DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS FARMASI
2024
I. TUJUAN
- Mahasiswa dapat merancang, membuat dan mengevaluasi mutu sediaan emulsi.
- Mahasiswa dapat memahami pengaruh emulgator terhadap stabilitas emulsi.
II. LANDASAN TEORI
Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersi dan medium
pendispersinya berupa cairan yang tidak dapat bercampur. Misalnya benzena dalam air,
minyak dalam air, dan air susu. Mengingat kedua fase tidak dapat bercampur, keduanya
akan segera memisah. Untuk menjaga agar emulsi tersebut mantap atau stabil, perlu
ditambahkan zat ketiga yang disebut emulgator atau zat pengemulsi (emulsifying agent).
(Sumardjo, 547). Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan
merata atau homogen dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah:
1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya tipe emulsi tipe O/W.
2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O, tergantung pada
banyak faktor misalnya sifat atau efek terapi yang dikehendaki. (Syamsuni, 129).
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-
butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen
dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. (Anief, 132). Syarat emulgator
adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua cairan yang membentuk
emulsi. Daya afinitasya harus parsial atau tidak sama terhadap kedua cairan tersebut.
Salah satu ujung emulgator larut dalam cairan yang satu, sedangkan ujung yang lain hanya
membentuk lapisan tipis (selapis molekul) di sekeliling atau di atas permukaan cairan
yang lain. (Sumardjo, 547). Beberapa zat pengemulsi yang sering digunakan adalah
gelatin, gom akasia, tragakan, sabun, senyawa amonium kwartener, senyawa kolesterol,
surfaktan, atau emulgator lain yang cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat
ditambahkan zat pengental, misalnya tragakan, tilosa, natrium karboksimetil
selulosa.(Depkes RI,9)
Tipe emulsi ada dua, yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A), dan
water in oil (W/O). Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air) adalah
emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air.
Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal. Emulsi tipe W/O (Water in
Oil) atau M/A (air dalam minyak), adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar
atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase
eksternal. Terdapat dua macam komponen emulsi:
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri atas:
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu zat cair
yang terbagi-bagi menjadi butiran Kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi
yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahakan ke
dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,
odoris, colouris, pengawet (preservative), dan antioksidan. (Syamsuni, 119).
Dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang
paling baik (ideal). Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan:
1. Flokulasi dan creaming
Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan,
dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda. Nama cream berasal
dari peristiwa pemisahan sari susu dari susu (milk). Sari susu tersebut dapat dibuat Casein,
keju, dan sebagainya.
2. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking)
Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses
cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada creaming, flokul fase
dispers mudah didispersi kembali dan terjadi campuran homogen bila digojok perlahan-
lahan. Sedangkan pada cracking, penggojokan sederhana akan gagal untuk mengemulsi
kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.
3. Inversi
Adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe A/M
atau sebaliknya. (Anief, 147).
III. ALAT DAN BAHAN
ALAT BAHAN
Ph Meter Tween 80
Mikroskop Span 80
1) Formulasi 1
Menyiapkan lat dan bahan, menimbang bahan parafin liq 50ml, tween80 9,375 g,
span80 3,125 g, sirup simplex 10ml, nipagin 0,05g, nipasol 0,05g dan menyiapkan
aquadest panas 100ml
Mencampurkan bagian A dan B aduk ad homogen, dilanjutkan uji mutu fisik sediaan
2) Formulasi 2
Menyiapkan lat dan bahan, menimbang bahan parafin liq 50ml, tween80 6,25 g,
span80 6,25 g, sirup simplex 10ml, nipagin 0,05g, nipasol 0,05g dan menyiapkan
aquadest panas 100ml
Mencampurkan bagian A dan B aduk ad homogen, dilanjutkan uji mutu fisik sediaan
3) Formulasi 3
Menyiapkan lat dan bahan, menimbang bahan parafin liq 50ml, tween80 3,125 g,
span80 9,125 g, sirup simplex 10ml, nipagin 0,05g, nipasol 0,05g dan menyiapkan
aquadest panas 100ml
Mencampurkan bagian A dan B aduk ad homogen, dilanjutkan uji mutu fisik sediaan
4) Pengujian Organoleptik
Menguji sediaan emulsi menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran dan pengujian mutu sediaan
5) Pengujian pH Sampel
Memastikan pH meter sudah dikalibrasi, dalam kondisi baik dan elektroda dalam
keadaan bersih. Jika kotor, dibersihkan terlebih dahulu dengan menyemprotkan
aquadest hingga bersih kemudian dilap dengan tisu kering
Menuang sampel emulsi yang akan diuji ke dalam beaker glass 100 ml kemudian
menyalakan alat wiskometer dengan menekan tombol ON pada bagian belakang
alat dan ditunggu proses autozero selesai
Memasang spindel No.3 kemudian alat di setting hingga spindel terendam dalam
sampel sampai tanda batas yang ada pada spindel
Alat di setting dengan nomor spindel diisi nomor 2, kecepatan pemutaran 200 rpm
dan lama waktu pengujian 15 detik di display alat
Melakukan pengujian (gunakan panel termometer jika perlu) dan memastikan torsi
(torque) yang ditunjukkan berkisar 10-90%
Mencampurkan emulsi dan larutan metilen blue sebanyak 1 tetes ke dalam plat
tetes pada bagian atas, diaduk ad homogen
Mengamati hasil pencampuran warna, jika terjadi warna biru yang dominan maka
tipe emulsinya minyak dalam air, jikat tidak maka tipenya air dalam minyak
Mencampurkan emulsi dan larutan sudan III sebanyak 1 tetes ke dalam plat tetes
pada bagian bawah, diaduk ad homogen
Mengamati hasil pencampuran warna, jika terbentuk warna merah yang dominan
maka tipe emulsinya air dalam minyak, jika tidak maka tipenya minyak dalam air
9) Pengujian Determinasi Emulsi Metode Pengenceran
Mengamati perubahan pada emulsi, jika diperoleh emulsi yang homogen maka tipe
emulsi minyak dalam air, jika tidak maka tipenya air dalam minyak
V. DATA HASIL
Parafin 50 ml 50 ml 50 ml
liq
Tween 75 50 25
x 12,5 = 9,375 x 12,5 = 6,25 x 12,5 = 3,125
100 100 100
80
gram gram gram
Span 80 25 50 75
x 12,5 = 3,125 x 12,5 = 6,25 x 12,5 = 9,375
100 100 100
Sirup 10 ml 10 ml 10 ml
simplex
Formula 1
Formula 2
Formula 3
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini kami melakukan praktikum Formulasi Sediaan Emulsi yang
bertujuan untuk merancang, membuat, dan mengevaluasi mutu sediaan emulsi, serta
mengetahui pengaruh emulgator terhadap stabilitas emulsi. Pada praktikum ini kami
membuat suspensi dengan tiga formula yaitu formula A,B, dan C. Bahan yang
digunakan yaitu parafin liquid yang berfungsi sebagai zat aktif untuk obat konstipasi,
sebagai laksatif emolien/lubrikan, dan jika dilihat dari aspek farmasetis parafin liquid
bisa digunakan sebagai fase minyak/pembawa dalam system emulsi. Tween 80
berfungsi sebagai zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan. Nipagin sebagai
pengawet, dan menahan laju pertumbuhan mikroba. Nipasol berfungsi sebagai
pengawet pada fase minyak. Sirupus simplex sebagai pemanis.
Pada formula A terdiri dari parafin liquid, Tween 80 75%, Span 80 25%, sir
simplex, nipagin, nipasol, aquadest. Pada formula B terdiri dari parafin liquidinum,
Tween 80 50%, Span 80 50%, nipasol, nipagin, sir simplex, aquadest. Pada formula C
terdiri dari parafin liquidinum, Tween 80 25%, Span 80 75%, sir simplex, nipagin,
nipasol, aquadest. Sehingga ketiga formula tersebut perlu dievaluasi mutu sediaan
emulsi dengan uji determinasi tipe emulsi metode pewarnaan dan metode pengenceran,
uji pemisahan dengan sentrifuge 3000 rpm, uji viskositas, uji ukuran partikel, uji
organoleptik, dan uji pH.
Pada uji determinasi tipe emulsi untuk formula A, B dan C, pada uji ini
dilakukan tiga uji yaitu yang pertama uji pewarnaan menggunakan indicator Metilen
Blue pada formula A didapat hasil yaitu tipe emulsi minyak dalam air dengan warna
biru dominan, pada formula B didapat hasil tipe emulsi air dalam minyak dengan warna
biru tidak dominan, dan formula C yaitu tipe emulsi air dalam minyak dengan warna
biru tidak dominan. Uji pewarnaan menggunakan indicator sudan III pada formula A
didapat hasil yaitu tipe emulsi minyak dalam air dengan warna merah tidak tercampur,
pada formula B didapat hasil yaitu tipe emulsi air dalam minyak dengan warna merah
dominan, dan formula C didapat hasil yaitu tipe emulsi air dalam minyak dengan warna
merah dominan. Pada pengujin ini sesuai dengan parameter yaitu bahwa Metilen Blue
dapat larut dalam air sedangkan Sudan III dapat larut dalam minyak.
Uji kedua yaitu pengenceran emulsi, uji ini dilakukan pada formula A, B, dan
C. Pada formula A didapat hasil yaitu homogen yang berarti tipe emulsi minyak dalam
air, formula B yaitu emulsi tidak homogen yang berarti tipe air dalam minyak, dan
formula C yaitu emulsi tidak homogen yang berarti tipe air dalam minyak. Pada hasil
formula A emulsi dapat homogen kembali dikarenakan masuk kedalam tipe minyak
dalam air yang artinya dapat diencerkaan dengan air dan pada hasil formula B dan C
emulsi tidak dapat homogen kembali dikarenakan masuk kedalam tipe air dalam
minyak yang artinya hanya dapat diencerkan dengan minyak.
Uji sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan alat uji sentrifugasi. Prinsip uji
sentrifugasi ini adalah penggunaan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan
dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas seperti antar cairan atau
antara cairan dengan solid, yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi umur
simpan emulsi dengan mengamati pemisahan fase yang terdispersi (El-Sayed and
Mohammad, 2014). Hasil sentrifugasi dapat diamati dengan adanya pemisahan atau
tidak. Pada uji pemisahan dengan setrifugasi pada formula A, B, dan C terjadi
pemisahan antara fase minyak dan air.
Pada uji viskositas formula A nilai viskositas 33,40 cP, torque 16,7%, speed 200
rpm, nomor spindel 3 dan temperatur 28°C. Pada formula B nilai viskositas 11,450 cP,
torque 22,9%, speed 20 rpm, dan nomor spindel 6. Pada formula C nilai viskositas 206,4
cP, torque 25,8%, speed 50 rpm, nomor spindel 2 dan temperatur 27,5°C. Pada uji
viskositas emulsi, ukuran partikel sangat mempengaruhi besar kecilnya ukuran partikel
pada emulsi, semakin kecil ukuran partikel emulsi maka semakin tinggi viskositas suatu
emulsi, dan begitu pula sebaliknya. Formula B memiliki viskositas yang lebih rendah
dikarenakan pada formula B memiliki ukuran partikel yang lebih besar, sedangkan pada
formula C memiliki viskositas yang tinggi dikarenakan pada formula C memiliki
ukuran partikel yang kecil.
Pada praktikum kali ini rata-rata ukuran partikel yang didapat adalah formula A
0,063 µm, formula B 0,049 µm dan formula C 0,028 µm. Pada uji ukuran partikel
emulsi tinggi rendahnya viskositas emulsi sangat mempengaruhi ukuran partikel,
semakin tinggi viskositas maka semakin kecil ukuran partikel emulsi, begitupula
sebaliknya.
Uji Organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk.
Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu, dalam hal
ini yang dilihat adalah bentuk, warna, konsistensi dan aroma. Pada formula A memiliki
bentuk emulsi, warna putih, konsistensi cair, dan tidak beraroma. Pada formula B
memiliki bentuk emulsi, warna putih, konsistensi kental, dan aroma khas minyak. Pada
formula C memiliki bentuk cair, warna putih, konsistensi cair-kental, dan aroma
minyak.
Pengujian pH menggunakan bantuan alat pH meter untuk mengukur sediaan
dalam suhu kamar. Uji pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai
pH yang stabil dari larutan menunjukan bahwa proses distribusi dari bahan aktif dalam
sediaan merata. Kriteria nilai pH emulsi oral adalah pH oral 5,5-7,5. Pengukuran pH
ini untuk mengetahui apakah pH emulsi sudah sesuai atau belum dengan apa yang
diinginkan. Dalam evaluasi sedian diperoleh hasil pH formula A yaitu 6,74, formula B
yaitu 7,85 dan formula C yaitu 7,13. Dari uji pH yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa formula A dan C memiliki pH yang baik. Sedangkan formula B tidak masuk
dalam kriteria pH yang baik.
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum Formulasi Sediaan Emulsi yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Emulgator dari formula A Tween 80 75%, dan Span 80 25% pada uji determinasi
formula A merupakan tipe emulsi M/A, uji viskositas rendah, dan uji ukuran
partikel 0,063 µm merupakan ukuran partikel yang besar.
2. Emulgator dari formula B Tween 80 50%, dan Span 80 50%, pada uji determinasi
formula B merupakan tipe emulsi A/M, uji viskositas rendah, dan uji ukuran
partikel 0,049 µm merupakan ukuran partikel yang besar.
3. Emulgator dari formula C Tween 80 25%, dan Span 80 75%, pada uji determinasi
formula C merupakan tipe emulsi A/M, uji viskositas tinggi, dan uji ukuran partikel
0,028 µm merupakan ukuran partikel yang kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Agnia 1. 2022. Pembuatan Tablet Paracetammol Dengan Metode Granulasi Basah. Bandung.
Poltekkes Kemenkes Bandung
Malasari E.N, Natalia C, Ghani M, Maitri N, Novianti T, Sari D P. 2019. Pembuatan Tablet
Paracetamol Dengan Metode Granulasi Basah. Jakarta. Institut Sains dan
Teknologi Nasional
LAMPIRAN