Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

EKSTRAKSI KONVENSIONAL : MESERASI, PERKOLASI, REFLUX, SOXHLET,


INFUSA DAN DEKOK

Dosen Pengampu :

Apt. Novia Delita, M. Si

Disusun Oleh:

Amalia Rahmat 1904015016

Nadiyah Kamilah 1904015052

Salsa Billa Z. 1904015060

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

Lada hitam (piper nigrum) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman
yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi paper oil.
Tanaman ini berkhasiat yang digunakan sebagai obat alternatif seperti analgesik, antipiretik,
memperlancar proses pencernaan dan diduga juga sebagai pencegah kanker karena bersifat
antioksidan. Piperin merupakan senyawa metabolit sekunder yang juga merupakan suatu
senyawa alkaloid utama yang terkandung dalam buah lada hitam. Ekstraksi dalam percobaan
ini yaitu mengambil senyawa piperin yang terdapat pada lada hitam melalui ekstraksi
ultrasonik dengan menggunakan pelarut etanol 70%.

Ekstraksi merupakan metode pemisahan yang baik dan populer dibanding kebanyakn
metode lain. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam
tingkat makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut
dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzen,
karbon terklorida atau kloroform. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif,
pemurnian, memperkaya pemisahan serta analisis pada semua skala kerja.

Untuk itu kami melakukan sebuah kegiatan praktikum untuk mengelola dan
memanfaatkan sebuah sumber daya alam yang sehingga dapat digunakan dalam waktu jangka
panjang. Praktikum yang dilakukan ialah mengekstrak tanaman dari buah lada hitam (pipers
gigiri fructus) dengan metode meserasi, perkolasi, soxhlet dan refluks.
BAB II

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Prosedur Praktikum
1. Meserasi
a) Wadah meserasi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan ditutup dengan
kertas coklat
b) Timbang 10 gram serbuk yang akan dimeserasi dan rendam dengan pelarut
etanol 70% sebanyak 100mL
c) Aduk rendaman dan tutup meserator. Diamkan selama 24 jam
d) Saring rendaman dengan kertas saring, tampung filtrat dlam wadah, ampas
kembali dimeserasi dengan pelarut
e) Lakukan meserasi sekurang-kurangnya 2 kali pengulangan (atau warna
pelarut berubah menjadi jernih). Tampung filtrat dan masukkan kedalam
wadah tertutup rapat
2. Perkolasi
a) Rangkai alat yang sudah bersih dan kering. Sumbat leher dengan kapas
dan lapisi dasar alat dengan kertas saring
b) Serbuk sebanyak 100 gram dibasahi terlebih dahulu dengan sedikit pelarut
etanol 90% dalam gelas kimia, diamkan selama 30 menit untuk
memberilkan waktu pelarut kontak dengan serbuk hingga serbuk
mengambang
c) Letakkan serbuk yang telah dibasahi secara perlahan pada alat perkolator
d) Tambahkan pelarut secara perlahan kedalam alat sampai pelarut mulai
menetes dan serbuk simplisia masih terendam pelarut. Tutup perkolator
dan diamkan selama 24 jam
e) Setelah 24 jam, buka kran alat perkolator menetes dengan kecepatan 1
mL/menit sambil terus ditambahkan berulang-ulang pelarut pengekstraksi
yang baru sehingga serbuk selalu terendam pelarut
f) Tampung filtrat (bila perlu saring ulang dengan kertas saring) dan
masukkan kedalam wadah tertutup rapat
3. Soxhlet
a) Rangkai alat sokletasi yang sudah bersih dan kering
b) Serbuk sebanyak 50 gram dibungkus dengan kertas saring
c) Masukkan bungkusan serbuk kebagian timbal
d) Masukkan pelarut hingga 1,5 siklus dan nyalakan alat spklet
e) Hitung lama waktu yang diperlukan untuk 1 siklus
f) Lakukan proses sokletasi hingga warna cairan ekstrak yang menetes
menjadi jernih
g) Tampung filtrat dan masukkan kedalam wadah tertutup rapat
4. Refluks
a) Rangkai alat refluks yang sudah bersih dan kering
b) Serbuk sebanyak 100 gram diletakkan di labu alas bulat dan tambahkan
pelarut hingga serbuk terendam sempurna
c) Nyalakan alat refluks
d) Lakukan proses refluks selama 1-2 jam
e) Lakukan penyaringan filtrat menggunakan kertas saring. Tampung filtrat
dan masukkan kedalam wadah tertutup rapat
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Organoleptis ekstrak “Buah Lada Hitam (Pipers Nigiri Fructus)”
Bau : khas aromatik
Rasa : pedas
Warna : hitam (setelah dikeringkan)
Bentuk bulat keriput
B. Pembahasan

Pengertian lada hitam (piperis nigiri fructus) secara luas tumbuh ditempat dengan
iklim yang tropis dengan kelembaban yang cukup. Buah lada hitam dikenal sebagai king
of species karena memiliki rasa yang pedas dan beraroma khas yang sangat kuat dari
semua rempah-rempah didunia. Buah lada hitam yang termasuk kedalam keluarga
piperaceae merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak tumbuh di negara tropis
termasuk Indonesia dan sering digunakan sebagai bumbu masakan.

Ekstraksi adalah salah satu cara yang dilakukan untuk menarik zat yang dapat larut
(kandungan kimia) dari bahan yang tidak dapat larut (serbuk simplisia) dengan
menggunakan pelarut air tertentu dari tanaman yang dapat digunakan sebagai obat-
obatan.

Hasil dari ekstrak ini disebut ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi bahu
yang telah ditentukan. Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mendapatkan
ekstrak darisample tanaman obat dengan menggunakan beberapa metode seperti
perkolasi, meserasi, soxhlet dan refluks.
BAB IV

KESIMPULAN

1. Buah lada hitam berkhasiat sebagai obat alternatif seperti analgesik, antipiretik,
memperlancar pencernaan dan sebagai pencegah kanker karena bersifat antipksidan
2. Ekstraksi merupakan metode pemisahan yang baik dan populer dibanding kebanyakan
metode lain
3. Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mendapatkan ekstrak dari sampel
tanaman buah lada hitam dengan menggunakan beberapa seperti perkolasi, meserasi,
soxhletasi dan refluks.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, Payne. 2000. Analisa Ekstraksi Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat
Penelitian. Universitas Negri Andalas

Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta

Tobo, Fachrudin. 2001. Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia. Laboratorim Fitokimia


Jurusan Farmasi Unhas : Makasar
LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM
FITOKOMIA

“PRAKTEK FRAKSINASI”

Disusun Oleh:

Amalia Rahmat 1904015016

Nadiyah Kamilah 1904015052

Salsa Billa Z. 1904015060

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekstrak kasar bahan alam merupakan campuran dari banyak senyawasehingga


sulit dilakukan pemisahan senyawa tunggal hingga didapatkan isolatyang murni.
Untuk mengatasinya, maka ekstrak kasar dipisahkan menjadifraksi-fraksi yang berisi
kelompok senyawa yang memiliki sifat polaritas atauukuran molekul yang hampir
sama. Fraksi-fraksi ini dapat dibedakan secara jelas, misal dengan ekstraksi cair-cair
kemudian dilanjutkan dengankromatografi kolom, misalnya kromatografi cairan
vakum, kolomkromatografi, kromatografi berdasarkan ukuran atau ekstraksi fase
padat.Pemisahan awal ekstrak kasar tidak perlu dilakukan dengan banyak fraksikarena
hanya akan menghasilkan banyak fraksi namun mengandung senyawadalam
konsentrasi yang kecil.
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu daricampuran
(padat, cair, terlarut, suspensi, atau esotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil
(fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagianatau pemisahan ini
didasarkan pada boot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar
sedang fraksi yang lebih ringan akan beradadiatas fraksinasi bertingkat biasanya
menggunakan pelarut organik sepertieter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau
campuran pelarut tersebut.Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah
bahan yang pentingdan dapat diektraksi dengna pelarut organik (Adijuwana dan Nur,
1989).Fraksinasi dalam arti lain yaitu suatu teknik pemisahan untuk larutan
yangmempunyai perbedaan titik didih yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 30o Catau
lebih.
Partisi zat-zat trelarut antara dua cairan yang tidak campur
menawarkanbanyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bahkan
dimanatujuan primer bukan untuk analitis namun preparatif. Ekstraksi
pelarutmerupakan suatu langkah penting untuk menghasilkan suatu produk
murnidalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-
kadang digunakan peralatan yang rumit namun seringkali diperlukan hanyasebuah
corong pisah. Seringkali suatu pemisahan ekstraksi pelarut dapat diselesaikan dalam
beberapa menit, pemisahan ekstraki biasanya bersih dalamarti tidak ada analog
kopresipitasi dengan suatu sistem yang terjadi (Gunawan& Mulyani, 2004). Ekstraksi
cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahankomponen kimia di antara 2 fase
pelarut yang tidak saling bercampur dimanasebagian komponen terlarut pada fase
pertama dan sebagian terlarut pada fasekedua. Kemudian kedua fase yang
mengandung zat terdispersi dikocok dansetelah itu didiamkan sampai terjadi
pemisahan sempurna sehingga terbentukdua lapisan fase cair.
Sedangkan komponen kimia akan terpisah. Jika suatucairan ditambahkan ke
dalam ekstrak cairan lain yang tidak dapat bercampurdengan cairan pertama maka
akan terbentuk 2 lapisan. Salah satu komponendari campuran akan terlarut ke dalam
dua lapisan tersebut (biasanya disebutfase) dan setelah beberapa waktu akan dicapai
kesetimbangan konsentrasidalam kedua lapisan tersebut. Waktu yang diperlukan
untuk tercapainyakesetimbangan biasanya dipersingkat dengan pencampuran kedua
fasetersebut dalam corong pisah

B. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memilih pelarut yang sesuai untuk pengelompokkan senyawa
2. Mengelompokkan senyawa berdasarkan kepolaran dengan metode fraksinasi
BAB II
METODOLOGI

A. Alat
1. Corong pisah,
2. gelas ukur,
3. gelas kimia,
4. Erlenmeyer,
5. botol vial
B. Bahan
1. Ekstrak kental,
2. akuades,
3. etil asetat,
4. n-heksana

C. Prosedur pembuatan
1) Sepuluh (10) g ekstrak ditambahkan sejumlah etanol untuk melarutkan ekstrak
di dalam gelas kimia, kemudian cukupkan aquadest hingga 50 ml, lalu
masukkan ke corong pisah
2) Fraksinasi dengan pelarut nonpolar terlebih dahulu yaitu n-heksana sebanyak
1/3 (15 ml) di dalam corong pisah
3) Sebelum dikocok balikkan dulu corong pisah dan buka keran untuk
mengeluarkan gas
4) Dikocok perlahan agar tidak terbentuk emulsi lalu buka keran corong pisah
untuk mengeluarkan gas
5) Proses diulang 2 kali
6) Hasil fraksinasi dicuci lagi dengan aquadest sebanyak 1/3 (10 ml) volume
fraksi n-heksana (idealnya), kemudian airnya dimasukkan lagi dalam fase air
7) Fraksinasi selanjutnya dengan pelarut semipolar yaitu etil asetat dan proses
selanjutnya sama seperti sebelumnya (volume etil asetat @15 ml sebanyak 2
kali)
8) Masing-masing fraksi monitor dengan Kromatografi Lapis Tipis
9) Fraksi-fraksi tersebut di simpan dalam botol vial
10) Masing-masing larutan fraksi diuapkan dengan rotary evaporator (Untuk fraksi
yang akan dilanjutkan ke kolom, diambil dari yang rendemannya paling
banyak, dilihat dari adanya endapan atau warna yang lebih pekat)
11) Simpan
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil percobaan dapat diperkirakan senyawa kimia yang terlarut dalam
tiap fraksi berdasarkan literatur mengenai kandungan senyawa dalam simplisia yang diujikan
dan polaritasnya. Ekstrak mengandung banyak senyawa metabolit sekunder dan bahkan
beberapa metabolit primer seperti karbohidrat, lipid, protein. Senyawa-senyawa tersebut
memiliki sifat tertentu seperti afinitas dengan senyawa lain dan polaritas. Untuk dapat
memisahkan senyawa-senyawa tersebut, diperlukan proses pemisahan berdasarkan sifat-sifat
tersebut yaitu dengan melakukan proses fraksinasi.
Fraksinasi pada umumnya merupakan proses pemisahan yang dapat dilakukan
menggunakan zat cair dengan zat cair (ekstraksi cair-cair). Fraksinasi dilakukan secara
bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan polar
berdasarkan prinsip like dissolve likes. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut
dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan yang
bersifat polar akan larut kedalam pelarut polar
Fraksinasi meruprakan proses pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut
yang tidak saling bercampur, sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut
pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan
sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia
akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan
perbandingan konsentrasi yang tetap.
Pemisahan kedua fase tersebut didasarkan pada bobot jenis dari tiap fraksi, fraksi
dengan bobot jenis tinggi akan berada paling dasar sedang fraksi dengan bobot jenis rendah
akan berada diatas. Untuk melakukan proses ini dibantu menggunakan corong pisah
Corong pisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Ia mempunyai
penyumbat di atasnya dan keran di bawahnya. Corong pisah yang digunakan dalam
laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun Teflon.
Ukuran corong pisah bervariasi antara 50 mL sampai 3 L. Dalam skala industri, corong
pemisah bisa berukuran sangat besar dan dipasang sentrifuge.
Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan ke dalam
corong dari atas dengan corong keran ditutup. Pelarut yang digunakan memiliki bobot jenis
yang berbeda. Corong ini kemudian ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua
fase larutan tercampur. Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan
tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua
fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan ini
dipisahkan dengan mengontrol keran corong.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1) Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu daricampuran
(padat, cair, terlarut, suspensi, atau esotop) dibagi dalam beberapa jumlah
kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian.
2) Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik sepertieter,
aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut.
3) Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari
non polar, semi polar, dan polar berdasarkan prinsip like dissolve likes
4) Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahankomponen kimia di
antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur dimanasebagian komponen
terlarut pada fase pertama dan sebagian terlarut pada fase kedua.

Daftar Pustaka

TIM DOSEN UHAMKA.2022. Modul Praktikum Fitokimia. Uhamka.Jakarta

Gunawan. D & S Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam. Penerbit Swadaya Jakarta.

Adijuwana, Nur, M.A., 1989. Teknik Spetroskopi dalam analisi Biologi. Bogor Pusat Antar
Universitas IPB
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PENAPISAN FITOKIMIA DENGAN REAKSI WARNA

Dosen Pengampu :

Apt. Novia Delita, M. Si

Disusun Oleh:

Amalia Rahmat 1904015016

Nadiyah Kamilah 1904015052

Salsa Billa Z. 1904015060

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa organik
yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan yang mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah serta
fungsi biologinya. Tanaman menghasilkan berbagai macam senyawa kimia organik,
senyawa kimia ini bisa berupa metabolit primer maupun metbolit sekunder (Simbala,
2009).
Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia merupakan tahap pendahuluan
dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambarang tentang
golongan senyawa yang diterkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode
skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan suatu
pereaksi warna (Kristianti, 2008).
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam
metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa
tersebut sempat diidentifikasikan dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan
ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harbone, 1987).
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan ekstrak untuk skrining fitokimia
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan jenis metabolit sekunder dengan pereaksi
warna dan pereaksi pengendapan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang identifikasi metabolit sekunder
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat
1. Gelas ukur
2. Spatel
3. Batang pengaduk
4. Batang reaksi dan wadahnya
5. Hot plate
6. Kaca arloji
7. Kertas saring
8. Pipet
9. Corong
B. Bahan
1. Pereaksi mayer
2. Perreaksi dragendroff
3. Pereaksi bouchardat
4. FeCl3 3%
5. Metanol 2 mL
6. Gelatin 10%
7. AAG 1mL + H2SO4 1 mL
8. H2SO4 1 mL
9. HCl 2N
C. Prosedur Kerja
1. Alkaloid
a. Alkaloid : (+) HCl 1 Ml (+) air 1Ml (+) pereaksi mayer = menghasilkan
endapan putih kekuningan
b. Alkaloid : (+) HCl 1 Ml (+) air 1Ml (+) pereaksi dragendroff 2-3 tetes =
menghasilkan endapan merah kecoklatan
c. Alkaloid : (+) HCl 1 Ml (+) air 1Ml (+) pereaksi boucahdat 2-3 tetes =
menghasilkan endapan merah kecoklatan hitam
2. Fenolik : (+) etanol 2 Ml (+) FeC 3 3% 2-4 tetes = menghasilkan positif warna
hijau tua
3. Flavonoid : (+) metanol 2 mL (+) serbuk Mg (+) HCl pekat 2-3 tetes =
menghasilkan positif warna merah lembayung
4. Tanin : (+) air panas 2 mL gelatin 10% 2-4 tetes = menghasilkan warna putih
5. Steroid/terpenoid : (+) etanol 2 mL (+) kloroform 1 mL (+) H2SO4 pekat =
menghasilkan lapisan kloroform kuning kecoklatan
6. Saponin : (+) air panas digojok (+) HCl 2N = menghasilkan positif putih tidak
hilang
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Metabolit Sekunder
No. Senyawa yang Pereaksi Hasil Kesimpulan
diidentifikasi yang pengamatan
digunakan
1 Alkaloid Mayer Putih Positif
kekuningan
Dagendroff Merah Positif
kecoklatan
Bouchardat Merah Positif
kecoklatan
hita,
2 Fenolik FeCl3 3% Biru Positif
kehitaman
3 Flavonoid Metanol Merah Positif
2mL lembayung
4 Tanin Gelatin 10% Tidak Negatif
terdapat
endapan
5 Tripenoid/steroid AAG 1 mL Lapisan Positif
+ H2SO4 kloroform
pekat kuning
H2SO4 Lapisan Positif
pekat kloroform
kuning
kecoklatan
6 Saponin HCl 2N Terdapat Positif
buih
B. Pembahasan

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian


fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokima
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna.

Pada percobaan skrining fitokimia ini menggunakan beberapa perlakuan


identifikasi golongan senyawa-senyawa yakni identifikasi golongan alkaloid,
fenolik, flavonoid, tanin, steroid/terpenoid dan saponin. Hasil pengamatan
diperoleh negatif (-) untuk identifikasi golongan tanin.

Sementara untuk hasil pengamatan identifikasi golongan senyawa saponin


diperoleh positif (+). Sebab pada percobaan identifikasi golongan saponin ketika
tahap akhir yaitu ditambahkan HCl 2N sebanyak 1 tetes, buih tidak hilang.
Dengan demikian ekstrak mengandung senyawa kimia saponin.

Untuk hasil pengamatan identifikasi golongan alkaloid diperoleh hasil positif


(+) pada ketiga reaksi yaitu, pereaksi mayer, pereaksi dragendroff dan pereaksi
bouchardat yang brarti bahwa ekstrak mengandung senyawa kimia alkaloid.

Untuk hasil pengamatan identifikasi golongan flavonoid dipeeroleh hasil


positif (+) setelah ditambahkan dengan metanol 2 mL dan menghasilkan warna
merah lembayung. Yang berarti bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa
kimia flavonoid.

Untuk hasil pengamatan identifikasi golongan fenolik diperoleh hasil positif


(+) setelah ditambahkan dengan FeCl3 3% dan menghasilkan warna biru
kehitaman. Yang berarti bahwa ekstrak mengandung senyawa kimia fenolik.

Yang terakhir, untuk hasil pengamatan identifikasi golongan steroid diperoleh


hasil positif (+) pada kedua reaksi AAG 2 mL + H2SO4 pekat 1 mL yang
mengasilkan warna lapisan kloroform kuning kecoklatan. Yang berarti
menandakan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa kimia steroid.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Alkaloid
a. pereaksi mayer : mengkasilkan warna putih kekuningan
b. pereaksi dragendoff : menghasilkan warna merah kecoklatan
c. pereaksi bouchardat : menghasilkan warna merah kecoklatan hitam
2. Fenolik : menghasilkan warna biru kehitaman setelah penambahan
FeCl3
3. Flavonoid : menghasilkan warna merah lembayung setelah
ditambahkan metanol 2 mL
4. Tanin : tidak terdapat endapan setelah ditambahkan gelatin 10%
5. Steroid
a. AAG 1 mL (+) H2SO4 pekat : terdapat lapisan kloroform warna
kuning
b. H2SO4 pekat : terdapat lapisan kloroform warna kuning kecoklatan
6. Saponin : terdapat buih setelah ditambahkan dengan HCl 2N.
DAFTAR PUSTAKA

Harbone, J. B. 1987. “Phitochemical Method Fitokimia terjemahan oleh Kosasih


Padmawinata & Iwang Soediro”. ITB Press : Bandung

Kristanti, A. N. S. Dkk.2008. “ Buku Ajar Fitokimia”. Jurusan Kimia Laboratorium Kimia


Organik FMIPA Universitas Airlangga : Surabaya

Simbala, H. E. I. 2009. “Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat Sebagai
Bahan Aktif Fitofarmaka”. Pasific Journal. Vol. 1 halaman 4
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
ISOLASI PIPERIN

Dosen Pengampu:
Apt. Novia Delita, M.Si.

Disusun Oleh:
Amalia Rahmat 1904015016
Nadiyah K. 1904015052
Salsa Billa Z. 1904015060

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Piperin merupakan senyawa alkaloid yang diisolasi dari famili Piperaceae, seperti dari
buah mentah (lada hitam) dan inti dari buah matang (lada putih) dari Piper nigrum, dari
buah cabe jawa (Piper longum), biji Cubeba censii, Piper fainechotti dan Piper chaba.
Kandungan piperin dalam lada hitam bervariasi sekitar 6-9% (Shah dan Seth 2010). Piperin
dikelompokan ke dalam tipe alkaloid sejati dengan struktur inti piperidin. Piperin memiliki
bentuk prisma monosiklik dari alkohol dengan titik lebur 125-126ºC. Piperin awalnya tidak
menimbulkan rasa namun kemudian menimbulkan rasa seperti terbakar, memiliki
konstanta disosiasi pK (180 ) yaitu 12,22. Piperin dapat larut dalam petroleum eter,
kloroform, etanol, metanol, tetapi tidak dapat larut di dalam air (Kolhe et al. 2011). Piperin
larut dalam alkohol (1g/15ml) dan eter (1g/36ml) (Kar 2009).
Seperti alkaloid pada umumnya, piperin dapat diidentifikasi secara kualitatif dengan
reaksi warna menggunakan beberapa pereaksi seperti Dragendorff (larutan iodobismutat),
Mayer (larutan kalium merkuri-iodida), iodoplatinat (larutan kalium periodat) dan asam
fosfomolibdat. Namun, dikarenakan umumnya kadar alkaloid di dalam simplisia tidak
terlalu besar, maka untuk lebih meyakinkan keberadaan alkaloid, prosedur identifikasi
dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi kertas ataupun KLT. Fase diam yang
umum digunakan adalah silika gel 60 F254. Fase gerak untuk identifikasi piperin dalam
sampel dapat digunakan n-heksana:etil asetat (1:1), toluen-etil asetat (7:3), diklorometan-
etil asetat (3:1) ataupun benzene:etil asetat (2:1). Pengamatan di bawah sinar UV 365
piperin akan memberikan bercak dengan pendar berwarna biru. Pengamatan di bawah sinar
UV 254 nm, bercak piperin akan memberikan warna ungu. Pereaksi deteksi yang dapat
digunakan unutk deteksi keberadaan piperin adalah larutan Dragendorff (bercak berwarna
kuning hingga jingga kemerahan pada sinar tampak) ataupun larutan anisaldehid-asam
sulfat (bercak berwarna kuning setelah plat dipanaskan pada suhu 110C selama 10 menit
pada sinar tampak) (Shah dan Seth 2010; Hanani 2015).
Tanaman lada hitam secara luas tumbuh di tempat dengan iklim yang tropis dengan
kelembapan yang cukup. Bagian tanaman lada yang sering digunakan adalah buah yang
telah dikeringkan. Buah lada hitam mengandung minyak atsiri, tannin, flavonoid,
karbohidrat, dan protein. Lada hitam juga mengandung pinena, kariopilena, limonene,
filandrena, alkaloid (piperena, kavisina, piperitina, piperidina). Kandungan alkaloid dalam
lada hitam sebanyak 5-9%.
Piperin berupa Kristal berbentuk jarum bewarna kuning dengan kelarutan piperin
sedikir larut dalam air, larut dalam 15 bagian etanol, 36 bagian eter, asam asetat, benzene,
dan kloroform.
B. Tujuan Praktikum

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan isolasi


senyawa alkaloid piperin dari simplisia menggunakan metode sederhana serta
mengidentifikasi hasil isolasinya menggunakan metode KLT.
BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Seperangkat alat maserasi
2. Rotary evaporator
3. Lemari asam
4. Oven
5. Erlenmeyer
6. Gelas ukur
7. Plat KLT
8. Silica GF254
9. Chamber
10. Kertas saring
11. Alumunium foil
12. Vial
13. Botol semprot
14. UV box

b. Bahan
1. Simplisia lada hitam
2. Etanol 95%
3. KOH etanol 10%
4. N-heksana
5. Etil asetat
6. Standar piperin
7. Pereaksi dragendorff

c. Prosedur Kerja
1. Ekstraksi Serbuk Simplisia yang Mengandung Piperin
a. Setiap kelompok menggunakan satu simplisia yang telah ditetapkan.
b. Serbuk simplisia ditimbang 10 g, diekstraksi dengan 150 ml etanol 95%
menggunakan maserasi selama 2 jam. Filtrat dipekatkan.
c. Tambahkan 10 ml KOH-etanol 10% pada ekstrak dan larutan didekantasi
(diendapkan) dan dibiarkan semalam dalam lemari pendingin. Amati kristal
jarum warna kuning yang timbul.
d. Pisahkan kristal dari larutan pada vial lain. Larutan awal jangan dibuang
dan dapat didiamkan lagi untuk mengumpulkan sisa kristal.
e. Kristal yang diperoleh direkristalisasi dengan menambahkan etil asetat.
f. Kemudian ditambahkan n-heksana sampai terbentuk larutan keruh (seperti
susu). Pisahkan antara gummy pada dasar vial dengan larutan susu.
Diamkan kembali hingga terbentuk kristal lagi.
g. Larutkan kristal dengan etil asetat.
h. Prosedur diulangi hingga didapat zat piperin murni.
2. Pemeriksaan Piperin secara Kualitatif dengan metode KLT
Uji coba dengan KLT dengan kondisi berikut:
Fase diam : plat KLT GF254
Fase gerak : n-heksana:etil asetat (1:1) atau diklorometan:etil asetat (3:1)
Deteksi : a)
a. Sinar UV 254 nm segera setelah elusi tampak bercak berwarna gelap dengan
latarbelakang plat berflouresensi (nilai Rf piperin akan terdeteksi di sekitar
0,5)
b. Sinar UV 366 nm segera setelah elusi tampak bercak berfluoresensi biru tua
c. Pereaksi semprot Dragendorff (bercak berwarna kuning hingga jingga
kecoklatan)
d. Hitung nilai Rf isolat dan dibandingkan dengan nilai Rf pembanding piperin
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami melakukan isolasi piperin dengan sampel lada hitam. Lada hitam
memiliki kandungan senyawa alkaloid (piperena, kavisina, piperitina, piperidina). Uji ini
menggunakan metode KLT (kromatografi lapis tipis). Fase gerak yang digunakan adalah silica gel
GF254 dan fase geraknya menggunakan n-heksan, diklorometana, dan etil asetat. Fase gerak
dibuat dalam volume total 6 ml.

Kristal diuji KLT dengan melarutkan dalam etanol 96%. Menotolkan pda plat silica GF254
sebagai fase diam dan fase gerak yang digunakan yaitu n-heksan, diklorometana, dan etil asetat
dengan perbandingan 20:30:10. Penjenuhan pada fase gerak berfungsi untuk menyamakn tekanan
uap pada seluruh bagian wadah. Fase gerak n-heksan dan etil asetat digunakan karena bersifat
semipolar sehingga dapat memisahkan alkaloid piperin yang juga bersifat semipolar. Tampak
bercak hijau kekuningan di bawah sinar UV 254.

Nilai Rf yang didapatkan sebesar 0,69 telah memenuhi syarat nilai Rf terbaik untuk dideteksi
UV 254mm adalah anatar 0,2-0,8. Nilai Rf dari percobaan memiliki hasil yang sejajar dengan nilai
Rf standar yang senilai 0,7. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang didapat adalah senyawa
piperin.

Hitungan nilai Rf:

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 (𝑐𝑚)


Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑐𝑚)

1. 4,5 𝑐𝑚 = 0,69
6,5 𝑐𝑚
2. 5,1 𝑐𝑚 = 0,8
6,5 𝑐𝑚
3. 4,7 𝑐𝑚 = 0,7
6,5 𝑐𝑚
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel
lada hitam yang digunakan postif mengandung piperin. Hal ini di tunjukkan dengan nilai
Rf sebesat 0,69 yang sejajar dengan nilai Rf 0,7.

DAFTAR PUSTAKA

Tim dosen UHAMKA.2022.Modul Praktikum Fitokimia.Jakarta

Hikmawanti, Ni P.E, dkk.2016.Kandungan Piperin dalam Ekstrak Buah Lada Hitam dan Buah

Lada Putih yang Diekstraksi dengan Variasi Konsentrasi Etanol menggunakan Metode KLT

Densitometri. Jurnal Media Farmasi


LAMPIRAN

1. UV 254
2. UV 366
3. UV 254 yang sudah direndam fase gerak
4. Yang telah disemprot dragendorff
LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM
FITOKOMIA

“PENETAPAN KADAR FENOL TOTAL


DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETR”

Disusun Oleh:

Amalia R. 1904015016

Nadiyah K. 1904015052

Salsa Billa Z. 1904015060

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik


yangdibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis,
perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologisdari
senyawa organik. Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristaltak
berwarna yang memiliki bau khas. Jika dibandingkan dengan alkohol alifatiklainnya,
fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenoldengan NaOH,
di mana fenol dapat melepaskan H+. Alkohol alifatik lainnya tidakdapat bereaksi
seperti itupada keadaan yang sama,. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital
antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik,yang mendelokalisasi
beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkananionnya.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam
benzoatdengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi
batu bara. Teh merupakan salah satu minuman berantioksidan tinggi yang
banyakdikonsumsi masyarakat. Kandungan antioksidan teh berasal dari senyawa
polifenol. Pada teh terdapat 4 subkelas polifenol, yakni flavanol, flavonol,
flavon,flavanon, phenolic acid dan depsides. Berbagai macam tehdi masyarakat
dikenalada, antara lain teh hijau dan teh hitam.Pengukuran total fenol dengan
metodeFolin-Ciocalteau didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi. Reagen Folin
yangterdiri dari asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstad akan tereduksi
olehsenyawa polifenol menjadi malibdenum-tungsen. Reaksi ini membentukkompleks
warna biru. Semakin tinggi kadar fenol pada sampel, semakin banyakmolekul
kromagen (biru) yang terbentuk akibatnya nilai absorbansinya meningkat.
Senyawa fenol murni dapat menimbulkan rasa panas seperti terbakar jika
bersentuhan dengan kulit. Hidrokuinon merupakan salah satu senyawa fenol yang
penyebarannya dalam tumbuhan cukup luas. Fenol sederhana yang lain seperti
orsinol, katekol, pirogalol, floroglusinol keberadaannya lebih terbatas. Fenol bebas
relatif jarang terdapat pada tumbuhan, umumnya senyawa fenol berikatan dengan
gula membentuk glikosida yang lebih mudah larut dalam air Senyawa fenol dengan
protein membentuk kompleks (melalui ikatan yang dapat mengakibatkan kerja enzim
terhambat). Sering kali proses ekstraksi tidak berhasil dilakukan untuk memperoleh
senyawa fenol karena kepekaannya terhadap enzim oksidase, seperti fenolase. Oleh
pengaruh cahaya dan udara warna senyawa fenol secara perlahan menjadi gelap.
Fungsi senyawa fenol terhadap tumbuhan yang sudah diketahui adalah sebagai
pembangun dinding sel,pigmen bunga dan enzim.

B. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan
pengujian kuantitatif penetapan kadar fenol total dari ekstrak dengan menggunakan
metode sederhana.
BAB II
METODELOGI

A. Alat
1. blender,
2. alat-alat gelas,
3. timbangan analitik,
4. alumunium foil,
5. deksikator,
6. mikropipet,
7. spektrofotometer

B. Bahan
1. Ekstrak,
2. larutan Na2CO3 10%,
3. Reagen folin ciocalteu,
4. aquadest,
5. asam galat,
6. etanol 96%,
7. metanol

C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Larutan Uji Konsentrasi
Timbang 50 mg ekstrak etanol daun katuk, kemudian dimasukan ke
dalam labu ukur 100 ml, volume dicukupkan dengan etanol : air (1:1) hingga
tanda batas
2. Pembuatan Larutan Na2CO3 7,5%
Sebanyak 7,5 g Na2CO3 ditambah 80 ml air suling, kemudian
didihkan sampai serbuk Na2CO3 larut sempurna. Setelah itu diamkan selama
24 jam, disaring dan diencerkan dengan air suling sampai volume 100 ml
3. Pembuatan Larutan Asam Galat
Sebanyak 10 mg asam galat dilarutkan dalam 0,1 ml etanol, kemudian
diencerkan dengan air suling sampai volume 100,0 ml
4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat
Sebanyak 300 µL larutan asam galat konsentrasi 30 µg/ml ditambah
1,5 ml pereaksi Folin Ciocalteu (1:10), kemudian dikocok dan didiamkan
selama 3 menit ke dalam larutan tersebut ditambah 1,2 ml larutan Na2CO3
7,5%, dikocok homogen dan diamkan pada suhu ruang kamar kemudian
absorbansinya diukur pada panjang gelombang 600-850 nm
5. Penentuan Operating Time
Sebanyak 300 µL larutan asam galat konsentrasi 30 µg/ml ditambah
1,5 ml reagen Folin Ciocalteu, kemudian dikocok dan didiamkan selama 3
menit. Kedalam larutan tersebut ditambah 1,2 ml larutan Na2CO3 7,5%,
dikocok homogen, dan diukur absorbansinya dalam rentang waktu 0-60 menit
pada panjang gelombang maksimum
6. Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Galat
Diambil 1,8 ml, 3 ml, 4,2 ml, 5,4 ml, 6,6 ml larutan asam galat dibuat
dengan 5 konsentrasi yaitu 18, 30, 42, 54, dan 66 μg/ml menggunakan
mikropipet dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian pada masingmasing
konsentrasi ditambah 1,5 ml reagen Folin Ciocalteu (1:10) menggunakan
mikropipet. Setelah didiamkan selama 3 menit, masingmasing larutan
ditambah 1,2 ml larutan Na2CO3 7,5% menggunakan mikropipet dikocok
homogen, dan didiamkan pada range operating time pada suhu kamar. Semua
larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 765,5 nm, kemudian
dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi asam galat (μg/ml) dengan
absorbansi.
7. Penentuan Kandungan Fenolik Total
Sebanyak 50 mg ekstrak dari masing-masing sampel dilarutkan sampai
volume 25 ml di labu ukur yang berbeda dengan campuran etanol : aquadest
(1:1) hingga diperoleh konsentrasi 2000 ppm. Larutan ekstrak yang diperoleh
dipipet 300 μL dan ditambah 1,5 ml reagen Folin Ciocalteu dan dikocok.
Didiamkan selama 3 menit, ditambah 1,2 ml larutan Na2CO3 7,5% dan
didiamkan lagi pada waktu 60 menit. Absorbansi larutan ekstrak diukur
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 756,5 nm.
Dilakukan 3 kali pengulangan
BABA III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pengenceran folin ciocalteu
- Folin ciocalteu 1 ml
- Aquadest ad 10 ml
2. Sampel ekstrak lada hitam 3000 ppm
- Ekstrak lada hitam 30 mg
- Aquadest ad 10 ml
3. Baku standar ekstrak lada hitam
3000 ppmx = 1000.10
x = 1000/3000
x = 3.33 ml
4. Fenolik (1000 ppm)
- 0,3 ml sampel + 1,5 folin ciocalteu diamkan 15 menit + 1,2 ml na2co3
- Inkubasi 30 menit
5. Flavonoid
- 0,5 ml sampel + 1,5 ml etanol + 0,1 ml alcl3 10% + 0,1 ml asam asetat +
2,8 ml aquadest
- Inkubasi 30 menit

B. Pembahasan
Hasil praktiku kelompok 4 kadar fenol yang dilihat di spektofotometri adalah
0,333p dan disetarakan 33,668. Kadar fenol yang berubah menjadi warna biru
menujukan bahwa kadar fenol harus di rentang 0.2-0.8.
Hasil praktikum untuk kelompok 4 kadar flavonoid yang sudah didapat adalah
0,090 dan 7,832. Dari kadar hasil flavonoid didapat hasil yang kurang baik flavonoid
kurang terlihat
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam
benzoatdengan proses Raschig
2. Senyawa fenol murni dapat menimbulkan rasa panas seperti terbakar jika
bersentuhan dengan kulit
3. Sering kali proses ekstraksi tidak berhasil dilakukan untuk memperoleh
senyawa fenol karena kepekaannya terhadap enzim oksidase, seperti fenolase

Daftar Pustaka

TIM DOSEN UHAMKA.2022. Modul Praktikum Fitokimia. Uhamka-Jakarta

Ismail, J., Runtuwene, M.R., Fatimah, F. 2012. Penentuan Total Fenolik dan
Uji Aktivitas Antioksidan Pada Biji dan Kulit Buah Pinang Yaki
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
PENETAPAN KADAR TANIN TOTAL DENGAN METODE TITRIMETRI

Dosen Pengampu:
Apt. Novia Delita, M.Si.

Disusun Oleh:
Amalia Rahmat 1904015016

Nadiyah Kamilah 1904015052

Salsa Billa Z. 1904015060

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tanin merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada jaringan kayu seperti kulit
batang dan jaringan lain seperti daun dan buah. Tanin bersifat astringen sehingga
dimanfaatkan untuk antidiare, menghentikan pendarahan dan mecegah peradangan mukosa
mulut serta sebagai antidotum pada keracunan logam berat dan alkaloid. Tanin banyak
digunakan sebagai antiseptik karena memiliki gugus fenol (Hanani 2015).
Tanin berbentuk amorf yang mengakibatkan terjadi koloid dalam air, memiliki rasa
sepat, membentuk endapan dengan penambahan logam berat, alkaloid dan gelatin
(protein). Berat molekul tannin biasanya di atas 1000, sedangkan yang memiliki bobot
molekul di bawah 1000 sering disebut dengan “pseudotanin”.
Proses ekstraksi tanin dapat dilakukan dengan metanol, etanol, aseton, air atau campuran
etanol-air. Identifikasi kualitatif tanin dilakukan dengan larutan FeCl3 dimana, tanin
terhidrolisis memberikan endapan berwarna biru hitam sedangkan tanin terkondensasi
memberikan warna hijau cokelat. Selain itu, tanin dapat pula mengendap jika diberikan
larutan 1% gelatin dalam 10% NaCl. Analisis kuantitatif harus diperhatikan adanya
senyawa fenol lain yang dapat mengganggu penetapan kadar tanin. Cara spektrofotometri
dapat dilakukan untuk mengukur kadar tanin selain dengan cara titrimetri.
Salah satu metode penetapan kadar tanin secara sederhana yaitu, dengan metode
titrimeteri. Metode titrimetric adalah penentuan kadar dengan metode ini disebut dengan
metode permanganometri. Metode ini dapat dilakukan untuk mengukur tanin total dengan
cara sederhana, yaitu dengan cara titrasi terhadap sari air tanin menggunakan larutan
KMnO4 dan indikator larutan indigosulfonat, dengan perubahan warna dari biru menjadi
kuning terang.

B. Tujuan Praktikum

Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan pengujian


kuantitatif penetapan kadar senyawa tanin dari simplisia menggunakan metode titrimetri.
BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Erlenmeyer 100 ml dan 1000 ml
2. Gelas ukur 100 ml
3. Corong
4. Tabung reaksi
5. Gelas kimia 100 ml
6. Labu ukur 250 ml
7. Pipet volume 50 ml
8. Pipet tetes
9. Buret
10. Statif dan klem
11. Kertas saring
12. Timbangan analitik
13. Penangas

b. Bahan
1. Simplisia daun jambu biji
2. Asam oksalat H2O
3. Aquadest
4. KMnO4
5. H2SO4 pekat
6. FeCl3 3%
7. Indikator indigocarmin

B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan pereaksi indicator indigocarmin
a. 0,6 gram indigocarmin dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL dan dilarutkan
dengan 50 mL aquades kemudian diaduk dan dipanaskan menggunakan
penangas.
b. Setelah itu, didinginkan dan ditambahkan aquades hingga 100 mL lalu disaring.
2. Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N
a. 0,31 g KMnO4 ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL
dan ditambahkan 100 mL aquades.
b. Dididihkan menggunakan penangas selama 15 menit, kemudian disimpan
selama satu malam.
c. Setelah itu, disaring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL. Selanjutnya
diencerkan hingga mencapai 250 mL. Larutan KMnO4 dibakukan terlebih
dahulu sebelum dipakai.
3. Pembuatan larutan asam oksalat 0,1 N
a. Ditimbang asam oksalat 2H2O sebanyak 0,693 g, dilarutkan dengan aquades
75 mL, lalu aduk.
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan aquades sampai
tanda batas pada labu ukur.
c. Dihitung normalitas asam oksalat.
4. Pembakuan larutan KMnO4 dengan asam oksalat 0,1 N
a. Dipipet 25 mL larutan asam oksalat 0,1 N. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
100 ml, ditambahkan 5 ml larutan H2SO4 pekat, dipanaskan sampai suhu 80C.
b. Kemudian dalam keadaan panas dititrasi dengan KMnO4 0,1 N.
c. Titrasi dihentikan apabila sudah terjadi perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi berwarna merah muda (sudah mencapai titik akhir titrasi, TAT)
d. Catat volume KMnO4 yang digunakan selama titrasi. Hitung normalitas larutan
standar KMnO4 dengan menggunakan persamaan:
𝑚𝑔
𝑊 𝑋 2 𝑋 𝐹𝑃
𝐵𝑀
Normalitas KMnO4 = 𝑉 (𝑚𝑙)
Keterangan:
W = berat kristal asam oklasat yang ditimbang (mg)
BM = Berat molekul kristal asam oksalat
V = volume titrasi
FP = faktor pengenceran (25/100)
2 = adalah elektron valensi asam oksalat
5. Pengukuran blanko
a. Disiapkan 775 ml aquades dalam Erlemeyer 1000 ml.
b. Ditambahkan indikator indogocarmin 25 ml.
c. Titrasi dengan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi
larutan berwarna kuning emas.
d. Dicatat volume KMnO4 yang digunakan.
6. Penetapan kadar tanin dengan KMnO4
a. Serbuk simplisia ditimbang seksama 5 g lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia.
Tambahkan 50 ml aquades, panaskan di atas penangas sampai mendidih selama
30 menit, sambil diaduk
b. Diamkan beberapa menit, diendapkan, lalu saring dengan kertas saring.
c. Masukkan filtrat ke dalam labu ukur 250 ml.
d. Ampas disari lagi dengan cara sebelumnya, lalu disaring dan filtrat dimasukkan
ke dalam labu ukur yang sama. Ulangi prosedur ini sampai larutan memberikan
reaksi negatif terhadap larutan FeCl3.
e. Larutan didinginkan dan ditambahkan aquades sampai dengan tanda batas labu
ukur 250 ml.
f. Larutan dipipet sebanyak 25 ml, dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 1000 ml,
ditambahkan 750 ml air dan 25 ml indikator indigocarmin
g. Titrasi dengan larutan 0,1 N KMnO4 hingga terjadi perubahan warna dari biru
tua menjadi larutan berwarna kuning emas.
h. Dicatat volume KMnO4 yang digunakan.
i. Kadar tanin dihitung dengan kesetaraan 1 ml KMnO4 0,1 N setara dengan
0,004157 g tanin.
(𝑉−𝑉0)𝑋 0,004157 𝑋 𝐹𝑃
Tanin % = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Keterangan:
V = volume titrasi tanin (mL)
Vo = volume blanko (mL)
FP = faktor pengenceran (250/25)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan:
Pembakuan larutan KMnO4 dengan asam oksalat 0,1 N
V0 = 23,7 ml
V1 = 25,5 ml
𝑚𝑙 𝐻2𝐶204 𝑋 𝑁 𝐻2𝐶2𝑂4
Normalitas KMnO4 =
𝑚𝑙 𝐾𝑀𝑛𝑂4
= 5 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁 = 0,2777 𝑁
1,8 𝑚𝑙

Penetapan kadar tanin pada ekstrak dengan KMnO4


V0 = 23,2 ml
V1 = 23,4 ml
(𝑉−𝑉0)𝑋 0,004157 𝑋 𝐹𝑃
Tanin % = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
(0,2−0,1)𝑥 0,004157 𝑥 128
= 𝑥 100%
5𝑔
= 1,0642%

Pada praktikum kali ini kami melakukan penetapan kadar tanin total dengan metode
titrimetric. Sampel yang digunakan adalah daun jambu biji. Dalam praktikum ini, starisasi
dilakukan dengan penimbangan asam oksalat, kemudian ditambahkan asam kuat yaitu, H2SO4,
dipanaskan sampai 80o dan dititrasi dengan KMno4 0,1 N hingga larutan tak bewarna berubah
menjadi larutan merah muda. Permanganometri merupakan titrasi redoks yang
dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4) Titrasi ini melibatkan dua
tahapan,yakni titrasi analit dengan larutan kalium permanganat dan kemudian
kalium permanganat dengan larutan asam oksalatstandardisasi. Standarisasi ini bertujuan untuk
megetahuikonsentrasi KMnO4yang sebenarnya biasanya dalam menuliskan konsentrasi
normalitas dituliskan hingga empat angka di belakang koma, hal ini menunjukkan ketelitian
padanormalitas KMnO4 yang dipakai pada percobaan ini. Hasil titik akhir titrasi pada saat proses
standarisasi kalium permanganate ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan menjadi
merah muda.

Menetapkan kadar tanin dalam sampel daun jambu biji dengan cara titrasi permanganate.
Metode ini didasari oksidasi fenolat oleh larutan kalium permanganate dengan adanya
indigocarmin sebagai indicator untuk menunjukan titik akhir titrasi. Titik akhir di mana merubah
warna yang semula biru menjadi kuning keemasan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar
tanin dalam sampel daun jambu biji sebesar 1,0642%.

DAFTAR PUSTAKA

Tim dosen UHAMKA.2022.Modul Praktikum Fitokimia.Jakarta

Depkes RI.2008.Farmakope Herbal Indonesia Edisi I.Deppartemen


Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta

Hanani, E.2015.Analisis Fitokimia.Jakarta


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai