Anda di halaman 1dari 11

Kata pengantar

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-
Nya sehingga makalah dengan berjudul ‘makalah penyakit kuku dan mulut dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelas x. Selain itu, penyusunan makalah
ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang penyakit kuku dan mulut di
masyarakat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta
saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Bantarkawung, 9 Agustus 2022

Penulis
A.  PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Penyakit mulut dan kuku, atau sering disebut PMK, adalah salah satu penyakit
menular pada hewan dan sangat ditakuti oleh hampir semua negara di dunia, terutama
negara-negara pengekspor ternak dan produk ternak. Indonesia pertama kali tertular PMK
pada tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur. Upaya pemberantasan dan pembebasan
PMK di Indonesia terus dilakukan sejak tahun 1974 hingga 1986. Pada tahun 1990,
penyakit tersebut benar-benar dinyatakan hilang dan secara resmi Indonesia telah diakui
bebas PMK oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des
Epizooties (OIE). Keberhasilan Indonesia bebas dari PMK merupakan hasil kerja keras
berbagai pihak dalam penanggulangan wabah PMK serta didukung oleh kondisi geografis
Indonesia yang berupa kepulauan sehingga memudahkan dalam melokalisasi penyakit ini.
Apabila PMK masuk kembali ke Indonesia, penyakit tersebut akan menyebabkan
kerugian ekonomi yang sangat besar, bukan hanya karena mengancam kelestarian populasi
ternak di dalam negeri, tetapi juga mengakibatkan hilangnya peluang ekspor ternak dan
hasil ternak. Oleh karena itu, peran aktif dari berbagai pihak diperlukan untuk mewaspadai
kemungkinan masuknya kembali penyakit tersebut ke Indonesia melalui pengetahuan yang
cukup tentang PMK dan langkah-langkah yang perlu diambil.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau yang secara internasional dikenal
sebagai foot and mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh
semua negara di dunia, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi
yang luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya,
yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi
Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). Salah satu penyakit tersebut
adalah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di
Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke
berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal
memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980 - 1982 tidak tercatat
lagi kasus PMK. Pada tahun 1983 tiba-tiba muncul lagi kasus di Jawa Tengah dan menular
kemana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat
dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan
bebas PMK. Hal ini diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 dan diakui secara
internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des
Epizooties – OIE) tahun 1990. Pada tahun 2001 hanya ada 5 negara di dunia yang bebas
dari PMK yaitu Kanada, Australia, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Indonesia.

B.   PEMBAHASAN
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah salah satu penyakit menular pada sapi,
kerbau, babi, kambing, rusa ,domba dan hewan berkuku genap lainnya seperti gajah,
mencit, tikus, dan babi hutan. Kasus yang menyerang manusia sangat jarang. PMK atau
yang secara internasional dikenal sebagai foot-and-mouth disease merupakan penyakit
hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, terutama negara-negara
pengekspor ternak dan produksi ternak, karena sangat cepat menular dan menimbulkan
kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya. Seluruhnya ada 15 jenis penyakit
hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan
dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des
Epizooties). Salah satu penyakit tersebut adalah PMK.
Meskipun persoalan PMK sampai dengan saat ini dianggap hanyalah merupakan
masalah kesehatan hewan dan tidak menyentuh kesehatan manusia, akan tetapi dampak
PMK menjadi sangat luas mengingat keterkaitannya dengan aspek penting yang
mempengaruhi kehidupan manusia yaitu aspek ekonomi dan perdagangan.

Gambar ternak penderita PMK .


Dengan semakin meningkatnya arus lalu lintas orang dan barang serta semakin
derasnya arus perdagangan antar negara di era globalisasi, maka upaya untuk
memperkirakan tingkat kemungkinan terulangnya kembali kejadian wabah PMK di
Indonesia merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Ekboir (1999) mengatakan jalur
masuk potensial PMK ke negara-negara yang statusnya bebas telah mulai berubah dalam
tahun-tahun terakhir ini.  
Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh enterovirus yang sangat kecil dari
famili Picornaviridae, Genus Aphtovirus. Ada tujuh tipe virus PMK, yakni A, O, C, Asia¸
South African Teritorry (SAT) 1, 2, 3. Setiap tipe virus PMK masih terbagi lagi menjadi
sub tipe dan galur (strain). Sejauh ini di Indonesia hanya ada satu virus PMK, yakni virus
tipe O. Virus penyebab PMK ini berdiameter 10 – 20 milimikron dan terbentuk
dari Ribonucleic acid (RNA) serta diselubungi oleh protein. Sifat-sifat virusnya yaitu :
a.       Sangat labil
b.      Antigenisitasnya cepat dan mudah berubah
c.       Tidak tahan pH asam dan basa, panas, sinar UV, desinfektans
d.      Karena terdapat protein virus PMK tahan berbulan-bulan terhadap kekeringan dan dingin
Sumber penular virus PMK adalah semua hewan yang peka terhadap virus PMK,
yakni hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah,
dan menjangan. (Suseno,P.P. 2008)
     Pada Manusia ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di
farings dan  onsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir,
mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari.
Pada Hewan Secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah
lesu/lemah, suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41 0C), hipersalivasi, nafsu makan
berkurang, enggan berdiri, pincang, bobot tubuh berkurang, produksi susu menurun bagi
ternak penghasil susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%. Tingkat kematian pada hewan
dewasa umumnya rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda mycocarditis. Tanda
khas PMK adalah lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang berisi cairan limfe pada rongga
mulut, lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan
di ambing susu.
Gambar lesi terbuka
Diagnosis dari penyakit mulut dan kuku didasarkan pada gejala klinis yang
ditimbulkan. Selain itu dilakukan koleksi sampel pada hewan yang menderita untuk
diperiksa dilaboratorium. Sampel isolasi dapat diambil melalui cairan lepuh, keropeng
bekas lepuh, dan sampel darah.
Pada hewan, penularan virus PMK umumnya terjadi secara kontak dalam kelompok
hewan atau per os lewat makanan, minuman, atau alat-alat yang tercemar virus. Meskipun
virus PMK relatif peka terhadap lingkungan di luar tubuh hewan, namun angka kesakitan
dapat sangat tinggi karena hewan tertular mengeluarkan virus dalam jumlah sangat banyak
lewat ekskreta (tinja, urine), terutama air liur. Penularan virus PMK dapat pula terjadi lewat
bahan makanan beku yang mengandung tulang atau kelenjar limfe. Sebenarnya, virus PMK
dalam daging menjadi inaktif (mati) saat terjadi pelayuan daging, ketika pH daging
menjadi asam, namun virus PMK yang berada di dalam sumsum tulang dan kelenjar limfe
masih tetap hidup. Oleh karena itu, beberapa negara mensyaratkan pengiriman daging dari
negara tertular PMK tidak boleh mengandung tulang dan kelenjar limfe, di samping
persyaratan lain. Orang yang bertugas di kandang dokter hewan, dan petugas kesehatan
hewan dapat menularkan penyakit dari suatu peternakan tertular ke peternakan lainnya
lewat sepatu atau alat lain yang tercemar virus PMK. Manusia : Tidak tentu. Hewan : 1 –
21 hari tetapi biasanya 3 – 8 hari.
     Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-
hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang
rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang
tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika
terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik.  Tindakan Kewaspadaan PMK Pemantauan
dan Antisipasi oleh Petugas Dinas Peternakan/ Kehewanan dan Karantina Petugas Dinas
Peternakan/Kehewanan dan Karantina dapat mengantisipasi masuknya PMK melalui impor
ternak.
           Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada
keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-
daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain. Melalui cara sebagai
berikut :
a.       Daging PMK boleh dijual belikan asalkan dilayukan selama 24 jam
b.      Tulang, jeroan, dan kepala : direbus dahulu
c.       Kulit : pemanasan dan pengeringan sempurna
d.      Air susu : pasteurisasi susu tidak cukup untuk membunuh virus karena virus dapat
berlindung dalam bahan-bahan susu seperti: lemak, sisa-sisa sel dsb.nya.
           Ketika terjadi wabah,maka perlu dilakukan penanggulangan melalui Kebijakan
sebagai berikut.
a.       Pengamatan terhadap manusia, hewan berkuku genap
b.      Pengobatan terhadap penderita
c.       Pemberantasan hewan terinfeksi
           Kerugian Akibat PMK akan mendatangkan kerugian yang cukup besar karena
mengakibatkan penurunan produktivitas kerja ternak. Pada sapi potong, produktivitas kerja
ternak penderitan PMK akan menurun. Penurunan bobot hidup.Ternak yang menderita
PMK sulit mengonsumsi, mengunyah dan menelan pakan, bahkan pada kasus yang sangat
parah, ternak tidak dapat makan sama sekali. Akibatnya, cadangan energi tubuh akan
terpakai terus hingga akhirnya bobot hidup menurun dan ternak menjadi lemas. Gangguan
fertilitas. Ternak produktif yang terserang PMK akan kehilangan kemampuan untuk
melahirkan setahun setelah terserang penyakit tersebut. Ternak baru dapat beranak kembali
setelah dua tahun kemudian. Jika pada awalnya seekor ternak mampu beranak lima ekor,
karena penyakit ini kemampuan melahirkan menurun menjadi tiga ekor atau kemampuan
menghasilkan anak menurun 40%. Kerugian ekonomi akibat penutupan pasar hewan dan
daerah tertular. Dalam keadaan terjadi serangan PMK, seluruh kegiatan di pasar hewan dan
rumah pemotongan hewan (RPH) ditutup. Akibatnya, pekerja di pasar hewan dan RPH,
pedagang ternak, serta pengumpul rumput akan kehilangan mata pencaharian selama
jangka waktu yang tidak menentu. Hilangnya peluang ekspor ternak, hasil ikutan ternak,
hasil bahan hewan, dan pakan. Pada manusia ketika terjadi kontak dapat menimbulkan
gejala seperti flu, dan akibat terburuknya dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan
kematian.

Mengapa kita harus waspada terhadap penyakit PMK?

1. Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat mengikuti arus transportasi daging
dan ternak terinfeksi.
2. Menimbulkan kerugian ekonomi yg sangat besar (penurunan berat badan permanen)
3. Pengendaliannya sulit dan kompleks karena membutuhkan biaya vaksinasi yang
sangat besar serta pengawasan lalu lintas hewan yang ketat.
4. Negara Indonesia terdiri dari puluhan ribu pulau dan ratusan pelabuhan besar dan kecil,
sehingga rawan penyelundupan ternak dan bahan asal hewan (daging, kulit, dll.) dari
negara Endemis PMK seperti India, Brasil, Malaysia, Thailand, Filipina dan sekitarnya.

Penyebab
1. Virus tipe A dari family Picornaviridae, genus Apthovirus.
2. Masa inkubasi 2-14 hari (masa sejak hewan tertular penyakit sampai timbul gejala
penyakit)

Hewan yang rentan tertular


Sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba dan babi.

Cara Penularan
1. Kontak langsung maupun tidak langsung dengan hewan penderita (droplet, leleran
hidung, serpihan kulit).
2. Vektor hidup (terbawa manusia, dll)
3. Bukan vektor hidup (terbawa mobil angkutan, peralatan, alas kandang dll.)
4. Tersebar melalui angin, daerah beriklim khusus (mencapai 60 km di darat dan 300 km
di laut).

 
GEJALA KLINIS

Pada Sapi
1. Pyrexia (demam) mencapai 41°C, anorexia (tidak nafsu makan), menggigil, penurunan
produksi susu yang drastis pada sapi perah untuk 2-3 hari, kemudian:
a. Menggosokkan bibir, menggeretakkan gigi, leleran mulut, suka menendangkan kaki:
disebabkan oleh vesikula (lepuh) pada membrane mukosa hidung dan bukal serta antara
kuku.
b. Setelah 24 jam: vesikula tersebut rupture/pecah setelah terjadi erosi.
c. Vesikula bisa juga terjadi pada kelenjar susu.
2. Proses penyembuhan umumnya terjadi antara 8 – 15 hari.
3. Komplikasi: erosi di lidah, superinfeksi dari lesi, mastitis dan penurunan produksi susu
permanen, myocarditis, abotus kematian pada hewan muda, kehilangan berat badan
permanen, kehilangan kontrol panas.

Pada Domba dan Kambing


Lesi kurang terlihat, atau lesi pada kaki bisa juga tidak terlihat. Lesi pada sekitar gigi
domba, kematian pada hewan muda.

Pada Babi
Kemungkinan bisa timbul beberapa lesi kaki ketika dikandangkan pada alas permukaan
yang keras. Kematian yang sering terjadi pada anak babi.
Lesi/ kerusakan jaringan berupa:
• Vesikula atau lepuh pada lidah, sela gigi, gusi, pipi, pallatum molle dan pallatum durum
(langit-langit mulut), bibir, nostril, moncong, cincin koroner, puting, ambing, moncong,
ujung kuku, sela antar kuku.
• Lesi yang ditemukan setelah hewan mati pada dinding rumen, lesi di miokardium,
sebagian hewan muda (disebut juga tiger heart).

 
DIAGNOSA LABORATORIUM
A. Identifikasi agen penyakit:
• ELISA
• Complement fixation test
• Isolasi virus: inokulasi dari kelenjar tyroid bangsa sapi, babi dan sel ginjal domba:
inokulasi BHK-21 dan sel 1B-RS: inokulasi pada tikus.

B. Test serologi
• ELISA
• Tes netralisasi virus

C. Sampel
• 1 gram jaringan dari kelupasan (bukan) vesikula. Sampel epitel dapat ditempatkan di
media transport dengan pH 7.2 – 7.4 dan jaga tetap dingin.
• Kumpulkan cairan esophagus – pharynk sebagai sampel bisa pada suhu beku < 40?C.

PENCEGAHAN
A. Pencegahan Dengan Cara Biosekuriti:
1. Perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu
lintas dan pelaksanaan surveilans.
2. Pemotongan pada hewan terinfeksi, hewan baru sembuh, dan hewan - hewan yang
kemungkinan kontak dengan agen PMK.
3. Desinfeksi asset dan semua material yang terinfeksi (perlengkapan kandang, mobil,
baju, dll.)
4. Musnahkan bangkai, sampah, dan semua produk hewan pada area yang terinfeksi.
5. Tindakan karantina.

B. Pencegahan Dengan Cara Medis


Untuk daerah tertular :
1. Vaksin virus aktif yang mengandung adjuvant
2. Kekebalan 6 bulan setelah dua kali pemberian vaksin, sebagian tergantung pada
antigen yang berhubungan antara vaksin dan strain yang sedang mewabah.
Untuk daerah bebas (Indonesia) :
1. Pengawasan lalu lintas ternak
2. Pelarangan pemasukan ternak dari daerah tertular

PENGOBATAN DAN PENGENDALIAN

1. Pemotongan dan pembuangan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi.


2. Kaki yang terinfeksi di terapi dengan chloramphenicol atau bisa juga diberikan larutan
cuprisulfat.
3. Injeksi intravena preparat sulfadimidine juga disinyalir efektif terhadap PMK.
4. Selama dilakukan pengobatan, hewan yang terserang penyakit harus dipisahkan dari
hewan yang sehat (dikandang karantina terpisah dari kandang hewan sehat).
5. Hewan tidak terinfeksi harus ditempatkan pada lokasi yang kering dan dibiarkan bebas
jalan-jalan serta diberi pakan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.
6. Pada kaki hewan ternak yang sehat diolesi larutan Cuprisulfat 5% setiap hari selama
satu minggu, kemudian setelah itu terapi dilakukan seminggu sekali sebagai cara yang
efektif untuk pencegahan PMK pada ternak sapi.

 
PENUTUP

Penyakit mulut dan kuku, atau sering disebut PMK, adalah salah satu penyakit
menular pada hewan dan sangat ditakuti oleh hampir semua negara di dunia, terutama
negara-negara pengekspor ternak dan produk ternak. Indonesia pertama kali tertular PMK
pada tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur. Upaya pemberantasan dan pembebasan
PMK di Indonesia terus dilakukan sejak tahun 1974 hingga 1986. Pada tahun 1990,
penyakit tersebut benar-benar dinyatakan hilang dan secara resmi Indonesia telah diakui
bebas PMK oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des
Epizooties (OIE). Keberhasilan Indonesia bebas dari PMK merupakan hasil kerja keras
berbagai pihak dalam penanggulangan wabah PMK serta didukung oleh kondisi geografis
Indonesia yang berupa kepulauan sehingga memudahkan dalam melokalisasi penyakit ini.

Anda mungkin juga menyukai