Anda di halaman 1dari 4

791

Penggunaan Saccharomyces cereviceae pada fermentasi pakan buatan ... (Eddy Afrianto)

PENGGUNAAN Saccharomyces cereviceae PADA FERMENTASI PAKAN BUATAN UNTUK


MENINGKATKAN PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)
Eddy Afrianto
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang km. 21, Jatinangor, Bandung 45363
E-mail: edd_afrianto@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ditujukan untuk menentukan persentase terbaik dari S. cereviceae pada fermentasi pakan buatan
untuk meningkatkan pertumbuhan nila merah. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan menggunakan konsentrasi S. cereviceae sebagai perlakuan dan lima kali ulangan. Sebagai perlakuan
adalah A0 (tanpa penambahan S. cereviceae); A1 (penambahan S. cereviceae 1%), A2 (penambahan S. cereviceae
2%), dan A3 (penambahan S. cereviceae 3%). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan S. cereviceae pada
fermentasi pakan buatan berpengaruh terhadap pertumbuhan nila merah. Laju pertumbuhan terbaik
diperoleh pada penambahan S. cereviceae sebesar 2%, yaitu 1,65 % dan rasio konversi pakan 1,85.

KATA KUNCI:

Saccaromyces cereviceae, fermentasi, pakan buatan, nila merah

PENDAHULUAN
Ketersediaan pakan yang memadai secara kualitas dan kuantitas akan berpengaruh terhadap
keberhasilan budidaya ikan. Pakan berkualitas harus memiliki kandungan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan nutrisi ikan dan mudah dicerna sehingga dapat diserap oleh tubuh ikan (Khairuman &
Amri, 2002). Penggunaan bahan baku tepung ikan menjadikan harga pakan meningkat, namun
penggunaan bahan nabati untuk menurunkan harga berpengaruh terhadap daya cerna pakan. Pakan
dengan tingkat ketercernaan tinggi mampu meningkatkan pertumbuhan ikan. Upaya untuk
meningkatkan ketercernaan pakan adalah memanfaatkan mikroba, salah satu di antaranya adalah
Saccharomyces cereviceae.
Ada dua cara penggunaan mikroba untuk meningkatkan ketercernaan pakan, yaitu sebagai probiotik
untuk menciptakan keseimbangan flora usus dan sebagai sumber fermen dalam proses fermentasi
(Afrianto, 2009). Pemberian suplemen pakan yang mengandung bakteri probiotik, diharapkan mampu
meningkatkan efesiensi pakan karena probiotik merupakan mikroba hidup yang diberikan sebagai
suplemen sehingga berpengaruh menguntungkan terhadap kesehatan melalui perbaikan
keseimbangan mikroflora intestinal. Terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal dapat membuat
ikan menjadi lebih baik dalam mencerna nutrisi yang terkandung dalam pakan serta selanjutnya
mampu meningkatkan pertumbuhan (Kompiang, 2000).
Sebagai penghasil fermen (enzim), mikroba dapat dimanfaatkan dalam proses fermentasi sebelum
pakan dikonsumsi ikan. Proses fermentasi bertujuan untuk merombak senyawa kompleks dalam
pakan menjadi senyawa lebih sederhana. Perombakan koMponen tersebut akan meningkatkan
ketercernaan pakan, karena ikan tidak membutuhkan energi untuk melakukan metabolisme pakan.
Laju pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan proses pencernaan, semakin baik ikan dalam
mencerna pakan maka semakin baik pula laju pertumbuhan ikan, karena penyerapan nutrisi untuk
tumbuh lebih baik apabila zat-zat makanan yang dicerna lebih sederhana dari bentuk asalnya.
Selama fermentasi, penyederhanaan senyawa pakan dilakukan oleh enzim S. cereviceae, yang
merupakan katalisator biologis untuk membantu proses biokimia (Haetami et al ., 2008). Dosis
inokulum dan waktu fermentasi berkaitan dengan populasi mikroba yang menghasilkan enzim untuk
merombak substrat sehingga pada gilirannya berpengaruh terhadap kualitas pakan.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan, pakan, dan Saccharomyces cereviciae. Nila
merah yang digunakan adalah hasil pendederan Balai Benih Ikan (BBI) Ciparay, Bandung dengan

792

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

kisaran bobot 23 g dan panjang 35 cm. Nila merah diaklimatisasi selama 3 hari. Pakan yang
digunakan adalah pakan komersial yang dihancurkan, difermentasi selama 2 hari menggunakan S.
cereviceae dan dibentuk kembali. Konsentrasi mikroba yang digunakan adalah 0%, 1%, 2%, dan 3%.
Untuk memelihara nila merah digunakan akuarium berukuran 40 cm x 30 cm x 30 cm sebanyak 20
unit. Akuarium diisi air sebanyak 20 L dan jumlah ikan yang ditebarkan 20 ekor/akuarium.
Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan
lima ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah konsentrasi inokulum, yaitu: A0 (tanpa penambahan
S. cereviceae); A1 (penambahan S. cereviceae 1%), A2 (penambahan S. cereviceae 2%), dan A3 (penambahan
S. cereviceae 3%). Penelitian berlangsung selama 40 hari. Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari
pada pukul 13.00, 17.00, dan 21.00 dengan tingkat pemberian pakan sebanyak 5% dari bobot
biomassa. Pengamatan laju pertumbuhan nila merah dilakukan setiap 10 hari sekali. Pengukuran
kandungan protein dilakukan terhadap pakan komersial sebelum dan setelah fermentasi. Pengukuran
kualitas air berupa suhu, pH, dan DO yang dilakukan setiap pengamatan.
Pertumbuhan nila merah ditentukan berdasarkan selisih bobot akhir dan bobot awal (Effendie,
1978), sedangkan rasio konversi pakan ditentukan berdasarkan rasio pakan yang diberikan dan
pertambahan bobot ikan (NRC, 1983).
HASIL DAN BAHASAN
Laju Pertumbuhan
Fermentasi pakan dengan konsentrasi inokulum S. cereviciae berbeda berpengaruh terhadap
pertumbuhan nila merah. Peningkatan bobot nila merah selama masa pemeliharaan menunjukkan
adanya pertumbuhan. Pemberian pakan yang difermentasi dengan penambahan inokulum S. cereviciae
menghasilkan pertumbuhan nila merah lebih baik dibandingkan pakan yang tidak difermentasi
(Gambar 1).
6
Pertumbuhan

5
4
3

Ao
A1
A2
A3

2
1
0
1

10

20

30

40

Pengamatan hari ke-

Gambar 1. Pertumbuhan ikan nila selama penelitian


Pakan yang diberi perlakuan fermentasi dengan inokulum sebesar 2% (perlakuan A2) menghasilkan
pertumbuhan tertinggi, sedangkan pertumbuhan terendah dialami ikan yang diberi pakan tanpa
fermentasi (perlakuan A0). Perbedaan pertumbuhan menunjukkan bahwa pakan memiliki tingkat
ketercernaan berbeda.
Populasi inokulum S. cerevisiae berpengaruh terhadap proses perombakan senyawa kompleks
selama proses fermentasi berlangsung. Pada konsentrasi 1% dan 2%, aktivitas S. cereviciase dalam
merombak pakan masih tinggi sehingga pembentukan senyawa sederhana lebih banyak dibandingkan
pakan yang tidak difermentasi. Penambahan inokulum lebih lanjut tidak diiringi peningkatan aktivitas
perombakan.

793

Penggunaan Saccharomyces cereviceae pada fermentasi pakan buatan ... (Eddy Afrianto)

Jumlah inokulum sangat mempengaruhi proses fermentasi. Jumlah inokulum yang terlalu banyak
akan menyebabkan terjadinya persaingan nutrien sehingga pertumbuhan menjadi lambat (Muhiddin
et al. , 2001) dan mikroba cenderung mengalami sporulasi karena terjadi kompetisi dalam
memanfaatkan nutrisi. Menurut Atlas & Richard (1993), kepadatan mikroba yang tinggi menyebabkan
adanya persaingan dalam pengambilan nutrisi sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat.
Jumlah koloni bakteri yang terlalu banyak akan menyebabkan bakteri cepat mengalami sporulasi
(membentuk spora) sehingga fungsi dan aktivitasnya dalam proses fermentasi tidak optimal. Lebih
lanjut Tanuwidjaja (1975) menyatakan bahwa peningkatan jumlah inokulum akan menyebabkan
sporulasi yang terlalu cepat sehingga sebagian energi tidak digunakan untuk memperbanyak sel.
Pertumbuhan S. cereviceae identik dangan peningkatan kandungan protein dalam pakan. Pakan
komersial yang semula mengandung protein 17% mengalami peningkatan setelah akhir masa
fermentasi, yaitu sebesar 19,13% pada perlakuan A0; 21,24% pada perlakuan A1; 22,36% pada perlakuan
A2; dan 20,79% pada perlakuan A 3. Peningkatan kandungan protein identik dengan populasi S.
cereviceae.
Rasio Konversi Pakan
Peningkatan bobot tubuh ikan berkaitan dengan kemampuannya dalam memanfaatkan pakan
yang diberikan. Kemampuan ikan dalam mencerna pakan dapat diketahui dari rasio konversi pakan,
yaitu rasio antara pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot ikan. Semakin rendah nilai
konversinya menunjukkan peningkatan efisien ikan dalam memanfaatkan pakan yang dikonsumsi
untuk pertumbuhan (Mudjiman, 2006). Berdasarkan hasil analisis, konsentrasi inokulum berpengaruh
terhadap nilai rasio konversi pakan (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata nilai rasio konversi pakan
Perlakuan
Ao
A1
A2
A3

Nilai Konversi*
2,27c
1,99b
1,85a
2,19c

Keterangan: *) Nilai merupakan hasil transformasi


Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%

Dari Tabel 2 terlihat, bahwa masing-masing perlakuan menunjukan nilai rasio konversi pakan
yang berbeda-beda. Nilai rasio konversi pakan terbesar dihasilkan oleh perlakuan tanpa penambahan
inokulum (perlakuan A0) dan perlakuan yang paling rendah nilai rasio konversi pakannya adalah
perlakuan tingkat pemberian suplemen pakan sebesar 2% (perlakuan A2).
Watanabe (1988) mengemukakan bahwa kemampuan ikan menyerap nutrisi berkaitan erat dengan
kemampuan ikan dalam mencerna pakan. Selanjutnya Sugih (2005) menambahkan enzim-enzim
pencernaan yang dihasilkan mikroba selama proses fermentasi akan membantu dalam memecah
senyawa kompleks menjadi komponen-komponen sederhana sehingga pakan akan mudah diserap
usus.
Suhu perlakuan pada saat penelitian berkisar antara 24C26C, walaupun masih dalam tahap
toleransi nila merah untuk hidup, tetapi dengan batas maksimum suhu perlakuan sebesar 26C
maka kemungkinan nila merah memperoleh suhu metabolisme optimum relatif jarang. Suhu perlakuan
mencapai 26C diperoleh pada saat siang hari. Untuk tingkat DO dan pH pada saat penelitian masingmasing berkisar 45 mg/L dan 67. Kedua nilai parameter tersebut masih memenuhi kelayakan ikan
untuk hidup dan tumbuh. Menurut Boyd (1990), kadar oksigen terlarut dalam perairan minimal 3
mg/L dan optimum pada 5 mg/L. Nilai pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,59,0.
Apabila nilai pH mencapai di atas 11 akan mengakibatkan kematian ikan.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

794

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsentrasi inokulum S. cereviceae sebesar 2% menghasilkan laju pertumbuhan harian tertinggi sebesar
1,53% dan nilai rasio konversi pakan yang paling rendah yaitu 3,04.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. & Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta, 148 hlm.
Afrianto, E. 2009. Pemanfaatan mikroba untuk meningkatkan efisiensi konsumsi pakan pada ikan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station.
Auburn University. Alabama, p. 131-156.
Effendie, I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Utama, 163 hlm.
Gatesoupe, F.J. & E. Ringgo.1998. Lactid acid Bacteria in Fish: A Review. Aquaculture, 160: 170203.
Haetami dkk. 2008. Studi Pembuatan Probiotik BAS ( Bacillus licheniformis, Aspergillus niger, dan
Saccharomices cereviseae) Sebagai Feed Suplement Serta Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Ikan
Nila Merah. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNPADm, Jatinangor, hlm.
116.
Khairuman & Amri, K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. PT AgroMedia Pustaka. Depok, 83 hlm.
Kompiang, I.P. 2000. Mikroorganisme yang menguntungkan (probiotik) dalam budidaya ikan. Balitnak, 13
hlm
Mudjiman. 2006. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta, 192 hlm.
Muhiddin, N.H., Juli, N., & Aryantha, I N.P. 2001. Peningkatan kandungan protein kulit ubi kayu
melalui proses fermentasi. JMS, 6(1): 1-12.
National Research Council. 1983. Nutrient Requirement of Warmwater Fishes and Shelfishes Revised Edition. National Academy Press, Washington D.C., 102 pp.
Ronald, A.M. & Richard, B. 1993. Microbial Ecology. Fundamental and application. Third Edition. The
Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., 547 pp.
Sugih, F.H. 2005. Pengaruh penambahan probiotik dalam pakan komersil terhadap pertumbuhan benih ikan
gurami (Osphronemus goramy Lac.). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jurusan Perikanan. Unpad. Bandung,
hlm. 117.
Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Marine Culture. Dept. of Aquatic Biosciences. Tokyo University of
Fisheries. JICA, 233 pp.

Anda mungkin juga menyukai