Anda di halaman 1dari 5

BAB II

I. KLASIFIKASI TEROMPET MALAIKAT

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Brugmansia
Spesies : Brugmansia suaveolens (Humb. & Bonpl. ex Willd.) Bercht. &
C. Presl

Brugmansia suaveolens, terompet malaikat putih Brasil, juga dikenal sebagai air
mata malaikat dan terompet malaikat bersalju, adalah spesies tanaman berbunga di
keluarga nightshade Solanaceae, asli Brasil tenggara, tetapi dianggap punah di alam liar.
Seperti beberapa spesies Brugmansia lainnya, ia ada sebagai spesies pendatang di daerah
di luar wilayah asalnya. Tumbuhan ini seperti semak lembut atau pohon kecil dengan
daun semi- hijau besar dan bunga berbentuk terompet kuning atau putih yang harum.
Brugmansia suaveolens adalah spesies tumbuhan menahun dari suku Solanaceae.
Tumbuhan genus Brugmansia sering disebut sebagai terompet malaikat karena memiliki
bunga bebentuk terompet. Timbuhan ini adalah satu-satunya jenis yang mampu tumbuh
dengan baik pada daerah dataran rendah dengan iklim panas. Kecubung hutan
dimanfaatkan sebagai obat-obatan, namun ada bagian dari tumbuhan tersebut yang dapat
menyebabkan efek halusinasi hingga efek toksik.

Ukuran bunganya cukup besar panjangnya bisa mencapai 50 cm dan lebarnya 30 cm


ketika mekar. Yang pasti, bunganya sangat cantik dan memiliki berbagai warna. Kecuali
bunga trompet merah, semua spesies tumbuhan ini juga memiliki bunga yang wangi
secara alami. Itulah sebabnya tumbuhan ini bisa jadi tanaman hias yang sangat indah.

II. KANDUNGAN SENYAWA TEROMPET MALAIKAT


Tumbuhan Terompet malaikat mengandung beberapa senyawa kimia, diantaranya
hiosin, ca-oksalat, zat lemak, alkaloid tropan, atropin (hyosiamin) dan skopolamin
dimana pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas serta dapat menyebabkan
kematian.

III. MANFAAT BUNGA TEROMPET MALAIKAT


Manfaat Bunga Terompet sebagai antikolinergik, narkotik, obat bius, spasmolitik
dan anti-asma. Daunnya dapat mengobati sakit dan nyeri, dermatitis, orkitis, artritis,
rematik, sakit kepala, infeksi, anti-inflamasi dan sebagai dekongestan, untuk menginduksi
muntah, untuk mengusir cacing dan parasit, dan sebagai obat penenang. Namun
penggunaan secara internal sebagai obat jauh lebih jarang karena bahayanya sangat
tinggi. Efek samping dari Bunga Terompet Malaikat ini salah satunya ada efek
halusinogen atau “ngefly” yang sering disalahgunakan anak muda untuk membuat
ramuan minuman bermabuk. Hal ini karena toksisitas tanaman ini sangat tinggi. Seluruh
bagian Brugmansia beracun termasuk biji dan daun serta bunganya sangat berbahaya
(Hiday, 2014).
IV. CARA PENGGUNAAN BUNGA TEROMPET MALAIKAT
Dalam jurnal ini penelitian dilakukan secara eksperimental dengan Bunga
Terompet Malaikat (Brugmansia suaveolens Brecht) yang dijadikan bentuk infusa dan
selanjutnya dilakukan pengujian toksisitas terhadap larva udang. Cara pembuatan infusa
Bunga Terompet Malaikat (Brugmansia suaveolens Brecht) adalah dengan cara, Bunga
terompet malaikat segar yang telah disiapkan, kemudian dibuat infus dengan konsentrasi
5%, 10%, 15% dan 20% b/v. Cara membuat infus 5% adalah bunga terompet malaikat
ditimbang sebanyak 5 gram, dibasahkan dengan air suling sebanyak dua kali bobot
simplisia lalu didiamkan kemudian ditambahkan air suling 100 ml, kemudian dipanaskan
selama 15 menit terhitung mulai suhu di dalam panci mencapai 90-980C, setelah dingin
diserkai dengan kain flannel, kemudian ampasnya ditambahkan kembali dengan air panas
lalu diserkai untuk mendapatkan infus dengan volume 100 ml. Pembuatan infus10%,
15%dan 20% dilakukan dengan cara yang sama dimana bunga terompet malaikat
ditimbang masing-masing 10 g, 15 g dan 20 g.

V. KANDUNGAN BERBAHAYA
Bunga terompet malaikat nmengandung senyawa bioaktif yang terdiri dari senyawa
alkaloid, hyosiamin, atropin dan skopolamin. Sedangkan Khasiat bunga terompet
malaikat diantaranya sebagai obat bius, antikolinergik, narkotik, spasmolitik, dan anti
asma. Kandungan senyawa yang berbahaya pada bunga teromper malaikat/kecubung
yaitu atropine, skopalamin, dan hyosiamine.
Atropine merupakan agen antimuskarinik yang memiliki efek bervariasi terhadap
sistem kardiovaskuler tergantung dosis yang digunakan. Atropine menghambat secara
kompetitif reseptor muskarinik pada asetilkolin. Mekanisme tersebut dapat menyebabkan
melebarnya pupil pada mata, kekeringan pada selaput lendir atau mukosa terutama pada
mulut dan menghambat aktivitas kelenjar keringat. Pada dosis toksik dapat menyebabkan
palpitasi atau jantung berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur, gangguan dalam
berbicara, penglihatan kabur, halusinasi dan mengigau. Selain itu, overdosis dapat
memungkinkan terjadinya depresi pada sistem saraf pusat, kejang dan kelumpuhan
(Patnaik,2007). Atropin yang terkandung pada tanaman seperti kecubung mudah diserap
saluran cerna dan didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan, serta diekskresikan
paling banyak melalui urin. Atropin dapat menyebabkan berbagai efek akut, seperti,
dilatasi pupil, perubahan denyut jantung, mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan kulit
memerah. Gejala efek jangka pendek biasanya terjadi dalam waktu 30 sampai 60 menit
setelah dikonsumsi.
Scopolamine, merupakan agen anti muskarinik seperti atropine dan zat yang paling
banyak terkandung pada tanaman kecubung (Christian, 2005), secara umum banyak
terdapat pada bagian biji dan bunga . Struktur Scopolamine Gejala keracunan yang
ditimbulkan oleh scopolamine hampir sama dengan gejala keracunan pada atropine
seperti dilatasi pupil, palpitasi, penglihatan kabur, juga dapat menyebabkan halusinasi.
Hyoscyamine, merupakan agen anti muskarinik seperti atropine tetapi lebih poten
dalam mempengaruhi efek perifer dan pusat. Biasanya digunakan dalam tambahan terapi
penyakit ulkus peptik dan sindrom Zollinger-Ellison (Bliss,2001). Efek keracunan ringan
sampai sedang menyebabkan midriasis, demam, mulut kering, mual, muntah dan
kemungkinan dapat mneyebakan halusinasi pada tingkat keracunan sedang. Pada tingkat
keracunan yang parah dapat menyebabkan kejang, hipertermia sampai koma.
Secara umum, tanda-tanda dan gejala keracunan pada tanaman kecubung dapat
diistilahkan menjadi 10 Ds, yang meliputi (Tanuj Kanchan, 2016):
1. Dryness of mouth, thirst, and slurred speech, (kekeringan mulut, rasa haus, dan
bicara cadel);
2. Dysphagia, (susah menelan)
3. Dilated pupils,(dilatasi pupil)
4. Diplopia, (gejala dimana pasien melihat dua tampilan dari satu objek)
5. Dry hot skin, with flushing and hyperpyrexia, (kulit panas kering, dengan
pembilasan dan hiperpireksia)
6. Drunken gait, (ataksia)
7. Delirium with hallucinations, agitation, amnesia, and incoherence, (delirium
dengan halusinasi, agitasi, amnesia, dan inkoherensi)
8. Delusions
9. Dysuria, urinary retention (disuria, retensi urin)
10. Death, preceded by tachycardia, arrhythmias, coma, and respiratory depression
(meninggal, didahului oleh tachycardia, aritmia, koma, dan depresi pernafasan).

VI. METODE BSLT

Merode yang digunakan untuk uji toksisitas yaitu BSLT (Brine Shrimp Lethality
Test). Metode BSLT merupakan salah satu metode untuk skrining tanaman obat yang
berpotensi sebagai antikanker karena lebih murah, singkat, mudah dikembangkan
serta tidak ada aturan etika dalam penggunaan bahan uji (Anderson, 1991). Nilai
mortalitas ditentukan dengan menggunakan analisa probit untuk menentukan nilai
toksisitas menggunakan Lethal Consentration (LC50). Hasil uji toksisitas dengan
metoda BSLT dapat diketahui dari jumlah kematian larva udang Artemia salina
Leach karena pengaruh ekstrak atau senyawa tertentu dari dosis yang telah
ditentukan.

Dapus:
Anderson, C. M. Goetz and J. L. McLaughlin. 1991. A Blind Comparison of Simple
Bench-top Bioassays and Human Tumour Cell Cytotoxici ties as Antitumor
Prescreens . Phytochemical Analisis. vol. 2, (107) I-II
Patnaik, Pradyot., 2007, A Comprehensive Guide To The Hazardous Properties of
Chemical Substance, Third Edition, Hal. 209, John Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey.

Christian Rätsch, 2005, The Encyclopedia of Psychoactive Plants: Ethnopharmacology


and Its Applications, Inner Traditions / Bear & Co, Park Street Press.

Bliss, Molly., 2001, Datura Plant Poisoning, Clicical Toxicology Review Vol.
23 No.6

Tanuj Kanchan, MD; Alok Atreya, MD., 2016, Datura: The Roadside Poison,
Wilderness & Environmental Medicine, 27, Hal. 442–443

Anda mungkin juga menyukai