Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
penyertaanNya serta kerja keras penulis telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan
digunakan bagi para penyuluh dan pelaku utama maupun pelaku usaha. Materi Penyuluhan
merupakan salah satu bagian yang penting dalam penyelenggaraan suatu penyuluhan agar
pelaksanaan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dapat tercapai. Kami berharap materi ini akan
memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian tujuan dari Penyelenggaraan Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan materi penyuluhan ini masih banyak
kekurangan. Kritik, usul, atau saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai bahan
pertimbangan untuk penyempurnaannya di masa mendatang.

Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan budidaya udang di Indonesia sudah lama dilakukan oleh masyarakat pembudidaya pada
periode 80-an, dari mulai penerapan teknologi yang sangat sederhana hingga penerapan teknologi
intensif, berkembangnya penerapan teknologi ini karena permintaan jumlah konsumsi udang yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, sehingga
menuntut pula produktifitas udang semakin meningkat.
Masyarakat pembudidaya udang telah mempunyai prinsip bahwa budidaya udang mampu
menjanjikan hasil yang tinggi tetapi juga sebanding dengan biaya dan resiko yang tinggi pula,
sehingga bermunculan perorangan maupun kelompok yang membuka lahan untuk melakukan
budidaya udang serta tidak sedikit pula perusahaan yang telah lamabergerak dibidang budidaya
udang mengalami gulung tikar. Timbul tenggelamnya para pembudidaya udang ini dikarenakan
adanya berbagai masalah baru yang menjadi momok kegagalan budidaya, tetapi hal ini malah
menjadi tantangan bagi para ilmuan baik dilingkup swasta maupun pemerintahan untuk terus
melakukan penelitian agar masalah yang kian timbul mampu ditemukan solusi bagi masyarakat
pembudidaya. Sehingga pada tanggal 14 Juli 2001 berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan
No.KEP.41/MEN/2001 Indonesia melakukan introduksi udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
yang berasal dari negeri Paman Sam (Amerika), sebagai solusi adanya serangan WSSV (White spots
syndrome virus) terhadap udang asli Indonesia yaitu udang windu (Penaeus monodon) yang pada
tahun 2000 terjadi gagal panen akibat serangan WSSV, menyebabkan kerugian negara berupa devisa
diperkirakan mencapai 2,5 trilyun rupiah per tahun (Ditjen Perikanan Budidaya, 2005).
1. Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub-kelas : Malacostraca
Series : Eumalacostraca
Super order : Eucarida
Order : Decapoda
Sub order : Dendrobranchiata
Infra order : Penaeidea
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Sub genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Setelah mempelajari materi penyuluhan ini pembudidaya atau pelaku utama dapat memahami dan
menjelaskan biologi udang vaname yang meliputi : klasifikasi dan morfologi, habitat dan
penyebaran, siklus hidup dan pemijahan Udang penaeid mempunyai ciri khas yaitu: kaki jalan 1,2,
& 3 bercapit dan kulit citin.Udang penaeid termasuk crustaceae yang merupakan binatang air
memiliki tubuh beruas-ruas, pada setiap ruasnya terdapat sepasang kaki. Udang vaname termasuk
salah satu famili penaide termasuk semua jenis udang laut, udang air tawar.
Secara morfologi udang dapat di bedakan menjadi 2 bagian: - Cephalothorax (bagian.kepala dan
badan yang dilindungi carapace) - Abdomen (bagian perut terdiri dari segmen/ruas-ruas)
Bagian kepala
Pada ruas kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai. Selain itu, memiliki 2 antena yaitu:
antenna I dan antenna II. Antena I dan antenulles mempunyai dua buah flagellata pendek berfungsi
sebagai alat peraba atau penciuman. Antena II atau antenae mempunyai dua cabang, exopodite
berbentuk pipih disebut prosantema dan endopodite berupa cambuk panjang yang berfungsi sebagai
alat perasa dan peraba. Juga, pada bagian kepala terdapat mandibula yang berfungsi untuk
menghancurkan makanan yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi membawa makanan ke
mandibula.
Bagain dada (thorax)
Bagian dada terdiri 8 ruas, masing-masing mempunyai sepasang anggota badan disebut
thoracopoda. Thoracopoda 1-3 disebut maxiliped berfungsi pelengkap bagian mulut dalam
memegang makanan. Thoracopoda 4-8 berfungsi sebagai kaki jalan (periopoda); sedangkan pada
periopoda 1-3 mempunyai capit kecil yang merupakan ciri khas udang penaeidae.
Bagian perut (abdomen)
Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas. Ruas 1-5 memiliki sepasang anggota badan berupa kaki renang
disebut pleopoda (swimmered). Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk berenang bentuknya pendek
dan ujungnya berbulu (setae). Pada ruas ke 6, berupa uropoda dan bersama dengan telson berfungsi
sebagai kemudi.
2. Penyebaran
Daerah penyebaran alami L.vaname ialah pantai Lautan Pasifik sebelah barat Mexiko, Amerika
Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu air laut sekitar 20o C sepanjang tahun. Sekarang
L.vaname telah menyebar, karena diperkenalkan diberbagai belahan dunia karena sifatnya yang
relatif mudah dibudidayakan, termasuk di Indonesia.
3. Daur Hidup.
L.vaname adalah binatang catadroma , artinya ketika dewasa ia bertelur dilaut lepas berkadar garam
tinggi, sedangkan ketika stadia larva ia migrasi ke daerah estuaria berkadar garam rendah. Pada
awalnya udang vaname ditemukan setelah matang kelamin akan melakukan perkawinan di laut
dalam sekitar 70 m diwilayah Pasifik lepas pantai (depan) Mexico dan Amerika tengah dan Selatan
pada suhu air 26-28oC dan salinitas 35 ppt. Telurnya menyebar dalam air dan menetas menjadi
nauplius diperairan laut lepas (off shore) bersifat zooplankton. Selanjutnya dalam perjalanan migrasi
kearah estuaria, larva L.vaname mengalami beberapa kali metamorfosa, seperti halnya pada udang
P.monodon. Diwilayah estuaria yang subur dengan pakan alaminya, larva udang-udang itu
berkembang cepat sampai stadia juwana dimana telah terbentuk alat kelaminnya. Tetapi, tidak dapat
matang telur karena masih berada pada salinitas rendah. Sehingga ia bermigrasi kembali ketengah
laut yang berkadar garam tinggi, tempat udang itu menjadi dewasa, dapat matang kelamin dan
kawin serta bertelur.
4. Pakan dan kebiasaan makan
Semula udang Penaeid dikenal sebagai hewan bersifat omnivorousscavenger artinya ia pemakan
segala bahan makanan dan sekaligus juga pemakan bangkai. Namun penelitian selanjutnya dengan
cara memeriksa isi usus, mengindikasikan bahwa udang Penaeid bersifat karnivora yang memangsa
berbagai krustasea renik amphipoda, dan polychaeta (cacing).
L.vannamei bersifat nocturnal. Sering ditemukan L.vannamei memendamkan diri dalam
lumpur/pasir dasar kolam bila siang hari, dan tidak mencari makanan. Akan tetapi pada kolam
budidaya jika siang hari diberi pakan maka udang vaname akan bergerak untuk mencarinya.
5. Pertumbuhan
Kecepatan tumbuh pada udang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu frekuensi molting (ganti kulit) dan
kenaikan berat tubuh setelah setiap kali ganti kulit.Karena daging tubuh tertutup oleh kulit yang
keras, secara periodik kulit keras itu akan lepas dan diganti dengan kulit baru yang semula lunak
untuk beberapa jam, member kesempatan daging untuk bertambah besar, lalu kulit menjadi keras
kembali. Proses molting dimulai dari lokasi kulit diantara karapas dan intercalary sclerite (garis
molting dibelakang karapas) yang retak/ pecah memungkinkan cephalothorax dan kaki-kaki
(appendiges) depan ditarik keluar. Udang dapat lepas sama sekali dari kulit yang lama dengan cara
sekali melentikkan ekornya. Semula kulit yang baru itu lunak, lalu mengeras yang lamanya tak sama
menurut ukuran/umur udangnya. Udang yang masih kecil, kulitnya yang baru akan mengeras dalam
1-2 jam, pada udang yang besar bisa sampai 1-2 hari.
6. Pematangan gonad (Maturation).
Istilah maturasi ialah proses perkembangan telur (oogenesis) dalam ovarium udang betina. System
reproduksi udang terdiri dari sepasang ovarium, oviduct (saluran telur), genital aperture (lubang
genitalia), dan thelycum. Bakal telur (oogonia) diproduksi secara pembelahan mitose dari germinal
epithelium didalam ovarium yang terjadi sepanjang hidup udang betina. Selanjutnya, oogonia
melakukan meiosis, diferensiasi menjadi oocytes, dan dikelilingi oleh sel-sel follicle. Oosites (telur)
lalu menyerap bahan kuning telur (yolk) dari darah induknya melalui sel-sel folikel.
Komponen utama dari kuning telur udang ialah lipoglycoprotein, yang disebut lipovitellin. Sumber
kuning telur hanya didalam hemolymph dari induk udang yang sedang dalam proses pematangan
gonad, organ itu disebut hepatopancrea .(Hepatopancreas terletak dibagian dorsal dari torax ,
tertutup karapas, terlihat sebagai bayangan putih).
Organ reproduksi utama pada udang jantan ialah sepasang testes, vasa diferensia (saluran air mani),
petasma dan appendix masculina. Sperma udang tidak ber-flagella dan tidak bergerak dengan
nucleus yang tidak nyata terkumpul. Bagian sel sperma yang telah matang ialah kepala, topi, dasar
dan spika.
7. Perkawinan dan Pemijahan Walaupun proses pematangan telur didalam gonad dilakukan
rangsangan , seperti ablasi mata, tetapi perkawinan udang di panti pembenihan dilakukan secara
alami didalam bak khusus pemijahan.
Walaupun proses pematangan telur didalam gonad dilakukan rangsangan, seperti ablasi mata, tetapi
perkawinan udang di panti pembenihan dilakukan secara alami didalam bak khusus pemijahan.
Perkawinan (mating).
Udang L.vannamei kawin pada awal senja hari. Durasi lamanya perkawinan hanya 3 – 16
detik .Pejantan mendekati betina dengan cara berjalan didasar bak, dari arah belakang si betina.
Setelah dekat dengan si betina , jantan akan merangkak mendekatkan kepalanya ke ekor betina. Hal
ini dapat menyebabkan betina akan lari terkejut. Betina seringkali belum siap untuk kawin, bila
induk betina siap, induk jantan akan terus merangkak dibawah tubuh betina. Induk betina berenang
meliuk sepanjang dinding tegak bak atau berenang kearah tengah bak sejauh 2-3 m. induk jantan
menyentuh betina dari bawah dan dalam posisi paralel, terus mengikuti betina. Seekor induk betina
mungkin saja didekati oleh 2-3 ekor jantan pada satu saat bersamaan. Betina dengan ovarium yang
matang lebih sering didekati induk jantan dari pada yang belum matang gonad.
Setelah jantan dan betina berkejaran, Pejantan membalikkan tubuhnya sehingga bagian ventral
keduanya berhadapan. Jantan memeluk betinanya dengan kaki jalannya. Posisi berhadapan ventral
to ventral itu hanya berlangsung 1-2 detik saja dimana saat itu induk jantan mengeluarkan cairan
mani (spermatophora) yang kental dari petasma. Spermatophora itu tetap melekat pada thelicum.
Kadang kadang dapat terjadi, spermatophora tidak tersalur, maka segera pejantan berbalik keposisi
tertelungkup lagi dan berenang berdampingan dengan betina. Dalam waktu singkat, induk jantan
berbalik telentang dengan posisi dibawah betina . Proses itu mungkin berulang 2-3 kali . Biasanya
bila betina sudah matang gonad, perkawinan akan selalu berhasil.
Pemijahan
Yang disebut memijah ialah proses keluarnya telur-telur yang siap dibuahi dari ninduk betina.
Proses pemijahan hanya berlangsung kira-kira 2 menit saja pada L.vannamei , dimana proses ini
terjadi ketika induk betina berenang secara perlahan dalam badan air. Pada proses ini biasanya
semua telur matang gonad dikeluarkan sekaligus. Begitu telur-telur keluar, induk betina
mencampurkan telur-telur dengan sperma yang sudah menempel di thelycum dengan cara
menghentakkan kaki-kaki renangnya (pereopoda). Telur-telur dikeluarkan oleh induk betina melalui
lubang genitalia yang terletak pada coxa dari pereopoda ke-tiga, dan mengarah ke depan,sehingga
telur-telur terkumpul di dalam rongga yang berada diantara coxa pada pereopoda ke-3 dan ke-4.
Ceruk (rongga) itu disebut fertilization chamber.
Didalam ceruk ini telur-telur bercampur sperma dan air, sehingga terjadi fertilisasi. Setelah
fertilisasi, barulah telur keluar menyebar kedalam air disekitarnya (Wyband & Sweeney,1991).
Sperma masuk kedalam sel telur lalu menyatu (fusi) sebagai diuraikan oleh Clark dkk. (1984) dalam
Wyban & Sweeney (1991). Antara sel telur dan sperma terjadi serangkaian perubahan bio kimia ,
namun yang berhasil menyatu hanyalah satu sperma dan satu sel telur saja. Proses itu berlangsung
selama 11 menit pada suhu 28oC.
8. Perkembangan embrio
Perkembangan embrio udang terjadi secara cepat setelah pembuahan. Pembelahan pertama terjadi
setelah 50 menit setelah pembuahan, pada suhu 27oC dan terbagi embrio dan yolk (kuning telur)
menjadi 2 sel, secara kontinyu sampai menjadi banyak sel dan mencapai bentuk blastula. Setelah 12
jam, nauplius pada setiap telur telah terbentu sempurna dan setelah 16 jam telur mulai menetas.
Nauplii yang baru menetas berenang perlahan dan phototaksis positif.
9. Perkembangan larva
Larva akan berkembang sempurna pada kondisi suhu 26-28oC, oksigen terlarut 5-7 mg/liter,
salinitas 35 ppt sesuai dengan kondisi dialamnya. Setelah menetas larva akan berkembang menjadi 3
stadia yaitu nauplius, zoea dan mysis. Setiap stadia akan dibedakan menjadi sub stadia sesuai
dengan perkembangan morfologinya. Perkembangan stadia terjadi setelah larva mengalami molting.
Selama stadia nauplius larva masih memanfaatkannutrisi dari yolk egg yang dibawanya, dan setelah
molting menjadi zoea baru mencari makanan dari luar berupa mikroalga. Setelah zoea
metamorphosis menjadi mysis, larva berubah dari herbivore menjadi karnivora, yaitu dengan
makanan zooplankton. Stadia mysis kemudian berakhir dan menginjak stadia post larva, stadia ini
sudah menyerupai udang muda dalam hal makanan maupun tingkah lakunya. Pada stadia larva
bersifat planktonik, setelah post larva bersifat bentik. Larva akan berpindah tempat dari laut terbuka
bermigrasi kearah pantai dan estuary sampai menjadi dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. 1991. Pengelolaan Peubah Mutu Air yang Penting dalam Tambak Udang Intensif. Balai

Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros.

Boyd. C.E. 1989. Water Quality Management and Aeration in Sdrimp Farming. Fisheries and allied

Aquacultures Departement Series No.2. Alabama Agramiculture Experiment Station. Auburn

University. Alabama.

Boyd,C.E. 1992. Shrimp Pond Bottom Soil and Sediment Management. In Wyban, J.(Ed)

Effendi,I. 2004. Pengantar Akuakultur. PT Penebar Swadaya. Depok

Nurdjana, M.L. Dan S. Adiskresno. 1980. Pembenihan Udang Penaeid. Direktorat Jendral

Perikanan. Jakarta. Hal 30.

Subaidah,S.,Susetyo,P., Mizab,A., Tabah Imam, Gede,S.,Detrich Nurul, Dan Cahyaningsih. 2006.

Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

Balai Budidaya Air Payau. Situbondo.

Wyban, J.A. Dan Sweeny, J.N. 1991. Intensif Shrimp Production Technology. The Oceanic

Institute. Honolulu. Hawaii. USA

Anda mungkin juga menyukai