Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki laut yang sangat luas, dengan perairan yang sangat
bagus untuk di jadikan tempat usaha budidaya ikan, salah satu ikan yang bagus
dalam budidaya yaitu ikan kakap putih. Ikan kakap putih merupakan komoditas
perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi dan ikan kakap
banyak diminati oleh masayarakat. Ikan kakap putih memilki bentuk tubuh
menunjang dengan mulut yang besar namun sedikit moncong dan rahang atas
memanjang sampai belakang mata. Tepi tulang pipinya (Preoperculum) memiliki
gerigi dengan duri yang tajam di bagian sudut. Tutup insang (operculum)
memiliki duri kedic dan penutup bergerigi diatas pangkal gurat sisi. Ikan ini
meimiliki sisi tipe sisir yang berukuran besar dan berwarna perak gelap atau
terang tergantung pada lingkungan tempat hidupnya.

Ikan kakap putih (L. Calcarifer) merupakan komoditas perikanan yang


mempunyai nilai ekonomis tinggi. Ikan ini banyak di gemari baik untuk di
konsumsi masyarakat atau sebagai komoditas ekspor. Produksi ikan kakap putih
sebagian besar masih di hasilkan dari penangkapan laut dan hanya beberapa saja
diantaranya yang telah dihasilkan dari hasil budidaya akan tetapi, permintaan ikan
kakap putih baik kebutuhan dalam negeri maupun ekspor cenderung mengalami
kenaikan unntuk menjaga keseimbangan suplai dalam ukuran yang dapat
mengikuti perkembangan pasar maka upaya memproduksi melalui budidaya
merupakan pilihan yang tepat.

Prospek pemasaran ikan kakap putih sangat baik. Tingkat permintaan kakap
putih yang cukup tinggi menyababkab terjadinya penangkapan yang cukup
intensif, sehingga ketersediaan di alam semakin menurun. Usaha meningkatkan
dan mengembangkan budidaya laut kakap putih untuk memanfaatkan potensi
2

yang cukup besar. Agar nelayan tidak lagi mengandalkan penangkapan, sehingga
stok ikan yang ada di alam tidak berkurang.

Pengembangan budidaya kakap putih mempunyai peluang yang sangat


besar kaerna di dukung oleh potensi perairan yang cukup luas baik periran laut,
payau, maupun periran tawar. Dalam usaha budidaya ikan kakap putih salah satu
faktor yang mendukung keberhasilan adalah ketersediaan benih dalam jumlah
yang cukup, kualitas dan berkesinambungan, untuk melakukan hal tersbut perlu
dilakukan usaha peningkatan produksi benih ikan kakap putih untuk menunjang
kebutuhan benih nya.

Budidaya ikan kakap putih secara komersial sudah dilakukan di berbagai


negara-negara besar misalnya negara Thailand, Hongkong, Malaysia, Singapore,
Taiwan dan Indonesia. Dengan menggunakan tehnologi KJA Offishore.
perkembangan budiaya ini sangat pesat sehingga banyak dari negara-negara besar
yang membudidayakannya. KJA Offishore merupakan program strategis, yang
bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan laut dengan metode budidaya, utama
ikan kakap putih (Lates calcalifer).

Peran kegiatan pembenihan ikan kakap putih yaitu mengembangkan atau


memproduksi benih ikan kakap putih, sehingga setok yang ada dialam tidak
berkurang dan tidak lagi terjadi penangkapan ikan kakap putih secara besar-
besaran. Kegiatan dalam budidaya kakap putih yang telah berhasil saat ini adalah
pembesaran dan pembenihan. Pembesaran kakap putih benih ikan kakap putih
yang dibesarkan dalam wadah atau KJA, sedangkan untuk pembenihan induk
yang di pijahkan sehingga menghasilkan anak atau benih ikan kakap putih.
Teknologi dalam pembenihan kakap putih yang berkembang saat saat ini yaitu
dengan menggunakan sistem KJA Offishore yang di kembangkan oleh negara
Norwegia dan negara-negara lain termasuk Indonesia, teknologi ini berkembang
karena sangat mudah dalam membudidayakan ikan laut salah satunya ikan kakap
putih dan jenis ikan laut lainnya.
3

Menurut Jaya et al. (2013), budidaya ikan kakap putih telah menjadi suatu
usaha yang bersifat komersial (dalam budidaya) untuk dikembangkan, karena
pertumbuhan yang relatif cepat, mudah dipelihara dan mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap perubahan lingkungan sehingga menjadikan ikan Kakap Putih
cocok untuk usaha budidaya skala kecil maupun besar.

Berdasarkan uraian diatas bahwa potensi pengembangan budidaya ikan


kakap putih sangat bagus karena permintaan pasar sangat tinggi dan nilai jualnya
yang cukup tinggi. Oleh sebab itu penulis ingin mendalami pengetahuan tentang
pembenihan ikan kakap putih. Praktek kerja lapangan di Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Balai Budidaya Laut Kota Tual, Maluku ingin mengetahui secara
langsung tehnik pembenihan ikan kakap putih, sehingga kegiatan pembenihan ini
bisa dijadikan usaha yang sangat menguntungkan.

1.2. Tujuan PKL

Untuk menambah wawasan serta keterampilan penulis dalam memperkaya


ilmu pengetahuan dalam praktek perikanan budidaya khususnya teknik
pembenihan kakap putih di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai
Budidaya Laut Kota Tual, Maluku.

1.3. Manfaat PKL

Hasil dari pkl ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang teknik
pembenihan ikan kakap putih.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Kakap Putih (Lates calcarifer)

2.1.1. Klasifikasi Kakap Putih

Razi (2013) menyatakan ikan kakap putih diklasifikasikan sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostomi
Ordo : Percomorphi
Famili : Centropomidae
Genus : Lates
Spesies : L. Calcarifer,Bloch

Gambar 1: Ikan Kakap Putih (Yaqin et al., 2018)


5

2.1.2. Morfologi Kakap Putih

Ikan kakap putih memiliki ciri – ciri morfologis sebagai berikut badan
memanjang, gepeng, kepala lancip dengan bagian atas cekung, cembung di depan
sirip punggung dan batang sirip ekor lebar. Memiliki mulut lebar, gigi halus, dan
bagian bagian bawah preoperculum berduri kuat. Operculum memiliki duri kecil,
cuping bergerigi diatas pangkal gurat sisi (linea lateralis). Pada sirip punggung
berjari – jari keras 7 – 9 dan 10 – 11 jari – jari lemah. Sirip dada pendek dan
membulat, serta pada sirip punggung dan sirip dubur terdapat lapisan bersisik.
Sirip dubur berbentuk bulat, berjari keras 3 dan berjari lemah 7 – 8. Sirip ekor
berbentuk bulat, serta bertipe sisir besar. Pada ikan kakap putih dewasa bagian
atas tubuh memiliki warna kehijauan atau keabu – abuan dan pada bagian bawah
berwarna keperakan. Pada tubuh ikan kakap putih memiliki dua tingkatan warna
yaitu kecoklatan dengan bagian sisik dan perut berwarna keperakan untuk ikan
yang habitat nya di laut, dan pada ikan yang habitat nya di lingkungan tawar ber-
warna coklat keemasan McGrouther (2012).

2.2. Habitat dan Kebiasaan Hidup

Ikan kakap putih merupakan ikan yang bersifat katadrom yang terdistribusi
secara luas di wilayah Pasifik Indo Barat dari Teluk Persia, seluruh negara-negara
Asia Tenggara ke Australia. Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai
toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (euryhaline) (Tarwiyah,2001),
sehingga dapat dibudidayakan di KJA, tambak dan kolam air tawar di banyak
negara Asia Tenggara (Philipose, 2010). Kakap putih tinggal di habitat laut,
tawar, payau termasuk sungai, danau, muara dan perairan pesisir. Kakap putih
adalah predator oportunistik, krustasea dan ikan rucah menjadi makanan favorit
ikan kakap dewasa (Utojo, 1995; FAO, 2007).
6

2.3. Pakan dan Kebiasaan Makan

Dalam kegiatan budidaya pakan sangat diperlukan untuk pertumbuhan,


reproduksi, aktivitas, dan pemeliharaan kondisi tubuh. Pakan yang digunakan
hendaknya mempunyai kandungan nutrisi yang sesuai untuk benih, serta dalam
kondisi baik. Salah satu pakan yang digunakan dalam pemeliharaan benih kakap
putih yaitu pakan komersil. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan benih ikan
kakap putih harus sesuai dengan kebutuhan, baik dari segi jumlah, waktu, syarat
fisik (ukuran dan bentuk), dan kandungan nutrisi hal ini sesuai dengan pernyataan
Effendi (1997) dalam Priyadi et al., (2010) menyatakan bahwa faktor- faktor yang
menentukan jenis ikan memakan suatu organisme adalah ukuran, ketersediaan,
warna, rasa, tekstur makanan dan selera ikan terhadap makanan.

Kebutuhan nutrisi untuk benih kakap putih harus memiliki kadar protein
yang tinggi, karena tergolong hewan karnivora. Dosis pemberian pakan buatan
pada fase pendederan/ penggelondongan 7 - 10% dari biomas dan diberikan 3 – 5
kali/ hari (Prihaningrum et al.,, 2015). Kadar protein yang dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan benih pada pakan buatan tidak kurang dari 40%. Pada
fase pendederan, pemberian pakan erat hubungannya dengan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup, karena jika kakap putih kekurangan pakan akan
mengakibatkan kanibalisme pada ikan (Prihaningrum et al., 2015). Faktor yang
mempengaruhi konversi pakan tergantung pada spesies ikan (tingkat tropik,
kebiasaan makan, ukuran/ stadia) yang dikulturkan, kadar oksigen, amonia serta
suhu air, dan kualitas maupun kuantitas pakan (Effendi, 2004).

Menurut Effendi (1997) dalam Priyadi et al., (2010), faktor yang


mempengaruhi kebiasaan makan (Food Habit) pada ikan yaitu jenis, kuantitas dan
kualitas pakan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan
(feeding habits) berhubungan dengan waktu, tempat dan bagaimana cara ikan
memperoleh makanannya. Ikan kakap putih lebih menyukai jenis - jenis ikan yang
berukuran lebih kecil dari pada ukuran tubuh ikan tersebut. Jenis - jenis
7

makanannya antara lain crustacean, gastropoda, dan berbagai jenis plankton


namun lebih utamanya adalah urochordata.

2.4. Kualitas Air

2.4.1. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan variabel kualitas


air yang sangat penting dalam kegiatan budidaya. Semua organisme akuatik
membutuhkan oksigen terlarut untuk metabolisme. Kelarutan oksigen dalam air
tergantung pada suhu dan salinitas. Kelarutan oksigen akan turun jika suhu dan
temperature naik. Oksigen masuk dalam air melalui beberapa proses. Oksigen
dapat terdifusi secara langsung dari atmosfer setelah terjadi kontak antara
permukaan air dengan udara yang mengandung oksigen 21% (Boyd, 1990).

Menurut Sugiyono (2014) fotosintesis tumbuhan air merupakan sumber


utama oksigen terlarut dalam air. Sumber oksigen lainnya dalam budidaya adalah
aerator atau kincir air dan pergantian air (water exchange), karena air baru
membawa oksigen terlarut yang lebih tinggi melalui pergerakan air.

Tingginya kepadatan tebar (stocking density) dan pemberian pakan (feeding


rate) dapat menyebabkan turunnya kensentrasi oksigen terlarut dalam air. Sisa
pakan (uneaten feed) dan sisa hasil metabolisme mengakibatkan tingginya
kebutuhan oksigen untuk menguraikannya (oxygen demand). Kemampuan
ekosistem kolam budidaya untuk menguraikan bahan organik terbatas sehingga
dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Boyd,
1990).
8

2.4.2. Suhu

Suhu air dipengaruhi oleh: radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan
lokasi. Radiasi matahari merupakan faktor utama yang mempengaruhi naik
turunnya suhu air. Sinar matahari menyebabkan panas air di permukaan lebih
cepat dibanding badan air yang lebih dalam. Densitas air turun dengan adanya
kenaikan suhu sehingga permukaan air dan air yang lebih dalam tidak dapat
tercampur dengan sempurna. Hal ini akan menyebabkan terjadinya stratifikasi
suhudalam badan air, dimana akan terbentuk tiga lapisan air yaitu: epilimnion,
hypolimnion dan thermocline. Epilimnion adalah lapisan atas yang suhunya tinggi.
Hypolimnion ialah lapisan bawah yang suhunya rendah. Sedangkan termoklin
adalah lapisan yang berada di antara epilimnion dan hypolimnion yang suhunya
turun secara drastis (Boyd, 1990).

Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga


suhunya relatif konstan dibandingkan dengan suhu udara (boyd, 1990). Perbedaan
suhu air antara pagi dan siang hari hanya sekitar 2°C, misalnya suhu pagi 28°C
suhu siang 30°C. Energi cahaya matahari sebagian besar diabsorpsi di lapisan
permukaan air, semakin ke dalam energinya semakin berkurang. Konsentrasi
bahan-bahan terlarut di dalam air akan menaikkan penyerapan panas. Terjadinya
transfer panas dari lapisan atas ke lapisan bawah tergantung dari kekuatan
pengadukan air (angin, kincir, dan sebagainya).

2.4.3. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam


air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (°/8) atau ppt (part
perthousand) atau gram/liter (Sugiyono, 2014). Tujuh ion utama yaitu: sodium,
potassium, kalium, magnesium, klorida, sulfat, dan bikarbonat mempunyai
kontribusi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain dianggap kecil
(Boyd, 1990). Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi
9

salinitas, semakin tinggi tekanan osmotik air. Ikan sangat sensitif terhadap
perubahan salinitas yang mendadak. Pada salinitas > 45 ppt ikan sangat sulit
untuk beradaptasi (Widiadmoko, 2013).

2.4.4. pH

Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion


Hidrogen [H ] yang mempunyai skala antara 0-14. pH mengindikasikan apakah
+

air tersebut netral, basa atau asam. Air dengan pH di bawah 7 termasuk asam dan
diatas 7 termasuk basa. pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan
berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan umum yang tidak dipengaruhi aktivitas
biologis yang tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas 8,5 (Cahyono., 2001).

2.5. Reproduksi

Menurut Tang dan Affandi (2000) selama proses reproduksi, sebagian besar
hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Umumnya berat gonad pada
ikan betina adalah 10-25 % sedangkan pada ikan jantan adalah 5-10%. Faktor
umur, ukuran serta faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi
perkembangan gonadnya seperti suhu dan makanan, selain itu adalah periode
cahaya (fotoperiode) dan musim (Scott, 1979). Periode penyinaran yang rendah
dan suhu yang tinggi dapat mempercepat pematangan gonad.

Menurut Ghufran (2010: 75) ikan Kakap Putih akan mengalami perubahan
jenis kelamin menjadi betina terjadi pada berat tubuh ikan berkisar 2-4 kg. Ukuran
biologi minimal induk jantan yang matang adalah 1,4 kg dengan panjang 45 cm
dan induk betina 1,5 kg dengan panjang 47 cm. Sistem reproduksi Ikan Kakap
Putih (Lates calcarifer Block) termasuk hermaprodit. Ikan dikatakan hermaprodit
apabila gonad ikan mempunyai jaringan jantan dan jaringan betina atau dapat
dikatakan ikan yang menghasilkan spermatozoa dan ovum. Untuk membedakan
10

jenis kelamin ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) cukup sukar sekali,
kecuali pada musim pemijahan.

Sistem reproduksi ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Block) dapat


mengalami perubahan kelamin dari jantan menjadi betina yang disebut “protandry
hermaprodit”. Hasil penelitian ini tidak ditemukan ikan Kakap Putih (Lates
calcarifer Block) berjenis kelamin betina hal ini dipengaruhi oleh faktor ukuran
dan berat tubuh ikan serta habitat atau kondisi perairannya, karena 31 sampel ikan
yang didapatkan panjang tubuh maksimal ikan 50 cm dengan berat tubuh
maksimal 1300 gr atau sama dengan 1,3 kg.

2.6. Pemilihan Lokasi Untuk Pembenihan Kakap Putih

Lokasi tambak untuk budidaya kakap putih pada hakikatnya tidak jauh beda
dengan tambak untuk budidaya udang dan ikan bandeng. Dengan demikian
tambak yang pernah digunakan untuk budidaya udang atau ikan bandeng dapat
dimanfaatkan untuk budidaya ikan kakap putih, tetapi kedalaman air tambak
untuk budidaya ikan kakap putih lebih dalam (Murtidjo, 1998). Pemilihan lokasi
tambak untuk budidaya ikan kakap putih harus diperhatikan beberap hal sebagai
berikut.
1. Lokasi yang sering banjir sebaiknya jangan digunakan.
2. Lokasi sebaiknya dipilih yang dekat dengan jalan besar dan transportasi
mudah.
3. Kondisi tanah dapat menahan air sehingga tidak mudah lonsor.
4. Lokasi cukup aman dan terlindung, baik pencurian maupun terhadapat
hal-hal yang bersifat sosiologis.
11

2.7. Perkembangan Budidaya Ikan Kakap Putih

Pemilihan ikan kakap putih untuk dibudidayakan melalui KJA Offshore


tersebut bukannya tampa alasan. Direktur Jendral Perikanan Budidaya KKP
Slamet Subjakto menjelaskan, ikan kakap putih sudah tak asing lagi dalam indutri
perikanan di indonesia. Selain itu, ikan kakap putih juga sudah memiliki pasar
ekspor yang cukup luas, yakni di China, Australia, Jepang, Amerika Serikat dan
Eropa. (27/4/2018).compas.com

“Pada dasarnya, komoditas kakap putih sudah tak asing lagi. Pembenihan,
pengembangan budidaya sudah berkembang di Indonesia. Pasarnya pun terbuka
lebar karena dagingnya bisa diolah untuk banyak hal dan memiliki banyak
kelebihan” ucap Slamet dalam jumpa pers di Gedung Mina Bahari IV Kantor
KKP, Jakarta, Jumat (27/4/2018).compas.com

Teknologi pembenihan kakap putih telah dikuasai balai-balai besar


perikanan budidaya laut Indonesia, seperti BBPBL Ambon, BPBL Lampung,
BPBL Lombok, BPBL Situbondo, dan BPBL Batam. (27/4/2018).compas.com

Dari pertumbuhan produksi itu, 90% diantaranya adalah ikan kakap putih.
Volume kakap putih yang dihasilkan pada 2016 bahkan mencapai lima ribu ton
lebih dengan nilai Rp. 380,8 miliar. Adapun target KJA Offishore yang di bangun
KKP adalah mampu menghasilkan ikan kakap putih sebanyak 800 ton tiap
taunnya. Dengan begitu, maka dari tiga KJA Offshore tersebut dapat di hasilkan
2.400 ton ikan kakap putih pertahun. (27/4/2018).compas.com
12

BAB 3
METODOLOGI PRAKTEK KERJA LAPANG

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek kerja lapangan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Daerah


(UPTD) Balai Budidaya Laut Kota Tual, Maluku pada tanggal , 20 Desember
2021 sampai 30 Januari 2022.

3.2. Metode Pengambilan Data

Metode yang dipakai dalam praktek kerja lapang ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterprestasi objek sesuai dengan apa adanya (Nasir,
2011). Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang
diteliti secara tepat.

Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga


banyak di lakukan oleh para penelitian karena dua alasan. Pertama, dari
pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan
dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk
mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan
maupun tingkah laku manusia (Nasir, 2011).

3.3. Teknik Pengambilan Data

Teknik yang dipakai dalam praktek kerja lapang ini dengan mengambil
dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari
13

observasi, wawancara, dan partisipan aktif, sedangkan data sekunder didapat dari
lapangan.

3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber informan pertama
yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti. Data primer ini berupa catatan hasil wawancara, hasil observasi ke
lapangan secara langsung dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian dan
data-data mengenai informan (Sangadji dan Sopiah, 2010).

a) Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang


(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan
perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan
gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk
membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan
pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran
tersebut (Bungin, 2007).

Dalam praktek kerja lapang ini observasi dilakukan terhadap berbagai


kegiatan pembenihan meliputi kolam, konstruksi kolam, pengairan, pembenihan,
pemberantasan hama dan penyakit, pemanenan dan pemasaran.

b) Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap


informasi atau keterangan yang di peroleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang
digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara
mendalam (in depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk
14

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan social yang relative lama (Bungin, 2003).

c) Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif merupakan metode pengumpulan data yang digunakan


untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana
obsever atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden (Bungin,
2007). Bentuk partisipasi aktif ini merupakan suatu kegiatan dimana kita turut
serta secara langsung dalam semua kegiatan yang berkaitan dengan pembenihan
seperti pemberian pakan, pengukuran kualitas air, perhitungan kepadatan
penebaran, analisis usaha, dan lain-lain.

3.3.1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan
disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam
bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan untuk mendukung
informasi primer yang diperoleh baik dari dokumen, maupun dari observasi
langsung ke lapangan (Sangadji dan Sopiah, 2010). Dalam praktek kerja lapang
ini data sekunder diperoleh dari laporan-laporan pustaka yang menunjang, serta
data yang diperoleh dari lembaga pemerintah, pihak swasta yang berhubungan
maupun masyarakat yang terkait dengan usaha pembenihan ikan kakap putih.

Anda mungkin juga menyukai