Anda di halaman 1dari 39

SUPLEMENTASI TEPUNG BAYAM MERAH (Amaranthus

tricolor L.) PADA PAKAN BUATAN UNTUK


MENINGKATKAN KUALITAS WARNA IKAN SUMATRA
ALBINO (Puntigrus tetrazona)

GAMEL KONCARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Suplementasi Tepung


Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) pada Pakan Buatan untuk Meningkatkan
Kualitas Warna Ikan Sumatra Albino (Puntigrus tetrazona) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, januari 2019

Gamel koncara
NIM C151160331
RINGKASAN

GAMEL KONCARA. Suplementasi Tepung Bayam Merah (Amaranthus tricolor


L.) Pada Pakan Buatan untuk Meningkatkan Kualitas Warna Ikan Sumatra Albino
(Puntigrus tetrazona). Dibimbing oleh MIA SETIAWATI dan MUHAMAD
YAMIN.

Ikan sumatra albino (Puntigrus tetrazona) merupakan salah satu ikan hias
asli Indonesia yang berasal dari Pulau Sumatera. Warna pada ikan sumatra sangat
berpengaruh terhadap nilai jual, disisi lain ikan hias hasil budidaya mengalami
penurunan kualitas warna yang lebih rendah, dipengaruhi dari karotenoid dalam
tubuh. Ikan sumatra tidak dapat memproduksi karotenoid dalam tubuhnya, guna
mengatasi permasalahan ini, maka dibutuhkan alternatif berupa penambahan
karotenoid dalam pakan untuk memperbaiki kualitas warna. Sumber karotenoid
dapat berasal dari bahan alami yaitu bayam merah. Berdasarkan hasil analisis
bayam merah mengandung karotenoid sebanyak 70,33 ppm sehingga dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karotenoid untuk meningkatkan kualitas/
kecerahan warna pada ikan sumatra albino (P. tetrazona).
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan sumatra albino
berumur 3 bulan, panjang awal 3,49±0,02 cm, dan bobot 0,54±0,04 g. Ikan
diberikan pakan buatan berupa pelet yang mengandung tepung bayam merah
(TBM) berukuran 1 mm. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan pakan
yaitu tepung ikan, tepung kedelai, tepung pollard, tepung tapioka, minyak ikan,
vitamin dan mineral. Peneltian ini di desain menggunkan rancangan acak lengkap
dengan empat perlakuan suplementasi (TBM) dengan dosis 0%, 2%, 4%, 6%
dan tiga ulangan. Ikan diberi pakan tiga kali sehari dilakukan secara at satiation
pukul 08.00, 12.00 dan 16.00, pemeliharaan ikan dilakukan selama 42 hari.
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan setiap seminggu sekali
sebanyak 30% volume air dan dilengkapi dengan filter mini. Kualitas air selama
peneltian masih dalam toleransi untuk hidup ikan sumatra albino. Sebagai
parameter uji untuk mengevaluasi kualitas warna dan analisis total karotenoid
pada jaringan tubuh, pertumbuhan panjang dan bobot.
Berdasarkan hasil kuantifikasi warna chroma (C), nilai tertinggi dicapai
pada perlakuan pemberian 6% TBM, yaitu C (20,57±1,12%), dan nilai terendah
pada kontrol 0% TBM, yaitu C (15,75±0,86%). Sedangkan nilai hue (H),
meningkat signifikan pada perlakuan pemberian 2-6% TBM jika dibandingkan
dengan kontrol 0% TBM (P<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa warna ikan
sumatra albino adalah kuning-jingga-merah dengan angka H (66-87°), sedangkan
untuk nilai kuantifikasi light (L), tampak bahwa pemberian berbagai dosis TBM
tidak menunjukkan perubahan, yaitu semua perlakuan sama L (60,83-68,81%).
Berdasarkan hasil analisis total karotenoid pada jaringan tubuh ikan sumatra
albinodengan suplementasi TBM dapat meningkatkan total karotenoid pada kulit,
sirip, dan daging. Semakin tinggi dosis TBM diberikan, maka semakin meningkat
total karotenoid pada jaringan tubuh ikan sumatra albino. Nilai tertinggi pada
dosis 6% TBM dengan karotenoid pada kulit sebanyak 16,10±0,01 ppm, sirip
50,44±0,01 ppm, dan daging 3,69±0,01 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, total
kandungan karotenoid terbanyak pada ikan sumatra albino terdapat pada jaringan
sirip. Secara keseluruhan suplementasi (TBM) pada pakan sebagai sumber
karotenoid alami memberikan perbaikan terhadap kualitas warna ikan sumatra
albino dibandingkan dengan tidak diberi tepung bayam merah. Terlihat bahwa
pemberian dosis TBM 6% menghasilkan warna jingga kemerahan.
Hasil dari performa pertumbuhan ikan sumatra albino untuk nilai rata-rata
bobot individu pada akhir penelitian dengan semakin meningkatnya dosis TBM,
ternyata tidak memengaruhi bobot rata-rata akhir ikan, yaitu 0,84-0,87 g, namun
meningkatkan panjang rata-rata akhir ikan yang diberi TBM, dangan panjang
akhir mencapai 3,75-3,79 cm (P<0,05).
Suplementasi tepung bayam merah dapat meningkatkan kualitas warna ikan
sumatra albino dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perbaikan kualitas
warna secara visual, dengan dosis terbaik TBM 6% .

Kata kunci: bayam merah, karotenoid, kualitas warna, pakan dan sumatra albino
SUMMARY

GAMEL KONCARA. Supplementation of Red Spinach Flour (Amaranthus


tricolor L.) on Feed to Improve the Quality of the Albino Sumatran (Puntigrus
tetrazona) Color. Supervised by MIA SETIAWATI and MUHAMAD YAMIN.

Albino Sumatran fish (Puntigrus tetrazona) is one of the original


Indonesian ornamental fish originating from the island of Sumatra. The color of
Sumatran fish is very influential on the selling price; on the other hand, the
cultivated ornamental fish have a lower color quality, influenced by carotenoids in
the body. Sumatran fish cannot produce carotenoids in their body, in order to
overcome this problem, an alternative is needed to add carotenoids in the feed to
improve color quality. Carotenoid sources can come from red spinach. Based on
the analysis, red spinach contains 70.33 ppm carotenoids so that it can be used as
an alternative source of carotenoids to improve the quality / brightness of colors in
albino Sumatran fish (P. tetrazona).
The fish used in this study were 3 months old albino sumatra fish. Their
initial length was 3.49±0.02 cm, weight 0.54±0.04 g. Fish were given artificial
feed in the form of pellets containing 1mm red spinach flour (TBM). Other
ingredients used in making feed are fish meal, soy flour, pollard flour, tapioca
flour, fish oil, vitamins and minerals. This study designed a completely
randomized design with four supplementation treatments (TBM) at a dose of 0%,
2%, 4%, 6% and three replications. Fish fed three times a day I were carried out at
satiation at 8:00 a.m, 12:00 a.m. and 16:00 a day for fish rearing done for 42 days.
Management of water quality is carried out every week as much as 30% of the
volume of water and equipped with a mini filter. The water quality during the
research was still relatively normal for albino Sumatran fish life. It was used as
test parameters to evaluate color quality and analysis of total carotenoids in body
tissues, growth in length and weight.
Based on the results of chroma color quantification (C), the highest value
was achieved in the treatment of 6% TBM, namely C (20.57±1.12%), and the
lowest value was in the control of 0% TBM, namely C (15.75 0.86%). While the
number of hue (H) increased significantly in the treatment given 2-6% TBM when
compared with the control of 0% TBM (P<0,05). These results indicated that the
color of albino Sumatran fishI was range-red with the number H (66-87), whereas
for the value of quantification of light (L), it appeared that the administration of
various doses of TBM showed no change, i.e.all treatments were L(60,83-68.81%).
Based on the results of the analysis, total carotenoids in the body tissues of
albino Sumatran fish with TBM supplementation increased the total carotenoids in
the skin, fins, and meat. The higher the dose of TBM given, the higher the total
carotenoids in the body tissue of albino Sumatran fish. The highest value at the
dose of 6% TBM with carotenoids in the skin was 16.10±0.01 ppm, fin
50.44±0.01 ppm, and meat 3.69±0.01 ppm. Based on these results, the highest
total carotenoid content in albino Sumatran fish was found in fin tissue. Overall,
supplementation (TBM) in feed as a natural source of carotenoids has a positive
impact on the quality of the color of albino Sumatran fish visually compared to
those which were not given red spinach flour. It was seen that giving a 6% TBM
dose produced orange-reddish colors.
The results of the growth performance of albino Sumatran fish for the
average value of individual weights at the end of the study with increasing TBM
doses did not affect the average final weight of fish, which was 0.84-0.87 g but
increased the final average length fish given TBM, with a final length of 3.75-3.79
cm (P<0,05).
Supplementation of red spinach flour can improve the quality of albino
sumatra fish color and provide a significant effect on improving visual color
quality, with the best dose of TBM 6%.

Keywords: albino sumatran, carotenoid, color quality, feed, and red spinach.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SUPLEMENTASI TEPUNG BAYAM MERAH (Amaranthus
tricolor L.) PADA PAKAN BUATAN UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS WARNA IKAN SUMATRA
ALBINO (Puntigrus tetrazona)

GAMEL KONCARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2018 adalah
Suplementasi Tepung Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) Pada Pakan Buatan
untuk Meningkatkan Kualitas Warna Ikan Sumatra Albino (Puntigrus tetrazona).
Terima kasih penulis ucapkan kepada (alm) Bapak Dr Ir Nur Bambang
Priyo Utomo, dan Ibu Dr Ir Mia Setiawati serta Bapak Dr Muhamad Yamin
selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran dan motivasi pada penulis.
Ucapan terima kasih juga kepada staf Balai Riset Budidaya Ikan Hias atas
fasilitas dan dukungannya dalam proses peneltian ini. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Terima kasih untuk seluruh pihak dan teman-teman satu
angkatan ilmu akuakultur yang telah membantu penulis selama penyusunan tesis
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2019

Gamel koncara
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 3
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
2 METODE 4
Waktu dan Tempat 4
Bahan 4
Prosedur Penelitian 4
Desain Penelitian 6
Parameter Uji 6
Analisis Data 7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Hasil 8
Pembahasan 13
4 SIMPULAN 17
Simpulan 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
1 Formulasi pakan uji dengan penambahan tepung bayam merah yang
berbeda 4
2 Komposisi nutrien dan total karoten 5
3 Kisaran kualitas air mendia pemeliharaan selama penelitian 5
4 Total karotenoid pada jaringan kulit, sirip dan daging ikan sumatra
albino yang diberi tepung bayam merah (TBM) pada pakan 8
5 Nilai lightness (L), hue (H), dan chroma (C) ikan sumatra albino yang
diberi tepung bayam merah (TBM) pada pakan pada awal dan akhir
penelitian 9
6 Bobot, panjang dan kelangsungan hidup ikan sumatra albino yang
diberi TBM pada akhir pnelitian 11

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan Nilai Chroma dengan Hasil Analisis Total Karotenoid 10
2 Hubungan antara Waktu terhadap Peningkatan Nilai Chroma pada
Penambahan Sumber Karotenoid dengan dosis berbeda 11
3 Penampilan warna Ikan Sumatra Albino saat awal dan akhir 12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Normalitas Anova pada L, C dan H 22
2 Analisis Anova pada nilai L 22
3 Analisis Anova pada nilai C 22
4 Analisis Anova pada nilai H 23
5 Uji Normalitas Anova pada PA dan BA 24
6 Analisis Anova pada Bobot Akhir 24
7 Analisis Anova pada Panjang Akhir 24
1 PENDAHULUAN

Ikan hias merupakan salah satu komoditas yang diperdagangkan di pasar


internasional. Berdasarkan data International Trade Center (2017), dalam periode
2001-2015, rata-rata nilai ekspor ikan hias dunia (ikan hias air tawar dan air laut)
mencapai 298.06 juta US$, dengan pertumbuhan ekspor mencapai 4,26% per
tahun. Sektor akuakultur memainkan peran sebagai komponen perdagangan ikan
hias internasional (FAO 2014).
Ikan hias dikatakan menarik apabila warnanya kontras atau komposisi
warnanya menarik. Seperti yang dijelaskan oleh Arulvasu et al. (2013), selain
faktor fisiologi dan ekologi, estetika pada ikan hias juga dapat meningkatkan nilai
komersil. Salah satu komoditas ikan hias air tawar yang diminati adalah ikan
sumatra albino (Puntigrus tetrazona) atau disebut dengan tiger barb. Ikan asli
Indonesia ini berasal dari pulau Sumatera, memiliki potensi untuk dikembangkan
dan permintaan ekspor cukup tinggi.
Ikan sumatra (P. tetrazona) sering ditemukan pada sungai-sungai dangkal
berarus sedang, yang jernih atau keruh. Ikan sumatra memiliki ukuran 4-7 cm dan
menyukai pH antara 6.0–8.0, kisaran temperatur air antara 20–26°C, ikan sumatra
juga didapati di rawa-rawa, yang mengindikasikan bahwa ikan ini memiliki
toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan kualitas air (Baensch and Riehl
1993). Ikan sumatra berukuran kecil, dengan panjang total mencapai 7 cm, dan
tubuh berwarna kekuningan dengan empat pita tegak berwarna keemasan pita
yang pertama melewati mata dan yang terakhir pada pangkal ekor. Ikan sumatra
termasuk ikan omnivora atau pemakan apa saja. Sebagai ikan sungai maka
pakannya adalah organisme dasar perairan seperti cacing rambut (Tubifex sp),
sedangkan pellet dengan kandungan protein 30%, kandungan lemak berkisar
antara 4-18% dan karbohidrat 20-40% (Chapman 1997; Mujiman 2001)
Warna merupakan salah satu parameter dalam penentuan nilai ikan hias,
semakin cerah warna suatujenis ikan, maka cendrung semakin tinggi nilai jual nya.
Kualitas dan adanya warna ikan hias disebabkan oleh adanya sel warna pada kulit
yang disebut dengan sel kromatofor (Ahilan et al. 2008). Proses metabolisme
pada tubuh ikan mengatur perubahan warna melalui dua mekanisme yaitu
perubahan warna secara morfologi dan perubahan warna secara fisiologi.
Perubahan warna secara morfologi disebabkan karena perubahan jumlah pigmen
yang terdapat di dalam sel kromatofor dan bersifat permanen, sedangkan
perubahan secara fisiologi ini berlangsung sangat cepat seperti akibat perubahan
suhu, pH, cahaya dan dalam kondisi stres, perubahan ini bersifat sementara (da
Costa 2009).
Budidaya ikan hias intensif di bawah penangkaran untuk waktu yang lama
menghasilkan warna yang pudar pada ikan (Saxena 1994). Untuk meningkatkan
kualitas warna pada ikan hias dapat dilakukan dengan memberikan pakan yang
mengandung zat warna atau karotenoid (Solichinet al. 2012). Karotenoid adalah
suatu pigmen alami yang dapat ditemukan pada tumbuhan, beberapa jenis hewan,
dan mikroorganisme (Anderson 2000).
Karotenoid merupakan pigmen yang larut dalam lemak dikenal juga sebagai
lipochrome. Saat ini sudah ditemukan lebih dari 650 jenis karotenoid di alam dan
menghasilkan pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah, sehingga dapat di
2

identifikasi melalui warnanya (Sulistyaningrum 2014). Pada umumnya jenis


karotenoid yang mampu dimanfaatkan oleh udang dan ikan dalam proses
pigmentasi merupakan jenis karotenoid yang mengandung unsur oksigen yang
disebut xanthophyll (NRC2011; Sukarman 2017). Dosis karotenoid yang kurang
dalam pakan dapat menurunkan tingkat kecerahan warna ikan yang disebabkan
oleh berkurangnya kromatofor pada lapisan epidermis (Sally 1997). Karotenoid
tidak dapat disintesis oleh sebagian besar hewan termasuk ikan, sehingga harus
ditambahkan pada pakan. Secara fisiologi karotenoid berfungsi sebagai senyawa
bioaktif dalam pakan akuakultur untuk meningkatkan pigmentasi, produksi,
respirasi intrasel, daya tahan penyakit dan stress, pertumbuhan dan daya tahan
hidup ikan dan udang (Lesmana 2002).
Ikan tidak dapat mensintesis karotenoid dalam tubuhnya (Jun et al. 2010).
Oleh karena itu harus mendapatkan pigmen ini dari pakan, sehingga diperlukan
penambahan suplemen yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas warna.
Senyawa yang sering digunakan dalam meningkatkan penampilan ikan hias
adalah astaxanthin merupakan pigmen karotenoid yang banyak tersedia di alam
(Aminet al. 2012). Pada ikan hias selain astaxanthin penggunaan jenis karotenoid
lutein, beta karoten dan cantaksntin mampu memperbaiki kualitas warna yang
baik serta memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan kesehatan (Yamada
et al. 1990). Salah satu penyebab penurunan kualitas warna yaitu stres lingkungan
antara lain cahaya matahari, kualitas air dan kandungan pigmen dalam pakan.
Faktor makanan memiliki pengaruh dalam pembentukan warna ikan hias, oleh
sebab itu perlu diberikan pakan yang dapat mendukung penampilan warna
tersebut. Pada ikan karotenoid akan di akumulasikan pada epidermis kulit
sehingga tampak cerah (Storebaken 1992).
Selama ini sudah tersedia banyak zat pewarna sintetik (astaxanthin) yang
ditambahkan ke dalam pakan ikan hias, tetapi harganya masih relatif mahal dan
umumnya merupakan produk impor. Di alam sumber karotenoid seperti
cantaksantin sangat melimpah pada udang-udangan atau krustasea yang di
manfatkan sebagai pakan ikan sedangkan karotenoid jenis lutein dan beta kroten
melimpah pada bahan-bahan alami, nabati, tumbuhan seperti daun dan bunga,
tanaman yang memiliki keutmaan seperti juga astaxanthin. Salah satu bahan
perwarnaan alami dan organik adalah bayam merah dapat menjadi alternatif
suplementasi karena mudah diperoleh dan alami.
Bayam merah (Amaranthus tricolor L.) adalah salah satu tumbuhan yang
potensial sebagai sumber zat warna alami, mudah untuk didapat dan lebih ramah
ligkungan (Sulistyaningrum 2014). Bayam merah akan tumbuh dengan baik bila
ditanam pada tanah dengan derajat keasaman (pH tanah) sekitar 6-7 dan suhu 20-
32ºC. Adapun kandungan karotenoid yang terdapat pada bayam merah
adalahsenyawa zat warna lutein (sebagai komponen utama), zeasantin,
violasantin, neosantin, β-karoten, (Xiao et al. 2012).
Berdasarkan penelitian Octaviani et al. (2014) salah satu jenis karotenoid
yang sering dijumpai yaitu β-karoten, dalam pengujian laboratorium yang
dilakukan pada bayam merah, diketahui terdapat kadar karotenoid sebanyak 15.9
mg/L. Teuku (2015) melaporkan bahwa ekstrak bayam merah berupa β-karoten
dapat meningkatkan penampilan warna ikan mas koki yaitu padadosis karotenoid
1500 mg/kg pakan. Sampai saat ini, belum ada kajian mengenai penggunaan
tepung bayam merah pada ikan sumatra albino. Berdasarkan hal tersebut, maka
3

perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji efektivitas penambahan dosis tepung


bayam merah sebagai sumber karotenoid pada pakan buatan terhadap kualitas
warna ikan sumatra albino (P. tetrazona).

Rumusan Masalah

Bahan zat pewarna pada ikan umumnya berupa sintetik, harga yang mahal
dan akses untuk mendapatkanya cukup sulit. Penggunaan sumber karotenoid yang
berasal dari tumbuhan lokal seperti bayam merah dapat dipergunakan sebagai
alternatif sumber karotenoid untuk meningkatkan kualitas/kecerahan warna
dominan pada ikan sumatra albino. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
dapat menentukan pengaruh suplementasi dari tanaman bayam merah dalam
bentuk tepung pada pakan terhadap kualitas warna ikan sumatra.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suplementasi dosis


tepung bayam merah yang mengandung karotenoid pada pakan buatan terhadap
kualitas warna ikan sumatra albino (P. tetrazona).

Manfaat Penelitian

Tepung bayam merah yang mengandung sumber karotenoid alami dapat


dijadikan sebagai pigmen untuk pembentukan warna dan kecerahan pada ikan hias.
4

2 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Balai Riset dan Pengembangan Budidaya Ikan


Hias (BPPBIH) Depok. Pembuatan pakan uji dilakukan di Laboratorium Nutrisi
Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2017 – Februari
2018.

Bahan

Penelitian ini menggunakan 84 ekor ikan sumatra albino berumur 3 bulan.


Ikan uji berasal dari pembudidaya ikan hias Parung, Kabupaten Bogor. Wadah
pemeliharaan ikan berupa akuarium berukuran 30 cm x 20 cm x 20 cm sebanyak
12 buah dan dilengkapi dengan filter mini. Setiap akuarium diisi sebanyak 7 ekor
ikan.

Prosedur penelitian

Pakan uji
Tepung bayam merah (Amaranthus tricolor L)
Tepung bayam merah dibuat dari bagian batang dan daun, yang
dikeringkan (dioven) pada suhu 40oC selama kurang lebih 24 jam. Selanjutnya
dilakukan penepungan menggunakan blender. Analisis total karotenoid pada
bayam merah menggunakan spektrofotometer. Hasil analisis kandungan
karotenoid dari bayam merah yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 70,33
ppm.
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan, seperti tepung
ikan, tepung kedelai, tepung pollard, tepung tapioka, minyak ikan, vitamin,
mineral, dan tepung bayam merah. Komposisi bahan pakan setiap perlakuan
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Formulasi pakan uji dengan penambahan tepung bayam merah yang
berbeda
Perlakuan Suplementasi Tepung Bayam Merah (TBM)
Bahan baku
0% 2% 4% 6%
Tepung ikan 38 38 38 38
Tepung kedelai 20 20 20 20
Tepung pollard 20 18 16 14
Tepung tapioca 18 18 18 18
Minyak jagung 2 2 2 2
Vitamin 1 1 1 1
Mineral 1 1 1 1
Tepung bayam merah 0 2 4 6
Total 100 100 100 100
5

Pembuatan pakan uji meliputi persiapan bahan baku, formulasi bahan baku,
penimbangan bahan baku sesuai hasil formulasi, semua bahan dicampur sehingga
rata dan dicetak menggunakan mesin pelet sederhana dengan diameter 1 mm.
Pakan yang telah dicetak kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu sekitar 60°C.
Pakan disimpan pada suhu 20°C untuk menghindari kerusakan. Komposisi nutrien
pakan dan hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi nutrien dan total karotenoid
Perlakuan Suplementasi Tepung Bayam Merah (TBM)
Nutrien
0% 2% 4% 6%
Protein (%) 30,53 31,88 31,05 31,50
Lemak (%) 5,32 5,86 4,86 5,88
Karbohidrat (%) 45,35 42,65 44,09 41,96
Serat kasar (%) 0,17 0,46 0,42 1,80
Kadar air (%) 8,03 8,01 7,85 8,14
Abu (%) 11,28 11,60 12,20 12,40
Karotenoid (ppm) 14,51 20,29 35,31 45,26

Pemeliharaan Ikan
Penelitian ini menggunakan ikan sumatra albino, berukuran panjang
3,49±0,02 cm dengan bobot awal 0,54±0,04 g. Ikan uji berasal dari pembudidaya
ikan hias di Parung, Kabupaten Bogor. Wadah pemeliharaan ikan berupa
akuarium sebanyak 12 buah di isi air setinggi 17 cm yang dilengkapi dengan
aerasi dan filter mini. Setiap akuarium di isi sebanyak 7 ekor ikan. Pemeliharaan
ikan uji dilakukan selama 42 hari. Pakan diberikan secara at satiation 3 kali sehari
yaitu pada waktu pagi (08.00), siang (12.00), dan sore (16.00) WIB. Penyifonan
dilakukan setiap seminggu sekali sebanyak 30% volume air. Pengukuran
parameter kualitas air diantaranya suhu, oksien terlarut (DO), pH. Pengukuran
bobot dan panjang ikan, serta perhitungan kelangsungan hidup dilakukan setiap
pekan.
Adapun parameter kualitas air selama penelitian yang diukur meliputi suhu,
DO, dan pH yang disajikan dalam bentuk kisaran Tabel 3.
Tabel 3 Kisaran kualitas air media pemeliharaan selama penelitian
Parameter Perlakuan Suplementasi Tepung Bayam Merah (TBM)
0% 2% 4% 6%
Suhu 25,3 - 26,0 25,8 - 26,3 25,9 - 26,9 25,5 - 26,3
DO (mg/L) 5,38-6,24 5,20-6,70 5,34-6,35 5,43-6,30
pH 6,1-6,24 6,10-6,84 6,11-6,71 6,2-6,30

Kondisi kualitas air seperti suhu, DO, dan pH selama penelitian relatif
sama suhu air selama penelitian berkisar antara 25-27 ºC. Kadar oksigen terlarut
(DO) selama penelitian berkisar antara 5,20-6,70 mg/L, berada pada kisaran yang
baik untuk mendukung perbaikan kualitas warna dan nafsu makan ikan sumatra
albino yang dipelihara. Sebagai hewan poikilotermal, (Rahardjo et al. 2011), suhu
menjadi salah satu faktor penentu dalam aktivitas, tingkat konsumsi oksigen dan
nafsu makan biota akuatik. Sedangkan derajat keasaman (pH) berkisar antara
6,51–7,10. Parameter kualitas air diupayakan tetap terjaga dengan penggunaan
6

aerasi dan penggantian air setiap hari sebanyak 30% dari total volume air
sehingga kandungan oksigen terlarut, pH, dan suhu dalam kisaran toleransi ikan
sumatra Boyd (2000).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan


empat perlakuan suplementasi tepung bayam merah (TBM) dan masing-masing
perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian sebagai
berikut :

Perlakuan ; Penambahan 0% TBM


Perlakuan ; Penambahan 2% TBM
Perlakuan ; Penambahan 4% TBM
Perlakuan ; Penambahan 6% TBM

Parameter Uji

A. Pengukuran kualitas warna


1.Kuantifikasi warna
Pengamatan kualitas warna ikan sumatra albino menggunakan alat
kromameter Konika Minolta CR400. Penilaian kromameter menghasilkan tiga
karekteristik, yaitu lightness (L) kualitas warna, hue (H) yang mengambarkan
jenis warna (range of color), dan chroma (C) yang menggambarkan ekspresi dari
jumlah zat pembentuk warna (Guillaume et al. 2001). pengukuran sampel
dilakukan dua minggu sekali atau sebanyak 4 kali dalam waktu 42 hari. Pada
akhir penelitian diambil foto sampel untuk melihat perubahan secara visual
dengan kamera digital dengan resolusi 16 megapixel. Pengambilan nilai L, H, dan
C dilakukan pada bagian punggung dan ikan yang diuji sebanyak 3 ekor tiap
ulangan.

2. Analisis total karotenoid jaringan tubuh


Analisis total karotenoid pada pakan dan jaringan kulit, sirip ekor dan
daging, mengunakan spektrofotometer UV-Vis mengikuti metode yang
dikemukakan oleh Teimouri et al. (2013). Prosedur pengukuran total karotenoid
adalah sebanyak 0,5-1 gram bahan diekstrasi dengan 10 ml aseton 98%
mengandung natrium sulfat anhidrat yang sudah dihomogenkan. Kemudian
disimpan pada suhu 4°C selama satu malam, lalu diektraksi kembali sebanyak
dua hingga tiga kali dengan aseton 98% hinga tidak ada lagi warna yang bisa
diperoleh. Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit,
kemudian supernatan digunakan untuk pengukuran total karotenoid menggunakan
spektrofotometer dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 450 nm, dengan
koefisen (E1%,1cm) 2500 dalam aseton. Pengambilan sampel dilakukan di awal
penelitian dan di akhir penelitian, dilakukan 3 analisis bagian tubuh ikan sumatra
albino yaitu bagain kulit, sirip (sirip punggung, sirip dada dan sirip ekor) dan
daging dengan jumlah 4 ekor per perlakuan.
7

B. Kinerja Pertumbuhan
1.Pertumbuhan Panjang
Pengukuran panjang dilakukan mengunakan software image J, dan
perhitungan pertumbuhan panjang menggunakan rumus sebagai berikut;

P = Pt-Po
Keterangan;
P = Pertumbuhan (cm)
Pt = Panjang rata-rata ikan uji di akhir peneltian (cm)
Po = Panjang rata-rata ikan uji di awal penelitian (cm)

2.Kelangsungan hidup
Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) menyatakan banyaknya ikan
yang hidup pada akhir penelitian. SR dapat dihitung menggunakan rumus;

𝑁𝑡
SR = x 100
𝑁𝑜
Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan akhir (ekor)
No = Jumlah ikan awal yang di tebar (ekor)

Analisis Data

Data penelitian disajikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku,


dianalisis secara statistik dengan metode One Way Analysis of Variance
(ANOVA–one way). Hasil uji yang berbeda dianalisis lebih lanjut menggunakan
uji lanjut Duncan. Perbedaan nyata pada perhitungan tersebut ditetapkan pada
angka kepercayaan 95%. Analisis total karotenoid dilakukan secara deskriptif.
Perhitungan data menggunakan Program SPSS Versi 21.
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kuantifikasi Warna Ikan Sumatra Albino


Berdasarkan hasil penelitian selama 42 hari menunjukkan bahwa
pemberian sumber karotenoid alami dari tepung bayam merah (TBM) pada pakan
memberikan dampak positif terhadap kualiatas warna ikan sumatra albino. Rata-
rata nilai lightness (L), hue (H), dan chroma (C) dari masing-masing parameter
dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan analisis data chroma (C), nilai tertinggi dicapai pada
perlakuan pemberian 6% TBM, yaitu C (20,57±1,12%), dan nilai terendah pada
kontrol 0% TBM, yaitu C (15,75±0,86%). Demikian pula hasil analisis data niai
hue (H), meningkat signifikan pada perlakuan pemberian 2-6% TBM jika
dibandingkan dengan kontrol 0% TBM. Hasil ini menunjukkan bahwa warna ikan
sumatra albino adalah kuning-jingga-merah dengan angka H (66,96-87,09°),
sedangkan untuk nilai kuantifikasi light (L), tampak bahwa pemberian berbagai
dosis TBM tidak menunjukkan perbedaan, yaitu semua perlakuan sama L (60,83-
68,81%).

Karotenoid pada Jaringan Tubuh Ikan Sumatra Albino


Hasil analisis total karotenoid ikan sumatra albino pada akhir penelitian
disajikan pada Tabel 5. Penambahan dosis TBM meningkatkan total karotenoid
pada kulit, sirip, dan daging. Semakin tinggi dosis TBM diberikan, maka semakin
meningkat total karotenoid pada jaringan tubuh ikan sumatra albino.
Tabel 5 Total karotenoid pada jaringan kulit, sirip, dan daging ikan sumatra albino
yang diberi tepung bayam merah (TBM) pada pakan
Perlakuan Jaringantubuh Total karotenoid (ppm)
Kulit 10,41 ± 0,02
(0% TBM) Sirip 44,37 ± 0,02
Daging 1,95 ± 0,01
Kulit 11,65 ± 0,07
(2% TBM) Sirip 44,86 ± 0,02
Daging 2,44 ± 0,02
Kulit 14,33 ± 0,02
(4% TBM) Sirip 46,79 ± 0,28
Daging 2,92 ± 0,01
Kulit 16,10 ± 0,01
(6% TBM) Sirip 50,44 ± 0,01
Daging 3,69 ± 0,01
Nilai tertinggi pada dosis 6% TBM dengan nilai karotenoid pada kulit
16,10±0,01 ppm, sirip 50,44±0,01 ppm, dan daging 3,69±0,01 ppm sedangkan
yang terendah pada dosis 0% TBM dengan nilai karotenoid pada kulit 10,41±0,02
ppm, sirip 44,37±0,02 ppm, dan daging 1,95±0,01.
9
10

Hubungan Chroma dengan Karotenoid pada Sirip Ikan Sumatra Albino


Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa terdapat hubungan antara pemberian
karotenoid dengan nilai chroma dan total karotenoid pada sirip ikan sumatra
albino. Pemberian 6% TBM pada pakan meningkatkan total karotenoid pada sirip
ikan sumatra albino lebih tinggi dibandingkan perlakuan 2% TBM dan, 4% TBM
terhadap 0% kontrol.

Gambar 1 Hubungan nilai Chroma dengan hasil analisis total karotenoid


Kandungan total karotenoid sirip tertinggi pada dosis 6% diikuti dosis 4%,
2% dan terakhir kontrol, berbanding lurus dengan nilai chroma yaitu semakin
tinggi nilai chroma, maka semakin tinggi pula kandungan total karotenoid yang
tersimpan pada jaringan tubuh.

Hubungan Waktu Terhadap Peningkatan Nilai Chroma


Berdasarkan Gambar 2 pemberian TBM terhadap nilai chroma selama 42
hari, tampak bahwa pada hari ke-14 (minggu ke dua) pemeliharaan sudah terjadi
peningkatan kenaikan chroma dalam tubuh ikan sumatra albino. Pada perlakuan
TMB 2%, 4% dan 6% nilai chorma meningkat, tetapi perlakuan 0% (kontrol)
tidak menunjukan respon kenaikan.
Selanjutnya nilai chroma pada hari ke-28 dan ke-42 terus mengalami
peningkatan di setiap perlakuan yang diberi TBM. Perlakuan 6% mengalami
peningktan signifikan tertinggi pada hari ke-28 (minggu ke empat) dibandingkan
perlakuan 2%, 4% dan 0% (kontrol).
11

Gambar 2 Hubungan antara waktu terhadap peningkatan nilai chroma pada


penambahan sumber karotenoid dengan dosis berbeda

Performa Pertumbuhan Ikan Sumatra Albino


Hasil rata-rata bobot, panjang, dan kelangsungan hidup ikan sumatra
albino pada akhir penelitian untuk masing-masing perlakuan penambahan dosis
TBM dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Bobot, panjang, dan kelangsungan hidup ikan sumatra albino yang diberi
TBM pada akhir penelitian
Performa Pertumbuhan Perlakuan Suplementasi Tepung Bayam Merah
0% TBM 2% TBM 4% TBM 6% TBM
Bobot awal (g) 0,54 ± 0,04 0,54 ± 0,04 0,54 ± 0,04 0,54 ± 0,04
a a a
Bobot akhir (g) 0,84 ± 0,04 0,86 ± 0,01 0,87 ± 0,03 0,87 ± 0,06 a
Panjang awal (cm) 3,49 ± 0,02 3,49 ± 0,02 3,49 ± 0,02 3,49 ± 0,02
a b b
Panjang akhir (cm) 3,67 ± 0,03 3,75 ± 0,02 3,77 ± 0,03 3,79 ± 0,04b
Tingkat kelangsungan hidup (%) 100 90,5 100 100
Keterangan: *) Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05).
Semakin meningkatnya dosis TBM, ternyata tidak memengaruhi bobot
rata-rata akhir ikan, yaitu 0,84-0,87 g, namun meningkatkan panjang rata-rata
akhir ikan yang diberi TBM, dangan panjang akhir mencapai 3,75-3,79 cm.
12

Penampilan Kualitas Warna Ikan Sumatra Albino


Penampilan kualitas warna ikan sumatra albino sebelum dan sesudah
diberi tepung bayam merah pada pakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Penampilan awal

0%

2%

4%

6%

Penampilan Akhir

Gambar 3 Penampilan warna ikan sumatra albino saat awal sebelum diberi
perlakuan (gambar atas) dan akhir penelitian (gambar bawah) pada
masing-masing perlakuan: 0% TBM (kontrol), 2% TBM, 4% TBM,
dan 6% TBM.
13

Pembahasan

Parameter lightness (L) diartikan sebagai kecerahan warna ikan, dengan arti
putih bernilai 100% dan semakin gelap hingga hitam bernilai 0%. Semakin kecil
nilai L, maka menunjukkan semakin gelap warna ikan sesuai dengan warna
dasarnya. Menurut Guillaume et al. (2001); Sukarman dan Hirnawati (2014), pada
saat konsentrasi karotenoid canthaxanthin meningkat, maka nilai L menurun. Hal
tersebut juga mengindikasikan bahwa nilai lightness (L) menggambarkan juga
kondisi fisik daging ikan. Artinya, warna yang dihasilkan pada perlakuan (6%
TBM) lebih pekat dibandingkan perlakuan 0% TBM, 2% TBM, dan 4% TBM.
Parameter C yaitu chroma atau kepekatan warna dengan nilai 0-100%. Pada
nilai 100% merupakan posisi paling pekat. Nilai chroma adalah hal terpenting
dalam struktur warna berkaitan dengan karotenoid dalam tubuh ikan. Berdasarkan
Tabel 4, penambahan tepung bayam merah pada perlakuan 2%, 4%, 6% mampu
meningkatkan nilai chroma lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Nilai
chroma (C) mengindikasikan adanya penumpukan karotenoid dalam sel pigmen
(kromatofor) dan penambahan konsentrasi karotenoid dalam daging atau kulit.
Dartidan Slamet (1997) menyatakan bahwa warna pada tubuh ikan disebabkan
oleh adanya sel pigmen yang disebut kromatofora. Sel pigmen ini mengandung
pigmen melamin, pteridin, purines, dan karotenoid.
Parameter H didefinisikan sebagai jenis warna dengan kisaran hue dari 0-
90°. Nilai hue merupakan tingkatan warna dari spektrum cahaya yang ditangkap
oleh mata dan merupakan refleksi dari struktur dan warna karotenoid (Guillaume
et al. 2001). Hue menunjukkan perubahan warna dari merah, kuning, biru, hijau,
dan ungu, hingga merah kembali dalam sistem warna. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai hue (H) (Tabel 4) pada perlakuan 6%, 4%, 2% berbeda
nyata (P<0,05) dengan perlakuan 0% (kontrol). Nilai H yang diperoleh pada
kisaran 70-80° menunjukkan pergerakan warna kuning, jingga, hingga menuju
merah. Hal ini dibuktikan juga dari nilai parameter chromaticity, a* dan b*.Huruf
a* menentukan kualitas warna merah jika bernilai positif, abu-abu jika bernilai 0,
dan hijau jika bernilai negatif; sedangkan b* menentukan kualitas warna kuning
jika bernilai positif, abu-abu jika bernilai 0, dan biru jika bernilai negatif.
Berdasarkan hasil yang diperoleh a* positif dan b* positif, artinya warna yang
dihasilkan oleh ikan sumatra albino lebih mengarah ke kuning-jingga-merah.
Peningkatan warna pada ikan sumatra albino karena adanya kandungan
karotenoid dari penambahan TBM dalam pakan yang dimanfaatkan oleh tubuh
ikan. Pada ikan, biokonversi karotenoid berbeda setiap spesies ikan, ada yang
mampu memanfaatkan beberapa jenis karotenoid dengan menkonversi bahan
tersebut menjadi astaxanthin namun sebagian ikan hanya mampu menyimpan
tanpa mengubahnya di dalam tubuh (Matsuno dan Tsushima 2001). Kualitas
warna pada ikan hias disebabkan oleh adanya sel warna pada kulit yang disebut
dengan sel kromatofor. Skӧld et al. (2016) sel kromatofor pada ikan terdiri dari 3
tipe yaitu melanofor, xanthofor, daniridofor. Price et al. (2008) menambahkan
bahwa melanofor menyimpan pigmenberwarna hitam yang disebut melanin,
xanthofor berisi pigmen karotenoid (kuning, oranye, hingga merah), sedangkan
iridofor tidak menyimpan pigmen tetapi berasosiasi dengan kedua sel lainnya
merefleksikan warna silver, abu-abu, dan biru. Perlakuan pemberian tepung
bayam merah dalam pakan meningkatan kualitas warna dibandingkan dengan
14

tanpa pemberian TBM akan tetapi terlihat dosis 6% menghasilkan warna ikan
sumatra albino lebih jingga kemerahan.
Perbedaan warna ikan sumatra albino dari hasil penelitian ini adalah karena
perbedaan dosis pemberian TBM yang mengandung karotenoid. Karotenoid
merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, hingga merah,
mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut organik, tetapi tidak larut dalam
air Latscha (1991). Tee (1991) dan Xiao et al. (2012), mengatakan bahwa
kandungan karotenoid yang terdapat dalam tepung bayam merah adalah senyawa
zat warna lutein, (sebagai komponen utama), zeasantin, violasantin, neosantin, β-
karoten. Yuliza (2012) mengatakan pada bagian daun dan batang bayam merah
terdapat pigmen betasianin. Banyak jenis senyawa zat karotenoid yang terdapat
pada bayam merah (A tricolor L.), Novi (2014) juga membuktikan bahwa isolasi
senyawa karotenoid dari tumbuhan bayam merah (A tricolor L.) tampak
strukturnya menyerupai lutein, lutein merupakan pigmen yang paling banyak
terdapat pada ikan air tawar dan secara umum hanya sedikit pada ikan laut (Gupta
et al. 2007). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa lutein dan β-karoten dari
tepung bayam merah merupakan warna dasar yang diserap dan disimpan sebagai
warna kuning-jingga yang dimiliki oleh ikan sumatra albino. Hal tersebut
didukung oleh Simpson et al. (1981), Sukarman et al. (2013) mengatakan bahwa
baik ikan salmon maupun ikan koki mampu menyerap lutein dari sumber
tanaman.
Ikan sumatra termasuk jenis ikan omnivora sehingga diduga memiliki
kemampuan dalam menyerap serta mengkonversi karotenoid dalam tubuh. Proses
metabolisme karotenoid di dalam tubuh hewan akuatik, dibagi menjadi tiga
kelompok (Latscha 1990) yaitu : (1) Kelompok krustase: hewan air yang bersifat
omnivora, mempunyai kemampuan tinggi dalam mengkonversi berbagai
karotenoid menjadi astaxantin yang disimpan dalam kerapasnya, termasuk
karotenoid dalam alga (lutein dan zeaxanthin) dan β-karoten. (2) Kelompok ikan
yang bersifat herbivora, seperti ikan mas. Kelompok ini mampu menyimpan β-
karoten, lutein, zeaxantin, cantaxantin dalam tubuhnya tanpa mengubah struktur
awalnya dan mampu mengkonversi menjadi astaxantin. (3) Kelompok ikan
karnivora, hanya mampu menyimpan lutein, zeaxantin, dan cantaxantin dalam
bentuk aslinya dan tidak mampu atau hanya sedikit sekali dalam mengkonversi zat
tersebut menjadi astaxantin. Berdasarkan pengelompokkan tersebut dapat
dikatakan bahwa sebagian besar karotenoid yang dimanfaatkan oleh ikan
merupakan oksi-karotenoid atau karotenoid yang berikatan dengan unsur oksigen
(Gupta et al. 2007; Sukarman 2017).
Berdasarkan hasil parameter kualitas warna selama 42 hari, suplementasi
tepung bayam merah meningkatkan nilai chroma (C) ikan sumatra albino tertinggi,
sebesar 20.57% pada dosis 6% TBM (Gambar 1). Nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian Nur et al. (2017), dengan jenis ikan hias yang sama,
sumatra albino yang diberi tepung udang rebon 30% mencapai chroma 16.6%
setelah pemeliharaan 40 hari. Hal ini menunjukkan bahwa tepung bayam merah
lebih baik untuk meningkatkan nilai chroma. Hasil penelitian juga
mengindikasikan bahwa ikan sumatra albino diduga menyerap lutein dan β-
karoten dari tepung bayam merah. Hal ini didukung oleh Sukarman et al. (2013)
dan Teuku (2015), ikan koi dan ikan mas koki mampu menyerap lutein dan β-
karoten dari sumber tanaman. Goodwin (1986) menjelaskan bahwa ikan tidak
15

dapat secara de novo mensintesis karotenoid seperti tumbuhan, tetapi dapat


mengubah dan memodifikasi karotenoid yang dicerna ke dalam jaringan tubuh
tertentu. Alasan ini dapat dicontohkan seperti ikan goldfish (Carassius auratus)
yang dapat mengkonversi β-karoten, lutein, zeaksantin, dan kantaksantin menjadi
astaksantin.Akan tetapi, ikan salmon (Salmo salar) dan rainbow trout (Salmo
gairdneri) tidak dapat mengoksidasi zeaksantin menjadi astaksantin. Lutein dan β-
karoten, merupakan bagian dari karotenoid,leutin menghasilkan warna kuning dan
β-karoten menghasilkan warna jingga. Hasil ini relevan dengan pengamatan
secara visual (Gambar 3). Simpson et al. (1981) mengatakan bahwa warna kuning
jinggamerah pada ikan disebabkan oleh karotenoid yang disimpan dalam sel
kromatofor jenis xanthofor dan erytrofor. Matsuno (1981) dan Simpson et al.
(1981) juga menjelaskan bahwa lutein banyak ditemukan pada ikan air tawar dan
zeaxantin pada beberapa spesies ikan. Pada udang (krustase) dan beberapa jenis
ikan omnivor diketahui mampu menggunakan β-karoten secara langsung, baik
untuk pro vitamin A maupun pigmentasi dalam tubuh (Meyer dan Latscha 1997).
Kandungan total karotenoid memperlihatkan adanya hubungan yang erat
antara pemberian dosis karotenoid tepung bayam merah dan peningkatan kadar
karotenoid dalam tubuh. Hal tersebut menunjukkan bahwa karotenoid dari tepung
bayam merah lebih efektif dan lebih banyak disimpan pada jaringan sirip
dibandingkan kulit dan daging. Kandungan total karotenoid memperlihatkan
adanya hubungan yang erat antara pemberian dosis karotenoid tepung bayam
merah dan peningkatan kadar karotenoid dalam tubuh. Penyimpanan karotenoid
tertinggi pada ikan sumatra albino yang diberi TBM dosis 6% menunjukkan
bahwa pigmentasi pada jaringan dermis seperti sirip dan kulit secara efektif terjadi
peningkatan bila diberi TBM dan memberikan kualitas warna lebih pekat dari
perlakuan lainya (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa meningkatnya
kandungan karotenoid dalam pakan yang diberikan, juga dapat menyebabkan
peningkatan kandungan karotenoid dalam tubuh ikan. Pembentukan warna pada
tubuh ikan disebabkan adanya sel pigmen atau disebut dengan (kromatofor) yang
terletak pada lapisan epidermis (Sally 1997). Withers (1992) menjelaskan bahwa
jaringan tubuh ikan yang banyak mengandung karotenoid adalah kulit dan sirip
karena merupakan jaringan yang secara langsung mampu mengekspresikan warna
ikan hias, sedangkan pada daging diduga hanya merupakan tempat penyimpanan
karotenoid sementara pada tubuh ikan sumatra albino. Hal ini terlihat bahwa
dengan penambahan dosis 6% TBM mampu meningkatkan nilai karotenoid, yaitu
50.44 ppm pada sirip, 16.10 ppm pada kulit, dan 3.69 ppm pada daging. Nilai
yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dangan hasil penelitian Novita et al.
(2018) pada ikan sumatra albino yang diberi tepung kepala udang 30%
meningkatkan nilai karotenoid sebesar 24.89 ppm pada sirip dan 14.29 ppm pada
kulit. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan karotenoid dari tepung bayam
merah lebih baik pada jaringan tubuh ikan sumatra albino.
Konsentrasi total karotenoid pada masing-masing jaringan diduga sangat
tergantung pada jumlah karotenoid yang diberikan melalui pakan. Menurut
Dharmaraj dan Dhevendaran (2011), karotenoid yang terdapat pada jaringan sirip,
kulit, dan daging ikan berasal dari makanannya karena pigmen tersebut hanya
diproduksi oleh tumbuhan, alga, dan mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan melakukan fotosintesis. Matsuno (2001) menjelaskan bahwa
karotenoid yang banyak terdapat di dalam jaringan tubuh ikan, antara lain
16

kriptoxantin, lutein, zeaxantin, diatoxantin, aloxantin, β-karoten, dan axtaxantin.


Pada umumnya, jenis karotenoid yang mampu dimanfaatkan oleh ikan dan udang
dalam proses pigmentasi merupakan jenis karotenoid yang mengandung unsur
oksigen yang disebut xanthophyll, kecuali β-karoten (NRC 2011). Meyer dan
Latscha (1997) juga menjelaskan bahwa β-karoten dikonversi menjadi vitamin A
di dalam tubuh ikan, namun dapat dikonversi menjadi astaxantin oleh udang
(Yamada et al. 1990).
Adapun hubungan chroma dengan karotenoid pada sirip ikan sumatra albino
diartikan sebagai kerapatan atau kepekatan dari zat pembentuk warna yang
tersimpan pada jaringan tubuh. Terlihat bahwa penyerapan dan penyimpan
karotenoid alami dari bayam merah lebih banyak terakumulasi pada bagian sirip,
karena diduga sirip merupakan jaringan terakhir tempat penyimpanan karotenoid.
Kondisi seperti ini sama dengan peneltian yang dilakukan oleh Yang et al. (2016),
ikan blood parrot yang diberi karotenoid berupa keong mas sebesar 5% dan 15%
selama 60 hari menunjukan pigmentasi kulit dan sirip yang sangat signifikan
dibandingkan dengan peralakuan kontrol (tanpa karotenoid).
Sedangkan hubungan waktu terhadap peningkatan nilai chroma terlihat
bahwa pada minggu ke dua karotenoid sudah mulai terakumulasi dalam tubuh
ikan sumatra albino dan berangsur-angsur meningkat setiap minggunya karena
ketersedian dalam pakan yang diberikan secara terus-menerus. Hal tersebut
berhubungan dengan metabolisme dan konversi karotenoid yang diberikan
dalampakan terakumulasi pada kulit. Lutein dan β-karoten pada bayam merah
merupakan pigmen yang umumnya terdapat pada ikan air tawar, dan banyak
digunakan untuk ikan hias air tawar dan beberapa jenis ikan laut. Oleh karena itu,
pigmen dari bayam merah tidak memerlukan waktu yang lama untuk tersimpan
dalam jaringan tubuh terutama bagian sirip dan kulit ikan sumatra albino.
Pigmentasi ikan yang diberi pakan mengandung karotenoid dapat
memberikan kualitas warna yang lebih baik terutama pada bagian sirip dan kulit
dibandingkan kontrol. Terlihat bahwa pigmen karotenoid yang disimpan dalam
bentuk xantofor dan eritrofor (sel pigmen kuning dan merah). Adanya warna ini
disebabkan oleh penumpukan karotenoid dalam jaringan sel pigmen kromatofor
yang berasal dari TBM. Pada perlakuan dengan penambahan TBM terlihat
perbaikan kualitas warna dibandingkan tanpa pemberian karotenoid dari TBM.
Hal ini diduga ikan sumatra albino memanfaatkan karotenoid jenis lutein dimana
menghasilkan warna kuning dan β-karoten menghasilkan warna jingga-kemerahan
yang biasanya ditemukan pada tanaman dan sayuran. Perlakuan yang diberi TBM
menunjukan respons perbaikan kualitas warna lebih cerah dari perubahan warna
kulit dan sirip dibandingkan dengan kontrol terlihat lebih pucat. Dosis 6% TBM
menghasilkan warna yang lebih pekat dan tajam dibandingkan perlakuan lainnya.
Parameter warna keseluruhan L, C, H, dan total karotenoid menunjukan
keterkaitan antara ketiganya dengan warna ikan yang dihasilkan. Nilai chroma
dan lightness berkaitan dengan total karotenoid, sedangkan nilai H berkaitan
dengan sumber karotenoid yang diberikan. Karotenoid dari bayam merah lebih
banyak tersimpan pada sirip selanjutnya kulit dan daging. Hasil secara
keseluruhnya menunjukkan bahwa sumber karotenoid alami dari tepung bayam
merah sebagai suplementasi pada pakan dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
tubuh ikan sumatra albino untuk memperbaiki kualitas warna.
17

Hasil performa pertumbuhan ikan sumatra albino pada penelitian ini


menunjukan tidak adanya perbedaan pertumbuhan bobot akhir antar perlakuan
dan kontrol, namun berbeda pada pertumbuhan panjang ikan sumatra albino
dengan penambahan tepung bayam merah dosis 2%, 4% dan 6% dibandingkan
kontrol (P<0,05; Tabel 6). Hal ini diduga selain pembentuk pigmen pada ikan
karotenoid juga memiliki peran dalam status kesehatan, terkait dengan
kemampuannya dalam meningkatkan kesehatan tulang. Seperti disampaikan oleh
Tominari et al. (2017) yang menunjukan bahwa lutein dapat memacu mineralisasi
tulang dengan menekan resorpsi tulang osteoklast. Hasil Penelitian yang sama
dilakukan Sulawesty (1997), pakan dengan kandungan karotenoid berbeda dari 0–
120 mg/kg pada ikan pelangi tidak memengaruhi bobot antar perlakuan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Bjerkeng et al. (1992) menyebutkan bahwa
penambahan karotenoid pada pakan ikan salmon menghasilkan pertumbuhan
bobot dan panjang yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan tanpa kandungan
karotenoid. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh pemberian karotenoid
terhadap pertumbuhan bobot dan panjang tubuh dapat berbeda responsnya pada
setiap spesies ikan, ini disebabkan oleh kemampuan ikan dalam menyerap nutrisi
dari pakan yang diberikan, ketersediaan pakan yang cukup dan pemanfaatan
pakan yang efisien Yandes et al. (2003).

4 SIMPULAN

Suplementasi tepung bayam merah dapat meningkatkan kualitas warnaikan


sumatra albino dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perbaikan kualitas
warna, dengan dosis terbaik TBM 6% .

DAFTAR PUSTAKA

Arulvasu CS, Ramya, Meena D, Chandhirasekar, Sivaganam S. 2013. Evaluation


of natural sources of carotenoid pigments from Rosa rubiginosaon growth,
survival and coloration of Xiphophorus helleri fish fry. Journal of
Biological Sciences, 5(2): 44-49.
Amin MI, Rosidah W, Lili. 2012. Peningkatan Kecerahan Warna Udang Red
Cherry (Neocaridina heteropoda) Jantan Melalui Pemberian Astaxanthin
Dan Canthaxan Dalam Pakan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (4): 243-
252.
Anderson S. 2000. Salmon colour and consumer. Hoffman-La Roche Limited,
Canada. 45 p.
Ahilan B, Jegan K, Felix N, Raveneswaran K. 2008. Influence of botanical
additives on the growth and coloration of adult goldfish. Tamil Nadu
Journal. Vet.Anim. Sci. 4(4): 129-134.
Bjerkeng B,Stotrebakken T, and Liaaen S. 1992. Pigmentation of rainbow trout
from start feeding to sexual maturation. Aquaculture 108: 333–346.
18

Boyd CE. 2000. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Department of


Fisheries and Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment
Station. Auburn University, 700 p.
Baensch HA and Riehl R. 1993. Aquarium Atlas. Mergus-Veriag GmbH Hans A.
1(2).
Chapman FA. 1997. Evaluation of Commercially-Formulated Diets for
Feeding Tiger Barb, Puntius tetrazona. Journal of Applied Aquaculture,
7(1), 69–74.
Darti SL, Slamet S. 1997. Astaxanthin sebagai suplemen pakan untuk
peningkatan warna ikan hias. Warta Penelitian dan Perikanan
Indonesia, 3(1): 6-8.
da Costa TF. 2009. Karotenoid, Pigmen Pencerah Warna Ikan Karang. Jurnal
Triton. 5 (1): 53-62.
Dharmaraj S, Dhevendaran K. 2011. Application of microbial carotenoids as a
source of colouration and growth of ornamental fish Xiphophorus helleri.
World Journal of Fish Marine Science, 3(2): 137–144.
FAO. 2014. Ornamental Fish Topics Fact Sheets. In: FAO Fisheries and
Aquaculture Department.www.fao.org/fishery/topic/13611/en.[diunduh 20
mar 2018].
Goodwin TW. 1986. Metabolism, nutrition, and function of carotenoids. Annual
Review of Nutrition, 6(1): 273–297.
Guillaume J, Kaushik S, Bergot P, Métailler R. 2001. Nutrition and Feeding
of fish and crustaceans, Chichester, UK, Praxis-Springer, 408 pp.
Gupta SK, Jha AK, Pal AK, dan Venkateshwarlu G. 2007. Use of Natural
Carotenoids for Pigmentationin Fish. Natural Product Radiance, 6(1): 46-
49.
International Trade Center. 2017. [Internet]. [diacu feb 25]. Tersedia pada: https:
//suhana.web.id/2017/01/27/ekonomi-ikan-hias-indonesia- 3 - perdagangan
ikan-hias-dunia.
Jun LY, Dong QB, Guang Y, Dong W, Mei G, Shan SY, Xuan W, Bo N. 2010.
Effect of Astacin on Growth and Color Formation of Juvenile Red-White
Ornamental Carp (Cyprinus carpiovar. koi L). The Israeli
Journal of Aquaculture – Bamidgeh, IJA_64.2012.748, 6 pages.
Kusumawati D, Permana S, Setiawati KH, Haryanti. 2012. Peran gen AIM1 dan
intensitas cahaya terhadap karakter pola pigmen ikan badut hitam
(Amphiprion percula). Jurnal Riset Akuakultur. 7(2): 205-219.
Latscha T. 1990. Carotenoid in animal nutrition:their nature and significance in
the animal feeds. Roche publication, F. Hoffmann-La Roche, Animal
Nutrition and Health, Basel, Switzerland. No 2175
Latscha T. 1991. Carotenoids in aquatic animal nutrition. In: Akiyama DM
and Tan RKH (eds.). Proceedings of the Aquaculture Feed Processing
and Nutrition Workshop. American Soybean Association, Singapore, pp.
68-79.
Lesmana DS. 2002. Agar Ikan Hias Cemerlang. Penebar Swadaya. Jakarta. 66
hlm.
Meyer SP, Latscha T. 1997. Carotenoids. In: D’Abramo LR, Conklin DE,
Akiyama DM (eds.). Crustacean Nutrition, Advance in World Aquaculture,
Volume 6. World Aquaculture Society, Los Angeles, pp. 164-193.
19

Matsuno TH, Matsutaka, and Nagata S. 1981. Metabolism of lutein and


zeaxanthin to ketocarotenoids in goldfish, Carassius auratus. Nippon
Suisan Gakkaishi 47: 605–611.
Matsuno T. 2001. Aquatic animal carotenoid. Fisheries Science, 67: 771- 783.
Matsuno T, Tsushima T. 2001. Carotenoids in the sea urchins. In: Lawrence, JM.
Ed. Edible sea urchins : biology and ecology, Amsterdam. Elsevier, pp.
155-138.
Mudjiman A. 2001. Makanan Ikan. Penerbit : Penebar Swadaya, Jakarta. 190 hlm.
Novita T, Sukarman, Asep P, Atin S. 2018. Total karotenoid ikan sumatra albino
(Puntius tetrazona) yang diberi pakan tambahan tepung kepala udang.
Bioma, 4(1): 1-9.
Nur A, Niken AP, Mulyadi, Sukarman. 2017. Peningkatan kualitas warna dan
pertumbuhan ikan albino tiger barb (Puntius tetrazona) dengan pemberian
pakan yang mengandung tepung udang rebon. Berkala Perikanan Terubuk,
45(3): 44–56.
NRC. 2011. Nutrient Requirement of Fish and Shrimp. The National Accademies
Press, Washington DC, 376 p.
Novi S. 2014. Isolasi dan Identifikasi Struktur Karotenoid dari Ekstrak Bayam
Merah (Amaranthus Tricolor L.). Pusat Biomedis dan Teknologi Dasa
Kesehatan Badan Litbangkes, Kemenkes RI.
Octaviani T, Any G, Hari S. 2014. Penetapan Kadar β-karoten pada Beberapa
Jenis Cabe (Genus Capsicum) dengan Metode Spektrophotometri Tampak.
Fakultas Farmasi. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. Pharmaciana.
4 (2): 101-109.
Price AC, Weadick CJ, Shim J, Rodd FH. 2008. Pigments, Patern, and Fish
Behavior. Zebrafish. 5 (4): 297-307.
Saxena A. 1994. Health; colouration of fish. Proceedings of International
Symposium on Aquatic Animal Health: Program and Abstracts.
University of California, School of Veterinary Medicine, Davis, CA,
(Abstr.), p. 94.
Sally E. 1997. Pigment Granula Transport in Cromatophores. Departement
of Biologi Buckell University. Lewisburg. 72-94.
Storebaken T dan Hong K. 1992. Pigmentation ofrainbow trout. Aquaculture
100: 209-229.
Sholichin I, Haetami K, Suherman H. 2012. Pengaruh Penambaha Tepung
Rebon Pada Pakan Buatan Terhadap Nilai Chroma Ikan Mas koki
(Carassius auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4). 185-190.
Sulistyaningrum N. 2014. Isolasi dan Identifikasi Struktur Karotenoid dari
Ekstrak Bayam Merah (Amaranthus Tricolor L.). Pusat Biomedis
dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes, Kemenkes RI.
Sukarman. 2017. Kombinasi Astaxantin, Cantaxantin Dan Ekstrak Bunga
Marigold Dalam Pakan Untuk Meningkatakan Kualitas Warna Ikan
Klown Amphiprion percula [tesis].bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Sukarman, Hirnawati R. 2014. Alternatif Karotenoid Sintetis (Astaxanthin) untuk
Meningkatkan Kualitas Warna Ikan Koki (Carrasius auratus).Widya Riset.
17 (3): 333-342.
20

Sukarman, Hirnawati R, Subandiyah S, Meilisza N dan Subamia WI. 2013.


Penggunaan Tepung Bunga Marigold dan Tepung Haematococcus
pluvialis Sebagai Sumber Karotenoid Pengganti Astaxhantin Untuk
Meningkatkan Kualitas Warna Ikan Koi. Jurnal Riset Akuakultur. 9 (2):
237 – 249.
Simpson K, Katayama LT, Chichester CO. 1981. Carotenoid in fish feeds. In:
Bauernfeind JC (ed.). Carotenoids as Colorants and Vitamin a Precursors.
Academic, New York, pp.463-538.
Skӧld HN, Aspengren S, Cheney KL, Wallin M. 2016. Fish chromatophores from
molecular motor to animal behavior. International Review of Cell and
Molecular Biology, 321:171-219.
Sulawesty F. 1997. Perbaikan penampilan warna ikan pelangi merah
(Glassolepis incisus) jantan dengan menggunakan karotenoid total dari
rebon. LIMNOTEK Perairan Darat Tropis diIndonesia. 5(1): 23–29.
Tee SE.1991. Carotenoid composition and content of malaysian vegetables and
fruits by the aoac and hplc methods. Food Chemistry. 41:309-339.
Teimouri M, Amirkolaie AK, and Yeganeh S. 2013. The effects of Spirulina
plantesis meal as a feed supplement on growth performance and
pigmentation of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss).
Teuku FH. 2015. Pengaruh dosis karotenoid bayam merah pada pakan buatan
terhadap performa ikan maskoki (Carasius auratus) [tesis]. Makassar
(ID): Universitas Hasanuddin, pp.60.
Tominari T, Matsumoto C, Watanabe K, Hirata M, Grundler FM, Inada M,
Miyaura C. 2017. Lutein, a carotenoid, suppresses osteoclastic bone
resorption and stimulates formation in cultures. Bioscience Biotechnology
and Biochemistry. 81: 302-306.
Withers PC. 1992. Comparative Animal Physiology. Brook Cole_Tomson
Learning, Fort Worth TEXAS USA . 111 p.
Xiao Z, Lester GE, Luo Y, Wang Q. 2012.Assessment of vitamin and carotenoid
concentrations of emerging food products: edible microgreens. Journal
of Agricultural and Food Chemestry, 60 (31), pp 7644–7651.
Yandes ZR, Affandi R, Mokoginta I. 2003. Pengaruh pemberian sellulosa dalam
pakanterhadap kondisi biologis ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac).
Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(1): 27-32.
Yamada S, Tanaka Y, Sameshina M, Ito Y. 1990. Pigmentation of Prawn
(Panaeus japonicas) with carotenoid. I Effect of Dietary astaxanthin,
betacaroten & cantaxanthin on pigmentation. Aquaculture. 87 : 323-330.
Yuliza FY. 2012. Identifikasi Betasianin dan uji antioksidan dari ekstrak daun
bayam merah (Amaranthus tricolor L.) serta aplikasinya sebagai zat
warna.Tesis.Sekolah Pascasarjana. Universitas Andalas. 41 p.
21

LAMPIRAN
22

Lampiran 1 Uji Normalitas Anova pada L, C dan H

Residual untuk L Residual untuk Chroma Residual untuk H


N 12 12 12
Uji Statistik 0.197 0.197 0.130
Nilai Signifikasi 0.200 0.200 0.200

Analisis Anova pada nilai L


SumberKeraga DerajatBe JumlahKuad Kuadrat Rasio Prob >
man bas rat Tengah Nilai F F
Perlakuan 3 104.919 34.973 1.174 0.379
Error 8 238.344 29.793
Total 12 51637.796

Hasil Uji Duncan


Rataan
Perlakuan Notasi
L
Kontrol 68.81 A
B 66.90 A
C 64.96 A
D 60.83 A

Analisis Anova pada nilai C


SumberKeraga DerajatBe JumlahKuad Kuadrat Rasio Prob >
man bas rat Tengah Nilai F F
Perlakuan 3 42.536 14.179 13.710 0.002
Error 8 8.273 1.034
Total 12 4246.342

Hasil Uji Duncan


Rataan
Perlakuan Notasi
C
Kontrol 15.75 A
B 18.40 B
C 20.07 BC
D 20.57 C
23

Analisis Anova pada Nilai H


SumberKeraga DerajatBe JumlahKuad Kuadrat Rasio Prob >
man bas rat Tengah Nilai F F
Perlakuan 3 812.957 270.986 48.863 0.000
Error 8 44.366 5.546
Total 12 79629.829

Hasil Uji Duncan

Perlakuan RataanH Notasi


Kontrol 66.96 A
B 83.49 B
C 86.54 B
D 87.09 B
24

Uji Normalitas Anova pada PA dan BA

Residual untukBobotAkhir Residual untuk Panjang Akhir


N 12 12
Uji Statistik 0.210 0.167
Nilai Signifikasi 0.152 0.200

Analisis Anova pada Bobot Akhir


SumberKeraga DerajatBe JumlahKuad Kuadrat Rasio Prob >
man bas rat Tengah Nilai F F
Perlakuan 3 0.002 0.001 0.503 0.690
Error 8 0.012 0.001
Total 12 8.870

Hasil Uji Duncan

Perlakuan RataanBobotAkhir Notasi


Kontrol 0.84 A
B 0.86 A
C 0.87 A
D 0.87 A

Analisis Anova pada Panjang Akhir


SumberKeraga DerajatBe JumlahKuad Kuadrat Rasio Prob >
man bas rat Tengah Nilai F F
Perlakuan 3 0.024 0.008 9.170 0.006
Error 8 0.007 0.001
Total 12 168.246

Hasil Uji Duncan

Perlakuan Rataan Panjang Akhir Notasi


Kontrol 3.67 A
B 3.75 B
C 3.77 B
D 3.79 B
25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Alung kabupaten Padang Pariaman, tanggal


22 Januari 1992 sebagai anak ke tiga pasangan Bapak Hefri Moechtar S.T dan Ibu
Osmiati M.Pd. Pada tahun 2004 lulus dari SD N Lb.Alung, tahun 2007 lulus dari
SMP N1 Lb.Alung dan tahun 2010 lulus dari SMA N 1 Lb.Alung. Penulis
menyelesaikan pendidikan Program sarjana tahun 2014 Program Studi Budidaya
Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Bung Hatta Padang.
Penulis melanjutkan Pendidikan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu
Akuakultur, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2016.
Artikel yang berjudul “Peningkatan kualitas warna ikan sumatra albino,
Puntigrus tetrazona (Bleeker, 1855) dengan pakan buatan yang diperkaya tepung
bayam merah (Amaranthus tricolor L.)” merupakan bagian dari Karya Ilmiah
Program S-2 akan diterbitkan pada Jurnal Iktiologi Indonsia edisi februari tahun
2019.

Anda mungkin juga menyukai