Oleh
A25118019
Oleh
A25118019
Pembimbing I Pembimbing II
(Purnama Ningsih, S.Pd, M.Si, Ph.D) (Dr. Sitti Rahmawati, S.Pd., M.Pkim)
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
USULAN PENELITIAN..........................................................................................i
PENGESAHAN.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
2.1.1 Nangka.......................................................................................................6
iii
3.4.1 Pembuatan Pati Biji Nangka.....................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
penurunan kualitas. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah
No. 18 tahun 2012 tentang pangan dalam pasal 82 ayat (1) disebutkan bahwa
Kemasan makanan ada yang terbuat dari polimer plastik, kertas, aluminium
foil, logam dan kayu. Plastik adalah bahan pengemas makanan yang paling sering
digunakan, karena sifatnya yang kuat, ringan, ekonomis, tidak mudah pecah, dan
fleksibel. Namun, tanpa disadari plastik bisa mencemari bahan pangan yang
dikemas karena adanya zat-zat tertentu yang berpotensi yang karsinogen (zat
terdekomposisi secara alami), plastik dari minyak bumi atau petrokimia yang
memiliki bobot molekul besar, jumlah cicin aromatik tinggi, dan ikatan-ikatan
digunakan akan sulit terurai oleh mikroba tanah dan akan mencemari lingkungan
1
Berdasarkan Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia dan Badan Pusat
Statistik (BPS), jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per
tahun. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran. Banyak cara yang digunakan
yang ramah lingkungan. Salah satu pengemas makanan yang banyak diteliti
adalah edible film. Edible film dijadikan alternatif sebagai bahan kemasan yang
tidak mencemari lingkungan. Edible film adalah lapisan tipis terbuat dari bahan
yang dapat dikonsumsi untuk melapisi makanan dan menjadi penghambat transfer
pada makanan dan sebagai pembawa aditif (antimikroba, antioksidan dan flavor)
Edible film dapat dibuat dari bahan hidrokoloid dan lemak atau campuran
keduanya. Beberapa hidrokoloid yang dapat dijadikan bahan edible film adalah
karbohidrat (pati, alginat, pektin) dan protein (gelatin, kasein, gluten). Pati adalah
bahan dasar yang sering digunakan, sebab memiliki beberapa kelebihan seperti
baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida dan lipid, serta
2013). Pati berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik dari bagian batang, buah, akar
maupun umbi. Salah satu tumbuhan yang dapat menjadi sumber pati adalah biji
nangka.
2
sepanjang tahun. Rukmana (1997) menyatakan bagian daging buah yang dapat
dimakan pada buah nangka hanya 20-31%, dami dan kulitnya cukup besar yakni
55-70% dan bagian bijinya sekitar 5-15%. Biji nangka kebanyakan dibuang dan
komposisi kimianya biji nangka mengandung pati cukup tinggi yaitu sekitar 40-
50%, sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pembuatan edible film
(Nuraini, 2011).
bahan pembuatan edible film dengan variasi penambahan pati dan variasi
yaitu untuk ketebalan 0,24 mm, kuat tarik 8,35×10-5N/mm2, elongasi 49,19%,
elastisitas 1,69×10-5 Kgf/mm2, pH 7,024, daya serap 75% transmisi uap air
penelitian ini terdegradasi dalam waktu 5 hari, hasil uji FTIR menunjukkan bahwa
proses pembuatan edible film pada penelitian ini adalah proses pencampuran
secara fisika dan masa umur simpan edible film dengan pembungkusan kentang
pada suhu ruang adalah 4 hari dan pada suhu dingin 6 hari (Anggraeni, 2021).
Salah satu sumber antioksidan adalah bunga rosella. Rosella merupakan tanaman
3
dimana warna merah bunga rosella disebabkan oleh kandungan antosianin.
IC50 33,79 µg/ml dan diklasifikasikan sebagai antioksidan yang kuat (Nopiyanti &
dalam jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh
dengan judul “Pembuatan Edible Film dari Pati Biji Nangka (Artocarpus
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
4
1.4 Manfaat Penelitian
nangka.
dapat dijadikan sebagai antioksidan dalam pembuatan edible film dari biji
nangka.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Nangka
Tanaman nangka adalah tanaman yang tumbuh dan berproduksi dengan baik
di daerah yang beriklim tropis. Di Indonesia keadaan iklim yang ideal untuk
tanaman nangka yakni di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dari
permukaan laut, tetapi paling optimal hingga ketinggian 700 meter dari
21 derajat celcius, curah hujan 1500 - 2400 mili meter/tahun dan kelembaban
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Familia : Moraceace
Genus : Artocarpus
memiliki keanekaragaman baik dari segi bentuk, warna, aroma dan rasa dari
buahnya, faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah faktor genetik dan
lingkungan. Keberadaan buah nangka tidak mengenal musim sehingga setiap saat
6
dapat diperoleh di pasar. Buah nangka berbentuk panjang, lonjong atau bulat,
berukuran besar dan berduri lunak (Handayani, 2016). Buah nangka (Gambar 2.1)
merupakan tangkai bunga yang tumbuh menebal dan berdaging dan dibungkus
oleh tenda bunga yang saling melekat satu sama lain menjadi kulit buah. Buah
yang sebenarnya tidak terlihat dari luar sehingga buah nangka tergolong buah
semu (Widyastuti,1997).
Menurut Rukmana (1997) bagian daging buah yang dapat dimakan pada
buah nangka hanya 20-31%, dami dan kulitnya cukup besar yakni 55-70% dan
bagian bijinya sekitar 5-15%. Buah nangka dapat memberikan nutrisi bagi orang-
Biji nangka adalah bagian yang sering terbuang setelah daging buahnya
untuk dijadikan makanan, misalnya direbus, digoreng, dan dikukus. Bentuk biji
nangka yaitu bulat hingga lonjong, berukuran kecil lebih kurang dari 3,5 cm (3
gram - 9 gram) berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang
beratnya sepertiga dari berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buahnya.
7
Jumlah biji per buah 150 - 350 biji dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5
cm. Biji nangka (Gambar 2.2) terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna
kuning agak lunak, kulit liat berwarna putih dan kulit ari berwarna coklat yang
Kandungan yang terdapat di dalam biji nangka yaitu energi 165 kkal, protein 4,2
g, lemak 0,1 g, karbohidrat 36,7 g, kalsium 33 mg, fosfor 200 mg, besi 1 mg,
vitamin B1 0,2 mg, vitamin C 10 mg, dan air 57,7 g. Biji nangka juga merupakan
sumber mineral yang baik dimana dalam 100 g biji nangka terkandung fosfor 200
mg, kalsium 33 mg, dan besi 1,0 mg. Ditinjau dari komposisi kimianya biji
nangka mengandung pati cukup tinggi yaitu sekitar 40-50 %, sehingga sangat
(Jacoeb dkk, 2014). Pati biji nangka adalah polisakarida yang tersusun dari
glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Pati terdiri dari dua jenis molekul
8
struktur lurus melalui ikatan α-1,4 glikosida. Dan amilopektin memiliki struktur
bercabang yang tersusun melalui ikatan α-1,4 glikosida dan ikatan cabang α-1,6
glikosida (Dureja dkk., 2011). Struktur dari amilosa dan amilopeptin dapat dilihat
kedua komponen ini nantinya akan mempengaruhi sifat mekanik dari polimer
menyebabkan sifat lengket. Setiap sumber pati memiliki rasio amilosa dan
subtropis Tanaman ini dapat tumbuh di semua jenis tanah, tetapi paling cocok
pada tanah yang subur dan gembur. Klasifikasi tumbuhan rosella adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
9
Infra Kingdom : Streptophyta
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvaies
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus L.
Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal. Satu
batang rosella (Gambar 2.4) bisa menghasilkan 2-3 kg bunga rosella basah, dalam
100 kg bunga rosella basah bisa menghasilkan 5-6 kg rosella kering (Maryani &
merah yang dapat dimakan, dimana warna merah bunga rosella disebabkan oleh
kandungan antosianin (Djaeni dkk, 2017). Antosianin merupakan salah satu jenis
10
senyawa flavonoid. Bunga rosella mengandung pigmen merah empat antosianin,
antosianin dan 24% antioksidan. Dengan adanya antioksidan, sel-sel radikal bebas
yang merusak inti sel dapat dihilangkan, itu sebabnya rosella memiliki efek
antikanker. Kelopak bunga rosella mengandung campuran asam sitrat dan asam
kesehatan sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi, dan memperbaiki sistem
lainnya yaitu vitamin A dan 18 jenis asam amino yang diperlukan tubuh. Salah
satunya arginin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Di samping itu
rosella juga mengandung air, protein, lemak, kalori, karbohidrat, besi, beta
dengan proses ekstraksi. Salah satu metode ekstraksi yang sering digunakan
11
adalah ekstraksi menggunakan pelarut. Pada metode ini pemilihan pelarut sangat
penting efektivitas dan efisiensi ekstraksi. Etanol dan air dipilih sebagai pelarut
dalam mengekstrak bunga rosella karena antosianin adalah pigmen yang sifatnya
polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar. Campuran pelarut
etanol (C2H5OH) dan air (H2O) dengan perbandingan 50:50 (v/v) menghasilkan
Antioksidan bersifat sensitif terhadap proses termal dan pemasakan suhu tinggi
memberikan rendemen ekstrak dan total antosianin paling tinggi (Lestari dkk.,
2010).
Edible film adalah lapisan tipis terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi
dan sebagai pembawa aditif (antimikroba, antioksidan dan flavor) yang juga dapat
12
Gambar 2.4 Edible film (Anggraeni, 2021)
Edible film (Gambar 2.4) dapat dibuat dari bahan hidrokoloid dan lemak
atau campuran keduanya. Beberapa hidrokoloid yang dapat dijadikan yang dapat
dijadikan bahan edible film adalah karbohidrat (pati, alginat, pektin) dan protein
(gelatin, kasein, gluten). Sedangkan lipid yang digunakan adalah lilin/wax dan
asam lemak (Fennema, 2007). Pati adalah bahan dasar yang sering digunakan,
terhadap oksigen, karbondioksida dan lipid, serta memiliki sifat mekanisme sesuai
Edible film yang terbuat dari pati biasanya bersifat rapuh sehingga
Plasticizer adalah bahan non volatil, bertitik didih tinggi yang jika ditambahkan
pada material lain dapat merubah sifat fisik material tersebut. Penambahan
berat kering, tergantung dari kekakuan polimer. Plasticizer yang dapat digunakan
13
dalam film polisakarida antara lain gliserol, sorbitol, xylitol, mannitol, polietilen
Senyawa gliserol efektif dalam menaikan sifat edible film karena memiliki berat
rantai polimernya yang menyebabkan film dari pati akan lentur dan mudah
dibengkokkan (Huri & Fithri, 2014). Berdasarkan data Material Safely Data Sheet
14
Penambahan CMC bertujuan untuk memperbaiki kekuatan dan kekompakan dan
kekompakan edible film. Tanpa penambahan CMC akan edible film yang
dihasilkan kurang kompak, terlalu tipis, rapuh dan sukar dilepaskan dari cetakan.
Penambahan CMC paling baik dilakukan secara langsung pada larutan yang
L.) sudah pernah dilakukan. Hasil terbaik diperoleh dengan penggunaan suhu
50°C dengan pati sebanyak 3% dengan penambahan gliserol 1%(b/v) dan sorbitol
1% (b/v). Hasil yang diperoleh yaitu untuk ketebalan 0,24 mm dan 0,23 mm, kuat
elastisitas 1,69×10-5 Kgf/mm2 dan 8,44×10-5 Kgf/mm2, pH 7,024 dan 6,67, daya
serap 75% dan 50%, transmisi uap air 0,00908 g/jam.m 2 dan 0,0071 g/jam.m2, uji
dalam waktu 5 hari, hasil uji FTIR menunjukkan bahwa proses pembuatan edible
film pada penelitian ini adalah proses pencampuran secara fisika dan masa umur
simpan edible film dengan pembungkusan kentang pada suhu ruang adalah 4 hari
Pembuatan edible film dari pati biji durian (Durio zibethinus Murr) diperoleh
gliserol dan 2% (w / v) sorbitol. Umur simpan film yang dapat dimakan pada suhu
kamar adalah 5 hari dan pada suhu dingin selama 7 hari (Rahmawati dkk., 2021)
15
Edible film juga pernah dibuat dengan menggunakan pati umbi-umbian, salah
satunya yaitu ubi Banggai. Hasil terbaik yang diperoleh yaitu dengan penggunaan
suhu 80 ° C dan gliserol dalam jumlah 2% (b /v) dan sorbitol 2 % (b/v). Hasil
yang diperoleh masing-masing adalah untuk ketebalan 0.478 mm dan 0.488 mm,
kekuatan tarik 0.007 Kgf/mm2 dan 0.021 Kgf/mm2, persentase elongasi 27,76%
dan 12,36, pH 6.52 dan 7,6, penyerapan air 46,62% dan 14,37%, kelarutan
20,14,8% 14,8%, kecepatan transmisi uap air 0.2209 gram/jam m 2 dan 0.4560
gram/jam m2, hasil tes FTIR menunjukkan bahwa proses pembuatan film yang
dapat dimakan dalam penelitian ini adalah proses campuran fisika, dan periode
umur simpan film yang dapat dimakan pada suhu kamar adalah 6 hari dan pada
suhu dingin adalah 8 hari (Rahmawati dkk., 2020). Ada juga yang menggunakan
pati singkong, kondisi optimum dicapai pada variasi berat pati singkong 3,5 gram
dan volume gliserol 1,75 mL dengan kekuatan tarik sebesar 1035 cN, mulur
33,9% dan ketebalan 0,245 cm serta pada variasi berat pati 2 gram dan berat
sorbitol 1,75 gram dengan kekuatan tarik 1013,7 cN, mulur 20,7% dan ketebalan
sirsak (Annona muricata L.) pada edible film dari pati durian (Durio zibethinus).
Hasil yang diperoleh karakteristik fisik edible film dilihat dari uji transmisi uap air
telah memenuhi standar JIS 1975 yaitu maksimal 10 g/m2.24 jam. Karakteristik
kimia edible film yang meliputi uji kadar air, semua edible film dengan
penambahan ekstrak daun sirsak telah memenuhi standar SNI yaitu dibawah 20%.
Sedangkan pada uji antioksidan nilai IC50 yang menunjukkan aktivitas antioksidan
16
tertinggi pada edible film dengan penambahan ekstrak daun sirsak 2 g yaitu
belum ada penelitian tentang karakteristik edible film pati biji nangka yang
ditambahkan ekstrak rosella sebagai antioksidan. Hal ini membuat peneliti tertarik
Nangka adalah salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat, tumbuhan
tahun. Buah nangka terdiri dari bagian biji, daging, dami dan kulit buah. Biji
dan energi potensial. Ditinjau dari komposisi kimianya biji nangka mengandung
pati cukup tinggi yaitu sekitar 40-50%, sehingga sangat berpotensi untuk
dijadikan bahan pembuatan edible film, yaitu kemasan yang dapat dikonsumsi.
Pada penelitian ini, edible film akan ditambahkan ekstrak bunga rosella dengan
empat variasi yang berbeda. Bunga rosella merupakan tanaman yang memiliki
2.5.
17
Bunga Biji
Rosella Nangka
18
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang akan dilakukan dalam
laboratorium kimia.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji nangka (Artocarpus
Tengah. Dan Bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa) diperoleh dari pembelian secara
online.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan april – selesai yang bertempat
Alat yang digunakan untuk pembuatan pati biji durian adalah pisau,
blender, oven, timbangan analitik, penyaring buchner, labu ukur, ayakan 100
mesh, gelas kimia, kain berpori kecil, kertas saring, ember, wadah tertutup dan
vakum.
19
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa)
seperangkat alat maserasi, Aluminium foil, lemari es, Rotary Evaporator dan
Spektrofotometer UV-Viss.
Alat yang digunakan dalam proses pembuatan edible film adalah cetakan
plat kaca, pengaduk magnetik, gelas kimia, gelas ukur, spatula, oven, timbangan
digital, hot plate, cawan porselin, desikator, termometer, alat uji tarik (Universon
micrometer.
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan edible film adalah pati biji
perasan lagi
20
5) Ampas yan dihasilkan dibuang dan air perasan didiamkan selama 24 jam
6) Endapan yang diperoleh dari dari pendiaman dicuci dengan aquades dan
dengan ayakan 100 mesh, sehingga diperoleh pati biji nangka (Jacoeb
dkk., 2014).
2) Bunga rosella kering diblender dan diayak hingga diperoleh bubuk bunga
rosella
erlenmeyer.
Agustin, 2018).
21
1) Menimbang pati biji nangka sebanyak 3 gram, lalu dimasukkan ke dalam
gelas kimia
8) Cetakan yang keluar dari oven didinginkan pada suhu kamar selama 10
menit
pada 5 tempat yang berbeda dengan ketelitian 0,01 mm. Hasil pengukuran dirata-
rata sebagai hasil ketebalan film. Pengukuran dilakukan pada 4 sampel yang
22
Kuat tarik merupakan gaya maksimum yang dapat ditahan edible film
hingga terputus. Persen elongasi adalah perubahan panjang maksimum yang dapat
dialami edible film pada saat mengalami peregangan atau ditarik sampai sebelum
edible film putus. Kekuatan tarik, uji dilakukan dengan cara sampel dipasangkan
pada grip bagian atas dan bagian bawah. Nilai pada perekam (recorder) dinolkan,
uji dimulai dengan menekan tombol UP. Tekan tombol STOP tepat pada saat
sampel edible film putus. Tekan tombol RETURN untuk mengembalikan grip ke
posisi semula. Ukuran sampel yang digunakan untuk uji ini yaitu 8 x 4 cm (80
mm x 40 mm) dengan kecepatan tarik = 700 mm/menit, berat grip = 50 N/5 Kgf,
F max
Kuat Tarik (N/mm2) =
A
Dimana :
F max
Elongasi (kemuluran) digunakan untuk melihat panjang maksimal
A
edible film sebelum terputus pada uji kuat tarik. Perpanjangan sampel terbaca
dkk., 2016).
∆L
% Elongasi = x 100%
Lo
Dimana:
ΔL = Selisih perpanjangan film
Lo = Panjang awal film
23
Sedangkan untuk elastisitas diperoleh dari perbandingan kuat tarik dengan
Spectroscopy)
yag terjadi pada pencampuran apakah secara fisik atau kimia karena itu sampel
pada tiap proses pembuatan edible film dianalisis dengan FTIR. Sampel
ditempatkan ke dalam set holder, kemudian dicari spectrum yang sesuai. Hasil
3.6.4 Uji pH
dengan cara 1 gram edible film dilarutkan dengan 10 mL aquades dalam cawan
petri. Elektroda dicelupkan dalam cawan yang berisi larutan edible film kemudian
lihat sampai angka yang ditunjukkan oleh pH meter. Lakukan pada masing-
dengan merendam sampel edible film dalam EM4 (Effective Microorganism 4).
Bakteri EM4 yang digunakan adalah bakteri yang digunakan untuk fermentasi
24
Lactobacillus, jamur fermentasi, actinomycetes bakteri fotosintetik, bakteri palarut
Pengujian daya serap air edible film dilakukan dengan cara menimbang
sampel edible film sebanyak 2 gram, kemudian ditimbang berat sebagai berat awal
kemudian sampel dikeluarkan dari wadah dan air yang masih menempel pada
kembali ke dalam wadah yang berisi aquades selama 10 detik kemudian diangkat
sampai berat akhir sampel konstan. Persentase daya serap air dapat dihitung
dengan persamaan:
C−D
% Daya Serap Air = x 100%
D
Dimana:
C = Berat akhir
dengan suhu 100°C selama 30 menit. Selanjutnya film ditimbang sebagai berat
awal (B), kemudian edible film direndam selama 24 jam, film yang tidak larut
diangkat dan dikeringan dalam oven selama 2 jam sengan suhu 100°C. Film
25
diambil dan dimasukan kedalam desikator selama 10 menit. Kemudian ditimbang
kembali untuk mendapatkan berat edible film kering setelah perendaman (D).
Persentase kelarutan edible film dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
B−D
% kelarutan film = x 100%
B
Dimana:
Laju transmisi uap air terhadap edible film diukur dengan menggunakan
NaCl 40%. Didalam cawan porselin masukkan silica gel yang telah diaktifkan
sebanyak 5 gram dan edible film sebanyak 3 gram ditempatkan dalam cawan
porselin dan disekat sedemikian rupa sehingga tidak ada celah pada tepinya.
rapat. Tiap jam selama 5 jam cawan porselinnya ditentukan nilai laju transmisi
uap air. Nilai laju transmisi uap air yang melewati edible film dihitung dengan
rumus :
Mv
WvTR =
t.A
Keterangan:
26
t = Periode penimbangan (jam)
A = Luas edible film yang di uji (cm2) (Kamfer & Fennema, 1984)
Uji umur simpan ditentukan dengan metode Akselerasi. Uji ini dilakukan
yaitu penyimpanan pada ruang pendingin (16 ̊C) terdapat 2 variasi pengemasan :
gelombang 520 nm. Edible film sebanyak 0,1 g dilarutkan dalam 4 mL MeOH
dalam hal ini konsentrasi sampel 100 g/mL. Baris A dimasukkan sampel
dimasukkan ke baris C dan dilakukan sampai baris F, baris F dipipet 50 L. Lalu
dibuang sehingga diperoleh konsentrasi 100; 50; 25; 12,5; 6,25; 3,125 g/mL.
Sedangkan baris G-H diisi dengan MeOH 50 L. Baris A-G ditambahkan DPPH
27
menit. Aktivitas penangkapan radikal diukur sebagai penurunan absorbansi DPPH
dengan Microplate reader dan olah data. Nilai % inhibisi dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Akontrol− Asampel
% Hambatan =
Akontrol
Keterangan :
sebagai berikut:
Y = aX + b
Keterangan : Y= absorbansi
X = konsentrasi
a = slope
Edible film dari pati biji nangka dengan penambahan bunga rosella yang
diperoleh akan dilakukan karakterisasi, antara lain uji ketebalan edible film untuk
mengetahui seberapa besar ketebalan edible film yang diperoleh, uji kuat tarik
(tensile strength), untuk mengetahui seberapa besar kekuatan tarikan dari edible
film yang diperoleh, uji kemuluran edible film untuk mengetahui berapa persen
kemuluran (elongasi) dari edible film yang diperoleh, uji elastisitas untuk
mengetahui elastisitas edible film, analisis gugus fungsi dengan FTIR bertujuan
28
untuk mengetahui proses yag terjadi pada pencampuran apakah secara fisik atau
kimia karena itu sampel pada tiap proses pembuatan edible film dianalisis dengan
FTIR, uji pH untuk mengetahui derajat keasaman dari edible film, uji
biodegradabilitas untuk mengetahui kemampuan edible film dapat terurai, uji daya
berapa persen penyerapan air dari edible film yang diperoleh, uji kelarutan edible
film untuk mengetahui berapa persen kelarutan edible film yang diperoleh dan uji
Edible film yang diperoleh diuji aplikasinya pada irisan kentang dengan
mengukur kehilangan (surut) dan kecerahan warna irisan kentang sebelum dan
29
DAFTAR PUSTAKA
Arini, D., Ulum, M. S., & Kasman, K. (2017). Pembuatan dan pengujian sifat
mekanik plastik biodegradable berbasis tepung biji durian. Natural Science:
Journal of Science and Technology, 6(3), 276–283.
Djaeni, M., Ariani, N., Hidayat, R., & Utari, F. D. (2017). Ekstraksi Antosianin
dari Kelopak Bunga Rosella ( Hibiscus sabdariffa L .) Berbantu Ultrasonik :
Tinjauan Aktivitas Antioksidan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 6(3),
148–151.
Dureja, H., Pradesh, U., & Kalra, M. (2011). Amylose rich starch as an aqueous
aased pharmaceutical coating material-review. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Drug Research, 3(1), 8-12.
Fatisa, Y., & Agustin, N. (2018). Characterization and antioxidant activity edible
film of durian (Durio zibethinus) seed starch with the addition of soursop
(Annona muricata L.) leaf. Indonesian Journal of Chemical Science and
Technology State University of Medan. 01(1), 37-42.
30
Fennema, O. (2007). Fennema`s food chemistry (S. Damodaran & K. L. Parkin
(Eds.); 4th ed.). New York: CRC Press.
Hihat, S., Remini, H., & Madani, K. (2017). Effect of oven and microwave drying
on phenolic compounds and antioxidant capacity of coriander leaves.
International Food Research Journal, 24(2), 503–509.
Huri, D., & Fithri, C. N. (2014). Pengaruh konsentrasi gliserol dan ekstrak ampas
kulit apel terhadap kharakteristik fisik dan kimia edible film. Jurnal Pangan
Dan Agroindustri, 2(4), 29–40.
Kamfer, S., & Fenema, O. (1984). Water vapor permeability of edible biayer
films. J.Food Sience, 14, 1487–1481.
Lesmana, I., Ali, A., & Johan, V. S. (2017). Variasi konsentrasi pektin kulit
durian terhadap edible film dari pati ubi jalar ungu. JOM FAPERTA, 4(2), 1–
10.
Marco, P. H., Levi, M. A. B., Scarminio, I. S., Poppi, R. J., & Trevisan, M. G.
(2005). Exploratory analysis of simultaneous degradation of anthocyanins in
the calyces of flowers of the hibiscus sabdarffi species by PARAFAC model.
Analytical Science, 21.
Maryani, H., & Kristina. (2005). Khasiat dan manfaat rosella. Jakarta: Agromedia
31
Pustaka.
Nofiandi, D., Ningsih, W., & Putri, A. S. L. (2016). Pembuatan dan karakterisasi
edible film dari poliblend pati sukun-polivinil alkohol dengan propilenglikol
sebagai plasticizer. Jurnal Katalisator, 1(2), 1–12.
Rahmawati, S., Aulia, A., & Nuryanti, S. (2020). The making and characterization
of banggai tuber ( Dioscorea Spp ). Edible Film. International Journal of
Advanced Science and Technology, 29(5), 8141–8153.
Rahmawati, S., Aulia, A., Hasfah, N., Nuryanti, S., Abram, P. H., & Ningsih, P.
(2021). The Utilization of durian seeds ( durio zibethinus murr ) as a base for
making edible film. International Journal of Design & Nature and
Ecodynamics, 16(1), 77–84.
Sayuti, K., & Yenrina, R. (2015). Antioksidan alami dan sintetik. Padang: Andalas
University Press.
Setiani, W., Sudiarti, T., & Rahmidar, L. (2013). Preparation and characterization
32
of edible films from polunlend pati sukun-kitosan. Valensi, 3(2), 100–109.
Setyaningrum, A., Sumarni, N. K., & Hardi, J. (2017). Sifat fisiko-kimia edible
film agar – agar rumput Llaut ( G racilaria sp . ) tersubtitusi glyserol. Journal
of Science and Technology, 6(2), 136–143.
Sjamsiah, Saokani, J., & Lismawati. (2017). Karakteristik edible film dari pati
kentang (Solanum tuberosum L.) dengan penambahan gliserol. AL-Kimia,
5(2), 181–192.
Sulistriyono, A., Pratjojo, W., & N, W. (2014). Sintesis dan karakterisasi plastik
edible film dari pektin belimbing wuluh sebagai pembungkus wingko. In
Donesian Journal Of Chemical Science, 3(3), 214–215.
Widyawati, D., Murni, sri wahyu, Pawignyo, H., & Novita. (2013). Pembuatan
edible film dari tepung jagung (Zea Mays L.) dan kitosan. Prosiding Seminar
Nasional Terbaik Indonesia Kejuangan, 1.
Zain, A. K. P., & Nugraha, I. (2018). Sintesis dan karakterisasi komposit edible
film isolat protein pendahuluan. Indonesian Journal of Materials Chemistry,
1(1), 19–25.
33
34