Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Brugmansia
Spesies : Brugmansia suaveolens (Humb. & Bonpl. ex Willd.) Bercht. &
C. Presl
Brugmansia suaveolens, terompet malaikat putih Brasil, juga dikenal sebagai air
mata malaikat dan terompet malaikat bersalju, adalah spesies tanaman berbunga di
keluarga nightshade Solanaceae, asli Brasil tenggara, tetapi dianggap punah di alam liar.
Seperti beberapa spesies Brugmansia lainnya, ia ada sebagai spesies pendatang di daerah
di luar wilayah asalnya. Tumbuhan ini seperti semak lembut atau pohon kecil dengan
daun semi- hijau besar dan bunga berbentuk terompet kuning atau putih yang harum.
Brugmansia suaveolens adalah spesies tumbuhan menahun dari suku Solanaceae.
Tumbuhan genus Brugmansia sering disebut sebagai terompet malaikat karena memiliki
bunga bebentuk terompet. Timbuhan ini adalah satu-satunya jenis yang mampu tumbuh
dengan baik pada daerah dataran rendah dengan iklim panas. Kecubung hutan
dimanfaatkan sebagai obat-obatan, namun ada bagian dari tumbuhan tersebut yang dapat
menyebabkan efek halusinasi hingga efek toksik.
V. KANDUNGAN BERBAHAYA
Bunga terompet malaikat nmengandung senyawa bioaktif yang terdiri dari senyawa
alkaloid, hyosiamin, atropin dan skopolamin. Sedangkan Khasiat bunga terompet
malaikat diantaranya sebagai obat bius, antikolinergik, narkotik, spasmolitik, dan anti
asma. Kandungan senyawa yang berbahaya pada bunga teromper malaikat/kecubung
yaitu atropine, skopalamin, dan hyosiamine.
Atropine merupakan agen antimuskarinik yang memiliki efek bervariasi terhadap
sistem kardiovaskuler tergantung dosis yang digunakan. Atropine menghambat secara
kompetitif reseptor muskarinik pada asetilkolin. Mekanisme tersebut dapat menyebabkan
melebarnya pupil pada mata, kekeringan pada selaput lendir atau mukosa terutama pada
mulut dan menghambat aktivitas kelenjar keringat. Pada dosis toksik dapat menyebabkan
palpitasi atau jantung berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur, gangguan dalam
berbicara, penglihatan kabur, halusinasi dan mengigau. Selain itu, overdosis dapat
memungkinkan terjadinya depresi pada sistem saraf pusat, kejang dan kelumpuhan
(Patnaik,2007). Atropin yang terkandung pada tanaman seperti kecubung mudah diserap
saluran cerna dan didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan, serta diekskresikan
paling banyak melalui urin. Atropin dapat menyebabkan berbagai efek akut, seperti,
dilatasi pupil, perubahan denyut jantung, mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan kulit
memerah. Gejala efek jangka pendek biasanya terjadi dalam waktu 30 sampai 60 menit
setelah dikonsumsi.
Scopolamine, merupakan agen anti muskarinik seperti atropine dan zat yang paling
banyak terkandung pada tanaman kecubung (Christian, 2005), secara umum banyak
terdapat pada bagian biji dan bunga . Struktur Scopolamine Gejala keracunan yang
ditimbulkan oleh scopolamine hampir sama dengan gejala keracunan pada atropine
seperti dilatasi pupil, palpitasi, penglihatan kabur, juga dapat menyebabkan halusinasi.
Hyoscyamine, merupakan agen anti muskarinik seperti atropine tetapi lebih poten
dalam mempengaruhi efek perifer dan pusat. Biasanya digunakan dalam tambahan terapi
penyakit ulkus peptik dan sindrom Zollinger-Ellison (Bliss,2001). Efek keracunan ringan
sampai sedang menyebabkan midriasis, demam, mulut kering, mual, muntah dan
kemungkinan dapat mneyebakan halusinasi pada tingkat keracunan sedang. Pada tingkat
keracunan yang parah dapat menyebabkan kejang, hipertermia sampai koma.
Secara umum, tanda-tanda dan gejala keracunan pada tanaman kecubung dapat
diistilahkan menjadi 10 Ds, yang meliputi (Tanuj Kanchan, 2016):
1. Dryness of mouth, thirst, and slurred speech, (kekeringan mulut, rasa haus, dan
bicara cadel);
2. Dysphagia, (susah menelan)
3. Dilated pupils,(dilatasi pupil)
4. Diplopia, (gejala dimana pasien melihat dua tampilan dari satu objek)
5. Dry hot skin, with flushing and hyperpyrexia, (kulit panas kering, dengan
pembilasan dan hiperpireksia)
6. Drunken gait, (ataksia)
7. Delirium with hallucinations, agitation, amnesia, and incoherence, (delirium
dengan halusinasi, agitasi, amnesia, dan inkoherensi)
8. Delusions
9. Dysuria, urinary retention (disuria, retensi urin)
10. Death, preceded by tachycardia, arrhythmias, coma, and respiratory depression
(meninggal, didahului oleh tachycardia, aritmia, koma, dan depresi pernafasan).
Merode yang digunakan untuk uji toksisitas yaitu BSLT (Brine Shrimp Lethality
Test). Metode BSLT merupakan salah satu metode untuk skrining tanaman obat yang
berpotensi sebagai antikanker karena lebih murah, singkat, mudah dikembangkan
serta tidak ada aturan etika dalam penggunaan bahan uji (Anderson, 1991). Nilai
mortalitas ditentukan dengan menggunakan analisa probit untuk menentukan nilai
toksisitas menggunakan Lethal Consentration (LC50). Hasil uji toksisitas dengan
metoda BSLT dapat diketahui dari jumlah kematian larva udang Artemia salina
Leach karena pengaruh ekstrak atau senyawa tertentu dari dosis yang telah
ditentukan.
Dapus:
Anderson, C. M. Goetz and J. L. McLaughlin. 1991. A Blind Comparison of Simple
Bench-top Bioassays and Human Tumour Cell Cytotoxici ties as Antitumor
Prescreens . Phytochemical Analisis. vol. 2, (107) I-II
Patnaik, Pradyot., 2007, A Comprehensive Guide To The Hazardous Properties of
Chemical Substance, Third Edition, Hal. 209, John Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey.
Bliss, Molly., 2001, Datura Plant Poisoning, Clicical Toxicology Review Vol.
23 No.6
Tanuj Kanchan, MD; Alok Atreya, MD., 2016, Datura: The Roadside Poison,
Wilderness & Environmental Medicine, 27, Hal. 442–443