Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Vanamei


2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Berikut klasifikasi udang vannamei menurut Budiwardhani (2018) adalah
sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Sub Kelas : Eumalacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei

Udang vanamei merupakan udang yang tubuhnya terdiri atas 19 segmen.


Lima segmen membentuk kepala, bagian dada terdiri dari delapan segmen dan
bagian perut terdiri dari enam segmen. Pada udang vannamei bagian kepala dan
dada yang menyatu disebut cephalotorax. Pada kepala terdiri dari mata majemuk
yang bertangkai dan memiliki dua buah antena yaitu antena dan antennulae (lihat
Gambar 1). Antena berfungsi sebagai sensorik. Mandibula berfungsi untuk
menghancurkan makanan yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi
untuk membawa makanan ke mandibula (Prayugi, 2014).
Masing-masing ruas pada bagian dada mempunyai sepasang anggota
badan disebut thoracopoda. Thoracopoda 1-3 disebut maxiliped yang berfungsi
dalam memegang makanan. Thoracopoda 4-8 berfungsi sebagai kaki jalan atau
periopoda. Ruas 1-5 pada bagian abdomen memiliki sepasang kaki renang disebut
pleopod. Pada ruas keenam terdapat uropod dan telson yang berfungsi sebagai
kemudi.
Ciri khas dari udang vaname adalah pada rostrum terdapat dua gigi di sisi
ventral, dan sembilan gigi di sisi dorsal. Badan udang vaname tidak terdapat
rambut-rambut halus (setae). Pada jantan, petasma memiliki panjang 12 mm yang
tumbuh dari ruas pertama dari kaki jalan dan kaki renang (coxae). Pada betina
thelycum terbuka berupa cekungan yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu-
bulu halus, terletak dibagian ventral dada, antara ruas kaki jalan ketiga dan
keempat.

Sumber : Prayugi (2014)

Gambar 1. Morfologi Udang Vanamei (L. vannamei)

2.1.2 Habitat dan Penyebaran


Habitat adalah tempat tinggal satu individu atau populasi spesies tertentu
(Sovianti & Firmayanti, 2017). Udang vanamei mendiami habitat perairan yang
memiliki kisaran salinitas 0,5 – 40 ppt (Kaligis, 2010). Udang vannamei
merupakan udang yang mampu hidup dengan kisaran salinitas yang cukup luas
atau sering disebut dengan euryhaline (Tahe et al., 2009). Udang vannamei
tergolong hewan katadromus. Udang dewasa akan bertelur di laut lepas dengan
salinitas tinggi kemudian saat memasuki stadia larva akan bermigrasi ke daerah
estuaria yang bersalinitas rendah (lihat Gambar 2) (Ernawati & Rochmady, 2017).
Sumber : Ernawati & Rochmady (2017)
Gambar 2. Siklus Hidup Udang Vannamei

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) sebenarnya bukan udang lokal


atau asli Indonesia. Udang ini berasal dari Meksiko yang kemudian mengalami
kemajuan pesat dalam pembudidayaannya dan menyebar ke Hawaii hingga Asia.
Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Asia pertama kali adalah di
Taiwan pada akhir tahun 1990 dan pada akhirnya merambah ke berbagai negara di
Asia diantaranya Indonesia dan mulai meningkat pada tahun 2001 – 2002 (Nadhif,
2016).
2.1.3 Tingkah Laku dan Kebiasaan Makan
Udang vannamei merupakan golongan omnivora dan scavenger (pemakan
bangkai). Spesies ini menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan
organ sensor yang terdiri dari bulu–bulu halus (setae). Organ sensor ini terletak
pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena dan maxiliped
(Hendrajat et al., 2007). Makanannya biasanya berupa crustacean kecil dan
polychaetes (cacing laut).
Udang vannamei juga termasuk hewan nocturnal atau aktif mencari makan
saat malam hari atau saat intensitas cahaya berkurang (Dewi, 2014). Udang
mempunyai pergerakan yang hanya terbatas dalam mencari makanan dan
mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri terhadap makanan yang tersedia di
lingkungannya. Selain itu, kebiasaan makan udang adalah dengan cara makan
sedikit demi sedikit tetapi sering (Martini et al., 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Budiwardhani, R. H. (2018). Analisis Kualitas Air dan Pemberian Imunostimulan


Ekstrak Rumput Laut Terhadap Perubahan Jumlah Sel Hemosit Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) yang Terinfeksi White Spot Syndrome Virus
(WSSV).
Dewi, F. S. (2014). Pemanfaatan Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata)
Sebagai Substitusi Tepung Ikan Pada Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei) Terhadap Nilai Kecernaan Serat Kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa
Nitrogen (BETN).
Ernawati, & Rochmady. (2017). Pengaruh Pemupukan dan Padat Penebaran
Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Post Larva Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Akuakultur, Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil, 1, 1–10. https://doi.org/10.29239/j.akuatikisle.1.1.1-10
Hendrajat, E. A., Mangampa, M., & Suryanto, H. (2007). Budidaya Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) Pola Tradisional Plus di Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan. Media Akuakultur, 2(2), 67–70.
Kaligis, E. Y. (2010). Laju Pertumbuhan, Efisiensi Pemanfaatan Pakan,
Kandungan Potasium Tubuh, dan Gradien Osmotik Postlarva Vaname
(Litopenaeus vannamei, Boone) Pada Potasium Media Berbeda. Jurnal
Perikanan Dan Kelautan, VI-2, 92–97.
Martini, N. N. D., Nursyam, H., & Fadjar, M. (2015). Pengaruh Perbedaan Sistem
Budidaya terhadap Pola Pita Protein Daging Udang Vaname ( Litopenaeus
vannamei ), 375–380.
Nadhif, M. (2016). Pengaruh Pemberian Probiotik pada Pakan dalam Berbagai
Konsentrasi terhadap Pertumbuhan dan Mortalitas Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei).
Prayugi, I. T. (2014). Respon Pertumbuhan Kultur Sel Limfoid Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Pada Media yang Berbeda.
Sovianti, I., & Firmayanti, R. (2017). Makalah konsep dasar ipa habitat hewan
dan lingkungannya.
Tahe, S., Nawang, A., & Suwoyo, H. S. (2009). Pemasyarakatan Teknologi
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Sistem Polikultur dengan
Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Salinitas Rendah, (2002), 425–
434.

Anda mungkin juga menyukai