TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Famili : Cercopithecidae
Sub family : Colobinae
Genus : Trachypithecus
Spesies : Trachyphitecus. auratus (Geoffroy 1812).
tubuh dari ujung kepala hingga tungging, jantan dan betina dewasa rata-rata 517
mm, dan panjang ekornya rata-rata 742 mm. Sedangkan berat tubuhnya rata-rata 6,3
kg. Warna rambut hitam, diselingi dengan warna keperak-perakan. Bagian ventral,
berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul. Anak Lutung Jawa yang baru
lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa
warnanya berubah menjadi hitam kelabu. Perbedaan antara Lutung Jawa jantan dan
betina secara morfologi terletak pada perkembangan alat kelamin sedangkan untuk
kelompok umur pada Lutung Jawa dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan
aktivitas hariannya. Pada Lutung jantan dewasa mempunyai ukuran tubuh relatif
besar, sedangkan pada betina dewasa memiliki ukuran tubuh lebih kecil atau hampir
5
sama dengan ukuran jantan dewasa. Pada Lutung Jawa betina rambut bagian
punggung lebih hitam dari pada warna punggung Lutung Jawa jantan (Nugraha,
2011).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan ini
merupakan aset bangsa yang harus dijaga kelestariannya demi kepentingan masa
depan Indonesia. Salah satu dari keanekaragaman fauna tersebut adalah satwa
Lutung dari jenis primata, di mana populasinya pada saat ini diperkirakanmenurun
dan terancam punah. Dengan cara mempertahankan dan menjaga populasi dan
habitat yang ada dapat mencegah kepunahan satwa liar. Habitat adalah suatu
lingkungan dengan kondisi tertentu di mana suatu spesies atau komunitas hidup.
Habitat Lutung Jawa meliputi hutan primer, hutan sekunder, hutan pantai, hutan
mangrove maupun hutan hujan tropis. Lutung Jawa memiliki daerah jelajah yang
berkisar antara 15-32 ha. Hal ini menunjukan bahwa Lutung Jawa membutuhkan
areal yang luas untuk hidup dan berkembang dengan baik. Primata yang hanya
memakan daun saja akan memiliki daerah jelajah dan bentuk tubuh yang kecil
dibandingkan dengan primata yang memakan beraneka ragam daun, bunga dan
buah (Wirdateti, 2004). Primata yang hanya memakan daun saja harus bergerak dan
berpindah-pindah cukup jauh untuk mencari daun yang akan dia makan, berbeda
dengan primata yang memakan beraneka ragam daun, bunga dan buah tidak terlalu
primer, hutan sekunder, hutan pantai, hutan mangrove maupun hutan hujan tropis.
Lutung Jawa memiliki daerah jelajah yang cukup luas sehingga memerlukan koridor
untuk pergerakannya. Lutung Jawa memulai aktivitasnya sejak dari bangun tidur
yaitu sekitar pukul 05:30 WIB, kemudian berpindah untuk makan di pohon sumber
pakan di sekitar pohon tempat tidur. Akhir dari aktivitas harian ditandai dengan
tempat tidurnya yaitu sekitar pukul 18.00 WIB. Lutung Jawa mempunyai jalur-jalur
tertentu dalam menempuh perjalanan harian, mencari makan dan tempat tidurnya,
tiga strata pohon secara vertikal untuk tempat tidurnya yaitu bagian pucuk kanopi,
harian dan mencari makan, ruang habitat secara vertikal dibagi empat strata yaitu
puncak kanopi, tengah-tengah pohon, di bawah pohon dan di lantai hutan (Abdilah,
2014).
Lutung Jawa membutuhkan tajuk pohon maupun tiang yang saling berhimpitan
agar dapat berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya dan berlindung. Keberadaan
pohon dengan kanopi bersambung merupakan kondisi ideal sebagai habitat Lutung
Jawa untuk keselamatan dan untuk menghindari predator darat dan udara hutan
musim sekunder dan hutan musim primer. Lutung mampu hidup di tipe hutan
dataran rendah hingga dataran tinggi. Lutung Jawa juga dapat hidup di tipe hutan
bakau,hutan rawa, daerah yang terkena pasang surut seperti tepian sungai besar atau
7
2.2 Javan Langur Center (JLC)
non pemerintah yang berkegiatan di bidang konservasi satwa liar langkah diseluruh
dunia. TAF Indonesia Program mengelola Javan Langur Center (JLC) atau pusat
rehabilitasi Lutung Jawa Jawa Timur dan merupakan bagian dari Javan Primata
Project yang pusatnya dibangun di kawasan Patuha Jawa Barat. Pusat lembaga
rehabilitasi Lutung Jawa (JLC) yang lebih fokus dengan spesifikasinya yaitu
merehabilitasi Lutung Jawa sub spesies Jawa bagian timur yang berkedudukan di
Coban Talun-Batu Jawa Timur. Lutung Jawa (Tracypithecus auratus) yang berada
beberapa kali yakni di kawasan hutan Coban Talun Batu dan kawasan hutan lindung
Kondang Merak Malang Selatan. Pada pusat rehabilitasi Lutung Jawa hasil
dan kemudian akan di masukkan ke dalam kandang karantina selama enam bulan
yang dimana kegiatan ini dilakukan oleh team keeper disamping melakukan kegiatan
bersih kandang petugas yang ada di JLC juga memberikan makan kepada Lutung –
Lutung yang direhabilitasi dimana pemberian makan pada jam 08.00 WIB dan 15.00
medical-checkup yang terdiri dari 3 tahapan yaitu pra-karantina, pra- sosialsiasi dan
sebelum dilepasliarkan. Selain itu pusat rehabilitasi Lutung Jawa juga sering
ke habitatnya, setiap lutung yang direhabilitasi akan diberikan chip. Chip ini
berfungsi sebagai tanda pengenal bahwa Lutung yang sudah dilepaskan kehabitatnya
merupakan Lutung hasil rehabilitasi sehingga team monitoring dari pihak JLC
(Kompasiana, 2017)
berlokasi di Coban Talun Dusun Wonorejo, Desa, Tulungrejo, Kec. Bumiaji, Kota
Batu, Jawa Timur . Tahun 2009-2010 menjadi awal mula Javan Langur Center
terbentuk dengan nama awal Javan Langur Conservation Program (JLCP) dalam
berpindah ke Coban Talun lokasi rehabilitasi Lutung Jawa bertempat di PPS Petung
Sewu. Tahun 2011 Javan Langur Center menjadi bagian dari The Aspinall
auratus), hal ini perlu dilakukan mengingat Lutung Jawa merupakan satwa yang
dilindungi dan populasi Lutung Jawa yang kian menurun akibat degredasi lahan
2017).
Ancaman terbesar bagi satwa liar adalah degredasi habitat yang disebabkan
9
oleh manusia. Pertambahan penduduk dan peningkatan dalam pemanfaatan
Menurut Ehrlich (2010), degredasi habitat merupakan faktor terbesar yang telah
menurunkan jumlah keanekaragaman jenis satwa liar dan populasinya. Selain itu,
secara berlebihan. Kegiatan eksploitasi berlebihan ini tidak terlepas dari adanya
makanan, atau untuk diambil bagian-bagian tubuhnya seperti gading gajah, cula
badak, kulit dan tulang harimau karena diyakini memiliki khasiat obat (Cadman,
2007).
Satwa sebagai mahluk hidup juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan
hukum, karena satwa merupakan mahluk hidup yang memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia baik secara langsung atau tidak langsung, hingga bentuk
perlindungan hukum terhadap satwa harus ditegakkan secara tegas dan dijalankan secara
nyata melalui penegakan hukum. Tidak terdapat pembenaran bagi manusia untuk
Kesejahtraan hewan digambarkan bukan saja segala urusan yang berhubungan dengan
keadaan fisik dan mental hewan namun, keinginan untuk mencegah penderitaan hewan
yang tidak perlu seperti memberikan kehidupan yang baik baginya dan kematian yang
layak. Kenyamana hewan yang baik dapat diukur dari terpenuhinya 5 aspek yang
10
meliputi kebebasan dari rasa lapar dan haus, rasa tidak nyaman, rasa sakit, rasa takut dan
frustasi, dan yang terakhir hewan tersebut dapat berprilaku dengan perilaku alaminya
(Widodo, 2007).
Kegiatan konservasi tidak hanya didasari oleh manfaat translokasi individu, namun
didasari oleh hasil penilaian manfaat yang diberikan baik terhadap level populasi,
spesies, maupun ekosistem. Proses translokasi merupakan kegiatan yang efektif apabila
translokasi harus didasari oleh tahapan standar termasuk mengumpulkan informasi dasar
proses dan perkembangan yang dilakukan tercatat dengan baik yang kemudian dapat
dijadikan acuan sebagai bahan evaluasi untuk adaptasi pengelolaan (Anonim, 2013).
didalam wilayah yang termasuk historic range dari organisme tersebut. Pelaksanaan
diikuti dengan resiko dalam kepentingan ekologi, sosial dan ekonomi; telah
dampak negatif (sosial, ekonomi dan ekologi), justifikasi dari kesiapan individu
bahwa tingkat resiko yang didapatkan seimbang dengan tingkat manfaat dan apabila
tingkat ketidakpastiaan atau kesiapan tinggi dalam translokasi, maka perlu ada
11
perencanaan kegiatan konservasi dalam bentuk lainnya (Widjaja, 2014).
beragam, begitu juga dengan sikap masyarakat yang dapat bersifat kontradiktif
dengan kegiatan translokasi, maka dari itu perlunya perencanaan translokasi yang
dapat mengakomodasi keadaan sosial ekonomi, nilai dan sifat, motivasi dan
ekspektasi, perubahan sikap serta antisipasi dari biaya dan manfaat yang dipahami
Selain itu perlu adanya pemahaman mengenai manfaat yang didapatkan setelah
(Airana, 2016).
Stakeholder merupakan sebuah frasa yang terbentuk dari dua buah kata, stake dan
individu atau organisasi baik profit maupun non profit yang memiliki kepentingan
12
dengan perusahaan sehingga dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, stakeholder semua pihak baik internal
pihak yang dipengaruhi dan mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung
atas aktivitas serta kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Jika perusahaan tidak
memperhatikan stakeholders bukan tidak mungkin akan menuai protes dan dapat
manusia berhubungan satu sama lain dalam pemanfaatan sumberdaya alam dengan
aspek-aspek fenomena alam dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu keputusan atau
13
dimensi yang berkaitan dengan interaksi masyarakat terhadap hutan, dimana
2. Hak masyarakat, hak-hak yang sudah ada pada kawasan hendaknya diakui dan
dihormati.
sistem-sistem simbolis yang memberi arti bagi kehidupan dan sangat erat
merusak.
14