Anda di halaman 1dari 4

Waspada Ancaman Penyakit Kematian Dini

Penyakit early mortality syndrome (EMS)/ acute hepatopancreatic necrosis


disease (AHPND) atau sindrom kematian dini lazim menyerang baik udang
vaname maupun udang windu. Akibat yang ditimbulkan penyakit ini
sungguh dahsyat karena bisa menyebabkan kematian massal pada udang
yang baru ditebar.

Early Mortality Syndrome (EMS) atau juga disebut Acute Hepatopancreatic


Necrosis Disease (AHPND), tergolong penyakit baru. Ditemukan pertama kali
melanda bisnis perudangan di pulau Hainan, China pada tahun 2009,
penyakit ini merebak ke Vietnam, Malaysia, lalu menyusul ke Thailand
bahkan hingga ke perbatasan Kamboja, dan Meksiko. Berdasarkan informasi
yang terakhir dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini India sudah
termasuk dalam daftar negara terjangkit wabah. Dinamakan sindrom
kematian dini karena penyakit ini menyerang udang saat masih berumur 20
30 hari setelah tebar dan mengakibatkan kematian massal. Dilaporkan
kematian yang terjadi bisa mencapai 100% dengan gejala penyakit udang lemah,
nafsu makan menurun, hepatopankreas mengerut dan berwarna pucat keputihputihan disertai garis-garis menghitam. Gejala lain yang menonjol adalah kulitnya
lembek, berwarna lebih gelap dari normal.
Peneliti penyakit udang, Donald Lightner, telah mengidentifikasi patogen yang
bertanggung jawab atas jangkitan penyakit ini, sebuah galur unik dari bakteri Vibrio
parahaemolyticus. Pathogen ini tidak berpengaruh terhadap manusia namun hanya
menyerang udang. Biasanya, wabah muncul satu bulan saat tambak bulan terisi
benur.
Chalor Limsuwan (Pakar Perudangan Universitas Kasetsart, Thailand), yang
menemukan penyebab EMS awal 2013 di China Selatan, mengungkapkan bahwa
bakteri Vibrio Parahaemolyticus hidup di mana pun di lingkungan laut tropis. Selain
itu, ia menambahkan, pH air yang tinggi bisa memicu timbulnya EMS. Menurutnya,
penyakit berulang muncul dalam tambak-tambak yang berkadar pH tinggi, antara
8,5 8,8. Indikasi awal dari EMS, biasanya ditandai dengan pertumbuhannya
lambat, hepatopankreasnya pucat, kecil, mengerut, dan ususnya tidak penuh
dengan makanan. Cephalothorax, jika dipencet keropos, lembek, dan jika dibuka
akan hancur. Jadi, kelihatan sekali, dan mudah dikenali. Kalau sudah begitu, udang
lebih baik dipanen dan tidak boleh dijual. pungkasnya.
Sementara itu, Widigdo berpendapat lain. Menurutnya, residu pestisida yang
terakumulasi di hepatopankreas atau racun yang dikeluarkan oleh alga hijau biru
(Blue Green Algae) dan dinoflagellata menjadi penyebab EMS. Menurutnya, waktu
serangan terjadi pada pagi hari, serta umur udang yang terserang antara 20 30
hari.
Udang yang terkena EMS mudah dikenali dari penampakan fisik. Menurut Sinarno,
udang yang terserang berwarna tubuh sama dengan warna air, gerakannya lesu,
susah ganti kulit dan enggan makan. Dalam hitungan hari terjadi kematian yang

mendekati 100%. Setelah udang dibedah, hepatopankreasnya menyusut dan


bergaris keputihan serta hitam. Selain itu, kulit udang lembut, warna kulit lebih
gelap dan terjadi kegagalan ganti kulit. Kasus ini dipicu racun yang dilepaskan oleh
BGA dan dinoflagellata seperti mikrosistin, nodularin dan saxitoxin (sejenis racun)
yang menghambat sintesis protein pada organ saat benur masih berumur 10 15
hari. Racun ini stabil dalam air dan tahan panas sampai suhu 100 C. Meningkatnya
toksin dipicu tingginya konsentrasi fosfat (di atas 1 ppm), pH di atas 8, kandungan
zat besi lebih dari 0,1 ppm dan minimnya aerasi.
Di samping itu, ukuran tubuh udang tampak tidak proporsional (kepala lebih besar
dari badan). Lalu ada gejala serangan terjadi saat molting atau pasca molting.
Selain itu, ciri-ciri klinis yang mudah dikenali adalah hepatopankreas udang akan
berwarna hitam, kadang merah dan umumnya kuning dan mengecil.
Ada sebagian pihak yang mengaitkan penyakit EMS dengan penyakit berak putih
atau WFD (white feces disease). Konon, gejala awal kemunculan EMS didahului oleh
mewabahnya penyakit WFD. Serangan EMS di China dan Thailand diawali oleh
kemunculan penyakit WFD. Ungkap Prof. Ketut Sugama, Direktur Pengembangan
Benih, DJPB, KKP sewaktu diwawancara di kantornya di Depok, Jawa Barat. Namun
demikian, hal ini masih diperdebatkan karena ada beberapa negara malah terkena
wabah EMS sebelum WFD merebak.
Prof. Ketut menambahkan, akibat serangan penyakit EMS, China mengalami
penurunan produksi hingga 54%, Thailand dan Vietnam kehilangan produksi sekitar
50%. Hal yang sama dikatakan juga oleh Chalor Limsuwan, serangan EMS
menyebabkan produksi udang seperti di Thailand merosot hingga 54 persen per
kuartal 2014 yang hanya mampu memproduksi kurang dari 200 ribu ton. Akibatnya,
negara tersebut, begitu juga Vietnam, dua negara penyekspor udang terbesar dunia
kelimpungan akibat kehilangan lebih dari separuh jumlah yang seharusnya dipanen.
Jumlah kerugian yang diderita negeri gajah putih itu lebih dari 1 miliar dolar AS.
Saat ini, Thailand melakukan kerjasama dengan Vietnam untuk menemukan apa
penyebab utama dari EMS dengan menguji sampel-sampel udang yang
menunjukkan gejala EMS.
Pada saat China dan Thailand mengalami penurunan produksi yang cukup
signifikan, kondisi sebaliknya terjadi di Indonesia. Di Indonesia, produksi udang
mengalami peningkatan dari 639,59 di tahun 2013 menjadi 699 pada tahun 2014.
Ujar Prof. Ketut, yang pernah menjabat Dirjen Perikanan Budidaya, KKP. Udang
menjadi salah satu dari sepuluh komoditas utama perikanan budidaya yang tengah
digenjot oleh pemerintah karena menjadi sumber penghasil devisa.
Sehingga, situasi saat ini menjadi momen yang tepat bagi Indonesia untuk menjadi
pemimpin dalam produksi udang dunia. Untuk itu, pemerintah menargetkan angka
755.000 ton produksi udang pada tahun 2015. Jumlah ini meningkat sekitar 8% dari
produksi sebelumnya, yaitu sekitar 699.000 ton.
Meskipun hingga saat ini Indonesia masih bebas dari wabah penyakit sindrom
kematian dini (EMS/AHPND), pelaku budidaya perlu meningkatkan kewaspadaan
mengingat beberapa negara tetangga di Asia Tenggara sudah terjangkit wabah
yang disebabkan oleh bakteri ini. Berdasarkan surat edaran kementerian kelautan

dan perikanan direktorat jenderal perikanan budidaya, ada lima negara yang
tercatat sebagai daerah yang terjangkit wabah EMS, di antaranya yaitu China,
Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Meksiko. Terakhir, daftar negara tersebut
ditambah dengan India sehingga saat ini sudah enam negara. Untuk mencegah
masuknya bibit penyakit, pemerintah telah mengumumkan pemberlakuan larangan
sementara impor obat ikan sediaan probiotik dari negara yang terkena penyakit
tersebut.
Mengenai penyebabnya, banyak faktor yang memicu serangan penyakit EMS/
AHPND. Faktor lingkungan tidak bagus, nilai TAN (Total ammonia Nitrogen) air yang
tinggi, pH air terlalu tinggi memicu terjadinya penyakit EMS. Ucap Ketut Sugama.
Musim pancaroba menyebabkan tingkat stress tinggi pada udang, pH tinggi
membuat udang lebih rentan terkena penyakit. Tambah professor peraih
penghargaan Derek Tribe ini.
Gambar Professor Dr. Ketut Sugama
Untuk mencegah penyakit ini menjangkit, Prof. Ketut memberikan beberapa langkah
yang bisa dilakukan pembudidaya. Sistem kluster bisa mengurangi persebaran
penyakit. Di samping itu, pencegahan bisa dilakukan dengan mengurangi tingkat
kepadatan udang dalam tambak. Gunakan probiotik dan bioflok dalam tambak dan
selalu memantau lingkungan. TAN diupayakan tidak terlalu tinggi karena
konsentrasi yang tinggi menyebabkan meledaknya populasi alga hijau. Ujar Prof.
Ketut.
Di pihak pemerintah, Badan Karantina menerapkan peraturan yang ketat, yang
didukung oleh litbang. Transshipment dicegah untuk menghindari masuknya
penyakit. Pemerintah juga telah mengupayakan benih unggul. Kita boleh saja
mengimpor udang, tapi untuk pengayaan genetis, bukan untuk in breeding.
Pungkasnya.
Ditemui terpisah di kantornya di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan, Ir Maskur, M.Si,
Direktur Kesehatan Ikan dan Lingkungan, bercerita panjang lebar mengenai
penyakit kematian dini pada udang.
Menurutnya, Indonesia sudah melakukan antisipasi masuknya penyakit ini sejak
tahun 2012. Pencegahan secara nasional dilakukan dengan membuat beberapa
kebijakan, di antaranya dengan adanya larangan memasukkan udang hidup, beku,
benur, larva, dari daerah yang terkena wabah. Kebijakan ini tentu saja banyak
menghadapi tantangan di lapangan. Kami sempat konflik dengan importir
mengenai kebijakan larangan impor udang beku. Mereka berpendapat bahwa udang
beku tidak menularkan penyakit. Sementara, kami berpendapat bahwa bakteri
tetap tidak akan mati dalam suhu beku, Ungkapnya. selain itu, upaya impor
udang dari India dan Malaysia pernah terjadi, akan tetapi kami tolak dengan alasan
keamanan.
Untuk lebih memperkuat pelarangan tersebut, Permen yang sudah dikeluarkan
kemudian dipertegas dengan keluarnya SK Dirjen yang secara langsung melarang
memasukkan probiotik dan cacing laut/ polichaeta dari daerah wabah.

Gambar Ir. Maskur, M.Si


Beberapa waktu silam, berembus rumor yang menyatakan bahwa wabah penyakit
kematian dini (EMS/AHPND) sudah masuk ke wilayah Indonesia perbatasan, seperti
di daerah Tarakan. Pada waktu itu, setelah sampel yang berasal dari Tarakan,
Medan, dan Jatim kami teliti, tidak terbukti ada penyakit itu. Terangnya.
Hingga saat ini, berbagai upaya pencegahan masih terus dilakukan dengan ketat.
Pada waktu yang sama, upaya pemantauan juga diterapkan secara berkala di
beberapa titik di berbagai daerah. Saat ini, kami sudah mengumpulkan sampel dari
beberapa tambak dari berbagai daerah, seperti NTB, Banyuwangi, Tuban, Lampung,
dan Medan untuk dianalisa mengenai keberadaan EMS. Pungkasnya.

(noerhidajat&altaf)

Anda mungkin juga menyukai