OLEH :
IRVAN MULYADI
190303020
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SAMUDRA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
kalangan pencinta ikan hias. Kelebihannya adalah warna yang indah dan lebih terang,
bentuk dan gerakan yang menarik, serta mudah dipelihara dalam akuarium. Saat ini
dikenal dua cara pemijahan ikan komet yaitu secara alami atau disebut juga pemijahan
secara tradisional, dan pemijahan buatan yaitu menyuntik ikan dengan ekstrak kelenjar
hipofisis atau biasa disebut dengan istilah induced breeding. Perkembangan usaha
budidaya ikan hias membuat para pembudidaya tergerak untuk mengoleksi ikan hiasnya,
namun pada budidaya ikan hias khusus ikan komet tinggi kematian pada stadia larva.
Stadia larva merupakan fase yang paling kritis dalam siklus hidup ikan (Effendi, 2009)
salah satunya dikarenakan adanya penyakit (Sari et al., 2019; Khasanah et al., 2019;
energi untuk pertumbuhan (Affandi et al., 2009). Adanya permasalahan yang sering
dihadapi tersebut sehingga dalam pembenihan ikan komet pada pemijahan alami ini
adalah membutuhkan pakan yang sesuai agar dapat menghasilkan benih ikan komet yang
bagus. Pakan yang dapat digunakan yaitu berupa pakan pelet dan berupa Chlorella sp.
dengan Daphnia sp. dimana keduanya memiliki tingkat gizi yang berbeda. Dengan
perbedaan pemberian pakan ini diharapkan dapat membedakan pertumbuhan dan warna
yang dihasilkan.
Masalah utama dalam budidaya ikan hias di Indonesia hingga saat ini salah
satunya adalah penyakit. Penyakit sangat menyebabkan kerugian ekonomis karena dapat
menurunnya atau hilangnya produksi (Handajani dan Samsun dari 2005). Unsur yang
berperan untuk timbulnya penyakit yaitu inang, agen penyakit dan lingkungan. Apabila
terjadi antagonisme dari ketiga unsur, maka akan terjadi atau besar peluang timbulnya
penyakit (Mumyls, 2009). Penyakit yang sering menyerang ikan komet adalah penyakit
parasit oleh Argulus sp.adalah parasit pada ikan dari sub kelas Branchiura (Anshari,2008).
Daun sirih (Piper betle L) di ketahui memiliki Salah satu cara pengendalian
ektoparasit Argulus sp. pada ikan komet adalah dengan pemberian daun sirih. kandungan
antioksidan, antiseptik, bakterisida dan fungsida yaitu dapat mengakibatkan Argulus sp.
dapat digunakan sebagai pengendali infestasi Argulus sp. pada ikan komet (Carassius
auratus auratus) dan berapakah konsentrasi ekstrak sirih (Piper betle L.) yang efektif
sebagai pengendali infestasi Argulus sp. pada ikan komet (Carassius auratus auratus).
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis efektivitas ekstrak daun sirih (Piper betle L.)sebagai pengendali infestasi
2. Menganalisis konsentrasi ekstrak daun sirih (Piper betle L)yang tepat untuk pelepasan
3. Berapa lama Argulus sp. akan mati setelah pemberian ekstrak daun sirih (Carassius
auratus auratus)
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pembaca
tentang pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap jumlah Argulus sp. yang
1.5 Hipotesis
Ho : Dosis ekstrak daun sirih (Piper betle L.) tidak berpengaruh nyata terhadap pelepasan
H1 : Dosis ekstrak daun sirih (Piper betle L.) berpengaruh nyata terhadap pelepasan
Adapun kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1
Penyakit
Argulus sp.
Daun Sirih
Ekstrak
Perendaman
Dengan Air
Pelepasan
Argulus sp.
TINJAUAN PUSTAKA
unik, oleh karena itu ikan komet digemari oleh masyarakat. Morfologi ikan komet relatif
menyerupai dengan morfologi ikan mas. Karakteristik yang membedakan dari ikan komet
dan ikan mas adalah bentuk siripnya. Ikan komet mempunyai bentuk sirip yang lebih
panjang dari ikan mas, meskipun jika didekatkan keduanya akan sangat mirip, oleh sebab
itu diluar negeri ikan komet dijuluki sebagai ikan mas (goldfish). Perbedaan ikan komet
jantan dan betina. Ikan komet jantan memiliki sirip dada panjang dan tebal, kepala tidak
melebar, tubuh lebih tipis (ramping), sedangkan ikan komet betina memiliki sirip dada
relatif pendek dan luar tipis, kepala relatif kecil dan bentuknya agak meruncing, tubuh
lebih tebal (gemuk) (Lingga dan Heru. 1995). Menurut Goenarso (2005), identifikasi dan
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak (compressed)
mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian ujung mulut memiliki
dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun atas
tiga baris dan gigi geraham secara umum. Sebagian besar tubuh ikan komet ditutupi oleh
sisik kecuali beberapa varietas yang memiliki beberapa sisik. Sisik ikan komet termasuk
sisik sikloid dan kecil. Sirip punggung memanjang dan pada bagian belakangnya berjari
keras. Letak sirip punggung berseberangan dengan sirip perut. Gurat sisi pada ikan komet
tergolong lengkap berada di pertengahan tubuh dan melentang dari tutup insang sampai ke
ujung belakang pangkal ekor (Partical Fish Keeping, 2013). Dapat dilihat pada Gambar
2.1
aquarium maupun kolam dengan sistem aerasi yang kuat dan air yang bersih untuk
menjaga kualitas airnya dianjurkan untuk mengganti minimal 20 % air aquarium atau
Gambar 2.1 Ikan Komet
kolam setiap minggunya. Ikan komet adalah jenis ikan air tawar yang hidup di perairan
dangkal yang airnya mengalir tenang dan berudara sejuk. Untuk bagian substrat dasar
aquarium atau kolam dapat diberi pasir atau krikil, ini dapat membantu ikan komet dalam
mencari makan karena ikan komet akan dapat menyaringnya pada saat memakan
plankton. Ikan komet dapat hidup dalam kisaran suhu yang luas, meskipun termasuk ikan
yang hidup dengan suhu rendah 15 – 20o C tetapi ikan komet juga membutuhkan suhu
yang tinggi sekitar 27 – 30oC. Adapun konsentrasi DO di atas 5 ppm dan pH 5,5 - 9,0.
Hal tersebut khususnya diperlukan saat ikan komet akan memijah (Partical Fish Keeping,
2013).
populer dan banyak di temukan menyerang ikan Argulus sp. sering di jumpai pada ikan
air tawar maupun ikan air laut (Kurniawan, 2012). Kehadiran organisme parasit dapat
bagi pembudidaya tersebut. Adapun klasifikasi Argulus sp. (Poly 2008) adalah sebagai
berikut, dan dapat dilihat bentuk Argulus sp. pada Gambar 2.2
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Maxillopoda
Subkelas : Branchiura
Ordo : Arguloida
Famili : Argulidae
Genus : Argulus
Argulus sp. memiliki sucker yang besar pada bagian ventral, sucker
merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai organ penempel utama
pada Argulus sp. (Philip, 2004). Terdapat juga poboscis untuk melukai dan menghisap
sari makanan dari inangnya. Stylet terletak di anterior mulut (Rohde, 1968 dalam
Puspitasari, 2012). Argulus sp. biasanya kawin dalam air yang terbuka. Argulus sp. betina
dapat menghasilkan 100 butir telur atau lebih kemudian akan meninggalkan ikan untuk
berlangsung pada suhu air yaitu diatas 16˚C. Telur Argulus sp. menetas dalam 30 hari
Argulus sp. dewasa berdiameter 3-4 mm, sedangkan panjangnya 28 mm. Dengan
ukuran ini maka parasit dapat dilihat dengan kasat mata atau tanpa bantuan alat
pembesar. Terdapat karapas pada tubuh Argulus sp. yang berfungsi untuk melindungi diri
dari taxic material yang berada di sekitarnya. Selain itu juga terdapat 4 pasang
bebar dari satu ikan ke ikan lainnya (Handajani dan Samsundari, 2005).
Daur hidup Argulus sp. terjadi selama 28 hari, 12 harinya untuk fase telur dan
hari. Larva Argulus sp. dapat hidup dan tumbuh tanpa inang nya selama 9 hari. Jumlah
telur yang di hasilkan oleh individu betina antara 50- 250 butir. Telur yang di hasilkan
akan di letakkan pada benda yang ada dalam perairan. Telur akan meneteas menjadi
larva setelah beberapa kali berganti kulit dan berubah menjadi Argulus sp. yang dewasa.
5 ekor Argulus sp. sudah dapat membuat luka dan 19 ekor Argulus sp. menyebabkan
peluang luka dan bahkan kematian (Kismiyati et al.2009). Ikan yang sudah terinfeksi
oleh Argulus sp. akan mengalami bercak pendarahan dan kulitnya terjadi pembengkakan
disekitaran insang ataupun sirip dan akan menimbulkan infeksi sekunder (Kumantas,
2002)
2.4 Daun Sirih (Piper betle L)
dan bersandar pada batang pohon lain, yang tingginya 5-15 meter. Sirih memiliki daun
tunggal letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar telur atau bundar
telur lonjong, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, ujung daun
runcing, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm.
Daun berwarna hijau, permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak
tenggelam; permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, bau aromatiknya
khas, rasanya pedas. Sedangkan batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna
hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
(Carica papaya L.) sebagai pengendalian infestasi Argulus sp. pada ikan komet
yaitu A (0%), B (20%), C (25%) dan D (30%) dengan lima kali ulangan. Dari keempat
perlakuan tersebut konsentrasi yang paling baik pada perlakuan D (30%) selama 20
menit dengan persentase rata-rata Argulussp. yang lepas adalah 88% (Puspitasari et al,
2012).
(Inaya et al, 2015) telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Perasan Biji
Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Kerusakan Telur Argulus japonica dengan
perlakuan konsentrasi perasan biji pepaya yang berbeda, yaitu A tanpa perasan biji
pepaya (kontrol), B perasan biji pepaya 70 ppt, C perasan biji pepaya 80 ppt, D perasan
biji pepaya 90 ppt dan E perasan bij 100 ppt. Masing- masing perlakuan akan diulang
METODE PENELITIAN
Adapun alat yang di perlukan pada penelitian ini dapat di lihat pada Tabel 3.1.
Adapun bahan yang diperlukan pada penelitian iniyaitu dapat dilihat pada
Tabel 3.2.
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan pada
menggunakan detergen, lalu dibilas dengan air hingga bersih dan dikeringkan di bawah
sinar matahari. Setelah kering topes terlebih dahulu diisi dengan volume air 35 m³, dan
adalah metode maserasi. Pada metode maserasi ini menggunakan pelarut etanol 96%.
Sebanyak 1000 g daun sirih hijau dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
suhu 40˚C. Kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk kering. Serbuk kering direndam
dalam pelarut etanol 96% selama 3x24 jam. Kemudian diambil filtratnya dengan
penyaringan dengan corong dan kertas saring untuk memisahkan filtrat dari ampas. Hasil
saringan kemudian diuapkan dengan rotary vacuum evaporator, sehingga didapatkan 36,5
masing toples dimasukkan 3 ekor ikan komet. Ikan terlebih dahulu diaklimatisasi di
dalam wadah kurang lebih 24 jam, setelah itu ikan dilakukan uji tantang dengan
Adapun cara untuk melakukan uji tantang yaitu ikan komet satu persatu
ekor dan ditunggu selama 15 menit, apabila Argulus sp. sudah menempel pada ikan
komet (telah terinfestasi Argulus sp.) lalu masukkan ke dalam toples yang telah terisi air,
perlakuan hingga akhir penelitian. Pengamatan hasil ini meliputi pengamatan waktu
pelepasan Argulus sp. jumlah Argulus sp. yang lepas, Survival Rate (SR) ikan,
(Effendie, 1979) :
SR : x 100%
Keterangan :
SR : Survival rate (%)
dengankasat mata. Cara pengamatan yaitu ikan komet satu persatu dimasukkan dalam
gelas 3 beaker kemudian menyusul Argulus sp. sebanyak 3 ekor dimasukkan dan di
tunggu selama 15 menit, apabila Argulus sp. sudah menempel pada ikan komet (telah
terinfestasi Argulus sp.) maka dimasukkan ke dalam wadah toples yang telah terisi air
(Kismiyati, 2009). Selama pengamatan ini waktu pelepasan di catat pada menit keberapa
menggunakan rumus :
t = wk - wt
Keterangan :
t : waktu
menggunakan rumus:
MR = x 100%
Keterangan :
MR : Laju Mortalitas
kandunganoksigen terlarut (DO), dan diukur setiap hari yaitu pada pagi hari, siang hari,
uji F, untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati. Jika
berpengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui pebedaan
Yij=µ + Ti + + ∑ij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah