Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

FRAKSINASI
Dosen pengampu: Sinta Ratna Dewi, S. Farm., M. Si., Apt.

Disusun oleh:
Nama : Shella Carlina Tasya
Kelas :A
NIM : 1811102415129
Kelompok :1

PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2020
PRAKTIKUM FITOKIMIA
FRAKSINASI

BAB I
A. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan
menggunakan ekstraksi metode refluks dan menghitung
rendemennya. B. LATAR BELAKANG
Ekstraksi merupakan proses pengambilan bahan aktif dari suatu
tanaman. Dalam proses ekstraksi, bahan aktif akan terlarut oleh zat
penyari yang kepolaraannya sesuai. Refluks merupakan proses
penyarian simplisia dengan menggunakan alat berdasarkan titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
Fraksinasi merupakan metode pemisahan komponen campuran yang
berasal dari ekstrak hasil ekstraksi. Fraksinasi dilakukan untuk
memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama
yang lainnya berdasarkan perbedaan kepolaran. Metode fraksinasi yang
biasa digunakan adalah dengan ekstraksi cair-cair dan kromatografi.
Proses fraksinasi ekstrak secara ekstraksi caircair dilakukan berdasarkan
perbedaan kelarutan atau koefisien partisi senyawa diantara dua pelarut
yang saling tidak bercampur. Metode kromatografi dilakukan berdasarkan
perbedaan waktu huni masing-masing zat dalam fase gerak-fase diam
(Hermawan, 2016).
Metode Reflux merupakan metode ektraksi dengan cara panas
(membutuhkan pemanasan pada prosesnya), secara umum pengertian
refluks sendiri adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan
dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). Ekstraksi dengan cara
ini adalah berkesinambungan. Metode ini umumnya digunakan untuk
mensintesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatile. Pada
kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap
sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks
adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi,
namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang
tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun
lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama
reaksi berlangsung.
Pelarut Polar Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh
polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat
terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan
alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa
polihidroksi lain. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan
senyawa lain yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat
membentuk ikatan hidrogen dalam air.
Pelarut non polar Aksi pelarut dari cairan non polar seperti
hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut juga tidak dapat
memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit dan berionisasi lemah karena
pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non
elektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau
hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non polar.
Pelarut Semipolar Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat
menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut non
polar, sehingga dapat larut dalam alkohol, contoh : benzena yang dapat
dipolarisasikan, kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak
sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya
cairan polar dan non polar (Rathor, 2020).
Pelarut yang bersifat polar umumnya adalah etanol, methanol, aseton
air dan isopropanol. Pelarut yang bersifat semi polar umumnya adalah etil
asetat dan yang bersifat nonpolar adalah n-heksana (Wahyuningtyas,
2017).
Analisa kuantitatif meliputi perhitungan rendemen, dan rendemen
dapat dihitung dengan persamaan: (Rezki, 2015).
Rendemen = (M2 / M1) x 100%.
BAB II
C. DASAR TEORI
Kunyit sudah dikenal sejak lama di kalangan masyarakat sebagai
pelengkap bumbu masakan dan obat tradisional, hal ini diikuti dengan
berkembangnya berbagai industri berbasis bahan baku alami. Rimpang
kunyit diketahui banyak memiliki kandungan kimia, diantaranya
mengandung glukosa, fruktosa, protein, minyak atsiri dan kurkumin
beserta turunannya yaitu monodesmetoksikurkumin dan
bidesmetoksikurkumin sebanyak 50-60%. Kurkumin merupakan
komponen penting yang memberikan warna kuning atau kuning jingga
yang khas. Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol yang
berpotensi sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas
(Wahyuningtyas, 2017).
Kunyit (Curcuma Domestica Valet) termasuk dalam klasifikasi sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma Domestica Valet
Ekstraksi dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu metode soxletasi,
metode perkolasi, dan metode maserasi. Dari ketiga metode diatas
metode maserasi adalah metode yang paling banyak digunakan dalam
berbagai jenis ekstraksi. Efektivitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut
sangat tergantung kepada kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut,
sesuai dengan prinsip suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan
sifat kepolaran yang sama. Penggunaan jenis pelarut berkaitan dengan
polaritas dari pelarut tersebut sehingga memberikan pengaruh terhadap
senyawa fitokimia yang dihasilkan (Wahyuningtyas, 2017).
BAB III
D. ALAT DAN BAHAN
1) Alat
1. Satu set peralatan refluks
2. Timbangan analitik
3. Waterbath
4. Vial
5. Alat-alat gelas
2) Bahan
1. Serbuk simplisia
2. Petroleum eter
3. Kloroform
4. Methanol
5. Etanol
6. Na2SO4 eksikatus
E. PROSEDUR KERJA
1) Ekstraksi dengan metode refluks: (Yurleni, 2018).
1. Ditimbang sampel sebanyak 50 gr.
2. Dimasukkan sampel ke dalam labu alas bulat.
3. Dimasukkan methanol hingga semua sampel terendam.
4. Pasang labu alas bulat pada alat refluks yang telah
dihubungkan dengan kondensor.
5. Panaskan sampel selama 1 jam.
6. Saring ekstrak yang diperoleh dengan kertas saring.
7. Filtrate diuapkan untuk menghilangkan pelarutnya
menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak
curcuma.
2) Penyiapan fraksinasi pelarut non polar (Yurleni, 2018).
1. Ditimbang simplisia sebanyak 5 gr.
2. Ditambahkan pelarut non polar menggunakan petroleum eter
sebanyak 50 ml dengan kondisi simplisia terendam oleh pelarut.
3. Direfluks selama 1 jam.
4. Lalu disaring untuk dipisahkan filtrat dan ampasnya.
5. Ampas yang diperoleh dikeringkan hingga sisa pelarut hilang.
6. Filtrat yang diperoleh, ditambahkan dengan eksikatus qs,
diamkan semalaman.
7. Setelah itu dipisahkan filtrate dari eksikatus.
8. Filtrate diuapkan diatas waterbath hingga + 1 sampai 2 tinggi
vial.
9. Diberi etiket untuk fraksi non polar.
3) Penyiapan fraksinasi pelarut semi polar (Yurleni, 2018).
1. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan ampas yang
diperoleh dari ekstraksi sebelumnya.
2. Tambahkan pelarut semipolar menggunakan kloroform
sebanyak 50 ml dengan kondisi ampas terendam oleh pelarut.
3. Refluks selama 1 jam, setelah itu disaring untuk dipisahkan
filtrate dan ampasnya.
4. Ampas yang diperoleh dikeringkan hingga sisa dari pelarut
hilang.
5. Filtrate yang diperoleh, ditambah dengan Na2SO4 eksikatus qs,
di diamkan semalaman. Setelah itu pisahkan filtrate dari
Na2SO4 eksikatus.
6. Filtrate diuapkan diatas waterbath hingga + 1 sampai 2 tinggi
vial.
7. Diberi etiket tanda fraksi semipolar.
4) Penyiapan fraksinasi pelarut polar (Yurleni, 2018).
1. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan ampas yang
diperoleh dari ekstraksi sebelumnya.
2. Ditambahkan pelarut polar dengan menggunakan etanol
sebanyak 50 ml dengan kondisi ampas terendam oleh pelarut.
3. Di refluks selama 1 jam.
4. Setelah itu disaring untuk dipisahkan filtrate dan ampasnya.
5. Filtrate diuapkan diatas waterbath hingga + 1 sampai 2 batas
vial. Lalu diberi etiket tandai fraksi polar.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Perhitungan rendemen
Soal :
Berat simpisia = 5,0034 g
Berat cawan kosong = 55,6257 g
Berat cawan + ekstrak non polar = 142,9340 g
Berat cawan + fraksi semi polar = 102, 1263 g
Berat cawan + fraksi polar = 83,7691 g
Rumus rendemen = X 100%
a) Perhitungan rendemen ekstrak non polar.

Berat ekstrak kunyit = 142,9340 g – 55,6257 g


= 87,3083 g
% rendemen =

= 1,744%
b) Perhitungan rendemen fraksi semi polar.
Berat ekstrak kunyit = 102,1263 g – 55,6257 g
= 46,5006 g
% rendemen =

= 929,3800%
c) Perhitungan rendemen fraksi polar.
Berat ekstrak kunyit = 83,7691 g – 55,6257 g
= 28, 1434 g

% rendemen=

= 562,4855%
PEMBAHASAN
Digunakan metode ekstraksi pada praktikum dengan cara ini adalah
berkesinambungan. Metode ini umumnya digunakan untuk mensintesis
senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatile. Pada kondisi ini
jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum
reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut
volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan
didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam
bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam
wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi
berlangsung.
Ekstraksi refluks selama 1 jam. Waktu dari ekstraksi refluks kelaruan
komponen dalam sampel secara perlahan sebanding dengan peningkatan
waktu ekstraksi, akan tetapi setelah mencapai waktu optimum jumlah
komponen yang terambil dari bahan akan mengalami penurunan.
(Laksamani, 2018).
Pengaruh suhu pada metode reflus Prinsip dari metode refluks adalah
pelarut yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan
didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam
bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam
wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Suhu sangat berpenaruh terhadap hasil dari ekstraksi. Kelarutan zat aktif
yan diekstrak akan bertambah besar dengan bertambah tingginya suhu.
Akan tetapi, peningkatan suhu saat ekstaksi juga perlu diperhatikan,
karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada
bahan yang sedang di proses.
Tujuan dilakukan fraksinasi bertingkat Hal ini disebabkan karena pada
setiap tahap akan terjadi kontak dengan pelarut baru yang memberikan
driving force berupa perbedaan konsentrasi dan kelarutan dalam setiap
tahapnya sehingga akan selalu terjadi perpindahan solut dari padatan ke
pelarut, namun pada satu titik perolehan ekstrak akan menurun. Ini
disebabkan pada ekstraksi multitahap crosscurrent padatan yang
digunakan pada setiap tahap adalah padatan yang sama sehingga ekstrak
semakin lama akan semakin jenuh, hingga perolehan ekstrak tidak lagi
meningkat dan akan menurun.
Penggunaan pelarut terhadap praktikum, senyawa metabolit sekunder
dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Proses ekstraski dapat
menggunakan 3 janis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda,
polar, semipolar dan non polar. Perbedaan pelarut ini dapat
mempengaruhi kandungan total senyawa bioaktif, hal ini dikarenakan
perbedaan polaritas dari pelarut tersebut.
Penggunaan Na2SO4 pada non polar dan semi polar berfungsi untuk
menarik sejumlah molekul air yang masih tersedia. Misalnya pada pelarut
semipolar yang ditambah dengan Na2SO4 eksikatus, bertujuan untuk
mendapatkan senyawa yang kurang polar yaitu alkaloid bebas, flavonoid
bebas dan antrakinon kemudian dilakukan hal yang sama pada pelarut
non polar.
Dengan Perhitungan rendemen menunjukkan bahwa rendemen
ekstrak yang dihasilkan untuk berbagai macam lama ekstraksi cenderung
meningkat dengan peningkatan waktu. Semakin lama waktu ekstraksi
yang dilakukan, semakin lama juga terjadi kontak antara bahan baku
dengan pelarut sehingga semakin banyak senyawa yang berdifusi keluar
sel sehingga rendemen juga akan bertambah sampai titik jenuh larutan,
akan tetapi setelah mencapai waktu yang optimal jumlah senyawa yang
terambil akan mengalami penurunan. bahwa waktu ekstraksi yang pendek
akan memberikan hasil yang rendah sebab tidak semua komponen
terekstrak. Hal ini disebabkan komponen rimpang kunyit jumlahnya
terbatas dan pelarut yang digunakan mempunyai batas kemampuan. Nilai
rendemen total erat kaitannya dengan residu pelarut. Apabila rendemen
tinggi namun kadar residu pelarut masih tinggi menandakan tingginya
rendemen tersebut karena masih banyaknya pelarut yang tertinggal pada
saat melakukan ekstraksi.
Pelarut yang bersifat polar umumnya adalah etanol, methanol, aseton
air dan isopropanol. Pelarut yang bersifat semi polar umumnya adalah etil
asetat dan yang bersifat nonpolar adalah n-heksana (Wahyuningtyas,
2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penyimpanan sangat
berpengaruh terhadap perubahan secara kimiawi dan mekanik, yang
dimana secara kimiawi berhubungan dengan suhu yang tinggi, yang dapat
menyebabkan perubahan keasaman selama penyimpanan dan secara
mekanik berhubungan dengan terjadinya memar dan luka sayat pada
rimpang kunyit. Maka dari itu, penyimpanan yang baik sangat diperlukan
saat menyimpan suatu ekstrak.
Konstituen aktif dalam kunyit, yakni kurkuminoid (termasuk di
dalamnya kurkumin) sedikit larut dalam pelarut hidrokarbon namun mudah
larut dalam pelarut alkohol seperti etanol dan metanol. Alkohol dan aseton
adalah ekstraktan yang baik dan rendemennya pun tinggi. Semakin tinggi
konsentrasi pelarut, semakin tinggilah kemurnian etanol dalam pelarut,
sehingga semakin banyak kurkumin yang terekstrak ke dalam etanol.
Rendemen pun semakin besar.
Kunyit merupakan senyawa non-polar liposoluble yang tidak larut
dalam air, tetapi cukup larut dalam pelarut organik, dan larut dengan baik
dalam pelarut alkohol yang bersifat semi-polar (etanol dan metanol). Jadi
semakin tinggi konsentrasi etanol, akan semakin banyaklah kandungan
etanol, sehingga semakin banyak kurkumin yang larut ke dalam etanol,
dan semakin banyak kurkumin yang teresktrak.
BAB V
PENUTUP
F. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan:
% rendemen yang ditemukan : Ekstrak non polar = 1,744%
Fraksinasi semipolar = 929,3800%
Fraksinasi polar = 562,4855%

G. SARAN
Diharapkan kondisi sekarang sedang menimpa kita semua (Covid-
19) segera berakhir dan kita semua bisa kembali lagi seperti semula,
praktikum pada semestinya yaitu di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter standar umum ekstrak


tumbuhan obat, cetakan pertama. Dikjen POM; Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional.
Hermawan, Dedi Septiana dkk. 2016. Indentifikasi senyawa flavonoid
pada ekstrak dan fraksi yang berasal dari buah berenuk
(Crescentia cujete L.). Prodiding Farmasi; Bandung.
Kim, Sera dkk. 2019. Determination of curcuma Longa L. (Turmeric) Leaf
extraction conditions using respons surface methodology to
optimize extraction Yield and antioxidant content. Hindawi;
Busan.
Laksmiani, N.P.L. 2018. Pengembangan metode refluks untuk ekstraksi
endrografolid dari herba sambiloto. Universitas Udayana; Bali.
Rathor, Surbhi. 2020. Curcumin: A review for health benefits. Internasional
Journal of Research and Review; Saudi Arabia.
Rezki, Rajian Sobri dkk. 2015. Ekstraksi multi tahap kurkumin dari kunyit
(Curcuma domestica Val.) menggunakan pelarut etanol. Jurnal
teknik kimia; Medan.
Wahyuningtyas, Sari Eka dkk. 2017. Pengaruh jenis pelarut terhadap
kandungan senyawa kurkumin dan aktivitas antioksidan ekstrak
kunyit (Curcuma domestica Val.). Jurnal ITEPA; Bali.
Yurleni, 2018. Penggunaan beberapa metode ekstraksi pada rimpang
Curcuma untuk memperoleh komponen aktif secara kualitatif.
Biospecies; Jambi.

Anda mungkin juga menyukai