Anda di halaman 1dari 10

Formulasi Lotion dari Minyak Sawit Murni dengan Basis yang berbeda

(M/A dan A/M) sebagai Emolien

Fadhilah Yahya, Syamsurizal, Uce Lestari


Program Studi Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi
Jl. Jambi-Ma. Bulian KM 15 Mendalo Darat Jambi 36361
Email: dhilayahya21@gmail.com

ABSTRAK

Palm oil contains high carotene, which function as a vitamin A and it contains
unsaturated fatty acid, linoleic acid of 11% that serves as moisturizer (emollient) on the
skin. Lotion is one of skin moisturizing preparations. The purpose of this research is to
know the best formulation from both base lotion that is M/A and A/M and to know the
influence of pure palm oil as emollient in lotion formulation. In this research made lotion
formula based on M/A and A/M, then evaluated the physical caracteristic of
organoleptis, homogeneity, pH, viscosity, dispersive, adhesive, stability test of cyclingtest
method, irritation, and ALT. Then tested emollient test with skin analyzer. The results of
evaluation of the physical caracteristic of lotions from pure palm oil show that the lotion
formula on the basis of M/A is better than the A/M lotion formula. The result of
evaluation of physical caracteristic of formula with base M/A is result of organoleptis
base M/A white, typical odor, consistency of semi-solid, not separated and homogeneous;
viscosity 9873 cPs; dispersive 5.425 cm; adhesive 2.46 seconds; ALT 48; and no
irritation. While the emollient test results, the M/A lotion formula has a higher moisture
percentage than the A/M lotion formula.
Kata Kunci : Palm oil, Lotion M/A dan A/M, Emollient

PENDAHULUAN

Beberapa negara di Asia Tenggara penghasil kelapa sawit seperti Malaysia,


Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa
sawit terluas di dunia. Indonesia merupakan salah satu produsen utama kelapa sawit
dan olahannya di dunia (Hambrug, 2013). Tingginya potensi minyak sawit di Indonesia,
maka minyak sawit dapat dijadikan produk dalam bidang industri dan kosmetik, namun
olahan kelapa sawit masih sebatas Crude Palm Oil (CPO) sehingga CPO kemudian
dimurnikan menjadi minyak sawit murni sebelum dijadikan produk guna untuk
meningkatkan nilai jual pada produk tersebut. Minyak sawit murni mengandung
beberapa komponen yang baik untuk kulit seperti tokoferol dan tokotrienol dan
pembentuk vitamin A yang bertindak sebagai bahan proteksi yang baik pada kulit.
Minyak sawit juga mengandung asam lemak tak jenuh yaitu asam linoleat sebesar 11%
yang berfungsi sebagai emolien.
Pada sediaan kosmetik dan farmasi minyak sawit mempunyai manfaat sebagai
emolien karena mempunyai sifat sangat mudah diabsorbsi kulit dan banyak dipakai
dalam pembuatan shampo, krim, minyak rambut, sabun cair, lipstik, dan lain-lain.
Sediaan kosmetik untuk perawatan kulit (skin care cosmetics) berupa pembersih,
kondisioner, dan pelindung (Buchmann, 2001). Salah satu sediaan kosmetik untuk
perawatan kulit adalah lotion. Minyak sawit ini dapat dibuat lotion karna minyak sawit
memiliki sifat mudah diabsorbsi oleh kulit dan kandungan yang terdapat didalam
minyak sawit ini sangat baik untuk kulit. Lotion kulit merupakan salah satu jenis
produk industri kosmetik yang merupakan emulsi minyak dalam air (M/A) yang
digunakan untuk menjadikan kulit halus, segar dan bercahaya (Mitsui, 1997).
Lotion dengan basis M/A memiliki kelebihan antara lain pemakaian yang merata
dan cepat pada permukaan kulit yang luas, memberi efek dingin dan lembut pada kulit
dan sediaan ini tidak terasa berminyak saat diaplikasikan (Balsam dan Sagarin, 1972,
as cited in Novianti, T 2008). Namun pada umumnya orang lebih menyukai tipe basis
A/M karena penyebarannya lebih baik, walaupun sedikit berminyak tetapi penguapan
airnya dapat mengurangi rasa panas di kulit (Aulton, 2003).

1
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai
Formulasi Lotion dari Minyak Sawit Murni dengan Basis yang Berbeda (A/M dan M/A)
sebagai Emolien. Perbedaan formulasi lotion tipe M/A dan tipe A/M memiliki aktifitas
dan sifat fisik yang berbeda sehingga dalam penelitiaan ini akan dibandingkan
perbedaan sediaan lotion basis M/A dan basis A/M terhadap sifat fisik lotion sebagai
emolien. Pembuatan lotion dengan minyak sawit murni dikarenakan produk lotion dari
minyak sawit murni belum dikembangkan, padahal minyak sawit bagus untuk kulit.

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit murni, setil alkohol, asam
stearat, gliserin, TEA, span 80, cera alba, parafin cair, stearil alkohol, propil paraben,
metil paraben, dan aquades.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan adalah timbangan digital, mortar, stamfer, batang
pengaduk, spatula, sendok tanduk, beaker glass (pyrex), gelas ukur (pyrex), pipet tetes,
kaca arloji, rak dan tabung reaksi, oven, water bath, termometer, pipet volum, pH meter,
alat uji daya lekat, anak timbangan, viskometer brokfield, cawan petri, cawan porselen,
objek glass dan refrigerator.
Rancangan Formula
Tabel 4. Formulasi Lotion
Lotion M/A Formula Lotion A/M Formula
Minyak Sawit Murni 15 % Minyak Sawit Murni 15%
Setil Alkohol 2,690% Parafin Cair 25%
Asam Stearat 4,146% Sera Alba 5%
TEA 3,164% Span 80 7,181%
Gliserin 3% Setil Alkohol 3,683%
Propil Paraben 0,15% Stearil Alkohol 2%
Metil Paraben 0,30% Metil Paraben 0,2%
Aquades ad (ml) 100 Propil paraben 0,1%
Aquades ad (ml) 100

Pembuatan Lotion
Semua bahan ditimbang terlebih dahulu dengan seksama. Fase minyak
dipanaskan dan dilelehkan terlebih dahulu diatas waterbath dengan suhu 70˚C. Fase air
juga di panaskan diatas waterbath degan suhu yang sama. Kemudian fase air secara
perlahan dimasukan kedalam fase minyak sambil diaduk secara konstan dengan
memperthankan temperaturya diatas waterbath, lalu ditambah aquades hingga 100 ml
dan diaduk hingga homogen.
Evaluasi Sifat Fisik Lotion
Uji organoleptis
Pengamatan meliputi pengamatan berdasarkan bentuk, warna, dan bau pada
sediaan lotion yang dilakukan secara visual, dan dilihat sediaan baik memiliki warna
yang baik dan bau yang tengik, serta dilakukan pengamatan pemisahan fase selama 4
minggu (Anief, 2010).
Rumus pemisahan fase sebagai berikut : Hᵤ

= H₀

Keterangan :
F : Pemisahan fase
Hᵤ : Tinggi emulsi yang masih stabil (cm)
H₀ : Tinggi seluruh emulsi (cm)

2
Uji homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara sampel dioleskan pada sekeping
kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan
yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Lestari, 2002).
Penentuan Tipe Emulsi
Sejumlah sediaan diletakkan di atas objek glass, ditambahkan 1 tetes metilen
blue, diaduk dengan batang pengaduk. Bila metilen blue tersebar merata berarti sediaan
lotion merupakan tipe basis M/A, tetapi jika hanya bintik-bintik biru berarti sediaan
lotion tipe basis A/M (Syahfitri, E et al 2012).
Uji pH
Alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Elektroda
pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, jarum pH meter dibiarkan
bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukkan jarum pH meter
dicatat (Suryaningtyas, S, 2015).
Uji viskositas
Sebanyak 100 gram sediaan lotion minyak sawit dimasukkan ke dalam wadah,
lalu dipasang rotor no.1 dan pastikan bahwa rotor terendam dalam sediaan uji. Alat
viscometer BrookField dinyalakan dan dipastikan bahwa rotor dapat berputar. Diamati
jarum penunjuk dari viskosimeter yang mengarah ke angka pada skala, ketika jarum
menunjukkan ke arah yang stabil, maka angka itulah merupakan viskositasnya
(Zulkarnain et al, 2013).
Uji daya sebar
Sebanyak 0,5 gram lotion diletakkan dengan hati-hati di atas kertas grafik yang
dilapisi plastik transparan, dibiarkan sesaat (15 detik) dan luas daerah yang diberikan
oleh sediaan dihitung, kemudian tutup lagi dengan plastik yang diberi beban tertentu
masing-masing 50,100, dan 150 g dan dibiarkan selama 60 detik, pertambahan luas
yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung. Daya sebar yang baik untuk sediaan semi
solid yaitu 5-7 cm (Voigth, 1994).
Uji daya lekat
Sebanyak 0,1 gram sediaan dioleskan pada objek gelas, diatas sediaan tersebut
diletakkan objek gelas lainnyadan ditinding dengan beban 1 kg selama 5 menit.
Kemudian objek gelas dipasang pada alat uji, beban seberat 80 gram dilepaskan dan
dicatat waktunya hingga kedua objek gelas itu terlepas (Zulkarnain et al, 2013).
Uji stabilitas (cycling test)
Sampel formula lotion disimpan pada suhu 4˚C selama 24 jam, lalu di pindahkan
kedalam oven yang bersuhu 40˚C selama 24 jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6
siklus kemudian diamati adanya pemisahan fase. Kemudian hasil dari cycling test
dibandingkan dengan sediaan sebelumnya (Rieger M, 2000).
Uji iritasi
Uji ini dilakukan untuk memeriksa kepekaan kulit terhadap suatu bahan yang
dilakukan pada sukarelawan dilengan tangan atau dibagian punggung. Teknik yang
digunakan dalam uji iritasi ini adalah Patch Tester. Sediaan dioleskan pada kulit lengan
bagian dalam kemudian ditutupi dengan kertas atau kain kasa kemudian diberi plaster.
Kemudian dilihat gejala yang ditimbulkan (Anonim, 1995; Tranggono dan Latifah, 2007).
Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Secara aseptis ditimbang lotion 1 gram dan dimasukkan kedalam larutan
fisiologis kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai 10ˉ⁴. Sebanyak 1 ml
sampel, diinokulasikan pada cawan petri steril yang telah berisi medium agar. Media
agar yang steril pada suhu 45-55˚C dituangkan pada cawan petri sebanyak 10-15ml.
Cawan petri digoyang dan dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukanpada suhu 37˚C
selama 48jam (BPOM, 2011).
Uji Hedonik
Uji hedonik pada lotion dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
konsumen terhadap penampilan, aroma, tekstur, dan kelembutan (setelah dipakai). Uji
3
ini menggunakan panelis sebanyak 10 orang dengan skala penilaian dan skala numerik :
tida suka (1), agak suka (2), suka (3) dan sangat suka (4).
Uji Emolien (Kemampuan sediaan meningkatkan kelembaban kulit)
Pengujian ini menggunakan alat yaitu skin analyzer, dengan membandingkan
keadaan kulit sebelum dan sesudah pemakaian dari lotion dengan nilai parameter uji
yaitu kadar air (moist) (Hartyana T, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Evaluasi Lotion
Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui bentuk, warna dan bau dari lotion
yang sudah dibuat Pada penelitian ini hasil yang diperoleh bahwa pada sediaan lotion
M/A dan A/M tidak mengalami perubahan warna, bentuk dan bau serta tidak
mengalami pemisahan setelah diamati selama 4 minggu. Pada penelitian yang telah
dilakukan secara visual terdapat perbedaan warna antara kedua formula lotion, dimana
perbedaan tersebut disebabkan karna kedua formula mempunyai bahan yang berbeda,
sehingga menimbulkan warna yang berbeda pula. Selain mempunyai warna yang
berbeda, bau dan konsistensi kedua formula lotion sama yaitu bentuk kental (setengah
padat) seperti lotion pada umumnya dan mempunyai bau khas minyak sawit.
Homogenitas
Uji homogenitas lotion dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah homogenitas
dan proses pencampuran masing-masing komponen dalam pembuatan lotion (Jufri,
et.,al 2006). Hasil pengujian homogenitas pada penelitian ini menunjukkan bahwa
kedua formula lotion M/A dan A/M memiliki karakteristik yang homogen, tidak terdapat
partikel-partikel kasar pada lotion menunjukkan bahwa komponen bahan formula lotion
tercampur homogen dan menunjukkan bahwa proses pencampuran tiap bahan pada
masing-masing formula telah baik, sehingga lotion homogen dan teksturnya tidak kasar.
Hasil homogenitas tersebut dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Uji Homogenitas
Formula Homogenitas
M/A
 Rep I Homogen
 Rep II Homogen
 Rep III Homogen
A/M
 Rep I Homogen
 Rep II Homogen
 Rep III Homogen

Tipe Emulsi Lotion


Pengujian tipe emulsi bertujuan untuk mengetahui tipe emulsi apa yang terdapat
pada suatu sediaan. Pengujian tipe emulsi juga dilakukan dengan cara pewarnaan
menggunakan metilen biru. Pengujian dilakukan dengan menambahkan larutan metilen
biru pada sediaan yang akan diuji dan apabila dapat memberikan warna biru yang
merata pada emulsi, maka emulsi tersebut merupakan tipe M/A karena metilen biru
larut dalam air, sedangkan bila warna biru yang dihasilkan tidak merata atau metilen
biru tidak larut maka emulsi mempunyai tipe A/M (Ditjen POM, 1985 dalam Syahfitri, E
et al 2012).
Dari hasil yang telah didapatkan formula lotion basis M/A merupakan tipe emulsi
minyak dalam air (M/A), karena pada pengujian yang dilakukan metilen biru tersebar
merata pada sediaan lotion basis M/A.

4
pH
Semakin jauh beda antara pH kosmetik dengan pH fisiologis kulit, semakin hebat
kosmetik itu menimbulkan reaksi negatif pada kulit (Trenggono dan Latifah, 2007),
karena itu yang terbaik adalah jika pH sediaan lotion disamakan dengan pH fisiologis
kulit, yaitu antara 4,5-6,5. Namun berdasarkan syarat SNI 1996, syarat mutu pH lotion
adalah antara 4,5-8. Dari hasil yang didapatkan pada penelitian ini, pH formula lotion
M/A yaitu 8,13, dimana hasil tersebut tidak sesuai dengan rentang pH fisiologis kulit
yaitu 4,5-6,5 dan sedikit lebih tinggi dibandingkan syarat yang telah ditetapkan oleh SNI
sebesar 1,3. Sehingga kemungkinan formula tersebut dapat menimbulkan reaksi sensitif
terhadap kulit. pH formula lotion A/M 4,92 dan menunjukkan bahwa formula lotion A/M
masih dalam rentang pH fisiologis kulit, sehingga tidak beresiko menimbulkan reaksi
negatif pada kulit. Hasil uji pH sediaan lotion setelah selesei dibuat dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji pH pada sediaan lotion setelah selesei dibuat
Formula pH Rata-rata
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
M/A 8,13 8,12 8,15 8,13

A/M 4,89 4,96 4,93 4,92

Hasil independent T-test diperoleh nilai signifikasi Sig.(2-tailled) = 0,000 dimana


< 0,01 yang artinya berbeda secara signifikan antara formula lotion M/A dengan formula
lotion A/M.
Viskositas
Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan suatu sediaan. Semakin
tinggi viskositas produk, maka laju pemisahan fase terdispersi dan fase pendispersi
semakin kecil. Hal ini menyebabkan produk semkain stabil (Suryani et al. 2000). Hasil
yang didapatkan pada penelitian ini yaitu formula lotion M/A memiliki viskositas rata-
rata sebesar 9873 centipoise, sedangkan untuk formula lotion A/M memiliki viskositas
rata-rata sebesar 13520 centipoise, dimana formula lotion A/M viskositasnya lebih besar
dibandingkan dengan formula lotion M/A. Dari hasil viskositas yang telah didapatkan
oleh kedua formula lotion M/A 9873 centipoise dan lotion A/M 13,520 centipoise yang
dapat dilihat pada tabel 3, dimana hasil viskositas dari kedua formula terdapat sedikit
perbedaan dikarenakan oleh faktor pengental dari kedua bahan, namun hasil tersebut
termasuk dalam rentang yang telah di tetapkan oleh SNI 1996 dimana syarat viskositas
lotion yang baik itu adalah 2,000-50,000 centipoise.
Tabel 3. Hasil Uji Viskositas
Formula Viskositas Rata-rata
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
M/A 9900 9880 9840 9873

A/M 13540 13500 13520 13520

Pada hasil independent T-tes diperoleh nilai signifikasi Sig.(2-tailled) = 0,000


dimana < 0,01 yang artinya berbeda secara signifikan antara kedua formula lotion M/A
dan A/M.
Daya sebar
Uji daya menyebar lotion dilakukan untuk mengetahui kualitas lotion yang dapat
menyebar pada kulit dan dengan cepat pula memberikan efek terapinya. Daya sebar
yang baik dapat menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voight, 1995). Dari
hasil yang diperoleh dari kedua formula lotion M/A dan A/M menunjukkan adanya
perbedaan daya sebar dari kedua formula tersebut. Hal itu diakibatkan adanya
perbedaan visikositas dari kedua formula, karena daya sebar berbanding terbalik dengan
visikositas.
Dari hasil uji daya sebar yang telah didapatkan dapat dilihat pada tabel 4,
formulasi lotion M/A memiliki rata-rata 5,425 cm, sedangkan untuk formulasi lotion A/M
5
memiliki rata-rata 5,083 cm. Menurut Garg et al., (2002) syarat daya sebar yang baik
pada sediaan semi solid adalah 5-7 cm. Pada hasil yang didapatkan pada penelitian ini
telah sesuai dengan syarat daya sebar yang baik yaitu 5,083 untuk sedian lotion A/M
dan 5,425 untuk sedian lotion M/A.
Tabel 4. Hasil Uji Daya Sebar
Formula Daya Sebar Rata-rata
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
M/A 5,175 cm 5,5 cm 5,6 cm 5,425 cm

A/M 5,05 cm 5,1 cm 5,1 cm 5,083 cm

Hasil dari independent T-test diperoleh nilai signifikasi Sig.(2-tailled) = 0,114


dimana > 0,01 yang artinya tidak berbeda secara signifikan pada formula lotion M/A dan
A/M.
Daya Lekat
Tabel 5. Hasil Uji Daya Lekat
Formula Daya Lekat (s) Rata-rata
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
M/A 2,77 2,43 2,20 2,46

A/M 5,19 5,03 4,70 4,97

Dari hasil yang telah didapatkan pada uji daya lekat, formula lotion M/A memiliki
waktu lekat 2,46 detik, sedangkan formula lotion A/M memiliki waktu lekat 4,97 detik.
Waktu daya lekat formulasi lotion A/M lebih lama dibandingkan dengan formula lotion
M/A, sehingga kemampuan melekatnya formula lotion A/M pada kulit juga semakin
lama. Hal tersebut dikarenakan viskositas dari formula A/M lebih besar dibandingkan
dengan formula lotion M/A, dimana daya lekat berbanding lurus dengan viskositas.
Semakin besar viskositas maka semakin lama pula waktu lekat sediaan pada kulit. Hasil
independent T-test diperoleh bahwa signifikasi Sig.(2-tailled) = 0,000 yang mana < 0,01
artinya berbeda secara signifikan pada kedua formula lotion M/A dan A/M.
Uji stabilitas (cycling test)
Uji ini merupakan uji stabilitas dipercepat yang dilakukan untuk mengetahui
kestabilan dari lotion minyak sawit murni pada saat penyimpanan. Produk yang tidak
stabil akan memiliki kecenderungan cepat rusak sehingga kehilangan fungsi dan
manfaatnya sehingga tidak akan disukai oleh konsumen. Sediaan yang stabil adalah
sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama penyimpanan dan
penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat
dibuat.
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptis dan Homogenitas Sebelum dan Sedudah Cycling
Test
Formula Warna Bau Konsis- Pemisah- Homogenitas
tensi an
B A B A B A B A B A

M/A Rep 1 Putih √ Khas √ √ √ √ √ Homogen √


M/A Rep 2 Putih √ Khas √ √ √ √ √ Homogen √
M/A Rep 3 Putih √ Khas √ √ √ √ √ Homogen √

A/M Rep 1 P. Gading √ Khas √ √ - √ - Homogen -


A/M Rep 2 P. Gading √ Khas √ √ - √ √ Homogen -
A/M Rep 3 P. Gading √ Khas √ √ - √ - Homogen -

6
Keterangan : B = Sebelum
A = Sesudah
√ = Putih dan putih gading, khas, kental seperti lotion, tidak memisah, dan homogen.
- = agak encer, terpisah, tidak homogen.
Hasil cycling test pada pada (tabel 6) menunjukkan uji organoleptis dan
homogenitas pada formula lotion A/M mengalami perubahan, dimana perubahan
tersebut terdapat pada bentuk dan homogenitas pada formula tersebut, sedangkan pada
formula lotion M/A tidak terjadi perubahan sebelum dan setelah dilakukannya cycling
test dan menandakan bahwa formula M/A bersifat stabil. Perubahan tersebut terjadi
karena adanya perubahan penyimpanan dari suhu rendah kesuhu tinggi, dimana
kondisi tersebut dapat mempengaruhi kestabilan dari lotion.
Tabel 7. Uji pH formula lotion M/A sebelum dan sesudah cycling test
Formula pH Rata-rata
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
B A
B A B A B A
M/A 8,13 7,89 8,12 7,75 8,15 8,01 8,13 7,88

A/M 4,89 4,53 4,96 4,80 4,93 4,77 4,92 4,70


Pada uji pH yang dilakukan setelah cycling test mengalami penurunan pH, dimana rata-
rata untuk pH formula lotion. Penurunan pH dapat terjadi akibat pengaruh perubahan suhu dan
CO₂, karena CO₂ bereaksi dengan air sehingga membentuk asam. Namun penurunan pH tidak
berpengaruh selagi dalam rentan 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Hasil independent T-test
diperoleh nilai signifikasi Sig.(2-tailled) = 0,000 dimana < 0,05 yang artinya berbeda secara
signifikan antara formula lotion M/A dengan formula lotion A/M setelah cycling test.
Tabel 8. Hasil uji daya sebar sebelum dan sesudah cycling test
Formula Daya Sebar (cm) Rata-rata
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
B A
B A B A B A
M/A 5,175 6,3 5,5 6,0 5,6 6,05 5,425 6,116

A/M 5,05 5,525 5,1 5,625 5,1 5,85 5,083 5,666

Pada penelitian uji daya sebar setelah dilakukannya cycling test, hasil yang
didapat menunjukkan bahwa terdapat penambahan diameter pada kedua formula.
Peningkatan daya sebar terjadi karena adanya perubahan suhu selama cycling test,
dimana pada saat akhir pengujian pada siklus ke-6, suhu penyimpanan yang digunakan
adalah suhu 40˚C sehingga menyebabkan sediaan lotion menjadi encer pada saat diuji.
Namun perubahan diameter daya sebar setelah cycling test tersebut masih dalam
rentang yang ditetapkan yaitu 5-7 cm sehingga formula lotion M/A dan A/M memenuhi
syarat daya sebar yang baik. Hasil dari independent T-test diperoleh nilai signifikasi Sig.
(2-tailled) = 0,028 dimana < 0,05 yang artinya berbeda secara signifikan hasil daya sebar
pada formula lotion M/A dan A/M setelah cycling test.
Tabel 9. Hasil uji daya lekat sebelum dan sesudah cycling test
Formula Daya Lekat (s) Rata-rata
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
B A
B A B A B A
M/A 2,77 1,41 2,43 1,35 2,20 1,30 2,46 1,35

A/M 5,19 2,33 5,03 1,93 4,70 1,50 4,97 1,92

7
Hasil uji daya lekat setelah cycling test terdapat penurunan waktu daya lekat.
Penurunan daya lekat tersebut karena konsistensi dari sediaan menjadi lebih encer
setelah dilakukannya cycling test dan akibat adanya pengaruh suhu selama cycling test
tersebut. Namun penurunan waktu daya lekat tersebut masih termasuk dalam waktu
daya lekat yang baik yaitu lebih dari 1 detik. Hasil independent T-test diperoleh bahwa
signifikasi Sig.(2-tailled) 0,079 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan signifikan daya
lekat pada kedua formula lotion M/A dan A/M setelah cycling test.
Uji iritasi
Pada uji iritasi ini dilakukan pada 10 orang panelis dimana dilakukan
penempelan bahan uji yang dipilih pada lengan atas, pada uji iritasi ini juga bisa
menggunakan lengan dan bagian punggung. Hasil uji iritasi dapat dilihat pada tabel 9
berikut.
Tabel 9. Hasil uji iritasi
Formula Sukarelawan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lotion M/A ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬

Lotion A/M ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬

Keterangan : ▬ = tidak terjadi iritasi


Pada hasil yang telah didpatkan, tidak terdapat iritasi terhadap sukarelawan,
dimana pada uji ini tidak terlihat adanya efek samping berupa kemerahan pada kulit,
gatal-gatal maupun bengkak pada kulit dari kedua formula, dimana pada formula lotion
M/A memiliki pH sedikit lebih tinggi yaitu 0,13 dari yang telah ditetapkan oleh SNI
namun pada uji iritasi ini tidak terjadi reaksi atau efek samping yang ditimbulkan. Hal
tersebut dapat dinyatakan bahwa kedua formula aman untuk digunakan.
Uji ALT
Dari hasil pengujian angka lempeng total pada formula lotion M/A didapatkan
total koloni sebesar 48, sedangkan untuk formula lotion A/M total koloninya sebesar 56.
Pada hasil angka lempeng total yang telah didapatkan, formula lotion A/M memiliki total
mikroba yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan formula lotion M/A. Namun
kedua lotion tersebut masih aman digunakan karena total mikroba yang didapatkan
pada kedua lotion masih masuk dalam rentang yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar
10².
Uji Hedonik
Hasil uji hedonik dapat dilihat pada histogram berikut.
Uji Kesukaan
4
3
2
1
0

Lotion M/A Lotion A/M

Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari segi bentuk tekstur dan kelembutan,
formula lotion M/A lebih banyak disukai oleh panelis dibandingkan dengan formula
lotion A/M karena pada formula lotion M/A memiliki warna yang lebih cerah
dibandingkan dengan formula lotion A/M, dan pada saat diaplikasikan kekulit formula
lotion M/A tidak lengket dan menjadikan kulit lebih lembut. Sehingga dari hasil yang
8
telah didapatkan, formula lotion M/A lebih banyak disukai oleh panelis dibandingkan
dengan formula lotion A/M untuk digunakan.
Uji Emolien (Kemampuan Sediaan Meningkatkan Kelembaban Kulit)
Hasil yang didapatkan pada uji emolien ini menunjukkan hasil yang berbeda
pada kedua formula lotion. Pada hasil yang didapatkan kedua formula menunjukkan
adanya peningkatan persentase kelembaban pada kulit setelah menggunakan kedua
lotion tersebut. Kelembaban kulit sebelum menggunakan lotion adalah 46,47%. Formula
lotion M/A menunjukkan rata-rata kelambaban yang didapatkan yaitu sebesar 58,58%,
sedangkan untuk formula lotion A/M rata-rata pengujian emolien yang didapatkan yaitu
sebesar 50,92%. Hasil rata-rata yang didapatkan pada uji emolien ini dapat dilihat pada
histogram berikut.

70 Sebelum
60 Sesudah (M/A)
Sesudah (A/M)
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa formula lotion M/A dan formula
lotion A/M dapat meningkatkan kelembaban pada kulit, dimana formula lotion M/A lebih
tinggi persentasi kelembaban yang dihasilkan dibandingkan dengan formula lotion A/M.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Minyak sawit murni dapat diformulasikan dalam sediaan lotion baik dengan basis
lotion M/A maupun A/M.
2. Formula yang memiliki sifat fisik terbaik adalah formula lotion dengan basis M/A
3. Minyak sawit murni memiliki pengaruh sebagai emolien

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada peneliti selanjutnya untuk
memformulasikan minyak sawit murni dalam bentuk sediaan kosmetik lain sebagai
emolien.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Standar Nasional Indonesia (SNI). Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Anonim. 2007. The Significance of Surface pH in Chronic Wounds. Wounds uk. 3
(3). Hal. 53.
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
Aulton, M.E. 2003. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Second Edition,
408, ELBS Fonded by British Goverment.

Balsam, M.S., Sagarin, E. 1972. Cosmetic Science and Technologi, Volume I, second
edition, Willey interscience. London Sydney-Toronto, New York.
Buchmann, S., 2001, ‘Main Cosmetic Vehicle’, in Paye, M., Barel, A.O., Maibach,
H.I., Handbook of Cosmetic Science and Technology, 2nd ed., Marcel Dekker,
9
Depkes RI. 1982. Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.Inc, New York, 151-153.
Dirjen Perkebunan. 2014. Outlook Komoditi Kelapa Sawit. Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian Sekretariat Jendral, Kementrian Pertanian, Jakarta.
Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Ditjen POM. 2011. Metode Analisis Kosmetik. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Garg, A., D. Aggarwal., S. Garg., and A.K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid
Formulation, Pharmaceutical Technology, USA.
Hamburg, 2013. Market Brief Kelapa Sawit dan Olahannya, Indonesian Trade Promotion
Center, Jerman.
Hartyana, T. S. 2014. Formulasi Sediaan Lipbalm Minyak Bunga Kenanga (Cananga Oil)
Sebagai Emolien. Jurnal Farmasi. 33-39.
Jufri, M, Anwar E, Utami PM. 2006. Uji Stabilitas Sediaan Mikroemulsi Menggunakan
Hidrolisat Pati (DE 35-40) Sebagai Stabilizer, Majalah Ilmu Kefarmasian, 03 (01)
8-21.

Mitzui, T. 1997. The Cosmetic Science. Elsevier Scienc B. V. p. 55 61. Amsterdam.


Novianti, Tri. 2008. Pengaruh Formulasi Sediaan Lotion Terhadap Efektifitas Minyak
Buah Merah Sebagai Tabir Surya Dibandingkan Dengan Sediaan Tabir Surya
Yang Mengandung Antioksidan. Skripsi. FMIPA Departemen Farmasi Universitas
Indonesia. Depok.
Rieger, M.M. 2000. Harry’s Cosmeticology 8^th edition. Chemical Publishing Co., Inc.,
New York ; 20-36, 118, 247-251, 359-428.
Suryani, A., Sailah dan H. Eliza. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Trenggono RI, dan Latifah F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengantar Kosmetik. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Umum.
Voight, R. 1994. Buku Pengantar Teknologi Farmasi. Universitas Gaja Mada Press.
Yogyakarta.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh Soendani N. S.
UGM Press. Yogyakarta.
Zulkarnain, A. Susanti, M., dan Lathif, A. 2013. Stabilitas Fisik Sediaan Lotion O/W dan
W/O Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Tabir Surya Dan Uji Iritasi Primer
Pada Kelinci. Jurnal Farmasi Indonesia. 18(3) : 141-150.

10

Anda mungkin juga menyukai