Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT

Percobaan II
PEMBUATAN DAN EVALUASI SUSPENSI

Nama : Kanindya Nur Prasetyaningsih


NIM : 1900023040
Kel./Gol : 3/2
Hari/tgl praktikum :
Dosen : Apt. Lina Widiyastuti, M.Sc.

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2021
PERCOBAAN II
PEMBUATAN DAN EVALUASI SUSPENSI
I. TUJUAN
Mengenal cara, pembuatan dan evaluasi bentuk suspensi

II. DASAR TEORI


Suspensi adalah contoh obat cair yang terdiri dari padatan yang tidak larut tetapi dapat
didistribusikan secara merata ke seluruh pembawa. Menurut Anonymous (1979), suspensi adalah
formulasi yang mengandung komponen obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi
dalam pembawa cair. Dispersan harus halus, tidak boleh cepat mengendap, saat dikocok
perlahan, endapan harus terdispersi kembali. Beberapa aditif ditambahkan untuk memastikan
stabilitas suspensi, tetapi viskositas suspensi harus dipastikan agar komposisi mudah diaduk dan
dituangkan. Suspensi dibuat dengan alasan utama bahwa bahan aktif tidak larut dalam pelarut.
Namun, diformulasikan sedemikian rupa sehingga bahan aktif ada dalam sediaan yang stabil.
Bentuk sediaan sebagai suspensi diformulasikan karena kelarutan beberapa obat aktif praktis
tidak larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk cair agar mudah diberikan kepada pasien
dengan kesulitan menelan, mudah diberikan kepada anak-anak dan pasien. menutupi rasa pahit
atau bau tidak sedap dari obat dan bahan aktif obat. Alasan lain adalah bahwa air adalah pelarut
paling aman bagi manusia. Untuk alasan ini, kebanyakan formulasi suspensi menggunakan air
sebagai media pembawa. Meskipun obat aktif kurang larut dalam air, obat aktif masih dapat
dibuat menjadi bentuk sediaan cair dengan menggunakan suspending agent.
Ada sifat lain yang lebih spesifik dari suspensi farmasi:
1. Suspensi farmasi yang disiapkan dengan benar akan perlahan-lahan mengendap dan
terkelupas saat dikocok.
2. Suspensi tidak boleh mengendap terlalu cepat.
3. Meskipun partikel-partikel ini mengendap di dasar wadah, mereka seharusnya tidak
membentuk balok padat, melainkan menghilang dengan cepat menjadi campuran
homogen ketika wadah dikocok.
4. Sifat suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel suspensi tetap konstan
dengan waktu penyimpanan yang lama.
5. Suspensi harus dikeluarkan dengan cepat dan merata dari wadah. (Ansel, 2005)
Teknologi produksi suspensi obat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
1. Dispersi atau pemurnian fase terdispersi
2. Pencampuran dan pemurnian fase terdispersi dalam dispersi
3. Stabilitas kompartemen mencegah dan mengurangi pemisahan fase
4. Homogen, yaitu distribusi fase terdispersi dalam dispersi seragam
Suspensi adalah sediaan yang tidak stabil secara termodinamika:
∆F = γSL. ∆A
Keterangan :
ΔF = Energi Bebas
γSL = Tegangan Antarmuka antara medium cair dan padat
∆A = Luas permukaan partikel

Prinsipnya dalam pembuatan suspensi, bahan padat digerus terlebih dahulu. Proses penggilingan
akan memperkecil ukuran partikel, meningkatkan luas permukaan partikel. Suspensi merupakan
sediaan yang terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur, yaitu padatan sebagai fase terdispersi
dan pelarut sebagai fase dispersi. Karena immiscibility ini, ada tegangan antarmuka antara
permukaan padat (fase padat) dan permukaan pelarut (fase cair). Ada faktor permukaan partikel (∆A)
dan tegangan antarmuka (γSL) sehingga dari rumus di atas juga akan ada nilai F (energi permukaan
bebas).Jika F = 0 maka preparasi ini stabil secara termodinamika. Jika F = maka secara
termodinamika tidak stabil. Ukuran partikel tersuspensi dapat dikurangi dengan teknik seperti
mikronisasi menggunakan berbagai mesin pengecil ukuran dan juga dengan teknik farmasi seperti
metode kopresipitasi dan perubahan pH. Suspensi sulfametoksazol yang dibuat menurut prinsip
perubahan pH ditemukan lebih baik daripada formulasi kontrol dalam hal pengurangan ukuran
partikel dan sifat pengendapan, sehingga secara fisik lebih stabil. Partikel tetap dalam suspensi untuk
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan formulasi kontrol. Jadi, metode perubahan pH mungkin
merupakan metode yang lebih baik untuk membuat suspensi.
Suspending agent adalah zat aditif yang berfungsi untuk mendispersikan partikel yang tidak larut
dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan diperlambat.
Suspensi agent dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: Suspensi Alami Suspensi alami dari
jenis gom yang biasa dikenal dengan hidrokoloid/hidrokoloid. Bahan alam bukan gom ialah tanah
liat. Kedua, kelompok polimer organik. yang paling terkenal dari kelompok ini adalah Carbopol 934
(nama dagang dari pabrik) Ini adalah bubuk putih dengan reaksi asam, sedikit larut dalam air, tidak
beracun dan tidak mengiritasi kulit, dan sedikit digunakan. Misalnya, bahan ini banyak digunakan
sebagai bahan suspensi. Untuk mendapatkan viskositas yang baik diperlukan kandungan ± 1%.
Carbopol sangat sensitif terhadap panas dan elektrolit. Ini akan menurunkan viskositas larutan.
III. METODE KERJA

a. Alat
 Alat-alat pembuatan suspensi
 Alat-alat gelas
 Pipet ukur 1 ml
 Cawan porselin besar
 2 labu takar 25ml

b. Bahan
 Sulfadiazina; Sulfamerazina; Sulfadimidina
 Asam sitrat
 CMC-Na
 Metil paraben
 NaOH
 Gula
 Etanol
c. Cara Kerja
 Pembuatan dengan metode presipitasi

Campuran ketiga sulfa


CMC-Na dikembangkan
masukkan dalam CMC
dengan air panas sekitar
buat 5 botol @60ml Na, aduk homogen
50 ml (15 menit) dalam
(tanpa gumpalan)
mortir
(campuran I)

Larutkan as. sitrat pada Larutkan NaOH pada


Tambah sirup simplek
sebagian air dan sebagian air, masukkan
dan larutan metil
masukkan ke dalam pada campuran I, aduk
paraben dalam etanol,
campuran II sambil hingga larut (campuran
aduk hingga homogen
diaduk sampai keruh II)

Tempatkan suspensi
Tambahkan air hingga
dalam wadah dan tabung
volume yang ditentukan
untuk pengamatan

 Pembuatan dengan metode disperse

Larutkan metil paraben Tempatkan suspensi ke


buat 10 botol @60 ml dalam etanol, tambahkan dalam wadah dan tabung
kedalam campuran I untuk pengamatan

CMC-Na dikembangkan Tambahkan campuran


(bukan dilarutkan atau larutan asam sitrat dan
Tambahkan air sampai
digerus) dengan air panas larutan NaOH sedikit demi
volume yang ditentukan
sekitar 50 ml selama 15 sedikit, aduk hingga
menit dalam mortir homogen

Campuran ketiga sulfa


Tambahkan sirup simplek
dimasukkan ke dalam
kedalam campuran I aduk
CMC Na, diaduk homogen
hingga tidak ada lagi
(tidak ada gumpalan)
gumpalan
(campuran I)
 Evaluasi

Tentukan volume
Pengamatan dilakukan Bandingkan hasil, pengendapan (nilai F),
pada hari ke 1 dan 3 dengan cara A dan B lampirkan foto sebelum
dan setelah uji

Lakukan uji volume


menghitung ukuran
uji redispersibilitas terpindahkan berdasar
partikel
farmakope edisi VI

uji waktu tuang

IV. PERCOBAAN
a. Formula
R/ Sulfadiazin 167 mg
Suflamerazin 167 mg
Sulfadimidin 167 mg
Asam Sitrat 200 mg
CMC-Na 50 mg
Metil Paraben 5 mg
NaOH 100 mg
Sirup Simplek 1,5 ml
Etanol 50 μl
Aqua ad 5 ml

Tiap formula DIbuat sebanyak 60 ml


b. Jumlah Bahan Yang Diperlukan
Mode presipitasi (5 botol)
 Sulfadiazin  Metil Paraben
= =

= 2004 mg x 5 botol = 60 mg x 5 botol


= 10020 mg = 300 mg
 Sulfamerazin  Natrium Hidroksida
= =

= 2004 mg x 5 botol = 1200 mg x 5 botol


= 10020 mg = 6000 mg
 Sulfadimidin  Sirup Simpleks
= =
= 2004 mg x 5 botol = 18 ml x 5 botol
= 10020 mg = 90 ml
 Asam Sitrat  Etanol
= =
= 2400 mg x 5 botol = 600 µl x 5 botol
= 12000 mg = 3 ml
 CMC-Na  Aqua
= = ad 60 ml x 5 botol
= ad 300 ml
= 600 mg x 5 botol
= 3000 mg
Mode disperse (10 botol)
 Sulfadiazin  Metil Paraben
= =

= 2004 mg x 10 botol = 60 mg x 10 botol


= 20040 mg = 600 mg
 Sulfamerazin  Natrium Hidroksida
= =

= 2004 mg x 10 botol = 20 mg x 10 botol


= 20040 mg = 12000 mg
 Sulfadimidin  Sirup Simpleks
= =
= 2004 mg x 10 botol = 18 ml x 10 botol
= 20040 mg = 180 ml
 Asam Sitrat  Etanol
= =
= 2400 mg x 10 botol = 600 µl x 10 botol
= 24000 mg = 6 ml
 CMC-Na  Aqua
= = ad 60 ml x 10 botol
= ad 600 ml
= 600 mg x 10 botol
= 6000 mg
DAFTAR PUSTAKA
 Farmakope Indonesia Jilid V
 Murtini, G. (2016). In Farmestika Dasar (pp. 117-124). Pusdik SDM Kesehatan.
 Sinila, S. (2016). Farmasi Fisik. Pusdik SDM Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai