Anda di halaman 1dari 27

1

I PENDAHULUAN

1.1 Judul

Efektivitas Fermentasi Pelepah Pisang Mas (Musa paradisiaca) dengan Dosis


yang Berbeda terhadap Infestasi Argulus japonicus pada Ikan Komet (Carasius
auratus)

1.2 Latar Belakang

Budidaya ikan hias menjadi salah satu pilihan untuk menjalankan bisnis di

bidang perikanan. Budidaya ikan hias sering mengalami kegagalan, salah satu faktor

penyebab kegagalan adalah penyakit. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah

yang harus dihadapi dalam usaha budidaya ikan hias diantaranya adalah disebabkan

oleh penyakit yang disebabkan oleh parasit. Akibat yang ditimbulkan biasanya tidak

sedikit antara lain dapat menyebabkan gangguan pada ikan budidaya bahkan dapat

menyebabkan kematian hingga 100% dan sangat merugikan terutama secara

ekonomi (Kurniastuty et al., 2004). Ikan komet merupakan ikan hias yang sering

dibudidayakan, salah satu kendala dalam proses budidaya ikan komet disebabkan

oleh penyakit yang disebabkan oleh parasit, parasit yang sering ditemukan adalah

Argulus. Genus Argulus adalah parasit dari kelas Crustacea yang penyebarannya

ditemukan di seluruh dunia (Taylor et al., 2005). A. japonicus ditemukan

menginfestasi ikan hias Platy Koral (Xyphophorus maculatus) dengan prevalensi

sebesar 50% (Nurfatimah, 2011). Argulus japonicus ditemukan di tambak di

Lamongan dengan prevalensi 60%, di Karamba Jaring Apung Probolinggo sebesar

50% (Musyaffak, 2010) dan tambak di Tulungagung dengan prevalensi 66% (Amzi

dkk., 2013). Argulus ditemukan di Inggris dengan prevalensi


2

29% yang menyebabkan kerugian ekonomi melalui penurunan jumlah peminat

karena mengurangi estetika tubuh dan mengurangi nilai penangkapan ikan (Taylor

et al., 2006). Predileksi Argulus pada permukaan tubuh, sirip atau insang (Kismiyati

dan Mahasri, 2017). Keberadaan parasit ini menyebabkan ikan menggosok-

gosokkan tubuhnya pada benda keras yang ada di sekitarnya. Parasit ini menghisap

darah inang sehingga menyebabkan ikan kurus dan pertumbuhannya terhambat.

Selain itu Argulus menyebabkan lesi pada kulit, sirip, kepala dan permukaan tubuh

dan menyebabkan kematian ikan (Noaman et al., 2010). Serangan parasit ini

umumnya tidak menimbulkan kematian pada ikan sebab Argulus japonicus hanya

menghisap darah ikan sehingga ikan menjadi kurus. Luka bekas gigitan ini bagian

yang mudah diserang oleh bakteri atau jamur. Infeksi sekunder inilah yang bisa

menyebabkan kematian ikan secara masal (Noaman et al., 2010).

Pencegahan terhadap Argulus dapat menggunakan bahan alami, namun

kurangnya informasi dan tidak adanya produk dari bahan alami menjadikan

konsumen memilih menggunakan bahan kimia. Tam (2005) mengatakan bahwa

penggunaan bahan kimia ini tidak sesuai untuk ikan budidaya maupun ikan liar

karena dapat merusak lingkungan dan biota yang ada di dalamnya. Selain itu,

penggunaan bahan kimia dapat menyebabkan resistensi dan meninggalkan residu

pada ikan. Penggunaan bahan kimia memiliki dampak negatif yang besar sehingga

diperlukan bahan substitusi untuk pencegahan parasit Argulus yang lebih ramah

lingkungan, salah satunya adalah pelepah pisang. Kumar et al. (2012) menyatakan

bahwa pemanfaatan bahan alami untuk pengendalian parasit ikan jarang dilaporkan,

akan tetapi penggunaan bahan alami efektif sebagai antibiotik dan pestisida.
3

Pelepah pisang diketahui memiliki kandungan metabolit sekunder saponin dalam

jumlah banyak, flavonoid, tanin (Priosoeryanto dkk., 2006), glikosida (Soesanto dan

Ruth, 2009). Tingginya persentase flavonoid di dalam ekstrak pelepah pisang sesuai

dengan pendapat dari Kumar dan Pandey (2013) yang menyatakan bahwa bahan

obat dari tumbuhan yang kaya akan kandungan flavonoid salah satunya adalah

pohon pisang. Persentase flavonoid yang besar tersebut menyebabkan efek

farmakologi yang ditimbulkan juga besar meskipun dalam kerjanya keterkaitan

antara masing-masing komponen fitokimia sagat mempengaruhi. Efek farmakologi

tersebut seperti antibakteri, anti-inflamasi dan antioksidan (Kumar dan Pandey,

2013). Kelebihan pelepah pisang sebagai obat adalah tidak menimbulkan efek

samping, mudah didapat dan harga terjangkau. Pemanfaatan pelepah pisang yaitu

dengan membuat fermentasi pelepah pisang karena mudah, murah dan efisien. Studi

tentang aktivitas anti parasit pelepah pisang terhadap Argulus belum pernah

dilakukan. Adanya zat aktif pada pelepah pisang mendorong untuk dilakukan

penelitian tentang potensi sari fermentasi pelepah pisang untuk mencegah Argulus

pada ikan komet.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah sari dari fermentasi pelepah pisang dapat mengurangi jumlah

infestasi parasit Argulus japonicus pada ikan komet (Carasius auratus)?

2. Berapa konsentrasi optimal sari fermentasi pelepah pisang untuk mengurangi

jumlah infestasi parasit Argulus japonicus pada ikan komet (Carasius

auratus)?
4

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian adalah:

1. Mengetahui pengaruh fermentasi pelepah pisang dalam mengurangi jumlah

infestasi parasit Argulus japonicus pada ikan komet (Carasius auratus).

2. Mengetahui konsentrasi optimal sari fermentasi pelepah pisang dalam

mengurangi jumlah infestasi parasit Argulus japonicus pada ikan komet

(Carassius auratus).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian adalah untuk memberikan informasi dan

pengetahuan kandungan seyawa aktif dari pelepah pisang untuk mengendalikan

parasit Argulus japonicus pada ikan komet (Carasius auratus). Selain itu, dapat

menjadi acuan untuk pengendalian parasit ikan menggunakan bahan alami.


5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Komet (Carasius auratus)

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Komet

Menurut Safer (2014), identifikasi dan taksonomi ikan komet sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus

Gambar 1. Ikan Komet (Carasius auratus)


(Safer, 2014)

Ikan komet memiliki keindahan warna, gerak-gerik, dan bentuk tubuhnya

yang unik, oleh karena itu ikan komet digemari oleh masyarakat. Morfologi ikan

komet relatif menyerupai dengan morfologi ikan mas. Karakteristik yang

membedakan dari ikan komet dan ikan mas adalah bentuk siripnya. Ikan komet

mempunyai bentuk sirip yang lebih panjang dari ikan mas, meskipun jika

didekatkan keduanya akan sangat mirip, oleh sebab itu diluar negeri ikan komet

dijuluki sebagai ikan mas (goldfish). Perbedaan ikan komet jantan dan betina. Ikan

komet jantan memiliki sirip dada panjang dan tebal, kepala tidak melebar, tubuh

lebih tipis (ramping), sedangkan ikan komet betina memiliki sirip dada relatif
6

pendek dan luar tipis, kepala relatif kecil dan bentuknya agak meruncing, tubuh

lebih tebal (gemuk) (Lingga dan Heru. 1995).

Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak (compressed)

mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian ujung mulut

memiliki dua pasang sungut. Ujung dalam mulut ikan komet terdapat gigi

kerongkongan yang tersusun atas tiga baris dan gigi geraham secara umum.

Sebagian besar tubuh ikan komet ditutupi oleh sisik kecuali beberapa varietas yang

memiliki beberapa sisik. Sisik ikan komet termasuk sisik sikloid dan kecil. Sirip

punggung memanjang dan pada bagian belakangnya berjari keras. Letak sirip

punggung berseberangan dengan sirip perut. Gurat sisi pada ikan komet tergolong

lengkap berada di pertengahan tubuh dan melentang dari tutup insang sampai ke

ujung belakang pangkal ekor (Partical Fish Keeping, 2013).

2.1.2 Habitat Ikan Komet

Ikan komet untuk hidupnya memerlukan tempat hidup yang luas baik dalam

aquarium maupun kolam dengan sistem aerasi yang kuat dan air yang bersih untuk

menjaga kualitas airnya dianjurkan untuk mengganti minimal 20 % air aquarium

atau kolam setiap minggunya. Ikan komet merupakan ikan yang cukup rentan

terhadap penyakit, hal tersebut disebabkan karena kondisi air pada tempat

pemeliharaan ikan komet cepat menjadi kotor disebabkan oleh sisa pakan dan feses

dari ikan komet yang banyak (kotoran).

Ikan komet adalah jenis ikan air tawar yang hidup di perairan dangkal yang

airnya mengalir tenang dan berudara sejuk. Untuk bagian substrat dasar aquarium
7

atau kolam dapat diberi pasir atau krikil, ini dapat membantu ikan komet dalam

mencari makan karena ikan komet akan dapat menyaringnya pada saat memakan

plankton. Ikan komet dapat hidup dalam kisaran suhu yang luas, meskipun termasuk

ikan yang hidup dengan suhu rendah 15 – 20°C tetapi ikan komet juga

membutuhkan suhu yang tinggi sekitar 27 – 30°C. Adapun konsentrasi DO di atas

5 ppm dan pH 5,5 - 9,0. Hal tersebut khususnya diperlukan saat ikan komet akan

memijah (Partical Fish Keeping, 2013).

2.2 Argulus japonicus

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Argulus japonicus

Klasifikasi Argulus japonicus menurut Poly (2008) adalah sebagai berikut:

Filum : Arthopoda
Class : Maxillopoda
Ordo : Arguloida
Famili : Argulidae
Genus : Argulus
Spesies: Argulus japonicus
Bentuk tubuh Argulus japonicus berbentuk oval atau bulat pipih, tubuhnya

dibagi menjadi tiga bagian yaitu Cephalothorax, thorax, dan abdomen. Ciri utama

yang menonjol pada Argulus japonicus adalah adanya sucker yang besar pada

ventral. Sucker merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai

organ penempel utama pada Argulus japonicus selain itu terdapat preoral dan

probosis untuk melukai dan menghisap sari makanan dari inang (Walker, 2005).

Mousavi et al. (2011) mengatakan bahwa Argulus memiliki panjang tubuh 4-12 mm

dengan bentuk pipih dorsoventral yang ditutupi oleh karapas dan sepasang mata

majemuk (Steckler and Yanong, 2012).


8

Bagian anterior Argulus terdapat sepasang antena, maxillae pertama dan

kedua yang berfungsi untuk melekatkan diri pada inang, stylet yang berfungsi untuk

menusuk inang dan proboscis yang berfungsi untuk menghisap darah. Pada bagian

thorax Argulus terbagi menjadi empat segmen. Masing-masing segmen memiliki

sepasang kaki renang dan segmen keempat tergabung dengan karapas. Thorax

Argulus betina berfungsi untuk menyimpan telur. Bagian posterior terdapat

abdomen dengan bentuk bilobus segmen. Abdomen pada Argulus jantan terdapat

testis, sedangkan pada Argulus betina terdapat seminal receptacle (Hoffman, 1977).

Morfologi Argulus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi Argulus japonicus Keterangan: V, tampak Ventral; D,


tampak dorsal; A, Abdomen; An, Antena pertama; Ant, Antena kedua; C,
Karapas; CE, Mata; L, kaki renang; Max, Maxillae pertama; Maxl, Maxillae
kedua; P, Proboscis; Ps, Stylet; T, Thorax; TS, Testis.
(Tam, 2005)

2.2.2 Siklus Hidup

Daur hidup Argulus adalah langsung, yaitu hanya membutuhkan satu inang

dalam daur hidupnya. Steckler and Yanong (2012), mengatakan bahwa Branchiura

memiliki daur hidup rata-rata 30-60 hari, bergantung pada spesies parasit dan suhu
9

lingkungan. Setelah Argulus jantan dan betina kopulasi, Argulus betina akan

meninggalkan inang dan meletakkan telurnya pada benda yang keras. Argulus

betina yang telah meletakkan telurnya akan kembali melekat pada inang. Telur

Argulus menetas dalam 17 hari pada suhu 23 ºC dan 30 hari pada suhu 20 ºC

(Kismiyati dan Mahasri, 2017). Telur yang menetas menjadi nimfa dan harus

menemukan inang dalam waktu 2-3 hari atau akan mati. Nimfa berkembang

menjadi stadium juvenil (Kismiyati dan Mahasri, 2017), kemudian berkembang

menjadi Argulus dewasa dalam waktu 30-40 hari setelah menetas (Steckler and

Yanong, 2012). Siklus hidup Argulus dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Siklus Hidup Argulus japonicus Keterangan: 1. Telur Argulus


yang melekat pada batu, 2. Nimfa Argulus, 3. Argulus menginfestasi ikan,
4. Argulus betina dewasa, 5. Argulus jantan dewasa.
(Bandilla,2007)

2.2.3 Gejala Klinis Patogenitas Argulus japonicus

Ikan yang terinfestasi Argulus akan memproduksi lendir berlebih, keadaan

ikan yang melemah, menggosok-gosokkan tubuh pada permukaan kasar dan

melompat dari air (Kismiyati dkk., 2011). Infestasi Argulus tidak menyebabkan

kematian pada ikan. Kematian ikan terjadi akibat infeksi sekunder yang disebabkan

infestasi Argulus. Ikan yang terinfestasi Argulus kemungkinan besar akan mendapat

infeksi sekunder oleh jamur dan bakteri (Kismiyati dan Mahasri, 2017). Stylet akan
10

menimbulkan bekas luka yang digunakan sebagai pintu masuk jamur atau bakteri.

Bakteri yang sering menginfeksi akibat infestasi Argulus yaitu Aeromonas atau

Pseudomonas (Yilidz and Kumantas, 2002).

2.3 Pisang Mas

2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Pisang Mas

Kedudukan pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut Suprapti (2005) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca

(A) (B)
Gambar 4. (A) Tanaman Pisang Mas (B) Pelepah Pisang
(Suprapti, 2005)

Jenis tanaman pisang dari kelompok ini memiliki ciri umum yang mudah

dikenali yaitu tidak ada biji dalam buahnya, batang semunya memiliki banyak

bercak melebar kecoklatan atau kehitaman, saluran pelepah daunnya membuka,


11

tangkai daun ditutupi lapisan lilin, tangkai buah pendek, kelopak bunga sedikit

melengkung ke arah bahu setelah membuka, bentuk daun bunga meruncing seperti

tombak, warna bunga jantan putih krem. Musa acuminata disandikan dengan AA,

sedangkan untuk triploid disandikan AAA (Suhardiman, 1997). Contoh kultivar

pisang yang termasuk dalam kelompok pisang ini adalah pisang Ambon (AAA),

Barangan (AAA), dan Mas (AA).

Jenis pisang liar Musa acuminata banyak mengandung biji yang berwarna

hitam dalam buahnya, misalnya Musa acuminata ssp, malacensi. Batang pisang

dibedakan menjadi dua macam yaitu batang asli yang disebut bongol dan batang

semu atau juga batang palsu. Bongol berada di pangkal batang semu dan berada di

bawah permukaan tanah serta memiliki banyak mata tunas yang merupakan calon

anakan tanaman pisang dan merupakan tempat tumbuhnya akar. Batang semu

tersusun atas pelepah-pelapah daun yang saling menutupi, tumbuh tegak dan kokoh,

serta berada di atas permukaan tanah (Suyanti dan Supriyadi, 2008).

2.3.2 Bahan Aktif dan Mekanisme Kerja Kandungan Pelepah Pisang

Tanaman pisang memiliki banyak kandungan senyawa aktif (metabolit

sekunder) yang berperan sebagai senyawa antimikroba dan agen kemoterapi.

Beberapa penelitian mengenai pisang telah dilakukan, antara lain mengenai ekstrak

bonggol pisang yang memiliki kandungan metabolit sekunder senyawa fenol seperti

saponin dalam jumlah yang banyak, glikosida dan tanin (Soesanto dan Ruth, 2009).

Pelepah pisang diketahui memiliki kandungan metabolit sekunder saponin dalam

jumlah banyak, flavonoid dan tanin (Priosoeryanto dkk., 2006). Senyawa yang
12

berperan dalam pencegahan penginfestasian Argulus pada ikan adalah tanin,

saponin dan flavonoid. Mekanisme kerja tanin diduga dapat mengkerutkan dinding

sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat

terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga

pertumbuhannya terhambat dan mati (Ajizah, 2004). Mekanisme kerja flavonoid

dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel tanpa dapat

diperbaiki lagi. Saponin memiliki mekanisme kerja melakukan penghambatan

dengan membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan

hidrogen, sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas membran sel dan

akhirnya dapat menimbulkan kematian sel (Inaya, dkk., 2015).

2.3.3 Pencegahan Argulus japonicus

Pencegahan Argulus dilakukan untuk mencegah timbulnya argulosis sehingga

tidak terjadi penurunan nilai ekonomis pada ikan. Pencegahan Argulus dapat

menggunakan bahan alami maupun bahan kimia. Penggunaan bahan alami sebagai

pencegahan Argulus masih sangat sedikit, bahkan belum diperdagangkan.

Kurangnya informasi dan tidak adanya produk menjadikan konsumen memilih

bahan kimia sebagai pengendali Argulus. Metode pengobatan untuk ektoparasit

adalah dipping (perendaman dalam larutan insektisida) (Soeharsono, 2005). Metode

ini merupakan metode yang efektif karena ektoparasit yang hidup di permukaan

tubuh inang. Namun, insektisida dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

Metode dipping dapat menggunakan pelepah pisang karena bahan aktif dari pelepah

pisang dapat menghambat perkembangbiakan Argulus. Kismiyati dan


13

Mahasri (2017) menyatakan bahwa pengendalian Argulus dapat menggunakan

Gammexane, Benzene hexachloride (BHC) efektif digunakan namun sangat bersifat

racun serta tidak mudah terdegradasi. Dapat juga menggunakan Pyrethrum dengan

dosis 20-100 ppm selama 10-20 menit atau Dipterex 100 ppm selama satu jam.

Penggunaan bahan kimia tersebut bersifat toksik dan tidak lagi memberikan

pengaruh pada Argulus (Taylor et al., 2005). Hal ini dapat menimbulkan kerugian

baik pembudidaya maupun ikan.


14

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Masalah yang sering muncul dalam budidaya air tawar adalah adanya infestasi

parasit yang disebabkan oleh Argulus japonicus infestasi Argulus japonicus

umumnya tidak menimbulkan pada ikan sebab hanya menghisap darah inangnya

sehingga ikan menjadi kurus, namun bekas luka alat penghisap inilah ynag dapat

dengan mudah diinfeksi oleh bakteri dan jamur. Keberadaan parasit ini dapat

menimbulkan kerugian bagi pembudidaya dan menyebabkan ikan kurus, ikan

abnormal, produksi lendir yang berlebih dan lesi pada permukaan tubuh dan sirip

(Mousavi dkk., 2011). Pencegahan parasit Argulus perlu dilakukan untuk

mengurangi dampak yang ditimbulkan. Pencegahan Argulus pada ikan komet dapat

dilakukan menggunakan bahan kimia maupun bahan alami. Bahan kimia yang

digunakan adalah insektisida sintesis yang bersifat spesifik. Insektisida dapat

menyebabkan resistensi pada ikan dan tidak mudah larut dalam air, oleh karena itu

bahan kimia dapat digunakan oleh bahan alami yaitu fermentasi pelepah pisang.

Pelepah pisang merupakan limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai

insektisida alami, karena lebih aman, murah dan mudah untuk didapat. Pelepah

pisang mengandung tanin, saponin dan flavonoid (Inaya dkk., 2015) yang

merupakan salah satu golongan fitokimia yang digunakan sebagai antimikroba dan

antiparasit. Tanin dalam aktivitasnya sebagai antiparasit dapat mengkerutkan

dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri,

selain itu senyawa tanin dapat menyebabkan perlekatan sucker pada inang
15

terganggu. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas

hidup sehingga pertumbuhannya terhambat dan mati (Ajizah, 2004). Mekanisme

kerja flavonoid dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel

tanpa dapat diperbaiki lagi. Saponin memiliki mekanisme kerja melakukan

penghambatan dengan membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui

ikatan hidrogen, sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas membran sel

dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel (Ulfah dkk., 2009).

Siklus hidup Argulus japonicus memiliki siklus pertumbuhan dengan

menempelkan dirinya pada inang sehingga pertumbuhan Argulus dimulai dari

pembentukan kutikula yang berukuran kecil, dengan mengambil nutrisi pada

inangnya Argulus melakukan perkembangan dengan memperbesar kutikula yang

ada pada eksoskeleton yang awalnya memiliki tekstur elastis hingga menjadi keras

(Solichin dkk., 2013). Senyawa aktif dari pelepah pisang tersebut dapat bekerja

dengan mengganggu perkembangan eksoskeleton kitin baru, sehingga larva dari

Argulus japonicus berkembang secara abnormal dan mati (Solichin dkk., 2013).

Bagan kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada gambar 5.

3.2 Hipotesis

H1: terdapat pengaruh pemberian sari dari fermentasi pelepah pisang terhadap

pengendalian infestasi Argulus japonicus pada ikan komet (Carasius auratus).


16

Penyakit infeksius pada ikan Carasius

Virus Parasit Bakteri

Infestasi Endoparasit Infestasi Ektoparasit

Upaya Pengendalian untuk menurunkan


infestasi dan infeksi

Menggunakan Bahan Kimia Menggunakan Bahan Alami

Tidak Efektif Pelepah Pisang

Resistensi Residu Bahan Antiparasit Steroid Gllikosida


Patogen Kimia

Precussor
Hormon Steroid
Alkaloid Fenolik Triterpenoid Flavonoid Tanin Saponin

Membran Membran Membran Pengatur Produksi


Dinding
sel sel sel Hormon
Membran
sitoplasma
Mengganggu
penyusunan Mengikat
dinding sel Pemecahan Menginaktifkan membran
Merusak
membran oleh pelekatan pada sitoplasma dan
membran sel
komponen sel inang mengurangi
lipofilik kestabilan

Metabolisme terganggu dan terjadi kematian

Mortalitas/inaktivitas

Intensitas dan derajat infestasi menurun

Kelangsungan hidup meningkat

Gambar 5. Kerangka Konseptual


Keterangan gambar:

: Aspek yang diteliti


: Aspek yang tidak diteliti
17

IV METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2018 di laboratorium pendidikan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya dan Laboratorium

Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

4.2 Materi Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari akuarium utama berukuran

40x30x30 cm untuk pemeliharaan, 25 akuarium perlakuan berukuran 15x15x30 cm,

gelas ukur 500 ml, kertas pH, DO meter, termometer, timbangan digital, jaring,

kertas saring, seperangkat alat aerasi, blender, dan spuit. Bahan yang digunakan

dalam penelitian terdiri dari 75 ekor benih ikan komet dengan ukuran 3-5 cm, dua

kilogram pelepah pisang, Argulus sebanyak 250 ekor, air PDAM yang telah

diendapkan dan sabun cuci.

4.3 Metode Penelitian

Metode Penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimen

laboratorium dengan menggunakan hewan coba ikan komet sebagai objek

penelitian. Penelitian eksperimen dilakukan secara sengaja dengan cara memberikan

perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian dalam kondisi terkendali (Jaedun,

2011). Sugiyono (2007) mengatakan bahwa metode penelitian yang digunakan

untuk memecahkan suatu masalah yang dapat dilkaukan dengan pengumpulan data

melalui pengamtan, survei atau melalui percobaan. Percobaan


18

dapat didefinisikan sebagai tindakan yang dibatasi nyata dan dapat dianalisis

hasilnya.

4.3.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian yang dilakukan dalam penentuan dosis dilakukan dengan

melakukan penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan dosis

yang berbeda sehingga dapat diketahui konsentrasi yang dapat meneyebabkan

infestasi dan intensitas Argulus menurun pada ikan komet. Kalsasin (2014)

mengatakan bahwa dosis yang tepat dalam menurunkan infestasi dan intensitas

Argulus adalah menggunakan dosis 60 ppt.

4.3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap yang dipergunakan

bila media dan bahan percobaan seragam atau dapat dianggap seragam

(Kusriningrum, 2012). Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan dan lima kali

ulangan. Dalam rancangan ini terdapat satu sumber keragaman yaitu konsentrasi

fermentasi pelepah pisang. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi fermentasi pelepah

pisang yang berbeda, yaitu:

1. Perlakuan A fermentasi sebagai kontrol (tanpa fermentasi pelepah pisang),

2. Perlakuan B fermentasi pelepah pisang dengan konsentrasi 40 ppt,

3. Perlakuan C fermentasi pelepah pisang dengan konsentrasi 45 ppt,

4. Perlakuan D fermentasi pelepah pisang dengan konsentrasi 50 ppt,

5. Perlakuan E fermentasi pelepah pisang dengan konsentrasi 55 ppt.


19

4.3.3 Prosedur Kerja

4.3.3.1 Persiapan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium, pisau dan gelas

ukur. Alat tersebut dibersihkan dari kotoran maupun debu. Akuarium, pisau dan

gelas ukur dicuci menggunakan sabun kemudian dibilas dengan air hingga bersih

dan dikeringkan. Akuarium yang telah kering diisi air bersih dan dipasang selang

aerasi. Akuarium didiamkan selama 24 jam baru dapat digunakan untuk aklimatisasi

ikan sehat.

4.3.3.2 Persiapan Bahan

Ikan komet yang digunakan dalam penelitian diaklimatisasi terlebih dahulu

dalam akuarium pemeliharaan. Ikan diberi pakan dua kali sehari sebanyak 5% dari

biomas. Aklimatisasi dilakukan selama 24 jam sebelum perlakuan agar ikan tidak

stres.

4.3.3.3 Pembuatan Konsentrasi Fermentasi Pelepah Pisang

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak lima perlakuan

dengan lima kali ulangan. Konsentrasi fermentasi pelepah pisang yang digunakan

yaitu kontrol, 40 ppt, 45 ppt, 50 ppt, dan 55 ppt. Volume air yang digunakan adalah

satu liter. Perhitungan fermentasi pelepah pisang adalah sebagai berikut:

Perlakuan A berisi 1000 ml air,

Perlakuan B berisi 40 ml fermentasi pelepah pisang ditambah 960 ml air,


20

Perlakuan C berisi 45 ml fermentasi pelepah pisang ditambah 955 ml air,

Perlakuan D berisi 50 ml fermentasi pelepah pisang ditambah 950 ml air,

Perlakuan E berisi 55 ml fermentasi pelepah pisang ditambah 945 ml air.

4.3.3.4 Pembuatan Fermentasi Pelepah Pisang

Pelepah pisang bewarna kuning kecoklatan diambil dari pohon pisang mas

yang masih segar dengan ukuran ±1m. Setelah itu, pelepah pisang dilakukan

pencacahan sampai halus dan dilakaukan perendaman pada 1 L air. Proses

fermentasi pelepah pisang dilakukan selama kurang lebih 2-3 minggu atau sampai

terlihat hancur dan timbul serat seperti senar. Hasil yang didapat dari proses

fermentasi dilakukan penyaringan hingga terlihat hasil yang jernih. Hasil

penyaringan diletakkan pada masing-masing perlakuan sesuai dosis yang

ditentukan.

4.3.3.5 Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian pemanfaatan pelepah pisang untuk mencegah

infestasi Argulus pada ikan komet dilakukan sesuai prosedur infestasi buatan

(Kismiyati, 2009). Akuarium diisi air fermentasi pelepah pisang sesuai dengan

konsentrasi yang telah ditentukan. Satu ikan komet dimasukkan ke dalam akuarium

yang berisi air fermentasi pelepah pisang yang telah dilarutkan ke dalam air.

Langkah selanjutnya yaitu memasukkan Argulus yang telah dipuasakan selama 24

jam sebanyak 10 ekor ke masing-masing akuarium. Pengamatan dilakukan selama


21

60 menit berdasarkan penelitian pendahuluan. Selama perlakuan ikan tidak diberi

pakan. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.


22

Persiapan

Aklimatisasi ikan Pembuatan


komet yang fermentasi pelepah
terinfestasi Argulus pisang

Perlakuan

A B C D E
Kontrol (tanpa Fermentasi Fermentasi Fermentasi Fermentasi
fermentasi pelepah pelepah pelepah pelepah
pelepah pisang) pisang pisang pisang pisang
dengan tiga konsentrasi konsentras konsentrasi konsentrasi
ekor ikan 40ppt dengan 45 ppt 50 ppt 55 ppt
komet tiga ekor ikan dengan tiga dengan tiga dengan tiga
komet ekor ikan ekor ikan ekor ikan

A A A A A B B B B B C C C C C D D D D D E E E E E
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Pengamatan jumlah Pengamatan kualitas air (pH, DO,


infestasi Argulus suhu) dan tingkah laku ikan

Analisis data

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian


23

4.3.4 Parameter Penelitian

4.3.3.1 Parameter Utama

Parameter utama dalam penelitian ini adalah jumlah infestasi Argulus pada

ikan komet. Argulus dihitung sesudah perlakuan sehingga diketahui jumlah Argulus

yang menempel.

4.3.3.2 Parameter Penunjang

Parameter penunjang dalam penelitian ini adalah kualitas air dan tingkah laku

ikan. Pengamatan tingkah laku dan pengukuran kualitas air dilakukan sebelum dan

sesudah perlakuan. Pengukuran parameter kualitas air antara lain pH, DO dan suhu

air. Sedangkan pengamatan tingkah laku adalah pergerakan dan metabolisme ikan.

Data parameter penunjang digunakan sebagai data penunjang parameter utama

dalam menganalisis hasil penelitian.

4.3.5 Analisis Data

Penelitian fermentasi pelepah pisang (Musa paradisiaca) untuk mencegah

infestasi Argulus pada ikan komet (Carasius auratus) menghasilkan data berupa

jumlah infestasi Argulus yang dianalisis menggunakan analisis variansi (ANAVA).

Apabila terdapat pengaruh pada pemberian perlakuan, maka dilakukan uji lanjutan

menggunakan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk

mengetahui perbedaan antara perlakuan satu dengan perlakuan yang lain

(Kusriningrum, 2012).
24

4.4 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian ini direncanakan selama dua bulan yaitu pada bulan

Mei-Juli 2018 dengan jadwal sebagai berikut:

No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan (hari)

1. Persiapan

1.1 Perijinan 2

2. Penyusunan Usulan Penelitian 10

3 Konsultasi Usulan Penelitian 10

4. Pelaksanaan Penelitian 60

5. Penyusunan Skripsi 15

6. Konsultasi Skripsi 15

Total Waktu Penyelesaian 112


25

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun


Psidium Guajava L. Bioscientiae, Vol. 1, No. 1 : 31-8.
Amzi, H., D. Rini dan N. Kariada. 2013. Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Koi
(Cyprinus carpio L) di Pasar Ikan Hias Jurnatan Semarang. Unnes Journal of
Life Science, 2(2): 64-70.
Bandilla, M. 2007. Transmission and Host and Mate Location in the Fish Louse
Argulus coregoni and its Link with Bacterial Disease in Fish. Dissertation.
University of Jyvaskyla. Finland. Hal 10.
Hoffman, G.L. 1977. Argulus a Branchiuran Parasite of Freshwater Fish. United
States Departement of Interior. Fish Disease. Leaflet 49.
Inaya, A. F. N., Kismiyati dan S. Subekti. 2015. Pengaruh Perasan Biji Pepaya
(Musa paradisicia) Terhadap Kerusakan Telur Argulus japonicus. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(2): 159-164.
Jaedun, A. 2011. Metodologi Penelitian Eksperimen. Disampaikan Pada Kegiatan
In Service I Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah. LPMP Prov DI. Yogyakarta.
13hal.
Kismiyati dan G. Mahasri. 2017. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan I (Ilmu
Penyakit Arthropoda Pada Ikan). Global Persada Press. Surabaya.
Kismiyati, R. N. Fatiza dan R. Kusdarwati. 2011. Pengaruh Pemberian Garam
(NaCl) terhadap Kerusakan Telur Argulus japonicus. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan 3 (1): 113-115.
Kismiyati. 2009. Infestasi Ektoparasit Argulus japonicus (Crustacea :Argulidae)
pada Ikan Mas Koki Carassius auratus (Cypriniformes :Cyprinidae) dan
Upaya Pengendalian dengan Ikan Sumatera Puntius tetrazona (Cypriniformes
: Cyprinidae). Disertasi. Program Pascasarjana. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Kumar, S., R. P Raman, K. Kumar, P. K. Pandey, N. Kumar, S. Mohanty and A.
Kumar. 2012. In vitro and in vivo antiparasitic activity of Azadirachtin
against Argulus spp. in Carassius auratus (Linn. 1758). Parasitol Res 110
(5):1795-1800.
Kurniastuty, T., Tusihadi, dan P. Hartono. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam
Pembenihan Ikan Kerapu. DKP, Dirjen Perikanan Budidaya, Balai Budidaya
Laut Lampung, Lampung. Hal 56 – 58.
Kusriningrum, R. S. 2012. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.
Surabaya.
Lingga, P. dan H. Susanto. 1995. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
84 hal.
26

Mousavi, H. E., F. Behtash, M. R. Bashman, S. S. Mirzargar, P. Shayan and H. R.


Holasoo. 2011. Study of Argulus spp. infestation rate in Goldfish, Carassius
auratus (Linnaeus, 1758) in Iran. HVM Bioflux, 3 (3): 198-204.
Musyaffak, M. 2010. Analisa Tingkat Prevalensi dan Derajat Infeksi Parasit Pada
Ikan Kerapu Macan (Ephinephilus fuscoguttatus) di Lokasi Budidaya
Berbeda. Skripsi. Universitas Trunojoyo. Madura.
Noaman, V., Y. Chelongar dan A. H. Shahmoradi. 2010. The First Record of
Argulus foliacesus (Crustacea: Branchiura) Infestation on Lionhead Goldfish
(Carassius auratus) in Iran. Iranian J Parasitol, 5(2): 71-76.
Partical fish keeping. 2013. Biologi Ikan hias. Agromedia. Jakarta.
Poly, W. J. 2008. Global Diversity of Fishlice (Crustacea: Branchiura: Argulidae)
in Freshwater. Hydrobiolo. 595:209-212.
Priosoeryanto, B. P. Huminto, H., Wientarsih, L. S.,da Estuningsih. 2006. Aktifitas
Getah Batang Pohon Pisang dalam Proses Penyembuhan Lukadan efek
Kosmetiknya Pada Hewan . Institut Pertanian ogor. 32p.
Safer, T. 2014. Carrasius auratus auratus (Common Goldfish). Aquatic Invaders
of the Pacific Northwest. Washington.
Soeharsono. 2005. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Kanisius.
Yogyakarta. 2: 29.
Soesanto, L. dan Ruth. 2009. ”Pengimbasan Ketahanan Bibit Pisang Ambon Kuning
Terhadap Penyakit Layu Fusarium Dengan Beberapa Jamur Antagonis”.
Jurnal Hpt Tropika.Vol.9 No(2) Hal : 130 – 140.
Solichin, A., N. Widyorini dan D. S. M. Wijayanto. 2015. Pengaruh Ekstrak
Bawang Putih (Allium sativum) dengan Dosis yang Berbeda terhadap
Lepasnya Suckers Kutu Ikan (Argulus japonicus) pada Ikan Koi (Cyprinus
carpio). Journal of Management of Aquaculture Resourches. 2(2): 46-53.
Steckler, N. dan R. P. E Yanong. 2012. Argulus (Fish Louse) Infection in Fish.
University of Florida.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Suhardiman, P. 1997. Budi Daya Pisang Cavendish. Kanisius. Yogyakarta.
Suprapti. 2005. Pemanaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Subtituen Tepung Teriu
dalam Pembuatan Mie. Jurnal Penelitian progdi Pangan dan Gizi. 3 (2): 25-
34.
Suryanti dan Supriyadi. 2008. Pisang: Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya. Jakarta.
27

Tam, Q. 2005. Aspects of The Biology of Argulus. Disertation. Faculty of Science.


University of Johannesburg. 104pp.
Taylor, N. G. H., C. Sommerville and R. Wootten. 2005. A Review of Argulus spp.
Occuring in UK Freshwater. Environtment Agency. Bristol. 30p.
Taylor, N. G. H., C. Sommerville and R. Wootten. 2005. A Review of Argulus spp.
Occuring in UK Freshwater. Environtment Agency. Bristol. 30p.
Taylor, N. G. H., C. Sommerville and R. Wootten. 2006. The Epidemiology of
Argulus spp. (Crustacea: Branchiura) infections in Stillwater Trout Fisheries.
Journal of Fish Diseases, 29: 193-200.
Ulfah, Y., A. Gafur dan E. D. Pujawati. 2009. Penetasan telur dan mortalitas pupa
nyamuk Aedes Aegypti pada perbedaan konsentrasi air rebusan serai
(Andropogon Nardus L). Bioscie. 6 (2): 37-48.
Walker, P. D., I.J. Russon., R. Duijf., G. Velde and S.E.W Bonga. 2005. The
Biology of parasites from the genus Arguus and a review of the interactions
with their host. Symposia of the society for Experimental Biology. University
Nijmegen. 55: 29-107.
Yilidz, K and A. Kumantas. 2002. Argulus foliaceus infection in a Goldfish
(Carassius auratus). Israel Journal of Veterinary Medicine 57 (3): 118- 120.

Anda mungkin juga menyukai