Anda di halaman 1dari 12

KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG KATAK

Oleh :
Nama : Amalia RizQytiasti
NIM : B1J011099
Rombongan :V
Kelompok :3
Asisten : Arviani Ramadhaningrum

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otot hewan dapat dibedakan menjadi 2 menurut strukturnya, yaitu otot


seranlintang dan otot polos. Pertama yaitu otot polos. Jaringan otot polos bila
diamati di bawah mikroskop tampak polos atau tidak bergaris-garis. Otot polos
berkontraksi secara sistem dan di bawah pengaruh saraf otonom. Bila otot polos
dirangsang, reaksinya lambat. Otot polos terdapat pada saluran pencernaan,
dinding pembuluh darah, saluran pernafasan. Jaringan otot polos yang berperan
untuk kontraksi secara terus menerus dan tidak terlalu kuat, serta terdapat pada
organ-organ yang kecil seperti saluran pencernaan, saluran pembuluh darah, dan
saluran pembuluh reproduksi mempunyai struktur yang lebih halus dan berukuran
kecil (Campbell, 2002).
Otot seranlintang tersusun atas benang paralel dengan panjang beberapa
sentimeter dan tersusun atas fibril halus. Fibril halus mempunyai ciri adanya Z-
lines atau Z-bands. Daerah diantara Z-band disebut sarkomer. Pada Z-band
terdapat filamen tipis (aktin) pada dua arah dan disebelah tengah bersisipan
dengan filamen tebal (miosin). Selama kontraksi panjang filamen tipis dan tebal
tidak berubah. Kontraksinya menurut kehendak kita dan di bawah pengaruh saraf
sadar. Dinamakan otot lurik karena bila dilihat di bawah mikroskop tampak
adanya garis gelap dan terang berselang-seling melintang di sepanjang serabut
otot. Nama lain dari otot lurik atau otot rangka adalah otot bergaris melintang.
Kontraksi otot lurik berlangsung cepat bila menerima rangsangan, berkontraksi
sesuai dengan kehendak dan di bawah pengaruh saraf sadar (Campbell, 2002).
Otot jantung walaupun secara struktur terlihat sebagai seranlintang, namun
dibedakan sebagai jenis otot yang berbeda. Hal itu karena cara kerja otot jantung
yang involuntari atau tidak mudah lelah, sama seperti otot polos. Kontraksi otot
dapat berlangsung melalui dua bentuk yaitu kontraksi isometrik dimana tidak
terjadi perubahan panjang otot, dan kontraksi isotonik dimana otot memendek
selama kontraksi. Didalam tubuh hewan sebenarnya tidak ada gerakan otot yang
murni isometrik atau isotonik, sebab biasanya baik panjang maupun beban otot
berkurang selama kontraksi otot terjadi (Gordon, 1997).
1.2 Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik


terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan efek perangsangan
kimia terhadap kontraksi otot jantung katak.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Universal Kimograf


lengkap dengan asesorinya, alat bedah, gunting, pinset, dan jarum.
.Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah katak sawah
(Fejervarya cancrivora), larutan Ringer, dan larutan asetilkolin 3 – 5 %.

2.2 Cara Kerja

2.2.1 Pengukuran kontraksi otot gastroknemus


1. Universal Kimograf dan asesorinya disiapkan
2. Katak sawah dimatikan dengan cara dirusak otak dan sumsum tulang
belakangnya. Tanda katak mati adalah tidak adanya reflek yang terjadi
bila kaki katak disentuh
3. Katak ditelentangkan pada bak preparat, lalu dibuat irisan kulit melingkar
pada pergelangan kaki katak
4. Tepi kulit yang telah dipotong dipegang erat-erat dan disingkap kulitnya
hingga terbuka sampai lutut
5. Otot gastroknemus dipisahkan dari otot lain pada tungkai bawah
6. Tendon diikat dengan benang yang cukup kuat dan panjang, lalu tendon
achiles dipotong
7. Otot gastroknemus selalu ditetesi dengan larutan Ringer agar sel-selnya
tetap hidup
8. Sediaan katak dipasang pada papan fiksasi yang terdapat pada asesori
Kimograf
9. Besar skala pada Kimograf dicatat untuk tiap rangsangan elektrik yang
digunakan yaitu 0-25 volt
2.2.2 Pengukuran kontraksi otot jantung
1. Katak sawah dimatikan dengan cara dirusak otak dan sumsum tulang
belakangnya. Tanda katak mati adalah tidak adanya reflek yang terjadi
bila kaki katak disentuh
2. Pembedahan dilakukan pada bagian dada katak mulai dari arah perut
hingga jantung katak kelihatan
3. Selaput jantung katak (perikardium) disobek
4. Ventrikel jantung dikaitkan dengan kait kecil yang telah diikat dengan
benang, lalu benang diikatkan pada stilus
5. Dihitung detak jantung selama 15 detik.
6. Asetilkolin 3 atau 5% diteteskan dan diamati kontraksinya
7. Detak jantung dibandingkan sebelum dan sesudah diamati.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kontraksi Otot Gastroknemus pada Katak

Kelompok Voltase Amplitudo (mm)


1 0 0
2 5 0
3 10 0
4 15 2
5 20 3,1
6 25 6,9

Grafik 1.

Grafik Hubungan Amplitudo Dengan Voltage Listrik

8
7
6
5
amplitudo

4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25
voltage

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kontraksi Otot Jantung

Asetilkolin 3% - 5%
Kelompok
Sebelum ditetesi Setelah ditetesi
1 68 16
2 60 56
3 64 60
4 32 68
3.2 Pembahasan

Kontraksi Otot Gastroknemus Pada Katak


Percobaan kontraksi otot gastroknemus katak ini menggunakan alat
Universal kimograf beserta asesorinya. Kontraksi otot gastroknemus pada katak
dideteksi dengan menggunakan kimograf. Panjang amplitudo pada kimograf
menggambarkan besarnya kontraksi (Gordon et al., 1997). Cara pembacaan
amplitudo pada Kimograf dengan cara menghitung jarak antara satu gunungan
dan dengan gunungan yang lain pada kimograf. Hasil pengukuran kontraksi otot
gastroknemus katak (Rana sp.) Voltage berturut-turut 0 volt; 5 volt; 10 volt; 15
volt; 20 volt; 25 volt didapatkan amplitudonya adalah 0 mm/volt; 0 mm/volt; 0
mm/volt; 2 mm/volt; 3,1 mm/volt; 6,9 mm/volt. Hasil pengukuran menunjukkan
peningkatan amplitudo mulai dari voltase 15 volt hingga 25 volt, hal ini sesuai
dengan pernyataan Kimball (1996) bahwa karena kekuatan rangsangan
ditingkatkan, banyaknya kontraksi meningkat sampai suatu maksimum. Menurut
Storer (1961), menyatakan bahwa semakin tinggi rangsangan yang diberikan
maka amplitudo yang terukur pun akan semakin besar. Hal ini terjadi karena daya
rangsangan akan memberikan stimulus pada reseptor yang kemudian akan
dijawab dengan kontraksi otot gastroknemus yang masih berfungsi dengan
bantuan larutan ringer katak, mesti katak telah mati. Reaksi yang terjadi di
gastroknemus dipengaruhi oleh aktivitas enzim mitokondrial antara benang-
benang otot di gastroknemus. Selain itu, percobaan kontraksi otot gastroknemus
juga menggunakan larutan Ringer yang ditetesi terus pada jaringan otot katak.
Penggunaan larutan Ringer berfungsi untuk menjaga sel-sel otot agar tetap hidup
sehingga kontraksinya dapat dihitung (Gordon et al., 1997).
Mekanisme kontraksi otot diawali dari sebuah impuls saraf yang datang
pada persambungan neuromuscular yang akan dikontraksikan ke sarkomer oleh
system tubula transversal. Sarkomer otot akan menerima sinyal untuk
berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi. Sinyal listrik dihantamkan menuju
retikulum sarkoplasmik (SR) yang merupakan sistem vesikel yang pipih.
Membran SR yang secara normal non permeable terhadap Ca2+ mengandung
transmembran Ca2+ ATPase yang memompa Ca2+ ke dalam SR untuk
mempertahankan konsentrasi Ca2+ pada saat otot relaksasi. Kedatangan impuls
saraf membuat SR menjadi impermeable terhadap Ca2+, akibatnya Ca2+ terdifusi
melalui saluran-saluran khusus Ca2+ menuju interior miofibril dan konsentrasi
internal Ca2+ ini cukup untuk memacu konformasional traponin dan trapomiosin
yang mengakibatkan otot berkontraksi (Hodgkin, 1989). Jaringan otot yang dilalui
arus listrik akan mengalami kerusakan yang dapat pulih (reversible) maupun tidak
dapat pulih (ireversible) melalui mekanisme elektroporasi, panas (joule heating),
hiperkontraksi dan ruptur serabut-serabut otot (Syamsun, 2007).
Berdasarkan teori Johnson (1984), kontraksi otot dapat digambarkan
sebagai berikut:

Rangsangan Kontraksi sarkolema reticulum Ca+ Troponin

Aktin melepaskan diri ATP Aktin Tropomiosin

Ion Ca+ rendah


Ion Ca rendah Tropomiosin bergerak ke tempat aktif
filament aktin

Kontraksi

Kontraksi Otot Jantung Pada Katak


Praktikum kontraksi otot jantung dilakukan dengan menambahkan larutan
asetil kolin 3-5% sebagai perangsang kimia. Hasil percobaan dari kelompok 1, 2
dan 3 tidak sesuai pustaka, tetapi hasil percobaan kelompok 4 sesuai dengan
pustaka, yaitu kinerja jantung semakin cepat seiring dengan penambahan larutan
asetil kolin 3-5% yaitu dari 32 menjadi 68 detak. Hal ini sesuai pernyataan Storrer
(1961) yang mengatakan bahwa transmisi pada hubungan neuromuskuler dan
sinaps tertentu lainnya melibatkan sekresi dan komeresepsi asetikolin. Perangsang
yang kuat ini menyebabkan depolarisasi setempat dari membran sel otot, yang
memulai penyebaran impuls dalam membran dan menyebabkan kontraksi serabut
otot. Serabut simpatik post ganglion mempercepat denyut jantung dengan
melepaskan norepinefrin. Serabut demikian disebut adrenegrik, sedangkan serabut
yang mengeluarkan asetikolin disebut kolinergik. Daerah sinaps mempunyai
enzim yang kuat, yaitu asetikolinesteranase yang khusus menghidrolisis dan
menginaktifkan asetikolin, dan monoamina oksidase yang mengoksidasi dan
menginaktifkan norepinefrin. Enzim-enzim ini mencegah rangsangan yang terus-
menerus dari dendrit atau otot oleh zat neurotransmitter. Asetikolin dilepaskan
oleh saraf motor dalam paket-paket kecil yang terdiri atas sekitar 1000 molekul.
Mekanisme yang melepaskan asetikolin memerlukan ion kalsium dan dihambat
oleh ion magnesium (Ville et al., 1988). Selain itu, stress dan kegagalan tegangan
mekanik pada sel mengindikasikan juga kegagalan pada jaringan dan tentunya
berpengaruh pada kinerja otot jantung (Azizi, 2009). Otot jantung mempunyai
kemampuan untuk mengadakan kontraksi otomatis dan ritmis tanpa bergantung
pada ada tidaknya rangsangan saraf. Cara kerja semacam ini disebut miogenik,
maksudnya kontraksinya dipacu oleh pacemaker yang berupa otot. Kontraksi otot
akan lebih kuat bila sedang renggang dan bila suhunya cukup panas kelelahan dan
dingin memperlemah kontraksi (Pearce, 2004).
Jantung hewan vertebrata tingkat tinggi mengandung serat-serat jantung
yang termodifikasi yang berfungsi untuk mengkoordinasikan detak jantung
dengan mengatur waktu kontraksi dari atrium dan ventrikel, secara normal
berawal pada nodus sinoatrium (SA) yang berlokasi dalam atrium kanan pada
pintu masuk vena kava superior. Berawal dari nodus sino atrium sampai nodus
antrio ventrikulum, terletak di bagian belakang septum inter ventrikulum dan
mulai dari titik ini, seberkas sel-sel otot jantung yang termodifikasi (serat-serat
purkinje) bercabang dua dan cabang yang terpisah berjalan melalui jaringan
subendokardial dari ventrikel kanan dan kiri. Sel-sel dalam dua daerah nodus itu
berbentuk spul, sel-sel yang sangat bercabang yang dipisahkan satu sama lain oleh
sedikit jaringan penyambung (Johnson, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot adalah jumlah serabut
otot yang aktif dan adanya energi yang diperoleh dari ATP dan keratin fosfat.
Masing-masing zat tersebut akan mengalami perubahan pada waktu otot
berkontraksi, ATP akan terurai menjadi ADP+ energi, kemudian ADP terurai
menjadi AMP dan energi. Sedangkan keratin fosfat akan terurai menjadi keratin+
fosfat+ energi (Hodgkin, 1989). Menurut Soetrisno (1987), faktor-faktor yang
mempengaruhi fisiologis jantung antara lain: temperatur lingkungan, zat kimia
(alkohol), ukuran tubuh dan umur. Hewan-hewan kecil mempunyai frekuensi
(frekuensi pulsus) denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan yang besar.
Hal ini disebabkan hewan kecil memiliki kecepatan metabolisme yang lebih tinggi
pada setiap unit berat badannya. Hewan yang muda memiliki frekuensi pulsus
yang lebih cepat dari pada hewan dewasa. Hal ini disebabkan karena pengaruh
hambatan nerves vagus pada hewan-hewan muda belum berkembang.
Acara praktikum ini menggunakan larutan asetil kolin 5% yang berfungsi
sebagai rangsang kimia, karena asetil kolin merupakan neurotransmitter.
Neurotransmitter adalah zat yang disintesis oleh neuron dan disimpan didalam
gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan pada bagian ujung
akson terminal dan juga direabsorbsi untuk didaur ulang. Neurotransmitter
merupakan sinyal komunikasi antar neuron (Campbell, 2002).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan


bahwa :
1. Stimulus berupa rangsangan elektrik dapat mempengaruhi kontraksi otot
gastroknemus.
2. Respon otot gastroknemus katak akan meningkat seiring dengan
meningkatnya voltage sebagai rangsangan.
3. Respon otot jantung katak akan meningkat dengan pemberian larutan
asetilkolin sebagai rangsangan.
DAFTAR REFERENSI

Azizi, Emanuel. Halenda, Gregory M, and Robert, Thomas J. Mechanical


properties of the gastrocnemius aponeurosis in wild turkeys. Vol. 29 pp.
51-52; 2009.

Campbell. 2002. Biologi. Erlangga, Jakarta Rosser, B. W. C. and E. Bandman.


2008. Heterogeneity of protein expression within muscle fibers. American
Society of Animal Science.

Gordon, M. S., G. A. Bortholomew., A. D. Grinell., C. B. Jorgenscy and F. N.


White. 1997. Animal Physiology.: Principle and Adaptation, 4th Edition.
MacMillan Publishing Co INC, New York.

Hodgkin, C. D. and C. P. Jr. Hickman. 1989. Biology of Animal. The CV. Mosby
Company, Saint Louis.

Johnson, R. W. and G. A. Wyse. 1989. Animal Physiology Second ed. Harper and
Collins Inc., New York

Kimball, J. W. 1996. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Pearce, E. C. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta

Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan Unsoed,


Purwokerto.

Storrer, B.W.C. and Bandman, E. 2003. Heterogeneity of Protein Expression


Within Muscle Fibers. J Anim Sci. : 81: 94-101.

Syamsun, Arfi. Efek Paparan Arus Listrik terhadap Jumlah Titik Hiperkontraksi
Otot Gastrocnemius dan Kadar Kreatin Kinase Serum Tikus Wistar. 2007;
hal 5.

Ville, Claude A., Warren F. Walker dan Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum
Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai