Anda di halaman 1dari 19

SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN SETELAH LETUSAN

PADA TAHUN 2002

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Ekologi/Pengetahuan Lingkungan Dan


Kependudukan

Dosen Mata Kuliah : Dr. Astri Nugroho, MT

Disusun Oleh :

TIFANI PUTRI

082001400068

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS ARSITEKTUR LANSEKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita nikmat
berupa kesehatan jasmani dan juga kesehatan rohani termasuk nikmat yang Dia
berikan kepada saya dalam pelaksanaan serangkaian tugas makalah ini hingga selesai.
Tugas ini berjudul Suksesi Vegetasi Gunung Papandayan Setelah Letusan Tahun
2002.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada kedua orangtua
saya yang selalu memberikan semangat, dosen pengampuh mata kuliah
Ekologi/Pengetahuan Lingkungan Dan Kependudukan, teman-teman Teknik
Lingkungan Trisakti sekalian yang telah memberikan bantuan berupa moril maupun
materil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Saya sebagai penulis makalah menyadari bahwa di dalam penyusunan


makalah ini, masih banyak kekurangan-kekurangan, baik dari segi tata bahasa
maupun sistematika penulisan. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Kepada seluruh pembaca makalah ini, besar harapan saya agar dapat memberikan
masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah ini dilain waktu.

Harapan Saya lainnya adalah semoga makalah ini dapat bermanfaat, baik
untuk saya pribadi, tenaga pengajar, teman-teman, dan masyarakat pada umumnya.
Dan dapat menjadi sumber informasi bagi bidang terkait.

Jakarta, 3 Juni 2015

Tifani Putri

082001400068

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.2

DAFTAR ISI...3

DAFTAR GAMBAR...4

BAB I PENDAHULUAN....5
1.1 Latar Belakang............5
1.2 Rumusan Masalah6
1.3 Tujuan Makalah.......6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................7


2.1 Pengertian Suksesi.......7
2.2 Macam-macam Suksesi...................9
2.3 Karakteristik Suksesi...........................9
2.4 Tahapan Perkembangan Suksesi............................................................................10

BAB III STUDI KASUS.... 13

BAB IV PENUTUP............19
4.1 Opini....
DAFTAR PUSTAKA.........20

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Hutan Terkena Letusan Gunung Papandayan di Ketinggian 2300 mdpl

Gambar 3.2 Hutan Tidak Terkena Letusan Gunung Papandayan di Ketinggian 2300
mdpl

Gambar 3.3 Kondisi Vegetasi pada Hutan Terkena Letusan di Ketinggian 2500 mdpl

Gambar 3.4 Kondisi Vegetasi pada Hutan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian 2500
mdpl

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gunung Papandayan adalah salah satu gunung api aktif yang ada di Jawa
Barat, dan merupakan Taman Wisata Alam (TWA) yang semula bagian dari Cagar
Alam (CG) yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budaya dan rekreasi. Secara umum, lokasi sekitar Gunung
Papandayan ini berupa hutan, dimana berdasarkan pengertiannya hutan sebagai suatu
ekosistem yang merupakan hasil interaksi antara faktor biotik dan abiotik. Komponen
biotik meliputi semua organisme hidup, baik flora, fauna termasuk juga manusia.
Sedangkan faktor abiotik meliputi curah hujan, angin, temperatur, kelembaban, tanah,
ketinggian, topografi, dan lain sebagainya.
Masyarakat hutan merupakan komunitas biotik yaitu seluruh populasi mahluk
hidup yang hidup di suatu daerah tertentu. Masyarakat hutan terbentuk secara
berangsur-angsur melalui beberapa tahap yaitu : invasi oleh tumbuh-tumbuhan,
adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan
stabilisasi atau keseimbangan dinamis. Dimana untuk mencapai keadaan seimbang
memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Mekanisme tersebut dikenal dengan
istilah suksesi.
Masayarakat hutan yang stabil sering terganggu oleh beberapa macam
gangguan. Pertama, karena keberadaan manusia yang semakin hari semakin
bertambah populasinya menyebabkan kebutuhan akan keperluan hidup juga
bertambah sehingga banyak aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan
hutan seperti perladangan berpindah dan pembalakan. Kedua, karena faktor alam
yang bersifat alami seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin

5
ribut dan lain-lain. Kerusakan hutan akibat faktor alam ini terjadi di Gunung
Papandayan yang meletus pada tahun 2002 yang telah mengakibatkan kerusakan baik
pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan
berbeda dengan kondisi awal.

1.2 Rumusan Maasalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dibuat
beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana keadaan di kawasan hutan setelah letusan Gunung Papandayan tahun
2002 ?
2. Apakah terjadi suksesi pada beberapa tahun kemudian ?
3. Bagaimana tingkat suksesi yang terjadi di kawasan hutan setelah letusan Gunung
Papandayan

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat diambil tujuan dari penulisan karya
tulis ini adalah:
1. Untuk mengetahui keadaan Gunung Papandayan setelah letusan tahun 2002
2. Ingin mengetahu terjadinya suksesi pada beberapa tahun kemudian
3. Untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi di kawasan hutan setelah letusan
Gunung Papandayan

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara dinamis.
Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap : invasi,
agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi.
Proses tersebut disebut sebagai suksesi (Soerianegara dan Indrawan, 1988).

2.1 Pengertian suksesi


Spurr (1964), menyatakan bahwa suksesi merupakan proses yang terjadi secara terus-
menerus yang ditandai oleh banyaknya perubahan dalam vegetasi, tanah dan iklim
mikro. Perubahan ini terjadi secara bersama sama dan komponen yang satu dengan
yang lain akan saling berhubungan. Selanjutnya Ewusie (1990) mengatakan bahwa
suksesi merupakan hasil dari tumbuhan itu sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang
berbeda dalam daerah itu pada waktu tertentu mengubah lingkungannya yang terdiri
dari tanah, tumbuhan dan iklim mikro yang berada di atasnya, sedemikian rupa
sehingga membuatnya cocok untuk jenis yang lain daripada tumbuhan itu sendiri.
Sedangkan menurut Kartawinata, Ressodarmo dan Soegiarto (1992), suksesi
merupakan suatu proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju
kesatu arah secara teratur. Lebih lanjut dikatakan bahwa suksesi ini tidak lebih dari
pergantian jenis yang oportunis (jenis-jenis pionir) oleh jenis-jenis yang lebih mantap
dan dapat me nyesuaikan secara lebih baik dengan lingkungannya.
Selama suksesi berlangsung hingga tercapai keseimbangan dinamis dengan
lingkungannya, terjadi pergantian-pergantian masyarakat tumbuhan hingga terbentuk
masyarakat yang disebut klimaks (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Selaunjutnya
dikatakan bahwa dalam masyarakat yang telah stabil pun selalu terjadi perubahan-

7
perubahan, misalnya karena pohon-pohon yang tua dan mati, maka timbullah anakan
pohon atau pohon-pohon yang selama itu tertekan.
Menurut Clarke (1954), adanya perubahan dalam masyarakat tumbuhan
terutama disebabkan oleh aktivitas masing-masing masyarakat tumbuhan di dalam
lingkungannya sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa di dalam hutan, pohon-pohon
akan meningkat dalam bentuk dan ukurannya, sehingga bersifat menaungi dan
akibatnya kelembaban akan bertambah tinggi. Tumbuhan mengambil hara dari dalam
tanah dalam bentuk yang berbeda.
Akumulasi humus, perubahan pH tanah dan kandungan air semuanya akan
berubah, akibatnya habitat akan berubah pula. Perubahan ini akanmenciptakan
keadaan habitat yang baik untuk pertumbuhan jenis yang lain dari jenis yang sudah
ada sebelumnya. Dengan demikian, jenis yang berbeda alam kondisi selanjutnya akan
menguasai.
Menurut Wirakusumah (2003), pada dasarnya ada komunitas yang statis tetapi
pada hakikatnya senantiasa berubah menurut peredaran waktu. Perubahan ini dikenal
dalam jenjang-jenjang, yang pertama tentunya terjadi karena organisme tumbuh,
berinteraksi atau mati. Perubahan lain dalam jangka waktu lebih lama mengakibatkan
perubahan besar pada komposisi dan struktur suksesi ekologi, sebagai reaksi
komunitas perubahan faktor biotik fundamental dan evolusi komunitas.
Suksesi ekologi ini dapat digambarkan dari awal suatu ekosistem yang
mengalami gangguan sehingga mengakibatkan tanah menjadi gundul. Kendati
demikian pada lahan gundul itu dapat tersisa vegetasi akar-akaran dan biji-biji
dorman yang mulai hidup kembali membentuk ekosistem baru. Jenisjenis pertama
yang mulai membentuk komunitas baru itu disebut jenis pionir, yang memelopori
hidup di lingkungan gersang yang kemudian mati, ditambah semak-semaknya
sewaktu masih tumbuh dan meningkatkan mutu kondisi lingkungan abiotik, yang
memungkinkan organisme lain hidup, baik dari yang dominan di tempat maupun
kedatangan spesies baru dari luar, meningkatkan komunitas semakin dewasa.

8
Pertumbuhan komunitas semakin dewasa ini disebut proses suksesi. Proses ini
berlanjut terus menuju keseimbangan puncak atau dikenal dengan istilah klimaks.

2.2 Macam-macam Suksesi


Manan (1978), membedakan proses terjadinya suksesi menjadi dua macam, yaitu
suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer bermula dari suatu habitat yang
tidak bervegetasi sebelumnya, sedangkan suksesi sekunder bermula dari suatu habitat
yang tadinya sudah ditumbuhi vegetasi yang kemudian terjadi kerusakan yang
disebabkan oleh adanya gangguan, seperti bencana alam (kebakaran, banjir, longsor,
gunung meletus) atau kerusakan oleh adanya perladangan, vegetasinya rusak dan
musnah digantikan oleh jenis tumbuhan baru yang sesuai dengan keadaan tempat
terbuka.
Soerianegara dan Indrawan (1988), membedakan pula suksesi atas dua bagian,
yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer merupakan perkembangan
vegetasi mulai dari habitat yang tidak bervegatasi hingga mencapai masyarakat yang
stabil atau klimaks, sedangkan suksesi sekunder terjadi apabila klimaks atau suksesi
yang normal terganggu atau dirusak. Jika gangguan atau kerusakan itu tidak hebat,
maka suksesi sekunder ini dapat mencapai klimaks semula, tetapi apabila kerusakan
yang terjadi berat sekali, sehingga kondisi klimaks tidak mungkin lagi tercapai, maka
terbentuklah apa yang disebut disklimaks.

2.3 Karakteristik Suksesi


Odum (1971), mengatakan bahwa ada tiga karakteristik suksesi yang berperan
penting dalam perkembangan ekosistem, yaitu :
1) Suksesi merupakan suatu perkembangan komunitas yang meliputi perubahan
di dalam struktur jenis dan metabolisme komunitas yang searah dengan waktu
sehingga dapat diramalkan.

9
2) Suksesi merupakan proses induksi komunitas dan organisme yang
meneruskan perubahan lingkungan fisik. Perubahan dalam lingkungan fisik
menentukan pola dan dasar dari suksesi dalam habitat.
3) Suksesi berperan penting untuk pembentukan stabilitas komunitas dengan
biomassa maksimum, keanekaragaman jenis dan penggunaan semua
kemungkinan tempat hidup organisme.

Kecepatan proses suksesi menurut Kartawinata, (1992) dipengaruhi oleh beberapa


faktor, antara lain sebagai berikut :
1. Luasnya komunitas asal yang rusak karena gangguan.
2. Jenis-jenis yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
3. Kehadiran pemancar biji dan benih
4. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji dan spora serta
perkembangan semai selanjutnya.
5. Macam substrat baru yang terbentuk.
6. Sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar terjadinya suksesi.

2.4 Tahapan Perkembangan Suksesi


Mengenai adanya perubahan habitat, Whittaker (1975), mengatakan bahwa selama
proses suksesi berjalan terjadi beberapa macam perubahan, yaitu :
1. Adanya perkembangan dari sifat tanah, seperti meningkatnya kedalaman
tanah, meningkatnya kandungan bahan organik dan meningkatnya perbedaan
lapisan tanah.
2. Meningkatnya komunitas tumbuh-tumbuhan dalam tinggi, massa kayu
(biomassa), kerimbunan dan perbedaan strata tajuk.
3. Dengan berkembangnya sifat-sifat tanah dan struktur komunitas yang lebih
baik, maka produktivitas dan pembentukan bahan organik meningkat.
4. Adanya perkembangan dari kerapatan, penutupan tajuk dan iklim mikro
dalam komunitas.

10
5. Keanekaragaman meningkat dari komunitas sederhana pada tingkat awal
suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir sksesi.
6. Populasi meningkat, pergantian suatu populasi oleh populasi lainnya
meningkat sampai tingkat yang stabil. Jenis yang berumur pendek digantikan
jenis yang berumur panjang.
7. Kestabilan relatif dari suatu komunitas pada tingkat awal komunitas tidak
stabil, dimana populasi secara cepat digantikan oleh populasi yang lain,
sedangkan populasi akhir biasanya stabil dan dikuasai oleh tumbuhan yang
berumur panjang serta komposisi dari komunitas yang tidak banyak
mengalami perubahan.

Ewusie (1990), mengatatakan bahwa ada tiga faktor yang memegang peranan
penting dalam terbentuknya suatu komuntas:
1. Tersedia kesempatan berkoloni atau bahan-bahan serbuan misalnya benih,
buah dan spora-spora. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan komunitas tumbuhan pada setiap waktu tertentu. Jadi
tergantung bahan yang terbawa ke lokasi tersebut.
2. Seleksi pada bahan-bahan yang tersedia secara alam di lingkungan tersebut.
Setelah beberapa benih berkoloni dan semai telah mulai hidup pada habitat
tersebut, hanya beberapa saja yang dapat toleran terhadap lingkungan dan
dapat tumbuh dengan baik. Lingkungan dapat tidak baik untuk
perkecambahan beberapa benih dan juga dapat menekan semaisemai tertentu
sampai tidak dapat tumbuh. Tingkat ini adalah tingkat yang kritis, karena
secara umum selang toleran semai lebih sempit dari pada tumbuhan yang telah
dewasa. Tentunya perbedaan lingkungan menghasilkan perbedaan dalam
tingkat seleksi. Sebagai kasus yang ekstrim misalnya pada permukaan batu
telanjang atau bukit pasir, di sini hanya beberapa jenis saja yang dapat
tumbuh.

11
3. Modifikasi lingkungan oleh tumbuhan. Dari saat yang akan berkoloni pertama
tiba pada habitat yang telanjang tersebut dan mulai tumbuh, masyarakat
tumbuhan mulai memodifikasi lingkungan. Pengaruhnya dapat dilihat pada
tahap akhir dari perkembangan.

Sedangkan Odum (1971), menyatakan kesamaan/kesejajaran antara suksesi


dengan perkembanagn organisme-organisme individual sebagai berikut :
1. Suatu proses yang berlangsung secara teratur/ berurutan yang cukup terarah
dan dengan demikian dapat diduga.
2. Terjadi sebagai hasil modifikasi lingkungan fisik oleh komunitas, artinya
perkembangan tersebut adalah perkembangan yang dikontrol oleh komunitas.
3. Mencapai puncaknya di dalam suatu ekosistem yang telah stabil (disebut juga
ekosistem klimaks, ekosistem yang telah matang) dengan sifat homeostatis
(ekosistem dalam keadaan yang setimbang dan sehat).

Menurut Gates (1949) Proses suksesi yang terjadi, dapat dibagi ke dalam empat
tahapan, yaitu :
1. Tahap rumput-rumput pionir
2. Tahap semak
3. Tahap pohon sementara
4. Tahap hutan klimaks

Sedangkan Danserau (1954), memperkenalkan lima tahapan dalam


suksesi, yaitu :
a. Tahap pionir
b. Tahap konsolidasi
c. Tahap sub klimaks
d. Tahap quasi klimaks
e. Tahap klimaks

12
BAB III
STUDI KASUS

Masyarakat hutan merupakan suatu sistem hidup dan tumbuh, atau suatu
masyarakat yang dinamis. Untuk mencapai keadaan seimbang/dinamis masyarakat
hutan memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Masyarakat hutan yang telah
seimbang/dinamis sering terusik oleh beberapa gangguan. Pertama aktivitas manusia
yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan seperti perladangan berpindah dan
pembalakan. Kedua karena faktor alam yang bersifat alami seperti gunung meletus,
gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin ribut dan lain-lain.
Kerusakan hutan akibat faktor alam terjadi di Gunung Papandayan yang
meletus pada tanggal 11 November 2002 terjadi peningkatan aktifitas vulkanis di
gunung api Papandayan, erupsi yang besar terjadi di gunung api Papandayan mulai
13-20 November. Aktivitas menurun hingga tanggal 21 Desember, akibat dari erupsi
ini terjadi longsoran pada dinding kawah Nangklak dan banjir disepanjang aliran
sungai Cibeureum gede hingga ke sungai Cimanuk sejauh 7 km, merendam beberapa
unit rumah dan menyebabkan erosi besar di sepanjang alirannya.
Karakter erupsi Gunung Papandayan sepanjang sejarah kehidupan manusia berupa
erupsi freatik sampai freatomagmatik yang terjadi pada tahun 2002.
Pada kejadian meletusnya gunung papandayan ini telah mengakibatkan
kerusakan baik pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan
kawasan hutan berbeda dengan kondisi awal. Dimana untuk mencapai keadaan
seimbang dibutuhkan suatu proses dalam jangka waktu yang sangat lama yaitu proses
suksesi.
Pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 mdpl belum
ditemukannya vegetasi sedangkan hutan di ketinggian 2500 mdpl vegetasi yang
mendominasi adalah vegetasi tingkat herba dan semak. Indek keragaman, Kekayaan
dan Kemerataan jenis pada hutan terkena letusan lebih rendah dibandingkan hutan

13
tidak terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl. Sedangkan
untuk Indeks Dominansi pada hutan yang terkena letusan lebih tinggi dibandingkan
hutan tidak terkena letusan baik di ke tinggian 2300 mdpl maupun 2500 mdpl.
Akibat adanya peristiwa letusan Gunung Papandayan yang terjadi pada tahun
2002, telah mengakibatkan perubahan yang sangat drastis pada kondisi lingkungan
maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan tersebut berbeda dengan
kondisi awalnya. Kemudian seiring dengan perubahan alam dari waktu ke waktu,
telah terjadinya suatu proses suksesi yaitu suksesi sekunder pada areal-areal terbuka
yang mengalami kerusakan akibat letusan. Proses suksesi sekunder yang berjalan
lebih kurang tiga tahun lamanya telah membentuk suatu komunitas baru yang berbeda
dari komunitas sebelumnya. Proses suksesi yang terjadi telah masuk kedalam
tingkatan pertama yaitu vegetasi rumput herba dan semak kecil.
Proses ini telah terjadi pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2500
mdpl dimana pada hutan tersebut didominasi oleh vegetasi untuk tingkat herba dan
semak. Sedangkan pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 mdpl, proses
suksesi berjalan sangat lambat karena hingga saat ini belum ditemukannya vegetasi
baru yang tumbuh pada hutan tersebut. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena
hutan pada ketinggian 2300 mdpl sangat dekat dengan sumber letusan (2200 mdpl)
sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah. Tekstur tanah yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada hutan terkena letusan baik di ketinggian 2300 mdpl
maupun 2500 mdpl tekstur tanahnya lebih halus dari pada hutan tidak terkena letusan.
Ini menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat meresap air dan mengikat unsur hara
dengan baik. Sedangkan untuk sifat kimia tanah setelah terjadi letusan pada
umumnya mengalami penurunan kecuali pH, Al, d

Tingkat Suksesi yang terjadi :


Soerianegara dan Indrawan (1988) menyatakan bahwa proses suksesi adalah
perubahan secara bertahap dan berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh

14
tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap
tempat tumbuh dan stabilisasi.
Manan (1978), mengartikan suksesi sebagai suatu perubahan masyarakat
tumbuhan (jenis dan strukturnya) bersamaan perubahan tempat tumbuhnya. Kawasan
hutan di Gunung Papandayan pada awalnya telah membentuk suatu komunitas hutan
primer yang telah mencapai klimaks. Namun akibat adanya peristiwa letusan Gunung
Papandayan yang terjadi pada tahun 2002, telah mengakibatkan perubahan yang
sangat drastis pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan
kawasan hutan tersebut berbeda dengan kondisi awalnya. Kemudian seiring dengan
perubahan alam dari waktu ke waktu, telah terjadinya suatu proses suksesi yaitu
suksesi sekunder pada areal-areal terbuka yang mengalami kerusakan akibat letusan.
Proses suksesi sekunder yang berjalan lebih kurang tiga tahun lamanya telah
membentuk suatu komunitas baru yang berbeda dari komunitas sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian, hutan di ketinggian 2300 mdpl, setelah terjadi letusan
belum ditemukan tumbuhan bawah, tingkat semai dan pancang. Sedangkan untuk
tingkat tiang dan pohon yang ditemukan merupakan vegetasi yang telah ada sebelum
terjadinya letusan, dimana setelah terjadinya letusan vegetasi ini masih dapat bertahan
hidup. Hal ini dapat dilihat dari tunas-tunas yang tumbuh pada tiang dan pohon
tersebut. Berbeda dengan hutan yang terkena letusan pada ketinggian 2500 mdpl,
dimana pada hutan ini telah ditemukan vegetasi untuk tingkat semai, pancang, tiang,
pohon, herba dan semak serta liana dan epifit. Tetapi yang paling mendominasi hutan
tersebut adalah tingkat herba dan semak (tumbuhan bawah).
Proses suksesi yang terjadi sekarang bila mengacu pada tingkatan suksesi
menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) telah masuk kedalam tingkatan pertama
yaitu vegetasi rumput herba dan semak kecil. Proses ini telah terjadi pada hutan yang
terkena letusan di ketinggian 2500 mdpl dimana pada hutan tersebut didominasi oleh
vegetasi untuk tingkat herba dan semak. Sedangkan pada hutan yang terkena letusan
di ketinggian 2300 mdpl, proses suksesi berjalan sangat lambat karena hingga saat ini
belum ditemukannya vegetasi baru yang tumbuh pada hutan tersebut. Hal ini

15
kemungkinan dapat disebabkan karena hutan pada ketinggian 2300 m dpl sangat
dekat dengan sumber letusan (2200 m dpl) sehingga menyebabkan kerusakan yang
sangat parah.

Gambar 3.1
Hutan Terkena Letusan Gunung Papandayan di Ketinggian 2300 mdpl

Gambar 3.2
Hutan Tidak Terkena Letusan Gunung Papandayan di Ketinggian 2300 mdpl

16
Gambar 3.3
Kondisi Vegetasi pada Hutan Terkena Letusan di Ketinggian 2500 mdpl

Gambar 3.3
Kondisi Vegetasi pada Hutan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian 2500 mdpl

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 OPINI
Berdasarkan pemaparan dari sumber studi kasus pada BAB III, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa erupsi yang besar telah terjadi di gunung api Papandayan
pada tahun 2002. Akibat adanya peristiwa letusan Gunung Papandayan ini telah
mengakibatkan perubahan yang sangat drastis pada kondisi lingkungan maupun
ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan tersebut berbeda dengan kondisi
awalnya. Setelah tiga tahun kemudian perubahan alam dari waktu ke waktu
menyebabkan terjadinya suatu proses suksesi pada kawasan hutan bekas letusan
Gunung Papandayan ini yaitu suksesi sekunder pada areal-areal terbuka yang
mengalami kerusakan akibat letusan. Proses suksesi sekunder yang berjalan lebih
kurang tiga tahun lamanya telah membentuk suatu komunitas baru yang berbeda dari
komunitas sebelumnya. Terjadinya perubahan komposisi hutan yang awalnya dari
kawasan hutan klimaks menjadi vegetasi semak belukar terutama pada hutan yang
berada di ketinggian 2500 mdpl, sedangkan pada ketinggian 2300 mdpl pertumbuhan
permudaan masih sangat sedikit. Dari pemaparan sumber studi kasus saya
berpendapat bahwa telah terjadi suksesi sekunder pada kawasan hutan akibat dari
letusan Gunung Papandayan tahun 2002 hanya saja menurut saya proses suksesi
berjalan sangat lambat karena hingga saat ini belum ditemukannya vegetasi baru yang
tumbuh pada hutan tersebut. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena hutan
mengalami kerusakan yang sangat parah. Dan menurut saya perbedaan ketinggian ini
mempengaruhi tingkat kerusakan akibat letusan Gunung Papandayan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium

Spurr, S. H. 1964. Forest Ecology. The Ronald Press Company. USA. New York

Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung

Kartawinata, K., S. Ressodarmo., A. Soegiarto. 1992. Pengantar Ekologi.

Clarke, G. L. 1954. Element of Ecology. JohnWiley and Sons, Inc. New York.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas.

Manan, S. 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan. Departemen

Odum, E. P. 1971. Fundamendal of Ecology. W.B.Saunders Company.

Whittaker, R. H. 1975. Communities and Ecosystem. Clarendon Press. Oxford

Gates, F. C. 1949. Field Manual of Plant Ecology. Mc. Grow Hill Book Co. Inc. New
York

19

Anda mungkin juga menyukai