Anda di halaman 1dari 5

TEKNIK BUDIDAYA IKAN NEMO (Amphiprion percula)

(TEKNIK BUDIDAYA AIR LAUT )


PFA1315

Oleh :

Refi Enggalia
M .idham isnain

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
I PENDAHULUAN
1.1 . LatarBelakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai sumberdaya perikanan
yang melimpah. Salah satu komoditas yang telah memiliki nilai Jual yang tinggi
yaitu ikan hias Clownfish (ikan badut) atau dikenal dengan nama local ikan
“Badut” dari jenis Amphiprion ocellaris .Ikan badut ini memiliki pangsa pasar
yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan terobosan usaha perikanan yang
cukup menjanjikan. Dipasaran,Ikan hias berasal dari 2 sumber sesuai habitatnya
yaitu ikan hias air Tawar dan air laut. Pemenuhan kebutuhan pasar ikan hias air
tawar Sebagian tercukupi dari hasil tangkapan dan sebagian besar sudah dipenuhi
dari hasil budidaya. Jenis dan keragaman ikan hias air laut Lebih tinggi dari ikan
hias air tawar, namun kegiatan usaha budidaya belum banyak terdengar.
Sementara itu, banyak jenis ikan hias air laut Sudah tergolong biota yang
terlindungi. Oleh karena itu perlu diadakan Pengembangan usaha ikan badut
untuk memenuhi kebutuhan pasar yang Cukup tinggi. Di antara 28 spesies ikan
badut, Amphiprion sebae adalah spesies yang umum yang terdapat di pantai timur
India Selatan dan mereka terus menjadi yang paling dicari selain ikan tropis
lainnya (Kumar,2010). Berdasarkan data Pusat Data, Statistik dan Informasi
Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, volume ekspor ikan
hias dari tahun 2007 -2011 mengalami peningkatan sebesar 0,26% (KKP, 2012).
Perkembangan kondisi pasar yang begitu tinggi tersebut, tentu akan memacu para
eksportir untuk mengeksploitasi sumber alam secara tidak terkendali. Apabila
tidak segera diimbangi dengan kegiatan budidaya, dapat menimbulkan kelangkaan
populasi di alam (Ari dan Murdjani, 2008).

Pemenuhan kebutuhan benih ikan hias laut yang semakin meningkat masih
dirasakan kurang. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya ketersedian benih
dari alam, karena overfishing atau penangkapan yang
Berlebihan dan rusaknya terumbu karang tempat hidup ikan nemo. Apabila tidak
segera diimb angi dengan kegiatan penangkaran, dapat menimbulkan kelangkaan
populasi dialam. Kualitas morfologi ikan juga mempengaruhi nilai dalam
penjualan ikan nemo. Menurut Allen dalam Suharti (1990), ikan nemo
(A.ocellaris ) atau sering disebut juga anemone fish (Ikan yang hidup diantara
anemon) memiliki badan berwarna dasar kuning kecoklatan hingga oranye
dengan tiga belang berwarna putih (white band) dan sedikit warna hitam di bagian
kepala, badan dan pangkal ekor. Konservasi sumber daya ikan adalah upaya
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk
ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan
kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragaman sumber daya ikan (PP No.60 Tahun 2007). Salah satu cara untuk
mencegah ikan nemo dari kepunahan adalah melakukan pelestarian jenis dengan
menjaga kesehatan ikan yang dapat dilihat dari warnanya. Perubahan warna sering
terjadi karena adanya jumlah pigmen. Salah satu penyebabnya adalahh stress
lingkungan antara lain cahaya matahari, kualitas air, dan kandungan pigmen
dalam makanan. Makanan memiliki pengaruh dalam pembentukan warna ikan
hias, sehingga perlu diberikan makanan yang dapat mendukung penampakan
warna tersebut (Asmanik et al.,2011).Umumnya ikan yang berwarna merah atau
kuning membutuhkan makanan yang memilki kandungan karotenoid lebih tinggi
untuk mempertahankan keindahan warna tersebut. Upaya untuk meningkatkan
warna ikan dengan menambahkan karotenoid yang merupakan komponen
pembentuk warna merah dan kuning. Astaksantin yang ditambahkan dalam
makanan ikan merupakan salah satu karotenoid yang dominan dan efektif untuk
meningkatkan warna ikan, karena ikan akan menyerapnya dari makanan dan
menggunakan langsung sebagai sel pigmen warna oranye
hingga merah (Indarti et al., 2012)
1.2 Tujuan
.
1. Untuk mengetahui teknik pembesaran ikan badut (Amphiprion ocellaris)

2. Untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi


keberhasilan dalam pembesaran ikan badut ( Amphiprion ocellaris)

3. Untuk mengetahui prospek usaha produksi pembesaran ikan badut


(Amphiprion ocellaris)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 klasifikasi ikan badut
Klasifikasi Ikan Badut Kla sifikasi ikan badut ( Amphiprion ocellaris) menurut

Randall,J. E. et al.,2006, adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Actynopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Pomacentridae

Genus : Amphiprion

Spesies : Amphiprion ocellaris

Gambar 1.
Ikan Badut (Amphiprion ocellaris)

2.1 . Taksonomi Ikan Badut


Clown fish lebih banyak dikenal masyarakat dengan sebutan ikan badut.
Clown fish sebenarnya terdiri tidak kurang dari 29 jenis, 28 jenis dari genus
Amphiprion, sedangkan satu jenis merupakan spsies dari genus Premnas yang
mempunyai ciri khusus duri preoperkualitas yang dijumpai dibawa matanya. Pola
warna pada ikan ini sering dijadikan dasar dalam proses identifikasi mereka,
disamping bentuk gigi, kepala dan bentuk tubuh. Secara umum ikan Clown fish
berukuran kecil, maksimal dapat mencapai ukuran 10 – 15 cm. Berwarna cerah,
tubuh lebar (tinggi) dan dilengkapi dengan mulut yang kecil (Fautin, D.G. et.,al.
2007).

2.3 Habitat dan Penyebaran


Amphiprion ocellaris biasanya hidup di terumbu karang atau di laguna
yang terlindung hingga kedalaman maksimal 15 meter. Ikan inibersimbiosis
mutualisme dengan anemonlaut diantaranya yaitu Heteractis magnifica,
Stichodactyla gigantean dan Smertensii(Allen, 1997).Ikan ini dapat ditemukan di
bagian utara Australia, Asia Tenggara dan Jepang (Allen, 1997). Ikan ini
juga banyak tersebar di perairan Aceh, Belitung, Lampung, Labuan, Pelabuhan
Ratu, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta, Bawean, Binuangeun, Jepara, Bali, Flores,
Irian Jaya, dan Maluku (Balai Riset Perikanan Laut, 2003).

2.4 Kebiasaan Makan


Amphipri onocellaris merupakan pemakan plankton dan alga, sehingga
mereka dianggap sebagai omnivora (Fautin, D.G., 1992). Beberapa di antaranya
adalah herbivora, dan ada juga pemakan invertebrata kecil yang ditemukan di
terumbu karang (Bugess dan Axelrod, 1973). Larva dan juvenil ikan badut telah
dipelihara dengan sukses dengan pakan yang berkualitas seperti rotifer, pelet,
artemia dan campuran pakan alami (Gordon et al.,2000). Ketika larva mulai
berenang, pakannya merupakan rotifer. Pakan ini digunakan untuk ja ngka waktu
12 - 20 hari. Pada hari kelima, selain rotifer, naupli artemia dapat pula digunakan.
Bila memungkinkan, rotifer atau naupli artemia dapat diperkaya nutrisinya dengan
omega 3 dan probiotik. (Sahandi, 2011).

Anda mungkin juga menyukai