Anda di halaman 1dari 43

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KONSERVASI HERPETOFAUNA

DI KOTA BANDUNG

LAPORAN OBSERVASI WAHANA ALAM X

MUHAMMAD DIKRI SULAIMAN


1404101900
ESTER MEGA BINTANG.S
140410190069
SITI RODIYAH
1404102000
RESTY SEPTIAYU
1404102000
MUHAMMAD ZAMZAM MUZAMIL
140410190025
MUHAMMAD TERRY AGUSTIAN
1404101900

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SUMEDANG
2021
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KONSERVASI HERPETOFAUNA
DI KOTA BANDUNG

ABSTRAK

Herpetofauna merupakan salah satu hewan yang saat ini sedang mengalami ancaman
akan keberadaannya. Faktor utama tingginya ancaman terhadap herpetofauna adalah
ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya keberadaaan mereka. Keberadaan
herpetofauna masih dianggap tidak sama penting dengan mamalia dan aves. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai herpetofauna dan
konservasinya, serta manajemen konflik jika terlibat konflik dengan herpetofauna.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara terstruktur melalui
kuesioner terhadap 96 orang masyarakat yang tinggal di Kota Bandung. Penentuan
responden dilakukan secara Non-probabilistik. Variabel dalam penelitian ini adalah
variabel categorical berupa karakteristik (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
rentang umur) serta persepsi responden yang diketahui dari pemahaman terhadap
herpetofauna dan pengetahuan tentang pemanfaatan, manajemen konflik, dan
konservasi herpetofauna. Survey dilakukan di kota Bandung pada tanggal 19-26
Oktober 2021. Dari hasil wawancara diketahui bahwa persepsi responden mengenai
herpetofauna sangat beragam. Beberapa responden menganggap bahwa herpetofauna
merupakan hewan yang menjijikan dan menyeramkan. Ada pula yang menganggapnya
herpetofauna sama pentingnya dengan organisme lain sehingga harus dilestarikan demi
keseimbangan ekosistem. Dalam manajemen konflik dengan herpetofauna, responden
akan memanggil pihak yang berwenang apabila herpetofauna yang mereka temui
berbahaya dan berada di tempat tinggal mereka. Sebagian kecil akan mengusirnya dan
membunuhnya. Persepsi responden mengenai konservasi herpetofauna juga
mendukung akan adanya konservasi. Sebagian besar responden juga mengetahui
manfaat dari herpetofauna. Namun, pengetahuan pemanfaatan herpetofauna dari aspek
ekonomi lebih banyak dari pada aspek ekologi.

Kata kunci: persepsi masyarakat, herpetofauna, konservasi, kota Bandung

ii
COMMUNITY PERCEPTION OF HERPETOFAUNA CONSERVATION
IN BANDUNG CITY

ABSTRACT

Herpetofauna is one of the animals that is currently experiencing threats to its existence.
The main factor in the high threat to herpetofauna is the public's ignorance about the
importance of their existence. The existence of herpetofauna is still considered not as
important as mammals and aves. This research was conducted to determine the
community's perception of herpetofauna and their conservation, as well as conflict
management if involved in a conflict with herpetofauna. This study uses qualitative
methods with structured interviews through questionnaires to 96 people living in the
city of Bandung. The determination of respondents is done in a non-probabilistic
manner. The variables in this study were categorical in the form of characteristics
(gender, education level, and age range) as well as respondents' perceptions which were
known from their understanding of herpetofauna and knowledge of utilization, conflict
management, and herpetofauna conservation. The survey was conducted in the city of
Bandung on 19-26 October 2021. From the results of the interviews, it is known that
respondents' perceptions of herpetofauna are very diverse. Some respondents think that
herpetofauna are disgusting and scary animals. Some consider herpetofauna as
important as other organisms so that they must be preserved for the sake of ecosystem
balance. In conflict management with herpetofauna, respondents will call the
authorities if the herpetofauna they encounter are dangerous and are in their place of
residence. A few will chase him away and kill him. Respondents' perceptions of
herpetofauna conservation also support conservation. Most of the respondents also
know the benefits of herpetofauna. However, knowledge of the use of herpetofauna
from the economic aspect is more than the ecological aspect.

Keywords: community perception, herpetofauna, conservation, Bandung city

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam

semesta yang indah ini juga telah melimpahkan kasih sayang-Nya serta kemudahan

tiada henti bagi hamba-Nya sehingga atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat

menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap

Konservasi Herpetofauna di Kota Bandung” dengan baik.

Laporan penelitian ini disusun sebagai hasil dari program Observasi Wahana

Alam (OWA) X yang diselenggarakan oleh Departemen Riset dan Keilmuan Dewan

pengurus XLII Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas Padjadjaran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penelitian ini bukan

karena hasil kerja keras penulis sendiri, tetapi juga dukungan dari berbagai pihak yang

terlibat secara langsung maupun tidak. Pada kesempatan kesempatan kali ini, penulis

ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan atas

segala bantuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

Jatinangor, November 2021

Penulis

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak lepas dari pihak-pihak yang telah membantu,
mendoakan, dan mendukung dari awal kegiatan hingga selesainya laporan ini. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Allah SWT., yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan kemudahan selama kegiatan
Observasi Wahana Alam X hingga diselesaikannya laporan ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Suryana, S.Si., MP., Kepala Prodi Biologi Unpad 2021 atas izin dan dukungan informasi
dalam pelaksanaan kegiatan Observasi Wahana Alam X;
2. Tatang Suharmana Erawan, Drs., M.I.L, dosen pembimbing Divisi Herpetologi yang telah
berbagi waktu, pikiran, dan ilmu dengan penulis;
3. Muhammad Rifal Khazin, S.Si, serta senior Divisi Herpetologi, yang telah memberikan
waktu dan pikiran dalam Pembuatan laporan.
4. Tim Observasi Wahana Alam X Divisi Herpetologi atas kerja sama, kerja keras, semangat,
baik mulai dari proses pengumpulan data, hingga pembuatan laporan ini sehingga lancarnya
kegiatan penelitian ini.
5. Keluarga Departemen Keilmuan DP XLII atas semangat, kebersamaan, serta dukungan yang
telah diberikan;
6. DP dan DPA HIMBIO UNPAD, serta seluruh Keluarga Besar HIMBIO UNPAD.
7. Semua pihak dan rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
8. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan dan semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. iii

ABSTRACT ................................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL..................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix

BAB I ............................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Identifikasi masalah ............................................................................................ 3

1.3 Maksud dan tujuan penelitian ............................................................................. 3

1.4 Kegunaan penelitian ............................................................................................ 4

1.5 Metodologi penelitian ......................................................................................... 4

1.6 Lokasi dan waktu penelitian................................................................................ 5

BAB II .......................................................................................................................... 6

2.1 Herpetofauna ....................................................................................................... 6

vi
2.2 Herpetofauna di Kota Bandung........................................................................... 8

2.3 Persepsi Masyarakat .......................................................................................... 11

2.4 Konservasi Herpetofauna .................................................................................. 14

2.5 Gambaran Umum Lokasi .................................................................................. 18

BAB III ....................................................................................................................... 20

3.1 Objek Penelitian ................................................................................................ 20

3.2 Metode Penelitian.............................................................................................. 20

3.2.1 Variabel penelitian ..................................................................................... 20

3.2.2 Pengumpulan Data ................................................................................ 21

3.3 Analisis data ...................................................................................................... 22

4.1 Karakteristik Responden ................................................................................... 23

4.2 Pandangan Terhadap Herpetofauna .................................................................. 25

4.3 Manajemen Konflik .......................................................................................... 26

4.4 Pengetahuan Tentang Konservasi Herpetofauna .............................................. 27

BAB 5.......................................................................................................................... 30

5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 30

5.2 Saran.................................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2.1 Jenis herpetofauna di Kota Bandung ........................................................ 8

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Diagram umur responden .................................................................... 23

Gambar 4. 2 Rasio perbandingan jenis kelamin responden...................................... 24

Gambar 4. 3 Jenjang pendidikan responden ............................................................. 25

Gambar 4.4 Diagram mengenai hal yang akan dilakukan responden jika terlibat

konflik dengan herpetofauna ............................................................... 27

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara dengan julukan hotspot megabiodiversty.

Hotspot megabiodiversty adalah istilah yang digunakan untuk negara yang memiliki

keanekaragaman hayati tinggi, namun ancaman terhadap keanekaragaman hayatinya

juga tinggi (Supriatna, 2008). Faktor utama tingginya ancaman terhadap

keanekaragaman hayati adalah ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya

keberadaaan mereka (Leksono dkk., 2015). Salah satu fauna yang terancam punah di

Indonesia adalah herpetofauna.

Herpetofauna merupakan kelompok hewan yang banyak ditemukan di alam

yang terdiri dari kelas reptil dan amfibi (Das, 1997). Saat ini ada sekitar 8.380 jenis

amfibi (Frost, 2021) dan 13.047 jenis reptil di dunia (Uetz and Stylianou, 2018).

Hewan-hewan ini menjadi salah satu keanekaragaman hayati yang keberadaannya

masih kurang diketahui manfaatnya oleh banyak orang (Sardi dkk., 2014). Hal ini

disebabkan oleh persepsi masyarakat yang menganggapnya sebagai hewan yang

menakutkan bahkan menjijikan. Persepsi sendiri dapat diartikan sebagai pandangan

1
2

yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

(Muhammad dkk., 2014). Bahkan keberadaan herpetofauna masih dianggap tidak

sama penting dengan Mamalia dan Aves (Vitt and Caldwell, 2009). Namun demikian,

hewan-hewan herpetofauna ini memiliki peran yang sangat penting bagi lingkungan.

Seperti halnya ular yang sering dianggap sebagai hewan yang menakutkan dan banyak

dibunuh oleh manusia, pada dasarnya memiliki manfaat untuk membantu

menyeimbangkan ekosistem dalam rantai makanan.

Persepsi masyarakat ini dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur dalam

melihat pengetahuan masyarakat terkait konservasi herpetofauna di satu daerah

tertentu. Pandangan masyarakat terkait herpetofauna yang dianggap sebagai hewan

menakutkan atau menjijikan dapat mendorong ketidakpedulian masyarakat dalam

upaya konservasinya. Sebagian besar masyarakat akan menganggap keberadaan hewan

herpetofauna ini sebagai ancaman. Anggapan seperti itu akan mendorong terjadinya

pemusnahan herpetofauna yang dibutuhkan keberadaanya dalam menganalisis kualitas

lingkungan atau biasa disebut sebagai bioindikator (Vitt and Caldwell, 2009).

Pemanfaatan herpetofauna oleh masyarakat lokal sebagai bahan pangan, obat

tradisional, perdagangan, bahan industri fashion, dan lain-lain mendorong adanya

persepsi yang salah di masyarakat yaitu eksploitasi berlebihan terhadap herpetofauna

di alam bebas (Kusrini, 2019). Berdasarkan uraian di atas, penelitian mengenai

“Persepsi Masyarakat Terhadap Konservasi Herpetofauna di Kota Bandung” perlu


3

dilakukan. Penelitian ini diharapkan memberikan data yang dapat digunakan sebagai

acuan untuk strategi konservasi herpetofauna di Kota Bandung.

1.2 Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah yang diperoleh adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap herpetofauna yang berada di sekitar

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap manajemen konflik dengan

herpetofauna

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap konservasi herpetofauna

1.3 Maksud dan tujuan penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari persepsi masyarakat terhadap

konservasi herpetofauna sebagai bagian dari usaha pelestariannya di Kota Bandung,

Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat

tentang keberadaan, manajemen konflik, dan konservasi herpetofauna di kota

Bandung.
4

1.4 Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data mengenai

persepsi masyarakat terhadap konservasi herpetofauna di Kota Bandung yang dapat

digunakan sebagai dasar dalam penentuan langkah konservasi bagi pihak-pihak yang

bergerak di bidang konservasi khususnya konservasi herpetofauna. Penelitian ini juga

dapat menjadi sumber data untuk penelitian selanjutnya yang terkait.

1.5 Metodologi penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan Kota Bandung. Responden yang menjadi

objek utama penelitian adalah 96 orang masyarakat Kota Bandung. Penentuan

responden dilakukan secara non-probabilistik. Variabel dalam penelitian ini adalah

variabel categorical berupa karakteristik (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan

rentang umur) serta persepsi responden yang diketahui dari pemahaman terhadap

herpetofauna dan pengetahuan tentang pemanfaatan, manajemen konflik, dan

konservasi herpetofauna. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

kualitatif yang diperoleh dengan cara wawancara terstruktur melalui kuesioner. Skala

yang digunakan dalam penelitian ini adalah nominal scale karena menggunakan

bilangan sebagai lambang untuk mempermudah proses pengolahan data. Ukuran


5

statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran letak persentil yang

ditampilkan dalam pie chart.

1.6 Lokasi dan waktu penelitian

Survey dilakukan di kota Bandung pada tanggal 19-26 Oktober 2021.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Herpetofauna

Herpetofauna berasal dari bahasa Yunani yaitu Herpeton yang artinya binatang

melata. Walau berbeda kelas, Amfibi dan Reptil dimasukkan dalam satu bidang ilmu

herpetologi karena cara hidup, habitat, metode pengamatan dan koleksinya serupa.

Reptil dan Amfibi merupakan hewan ektoterm dan poikiloterm yaitu berarti hewan

yang memanfaatkan sumber panas eksternal untuk memperoleh energi. Hewan

poikiloterm mampu tidak makan dalam jangka waktu yang lama karena memiliki

metabolisme yang rendah. Namun, katak tetap harus makan setiap hari atau beberapa

hari sekali, kecuali pada masa dorman. Amfibi dan Reptil adalah hewan berkaki empat

(tetrapod). Meskipun banyak Reptil seperti kadal dan ular yang tidak berkaki, namun

di dalam tubuhnya masih terdapat tulang sisa kaki yang ada di masa lalu. Amfibi dan

Reptil dewasa sama-sama bernapas menggunakan paru-paru (Kusrini, 2019).

Hal yang membedakan Amfibi dan Reptil terutama pada perkembangan

embrionya. Tipe telur Reptil adalah amniota, yaitu embrio dilindungi oleh amnion

(membran embrio). Telur Reptil tidak memerlukan sumber air dari luar. Telur Reptil

juga dilapisi oleh cangkang yang bersifat tertutup karena bisa melakukan pertukaran

6
7

zat hara dengan lingkungan. Telur Amfibi bertipe anamniota (tidak ada amnion).

Biasanya telur yang dikeluarkan betina akan dibuahi oleh jantan di luar (fertilisasi

eksternal). Telur Amfibi tidak bercangkang dan hanya dilindungi oleh lapisan gelatin

semi-permeabel serta sangat membutuhkan air dari lingkungan. Oleh karena itu, induk

Amfibi selalu dikeluarkan di sumber air. Selain itu, kulit keduanya sangat berbeda.

Kulit Reptil pada bagian integumen dilapisi oleh sisik rata atau berduri untuk mengatur

sirkulasi air. Sedangkan kulit Amfibi licin, terdapat kelenjar dan memiliki

permeabilitas yang tinggi sehingga dapat menjadi tempat keluar-masuk air dan gas.

Reptil terdiri dari empat Ordo, yaitu Rhynchocephalia (Tuatara), Crocodylia (buaya),

Testudinata (kura-kura dan penyu), dan Squamata (ular). Seluruh Ordo tersebut ada di

Indonesia kecuali Rhynchocephalia. Amfibi terdiri dari tiga Ordo, yaitu Caudata

(salamander), Anura (katak dan kodok), dan Gymnophiona (Amfibi tak berkaki).

Indonesia memiliki dua dari tiga ordo Amfibia yang ada di dunia, yaitu Gymnophiona

dan Anura (Kusrini, 2019).

Amfibi dan Reptil tersebar di seluruh dunia kecuali benua Antartika. Amfibi

dan Reptil menempati habitat seperti laut, sungai, kolam air, hutan dataran rendah

hingga pegunungan, kayu lapuk, kubangan, akar banir, dan serasah daun. Namun,

terdapat beberapa jenis Amfibi dan Reptil yang memiliki daerah sebaran yang sangat

terbatas bahkan hanya dapat ditemui pada tipe habitat spesifik. Jenis-jenis inilah yang

sering digunakan sebagai bioindikator lingkungan. Berdasarkan tempat ditemukannya,

Amfibi dan Reptil dapat digolongkan menjadi empat, yaitu (Mistar, 2008):
8

1) Akuatik, yaitu hewan yang hidupnya di perairan

2) Arboreal, yaitu hewan yang hidup di atas pohon

3) Terrestrial, yaitu hewan selalu berada di atas permukaan tanah.

4) Fossorial, yaitu hewan yang hidup di dalam lubang-lubang tanah

2.2 Herpetofauna di Kota Bandung

Keberadaan herpetofauna di Indonesia begitu beragam, ada sekitar 409 jenis

amfibi dan 755 jenis reptil di indonesia. Adapun beberapa jenis herpetofauna yang

dapat ditemukan di Kota Bandung menurut data dari Sulaeman dkk., (2017) dan

Cahyadi (2020) adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2.1 Jenis herpetofauna di Kota Bandung

Amphibia

Katak/Kodok Duttaphrynus melanostictus

Phrynoidis aspera

Fejervarya cancrivora
9

Limnonectes kuhlii

Limnonectes microdiscus

Leptobrachium hasseltii

Megophrys montana

Microhyla achatina

Microhyla palmipes

Huia masonii

Chalcorana chalconata

Odorrana hasii

Philautus aurifasciatus

Polypedates leucomystax
10

Rhacopharus margaritifer

Rhacopharus reinwarati

Reptilia

Ular Ahaetulla prasine

Bungarus candidus

Calliophis intestinalis

Coelognathus flavolineatus

Fowlea melanzostus

Malayopython reticulatus

Naja sputatrix

Ptyas carinata
11

Rhabdophis chrysargos

Rhabdophis subminiatus

Lycodon capucinus

Kadal Bronchocela jubata

Calotes versicolor

Eutropis multifasciata

Takydromus sexlineatus

Cikcak Hemidactylus frenatus

Gecko gecko

2.3 Persepsi Masyarakat

Persepsi berasal dari Bahasa Inggris perception yang artinya persepsi,

penglihatan, tanggapan, yaitu proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu
12

dalam lingkungan melalui indera-indera yang dimilikinya atau pengetahuan

lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera (Kartono & Gulo, 1987

dalam Zainal, 2015). Persepsi sering diartikan sebagai cara pandang seseorang

terhadap sesuatu. Menurut Pahlevi (2007), persepsi adalah suatu proses untuk membuat

penilaian (judgment) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam

hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang (Setiawan, 2017).

Persepsi merupakan suatu proses yang diawali oleh penginderaan. Penginderaan

merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu

alat indera. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan saraf ke otak sebagai pusat

susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Stimulus diterima

oleh alat indera, kemudian melalui proses persepsi sesuatu yang diindera tersebut

menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan (Davidoff,

1980 dalam Zainal, 2015).

Menurut Simanjuntak (Robbins, 2001) mengemukakan bahwa ada 3 faktor

yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu:

1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba

menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh

karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu.

2. Target atau objek, karakteristik karakteristik dan target yang diamati dapat

mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan

terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi


13

persepsi seperti kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda benda yang

berdekatan atau yang mirip

3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab

unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa persepsi sangat dipengaruhi oleh unsur

subjektif orang yang mempersepsi, sehingga persepsi selalu mengarah pada fakta

spesifikasi pribadi. Oleh karena itu, penerimaan terhadap objek yang sama akan

ditanggapi atau dipersepsi berbeda oleh kelompok yang satu dan lainnya atau orang

yang satu dengan lainnya (Zainal, 2015).

Persepsi dan sikap masyarakat mempengaruhi berhasil atau tidaknya dalam

mendukung upaya konservasi. Sumber daya di alam tidak dapat dilestarikan dan

dikelola dengan baik tanpa terlebih dahulu mengetahui persepsi dan sikap masyarakat

terhadap lingkungan (Lee and Zhang, 2008). Dengan mengetahui persepsi dan sikap

masyarakat terhadap sumber daya alam maka akan lebih mudah untuk merancang

strategi konservasi dan manajemen yang efektif untuk menjaga agar sumber daya alam

tetap lestari dan dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat (Dolisca et al.,

2007).
14

2.4 Konservasi Herpetofauna

Konservasi merupakan serapan dari kata “conservation” dalam bahasa Inggris,

yang berakar dari bahasa latin dan merupakan gabungan dari dua kata yakni “con” yang

berarti bersama, dan “servare” yang berarti menjaga atau menyelamatkan. Konservasi

diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dengan

berpedoman pada asas pelestarian. Sumber daya alam adalah unsur-unsur hayati yang

terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)

dengan unsur non hayati di sekitarnya yang secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati adalah pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya

secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara

dan meningkatkan kualitas nilai keragamannya. Pengertian ini juga disebutkan dalam

Undang-Undang Republik Indonesia tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya Pasal 1 Nomor 5 Tahun 1990.

Secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya yaitu bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya

alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.24 Selain tujuan

yang tertera di atas tindakan konservasi mengandung tujuan:


15

1. Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber daya alam

terhadap eksploitasi komersial, untuk memperpanjang pemanfaatannya

bagi keperluan studi, rekreasi dan tata guna air.

2. Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan masa lalu

yang telah membahayakan produktivitas pengkalan sumber daya alam.

3. Penggunaan yang seefisien mungkin. Misal teknologi makanan harus

memanfaatkan sebaik-baiknya biji rambutan, biji mangga, biji salak dan

lain-lainnya yang sebetulnya berisi bahan organik yang dapat diolah

menjadi bahan makanan.

4. Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari pabrik,

rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lain-lainnya.

Penanganan sampah secara modern masih ditunggu-tunggu.

5. Mencarikan pengganti sumber alam yang sepadan bagi sumber yang

telah menipis atau habis sama sekali. Tenaga nuklir menggantikan

minyak bumi.

6. Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam pemilihan

sumber daya alam untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, misalnya

pembuatan waduk yang serbaguna di Jatiluhur, Karangkates, Wonogiri,

Sigura-gura.

7. Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan sumber daya

diperpadukan berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi pemborosan,

atau yang satu merugikan yang lain. Misalnya, pemanfaatan mata air
16

untuk suatu kota tidak harus mengorbankan kepentingan pengairan

untuk persawahan.

Sumber daya alam flora fauna dan ekosistemnya berperan penting sebagai

unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat digantikan.

Tindakan tidak bertanggungjawab akan mengakibatkan kerusakan, bahkan kepunahan

flora fauna dan ekosistemnya. Kerusakan ini menimbulkan kerugian besar yang tidak

dapat dinilai dengan materi, sementara itu pemulihannya tidak mungkin lagi.

Oleh karena itu sumber daya tersebut merupakan modal dasar bagi

kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia harus dilindungi, dipelihara,

dilestarikan dan dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan batas-batas terjaminnya

keserasian, keselarasan dan keseimbangan.

Pada dasarnya konservasi merupakan suatu perlindungan terhadap alam dan

makhluk hidup lainnya. Sesuatu yang mendapat perlindungan maka dengan sendiri

akan terwujud kelestarian.

Manfaat-manfaat konservasi diwujudkan dengan:

1. Terjaganya kondisi alam dan lingkungannya, berarti upaya konservasi dilakukan

dengan memelihara agar kawasan konservasi tidak rusak.

2. Terhindarnya bencana akibat perubahan alam, yang berarti gangguan gangguan

terhadap flora fauna dan ekosistemnya pada khususnya serta sumber daya alam
17

pada umumnya menyebabkan perubahan berupa kerusakan maupun penurunan

jumlah dan mutu sumber daya alam tersebut.

3. Terhindarnya makhluk hidup dari kepunahan, berarti jika gangguan gangguan

penyebab turunnya jumlah dan mutu makhluk hidup terus dibiarkan tanpa upaya

pengendalian akan berakibat makhluk hidup tersebut menuju kepunahan bahkan

punah sama sekali.

4. Mampu mewujudkan keseimbangan lingkungan baik mikro maupun makro,

berarti dalam ekosistem terdapat hubungan yang erat antara makhluk hidup

maupun dengan lingkungannya.

5. Mampu memberi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, berarti upaya konservasi

sebagai sarana pengawetan dan pelestarian flora fauna merupakan penunjang

budidaya, sarana untuk mempelajari flora fauna yang sudah punah maupun belum

punah dari sifat, potensi maupun penggunaannya.

6. Mampu memberi kontribusi terhadap kepariwisataan, berarti ciri-ciri dan objeknya

yang karakteristik merupakan kawasan ideal sebagai sarana rekreasi atau wisata

alam.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik

Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan

dan satwa yang dilindungi, jumlah spesies herpetofauna yang dilindungi di Indonesia

berjumlah 37 spesies, dengan rincian 36 spesies reptil dan 1 spesies amphibi.


18

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Pasal 3 Pemanfaatan jenis tumbuhan dan

satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk:

a. Pengkajian, penelitian dan pengembangan.

b. Penangkaran.

c. Perburuan.

d. Perdagangan.

e. Peragaan.

f. Pertukaran.

g. Budidaya tanaman obat-obatan.

h. Pemeliharaan untuk kesenangan.

2.5 Gambaran Umum Lokasi

Kota bandung secara administrasi terletak di Jawa Barat dan merupakan ibu

kota Provinsi Jawa Barat. Mempunyai luas wilayah sebesar 167,45 Km 2. Secara

Geografis, kota bandung terletak diantara 107° BT dan 6°55’ LS. Secara topografi, kota

bandung berada di ketinggian 768 meter di atas permukaan laut (mdpl). Daerah bagian
19

selatan memiliki permukaan tanah relatif datar dengan titik terendahnya 675 mdpl.

Sedangkan daerah bagian utara merupakan daerah berbukit dengan titik tertingginya

1.050 mdpl. Kota bandung memiliki iklim yang lembab dan sejuk. Suhu rata-rata

hariannya mencapai 23,1 ℃ dan curah hujan rata-ratanya 204,11 mm (PPID Kota

Bandung, 2021).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Menurut Supranto (2000), objek penelitian merupakan himpunan elemen yang

dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Dajan (1986)

menjelaskan bahwa objek penelitian merupakan pokok persoalan yang hendak diteliti

untuk mendapatkan data secara lebih terarah. Adapun Objek penelitian pada penelitian

ini adalah masyarakat yang berdomisili di Kota Bandung.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel categorical berupa karakteristik

(jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan rentang umur) serta persepsi responden yang

diketahui dari pemahaman terhadap herpetofauna dan pengetahuan tentang

pemanfaatan, manajemen konflik, dan konservasi herpetofauna.

20
21

3.2.2 Pengumpulan Data

3.2.2.1 Instrumen penelitian

Menurut Widoyoko (2012) Peneliti menggunakan instrumen penelitian untuk

memperoleh data yang membutuhkan dalam penelitian ini. Instrumen penelitian adalah

alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan

cara melakukan pengukuran. Adapun instrumen penelitian yang digunakan oleh

peneliti berupa angket dan daftar pertanyaan. Menurut Riduwan (2014) menyatakan

angket (kuesioner) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia

memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Angket yang

digunakan ada dua jenis, yaitu: angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka

(angket tidak terstruktur) ialah angket yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga

responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaanya. Sedangkan

angket tertutup (angket terstruktur) adalah angket yang disajikan dalam bentuk

sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai

dengan pendapatnya. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah nominal scale

karena menggunakan bilangan sebagai lambang untuk mempermudah proses

pengolahan data. Ukuran statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran

letak persentil yang ditampilkan dalam pie chart.


22

3.2.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan melalui tahapan-tahapan

sebagai berikut:

1. Pembagian instrumen kepada responden secara acak, untuk diisi sesuai

dengan petunjuk yang telah disiapkan.

2. Penarikan Instrumen penelitian telah diisi oleh responden.

3. Tabulasi data hasil penelitian.

4. Analisis data hasil penelitian dengan rumus statistik.

3.3 Analisis data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden

terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan

variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dan jenis

responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk

menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang

telah diajukan (Sugiyono, 2013).


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil wawancara dari 96 responden diketahui bahwa rentang umur

responden yang diwawancarai berkisar antara 17-22 tahun. Responden paling banyak

berumur 20 tahun (37,5%) dan paling sedikit berumur 17 dan 22 tahun (2,1%). Berikut

adalah diagram rentang umur dari responden yang telah diwawancarai:

Gambar 4. 1 Diagram umur responden

Sementara itu, berdasarkan jenis kelaminnya, responden yang paling banyak

adalah perempuan dengan persentase 66,67%, sedangkan laki-laki memiliki persentase

23
24

31,3%, sisanya memilih tidak menjawab. Berdasarkan jenjang pendidikan terakhirnya,

98% responden sudah menyelesaikan tingkat pendidikan SMA dan sisanya belum

tamat SMA. Berikut adalah diagram rasio jenis kelamin dan jenjang pendidikan

terakhir responden:

Gambar 4. 2 Rasio perbandingan jenis kelamin responden


25

Gambar 4. 3 Jenjang pendidikan responden

4.2 Pandangan Terhadap Herpetofauna

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar responden sudah

mengetahui apa itu herpetofauna (87,5%). Namun, sebanyak 12,5% responden masih

belum mengetahui tentang herpetofauna. Ada enam tingkatan pengetahuan, yaitu tahu,

memahami, aplikasi, analisis, dan sintesis. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya yaitu tingkat pendidikan, pengalaman, minat, usia, dan

informasi. Pada umumnya, pengetahuan seseorang semakin banyak seiring tingginya

jenjang pendidikan dan usia mereka (Asri dan Yanuwiadi, 2015).


26

Persepsi responden mengenai herpetofauna juga sangat beragam. Beberapa

responden menganggap bahwa herpetofauna merupakan hewan yang menjijikan dan

menyeramkan. Ada pula yang menganggapnya hewan yang biasa saja. Namun, mereka

mengetahui bahwa herpetofauna sama pentingnya dengan organisme lain. Beberapa

juga menyatakan bahwa herpetofauna merupakan hewan yang penting terutama dalam

menjaga keseimbangan ekosistem sehingga keberadaannya harus dilestarikan.

Maulana (2009) dalam bukunya menyatakan bahwa persepsi seseorang mengenai suatu

hal dipengaruhi oleh variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang budaya),

variabel sosiopsikologis (keperibadian, kelas sosial, dan tekanan sosial), dan variabel

struktural (pengetahuan dan pengalaman sebelumnya). Persepsi seseorang nantinya

akan mempengaruhi perilaku atau tindakan mereka.

4.3 Manajemen Konflik

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa sebagian besar responden

mengaku sering melihat dan menjumpai herpetofauna terutama dari golongan katak

dan kodok. Ketika mereka menjumpai herpetofauna yang berpotensi membahayakan

sebagian besar responden menjawab akan memanggil pihak yang berwenang dan

mengusirnya. Hanya sebagian kecil yang akan membunuh mereka. Jika terlibat dalam

konflik dengan herpetofauna 66,7% responden akan memanggil pihak yang berwenang

jikalau herpetofauna yang mereka temui berbahaya dan berada di tempat tinggal
27

mereka, 3,1% responden akan membiarkannya saja, 24% akan mengusirnya, dan hanya

6,3% yang berencana akan membunuhnya (Gambar 4.4).

Gambar 4. 4 Diagram mengenai hal yang akan dilakukan responden jika terlibat
konflik dengan herpetofauna

4.4 Pengetahuan Tentang Konservasi Herpetofauna

Berdasarkan hasil wawancara, 99% responden menyatakan bahwa

herpetofauna perlu dilestarikan dan hanya 1% yang menyatakan tidak perlu

dilestarikan. Mereka berpendapat untuk melestarikannya dengan cara: (1)

memeliharanya; (2) melestarikan habitat; (3) tidak membunuhnya; (4) memberikan

edukasi kepada masyarakat; dan (5) menyerahkannya ke pihak yang berwenang.

Sebanyak 14,6% responden menyatakan bahwa salah satu cara terbaik untuk

konservasi adalah dengan cara memeliharanya. Alasannya adalah dapat melindungi


28

hewan tersebut secara langsung dan dapat memberikan pakan dengan baik. Sebanyak

85,4% responden tidak menyetujui pernyataan bahwa salah satu cara terbaik konservasi

adalah dengan memeliharanya. Mereka berpendapat tidak semua orang mengerti dan

mengetahui cara yang baik dan benar dalam memelihara herpetofauna. Selain itu,

herpetofauna memiliki karakteristik habitat yang spesifik yang mana tidak semua bisa

cocok jika ditempatkan di dalam kandang. Mengambil herpetofauna untuk dijadikan

peliharaan juga dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem tempat

herpetofauna itu berasal.

Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa sebanyak 87,5% responden

mengetahui manfaat dari herpetofauna dan sebanyak 12,5% responden masih belum

mengetahui manfaat dari herpetofauna. Manfaat yang mereka tau dari herpetofauna

yaitu dapat dijadikan bahan pangan, digunakan sebagai obat tradisional, indikator

lingkungan, dan dijadikan hewan peliharaan. Pengetahuan masyarakat mengenai

pemanfaatan herpetofauna lebih banyak ke arah aspek manfaat ekonomi dibanding

aspek manfaat ekologinya. Rendahnya pengetahuan mengenai aspek manfaat ekologi

dikarenakan minat seseorang terhadap herpetofauna masih tergolong rendah. Asri dan

Yanuwiadi (2015) juga menyatakan bahwa rendahnya pengetahuan mengenai aspek

manfaat ekologi dipengaruhi oleh jenjang pendidikan. Jumlah masyarakat yang duduk

di bangku sekolah atau memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi sedikit. Mengetahui peran herpetofauna secara ekologi yaitu sebagai

predator dan mangsa dalam rantai makanan merupakan hal yang penting untuk

diinformasikan kepada masyarakat agar selanjutnya masyarakat dapat bersikap lebih


29

bijak terhadap herpetofauna. Masyarakat lebih mengetahui aspek manfaat ekonomi

karena masyarakat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut.

1. Persepsi responden mengenai herpetofauna sangat beragam. Beberapa

responden menganggap bahwa herpetofauna merupakan hewan yang

menjijikan dan menyeramkan. Ada pula yang menganggapnya hewan yang

biasa saja. Namun, mereka mengetahui bahwa herpetofauna sama pentingnya

dengan organisme lain. Beberapa juga menyatakan bahwa herpetofauna

merupakan hewan yang penting terutama dalam menjaga keseimbangan

ekosistem sehingga keberadaannya harus dilestarikan.

2. Dalam manajemen konflik dengan herpetofauna, responden akan memanggil

pihak yang berwenang apabila herpetofauna yang mereka temui berbahaya dan

berada di tempat tinggal mereka. Sebagian kecil akan mengusirnya dan

membunuhnya.

3. Persepsi responden mengenai konservasi herpetofauna juga mendukung akan

adanya konservasi. Mereka berpendapat bahwa konservasi dapat dilakukan

30
31

dengan cara memeliharanya, melestarikan habitat, tidak membunuhnya,

memberikan edukasi kepada masyarakat, dan menyerahkannya ke pihak yang

berwenang. Sebagian besar responden juga mengetahui manfaat dari

herpetofauna. Namun, pengetahuan pemanfaatan herpetofauna dari aspek

ekonomi lebih banyak dari pada aspek ekologi.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang perlu dilakukan
untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi masyarakat terhadap


pemanfaatan Herpetofauna secara ekologis dan ekonomis.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kajian yang sama dengan variasi
responden dan jumlah yang lebih banyak agar data dapat lebih merepresentasikan
kondisi sebenarnya di masyarakat.

3. Perlu dilakukan tindak lanjut berupa strategi konservasi herpetofauna yang efektif
dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Asri, A. S. K., & Yanuwiadi, B. 2015. Persepsi masyarakat terhadap ular sebagai upaya
konservasi satwa liar pada masyarakat Dusun Kopendukuh, Desa Grogol,
Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. J-PAL 6(1): 42-47.
Cahyadi, G. 2020. Peran publik dan media massa dalam pelaporan penemuan ular di
pemukiman penduduk (contoh kasus di Kota Bandung dan sekitarnya). Warna
Herpetofauna 12(1): 15–35.
Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid 1. Jakarta : LP3ES.
Das, I. 1997. Conservation problem of tropical Asia’s most threatened turtle. Pp. 295–
308 in Conservation, restoration, and management of tortoises and turtles. (J.
Van Abbema, ed.). New York : New York Turtle and Tortoise Society and
WCS Turtle Recovery Program.
Dolisca, F., J. M. McDaniel, and Teeter, L. D. 2007. Farmers’ perceptions towards
forests: A case study from Haiti. Forest Policy & Economics 9(6): 704–712.
Frost, D. R. 2021. Amphibian Species of the World: an Online Reference. Version 6.1
[Online]. American Museum of Natural History. Avaliable at
https://amphibiansoftheworld.amnh.org/Amphibia (Diakses 15 Oktober 2021).
Kusrini, M. D. 2019. Metode Survei dan Penelitian Herpetofauna. Bogor: IPB Press.
Lee, H. F. and D. D Zhang. (2008). Perceiving the environment from the lay
perspective in desertified areas, northern China. Environmental Management
41(2): 168–182. http://doi.org/10.1007/s00267-007-9052-8
Leksono, S. M., A. Syachruroji, dan P. Marianingsih. 2015. Pengembangan bahan ajar
biologi konservasi berbasis etnopedagogi. Jurnal Kependidikan: Penelitian
Inovasi Pembelajaran 45(2): 168-183.
Maulana, H. D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

32
Mistar. 2008. Panduan lapangan Amfibi & Reptil di Area Mawas Propinsi Kalimantan
Tengah (Catatan di Hutan Lindung Beratus). Medan: The Gibbon Foundation
& PILI-NGO Movement.
Muhammad, S. D. S., R. A. J. Legrans, dan J. Lainawa. 2014. hubungan antara faktor
sosial ekonomi dengan persepsi peternak terhadap pengembangan usaha
peternakan sapi perah di Kota Tomohon. Zootec 34(2): 39.
https://doi.org/10.35792/zot.34.2.2014.5525
PPID Kota Bandung. 2021. Geografis dan sejarah kota bandung [Online]. Avaliable
at : https://ppid.bandung.go.id/knowledgebase/sejarah-kota-bandung/ (diakses
20 Oktober 2021)
Riduwan. 2014. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Sardi, M., E. Erianto, dan S. Siahaan. (2014). Keanekaragaman herpetofauna di Resort
Lekawai Kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Kabupaten Sintang
Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari 2(1): 126–133.
Setiawan, H. 2017. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap konservasi ekosistem
mangrove di Pulau Tanakeke Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Sosial Dan
Ekonomi Kehutanan 14(1): 57–70. https://doi.org/10.20886/jsek.2017.14.1.57-
70
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulaeman, T., V. L. Zulfikar, dan H. Syarifah. 2017. Catatan Pengembaraan:
Rekam Jekak Amfibi di Bandung Raya. Xenodermus.
Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga.
Supriatna, J. 2008. Melestarikan alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Uetz, P., and A. Stylianou. (2018). The original descriptions of reptiles and their
subspecies. Zootaxa 4375(2): 257–264.
Vitt, L. J., and J. P Caldwell. 2009. Herpetology. An introductory biology of
amphibians and reptiles (3rd ed.). USA: Elsevier.

33
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Zainal, Z. 2015. Persepsi masyarakat terhadap partai politik di Desa Terantang
Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, 5(9):735-742.

34

Anda mungkin juga menyukai