Oleh:
UNIVERSITAS MA CHUNG
1. PENDAHULUAN
Pembuatan suspensi didasarkan pada pasien yang sukar menerima tablet atau kapsul, terutama
bagi anak-anak dan lansia, dapat menutupi rasa obat yang tidak enak atau pahit yang sering kita
jumpai pada bentuk sediaan tablet, dan obat dalam bentuk sediaan suspensi lebih mudah
diabsorpsi daripada tablet/kapsul dikarenakan luas permukaan kontak antara zat aktif dan saluran
cerna meningkat. Oleh karena itu dibuatlah sediaan suspensi. Salah satu masalah yang dihadapi
dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga
homogenitas dari partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi. Penggunaan dalam bentuk suspensi bila dibandingkan dengan lanıtan sangatlah efisien
sebab suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Akan tetapi sediaan suspensi juga memiliki beberapa kekurangan sebagai bentuk sediaan adalah
pada penyimpanan, memungkinkan terjadinya perubahan sistem dispersi (cacking, flokulasi,
deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi atau perubahan temperatur. Sasaran utama dalam
sediaan berbentuk suspensi adalah memperlambat kecepatan sedimentasi dan membuat partikel
yang telah tersedimentasi bisa disuspensi dengan baik. Dengan kata lain, bahan-bahan obat yang
tidak dapat larut dapat dibuat dalam bentuk suspensi. Karena itu sangatlah penting untuk
mengetahui dan mempelajari pembuatan sediaan dalam bentuk suspensi yang sesuai dengan
persyaratan suspensi yang ideal ataupun stabil.
2. Tinjauan Pustaka
Suspensi menurut Farmakope Indonesia edisi V, Suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Dapat didefinisikan
juga suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen
yang terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semi
padat, dan fase terdispersi atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada
dasarnya tidak larut, Dengan kata lain, suspensi merupakan campuran yang masih dapat
dibedakan antara pelarut (pendispersi) dan zat yang dilarutkan (terdispersi).tetapi terdispersi
seluruhnya dalam fase kontinu.
Cara Mengerjakan Obat dalam Suspensi Metode Pembuatan Suspensi Suspensi dapat
dibuat secara :
a. Metode Dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah terbentuk
kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang kesukaran pada saat
mendispersi serbuk dalam Vehicle, hal tersebut karena adanya udara, lemak atau
kontaminasi pada serbuk.
b. Metode presipitasi
Zat yang hendak didispresi dilarutkan dahulu dalam pelarut organic yang hendak
dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organic diencerkan dalam larutan
pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan
pensuspensi dalam air. Cairan organic tersebut adalah : etanol, propelinglikol, dan
polietilenglikol
Stabilitas suspensi
Stabilitas suspensi didefinisikan sebagai kondisi dimna partikel tidak mengalami agregasi
dan tetap terdistribusi merata. Jika partik.el mengendap, partikel tersebut akan mudah
tersuspensi kembali dengan digojok rinngan. Partikel yang mengendap kemungkinan akan
dapat saling melekat untuk membentuk agregasi dan selanjutnya membentuk compact cake
yang disebut dengan caking. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi:
(Drs.H.A.Syamsuni,Apt).
1. Ukuran partikel
hubungan amtarra ukuran partikel merupakan perbandigan terbalik dengan luas
penampangnya. Artinya semakin kecil ukuran partikel akan semakin besar luas
penampangnya. Sedangkan semaki besar luas penampang partikel daya tekan keatas
caira aka semakin besar dan akan memperlambat gerakan partikel untuk mengendap,
hal ini dapat dilakukan dengan cara memmperkecil ukuran partikel.
2. Kekentalan (viskositas)
kekentalan suatu cairan akan mempengaruhi kecepatan aliran cairan tersebut, semakin
kental suatu cairan, kecepatan aliran akan semakin kecil.
3. Jumlah partikel (konsentrasi)
dalam sedian suspensi jika jumah konsentrasi partikel dalam lauran semakin bannyak
akan lebih berpotensi untuk terjadinya benturan dan akan menyebabkan pengendapan
dalam waktu yang singkat, hal ini terjadi karena partikel tidak bisa bergerak bebas
sehingga bisa dengan mudah terjadi penempelan antar perikel.
Volumen sedimentasi
perbandingan antara volumen sedimentasi akhir (Vu) terhadap volumen mula-mula
Vu
suspensi (Vo) sebelum mengendap. F=
Vo
Derajat flokulasi
perbandingan antara volumen sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap
Vu
folume sedimen akhir suspensi deflokuasi (Voc). Derajat flokulasi=
Voc
Metode Rheologi
berhunungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menentukan
perilaku pengendapan, mengatur pembawa dan susunan partikel untuk tujuan
perbandigan.
Perubahan ukuran partikel
menggunakan cara freeze-thaw cycling, yaitu temperatur diturunnkan sampai titik
beku lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar
tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat kristal (Ilmu Resep
Drs.H.A.Syamsuni,Apt. Hal.136,145)
3. Alat dan Bahan
Alat :Alat volumetri.
Bahan : Ibuprofen, Asam Sitrat, CMC Na, Metil Paraben, NaOH, Sirup Simpleks,
Etanol, Aquadest
4. Metodologi
Cara percobaan mengenal cara pembuatan suspensi
Formula :
R/ Ibuprofen 500 mg
Asam sitrat 200 mg
CMC-Na 50 mg
Metil paraben 5 mg
NaOH 100 mg
Sirup simpleks 1,5 mg
Etanol 50 µl
Aqua ad 5 ml
a. Cara praesipitasi
CMC-Na disuspensikan dalam air panas, distirer dengan kecepatan
120 rpm. Tambahkan air dingin dan didinginkan sampai temperature
kamar (25oC). Stirrer selama 60 menit atau hingga terbentuk larutan
yang jernih.
Tempatkan suspensi dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk
pengamatan.
b. Cara disperse
CMC-Na disuspensikan dalam air panas, distirer dengan kecepatan 120 rpm.
Tambahkan air dingin dan dinginkan sampai temperatur kamar (25oC). Stirrer
selama 60 menit atau hingga terbentuk larutan yang jernih
1. Volume sedimentasi
2. Diameter rata-rata partikel (minimal 20 partikel) dengan mikroskop.
DISKUSI
1. Jelaskan apa perbedaan pembuatan suspensi dengan cara dispersi dan presipitasi!
Jawab:
Suspensi dapat di buat dengan menggunakan 2 metode, yaitu :
1. Metode Dispersi
2. Metode Presipitasi ( Pengendapan ) , metode ini di bagi lagi menjadi 3 macam , yaitu :
· Presipitasi dengan pelarut organik
· Presipitasi dengan perubahan pH dari media
· Presipitasi dengan dokomposisi rangkap
1. Metode Dispersi
Serbuk yang terbagi halus, didispersi didalam cairan pembawa. Umumnya sebagai cairan
pembawa adalah air. Dalam formulasi suspensi yang penting adalah partikel – partikel harus
terdispersi betul di dalam air, mendispersi serbuk yang tidak larut dalam air, kadang –
kadang sukar. Hal ini di sebabkan karena adanya udara, lemak dan lain – lain kontaminan
pada permukaan serbuk . ( Farmasetika , 165 )
2. Metode Presipitasi
Dengan pelarut organik dilakukan dengan zat yang tidak larut dalam air,dilarutkan dulu
dalam pelarut organik yang dapat dicampur dengan air, lalu ditambahkan air suling dengan
kondisi tertentu. Pelarut organik yang digunakan adalah etanol, methanol, propilenglikol
dan gliserin. Yang perlu diperhatikan dengan metode ini adalah control ukuran partikel,
yaitu terjadinya bentuk polimorf atau hidrat dari kristal. ( Farmasetika , 165 )
- Makin kecil ukuran partikel yang dimiliki maka makin besar laus penampangnya dan
daya tekan keatas semakin besar sehingga memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap
- Makin besar ukuran partikel yang dimiliki maka makin kecil luas penampangnya dan
daya tekan keatas semakin kecil sehingga mempercepat gerakan partikel untuk
mengendap
- Jadi, untuk memperlambat laju pengendapan dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel dengan menggunakan mixer, homogenizer, colloid mill, dan mortir.
5. Jelaskan pengaruh bentuk kristal dan bentuk polimorf terhadap kestabilan suspensi!
Jawab:
Daftar Pustaka
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta. 29 – 31
Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan : Jakarta