Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN 2


MODUL I
SUSPENSI

Kelompok C-2
Anggota :
Annisa Diyan M. (K100130059)

Rachma Anaatu C. (K100130060)

Anna Amalia T. (K100130061)

Putik Mayangsari P. (K100130062)

Mardi Putri R. (K100130063)

Korektor : Ryan Eko H.

LABORATORIUM TEKNOLOGI & FORMULASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
MODUL I

SUSPENSI

A. TUJUAN
Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi sediaan
suspensi dan melakukan kontrol kualitas (evaluasi) sediaan suspensi meliputi:
menghitung derajat flokulasi, perbedaan metode pembuatan suspensi dan
pengaruh tipe alat terhadap stabilitas suspensi.

B. DASAR TEORI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair.
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang
sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral.
(Syamsuni, 2006)
Rute pemberi obat melalui oral merupakan cara pemberian yang umum
dilakukan, dimana selama satu dekade formulasi liquid sangat disarankan untuk
penggunaan pada pasien pediatric dan geriatric karena flexibilitasnya yang
meliputi dosis yang besar, keamanan, dan kenyamanyan pemberian.
Suspensi memiliki kelebihan dalam hal disintegrasi dan kelarutan yang
lebih baik dibandingkan sediaan tablet. Umumnya suspensi yang tersedia di
pasaran antara lain: antibiotik, antasida dan analgesik. Sebagian besar obat yang
diformulasi dalam bentuk suspensi oral telah diperkenalkan di pasaran, untuk
menanggulangi masalah pengenceran yang kurang tepat, terkait dengan kekeliruan
ketika pelabelan.
(Ahmed,2010)

Ada sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi:


1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap
secaralambat dan harus rata kembali bila dikocok.
2. Zat yang tersuspensi (disuspensikan) tidak boleh cepat mengendap.
3. Partikel-partikel tersebut walaupun mengendap pada dasar wadahtidak
boleh membentuk suatu gumpalan padattapi harus dengancepat
terdispersi kembali menjadi suatu campuran homogen bilawadahnya
dikocok.
4. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuranpartikel
dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama
padapenyimpanan.
5. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
(Ansel, 2005)
Sistem pembentukan suspensi
Sistem flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap
dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
Sistem deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk
sedimen, akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar
tersuspensi kembali.
Formulasi suspensi
Untuk membuat suspensi stabil secara fisik ada dua cara, yaitu:
1. Penggunaan structured vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi
dalam suspensi. Structured vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti
tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun
cepat terjadi pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah
disuspensikan kembali.
(Syamsuni, 2006)
Evaluasi stabilitas fisik
1. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau, warna, dan
rasa.
2. Massa jenis
Piknometer kosong yang bersih ditimbang (a). kemudian aquadest
dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang beratnya (b).
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Suspensi dimasukkan ke
dalam piknometer, kemudian ditimbang beratnya (c). Massa jenis
suspensi ditentukan menggunakan persamaan.
ca
= x
ba
3. Distribusi ukuran partikel
4. Viskositas
5. Volume sedimentasi
Volume sedimentasi dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan.
Vu
F=
Vo
6. Redispersi
Uji redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi selesai
dilakukan. Tabung reaksi berisi suspensi yang telah dievaluasi volume
sedimentasinya diputar 180 derajat dan dibalikan ke posisi semula.
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna
dan diberi nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada sampel
yang sama, maka akan menurunkan nilai redispersi sebesar 5%.
7. Pengukuran pH
(Emilia dkk, 2013)

C. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan:

1. Alat volumetric 1. Sulfadiazina


2. Mixer 2. Sulfamerazina
3. Tabung reaksi 3. Sulfadimidina
4. Mortir dan stamper 4. Asam sitrat
5. Bekker glass 5. CMC-Na
6. Batang pengaduk 6. Metil paraben
7. Mikroskop 7. NaOH
8. Objek glass 8. Gula
9. Etanol
10. Sodium lauril sulfat (SLS)
11. AlCl3
12. Akuadest

D. PERHITUNGAN BAHAN
1. Menghitung derajat flokulasi

Formula A B C D E

Sulfadiazina 6g 6g 6g 6g 6g
SLS 60 mg 60 mg 60 mg 60 mg 60 mg
AlCl3 - 6 mg 12 mg 18 mg 30 mg
Akuadest ad 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL

2. Sirup simpleks 65% b/v


Gula sukrosa: 65 g
Aquadest ad 100 mL

3. Mengenal metode pembuatan suspensi

Tiap 5 mL ad 300 mL

R/ Sulfadiazina 167 mg R/ Sulfadiazina 10,02 g


Sulfamerazina 167 mg Sulfamerazina 10,02 g
Sulfadimidina 167 mg Sulfadimidina 10,02 g
Asam sitrat 200 mg Asam sitrat 12 g
Na-CMC 25 mg Na-CMC 1,5 g
Metil paraben 5 mg Metil paraben 300 mg
NaOH 100 mg NaOH 6g
Sirup simpleks 1,5 mL Sirup simpleks 90 mL
Etanol 50 L Etanol 3 mL
Akuadest ad 5 mL Akuadest ad 300 mL

E. CARA KERJA SKEMATIS


1. Menghitung derajat flukolasi
Dibuat dispersi sulfadiazina dengan formula sebagai berikut:

Formula A B C D E

Sulfadiazina 6g 6g 6g 6g 6g
SLS 60 mg 60 mg 60 mg 60 mg 60 mg
AlCl3 - 6 mg 12 mg 18 mg 30 mg
Akuadest ad 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL 60 mL

Cara pembuatan:
Dilarutkan SLS ke dalam sebagian aquadest.

Serbuk sulfadiazina didispersikan dalam larutan yang mengandung
SLS, diaduk sampai semua serbuk terbasahi, jika perlu ditambahkan
sedikit akuadest.

Ditambahkan larutan AlCl3 secara seksama pada formula-formula B,
C, D, E. Diaduk sampai homogen dan terjadi suatu dispersi
terflokulasi.

Dispersi kemudian dituang ke dalam tabung reaksi berskala (sekitar
10-12 mL), ditambah akuadest sampai 60 mL, digojok homogen.

Ditempatkan tabung dalam rak. Dicatat tinggi pengenapan pada waktu
tertentu: 0, 5, 10,15, 20, 25, 30, 60 menit. Diamati pula supernatannya.

Ditentukan suspensi yang deflokulasi dan suspensi yang terflokulasi
serta dibuat grafik waktu vs harga F untuk kelima formula tersebut.

Dihitung derajat flokulasi suspensi denga rumus.

2. Mengenal metode pembuatan suspensi


a. Cara presipitasi
Dicampur ketiga sulfa sampai homogen dalam mortir.

Dibuat gel Na-CMC dengan cara menambahkan sedikit air panas
diaduk sampai mengembang semua kemudian ditambahkan sisa air
sampai terbentuk gel Na-CMC yang jernih dan homogen.

Dilarutkan NaOH dalam sebagian air (pastikan semua NaOH sudah
larut).

Ditambahkan larutan NaOH ke dalam campuran sulfa sambil
diaduk sampai terbentuk larutan jernih dan homogen.

Ditambahkan secara bertahap gel Na-CMC ke dalam campuran
diaduk sampai homogen, lalu ditambahkan sirup simpleks.

Ditambahkan metil paraben yang telah dilarutkan dalam etanol.

Sambil diaduk, ditambahkan larutan asam sitrat ke dalam
campuran.

Ditambahkan air hingga volume akhir 300 mL.

Ditempatkan suspensi dalam tabung reaksi yang telah diberi skala
untuk pengamatan.

b. Cara dispersi
Dicampur ketiga sulfa sampai homogen dalam mortir.

Dibuat gel Na-CMC dengan cara menambahkan sedikit air panas
diaduk sampai mengembang semua kemudian ditambahkan sisa air
sampai terbentuk gel Na-CMC yang jernih dan homogen.

Ditambahkan larutan Na-CMC sedikit demi sedikit ke dalam
campuran sulfa sambil diaduk hingga homogen.

Ditambahkan larutan metil paraben, sirup simpleks, larutan asam
sitrat dan larutan NaOH diaduk sampai homogen.

Ditambahkan air hingga volume akhir 300 mL.

Ditempatkan suspensi dalam tabung reaksi yang telah diberi skala
untuk pengamatan.

c. Evaluasi suspensi
1) Organoleptis (warna, bau, rasa)
2) Volume sedimentasi, dihitung endapan atau tinggi
supernatannya.
3) Diameter partikel
Diamati diameter rata-rata partikel dengan sebanyak 500
partikel, dengan menggunakan metode mikroskopik dengan
alat mikromiretik, dibuat range pengukuran ke dalam beberapa
ukuran, misal 1-10 m, 10-20 m, dst.
4) Digambarkan bentuk kristal partikel suspensi, dibandingkan
bentuk dan ukuran dari kedua metode pembuatan tersebut.
5) Pengamatan dilakukan pada hari ke: 0, 1, 2, dan 3 dan
dibandingkan hasil yang diperoleh dari cara presipitasi dan
cara dispersi.
6) Redispersibilitas
Suspensi yang dibuat dengan cara presipitasi dan dispersi
dimasukkan dalam tabung kemudian diletakkan pada alat uji,
diputar 3600 pada 20 rpm sampai semua endapan suspensi
terdispersi kembali. Dicatat waktu yang diperlukan untuk
semua endapan terdispersi kembali. Diulangi sebanyak 3 kali.
Dilakukan percobaan pada hari ke 1 dan 3. Dibandingkan
keduanya.
7) Diukur viskositas dengan viskosimeter yang sesuai.
8) Diukur pH dengan pH meter.

F. PEMBAHASAN CARA KERJA


Pembuatan suspensi pada praktikum ini menggunakan metode
presipitasi dan dispersi. Metode dispersi meliputi penambahan serbuk obat
ke dalam muchilago yang kemudian baru diencerkan. Sedangkan metode
presipitasi meliputi serbuk obat yang hendak didispersikan, terlebih dahulu
dilarutkan ke dalam pelarut organik yang kemudian akan dicampur dengan
air.Metode presipitasi, penambahan NaOH dilakukan sebelum
pencampuran Trisulfa dengan CMC-Na, sedangkan penampuran NaOH
pada metode dispersi dilakukan pada langkah akhir. Evaluasi suspensi
yang dilakukan salah satunya yaitu redispersibilitas yang dilakukan
dengan cara mencatat waktu yang diperlukan suspensi (baik dengan
metode presipitasi maupun dispersi) untuk terdispersi kembali. Suspensi
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian diletakkan pada alat uji dan
diputar 3600 pada 20 rpm sampai semua endapan suspensi kembali
terdispersi. Fungsi masing-masing bahan dalam formula tersebut
diantaranya, sulfadiazine, sulfamerazine dan sulfadimidin (Trisulfa)
merupakan zat aktif yang berkhasiat sebagai antibiotik. Asam sitrat
berkontribusi sebagai acidifier yang menjaga pH dan stabilitas suspense.
Metil paraben digunakan sebagai pengawet untuk mencegah pertumbuhan
mikroba pada suspensi. Fungsi ditambahkannya NaOH yatu sebagai zat
yang dapat mereduksi ukuran partikel. Corrigen saporis dalam formula ini
digunakan sirupus simplex guna memperbaiki rasa pada suspensi.
Penambahan AlCl3 (flocculating agent) pada pembuatan suspensi
Sulfadiazin akan mempengaruhi endapan yang terbentuk, dimana semakin
banyak AlCl3 yang ditambahkan, akan semakin banyak pula endapan yang
tebentuk. SLS (Sodium Lauril Sulfat) dalam hal ini berguna sebagai agen
pembasah sedangkan CMC-Na sebagai agen pensuspensi yang akan
memodifikasi viskositas dan menstabilkan zat (yang tidak dalam medium
dispers).

G. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


1. Menghitung derajat flokulasi ()
Tinggi suspensi awal (Ho) = 12 cm

Waktu Tinggi endapan (Hu) untuk Formula (cm)


(menit
A B C D E
)

0 12 12 12 12 12

5 11,5 11,6 11,5 11,5 11,5

10 11,3 11,3 10,5 11,2 11,5

15 11,2 11,2 10 11,1 11,2

20 11,1 11,2 9,5 11 11

25 11 11 9 10,8 11

30 11 10,8 8,3 10,5 10,9

60 10,7 10 6,7 10 10,5

- 1,07 1,60 1,07 1,02

Ho
F=
Hu
a. Formula A

Menit ke- Ho (cm) Hu (cm) F

0 12 12 1

5 12 11,5 1,04

10 12 11,3 1,06

15 12 11,2 1,07

20 12 11,1 1,08

25 12 11 1,09

30 12 11 1,09

60 12 10,7 1,12

b. Formula B

Menit ke- Ho (cm) Hu (cm) F

0 12 12 1

5 12 11,6 1,03

10 12 11,3 1,06

15 12 11,2 1,07

20 12 11,2 1,07

25 12 11 1,09

30 12 10,8 1,11

60 12 10 1,20
c. Formula C

Menit ke- Ho (cm) Hu (cm) F

0 12 12 1

5 12 11,5 1,04

10 12 10,5 1,14

15 12 10 1,20

20 12 9,5 1,26

25 12 9 1,33

30 12 8,3 1,45

60 12 6,7 1,79

d. Formula D

Menit ke- Ho (cm) Hu (cm) F

0 12 12 1

5 12 11,5 1.04

10 12 11,2 1,07

15 12 11,1 1,08

20 12 11 1,09

25 12 10,8 1,11

30 12 10,5 1,14

60 12 10 1,20
e. Formula E

Menit ke- Ho (cm) Hu (cm) F

0 12 12 1

5 12 11,5 1,04

10 12 11,5 1,04

15 12 11,2 1,07

20 12 11 1,09

25 12 11 1,09

30 12 10,9 1,10

60 12 10,5 1,14

F padat 60 menit
=
F pada deflokulasi

Formula F60 F0

A 1,12 1,12 1

B 1,20 1,12 1,07

C 1,79 1,12 1,60

D 1,20 1,12 1,07

E 1,14 1,12 1,02

Grafik F vs T (menit)
grafik F vs t
2

1.5 Formula A
Formula B
1 Formula C
F
Formula D
0.5 Formula E

0
0 10 20 30 40 50 60 70

t (menit)

2. Mengetahui cara pembuatan dan evaluasi suspensi


a. Volume sedimentasi
Tinggi suspensi awal (Ho) = 12 cm

Tinggi endapan (cm)


Hari ke
Presipitasi Dispersi

0 12 12

1 10,5 12

2 10,5 12

3 8,5 12

b. Diameter partikel
Hasil Kalibrasi skala okuler: Satu (1) skala okuler = 10 skala
objektif (catatan: 1 skala objektif = 0,01 mm), Jadi 1 skala okuler
= 0,1 mm = 100 m.

Partikel Diameter partikel (m)

Presipitasi Dispersi
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3

0-10
1. 90 109 65 140 225 227
m

11-20
2. 80 90 65 122 59 113
m

21-30
3. 70 52 74 93 87 60
m

31-40
4. 65 70 79 85 86 43
m

41-50
5. 60 67 63 53 25 37
m

51-60
6. 55 50 60 7 10 20
m

61-70
7. 47 30 29 - 5 -
m

71-80
8. 15 13 37 - 2 -
m

81-90
9. 10 8 25 - - -
m

91-100
10. 3 4 10 - - -
m

>100
11. 5 7 3 - 1 -
m

Rata-rata

Presipitasi Dispersi
c. Redispersibilitas

Waktu terdispersi kembali (menit)


Hari ke Replikasi
presipitasi dispersi

1 23 20
1
2 21 18

3 1 19 20

d. pH

hari ke pH suspensi

presipitasi dispersi

0 4 6

1 4 6

3 4 6

e. Prediksi stabilitas dengan cara sentrifugasi


Tinggi suspensi awal (Ho) = 12 cm

tinggi endapan (cm)


hari ke
presipitasi dispersi

0 6 3
3 6,5 3

prediksi stabilitas

H. PEMBAHASAN
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi pada fase cair. Sediaan
suspensi dapat diberikan secara oral dan parenteral. Pada percobaan kali ini dibuat
suspensi oral dengan dua metode, yaitu metode presipitasi dan dispersi. Selain itu,
dilakukan juga evaluasi suspensi atau kontrol kualitas dan menghitung derajat
flokulasi. Kontrol kualitas yang dilakukan meliputi, volume sedimentasi,
redispersibilitas, pH, dan prediksi stabilitas dengan cara sentrifugasi.
Pada pengukuran derajat flokulasi, dibuat 5 formula. Komposisi formula
A ialah sulfadiazina, SLS, dan aquadest, formula A ini termasuk suspensi
deflokulasi. Karena pada formula ini tidak ditambahkan AlCl3 yang berfungsi
sebagai pembentuk flokulasi atau floculating agent. Suspensi deflokulasi
mempunyai sifat mengendap secara perlahan namun sulit untuk terdispersi
kembali, sehingga mudah terjadi cake. Hal tersebut dapat dilihat pada tinggi
endapannya yang menurun dengan perlahan dari waktu ke waktu. Nilai derajat
flokulasi = 1 yang berarti tidak terjadi flokulasi dalam sitem tersebut.
Pada formula B, C, D, E ditambahkan AlCl 3 dengan jumlah yang
berbeda-beda, sehingga termasuk dalam suspensi flokulasi. Sifat dari suspensi
terflokulasi ini mengendap secara cepat dan mudah terdispersi kembali, sehingga
tidak terjadi cake. Penambahan floculating agent menyebabkan ikatan antar
partikel lemah, hal ini yang membuat suspensi terflokulasi mudah mengendap.
Hal tersebut dapat dilihat pada hasil tinggi endapan pada formula B, C, D, E yang
mengalami penurunan tinggi endapan dengan cepat dari waktu ke waktu. Pada
hasil yang diperoleh, formula C mengalami penurunan tinggi endapan paling
cepat dibanding suspensi terflokulasi lain.
Pembuatan suspensi ada dua metode, yaitu metode presipitasi dan metode
dispersi. Metode presipitasi dilakukan dengan melarutkan zat aktif pada pelarut
organik, pada percobaan ini digunakan NaOH yang terlebih dahulu dilarutkan
dalam aquadest. Sedangkan metode dispersi, suspensi dibuat dengan cara
menambahkan bahan aktif dalam mucilago yang telah dibuat terlebih dahulu.
Hasil dari uji organoleptis, didapat rasa manis, berbau tidak menyengat, dan
berwarna putih. Hasil dari uji volume sedimentasi untuk suspensi dengan metode
presipitasi pada hari ke 0 sampai ke 3 berturut-turut yaitu, 12; 10,5; 10,5; 8,5 cm,
untuk metode dispersi dari hari ke 0 sampai ke 3 tidak ada endapan atau tinggi
endapan sama seperti tinggi suspensi.
Evaluasi pada suspensi meliputi pengukuran diameter partikel dengan
bantuan mikroskop yang telah terkalibrasi. Hasil pada metode presipitasi
menunjukkan bahwa suspensi tersebut sebagian besar memiliki ukuran partikel
kisaran 0-10 m, begitu pun pada metode dispersi juga terletak pada kisaran 0-10
m. Hal ini mencerminkan bahwa baik metode presipitasi maupun dispersi,
keduanya memiliki ukuran partikel terbanyak pada kisaran ukuran yang sama.
Umumnya suspensi dikategorikan memiliki ukuran partikel yang ideal
jika berada dalam kisaran 10-50 m. Apabila ukuran partikel terlalu kecil (< 3m)
menyebabkan suspensi mengikuti sistem dispersi koloid, dimana seharusnya
adalah dispersi kasar. Hal ini berakibat terjadinya interaksi antar partikel yang
kemudian membentuk agegrat yang kompak dan akhirnya terbentuk caking.
Uji pH pada suspensi presipitasi maupun dispersi menunjukkan pH yang
konstan dari hari pertama hingga hari kedua yaitu pH 4 (presipitasi) dan pH 6
(dispersi). pH sediaan yang ideal yaitu 6,5 7,5 karena rentang pH tersebut cocok
dengan pH tubuh.
Pada suspensi dilakukan sentrifugasi terlebih dahulu sebelum dilakukan
uji redispersibilitas. Tinggi endapan setelah dilakukan sentrifugasi untuk metode
presipitasi pada hari ke-0 yaitu 6 cm sedangkan pada hari ke-3 sebesar 6,5 cm.
Untuk metode dispersi pada hari ke-0 dan hari ke-3 sebesar 3 cm. Hasil uji
redispersibilitas untuk metode presipitasi pada hari pertama yaitu selama 23 dan
21 menit, pada hari ketiga 19 menit. Untuk metode dispersi pada hari pertama
yaitu selama 20 dan 18 menit, pada hari ketiga 20 menit. Hasil dari uji
redispersibilitas menunjukkan bahwa suspensi yang dibuat dengan metode
dispersi lebih cepat terdispersi kembali dibanding suspensi yang dibuat dengan
metode presipitasi.

I. KESIMPULAN
Pengukuran derajat flokulasi didapat hasil pada formula A termasuk
suspensi terdeflokulasi sedangkan formula B, C, D, E termasuk suspensi
terflokulasi. Pembuatan suspensi dengan metode dispersi tidak mengendap dan
lebih cepat terdispersi kembali. Suspensi yang dibuat dengan metode presipitasi
mengalami pengendapan dan lebih lama terdispersi kembali dibanding metode
dispersi. Kedua suspensi ini pH nya konstan atau tidak mengalami perubahan.

J. DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Aejaz dan Asgar Ali. 2012. Formulation and In vitro Evaluation
of Readyuse Suspension of Ampicilin Trihydrate. International
Journal of Applied Pharmaceutics Vol 2, Issue 3, 2010
Ancha, Kumar dan Jackson. 2010. Formulation and Evaluation of
Pedriatic Azithromycin Suspension. International Journal of
Pharma and Bio Sciences V1(2)2010
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. UI
Press. Jakarta
Emilia, W. Taurina, dan A. Fahrurroji. 2013. Formulasi dan Evaluasi
Stabilitas Fisik Suspensi Ibuprofen dengan Menggunakan Natrosol
HBR sebagai Bahan Pensuspensi. Jurnal UNTAN. 1-12
Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai