segala jenis hewan yang hampir seluruh hidupnya berada di dalam air. Salah satu
contohnya adalah ikan. Ya, ikan memang merupakan salah satu jenis hewan yang
menggantungkan seluruh hidupnya di dalam air, seperti bergerak, bernapas dan mencari
makan di dalam air. Bahkan ikan tak bisa hidup tanpa air.
Selain ikan, ada pula hewan akuatik yang sebenarnya merupakan hewan darat. Beberapa jenis
hewan seperti lumba-lumba, paus, dugong, anjing laut, singa laut, serta walrus yang kini hidup
di air, diperkirakan pernah mendiami daratan beberapa juta tahun lalu… itu terbukti dari ciri-ciri
tubuhnya, seperti bernapas dengan paru-paru, melahirkan dan menyusui anaknya, serta
memiliki rambut di tubuhnya. Ya, ciri tubuh mereka lebih menyerupai hewan mamalia, karena
itulah mereka disebut sebagai hewan mamalia air.
Walau begitu, bentuk tubuh mamalia air tak
beda jauh dari bentuk tubuh ikan pada
umumnya. Mengapa begitu? Konon
kabarnya, berjuta-juta tahun yang lalu,
hewan mamalia ini pernah memiliki tubuh
seperti kebanyakan mamalia darat, yaitu
berkaki dan berambut. Namun beberapa
sebab mengharuskan mereka untuk
mencari makan atau berlindung di dalam
air. Contohnya paus. Makanan pokok paus
adalah plankton yang berada di dalam laut.
Untuk mendapatkan makanannya paus pun
berpindah hidup ke laut, hingga lama
kelamaan bentuk tubuhnya berubah
menyerupai ikan.
Dalam bahasa Jepang hiu ini dikenal sebagai Nokogiriei. Penamaan dalam bahasa Belanda
disebut Zoetwaterzaa grog. Sedangkan dalam bahasa lokal disebut sebagai cucut krakas
(Jawa) dan hiu sentani (Papua).
Hiu gergaji merupakan ikan yang beradaptasi dengan perairan air tawar. Pada musim hujan
(Desember-Maret) ikan ini akan hidup di sungai air tawar sedangkan pada musim kering (Mei-
oktober) ikan ini lebih suka tinggal di muara atau teluk yang menyerupai habitat air laut.
Di Indonesia hiu gergaji merupakan hewan endemik di Danau Sentani, Papua. Sayangnya
fauna laut ini diberitakan nyaris punah di alam Danau Sentani. Hampir habisnya populasi hiu ini
di Danau Sentani disebabkan eksploitasi berlebihan, pencemaran air danau oleh limbah rumah
tangga dan penggunaan jaring insang (gill net). Berdasarkan data terakhir tahun 2013, The
International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List menyatakan hiu ini secara
global termasuk kategori critically endangered yang berarti secara kritis terancam punah.
Hiu gergaji merupakan hewan ovovivipar atau hewan yang berkembang biak dengan cara
bertelur dan beranak. Secara morfologi panjang tubuh hiu ini dapat mencapai 7 meter, diukur
mulai dari ujung mocong hingga ekor. Seluruh bagian tubuh atas berwarna polos dengan coklat
keabu-abuan, sedangkan bagian perut berwarna putih pucat.
Ciri khas dari keluarga hiu gergaji adalah adanya moncong atau hidung panjang (rostrum)
menyerupai pedang dengan deretan gergaji kecil yang menyamping (rostral teeth). Terdapat 14
hingga 22 gigi di setiap sisi moncongnya. Moncong yang menyerupai gergaji tersebut
merupakan alat untuk pertahanan terhadap musuh atau ketika ia mulai terancam.
Terdapat lima jenis hiu gergaji di dunia, yaitu Dwarf sawfish, Knifetooth sawfish, Smalltooth
sawfish, Largetooth sawfish, dan Green sawfish.
Berbagai aktivitas penangkapan hiu yang kurang terkontrol di Indonesia membuat spesies hiu
terus menurun populasinya. Hiu gergaji termasuk hiu yang mengalami banyak ancaman dan
penurunan populasi. Dilansir pada laman fishbase.org, faktor penyebab penurunan populasi hiu
gergaji diantaranya penangkapan liar karena jaring insang (gill nets); pengambilan sirip, daging,
kulit, dan tulang rawan, ditambah pengambil moncongnya untuk perdagangan satwa liar ilegal.
Moncong hiu gergaji telah lama dimanfaatkan antara lain sebagai kerajinan oleh suku-suku di
beberapa negara, koleksi, serta cenderamata atau suvenir.
3. Arwana Siluk
Namun sesuai rujukan berbagai referensi bahwa Arwana ini, di Indonesia lebih
banyak ditemui di Kalimantan Barat. Salah satu spesies ikan Arwana yang paling
populer dan mendunia adalah spesies Arwana Super Red atau si Arwana Siluk
Merah yang diyakini penduduk dengan nama siluk naga merah bahwa spesies ini
adalah penunggu asli kawasan hulu sungai Kapuas.
Dari informasi yang didapat menyatakan bahwa Satwa Arwana Siluk merah ternyata
termasuk satwa yang dilindungi dan masuk dalam daftar CITES atau Convention of
Internasional Trade on Endanger Species of Flora and Fauna. Itu karena
ketersediaan Arwana Siluk Merah cukup terbatas dialam bebas.
Ikan ini sejatinya adalah jenis ikan yang banyak hidup di sungai-sungai dan danau di
pulau Kalimantan. Di habitatnya yang asli ini, penurunan populasi Arwana cukup
memperihatinkan akibat penangkapan liar serta pelestarian dan
pengembangbiakannya masih cukup rendah, sehingga terancam punah.
Perburuan Arwana siluk merah menjadi dua sisi yang berseberangan, satu sisi
dianggap mampu menghidupi warga setempat, namun di sisi lain membuat siluk
semakin langka. Hal ini menjadi keprihatinan masyarakat akan nasib Arwana siluk
merah, sehingga penduduk setempat membuat peraturan adat demi menjaga
kelestarian Arwana siluk dan kawasannya.
4. Hiu Paus
Hiu paus, Rhincodon typus, adalah hiu pemakan plankton yang merupakan spesies ikan terbesar.
Cucut ini mendapatkan namanya (Ingg.: whale shark) karena ukuran tubuhnya yang besar[2] dan
kebiasaan makannya dengan menyaring air laut menyerupai kebanyakan jenis paus. Disebut pula
dengan nama geger lintang (dari bahasa Jawa: punggung berbintang) dan hiu tutul (nama yang
cenderung menyesatkan, karena banyak jenis cucut yang berpola tutul), merujuk pada pola warna di
punggungnya yang bertotol-totol, serupa bintang di langit.
Hiu ini mengembara di samudera tropis dan lautan yang beriklim hangat, dan dapat hidup hingga
berusia 70 tahun. Spesies ini dipercaya berasal dari sekitar 60 juta tahun yang lalu.
Cucut geger lintang merupakan hewan terbesar yang masih hidup di dunia, di luar paus. Ukuran
rata-rata hewan dewasa diperkirakan sekitar 9,7 meter (31,8 ft) dan seberat 9 ton[3]. Spesimen
terbesar yang dapat diverifikasi, adalah yang tertangkap pada 11 November 1947, di Karachi,
Pakistan. Panjangnya sekitar 12,65 meter (41,50 ft) dan beratnya lebih dari 21,5 ton, sementara
lingkar badannya sekitar 2,1 meter (6,9 ft).[3]. Bukan jarang kisah-kisah mengenai geger lintang yang
berukuran jauh lebih besar – dengan panjang hingga 18 meter (59 ft) dan berat hingga 45,5 ton –
namun sejauh ini tidak ada bukti-buktinya secara ilmiah.
Sebagai pemakan plankton, yang memperoleh mangsanya dengan menyaring air laut, hiu paus
memiliki mulut yang berukuran besar, hingga selebar 1,5 meter (4,9 ft) yang berisikan 10 lembaran
penyaring dan sekitar 300 hingga 350 deret gigi kecil-kecil[4]. Ikan ini juga memiliki lima
pasang insang berukuran besar. Dua mata yang kecil terletak di ujung depan kepalanya yang datar
dan lebar. Warna tubuhnya umumnya keabu-abuan dengan perut putih; tiga gigir memanjang
terdapat di masing-masing sisi tubuhnya, serta lukisan bintik-bintik dan garis kuning keputih-putihan
yang membentuk pola kotak-kotak. Pola bintik-bintik – yang mengesankan sebagai taburan
bintang – itu bersifat khas untuk masing-masing individu, dan acap digunakan dalam perhitungan
populasi. Kulitnya hingga setebal 10 sentimeter (3,9 in). Sirip punggung dan sirip dada masing-
masing sepasang. Pada hewan muda, sirip ekornya lebih panjang yang sebelah atas; sementara
pada hewan dewasa sirip ini lebih berbentuk seperti bulan sabit
Konservasi
Populasi geger lintang terancam oleh aktivitas penangkapannya (dengan menggunakan harpun),
atau secara tak sengaja terbawa dalam jaring ikan. Nelayan di berbagai tempat (India, Pakistan,
Maladewa, Taiwan, dan Filipina) menangkap dan memperdagangkan ikan ini untuk dagingnya,
minyak liver, serta siripnya yang berharga mahal.[1] Di Indonesia, hampir setiap tahun diberitakan
adanya hiu tutul yang terdampar di pantai atau terjerat jaring nelayan. Catatan ini setidaknya ada
mulai tahun 1980, ketika seekor geger lintang terdampar di pantai Ancol[13], hingga baru-baru ini,
tatkala dua ekor ikan serupa tersesat dan mati di pantai selatan Yogyakarta di bulan Agustus
2012[14]. Akan tetapi, kejadian terbanyak adalah di sekitar Selat Madura, di mana tingginya lalu lintas
kapal dan keruwetan jaring nelayan mungkin menyumbang pada kematian geger lintang di setiap
tahunnya.[15][16][17][18][19][20][21]
IUCN, badan konservasi dunia, karenanya memasukkan populasi geger lintang ini ke dalam status
Rentan (Vulnerable). Kerentanan menghadapi penangkapan ikan komersial ini disimpulkan karena
nilainya yang tinggi dalam perdagangan, sifatnya yang selalu mengembara dan bermigrasi dalam
jarak jauh, sifat hidupnya yang menurut pola seleksi-K, serta kelimpahan umumnya yang rendah[1].
Bersama dengan enam spesies hiu yang lain, geger lintang juga telah dimasukkan ke dalam
daftar Memorandum of Understanding (MoU) on the Conservation of Migratory Sharks di bawah
Konvensi Bonn[22].
Upaya konservasi dan perlindungan jenis ini juga telah dilakukan beberapa negara, terutama berupa
larangan untuk memburu, menangkap, dan memperdagangkan cucut besar ini. Filipina, misalnya,
telah menerbitkan larangan menangkap, menjual, mengimpor atau mengekspornya sejak 1998[23].
Larangan ini kemudian diikuti oleh India pada 2001[24] dan Taiwan pada 2007[25]. Maladewa bahkan
telah melindunginya semenjak 1995[1]. Akan tetapi di Indonesia hewan ini masih belum mendapatkan
perhatian yang cukup memadai.