Anda di halaman 1dari 16

PORTOFOLIO

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FITOFARMASETIKA

“PEMBUATAN EKSTRAK”
Pertemuan ke- 2

Dosen Pengampu : apt. Taufik Turahman, M.Farm

Kelompok : 2

Penyusun :

1. Novita Ayu Khusnul K (24185400A)


2. Dyah Ayu Meiliana D.G (24185405A)
3. Kintan Fahra Ningrum (24185412A)
4. Febri Wulandari (24185413A)
5. Fajrin Nurul Izzah (24185414A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2021
A. TUJUAN
1. Untuk memahami prinsip dan melakukan ekstraksi.
2. Untuk memahami prinsip dan melakukan pemekatan dan pengeringan ekstrak.

B. DASAR TEORI
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat
aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga
memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI 1995).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat
tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda.
Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan
pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran, biasanya air dan
yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan
kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring,
2007).
Cara penyarian atau metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain
maserasi dan perkolasi. Metode penyarian yang akan digunakan tergantung dari
wujud dan kandungan bahan yang akan disari. Selain itu, pemilihan metode penyarian
disesuaikan dengan kepentingan untuk memperoleh kandungan kimia yang
diinginkan.
1. Maserasi

Maserasi merupakan metode sederhana yang banyak dilakukan untuk


mengekstrasi senyawa dari tanaman. Terdapat dua tipe maserasi yaitu sederhana,
ultrasonik dan kinetik atau pengadukan. Maserasi sederhana dapat dilakukan dengan
merendam bagian simplisia secara utuh atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut
dalam bejana tertutup, yang dilakukan pada suhu kamar selama sekurang-kurangnya
tiga hari dengan pengadukan berulang kali sampai semua bagian tanaman dapat
melarut dalam cairan pelarut. Proses ekstraksi dihentikan ketika telah tercapai
kesetimbangan senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman
(Mukhairini, 2014). Selanjutnya campuran di saring dan ampasnya diperas agar
diperoleh bagian cairnya saja. Cairan jernih disaring atau didekantasi dan dibiarkan
selama dalam waktu tertentu (Kumoro, 2015).

2. Perkolasi

Perkolasi biasanya digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dari bagian


tanaman dalam penyediaan tinktur dan ekstrak cair. Perkolator merupakan silinder
sempit dan panjang, yang kedua ujungnya berbentuk kerucut terbuka. Tanaman yang
akan diekstrak dibasahi dengan pelarut yang sesuai dan didiamkan selama 4 jam
dalam tangki tertutup. Kemudian bagian tanaman dimasukkan ke dalam perkolator,
dan ditambahkan sejumlah pelarut sampai terbentuk lapisan tipis. Kemudian
campuran ini didiamkan selama 24 jam dalam perkolator tertutup. Selanjutnya pelarut
ditambahkan lagi sesuai kebutuhan sampai diperoleh cairan sebanyak tiga per empat
dari volume akhir. Residu ditekan dan ditambahkan ke cairan ekstrak. Sejumlah
pelarut ditambahkan lagi ke dalam cairan ekstrak agar diperoleh ekstrak dengan
volume yang diinginkan. Campuran ekstrak yang diperoleh dilakukan penjernihan
dengan menyaring kemudian dilanjutkan dengan proses pemisahan ekstrak sederhana
(dekantasi) (Kumoro, 2015).

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia


kering. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia sampai derajat kehalusan tertentu.
Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin
halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien, namun makin halus
serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi. Dan
selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan
benda keras (logam, dll) maka akan timbul panas yang dapat berpengaruh pada
senyawa kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen
cair.
Proses selanjutnya adalah menentukan pelarut yang akan digunakan. Pelarut
yang digunakan yang mampu melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang
terkandung dalam tanaman.Selanjutnya dilakukan pemurnian ekstrak untuk
menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki tanpa berpengaruh
pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih
murni. Lalu dilakukan pemekatan yaitu peningkatan jumlah senyawa terlarut secara
penguapan pelarut hingga didapatkan ekstrak kental atau pekat.
Kemudian dilakukan pengeringan ekstrak secara evaporasi yaitu peristiwa
menguapnya pelarut dari campuran yang terdiri atas zat terlarut yang tidak mudah
menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dan dihitung hasil rendemen yaitu 10
perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000).

C. ALAT DAN BAHAN


ALAT BAHAN

Telenan Pare

Pisau Meniran

Erlenmeyer Daun Sirih

Corong Kain flannel

Botol coklat Kertas saring

Vacum Rotary Evaporator Pelarut etanol 96%


Timbangan analitik

Ayakan No.40

Oven

Beaker glass

D. CARA KERJA
Pare
a. Pemilihan bahan baku

 Digunakan pare yang sudah tua dan berwarna hijau


b. Sortasi basah

 Sortasi basah berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran / bahan asing yang


tidak diinginkan
c. Pencucian

 Dicuci pada air yang mengalir, bertujuan untuk menghilangkan tanah dan
pengotor lainnya
d. Pemotongan
 Isi pare dibuang semua,pemotongan diberi jarak antara 3-5 mm karena jika
terlalu tebal pengeringan nya akan lama dan jika terlalu tipis senyawa yang ada
didalam pare akan rusak
e. Pengeringan

 Pengeringan dengan menggunakan oven yang bertujuan agar bebas dari


air,karena air dapat menimbulkan bakteri,jamur,dll
 Setelah itu simplisia kering ditimbang untuk mengetahui rendemen dari
simplisia segar ke simplisia kering
f. Penyerbukan

 Simplisia yang sudah kering lalu di buat menjadi serbuk. Lali ditimbang
untuk mengetahui rendemen
 Setelah itu dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan nomer 40
supaya mendapatkan ukuran partikel yang sama dan lebih halus
g. Maserasi

 Dengan perbandingan 1:10  10 gram serbuk : 100 ml pelarut  Setelah


itu direndam selama 24 jam
 Penyaringan filtrate 1  Disaring menggunakan kain flannel  Filtrate
diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator.
 Perendaman hari ke dua  serbuk yang ada di kain flannel dimasukkan
kembali ke dalam botol dan ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 50 ml 
direndam lagi selama 24 jam.

 Penyaringan kedua menggunakan kain flannel.


 Lalu dilakukan penyaringan lagi menggunakan kertas saring supaya
mendapatkan filtrate yang lebih jernih dan tidak ada pengotor lagi.

 Dilakukan proses pemekatan menggunakan vacuum rotary evaporator.


 Atur suhu 50 derajat celcius  jika menggunakan suhu terlalu tinggi nanti
senyawa yang ada di dalam nya akan rusak
 Kecepatan putaran 50 rpm
 Sampe ekstrak menjadi semi kental setelah itu dituang ke dalam beaker
glass
 Diuapkan lagi agar menjadi kental dengan suhu 50-60 derajat celcius 
masukkan ke dalam oven  diamkan beberapa saat sampai berbentuk ekstrak
kental yang jika digerakkan sudah tidak bisa gerak lagi

E. HASIL/DATA
No Simplisia Bobot Bobot Bobot Serbuk Bobot
Bahan Simplisia (g) Ekstrak (g)
Segar (g) Kering (g)

1 Pare 8000 1.200 1000 230

2 Herba 6500 2300 2050 421


Meniran

3 Daun sirih 3000 600 500 200

Perhitungan :
1. Pare
 Rendemen simplisia
= 1200 g/ 8000 g x 100% = 15 %
 Rendemen serbuk simplisia
= 230 g/ 1000 g
= 23%
2. Herba Meniran
 Rendemen simplisia
= 2300 g/ 6500 g x 100%
= 35,85%
 Rendemen serbuk simplia
= 421 g/ 2050 g
= 20,536%
3. Daun Sirih
 Rendemen simplia
= 600 g/ 3000 g x 100%
= 20%
 Rendemen serbuk simplisia
= 200 g/ 500 g
= 40%
F. PEMBAHASAN
Pengamatan pada laporan ini yaitu dilakukan nya pembuatan ekstrak pada herba
Meniran (meniran Phyllanthus niruri Linn) dengan cara maserasi , dimana maserasi
merupakan metode sederhana dapat dilakukan dengan merendam bagian simplisia
secara utuh atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut dalam bejana tertutup, yang
dilakukan pada suhu kamar selama sekurang-kurangnya tiga hari dengan pengadukan
berulang kali sampai semua bagian tanaman dapat melarut dalam cairan pelarut.
Simplisia merupakan bahan alam yang dikeringkan dan digunakan sebagai obat yang
belum mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Simplisia dapat berupa simplisia
nabati yaitu simplisia berupa tanaman utuh, simplisia hewani yaitu simplisia berupa
hewan utuh, dan simplisia pelikan atau mineral yaitu simplisia berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Tahapan pembuatan serbuk simplisia yaitu :
A. Pengumpulan Bahan Baku
Pengumpulan bahan baku harus dilakukan pada waktu dan umur serta bagian
pada tanaman yang tepat. Waktu yang tepat untuk panen tanaman obat
disesuaikan dengan kadar senyawa aktif, bagian tanaman yang dipanen, kondisi
iklim untuk menghindari pengeringan, fermentasi, pertumbuhan jamur, atau
pembusukan bahan, dan jumlah biomasa. Waktu panen sangat erat hubungannya
dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen.
Tanaman obat dipanen pada saat tanaman memiliki kandungan senyawa aktif
pada kadar optimal yang diperoleh pada umur, bagian tanan dan waktu tertentu.
B. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing dan bagian tanaman lain yang tidak diinginkan dari bahan simplisia. Seperti
kotoran tanah, kerikil, rumput/gulma, tanaman lain yang mirip, bahan yang telah
busuk/rusak, serta bagian tanaman lain yang memang harus dipisahkan dan
dibuang. Tujuan dari pemisahan bahan simplisia dari kotoran yaitu untuk
menjaga kemurnian serta mengurangi kontaminasi awal yang dapat mengganggu
proses selanjutnya, mengurangi cemaran mikroba, serta memperoleh simplisia
dengan jenis dan ukuran seragam.
C. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih seperti air
dari mata air, air sumur, atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat
yang mudah larut dalam air mengalir, pencucian dilakukan dalam waktu secepat
mungkin dan tidak direncam. Pencucian harus dilakukan secara cermat, terutama
pada bahan simplisia yang berada di dalam tanah atau dekat dengan permukaan
tanah. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua
mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga
sejumlah mikroba. Pencucian dilakukan dengan air mengalir agar kotoran yang
terlepas tidak menempel kembali. Cara sortasi dan pencucian sangat
mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan
bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan
tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba.
D. Penirisan
Setelah bahan dicuci bersih lalu segera ditiriskan pada rak-rak yang telah
diatur agar mencegah pembusukan atau bertambahnya kandungan air. Penirisan
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan air di permukaan
bahan dan dilakukan sesegera mungkin sehabis pencucian. Selama penirisan
bahan dibolak-balik untuk mempercepat penguapan, dilakukan di tempat teduh
dengan aliran udara cukup agar terhindar dari fermentasi dan pembusukan.
Setelah air yang menempel di permukaan bahan menetes atau menguap, bahan
simplisia dikeringkan dengan cara sesuai.
E. Pengubahan bentuk
Pengubahan bentuk dilakukan dengan hati-hati dengan pertimbangan tepat
karena perlakuan yang salah justru berakibat turunnya kualitas simplisia yang
diperoleh. Tidak semua jenis simplisia mengalami pengubahan bentuk, umumnya
hanya terbatas pada simplisia akar, rimpang, umbi, batang, kayu, kulit batang,
daun dan bunga. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau (terbuat dari Stainless
stell), alat mesin perajang khusus (misal Rasingko) sehingga menghasilkan
rajangan yang seragam. Simplisia serutan dibuat dengan alat penyerut kayu
(elektrik) yang dapat diatur ukuran ketebalannya. Semakin tipis ukuran hasil
rajangan atau serutan semakin cepat proses penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Namun rajangan yang terlalu tipis dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga
mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Selain itu perajangan
yang terlalu tipis juga menyebabkan simplisia mudah rusak saat dilakukan
pengeringan dan pengemasan. Ukuran ketebalan simplisia harus seragam
tergantung pada bagian tumbuhan yang diiris. Ketebalan irisan simplisia impang,
umbi, akar ± 3 mm, sedangkan untuk material daun dipotong melintang dengan
lebar daun ± 2 cm dan kulit batang diiris dengan ukuran 2x2 cm. Pada umumnya
rimpang diiris melintang, kecuali rimpang jahe, kunyit, dan kencur dipotong
membujur.
F. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia
pada kadar tertentu merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lain.
Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat
setelah sel mati dan selama simplisia masih mengandung kadar air tertentu.
G. Sortasi kering
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda asing seperti bagian tanaman yang
tidak
diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada
simplisia kering. Kegiatan sortasi kering dilakukan untuk menjamin simplisia
benar-benar bebas dari bahan asing. Kegiatan ini dilakukan secara manual,
simplisia yang telah bersih dari bahan asing kadang untuk tujuan tertentu
(misalnya agar memenuhi standar mutu) masih perlu dilakukan grading atau
pemisahan menurut ukuran sehingga diperoleh simplisia dengan ukuran seragam.

H. Pengepakan dan penyimpanan


Cara pengemasan tergantung jenis simplisia dan tujuan pengemasan. Bahan
dan bentuk pengemasannya harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan
kerusakan simplisia dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk
keperluan pengangkutan dan penyimpanannya. Penyimpanan simplisia kering
biasanya dilakukan pada suhu kamar (15-30 0C), tetapi dapat pula di tempat sejuk
(5-15 0C), atau tempat dingin (0-5 0C) tergantung dari sifat dan ketahanan
simplisia. Dalam jangka waktu tertentu, dilakukan pemeriksaan gudang secara
umum, dilakukan pengecekan dan pengujian mutu terhadap semua simplisia.
Cara mencegah kerusakan simplisia pada penyimpanan, terutama adalah
memperhatikan dan menjaga kekeringannya. Untuk itu pembungkusan dan
pewadahan simplisia harus disesuaikan dengan sifat-sifat fisika dan kimia
simplisia masing-masing.
Penyerbukan yang digunakan berdasarkan vidio yang kami tonton yaitu setelah
kering berikutnya penyerbukan simplisia dengan grinding tujuannya yaitu untuk
menyortir atau mengelompokkan serta menggolongkan simplisia berdasarkan ukuran /
derajat kehalusan. Kemudian dilakukan pengayakan nomor 40 agar mendapatkan
ukuran partikel yang sama dan lebih halus. Semakin halus nya ukuran partikel maka
luas permukaan serbuk semakin besar pula, ketika dicampur dengan pelarut pada
proses ektraksi semakin besar juga luas permukaan nya sehinggan mempermudah
penyaringan ektraksi.
Pada pembuatan laporan praktikum kali ini, kami menggunakan 3 simplisia yaitu
meniran, daun sirirh merah, dan pare. Pada simplisia meniran mesh yang digunakan
dalam jurnal dalah nomor mesh 20, 40, dan 60. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
ukuran partikel bahan berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstrak meniran,
sedangkan lama ekstraksi tidak berpengaruh. Rendemen ekstrak meniran cenderung
bertambah dengan semakin kecilnya ukuran partikel bahan yang diekstrak. Semakin
kecil ukuran partikel serbuk meniran, maka semakin besar terjadinya kontak antara
bahan dengan pelarut sehingga semakin banyak zat aktif yang terekstrak, sehingga
rendemen ekstrak yang diperoleh lebih banyak. Tetapi jika ukuran partikel serbuk
terlalu kasar, maka pelarut sulit menembus dinding sel bahan sehingga bahan aktif
yang terekstrak jumlahnya sedikit. Rendemen ekstrak meniran tertinggi adalah 18,4%
yang diperoleh pada ukuran partikel serbuk 60 mesh yang diekstrak selama 2 jam.
Sedangkan rendemen terkecil sebesar 9,4% yang dihasilkan dari ukuran partikel
serbuk 20 mesh dengan lama ekstraksi 6 jam. Menurut Hernani et al., (2007), mutu
ekstrak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas bahan, jenis pelarut, metode
ekstraksi, ukuran partikel bahan dan lama ekstraksi. Pada hasil data praktikum
rendemen simplisia meniran yang di dapat yaitu 35,85% dan rendemen serbuk
simplisia meniran yang didiapat yaitu 20,536% dengan menggunakan ayakan mesh
nomor 40.
Pada simplisia pare di dalam jurnal, buah pare segar dicuci bersih, Dipotong-
potong tipis dengan diameter 2-3 mm, Simplisia diletakkan dalam loyang yang terbuat
dari alumunium dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40o C sampai kering selama
48 jam (2 hari) hingga memenuhi kadar air kurang dari 10%. Diserbukkan, kemudian
diayak dengan ayakan ukuran 40 mesh. Hasil pembuatan ekstrak kental menunjukkan
bahwa 8000 gram pare basah yang sudah diambil bijinya dan dikeringkan didapatkan
442,43 gram serbuk pare kering. Serbuk pare kemudian ditambah 2000 ml etanol 70%
dapat menghasilkan ekstrak kental sebanyak 134,39 gram. Ekstrak pare yang didapat
berupa ekstrak kental berwarna coklat, kehitaman, dan bau khas pare. Hasil rendemen
simplisia pare yaitu 5,53%. Sedangkan hasil rendemen pada hasil data praktikum
untuk rendemen simplisia adalah 15 %, dan Rendemen serbuk simplisia 23%.

Daun sirih merah diperoleh dari Salatiga, dipetik pada waktu pagi hari pada saat
tanaman berumur 4 bulan dan dideterminasi. Simplisia kering diblender dan diayak.
Serbuk daun sirih merah diekstraksi dengan metode perkolasi. Ekstrak cair yang
diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak kental yang
dihasilkan diperiksa secara organoleptis dan diperiksa susut pengeringannya
kemudian granul kering selanjutnya diayak dengan ayakan mesh 16 kemudian
dilakukan pemeriksaan sifat fisik granul yaitu kecepatan alir, sudut diam dan
kompresibilitas. Rendemen simplisia daun sirih merah adalah 17,52% dan rendemen
ekstrak kental adalah 31,53%. Sedangkan hasil rendemen pada hasil data praktikum
untuk rendemen simplisia adalah 20 %, dan Rendemen serbuk simplisia 40%.

Dari hasil data-data diatas menunjukkan bahwa Semakin halus nya ukuran
partikel maka luas permukaan serbuk semakin besar pula, ketika dicampur dengan
pelarut pada proses ektraksi semakin besar juga luas permukaan nya sehinggan
mempermudah penyaringan ektraksi. mutu ekstrak dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kualitas bahan, jenis pelarut, metode ekstraksi, ukuran partikel bahan dan lama
ekstraksi.
G. KESIMPULAN

Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan dan hasil data yang telah
disajikan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat tertentu
dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada kelarutan komponen
terhadap komponen lain dalam campuran, biasanya air dan yang lainnya pelarut
organik.

2. Pembuatan ekstrak dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal
yaitu makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien, namun
makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan
filtrasi. Dan selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan
interaksi dengan benda keras (logam, dll) maka akan timbul panas yang dapat
berpengaruh pada senyawa kandungan.
DAFTAR PUSTAKA

I. DAFTAR PUSTAKA
1) [DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan,
Jakarta.
2) [DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan,
Jakarta.
3) Kumoro, Andri Cahyono. (2015). Teknologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif dati
Tanaman Obat. Yogyakarta: Plantaxia.
4) Sembiring B. 2007. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat. Warta
Puslitbangbun Vol 13 No 12 Agutus 2007.
LAMPIRAN

Lembar Pengesahan

Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Fitofarmasetika Pertemuan ke-2 disusun oleh


anggota kelompok 2 teori 1B untuk memenuhi kuliah praktikum

Menyetujui :

Novita Ayu K.K Diah Ayu M.D.G Kintan Fahra N

Febri wulandari Fajrin Nurul Izzah

Mengetahui

apt. Taufik Turahman, M.Farm


JUDUL JURNAL
Alamat url : gunakan jurnal yang terkait dengan contoh sampel/simplisia
kel anda

http://eprints.polsri.ac.id/5172/3/BAB%20II.pdf

https://old.jurnal.polinela.ac.id/index.php/PROSIDING/article/view/432

https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/Farmasi/article/view/1208

Anda mungkin juga menyukai