Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH SAPROZOONOSIS

MELKISEDEK JEFFRY DWIJAYA


C031171505

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
ISI

Zoonosis adalah penyakit dan infeksi yang secara alami dapat menular
antara hewan dan manusia vertebrata. Zoonosis secara umum dikenal sebagai
penyakit pada hewan dan secara tidak sengaja tertular pada manusia [1]. Penyakit
yang menular termasuk virus, bakteri, parasit dan jamur baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hewan kesayang merupakan salah satu penyebab utama
dari penyakit zoonosis ini dan seringkali penyakit zoonosis tidak diketahui telah
menginfeksi sehingga dapat menjadi suatu kasus yang tidak dilaporkan maupun
ditangani [2].

Saprozoonosis adalah zoonosis yang memerlukan tempat yang bukan


hewan yang berperan sebagai reservoir dari infeksi yang sebenarnya atau bagian
yang penting dalam perkembangannya. Erysipeloid pada manusia dan erysipelas
hewan merupakan contoh dari infeksi saprozoonosis. Pada industri babi adapula
saprozoonosis yang dapat terkena yaitu Erysipelotbrix insidisa atau rbusiopatbiae
yang dapat berdampak pada ekonomi industri ternak babi. Penyakit ini dapat
mengakibatkan demam tinggi setelah masa inkubasi 1-7 hari yang disertai dengan
anoreksia, prostrasi dan seringkali ditemukan adanya lesi pada kulit yang dapat
dipresentasikan sebagai urticarial plaques merah (Diamond disease) dimana
dapat mengakibatkan kematian[3].

Perlu diketahui saprozoonosis ketika menginfeksi manusia maka rantai


epidemi seringkali berakhir namun dampak klinis seringkali parah hingga dapat
mengakibatkan kematian. Parasit tidak seharusnya membunuh inangnya agar
dapat mendapatkan manfaat yang berjangka panjang namun saat parasite
menyerang inang yang asing seperti manusia maka penyakit yang parah ataupun
kematian oleh parasite dapat terjadi akibat tidak adanya perubahan adaptasi dari
inang[4]

Saprozoonosis berasal dari bahasa Yunani sapros yang berarti


pembusukan dikarenakan ditransmisikan dari lingkungan abiotic seperti tanah,
air, tanaman yang membusuk dan lainnya. Kemampuan agen penyakit untuk
tumbuh secara safrotik dan bereplikasi pada lingkungan abiotik adalah
karakteristik yang penting dari mikroba safrotik. Agen penyakit saprozoonosis
memiliki 2 siklus hidup yang berbeda yaitu saprophytic (pada substrat abiotik)
dan parasitic (patogenik pada temperature homeoterm pada inang vertebra) [4].

Pencegahan saprozoonosis dapat dilakukan dengan manipulasi lingkungan


dimana pencegahan ini merupakan netralisasi reservoir yang dirancang untuk
mematahkan rantai infeksi antara yang terinfeksi (shedder) dan inang yang dapat
terjangkit dengan mengurangi kemampuan hidup dari agen penyakit pada vektor
seperti makanan, air, tanah dan tumbuhan, Namun cara ini memiliki kelemahan
dimana pengontrolan hanya dapat efektif pada lokasi dimana control tersebut
dilakukan. Pencegahan ini biasanya dilakukan pada lokasi yang memiliki peluang
besar terinfeksi seperti pada tempat pembuangan kotoran dimana memiliki peran
sebagai jalan keluar dari penyakit. Disinfeksi dari tempat pembuangan kotoran
perputaran ternak dapat mengurangi paparan dari inang yang dapat terjangkit [5].

Swine erysipelas merupakan penyakit saprozoonosis yang disebabkan oleh


erysipelothrix thusiopathie yang merupakan bakteri basillus gram positif. Babi
merupakan inang utama penyakit ini, dimana penyakit ini berada pada jaringan
limfoid dan dapat keluar ke lingkungan melalui sekresi hidung, liur dan feses.
Adanya kalkun, ayam, bebek dan domba dapat juga menjadi salah satu sumber
terjadinya infeksi pada babi. Babi yang berumur lebih tua dari 3 bulan dan lebih
muda dari 3 tahun sangat mungkin memiliki tanda klinis. Bakteri ini masuk
kedalam tubuh melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dan juga luka
pada kulit. Bakteri ini masuk kedalam tubuh pada palatine tonsil atau jaringan
limfoid yang berhubungan dengan pencernaan. Hewan dengan erysipelas akut
dapat tidak memiliki tanda klinis ataupun memiliki tanda klinis seperti lesi pada
kulit yang berbentuk intan berwarna pink pada hidung, telinga, abdomen, dan
paha, adanya demam 40-42’C, anoreksia, kekakuan, aborsi hingga kematian
mendadak. Lesi dapat muncul setelah 2-3 hari pasca terinfeksi erysipelas.
Diagnosa differensial saat fase akut dari penyakit ini termasuk septikemia bakteri
dan PDNS yang diakibatkan oleh PCV2. Lesi berbentuk intan merupakan ciri
khas dari penyakit eysipelas. Penanganan erysipelas dapat dilakukan dengan
pemberian penisilin. Sebagian besar dapat ditangani dengan menggunakan
beberapa kelas antibiotic seperi beta lactam, fluoroquinolones dan cephalosporins.
Pada fase kronis, obat anti-inflamasi dapat diberikan untuk menangani arthritis.
Pencegahan terbaik dapat dilakukan dengan vaksinasi[6]

Contoh kasus serta penanganan:

Peternak datang ke klinik dengan keluhan anoreksia pada babi ternaknya


yang disertai dengan demam adanya luka pada daerah perut babi. Pada saat
pemeriksaan di lapangan dapat diketahui bahwa kandang tempat babi terdapat
dalam kondisi yang kotor dimana tempat makanan terkontaminasi dengan
kotoran. Lesi yang ditunjukkan oleh peternak terlihat berbentuk seperti intan dan
pada saat melakukan anamnesis diketahui bahwa babi berumur 1 tahun dan tidak
menerima vaksin, sudah mengalami anoreksia selama 3 hari berturut-turut dan
perilaku yang depresi. Diketahui bahwa berat babi tersebut sekitar 95 kg.
Penanganan yang saya lakukan adalah menginjeksikan penisilin sebanyak dua kali
sehari, selama 3 hari berturut-turut dengan dosis 1ml/10kg [7] dan melakukan
edukasi pada peternak untuk melakukan pembersihan kendang yang rutin untuk
mencegah penyebaran erysipelas melalui sekresi hidung dan feses babi.

DAFTAR PUSTAKA

Pal M. Importance of zoonoses in public health. Indian J Anim Sci.


2005;75(5):586–91.

O’Neil J. Zoonotic Infections From Common Household Pets. J Nurse Pract


[Internet]. 2018;14(5):363–70. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2017.12.025

Ogunshe AAO. iMedPub Journals Indigenous and Cross-Border Eco-Health


Implications of Unethical Injectable Antimicrobial Drugs Administration
under Bovine Livestock Farming and Commercial Conditions Abstract.
2019;(January).

Hubálek Z. Emerging human infectious diseases: Anthroponoses, zoonoses,and


sapronoses [1]. Emerg Infect Dis. 2003;9(3):403–4.

Miranda EM. Zoonotic Trematodiasis. Farm Anim Dis Recent Omi Trends New
Strateg Treat. 2018;

Wang Q, Riley T V. Erysipelothrix rhusiopathiae [Internet]. Vols. 2–3, Molecular


Medical Microbiology: Second Edition. Elsevier Ltd; 2014. 859–872 p.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-397169-2.00047-0

erysipelas-diamond-lesion @ thepigsite.com [Internet]. Available from:


https://thepigsite.com/disease-guide/erysipelas-diamond-
lesion#:~:text=Treatment,be given and then repeated.

Anda mungkin juga menyukai