrofob. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat dengan

cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent. Serbuk yang

digunakan adalah serbuk kedua sulfa sebagai bahan aktif dan sirupus simplex

sebagai bahan tambahan (pemanis), sedangkan untuk pembuatan mucilago

digunakan CMC-Na yang merupakan bahan suspensator sintetis dari derivat

selulosa. Namun kelompok kami hanya membuat sediaan suspensi dengan metode

presipitasi, Adapun hasil pengamatan uji sedimaentasi yang didapatkan bahwa

tinggi suspensi dari menit ke 0 sampai 60 tidak berubah yaitu 8 cm, dengan tinggi

endapan berturut – turut 0, 0,5 cm, 0,6 cm, 0,6 cm, 0,7 cm ,0,8 cm, 0,8 cm, 0,8 cm.

uji viskositas dengan rotor 2, 6 rpm, mendapatkan hasil 92 cp, dan uji

resdispersibilitas dengan waktu 31 detik sebanyak 15x pengocokan, dan yang

terakhir yaitu uji waktu tuang dengan waktu 15 detik.

Adapun Keuntungan dan kerugian bentuk Sediaan Suspensi :

Keuntungannya yaitu :

1. baik digunakan untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil, kapsul.

terutama untuk anak-anak

2. memiliki homogenitas yang cukup tinggi

3. lebih mudah di absorpsi daripada tablet, karna luas permukaan kontak

dengan permukaan saluran cerna tinggi


4. dapat menutupi rasa tidak enak/pahit dari obat

5. dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air

kerugiannya yaitu:

1. memiliki kestabilan yang rendah

2. jika terbentuk caking maka akan sulit terdispersi kembali, sehingga

homogenisitasnya menjadi buruk

3. aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sulit untuk dituang

4. ketepatan dosis lebih rendah dibandingkan sediaan larutan

5. suspensi harus dilakukan pengocokan sebelum digunakan

6. pada saat penyimpanan kemungkinan perubahan sistem dispersi akan

meningkat apabila terjadi perubahan temperatur pada tempat penyimpanan.

Macam macam bentuk Suspensi :

Suspensi dalam dunia farmasi terdapat dalam berbagai macam bentuk, hal ini

terkait dengan cara dan tujuan penggunaan sediaaan suspensi tersebut. Beberapa

bentuk sediaan suspensi antara lain:

a. Suspensi injeksi intramuskuler (mis: suspensi penisilin)

b. Suspensi sub kutan

c. Suspensi tetes mata (misal : suspensi hidrokortison asetat)

d. per oral (misal : suspensi amoksisilin)

e. Rektal (misal : suspensi para nitro sulfatiazol)

f. Sebagai reservoir obat

g. Patch transdermal

h. Formulasi topikal konvensional


VII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak

larut yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan

sebagai suspensi adalah sediaan seperti tersebut di atas dan tidak

termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral,

suspensi topikal, dan lain-lain.

2. Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan dan

mengetahui uji sediaan fisik suspensi.

3. Metode yang digunakan pada pembuatan suspensi pada praktikum kali

ini adalah metode presipitasi ( dengan cara pengendapannya) dan

metode disperse ( dengan cara langsung ).

6. Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah : Alat-

alat pembuat suspensi, Alat-alat gelas , Pipet ukur 1 ml, Cawan porselin

besar, 2 labu takar 25 ml. dan bahan yang digunakan : Sulfadiazina,

Sulfamerazina, Sulfadimidina, Asam sirat, CMC-Na, Metil paraben;,

dan NaOH.

b. Saran

Dalam melakukan percobaan harus dilakukan dengan hati hati, agar

tidak terjadi kecelakaan kerja, dan dalam penimbangan bahan harus

dilakukan dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan dalam penimbangan.


DAFTAR PUSTAKA

Agoestia, N. (2012, Januari 29). Alat-Alat Laboratorium. Dipetik Januari 19, 2016,
dari Blogspot: http://agoestiianeny.blogspot.co.id/

Anief, M. (1997). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ansel. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia


Press.

L. Lachman,A. L. Herbert, & L. K. Joseph . (1994). Teori Dan Praktek Farmasi


Industri. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Sinko, P. J. (2011). Martin Farmasi Fisika Dan Ilmu Farmasetika Edisi 5. Jakarta:
EGC.

Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai