Anda di halaman 1dari 47

1

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tambak merupakan wadah buddidaya air payau yang memiliki letak dekat

dengan sumber air tawar dan air laut. Pemilihan lokasi tambak perlu

mempertimbangkan aspek sumber air, listrik, transportasi, kondisi lingkugan dan

pemasaran. Aspek-aspek tersebut memiliki kaitan yang erat untuk mendukung

keberhasilan pembudidaya. Kondisi lingkungan yang ada di tambak sangat

diperhatikan seperti air pemasukan, air tambak, dan air buangan. Maka dari itu

pengelolaan terhadap air menjadi penting dalam menentukan air yang baik atau

tidaknya air yang digunakan (Kusnedi, 2002 dalam Megawati et.al, 2013). Sistem

pemasukan air (inlet) dan pengeluaran air (outlet) secara terpisah. Pemasukan dan

pengeluaran air didukung dengan penggunaan pipa dan atau bantuan pompa. Sistem

tersebut adalah tandon inlet dan tandon IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

untuk monitoring kualitas air yang masuk dan keluar (Tim Perikanan WWF-

Indonesia, Badrudin 2014).

Semua makhluk hidup di bumi ini membutuhkan air karna air merupakan salah

satu sumber dari kehidupan mahluk hidup (Wulandari dkk., 2011). Menurut Effendi

(2003) dalam Hasanah dkk. (2013) bahwa air merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi kepentingan hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk

hidup. Kehidupan organisme perairan sangat berhubungan dengan kualitas air baik

secara fisik dan kimia, maupun secara biologi (Pratiwi, 2011 dalam Gusmaweti dan

Lisa, 2015). Secara keseluruhan kualitas air merupakan gambaran atau reaksi
2

komponen air terhadap segala input secara alami atau perubahan terhadap

lingkungan (Krenkel & Novotny 1980 dalam Miefthawati, 2014).

Parameter kualitas air dipengaruhi oleh tata guna lahan dan intensitas kegiatan

manusia disekitarnya (Pratiwi, 2011 dalam Gusmaweti dan Lisa, 2015). Parameter

fisika sangat tergantung dengan kondisi geologi dan iklim suatu tempat (Boyd, 1990

dalam Supono, 2008). Parameter kimia air juga merupakan variabel kuaitas air yang

terdiri dari senyawa yang terlarut dalam air dan komposisi kimia air. Apabila ada

parameter kimia yang keluar dari batas yang telah ditentukan dapat segera

dikendalikan. Parameter-parameter kimia yang digunakan untuk menganalisis air

bagi kepentingan budidaya antara lain, Ca dan Mg, Alkalinitas, pH, DO, CO2,

Kesadahan, serta Amonia (Boyd, 1990 dalam Supono, 2008).

Udang kaki putih merupakan organisme akuatik yang mempunyai tubuh

beruas-ruas, dimana pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan (Fauzi,

2015). Udang vaname termasuk ordo decapoda yang dicirikan memiliki sepuluh kaki

terdiri dari lima kaki jalan dan lima kaki renang. Tubuh udang vaname di bedakan

menjadi dua bagian yaitu cephalothorax terlindung oleh kulit chitin yang tebal,

disebut carapace (Ramdiani, 2014). Parameter yang optimal untuk kelangsungan

hidup udang kaki putih yaitu pada DO lebi dari > 4 ppm, Temperatur 28-32 0C,

Salinitas 15-25 ppt, sedangkan Alkalinitas 100-120 ppm.

Berdasarkan latar belakang diatas merupakan suatu hal yang harus diperhatikan

khusnya dalam kegiatan budidaya, sehingga perlu dilakukanya praktek lapang yang

akan mendasari kemampuan mahasiswa dalam menentukan aspek-aspek diatas

sehingga memudahkan saat kegiatan budidaya perairan.


3

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan praktek lapang mata kuliah menejemen kualitas air yaitu dapat

memberikan pemahaman kepada mahasiswa dalam menentukan kulitas air kolam

dengan mengukur parameter fisika (suhu, kecerahan),kimia (PH, alkalinitas,

kesadahan, CO2, O2) dan biologis serta mengetahui penanggulangan apa saja yang

perlu dilakukan terhadap perubaha parameter kualitas air. Kegunaanya, diharapkan

setelah melakukan praktek lapang praktikan mampu menentukan kualitas air pada

suatu perairan, khusnya perairan tambak.


4

2 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Udang Kaki Putih (Penaeus vanname)

Menurut Wyban et al, (2000), dalam Nadhif (2016), udang kaki putih (penaeus

vannamei) diklasifikasikan kedalam Kingdom animalia, Filum arthropoda, Kelas

malacostraca, Ordo decapoda, Famili penaeidae, Genus penaeus dan Spesies

Penaeus vannamei.

Gambar 1: Udang Kaki Putih (Penaeus vannamei) ‘


(Sumber: © WWF – Indonesia / idham MALIK)

Udang kaki putih merupakan organisme akuatik yang mempunyai tubuh

beruas-ruas, dimana pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan (Fauzi,

2015). Udang vaname termasuk ordo decapoda yang dicirikan memiliki sepuluh kaki

terdiri dari lima kaki jalan dan lima kaki renang. Tubuh udang vaname di bedakan

menjadi dua bagian yaitu cephalothorax terlindung oleh kulit chitin yang tebal,

disebut carapace (Ramdiani, 2014). Udang vaname mempunyai ciri khusus yakni

adanya gigi pada rostrum bagian atas dan bawah serta mempunyai antena panjan
5

(Monoppo,2011) morfologi udang kaki putih dapat dilihat pada gambar 2 dibawah

ini.

Gamabar 2. Morfologi udang kaki putih (Haliman dan Adijaya, 2005)

Keterangan :

1. Kelopak mata 7. Pleopod 13.Hepatic


2. Antennulae 8. Rostrum 14.Cardia
3. Antenna 9. eyes 15.Telson
4. Rahang atas II 10. Suproorbital 16. Uropod
5. Rahang atas III 11. Orbital spine
6. Periopid 12 . Hepatic spire
Udang kaki putih atau biasa di kenal sebagai “white shrimp” karena Tubuh

udang vanamei berwarna putih transparan, tubuh udang vaname juga berwarna

kebiruan karena lebih dominannya kromatofor biru, anjang tubuh udang vanamei

dapat mencapai 23 cm. udang vaname dapat dibedakan dengan spesies lainnya

berdasarkan pada eksternal genitalnya (Manoppo, 2011).

Udang vanamei memiliki ciri khusus yakni adanya pigmen karotenoid yang

terdapat pada bagian kulit, seiring pertumbuhan udang vanamei akan menyebabkan

kadar pigmen berkurang, karena saat mengalami molting sebagian pigmen yang
6

terdapat pada kulit akan ikut terbuang, keberadaan pigmen memberikan warna putih

kemerahan pada tubuh udang (Haliman dan Adijaya, 2005 dalam Zakaria, 2010)

2.1.1 Siklus hidup udang kaki putih (penaeus vannamei)

Udang kaki putih dewasa hidup dan bertelur di laut, kemudian setelah telur

menetas mengalami berbagai macam tahap, hal ini sesuai denga pendapat Wyban

dan Sweenney (1991) dalam Nadhif (2016) bahwa sejak telur mengalami fertilisasi

dan lepas dari tubuh induk betina akan mengalami berbagai macam tahap yaitu,

Nauplius, Zoea, Mysis, dan Post larva.

Gambar 3. Siklus hidup udang kaki putih (Penaeus vannamei) (Nadhif, 2016)

Nauplius merupakan awal dimana telur menetas, telur menetas selamam 16-17

jam setelah pembuahan (Manoppo, 2011). Zoea berkembang menjadi mysis setelah

5 hari. Mysis berkembang menjadi post larva setelah 4 hari. post larva udang kaki

putih bergerak mendekati pantai dan menetap di dasar perairan payau (estuary)

sampai berkembang menjadi udang muda (juvenile).

Peraian estuary kaya akan nutrisi yang dibutuhkan bagi kehidupan larva dan

parameter kualitas air seperti suhu dan salinitas lebih bervariasi dibandingkan di laut

dalam. Setelah beberapa bulan di perairan payau, udang dewasa kembali ke laut,
7

dimana udang tersebut akan mengalami matang gonad dan melakukan pemijahan

atau perkawinan serta melepaskan telurnya (Wyben & Sweeney, 1991 dalam

Manoppo, 2011).

2.1.2 Habitat dan penyebaran udang kaki putih (Penaeus vannamei)

Daerah penyebaran alami udang kaki putih ialah pantai Lautan Pasifik sebelah

barat Mexiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu air laut sekitar

200C sepanjang tahun (Manoppo, 2011). Sekarang udang vaname telah menyebar,

karena diperkenalkan diberbagai belahan dunia arena sifatnya yang relatif mudah

dibudidayakan, termasuk di Indonesia (Manoppo, 2011). Alam udang ini menyukai

dasar berlumpur pada kedalaman dari garis pantai sampai sekitar 72 m (Manoppo,

2011). Hewan ini juga telah ditemukan menempati daerah mangrove yang masih

belum terganggu (Manoppo, 2011). Udang ini nampaknya dapat beradaptasi dengan

perubahan temperatur dan tekanan di alam. Udang kaki putih dapat beradaptasi

dengan baik pada level salinitas yang sangat rendah (Manoppo, 2011).

2.1.3 Pakan dan kebiasaaan makan udang kaki putih (Penaeus vannamei)

Udang kaki putih di alam, bersifat karnivor yang memangsa krustase kecil,

ampipoda, polikaeta. Namun dalam tambak, udang ini makan makanan tambahan

atau detritus (Manoppo, 2011). Makanan bagi udang kaki putih berfungsi sebagai

sumber energi, bahan pembangun tubuh dan bahan pengganti yang rusak (Manoppo,

2011). Udang kaki putih mencari dan mengidentifikasi makanan dengan

menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang

terdiri dari bulu–bulu halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior
8

antenula bagian mulut, capit, udang akan merespon dengan cara mendekati sumber

pakan tersebut (Ramdiani, 2014).

Udang kaki putih memilik kebiasan makan dengan cara berenang mendekati

sumber pakan menggunakan kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut

(Manoppo, 2011). Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk kedalam

kerongkongan dan oseophagus (Manoppo, 2011). Bila pakan yang dikonsumsi

brukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di

dalam mulut (Ramdiani, 2014).

2.1.4 Moulting dan pertumbuhan udang kaki putih (Penaeus vannamei)

Berdasarkan tinjauan dari morfologinya tubuh udang kaki putih dibentuk oleh

2 cabang biramous yaitu expodite dan endopodite (Manoppo, 2011). Udang kaki

putih memiliki tubuh berbuku–buku dan aktivitas berganti kulit luar atau

eksoskeleton secara periodik (moulting). Pertumbuhan merupakan perubahan yang

dapat diketahui dan ditentukan berdasarkan sejumlah ukuran dan kuantitasnya

(Nadhif, 2016). Pertumbuhan udang dipengaruhi oleh beberapa faktor sala satunya

yaitu makanan, selain itu menurut Haliman dan Adijaya (2005) dalam Nadhif (2016)

bahwa kulitas air tambak juga berpengaru terhadap pertumbuhan udang. Parameter

kualitas air tambak di tambak diantaranya, suhu, pH, salinitas, dan kadar gas

pencemar (Nadhif, 2016).

2.1.5 Sintasan udang kaki putih (Penaeus vannamei)

Udang kaki putih merupakan udang introduksi yang secara ekonomis bernilai

tinggi sebagai komoditi ekspor karena diminati oleh pasar dunia (Fauzi, 2015).

Udang vanname banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain,
9

relatif tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari), padat

tebar tinggi, sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion Ratio rendah (Fauzi,

2015). Tingkat kelangsungan hidup udang vanname dapat mencapai 80 - 100%.

Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan

densitas tinggi, 100 udang/m2 (Fauzi, 2015).

2.2 Sistem Budidaya Udang Kaki Putih (Penaeus Vannamei)

Ada beberapa sistem budidaya yang dapat digunakan dalam budidaya yaitu

dari segi struktur budidaya yaitu: water based aquaculture dan land based

aquaculture, pada pengantian air yaitu: static system, open system, semi closed

system dan closed sysem, serta inensitas budidaya yaitu: semi intensif, intensif, dan

supra intensif (Subyakto dkk, 2008).

Water based aquaculture adalah sistem budidaya peraira yang berbasis air

seperti dalam sistem budidaya menggunakan keramba jaring apung (KJA). Land

based aquaculture adalah sistem budidaya peraira berbasis darat yaitu seperti kolam

air tenang, kolam air deras, tambak dan sawah budidaya (Subyakto dkk, 2008).

System resirkulasi akuakultur merupakan salah satu dari static system. Yang

system ini di lakukan di ruangan tertutup dengan kepadatan yang tinggi. Dan system

Ini cocok dilakukan di daerah yang memiliki keterbatasan air (hernawati dan

suantika, 2007). Sistem tanpa pergantian air memiliki banyak kerugian yaitu

banyaknya limbah budidaya yang terdapat dalam kolam seperti amoniak, nitrit dan

nitrat yang mana dapat meningkatkan resiko kematian ikan (Rosmaniar, 2011).

Sistem terbuka adalah suatu sistem budidaya yang mana air yang sudah keluar

tidak digunakan lagi dalam kolam budidaya sedangkan pada sistem tertutup air yang
10

keluar bisa digunakan kembali tetapi dangan melakukan perbaikan terhadap kualitas

air dalam wadah budidaya (Stickney 1979 dalam dwi putra 2013). Sistem terbuka

biasanya dilakukan di perairan umum seperti waduk, danau, laut dan perairan lainnya

karena memiliki potensi yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan. Pemanfaatan

sumberdaya perairan umum ini meberikan peluang yang sangat besar bagi para

petani ikan (Pontoh, 2012).

Sistem Pergantian air pemeliharaan merupakan salah satu teknologi yang

sering diterapkan pada kolam budidaya dan dapat mempengaruhi kelangsungan

hidup ikan karena proses pemberian pakan dapat terkontol dengan baik serta dapat

memperbaiki kualitas air dalam kolam sehingga target produksi yang di inginkan

dapat tercapai (Widiantara, 2009). Closed system atau biasa di sebut sirkulasi

tertutup merupakan salah satu system budidaya dengan tidak melakukan pergantian

air, tetapi hanya melakukan penambahan air yang baru terhadap air yang hilang

akibat penguapan dan buangan air limbah budidaya (Subyakto dkk, 2008). System

resirkulasi akuakultur yaitu memiliki beberapa kelebihan bagi pembudidaya ikan

yaitu air yang digunakan relative rendah, bisa digunakan di daerah yang kurang air,

memudahkan dalam pengontrolan kualitas air (Helfrich dan Libey, 2000 dalam

Hernawati dan Gede Suantika 2007).

Pengelolaan usaha budidaya perairan sistem ekstensif atau tradisional sangat

sederhana, dan padat penebaran yang rendah. Menurut Sukadi (2002) sistem

budidaya secara ekstensif ini mempunyai beberapa ciri-ciri yaitu tidak adanya

tambahan hara untuk meningkatkan atau menggantikan pakan alami, pengontrolan


11

kualitas air tidak optimal, ukuran dari jenis ikan yang di budidayakan dan bentuk

kolam yang sederhana dan tidak menentunya jumlah.

Menurut Rosmaniar (2011) sistem budidaya secara ekstensif lebih sering di

lakukan di sawah atau di kolam air tawar dan pengairannya bergantung dari air

hujan,dan hasil produksi ikannya hanya di konsimsi keluarga saja. Menurut Tutik

(2012) budidaya secara semi intensif dapat di tandai dengan padat tebarnya dan

masih menggunakan pakan almi. Padat tebar juga mempengaruhi pertumbuhan ikan

oleh karna itu padat tebar yang dilakukan pada kolam semiintensif harus optimal

agar kelangsugan ikan tidak terganggu dan efisien. sistem budidaya semi intensif

frekuensi pemberian pakan dan pemupukannya sudah dapat di kontrol petani ikan

biasanya melakukan pendederan menggunakan sistem budidaya ini (Rosmaniar,

2011).

Pola pengelolaan usaha budidaya perairan intensif banyak diterapkan pada

budidaya air tawar dan tambak. Budidaya secara intensif merupakan salah satu

system budidaya yang dapat meningkatkan produksi ikann lele yaitu dengan cara

padat penebaran yang tinggi (Yunus dkk, 2013). Kegiatan budidaya menggunakan

sistem intensif meliputi penambahan aerasi, pemberian pakannya menggunakan

pakan buatan dan melakukan pergantian air secara terus menerus (febrianti dkk 2009

dalam rosmaniar 2011). Padat penebaran yang tinggi dapat menyebabkan penurunan

kadar osigen dalam air dan meningkatkan limbah hasil ekresi pada budidaya secara

intensif (Safrudin dkk , 2006 dalam Zidni dkk 2013).

Budidaya Supra intensif ini merupakan sistem yang sangat modern. Sistem

budidaya ini sangat berdampak bagi lingkungan karena menghasilkalkan limbah


12

yang sangat banyak yang mana berasal dari pakan yang tidak termakan oleh ikan

yang di budidayakan (Avnimelech, dkk 1994 dalam Rosmaniar, 2011).

Sistem Teknologi Supra Intensif Indonesia (SII) lebih ramah lingkungan dalam

budidaya udang Vaname. Penerapan teknologi SII minimal dilakukan di tambak

udang dengan luas 1.000 meter persegi dan kedalaman 2,7 meter. Kolam ini

dikelilingi oleh tanggul, bagian dasarnya dipagari beton dan dilapisi dengan penguras

sentral. Penguras sentral akan membuang limbah dari tambak udang, termasuk

kelebihan makanan dan jenis limbah lainnya setiap 6 jam, untuk menjaga pasokan

oksigen, dapat mengandalkan aerator seperti kincir air tambak dan air jet aerator.

Konsep budidaya udang supra intensif ini adalah konsep hulu-hilir yang

terintegrasi ke dalam lima sub sistem. Mulai dari pemilihan benih yang berkualitas,

memperhatikan kecukupan pakan, mengendalikan patogen, sarana dan prasarana,

kesehatan lingkungan, teknologi dan manajemen bisnis. Pihaknya kini juga sedang

konsentrasi mengembangkan sistem nursery atau pembibitan modern dengan

kelengkapan peralatan serta mesin penangkap limbah mekanik. Sehingga

penanganan limbah tak lagi mengandalkan sistem konvensional (Subyakto dkk,

2008).

2.3 Variabel Fisika Air

Variabel fisika air merupakan variabel kualitas air yang penting karena dapat

mempengaruhi variabel kualitas air yang lainnya. Faktor fisika yang besar

pengaruhnya terhadap kualitas air adalah cahaya matahari dan suhu air. Parameter

fisika sering tidak dapat dikontrol atau tergantung dengan pemilihan lokasi yang
13

sesuai. Parameter fisika sangat tergantung dengan kondisi geologi dan iklim suatu

tempat (Boyd, 1990 dalam Supono, 2008).

2.3.1 Suhu

Suhu merupakan sifat fisika perairan yang akan mempengaruhi metabolisme

dan pertumbuhan organisme (Supono, 2008). Suhu pada perairan di pengaruhi oleh

sinar matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi perairanya (Supono, 2008). Menurut

Supono (2008), bahwa air dapat menyimpan panas yang konstan dibandingkan

dengan suhu udara karna air mempunyai kapasitas penyanga yang besar. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya stratifikasi suhu (themal stratification) dalam badan air,

dimana akan terbentuk tiga lapisan air yaitu : epilimnion, hypolimnion dan

thermocline. Epilimnion adalah lapisan atas yang suhunya tinggi. Hypolimnion ialah

lapisan bawah yang suhunya rendah. Sedangkan thermocline adalah lapisan yang

berada di antara epilimnion dan hypolimnion yang suhunya turun secara drastis

(Boyd, 1990. dalam supono 2008.)

2.3.2 Kecerahan/Kekeruhan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya

sinar matahari didalam air dapat dilakukan dengan menggunakan

lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan

dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah cahaya yang diterima oleh

phytoplankton diperairan asli bergantung pada intensitas cahaya matahari yang

masuk kedalam permukaan air dan daya perambatan cahaya didalam air (Gusrina,

2008)
14

2.3.3 Warna Perairan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan secchi disk (Effendi, 2003) dalam pujiastuti, dkk 2013).

Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat

terlarut, partikelpartikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa

oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air waduk menjadi rendah,

sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (pujiastuti, dkk 2013)

2.4 Parameter Kimia Air

2.4.1 Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam

air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (°/oo) atau ppt atau

gram/liter. Tujuh ion utama yaitu sodium, potasium, kalium, magnesium, klorida,

sulfat dan bikarbonat mempunyai kontribusi besar terhadap besarnya salinitas,

sedangkan yang lain dianggap kecil ini sesuai dengan pernyataan Boyd (1990) dalam

Supono (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di

perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux), curah hujan (presipitation), aliran

sungai (flux) dan pola sirkulasi arus. Perubahan pada salinitas akan menaikan atau

mengurangi densitas air laut di lapisan permukaan sehingga memicu terjadinya

konveksi ke lapisan bawah (Robert dalam Hadikusuma, 2008).

2.4.2 pH

pH atau derajat keasaman merupakan suluruh jumlah ion Hidrogen yang

mempunyai skala antara 0 sampai 14 (Supono, 2008). pH mengindikasikan apakah


15

air tersebut netral, basa atau asam. Air dengan pH dibawah 7 termasuk asam dan

diatas 7 termasuk basa. pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan

berfluktuasi sepanjang hari (Supono 2008). pH (singkatan dari “ puisance negative

de H “ ), yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu

perairan dan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan,

sehingga pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya

sesuatu perairan (Gusrina, 2008).

2.4.3 Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida adalah senyawa kimia yang terbentuk dari 1 atom karbon dan

2 atom oksigen yang mudah larut dalam air dingin. Karbondioksida merupakan

senyawa kimia tidak berbau dan tidak berwarna (Afandi, 2009). Karbondioksida lebi

berat dari pada udara dan larutan dalam air. Karbondioksida . Menurut Nybakken

(1998) dalam Purba dan Khan (2010) menyatakan karbondioksida merupakan

parameter kimia yang membentuk suatu keseimbangan dalam perairan, jika

karbondioksida dikeluarkan dari perairan akan menggangggu keseimbangan sampai

Karbondioksida baru terbentuk dalam volume yang banyak sehingga membentuk

kesimbangan yang baru.

Kandungan karbondioksida di perairan adalah 15 % sedangkan di atmosfer

sangat kecil yakni 0,03 % dari semua gas-gas yang terlarut (Purba dan Khan 2010).

Meskipun demikin karbondioksid memiliki sifat kelarutan yang tinggi (Afandi,

2009). Karbondioksida terabsorbsi dengan cepat dari udara ke perairan tetapi sangat

lambat dari perairan ke atmosfer (Purba dan Khan 2010). Sifat kelarutan beberapa

jenis gas dalam air murni pada suhu 100 C dan tekanan 1 Atm yaitu seperti gas
16

Karbondioksida dengan kelarutan 1.194 ml/liter. Menurut Purba dan Khan (2010),

bahwa berbagai karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari sumber yaitu

Sebagai berikut:

1. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara langsung

ke dalam air

2. Air yang melewati tanah organik

3. Respirasi tumbuhan hewan dan bakteri aerob maupun anerob

Kandungan karbondioksida (CO2) berasal dari udara dan hasil pembuangan

bahan organik dari organisme atau hewan yang berada dalam perairan tersebut. Dan

sumber karbondioksida yang terdapat di dasar perairan berasal dari penguraian bahan

organik.(Purba dan Khan 2010).

2.4.4 Alkalinitas

Alkalinitas merupakan suatu ukuran kapasitas penyangga medium kultur dalam

daerah pH netral. Maka dari itu, kapasitas medium tersebut digunakan untuk

menerima proton adalah sebagai alkalinitasnya. Alkalinitas medium merupakan

fungsi bikarbonatnya, karbonate, dan bagian hidroksida, dari ketiga bagian tersebut ,

bikarbonat merupakan bagian yang sangat penting karena bertanggung jawab

terhadap kapasitas penyanggayang netral. Kegagalan analisis sering terjadi dalam

penerapan karena tidak tersedianya informasi secara keseluruhan yang dibutuhkan

agar pekerjaan digester dapat memusakan. Penyebab dari hal ini karena penentuan

alkalinitas hanya sampai pH 4,0. yang hanya terkait dengan alkalinitas asetat dan

alkalinitas bikarbonat (Yulfiperius, dkk, 2004).


17

Salah satu parameter kualitas air yang bisa memengaruhi terhadap kehidupan

ikan adalah alkalinitas. Fungsi utama alkalinitas merupakan sebagai penyangga

fluktuasi pH air. Dimana semakin tinggi alkalinitas maka kekuatan air untuk

menyangga lebih tinggi sehingga fluktuasi pH semakin rendah. Alkalinitas dan

kesadahan selain berfungsi sebagai penyangga pH, ternyata melalui kalsiumnya

penting dalam memperlahankan kepekaan membrane sel dalam jaringan saraf dan

otot (Smith, dalam Yulfiperius, dkk, 2004).

2.4.5 Kesadahan

Kesadahan (hardnes) adalah gambaran kation logam divalent (valen dua)

(Hefni , 2003 dalam Bobihu, 2012) Kation – kation ini dapat beraksi dengan

(soap) membentuk endapan (prespitasi) maupun dengan anion – anion yang terdapat

dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam. Kesadahan juga

dapat berarti air yang mengandung bahan – bahan kimia terlarut seperti Mg dan Ca

yang dapat mengakibatkan penyakit batu saluran kemih (Bobihu, 2012).

Air yang mengandung komponen – komponen tersebut dalam jumlah tinggi

disebut air sadah (Kristanto, 2004 dalam Bobihu, 2012). Penanganan Kesadahan

Apabila air terlalu tinggi tingkat kesadahannya, air tersebut dapat dilunakan dengan

berbagai cara, yang paling baik adalah dengan menggunakan Reverse Osmosis (RO)

atau deionizer. Cara menghilangkan kesadahan juga dapat dilakukan dengan

menggunakan air destilasi (air suling/aquadest), penurunan secara alamiah dengan

menggunakan jasa asam-asam organic, asam ini berfungsi persis seperti halnya yang

terjadi pada proses deionisasi yaitu dengan menangkap ion-ion dari air pada gugus-

gugus karbonil yang terdapat pada asam organik (tanian) (Bobihu, 2012).
18

2.4.6 Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)

Kalsium (Ca) adalah unsur yang mengandung logam dimana jika dikonsumsi

secara berlebihan akan menybabkan pembentukan kristalisasi garam-garam kapur

(Bobihu, 2012). Magnesium (Mg) Merupakan jenis logam putih lentur dan logam

ringan (Ibrahim, 2014). Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) merupakan kation yang

paling berlimpah pada perairan tawar (Effendi, 2003). Menurut Cole (1988) dalam

Effendi (2003), menyatakan bahwa jika disuatu perairan tidak ada kalsium maka

kandungan ion-ion yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik lainya juga tidak

ada. Menurut Prayitno (2006) bahwah kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)

merupakan senyawa yang menghasilkan unsur hara yang mengandung karbonat dan

bikarbonat.

Kalsium Memiliki manfaat Nutrien esensial yang dibutuhkan oleh organisme

dalam peraiaran sebagai fungsi tubuh. Fungsi kalsium dalam peraiaran yaitu, sebagai

pertumbuhan bagi organisme dalam air serta sebagai penunjang dalam

perkembangan (Suptijah dkk, 2012). Magnesium (Mg) adalah unsur yang ditemukan

secara alami dikerak bumi dalam bentuk senyawa, bekerja sebagai enzim yang

terdapat didalam metabolisme lemak, karbohidrat dan protein ( Tambunan dkk,

2013).

Interaksi kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dengan parameter lain yaitu

parameter fisika, kimia, bekteriologi dan radioktivitas. Salah satu parameter kimia

yang berinteraksi pada kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) ialah kesedahan air

(Depkes dalam Setyaningtyas dkk, 2008). Kesadahan didalam air dapat


19

mengakibatkan air menjadi keruh dikarenakan ada proses reaksi Ca dan Mg dengan

anion yang terdapat diperairan (Megawati dkk, 2013).

2.4.7 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen adalah salah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang

sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah Nitrogen (Salmin, 2005).

Namun jika dilihat dari segi kepentigan untuk budidaya ikan, oksigen menempati

urutan pertama (Salmin, 2005). Oksigen dapat bergantung pada beberapa faktor

seperti faktor fisika dan biologi faktor biolgi seperti kepadatan dalam suatu

organisme perairan, dalam perairan semakin padat suatu organisme maka respirasi

akan meningkat sehingga oksigen di dalam perairan akan berkurang (Salmin, 2005).

Oksigen terlarut ialah suatu gas oksigen yang terlarut dalam air (Salmin, 2005).

Karakteristik kimiawi, oksigen terlarut memegang peranan sangat penting

dalam perairan dalam fungsinya sebagai salah satu yang dibutuhkan oleh organisme

perairan (Salmin, 2005). Oksigen terlarut juga menentukan kuantitas organisme suatu

perairan (Purba, 2010). Oksigen terlarut merupakan suatu oksigen yang dibutuhkan

oleh jasad renik, agar bisa terus bernapas dan juga sebagai pertumbuhan, dalam

peraira sumber utaman oksigen ialah suatu pross fotosintesis (Salmin, 2005).

Oksigen yang diperlukan harus terlarut dalam air. Hanya ikan tertentu yang

mampu menghirup udara bebas karena mempunyai alat bantu pernapasan (Salmin,

2005). Ikan juga membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya untuk

menghasilkan aktivitas, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan

sebagainya (Salmin, 2005).


20

Menurut Salmin (2005), Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator

kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi

bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang

dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Peranan oksigen dalam kondisi

aerobik adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil

akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan

(Salmin, 2005).

Suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut didalam air

(Gusrina, 2008). Peningkatan suhu akibat semakin meningkatnya intensitas cahaya

juga mengakibatkan berkurangnya oksigen. Meningkatnya suhu air akan

menurunkan kemampuan air untuk mengikat oksigen, sehingga tingkat kejenuhan

oksigen di dalam air juga akan menurun. Peningkatan suhu juga akan mempercepat

laju respirasi dan dengan demikian laju pengunaan oksigen juga meningkat (Afrianto

dan Liviawati dalam Puspitanigrum, 2012). Menurut Brown dalam Gusrina (2008)

peningkatan suhu 1 oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%.

Hubungan dengan meningkatnya karbondioksida,maka oksigen dalam air juga

ikut menurun, sehingga pada level tertentu akan berbahaya bagi kehidupan binatang

air (Gusrina, 2008). Sesuai pernyataan Purba, (2010) bahwa Oksigen terlarut juga

menentukan kuantitas organisme suatu perairan. Selain itu oksigen terlarut juga

dipengaruhi faktor lain seperti tekanan uap air dan salinitas. Oksigen larut di kolom

air dengan berbagai reaksi dan proses-proses kimia yang berlangsung di perairan,

namun fluktuasi suhu akan menimbulkan perubahan konsentrasi oksigen terlarut di

perairan.
21

2.5 Parameter Biologi Air

2.5.1 Hewan Tingkat Tinggi

Salah satu fauna perairan tawar adalah kelompok fauna invertebrata yang hidup

di dasar perairan yang disebut kelompok zoobentos. Diantara kelompok zoobentos

yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan

adalah spesies yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok

tersebut lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh, 1993) dalam

Suartini dkk (2006).

Makrozoobentos mempunyai peranan sangat penting dalam siklus nutrien di

dasar perairan. Montagna et al. dalam Suartini dkk (2006) menyatakan bahwa dalam

ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai

penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen

tingkat tinggi. Menurut Odum dalam Suartini dkk (2006), benthos merupakan

organisme yang hidup di permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang

meliputi tumbuhan (fitobentos) dan hewan (zoobentos). Zoobentos memegang

beberapa peran penting di suatu perairan seperti dalam proses dekomposisi dan

mineralisasi material organik yang memasuki perairan (Lind,1985) dalam Suartini

dkk, (2006), serta menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai makanan (Odum

dalam Suartini dkk, 2006).

2.5.2 Tumbuhan Air

Menurut Yusuf (2008) tanaman air merupakan bagian dari vegetasi penghuni

bumi yang media tumbuhnya adalah perairan. Penyebaranya meliputi perairan air
22

tawar, payau sampai ke lautan dengan beraneka ragam jenis, bentuk dan sifatnya.

Lanjut Yusuf (2008) menerangkan bahwa tanaman air mampu menjernihkan limbah.

Hal ini diutarakan oleh Stowell dalam Yusuf (2008) yang menyatakan bahwa

tanaman air secara umum mampu untuk mentralisir komponen-komponen tertentu di

dalam perairan. Selanjutnya Reed dalam Yusuf (2008) mengemukakan bahwa

tanaman air berfungsi berfungsi untuk proses pengolahan limbah cair dengan proses

penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman, sebagai proses

pertukaran ion, dan berperan dalam menstabilkan iklim angin, cahaya matahari, dan

suhu.

2.5.3 Produktifitas Primer

Produktifitas primer pada suatu perairan disebabkan oleh melimpahnya

fitoplankton karena adanya masukan bahan-bahan organik dalam perairan. Pada

suatu perairan, apabila faktor abiotik terganggu maka faktor biotik, terutama sekali

fitoplankton sebagai dasar rantai makanan akan ikut terganggu. Ketidakseimbangan

faktor abiotik dengan biotik akan berpengaruh terhadap kondisi perairan. Klorofil

berfungsi sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya matahari (Strickland dalam

Fitra dkk, 2013).

Proses produksi zat organik dari zat anorganik dalam fotosintesis tidak akan

terjadi apabila tidak ada klorofil. Semakin tinggi kadar klorofil menandakan

tingginya kelimpahan fitoplankton di perairan. Kelimpahan fitoplankton yang tinggi

mengindikasikan tingginya produktivitas primer di suatu perairan (Fitra dkk, 2013).


23

3 III. MATERI DAN METODE PRAKTIK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek lapang menejemen kualitas air dilaksanakan pada hari Sabtu-Ahad,

14–15 April 2018 pukul 11.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di tambak

desa Surumana, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Provinsi

Sulawesi Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum manajemen kualitas air

tertera pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktek lapang menejemen kualitas air
No
Alat Kegunaan
.
1. Pipet tetes Memindahkan larutan dengan skala tetes
2. Pipet skala Memindahkan larutan dengan skala besar
3. Gelas ukur Tempat untuk mengambil air sampel
4. Erlenmeyer Tempat untuk menitrasi larutan
5. Botol BOD Wadah air sampel
6. Kertas lakmus Mengukur Ph
7. Termometer raksa Mengukur suhu
8. Karet penghisap Menghisap larutan
9. Refraktometer Mengukur salinitas
10. Alat tulis menulis Mencatat hasil praktikum
11. Ember Wadah sampel
12. Secchi disk Mengukur kecerahan perairan

Adapun alat yang digunakan pada praktek lapang yaitu, Larutan indikator PP

(Phenoptelin), Larutan indikator methyl orange (MO), Larutan H2SO4, Larutan buffer,

Larutan indikator EBT, Larutan peniter (Na2EDTA), Larutan NaOH 1 N, Indikator


24

muroxida, Mangano Sulfat (MnSO4), Alkali iodide, Amilum, Standar sodium

thiosulfat (Na2S2O3), Larutan standar 0,025 N, dan Air Sampel.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Variabel fisika air

3.3.1.1 Suhu

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum manajemen kualitas air

tentang suhu adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan, kemudian

mencelupkan thermometer air raksa ke dalam perairan tambak dan menunggu ±1

menit. Selanjutnya mencatat suhu yang tertera pada thermometer raksa.

3.3.1.2 Kecerahan

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum manajemen kualitas air

tentang kecerahan adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Menurunkan secchi disk ke dalam tambak dan mengamati secchi disk

3.3.2 Variabel kimia air

3.3.2.1 pH

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktek lapang manajemen kualitas air

tentang pH adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan, kemudian

mencelupkan kertas lakmus ke dalam air sampel selama ±1 menit. Selanjutnya,

mencocokkan warna yang berada pada kertas lakmus dan bagan petunjuk warna dan

mencatat hasil yang telah didapatkan.


25

3.3.2.2 Karbondioksida (CO2)

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum manajemen kualitas air

tentang karbondioksida adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Mengambil air sampel dengan menggunakan gelas ukur sebanyak 50 ml.

3. Memasukkan air sampel ke dalam Erlenmeyer.

4. Menambahkan larutan indikator PP sebanyak 5 tetes (setara dengan 0,25 ml)

sambil memutarnya dengan gerakan satu arah, tenang dan teratur agar larutan

indikator PP tersebar secara merata.

5. Menitrasi larutan apabila warna masih tetap bening sampai warna berubah

menjadi merah muda.

6. Menitrasi larutan dengan larutan H2SO4 (HCl) hingga larutan kembali menjad

bening.

3.3.2.3 Alkalinitas

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum manajemen kualitas air

tentang alkalinitas adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Mengambil air sampel sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur.

3. Memindahkan air sampel dari gelas ukur ke dalam Erlenmeyer.

4. Menambahkan 3 tetes larutan indikator PP (phenoptelin).

5. Menambahkan 3 tetes larutan indikator MO ketika larutan tidak terjadi

perubahan warna dan menitrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N dari warna

kuning menjadi warna orange. Mencatat H2SO4 yang digunakan (M).


26

6. Menambahkan 3 tetes larutan indikator MO dan menitrasi dengan larutan

H2SO4 0,02 N sampai warna menjadi orange. Mencatat H2SO4 yang digunakan

(B).

3.3.2.4 Kesadahan

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum manajemen kualitas air

tentang kesadahan adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Mengambil air sampel sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur.

3. Memindahkan air sampel dari gelas ukur ke dalam Erlenmeyer.

4. Menambahkan 2 ml larutan buffer dan aduk.

5. Menambahkan 0,2 gr larutan indikator EBT.

6. Menitrasi dengan penitar (Na2EDTA) sampai terjadi perubahan warna merah

anggur menjadi biru murni.

7. Mencatat volume peniter yang digunakan.

3.3.2.5 Ca dan Mg

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum manajemen kualitas air

tentang Ca dan Mg adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Mengambil air sampel sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur.

3. Memasukkan air sampel ke dalam Erlenmeyer.

4. Menambahkan 1 tetes NaOH.

5. Menambahkan 0,2 gr indikator muroxida.


27

6. Menitrasi dengan Na2EDTA sampai warna pink berubah menjadi warna ungu

anggrek.

7. Mencatat volume peniter yan digunakan.

3.3.2.6 Oksigen Terlarut (DO)

Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum manajemen kualitas air

tentang oksigen Terlarut adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Mengambil air sampel dengan menggunakan botol BOD sampai penuh dan

tidak ada gelembung udara di dalam botol tersebut.

3. Menambahkan 1 ml MnSO4 ke dasar botol.

4. Menambahkan 1 ml alkali iodida dan kemudian menutupnya dan membolak-

balikkan botol hingga terbentuk endapan (setengah volume botol).

5. Membuka tutup botol dengan hati-hati, kemudian menambahkan 1 ml H2SO4

pekat. Menutup kembali botol dan kemudian membolak-balikkan botol hingga

endapan larut kembali.

6. Menakar larutan dari botol BOD sebanyak 50 ml ke dalam Erlenmeyer dengan

hati-hati untuk menghindari aerasi. Kemudian menitrasi dengan 0,025 N

Na2S2O3 hingga tejadi perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda.

7. Menambakan beberapa tetes indikator amilum hingga terbentuk warna biru,

kemudian menitrasi dengan Na2S2O3 hingga warna menjadi bening.


28

3.3.3 Parameter Biologi Air

Adapun pengukuran parameter biologi dari perairan Sungai Palu ialah sebagai

berikut :

3.3.3.1 Produktifitas Primer

1. Pertama-tama menyiapkan 2 buah botol BOD (gelap dan Terang).

2. Isi botol BOD dengan air sampel yang berasal dari danau Telaga dengan hati-

hati agar tidak terjadi difusi udara didalamnya.

3. Untuk botol BOD pertama (gelap) dibungkus dengan kantongan plastik dan

botol kedua (terang) dibiarkan terbuka agar cahaya matahari dapat masuk

dengan sempurna.

4. Kemudian kedua botol BOD diikat dan di tenggelamkan kedalam danau

sampai batas 10 cm dibawah permukaan danau.

5. Setelah botol direndam selama 6 jam dibawah permukaan air, kedua botol

tadi di ambil dan dilakukan pengujian kadar O2 terlarut, yang terdapat

didalamnya.

6. Hitung dan amati perbedaan hasil dari kedua botol tersebut.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Alkalinitas

Analisis data yang digunakan adalah menggunakan rumus perhitungan untuk

mengetahui PP alkalinitas dan total alkalinitas sebagai berikut :

 Rumus perhitungan PP alkalinitas

PP alkalinitas = (P) (N) (50) (1000)


Mg/l CaCO3
29

 Rumus perhitungan total alkalinitas

Total alkalinitas = (M atau P + B) (N) (50) (1000)


Mg/l CaCO3
V

Dimana : M, P, B = volume peniter

N = normalitas peniter (H2SO4 0,02 N)

V = volume air sampel

3.4.2 Karbondioksida (CO2)

Analisis data yang digunakan adalah menggunakan rumus perhitungan untuk

mengetahui Karbondioksida sebagai berikut :

 Rumus perhitungan karbondioksida bebas (bening)

Mg/l CO2 bebas = 1000 x p x 0,5

Dimana : 1000 = ml/l air sampel

: 0,5 = jumlah mg/l CO2 setara 0,045 N Na2CO3

: V = volume air sampel yang dititrasi

:p = volume titran Na2CO3 yang digunakan

3.4.3 Kesadahan

Analisis data yang digunakan adalah menggunakan rumus perhitungan untuk

mengetahui Kesadahan sebagai berikut :

Kesadahan total = (P) (M) (100) (1000)


Mg/l CaCO3
V

Dimana : P = volume peniter


30

M = molaritas peniter (Na2EDTA 0,01 M)

V = volume air sampel

3.4.4 Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)

Analisis data yang digunakan adalah menggunakan rumus perhitungan untuk

mengetahui Ca dan Mg sebagai berikut :

Kadar Ca sebagai CaCO3 = Volume peniter (ml) X 10 = ppm

Kadar Mg sebagai CaCO3 = Nilai kesadahan (ppm) – nilai Ca (ppm) = ppm

Kadar Mg sebagai MgCO3 = Kadar Mg sebagai CaCO3 (ppm) X 0,84258 = ppm

Ca2+ = Ca sebagai CaCO3 X 0,04 = ppm

Mg2+ = Mg sebagai MgCO3 X 0,298 = ppm

3.4.5 Oksigen Terlarut (DO)

Analisis data yang digunakan adalah menggunakan rumus perhitungan untuk

mengetahui Oksigen Terlarut sebagai berikut :

Mg/l O2 terlarut = 1000 x p x N x 8

Dimana : 1000 = ml/l air sampel

8 = jumlah mg/l O2 setara 0,025 N N2S2O3

V = volume air sampel yang dititrasi

N = normalitas N2S2O3 (0,025 N)

p = volume titran (N2S2O3) yang digunakan sebelum dan sesudah

penambahan amilum
31

3.4.6 Produktifitas Primer

Analisis data yang digunakan adalah menggunakan rumus perhitungan untuk

mengetahui Produktifitas Primer sebagai berikut :

GP = BT – BG x 0,375 x 1000 = mg C/m3/jam

T PQ

Dimana : GP = Gross Photosynthetic

T = Lama inkubasi

0,375 = Berat atom C yang diasimilasikan/berat molekul O2 yang

dibebaskan

PQ = 1,2 karena diasumsikan bahwa sebagian besar metabolism.


32

4 IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Parameter Fisika Air

4.1.1 Suhu

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan di tambak intensif, maka

didapatkan data suhu yang tertera pada Gambar 3.

37

35 35

33 33
32 32
31
30 30 30
29 29
28
27

25
11:00 14:00 17:00 20:00 23:00 2:00 5:00 8:00 11:00

IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)


Gambar 3. Grafik Suhu pada IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

Berdasarkan Gambar 3, dapat diketahui fluktuasi suhu nilai selama pengamatan

kualitas air pada IPAL tambak system intensif. Nilai suhu tertinggi pada air tambak

mencapai 35˚C yang terjadi pada pukul 14.00 WITA dan nilai suhu terendah pada air

tambak yaitu terjadi pada pukul 05.00 yaitu senilai 28˚C, namun pada pukul 08.00

mulai terjadi peningkatan nilai suhu. Terjadinya kenaikan suhu disebabkan oleh

banyaknya sinar matahari yang masuk ke dalam perairan, sehingga suhu perairan

menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut (Supono, 2015) bahwa Suhu

air dipengaruhi oleh: radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi. Radiasi

matahari merupakan faktor utama yang mempengaruhi naik turunnya suhu air . Sinar
33

matahari menyebabkan panas air di permukaan lebih cepat dibanding badan air yang

lebih dalam. Suhu yang baik untuk organisme akuatik yang berda pada iklim tropis

umumnya berkisaran suhu 25 - 32˚C Menurut (Cholik, dkk. 1991).

4.1.2 Warna perairan

Warna perairan tambak mempunyai hubungan dengan kualitas suatu perairan

dimana disebabkan oleh planton. Warna perairan tambak coklat kehijo-hijoan

dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi dan padatan terlarut (Sastrawijaya,

2000 dalam Pujiastuti, 2013). Hal ini disebabkan oleh Materi-materi halus organik

yang melayang-layang yang terdapat di dalam perairan tambak seperti plankton

(fitoplankton dan zooplankton), detritus, jasad renik dan materi anorganik seperti sisa

pakan sehingga mempengaruhi kecerahan (transparency) suatu perairan (Hargreaves,

1999 dalam Supono, 2008).

Warna perairan tambak dipengaruhi beberapa faktor seperti kekeruhan

sehingga memberi warna ke perairan yang di akibatkan oleh partikel-partikel halus

dari tanah yang terkikis akibat adanya aliran air. Menurut sopono (2008), bahwa

warna perairan dipengaruhi oleh bahan-bahan halus yang melayang-layang dalam air

baik berupa bahan organik seperti plankton, jasad renik, detritus maupun berupa

bahan anorganik seperti lumpur dan pasir yang terangkat keatas perairan sehingga

memberikan warna di perairan (Hargreaves,1999 dalam Soepono, 2008). Kepadatan

plankton memegang peranan paling besar dalam menentukan kekeruhan meskipun

partikel tersuspensi dalam air juga berpengaruh (Sopono, 2008). Plankton tersebut

akan memberikan warna hijau, kuning, biru-hijau, dan coklat pada air (2008).
34

4.2 Parameter Kimia Air

4.2.1 pH

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka diperoleh data pH

yang tertera pada Gambar 4, yaitu :

pH
7 7 7 7

6.5

6 6 6 6 6 6 6

5.5

5
11:00 14:00 17:00 20:00 23:00 2:00 5:00 8:00 11:00

IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

Gambar 4. Grafik pH pada IPAL

Berdasarkan gambar grafik di atas dapatkan data bahwa pH dalam IPAL cukup

resisten. pH air IPAL Mengalami kenaikan pada siang hari sedangkan di pagi dan

sore hari mengalami penurunan hal ini di akibatkan oleh kapasitas penyanga dari pH

itu nasik sehingga pH turun dan sebaliknya. Menurut Cholik, dkk (1991), apabila

terjadi kenaikan karbondioksida, suhu maka akan menyebabkan pH menjadi rendah

(asam), dan akan menyebabkan terjadinya tingginya tingkat kematian pada udang

apabila terjadi secara terus-menerus. Menurut Effendi (2003) dalam Adawiyah

(2011), sebagian besar organisme akuatik menyukai perairan yang memiliki pH

antara 7 – 8,5.
35

4.2.2 Karbondioksida (CO2)

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka dapat diketahui nilai

karondioksida pada tambak intensif yang tertera pada Gambar 4 sebagai berikut:

Karbondioksida (CO2)
120
110
100 100

80 CO2 bebas
CO2 terikat
60 60 57
50 50 50 50 50 50
40 35 40 40
35
30 31
20 20

0
11:00 14:00 17:00 20:00 23:00 2:00 5:00 8:00 11:00

Gambar 4. Grafik Karbondioksida pada Tambak Intensif

Nilai karbondioksida bebas tertinggi pada air tambak yaitu 50 mg/l yang terjadi

dan nilai terendah yaitu 20 mg/l. Nilai karbondioksda terikat sendiri tertinggi pada air

tambak yaitu 110 mg/l yang terjadi pada pukul 14:00 WITA, dan nilai terenda

terjadi yaitu senilai 31 mg/l yang terjadi pada pukul 05:00 WITA. Karbondioksida

bebas didalam perairan berbentuk gas karbondioksida (CO2) dan yang terikat yaitu

yang menjadi alkalinitas dari air seperti asam karbonat CH2O3 dan lain (Supono,

2008).

Terjadinya fluktuasi karbondioksida disebabkan oleh respirasi yang dilakukan

oleh organisme akuatik yang berada di dalam perairan, yaitu udang vannamei. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Efrizal (2006) yang menyatakan, bahwa fitoplankton

membutuhkan karbondioksida dalam melakukan proses fotosintesis, dan proses


36

respirasi organisme akan mengakibatkan laju karbondioksida di perairan semakin

meningkat (Sopono, 2008).

Karbondioksida yang tinggi akan menyebabkan pH menjadi turun dan suhu

akan menjadi naik, sehingga apabila keadaan ini terjadi secara terus-menerus, akan

menyebabkan organisme yang dibudidaya mengalami kematian. Hal yang harus

dilakukan dalam mengatasi hal ini adalah melakukan pergantian air dalam tambak,

namun untuk menanggulangi terjadinya kenaikan kadar karbondioksida di dalam

perairan adalah dengan memberikan kincir sebagai pemasok oksigen terlarut di

dalam perairan.

Karbondioksida bebas yang baik bagi udang vannamei adalah <5 mg/l. Namun,

organisme akuatik dapat mentolerir kadar karbondioksida bebas sebanyak 10 mg/l

dengan syarat disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Umumnya, organisme

akuatik dapat mentolerir karbondioksida bebas yang mencapai 60 mg/l (Boyd, 1988

dalam Effendi, 2003 dalam Adawiyah, 2011).

4.2.3 Alkalinitas

Berdasarkan praktek lapang, maka dapat diketahui nilai alkalinitas yang

terdapat pada tambak supra intensif tertera pada Gambar 5.


37

Total Alkalinitas (Mg/l)


900
800 800
700
600 600
500 520 480 497
460 420 456 464
400
300
200
100
0
11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00 08.00 11.00

Total Alkalinitas (Mg/l)


Gambar 5. Grafik Alkalinitas pada IPAL Tambak Intensif

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui nilai tertinggi alkalinitas pada air

tambak budidaya nilai terendah adalah 800 ppm dan nilai terendah adalah 420 ppm.

Fluktuasi alkalinitas terjadinya pada tambak, disebabkan oleh naiknya kadar

karbondioksida, karena titrasi dilakukan pada waktu siang hari, sehingga nilai

alkalinitas di dalam tambak menjadi tinggi. Naiknya kadar karbondioksida akan

menyebabkan pH menjadi naik. Kadar pH akan naik seiring dengan naiknya nilai

alkalinitas karena dipengaruhi oleh laju fotosintesis yag dilakukan oleh fitoplankton

di dalam kolam.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Cholik, dkk (1991) yang menyatakan, bahwa

nilai alkalinitas di perairan dipengaruhi oleh karbondioksida. Karbondioksida yang

tinggi akan menyebabkan pH menjadi naik sehingga kandungan alkalinitas yang

terdapat di perairan akan menjadi naik. Perairan yang memiliki kandungan alkalinitas

yang tinggi akan memiliki kapasitas penyangga (buffer) yang tinggi pula terhadap

perairan yang memiliki pH tinggi atau perairan yang bersifat asam. Alkalinitas pada

air tambak berfungsi sebagai kapasitas penyangga dari pH dalam artian Alkalinitas

merupakan kemampuan air menetralkan air yang memiliki pH asam air. Menurut
38

Tim Perikanan WWF-Indonesia, Badrudin (2014), bahwa alkalinitas yang optimal

untuk budidaya udang vannamei 100-120 ppm.

4.2.4 Kesadahan

Berdasarkan pratek lapang yang telah dilakukan, maka dapat diketahui

fluktuasi kesadahan yang tertera pada Gambar 6.

1200
Kesadahan
1000 1000 1000
800 800
600 600 600
400
200 140 200
0 60 8
11.00 14.00 17.00 8.00 11.00 2.00 5.00 8.00 11.00

Saluran Pengeluaran
Gambar 6. Grafik Kesadahan pada Tambak Intensif

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui fluktuasi kesadahan di dalam IPAL

tambak intensif. Nilai tertinggi kesadahan air yaitu 1000 mg/lCaCO3 dan yang

terendah 8 mg/lCaCO3. Penyebab terjadinya fluktuasi kesadahan disebabkan oleh

banyaknya kandungan ion Ca dan Mg di dalam perairan tambak, karena penyusun

utama kesadahan di dalam perairan adalah ion Ca dan Mg.

Cholik, dkk (1991) menyatakan, pada umumnya, dalam proses budidaya ikan,

total kesadahan dan total alkalinitas yang baik adalah sekitar 20 - 300 mg/l. menurut

Ma’rifat (2014), fluktuasi kesadahan di dalam suatu perairan adalah berbeda-beda,

hal ini disebabkan, karena biasanya air tanah berasosiasi secara langsung dengan

batuan kapur yang berada pada lapisan tanah yang dilewati oleh air, sehingga pada

umumnya, air tanah mempunyai tingkat kesadahan yang tinggi, sedangkan air yang
39

berada pada permukaan mempunyai tingkat kesadahan yang rendah (air lunak).

Kesadahan non karbonat yang terdapat pada lapisan permukaan perairan berasal dari

kalsium sulfat yang terkandung di dalam tanah liat dan endapan tersuspensi lainnya.

Kesadahan pada air tambak berfungsi sebagai kapasitas penyangga dari pH dalam

artian kesadahan merupakan kemampuan air menetralkan air yang memiliki pH basa

air. Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia, Badrudin (2014), bahwa kesadahan

yang optimal untuk budidaya udang vannamei 20-120 ppm.

4.2.5 Kalsium (Ca) dan Maknesium (Mg)

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka dapat diketahui nilai

Ca dan Mg sebagai berikut :

Ca dan Mg (mg/l)
300

250 251

200 188.31 200.85 Ca2 +


163.2 Mg2+
150
120 120 120
100 100 100 100
75.3 75.3 80 80
50 60
47.6 47.7
27.5
0
11:00 14:00 17:00 20:00 23:00 2:00 5:00 8:00 11:00

Gambar 7. Grafik Ca dan Mg pada Tambak Supra Intensif

Ca dan Mg di dalam tambak mengalami fluktuasi yang lumayan besar. Dari

data diatas dapat dilihat bahwa kandungan magnesium (Mg) jauh lebih banyak

dibandingkan dengan kandungan kalsiumnya (Ca). Kandungan Mg yang berada pada

perairan Talaga rata-rata yaitu 96 ppm, sedangkan kandungan magnesiumnya hanya

105 ppm. Menurut Cahyadi (2008) dalam Kurnia (2012) tingkat kemurnian garam
40

dapat dipengaruhi oleh kadar magnesium. Magnesium merupakan bahan yang

bersifat higroskopis yang dapat menyebabkan pengotoran pada garam.

4.2.6 Oksigen Terlarut (DO)

Berdasarkan praktek lapang, dapat diketahui nilai oksigen terlarut yang tertera

pada Gambar 8 sebagai berikut :

25 Oksigen Terlarut
20 19.2
18
15 14.8
12.4
10 11.04
6.8
5 4.8 3.6
2
0
11.00 14.00 17.00 8.00 11.00 2.00 5.00 8.00 11.00

Saluran Pengeluaran
Gambar 8. Grafik Oksigen Terlarut pada IPAL Tambak Intensif

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka dapat diketahui

fluktuasi nilai oksigen terlarut pada air tambak, yaitu nilai tertinggi oksigen terlarut

sebesar 19,2 ppm yang terjadi pada pukul 05.00 WITA dan nilai terendah sebesar 2

ppm yang terjadi pada pukul 11.00 WITA. Hal itu mungkin disebabkan karena

organisme akuatik yang melakukan respirasi, sehingga menyebbakan kandungan

karbondioksida menjadi meningkat, serta tidak adanya pergantian air di dalam

tambak, karena pergantian air hanya dilakukan ketika hujan turun.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Cholik, dkk (1991), yang menyatakan, bahwa

kandungan oksigen terlarut di dalam perairan disebabkan oleh adanya respirasi yang

dilakukan oleh organisme akuatik yang terdapat di dalam perairan. Swingle (1968)

dalam Salmin (2005) menyatakan, bahwa kadar oksigen terlarut di dalam perairan
41

yang normal dan tidak tercemar oleh senyawa toksik adalah minimum 2 ppm, karena

kandungan minimum tersebut sudah cukup mendukung untuk kehidupan organisme.

Huet (1970) dalam Salmin (2005) menyatakan, bahwa kadar oksigen terlarut

yang ideal di dalam perairan adalah tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8

jam dengan kejenuhan 70%. McNeely, dkk (1979) dalam Effendi (2003)

menyatakan, bahwa kadar oksigen terlarut di perairan tawar adalah 15 mg/l pada

suhu 0˚C dan 8 mg/l pada suhu 25˚C dan Effendi (2003) menyatakan, bahwa

kandungan oksigen terlarut di perairan alami adalah kurang dari 10 mg/l.

4.2.7 Hubungan antara variabel kualitas air

Kehidupan udang kaki putih (Penaeus vannamei) sangat berhubungan dengan

kualitas air baik secara fisik dan kimia, maupun secara biologi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Pratiwi (2011) dalam Gusmaweti dan Lisa (2015) bahwa kehidupan

organisme perairan sangat berhubungan dengan kualitas air baik secara fisik dan

kimia, maupun secara biologi. Kualitas air adalah tahapan di mana sumber air

tersebut layak untuk digunakan.

Jam Parameter Kualitas Air IPAL tambak intensif


Suhu pH CO2 Alkalinitas Kesadahan Ca Mg DO
11.00 32 6 35 600 1000 100 188 6.4
14.00 35 6 50 800 600 120 75.3 24
17.00 32 6 20 520 600 120 75.3 11.2
20.00 30 7 30 480 140 100 27.5 3.2
23.00 30 7 50 460 200 120 251 3.2
02.00 29 7 50 420 60 100 47.6 6.4
05.00 28 6 35 456 8 80 47.7 12.8
08.00 30 6 100 464 800 60 163.2 6.4
11.00 33 6 50 497 1000 80 200.8 12.16

Berdasarkan hasil tabel di atas memberikan informasi bahwa suhu perairan

berbanding terbalik dengan oksigen Terlarut (DO) hal ini sesuai dengan pendapat

supono (2015), bahwa semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen makin rendah.
42

Secara keseluruhan kualitas air merupakan gambaran atau reaksi komponen air

terhadap segala input secara alami atau perubahan terhadap lingkungan (Krenkel &

Novotny 1980 dalam Miefthawati, 2014). Parameter kualitas air dipengaruhi oleh

tata guna lahan dan intensitas kegiatan manusia disekitarnya (Pratiwi, 2011 dalam

Gusmaweti dan Lisa, 2015). Parameter fisika air merupakan variabel kualitas air

yang penting karena dapat mempengaruhi variabel kualitas air yang lainnya.

4.3 Variabel Biologi Air

4.3.1 Tumbuhan Air

Tumbuhan adalah salah satu komponen yang menyusun ekosistem perairan.

Terdapat beberapa golongan tumbuhan tingkat tinggi yang hidup diperairan,yaitu

tumbuhan yang muncul di atas permukaan perairan, tumbuhan berdaun terapung

berakar di dasar dan kadang berakar di dalam air dan daun muncul di atas perairan,

tumbuhan yang daunnya terapung dan akarnya tenggelam di dalam air serta

tumbuhan yang seluruhnya terbenam di dalam air (Indrawati dan Muhsin, 2008).

Gambar 9: Lahan Magrove


43

Mangrove adalah salah satu tumbuhan air yang terdapat di pesisir yaitu antara

laut dan daratan, dimana tumbuhan ini berfungsi sebagai buffer zone atau zona

penyangga (Syamsuddin, 2014). Mangrove pada tambak selain bermanfaat sebagai

zona penyangga mangrove juga bermanfaat sebagai organisme yang di gunakan

sebagai biofilter pada IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limba). Mangrove ini dapat

menyerab bahan organik yang mengendap didalam IPAL sebagai sumber unsur hara.

Menurut Boyd (1991) dalam Haryanti (2012) Tumbuhan air efektif meningkatkan

kadar oksigen dalam air melalui proses fotosintesis. Akan tetapi, tumbuhan air

berperan sebagai pengguna oksigen terbesar melalui respirasi (Haryanti 2012).

Menurut Boyd (1991) dalam Haryanti (2012), proses fotosintesis mempunyai

manfaat penting dalam akuakultur, di antaranya adalah menyediakan sumber bahan

organik bagi tumbuhan itu sendiri serta sumber oksigen yang digunakan oleh semua

organisme dalam ekosistem perairan.

4.3.2 Produktifitas Primer

Komponen produktivitas primer suatu perairan adalah fitoplankton.

Fitoplankton memiliki kemampuan untuk berfotosintesis yang menghasilkan

senyawa organik yang dapat dimanfaatkan oleh semua organisme. Fitoplankton

merupakan sumber kehidupan terhadap semua mahkluk hidup hewani (Prabandani,

2002 dalam Adawiyah, 2011).

Adapun hasil dari produktifitas primer yang dilakukan oleh kelompok satu

diperoleh setelah 5 jam yaitu sebesart 64,8 mg/m3 jam. Keadaan produktifitas primer

yang ada pada perairan yang diuji sangat tinggi, hal ini mengidentifikasikan bahwa

perairan tersebut memiliki kualitas produktifitas primer yang buruk. Bohlen &
44

Boynton (1966) dalam Syamsuardi (2013), memberikan kriteria untuk perairan teluk

dan muara dengan kadar produktifitas primer < 15 mg/m3 dikategorikan ke dalam

kondisi yang bagus, 15 – 30 mg/m3 kategori sedang dan > 30 mg/m3 dikategorikan

ke dalam kondisi perairan yang buruk.


45

5 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengukuran kualitas air dapat dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat

kecerahan-warna air dan tinggi air, atau dengan menggunakan alat ukur kualitas air.

Peralatan pengukur kualitas air yang harus disiapkan di areal tambak minimal alat

mengukur pH, termometer, dan refraktometer. Sedangkan pengukuran parameter

kualitas air lainnya dapat dilakukan di lakuakan dengan cara titrasi. Suhu pada IPAL

tambak intensif udang kaki putih (Penaeus vannamei) berkisar antara 30-310C, pH

berkisar antara 6-7 mg/l, berkisar antara 20-40 mg/l dan berkisar antara 200-400

ppm.

5.2 Saran

Praktikum selanjutnya saran saya agar pihak birokrasi menyediakan peralatan

dan bahan yang memadai agar waktu praktek lebih efesien lagi karena tidak terjadi

kegiatan saling meminjam alat ataupun bahan dari masing-masing kelompok yang

ada
46

DAFTAR PUSTAKA
47

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai