Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID DAN SEMI

SOLID

PRAKTIKUM III

“PEMBUATAN SUSPENSI”

INSTRUKTUR :

Apt. DANANG YULIANTO, S.Far., M.Kes

DISUSUN OLEH :

NURMALIA 34190298
A/DF/III
A2 – 4

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID DAN SEMI


SOLID

PRODI DIII FARMASI STIKES SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengenal cara, pembuatan dan evaluasi bentuk sediaan suspensi
II. DASAR TEOR
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut,
misal terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Larutan merupakan sediaan cair yang mengandung bahan kimia
terlarut, sebagai pelarut digunakan air suling, kecuali dinyatakan lain.Larutan terjadi
apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka zat padat tadi terbagi
secara molekuler dalam cairan tersebut. Karena molekul-molekul dalam larutan
terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya
memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik, jika larutan
diencerkan atau dicampur
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan
seperti tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti
suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang harus dikonstitusikan terlebih
dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. Suspensi adalah sediaan
yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam
cairan pembawa. Zat yang trdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila
digojok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Suspensi adalah
sistem heterogen dari 2 fase. Fase kontinyu atau eksternal biasanya berupa cairan atau
semipadat dan fase terdispersi atau internal terdiri dari bahan partikulat yang tidak larut
tetapi terdispersi dalam fase kontinyu, bahan tidak larut dapat ditujukan untuk absorbsi
fisiologis atau fungsi penyalutan internal atau eksternal. Suspensi adalah proses
penyiapan bahan homogen yang terdiri dari fase terdispersi atau fase internal yaitu
padatan dan fase kontinyu yaitu cairan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
1. Ukuran partikel
Semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam
volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya
tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel.

2. Kekentalan (viskositas)
Dengan menambah viscositas cairan maka gerakan turun dari partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi
tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Syamsuni,
2006).
3. Jumlah partikel (konsentrasi)
Makin besar konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi endapan
partikel dalam waktu yang singkat.
4. Sifat / muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari babarapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya.

Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut :


1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke
dalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu
diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan
serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau
kontaminan serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara sehingga
sukar dibasahi tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat terdispersi
dengan medium. Jika sudut kontak ±90o, serbuk akan mengambang di atas
cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk
menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat dengan cairan
tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.
2. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik
yang hendak dicampur dengaan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan
zat ini kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga
akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan
organik tersebut adalah etanol, propilen glikol, dan polietilenglikol.

III. ALAT DAN BAHAN


Bahan yang digunkana :
1. Sulfadiazine
2. Sulfamerazina
3. Sulfaldimidina
4. Asam sitrat
5. CMC – Na
6. NaOH

Alat yang digunakan :


1. Mortir dan stamper
2. Gelas ukur
3. Gelas beker
4. Batang pengaduk
5. Sendok tanduk
6. Pipet tetes
7. Timbangan digital
8. Kompor listrik
9. Botol putih

IV. FORMULA DAN PERHITUNGAN BAHAN


Formula :
Tiap 5 ml mengandung :
R / Sulfadiazina 167 mg
Sulfamerazina 167 mg
Suladimidina 167 mg
Asam sitrat 200 mg
CMC-Na 50 mg
NaOH 100 mg
Syr. Simpleks 1,5 mg
Aquades ad 5 ml
Tiap formula buat sebanyak 100 ml

Perhitungan Bahan
1. Sulfadiazina = 167 mg x 20 = 3,34 g
2. Sulfamerazina = 167 mg x 20 = 3,34 g
3. Suladimidina = 167 mg x 20 = 3,34 g
4. Asam sitrat = 200 mg x 20 = 2,4 g
5. CMC-Na = 50 mg x 20 = 1 g
6. NaOH = 100 mg x 20 = 2 g
7. Syr. Simpleks = 1,5 mg x 20 = 0,03 g
8. Aquades ad = 5 ml x 20 = 100 ml

V. CARA KERJA
1. Cara Prersipitasi
Siapkan alat dan bahan yang digunakan

CMC-Na dikembangkan selama 15 menit dalam beaker glass (campuran 1)

Campur ketiga sulfa di dalam mortir

Larutakn NaOH pada sebagian air, kemudian tambahkan pada campuran ketiga sulfa
aduk ad homogen (campuran II)

Tambahkan campuran II kedalam campuran I sedikit demi sedikit aduk ad homogen

Tambahkan sirup simplek gerus ad homogen

Tambahkan asam sitrat ke dalam campuran tersebut

Masukkan ke dalam botol yang telah dikalibrasi lalu tambahkan air ad 100 ml

2. Cara Dispersi
Siapkan alat dan bahan yang digunakan

Kembangkan CMC-Na dalam air panas yang tersedia sekitar 15 ml (selama 15


menit) (campuran I)

Tambahkan sirup simplek ke dalam campuran I aduk ad homogen

Campur ketiga sulfa dalam mortir

Tambahkan sedikit demi sedikit dalam campuran I aduk ad homogen

Tambahkan larutan asam sitrat dan larutan NaOH sedikit demi sedikit aduk ad
homogen

Masukkan ke dalam botol yang sudah ditara dan tambahkan aquades ad 100 ml
sampai batas kalibrasi

VI. HASIL PRAKTIKUM


Bobot Sediaan = 100 ml
Warna = putih
Tinggi awal suspensi (Ho) = 6,2 cm
Tinggi endapan (Hu) = 1 cm

Rumus mencari volume endapan :


F = Hu / Ho
F = 1 cm / 6,2 cm
F= 0,16 cm
VII. PEMBAHASAN
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan
seperti tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti
suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang harus dikonstitusikan terlebih
dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi stabilitas suspensi, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta
daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel
merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar
luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier.Artinya
semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya. Ukuran
partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser,
colloid mill dan mortir.Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan
penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut.Bahan-bahan
pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi),
umumnya besifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid)
b. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut,
makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
c. Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan
antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari
zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar
kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
d. Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran
bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi
interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam
cairan tersebut.Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita
tidak dapat mempengruhi.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan suspensi dengan metode dispersi yaitu
dengan cara membuat mucilago dari bahan CMC-Na setelah terbnentuk mucilago
ditambahkan sirup simplex kemudian diaduk sampai homogen lalu menambahkan serbuk
bahan obat ketiga sulfa ke dalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian masukkan
larutan asam sitrat dan larutan NaOH secara sedikit demi sedikit sambil di aduk konstan
setelah terbentuk massa yang baik kemudia masukan ke dalam botol lalu diencerkan
dengan aquades sampai batas kalibrasi botol yang digunakan. Perlu diketahui bahwa
kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam pembawa.
Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan serbuk. Serbuk yang sangat
halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi tergantung pada besarnya sudut
kontak antara zat terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak ±90 o, serbuk akan
mengambang di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob.
Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat dengan cairan tersebut
perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent. Serbuk yang digunakan adalah
serbuk tri sulfa sebagai bahan aktif dan sirupus simplex sebagai bahan tambahan
(pemanis), sedangkan untuk pembuatan musilago digunakan CMC-Na yang merupakan
bahan suspensator sintetis dari derivat selulosa.
Pembuatan suspensi dilakukan dengan dua cara, cara kedua yaitu dengan meode
presipitasi yang dilakukan dengan cara mengembangkan CMC-Na hingga menjadi
mucilago setelah itu haluskan ketiga sulfa yang telah digerus ke dalam mortir, kemudian
gerus ad homogen. Setelah itu larutkan NaOH dengan sebagain air kemudian
ditambahkan kedalam ketiga sulfa aduk ad larut. Selah larut masukkan campuran tersebut
kedalam mortir yang terdapat mocilago yang telah dibuat sebelumunya, kemudain
tambahkan sirup simpleks lalu diaduk ad homogen kemudian tambahkan asam sitrat
kedalam campuran tersebut kemudian masukk kedalam botol lalu ditambahkan air sesuai
dengan batas kalibrasi botol yang digunakan.
Dari kedua metode pembuatan tersebut terdapat perlakuan yang berbeda, yaitu pada
metode pertama yaitu metode disperse serbuk tidak dibasahkan dengan larutan NaOH
sedangkan di metode kedua yaitu praepitasi serbuk di basahkan dengan larutan NaOH
baru kemudian di campurkan kedalam mucilago. Hasil dari pembuatan suspensi dengan
kedua metode ini memiliki tinggi suspensi yang sama kemudain setelah 3 hari terdapat
endapat dengan tinggi endapan masing – masing botol yaitu 1 cm pengendapatnnya.
Sehingga didapatkan volume endapan suspensi yaitu 0,16 cm.
Dapat dilihat meskipun cara pembuatan yang berbeda namun hasil yang dapatkan
tetap sama karena formula yang digunakan sama, jadi jika ingin membuat suspensi
dengan metode berbeda namun formulasi sama maka hasil yang didapatkan pun tetap
sama. Diperkirakan derajat flokulasi dari suspensi yang telah dibuat lebih dari 1 karena
selama 3 hari pembuatan suspensi mengalami pengendapan,bahan yang mengendap ini
dari bahan tris sulfa yang berbentuk serbuk dar bahan – bahan lainya.
Keuntugan sediaan suspensi antara lain sebagai berikut :
a. Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat
terlepasnya obat.
b. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.
c. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan,
karena rasa obat yang tergantung kelarutannya.
Kerugian bentuk suspensi antara lain sebagai berikut :
a. Rasa obat dalam larutan lebih jelas.
b. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres,
tablet, dan kapsul.
c. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar
kandungan dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator.

VIII. KESIMPULAN
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut,
misal terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata,
maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan
keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik, jika larutan diencerkan atau
dicampur.
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang trdispersi harus halus, tidak
boleh cepat mengendap, dan bila digojok perlahan-lahan, endapan harus segera
terdispersi kembali.
Dari kedua metode pembuatan tersebut terdapat perlakuan yang berbeda, yaitu pada
metode pertama yaitu metode disperse serbuk tidak dibasahkan dengan larutan NaOH
sedangkan di metode kedua yaitu praepitasi serbuk di basahkan dengan larutan NaOH
baru kemudian di campurkan kedalam mucilago. Hasil dari pembuatan suspensi dengan
kedua metode ini memiliki tinggi suspensi yang sama kemudain setelah 3 hari terdapat
endapat dengan tinggi endapan masing – masing botol yaitu 1 cm pengendapatnnya.
Sehingga didapatkan volume endapan suspensi yaitu 0,16 cm.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Agoestia, N. (2012, Januari 29). Alat-Alat Laboratorium. Dipetik Januari 19, 2016, dari
Blogspot: http://agoestiianeny.blogspot.co.id/
Anief, M. (1997). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Departemen Negara Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta.
Departemen Negara Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Keempat.
Jakarta.
kurniawati, dwi. 2020. Buku petunjuk praktikum sediaan liquid dan semi solid.
yogyakarta : Stikes Sruya Global

L. Lachman,A. L. Herbert, & L. K. Joseph . (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sinko, P. J. (2011). Martin Farmasi Fisika Dan Ilmu Farmasetika Edisi 5. Jakarta: EGC.
Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

X. LAMPIRAN
Metode praepitasi metode dispersi

Anda mungkin juga menyukai