Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI VETERINER

“ELISA”

Oleh:

Desrizal Wildan A. (145130100111011)

Desy Setyoningsih (145130100111023)

Duanti Rahma F. (145130100111024)

Seruni Ummi A. (145130101111004)

KELAS/KELOMPOK : 2014A/3

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN IMUNOLOGI VETERINER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
BAB I

HASIL

1.1 Hasil Print Out ELISA

  H G F E D C B A
J-1 0.032 0.074 0.102 0.137 0.213 0.024 0.049 0.046  
J-2 0.264 0.265 0.270 0.304 0.361 0.348 0.388 0.567 1
J-3 0.312 0.287 0.235 0.257 0.330 0.248 0.305 0.464 2
J-4 0.243 0.297 0.279 0.233 0.368 0.377 0.450 0.559 3
J-5 0.274 0.251 0.268 0.271 0.311 0.304 0.418 0.527 4
J-6 0.273 0.298 0.324 0.318 0.351 0.374 0.451 0.585 5
J-7 0.368 0.344 0.311 0.277 0.305 0.322 0.371 0.558 6
J-8 0.338 0.292 0.323 0.364 0.294 0.345 0.429 0.561 7
J-9 0.257 0.218 0.215 0.234 0.237 0.255 0.354 0.504 8
J-10 0.272 0.274 0.347 0.312 0.368 0.410 0.444 0.555 9
J-11 0.369 0.333 0.314 0.315 0.271 0.335 0.384 0.527 10
J-12 0.048 0.037 0.034 0.036 0.039 0.038 0.037 0.055  

1.2 Hasil COV dan Titer AB

  OD kontrol Titer AB Kel 3 COV


A 0.589 12800 0.559 +
B 0.481 6400 0.450  +
C 0.490 3200 0.377  +
D 0.425 1600 0.368  +
E 0.444 800 0.233  -
F 0.418 400 0.278  -
G 0.283 200 0.297  +
H 0.273 100 0.243  -

∑ . H 2.97
COV= = = 0.297
10 10
1.3 Titer AB

0.559 0.450
Well A= x 12800 = 12148,04 Well B = x 800 = 810,81
0.589 0.444

0.377 0.368
Well C = x 400 = 360,765 Well D = x 400 = 352,153
0.418 0..418

0.233 0.278
Well E = x 100 = 85,347 Well F = x 100 = 101,831
0.273 0.273

0.297 0.243
Well G = x 200 = 209,893 Well H = x 100 = 89,010
0.283 0.273

1.4 Kurva
1.5 Gambar

Gambar 1. Pencucian ELISA plate dengan


PBS 200µl sebanyak 3x setiap sumuran.

Gambar 2. Dilakukan blocking


menggunakan creamer 4% pada masing-
masing sumuran.

Gambar 3. ELISA plate setelah


ditambahkan konjugat AP.

Gambar 4. ELISA plate setelah diinkubasi


pada suhu ruang selama 30 menit.

Gambar 5. Interpretasi hasil uji ELISA


menggunakan ELISA-reader.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisa Prosedur


Pada uji Indirect ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dilakukan dengan
menggunakan dua jenis antibodi, yaitu antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer
merupakan antibodi spesifik yang berfungsi untuk bertautan dengan antigen yang diiuji secara
spesifik. Sedangkan antibodi sekunder dapat bertautan dengan signal enzim sehingga dapat
mendeteksi keberadaan antigen-antigen yang diinginkan untuk diuji. Pada Uji Indirect ELISA,
antibodi primer dapat disebut sebagai antibodi penangkap sedangkan antibodi sekunder sering
disebut sebagai antibodi deteksi (Tabbu, 2000).
Pada uji ELISA dapat digunakan dua macam antibodi yaitu primary antibody (antibod
pertama) dan secondary antibody (antibodi kedua). Antibodi primer digunakan untuk dapat
berikatan dengan antibodi uji sedangkan antibodi sekunder berfungsi untuk bertautan dan
berikatan dengan antibodi primer. Antibodi sekunder dilakukan pelabelan dengan menggunakan
konjugat enzim seperti Peroxidase, Horse Radish Peroxidase, dan Alkaline Phosphate. Konjugat
enzim yang ditambahkan tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan monitoring
terhadap peruahan warna yang terjadi karena adanya suatu reaksi enzim secara kualitatif,
sehingga antibodi primer sapat dianalisis (Mercant dan Parker, 1994).
Penambahan konjugat enzim seperti peroxidase, horse redish peroxidase, alkaline
phosphate, peroxidase dan urease bertujuan untuk memberikan hasil kualitatif yaitu
menunjukkan hasil positif dan negatif berdasarkan perubahan warna yang terjadi karena reaksi
enzim. Kemudian penambahan substrat seperti 4p-NPP (para nitrophenyl phospat) digunakan
apabila menggunakan konjbugat enzim seperti alkaline phosphate sehingga dapat memberikan
hasil reaksi berwarna kuning. Sedangkan penambahan substrat ortho phenyldiamine digunakan
apabila menggunakan konjbugat enzim horse redish peroxidase sehingga dapat menghasilkan
perubahan warna menjadi oranye. Perubahan warna ini harus diamati secara cepat karena
perubahan warna dapat berubah akibat dari reaksi enzimatis yang ada didalamnya sehingga perlu
diberikan stop solution yaitu NaOH (Jon Gill, Eva, Laura, dkk, 2014).
Coating merupakan tahapan pertama dalam uji ELISA, coating bertujuan untuk
melakukan pelapisan antigen atau antibodi pada fase padat di microplate. Antigen dan tibodi
yang digunakan dalam uji ELISA dapat dilarutkan dalam coating buffer seperti Phosphat Buffer
Saline, maupun Tris HCl. Proses coating digunakan untuk mengikat antigen atau antibodi yangg
diuji pada media dalam kondisi atau dalam fase padat (Jon Gill, Eva, Laura, dkk, 2014).
Washing merupakan proses pencucian pada uji ELISA yang dapat menggunakan larutan
sepertii PBS-tween bila menggunakan konjugat enzim horse radish peroxidase. Selain itu juga
dapat digunakan wahing dengan NaCl-tween apabila menggunakan alkaline phosphate sebagai
konjugat enzim. Proses washing bertujuan untuk dapat menghilangkan unsur-unsur abahan yang
tidak diinginvan, selain itu juga berfungsi untuk menghilangkan berbagai jenis antigen maupun
antibodi yang memiliki ikatan yang longgar (Jon Gill, Eva, Laura, dkk, 2014).
Blocking digunakan untuk melakukan blokade atau menutup suatu tempat yang kosong
setelah antigen maupun antibodi berikatan dalam media. Blocking buffer dapat digunakan
larutan seperti creamer, skim, bovine serum albumine serta casein (Mercant dan Parker, 1994).
Penambahan konjugat enzim seperti peroxidase, horse redish peroxidase, alkaline
phosphate, peroxidase dan urease bertujuan untuk memberikan hasil kualitatif yaitu
menunjukkan hasil positif dan negatif berdasarkan perubahan warna yang terjadi karena reaksi
enzim. Kemudian penambahan substrat seperti 4p-NPP (para nitrophenyl phospat) digunakan
apabila menggunakan konjbugat enzim seperti alkaline phosphate sehingga dapat memberikan
hasil reaksi berwarna kuning. Sedangkan penambahan substrat ortho phenyldiamine digunakan
apabila menggunakan konjbugat enzim horse redish peroxidase sehingga dapat menghasilkan
perubahan warna menjadi oranye. Perubahan warna ini harus diamati secara cepat karena
perubahan warna dapat berubah akibat dari reaksi enzimatis yang ada didalamnya sehingga perlu
diberikan stop solution yaitu NaOH (Jon Gill, Eva, Laura, dkk, 2014).
Pada praktikum yang dilakukan, praktikan tidak melakukan proses coating sehingga
praktikan meanjutkan dengan proses washing. Proses dilakukan dari washing sampai dengan
penambahan antibodi primer. Proses washing dilakukan dengan menambahkan washing buffer
sebanyak 200 µl pada masing-masing microplate sebanyak tiga kali. Kemudian tahap selanjutnya
ialah dengan melakukan proses blocking dengan menggunakan blocking buffer yaitu
menggunakan creamer 4% sebanyak 100 µl pada masing-masing microplate, kemudian
dilakukan inkubasi dengan suhu 37oC selama 30 menit. Tahapan selanjutnya ialah dengan
melakukan washing dengan menggunakan washing buffer sebanyak 200 µl sebanyak tiga kali ke
masing-masing mmicroplate. Kemudian dilakukan penambahan antibodi primer sebanyak 100 µl
dari sumur A-G yang kemudian dilakukan pengenceran berseri yaitu dengan memindahkan 100
µl cairan dari sumur A ke sumur B, begitu pula dilakukan sampai sumur G. Pada sumur H tidak
ditambahkan dengan antibodi apapun, sehingga digunakan sebagai kontrol negatif. Kemudian
dilakukan inkubasi dengan suhu 37oC selama 24 jam.

2.2 Analisa Hasil

2.2.1 Kenapa terjadi perubahan warna pada hasil ELISA?

ELISA merupakan suatu uji serologis yang memiliki mekanisme kerja dengan melihat
interaksi antara antigen (Ag) dan antibodi (Ab) menjadi molekul Ag-Ab yang lebih besar dan
mengendap. Perbedaan uji ELISA dengan uji serologis lainnya adalah dari pembacaan hasil uji.
Pada uji seologis yang lain dapat dilihatnya endapan, tetapi pada uji ELISA hasil dapat dilihat
dari perubahan warna yang terjadi pada substrat pereaksi sesuai dengan label nya atau immune
probe konjugat Ab- enzim. Perubahan warna terjadi karena terjadi proses hidrolisa enzimatik
pada reaksi antara konjugat Ab-enzim dengan substratnya, sehingga hasil ELISA lebih peka dan
dapat secara kuantitatif (Suryadi, 2009).

2.2.2 Mengapa terjadi variasi nilai titer antibodi?

Titer antibodi adalah sebuah indikasi terhadap status kekebalan tubuh suatu makhluk
hidup. Perbedaan titer antibodi dikarenakan pada host tersebut yaitu jenis, umur, dan juga status
vaksinasi. Tetapi pada uji ELISA ini, titer antibody berbeda-beda dikarenakan daya ikatan antara
antigen dan antibodi yang berbeda-beda. Kemungkinan juga jumlah dari antigen dan antibodi
dalam 1 well juga berbeda, sehingga hasil masing-masing well memiliki titer antibodi yang
berbeda ( Suryani, 2015).

2.2.3 Perbandingan hasil ELISA dengan ELISA ND

Pada uji ELISA ND terjadinya ikatan antigen dengan antibody akan memuculkn
perubahan warna pada mikroplat yang akan terlacak oleh antiduck-IgG dengan pelabelan enzim
tertentu. Titer antibody ND pada uji ELISA menunjukkan tingkat yang tinggi apabila intensitas
warna yang ditunjukkan semakin coklat pekat. Yang mana kan dinyatkan positif apabila nilai OD
yang ditunjukkan tidak kurang dari 3 kali dari nilai rata rata OD negative. Sedangkan untuk hasl
uji ELISA yang didapatkan menunjukkan nilai OD yang lebih dari nilai rata rata OD negative.

2.2.4 Perbedaan control negative dan control positif

Perbedaan anatara control negative dan control positif ditunjukkan dengan pengukuran
menggunakan spektrofotometer yang diukur berdasarkan intensitas warna campuran hasil
pengujian yang berupa densitas opis. Perbedaan yang ditunjukkan anatara keduanya adalah
perubahan warna substrat pada control positif sedangkan untuk control negative tidak terjadi
perbahan warna pada substrat.

2.2.5 Faktor kegagalan dan faktor yang perlu dperhatikan dalam ELISA

Menurut (Brahmana, 2008) adanya hasil yang gagal pada uji ELISA dapat disebabkan
karena adanya suatu reaksi silang antara antibody primer dengan antibody sekunder. Selain itu
kemungkinan terjadinya kegagalan pada hasi uji ELISA ini bisa saja disebabkan karena adanya
kesalahan teknik atau kurang terampilnya penguji dalam melakukan tahapan tahapan pada uji
ELISA, seperti melakukan washing dengan PBS 200ml yang kurang maksimal akan
mempengaruhi reaksi yang terjadi pada tahapan selanjutnya karena zat yang tidak terikat tidak
terbuang secara sempurna dan dapat mempengaruhi hasil reaksi dari perlakuan selanjutnya.
Begitu pula saat melakukan pengenceran dengan antibody primer 100ml yang harus dipastikan
terhomogenkan dengan benar sehingga ikatan yang diinginkan akan terjadi. Selain itu kesalahan
pengujian pada uji ELISA juga dapat diakibatkan karena control negative yang menunjukkan
respon positif akibat inefektivitas dari larutan blocking yang digunakan yang menyebabkan
antibody sekunder atau lainnya dapat berinteraksi dengn antibody lain dan menimbulkan signal.

Faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam uji ELISA menurut (Lequin, 2005) ialah

1. Penggunaan antibody harus dipastikan bersifat monoclonal artinya antibody haya dapat
mengenali satu jenis antigen saja
2. Pembacaan ELISA harus dilakukan dengan cepat dikarenakan reaksi yang terjadi antara
enzim dengan substrat berlangsung relative cepat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Brahmana, 2008. Imunologi, Serologi dan Tata Kerja Laboratorium. Medan.

Lequin. 2005. Enzyme Immnuossay Linked Immunosorbent Assay. Clinical Chemistry


51(12):2415-2418.

Jon Gil R, Eva H, Laura R, et al. 2014. The Mammalian Cell Cycle Regulates Parvovirus
Nuclear Capsid Assembly. USA: University ofr North Carolina.

Merchant and Packer. 1994. Veterinary Bacteriology and Virology. USA: Iowa State University
Press.

Suryadi Yadi. 2009. Potensi Pemanfaatan Perangkat Diagnostik ELISA serta Variannya untuk
Deteksi Patogen Tanaman. Bogor : Jurnal AgroBiogen 5(1):39-48.

Suryani Lilis. 2015. Deteksi Titer Antibodi Dan Identifikasi Faktor Penyebab Kegagalan
Vaksinasi Terhadap Newcastle Disease Pada Ayam Petelur Di Desa Bulo Kabupaten Sidenreng
Rappang. Makassar : Universitas Hasanuddin.

Tabbu, C.R. 2000. Penyakit dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral.
Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai