Alawiyah C1051211035
Dosen pengampu
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITS TANJUNGPURA
PONTIANAK 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang
berjudul “Pengendalian Erosi Secara Vegetatif” ini selesai tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih kepada Dosen Pengampu Bapak Ir. Junaidi, MP. selaku Dosen
Mata Kuliah Konservasi Tanah dan Air yang telah membimbing dalam menyelesaikan tugas
makalah ilmiah ini. Begitu pula kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberi
masukan dan pandangan kepada kami selama menyelesaikan makalah ini. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang pengendalian erosi secara vegetatif bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Makalah ilmiah ini disusun dengan mengacu pada beberapa sumber bacaan
sebagaimana yang tercantum dalam Daftar Pustaka, dengan beberapa ulasan dan pendapat
pribadi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat membuat
makalah ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengaruh alley cropping terhadap erosi dan limpasan permukaan selama pertanaman
jagung dan kacang tanah pada tanah Latosol (Haplorthox) Citayam, Bogor dengan curah
hujan 1.135 mm selama 73 hari hujan ..................................................................................... 12
Tabel 2. Pengaruh pemberian mulsa terhadap erosi ................................................................ 16
Tabel 3. Rata-rata erosi pada tanah Tropudalfs Putat (DI Yogyakarta) dan Tropaqualfs
Punung (Jawa Timur) dengan pola pergiliran tanaman ........................................................... 21
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
sedikit dibandingkan dengan vegetasi penutup tanah yang ditanam secara acak.(Safriani
et al., 2017)
Tanaman penutup tanah yaitu tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi
tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan untuk memperbaiki kondisi tanah. Tanaman
penutup tanah mempunyai peranan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-
butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan
organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) menyerap air dan
melakukan transpirasi (4) memberi perlindungan terhadap tanah dari proses
penghancuran agregat oleh hujan dan aliran permukaan, dengan demikian dapat
membatasi kekuatan merusak dari hujan dan aliran permukaan (“Tanaman Penutup
Tanah,” 2008)
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Jurnal ilmiah Beny Harjadi, Pranatasi Dyah Susanti Balai Penelitian Teknologi
Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dengan judul : Efektivitas
GrassBarrier(Rumput Penghalang) terhadap Pengendalian Erosi Angin di Merapi. Jurnal
ilmiah ini membahas tentang tingkat efektivitas rumput penghalang terhadap
pengendalian erosi angin pada lahan bekas erupsi di Merapi. Adapun hasil yang
diperoleh adalah Grass barrier (rumput penghalang) berupa Gamal (Gliricidiasepiumsp.)
dan rumput Akar wangi (Vetiveria zizanioides sp) sangat efektif digunakan sebagai salah
satu metode konservasi secara vegetatif pada lahan pascaerupsi Merapi.
Jurnal ilmiah okta via anggraini, ahmad masykuri pendidikan geografis, FIS,
UNY dengan judul metode konservasi lahan secara vegetative. Jurnal ilmiah ini
membahas tentang metode pengendalian erosi secara vegetatif. Adapun hasil yanag
diperoleh adalah satu metode konservasi lahan menggunakan metode konservasi lahan
secara vegetatif. Metode ini terdiri atas berbagai jenis teknologi yanag telah dijelaskan
Jurnal ilmiah Ratri Ariani dan Umi Haryati Balai Penelitian Tanah dengan judul
Sistem Alley Cropping : Analisis SWOT dan Strategi Implementasinya di Lahan Kering
DAS Hulu. Jurnal ini membahas tentang keunggulan dan kelemahan sistem pertanaman
lorong serta peluang dan tantangan yang akan dihadapi di dalam implementasinya di
lahan kering berdasarkan hasil analisis SWOT (strengths, weeknesses, opportunities,
threats). Pengembangan strategi untuk implementasi sistem alley cropping meliputi
strategi yang bersifat teknis dan non teknis. Adapun hasil yang diperoleh adalah Sistem
pertanaman lorong (alley cropping) merupakan teknik konservasi vegetatif yang telah
terbukti efektif mengendalikan erosi dan aliran permukaan (runoff), kehilangan hara,
meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman, efisien dari segi biaya, serta dapat
diadopsi oleh petani berdasarkan hasil-hasil penelitian
2.2 Erosi
2.2.1 Pengertian erosi
Erosi merupakan pengikisan atau proses penghanyutan tanah oleh desakan atau
kekuatan air dan angina baik secara alamiah maupun perbuatan manusia. Pengaruh erosi
terhadap kesuburan tanah dapat dicirikan dengan penghanyutan partikel tanah,
perubahan struktur tanah, penurunan infiltrasi dan penampungan, perubahan profil tanah serta
menghanyutkan sejumlah unsur hara (Kartasapoetra, 2010). Berdasarkan pengertian
tersebut, jelaslah bahwa erosi berperan dalam terjadinya kerusakan lahan dan penurunan
produktivitas lahan. Erosi menggambarkan pelapukan yang terjadi dipermukaan tanah
yang bersifat merusak. Meskipun tidak selamanya erosi yang terjadi dapat
4
menimbulkan kerugian. Pada prinsipnya erosi merupakan proses penghancuran dan
pelapukan partikel-partikel tanah, dan perpindahan pertikel tersebut akibat adanya
erosive transport agent seperti air dan angin Pada daerah beriklim tropika basah seperti
sebagian besar daerah di Indonesia, penyebab utama terjadinya erosi yaitu air hujan,
sedangkan tenaga penggerak erosi yang lain seperti angin dan gleytser kurang begitu
dominan.
Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin
besar dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuhan-tumbuhan yang
hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan
memperkecil kekuatan butir-butir perusak hujan yang jatuh, serta daya dispersi dan
angkutan aliran air di atas permukaan tanah. Tindakan-tindakan yang diberikan
manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan kualitas
lahan tersebut.
2.2.2 Faktor erosi
Berdasarkan asasnya dapat disimpulkan bahwa erosi merupakan akibat interaksi
antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, dan campur tangan manusia
(pengelolaan) terhadap lahan, sebagai berikut :
1. Iklim
Unsur iklim yang menjadi penyebab erosi adalah curah hujan dan suhu.
Intensitas hujan yang tinggi akan menimbulkan erosi yang tinggi pula.
Energi kinetik akibat hujan yang jatuh ke atas tanah dapat memicu pecahnya
agregat pada tanah. Terlebih bila terjadi hujan deras dengan intensitas tinggi,
dalam waktu singkat pun erosi kecil dapat terjadi. Jika jumlah hujan dan
intensitas yang terjadi cukup tinggi, maka erosi tanah yang terjadi juga tinggi.
Tidak hanya intensitas hujan yang tinggi saja,
2. Topografi
Topografi adalah bentuk permukaan bumi secara alami maupun buatan.
kemiringan atau bentuk permukaan bumi yang berbeda itu memicu adanya
erosi. Semakin besar kemiringan suatu lereng, maka erosi dapat terjadi dengan
mudah. Lereng yang miring dapat menyebabkan energi kinetik aliran air
semakin besar. hujan yang mengalir di lokasi dengan kemiringan yang tinggi
akan menyebabkan erosi terjadi dengan cepat daripada dengan tanah yang datar.
3. Vegetasi
5
Vegetasi dapat menjadi faktor penyebab sekaligus memperlambat erosi.
daerah yang penuh dengan pohon, semak, serta tanaman, akan sulit terjadi erosi
karena memiliki pelindung tanah. Sementara itu, daerah yang tidak memiliki
vegetasi akan rawan terjadi erosi. Seperti misalnya pada gurun pasir yang tidak
mempunyai vegetasi lebat, maka erosi mudah terjadi di daerah tersebut.
4. Tanah
Kondisi tanah termasuk faktor penyebab erosi karena tekstur serta struktur
tanahnya yang berbeda. Selain itu, jumlah bahan organik serta daya serap air
juga berpengaruh pada mudah atau tidaknya suatu tanah terjadi erosi. Tanah
dengan tekstur halus umumnya paling rentan terhadap erosi. Ketika arus air
lewat, tanah dengan tekstur halus akan mudah rusak. Selain itu, tanah dengan
kandungan organik yang rendah serta kedap air juga rentan terjadi erosi. Namun
beda halnya dengan tanah berstruktur balok atau bundar, biasanya lebih tahan
terhadap erosi. Hal tersebut dikarenakan tanah jenis ini dapat menyerap air lebih
banyak. Tanah berstruktur balok juga memiliki daya serap air serta kandungan
organik yang tinggi. Oleh karena itu, tanah jenis ini tahan terhadap erosi. Tidak
hanya tekstur tanah saja, aktivitas tektonik juga memicu terjadinya erosi.
5. Manusia
Salah satu aktivitas manusia yang menyebabkan erosi adalah penggundulan
hutan. Penggundulan hutan dengan cara penebangan pohon tentu memicu
terjadinya erosi. Tidak adanya vegetasi di hutan dapat membuat tanah mudah
terkikis karena tidak memiliki pelindung. Selain itu hilangnya lahan pertanian
yang diubah menjadi pemukiman dapat menyebabkan erosi. Penggunaan pupuk
yang berpengaruh pada struktur tanah juga masuk ke dalam faktor penyebab
erosi. Sebab, kondisi tanah akan berubah dan rentan dengan pengikisan.
2.2.3 Bentuk-bentuk erosi
1. Erosi alam
Erosi yang berlangsung secara ilmiah, terjadi secara normal di lapangan
melalui tahap-tahap : Pemecahan agregat-agregat tanah, Pemindahan partikel-
partikel tanah tersebut, Pengendapan partikel-partikel tanah di tempat yang lebih
rendah atau di dasar-dasar sungai. Erosi secara alamiah dapat diikatkan tidak
menimbulkan musibah yang hebat bagi kehidupan manusia atau keseimbagan
lingkungan dan kemungkinankemungkinan hanya kecil saja, ini dikarenakan
proses pengikisan tanah lebih kecil sama dengan proses pembentukan tanah.
6
2. Erosi yang dipercepat
Yaitu dimana proses-proses terjadinya erosi tersebut yang dipercepat
akibat tindakan-tindakan itu sendiri yang bersifat negatif atau pun telah
melakukan kesalahan dalam pengelolaan tanah dalam pelaksanaan pertanian.
Jadi dalam hal ini berarti manusia membantu mempercepat terjadinya erosi
tersebut. Erosi yang dipercepat banyak sekali menimbulkan malapetaka karena
memang lingkungannya telah mengalami kerusakan-kerusakan, menimbulkan
kerugian besar seperti banjir, kekeringan ataupun turunnya produktivitas tanah.
Karena proses pengikisan tanah lebih besar daripada proses pembentukan tanah.
Penipisan-penipisan tanah akan berlangsung terus kalau tidak segera dilakukan
penanggulangan, sehingga selanjutnya tinggal lapisan bawah tanah (sub soil)
yang belum matang (Kartasapoetra, Kartasapoetra, Mul, 2000).
3. Erosi yang diperbolehkan
Erosi tidak bisa dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol,
khususnya untuk lahan-lahan pertanian. Tindakan yang dilakukan adalah dengan
mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang
maksimum (soil loss tolerance), yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju
pembentukan tanah (Suripin, 2004). United States Department of Agriculture
(USDA) telah menetapkan klasifikasi bahaya erosi berdasarkan laju erosi yang
dihasilkan dalam ton/ha/tahun seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Klasifikasi
bahaya erosi ini dapat memberikan gambaran, apakah tingkat erosi yang terjadi
pada suatu lahan ataupun DAS sudah termasuk dalam tingkatan yang
membahayakan atau tidak, sehingga dapat dijadikan pedoman didalam
pengelolaan DAS (Darmadi, 2013).
2.2.4 Dampak erosi
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk ke sumber air
(sedimen) dan akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat di dalam sungai,
waduk, danau, reservoir, saluran irigasi, diatas pertanian dan sebagainya. Dengan
demikian, kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua tempat, yaitu
pada tanah tempat erosi terjadi, dan pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut
tersebut diendapkan (Arsyad, 2012). Kerusakan yang disebabkan erosi dirasakan
dibagian hulu (on site) dan dibagian hilir (off site) dari suatu DAS. Kerusakan di hulu
7
menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan berpengaruh terhadap kemunduran
produktivitas tanah atau meluasnya lahan kritis. Dibagian hilir kerusakan diakibatkan
oleh sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan saluran air dan sungai dan berakibat
terjadinya banjir dimusim penghujan, dan terjadi kekeringan di musim kemarau
(Atmojo, 2006).
8
2.4 Jenis-jenis pengendalian erosi secara vegetatif
9
Gambar 2 Wanatani kompleks
Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan
perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.
Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari
tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim. Penerapan wanatani pada lahan
dengan lereng curam atau agak curam mampu mengurangi tingkat erosi dan
memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau
hanya ditanami tanaman semusim. Secara umum, proporsi tanaman tahunan lebih
banyak pada lereng yang semakin curam demikian juga sebaliknya(subaggyono et
al, 2003).
Sistem wanatani telah lama dikenal di masyarakat Indonesia dan berkembang
menjadi beberapa macam, yaitu pertanaman sela, pertanaman lorong, talun hutan
rakyat, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung dan silvipastura.
Gambar 2. Acuan umum proporsi tanaman pada kemiringan lahan yang berbeda
(P3HTA, 1987)
a. Pertanaman sela
Pertanaman sela adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan
dengan tanaman semusim. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah
perkebunan, pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian tanaman
tahunan lainnya. pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi dan
intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan
secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi
tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut
digunakan untuk tanaman semusim.
Pilihan teknik konservasi ini sangat baik untuk diterapkan oleh petani
karena mampu memberikan nilai tambah bagi petani, mempertinggi intensitas
penutupan lahan, membantu perawatan tanaman dan melindungi dari erosi.
Jarak antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan secara periodik
10
dilebarkan (lahan tanaman semusim semakin sempit) dengan maksud untuk
mencegah kompetisi hara, pengaruh allelopati dari tanaman tahunan dan
kontak penyakit
Gambar 3. Tanaman sela kelapa dan padi
b. Pertanaman lorong
dimana tanaman pagar pengontrol erosi berupa barisan tanaman yang
ditanam rapat mengikuti garis kontur, sehingga membentuk lorong-lorong dan
tanaman semusim berada di antara tanaman pagar tersebut. Sistem ini sesuai
untuk diterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3-40%. Dari hasil
penelitian Haryati et al. (1995) tentang sistem budi daya tanaman lorong di
Ungaran pada tanah Typic Eutropepts, dilaporkan bahwa sistem ini merupakan
teknik konservasi yang cukup murah dan efektif dalam mengendalikan erosi
dan aliran permukaan serta mampu mempertahankan produktivitas
tanah.Penelitian-penelitian tentang pertanaman lorong (Puslittanak, 1991)
menyimpulkan, bahwa sistem budi daya lorong merupakan salah satu cara
untuk mempertahankan produktivitas lahan kering yang miskin hara dan
11
Tephrosia notiflora, jarak alley 4 m, 1 baris 5,63b 160,14b 1,41
Flemingia congesta, jarak alley 4 m, 1 baris 4,85b 121,65b 1,07
Tephrosia notiflora, jarak alley 4 m, 2 baris 1,27a 32,44a 0,29
Flemingia congesta, jarak alley 4 m, 2 baris 1,31a 32,76a 0,29
T
Flemingia congesta, jarak alley 6 m, 2 baris 0,45a 11,45a 0,10
a
btabel 1. Pengaruh alley cropping terhadap erosi dan limpasan permukaan selama
pertanaman jagung dan kacang tanah pada tanah Latosol (Haplorthox) Citayam,
Bogor dengan curah hujan 1.135 mm selama 73 hari hujan
d. Kebun campuran
Tanaman yang ditanam adalah tanaman tahunan dan kadang juga ditanam
dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman semusim lebih besar
daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut tegalan. Kebun
campuran ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi penutupan
tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai
permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu mengurangi laju aliran
permukaan. Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim mampu mengurangi
risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani.
12
Gambar 6. Kebun campuran
e. Pekarangan
Kebun di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman
semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut mempunyai manfaat
tambahan bagi keluarga petani, dan secara umum merupakan gambaran
kemampuan suatu keluarga dalam mendayagunakan potensi lahan secara
optimal.
Gambar 7. Pekarangan
f. Tanaman pelindung
Merupakan tanaman tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok
tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas
penyinaran matahari, dan dapat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi
terutama ketika tanaman pokok masih muda. Tanaman pelindung ini dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
- Tanaman pelindung sejenis yang membentuk suatu sistem wanatani
sederhana (simple agroforestry).
- Tanaman pelindung yang beraneka ragam dan membentuk wanatani
kompleks (complex agroforestry atau sistem multistrata). Tajuk tanaman
yang bertingkat menyebabkan sistem ini menyerupai hutan, yang mana
hanya sebagian kecil air yang langsung menerpa permukaan tanah.
13
Gambar 8. Pohon beringin
g. Silvipastura
Sistem silvipastura adalah bentuk lain dari sistem tumpang sari, tetapi yang
ditanam di sela-sela tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman
pakan ternak seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja
(Penniseitum purpoides), dan lain-lain. Silvipastura umumnya berkembang di
daerah yang mempunyai banyak hewan ruminansia. Hasil kotoran hewan ternak
tersebut dapat dipergunakan sebagai pupuk kandang, sementara hasil hijauannya
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sistem ini dapat dipakai untuk
mengembangkan peternakan sebagai komoditas unggulan di suatu daerah.
Gambar 9. silvature
h. Pagar hidup
Pagar hidup adalah sistem pertanaman yang memanfaatkan tanaman sebagai
pagar untuk melindungi tanaman pokok (Gambar 5). Manfaat tanaman pagar antara
lain adalah melindungi lahan dari bahaya erosi baik erosi air maupun angin.
Tanaman pagar sebaiknya yang mempunyai akar dalam dan kuat, menghasilkan
nilai tambah bagi petani baik dari hijauan, buah maupun dari kayu bakarnya.
14
Gambar 10. Tanaman pagar hidup
2.4.4 Mulsa
Merupakan bahan-bahan (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik) yang disebar
atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan air melalui
evaporasi. juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi permukan tanah dari pukulan
langsung butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi percik (splash erosion),
selain mengurangi laju dan volume limpasan permukaan (Suwardjo, 1981). Bahan
mulsa yang sudah melapuk akan menambah kandungan bahan organik tanah dan hara.
15
Mulsa mampu menjaga stabilitas suhu tanah pada kondisi yang baik untuk aktivitas
mikroorganisma. Secara umum mulsa berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah.
Pemanfaatan mulsa di lahan pertanian juga dimaksudkan untuk menekan
pertumbuhan gulma.Menurut Suwardjo et al. (1989), dalam jangka panjang olah
tanah minuman dan pemberian mulsa dapat menurunkan erosi hingga di bawah
ambang batas yang dapat diabaiikan (tolerable soil loss). Sebaiknya pada tanah yang
diolah dan tanpa di beri mulsa, erosi akan semakin besar.
Perlakuan Erosi
1979/1980 1980/1981 1981/1982
Tropudult Pekalongan (Lampung), lereng
3,5%
Bera (tanpa tanaman) 97,8 144,5 102,8
Tanpa mulsa, diolah, ditanami 2,4 7,1 39,7
Dengan mulsa, olah tanah minimum, 0,3 0,3 0,0
ditanami
Haplorthox (Bogor), lereng 14%
Bera (tanpa tanaman) 482,8 440,7 Td
Tanpa mulsa, diolah, ditanami 218,8 227,2 108,6
Dengan mulsa, olah tanah minimum, 24,5 3,8 2,9
ditanami
16
Tabel 2. Pengaruh pemberian mulsa terhadap erosi
17
melindungi tanah dari bahaya erosi sampai umur tanaman <5 bulan(Dariah etal.,
1998).
18
2.4.8 Penyiangan parsial
Merupakan teknik dimana lahan tidak disiangi seluruhnya yaitu dengan cara
menyisakan sebagian rumput alami maupun tanaman penutup tanah (lebar sekitar 20-
30 cm) sehingga di sekitar batang tanaman pokok akan bersih dari gulma. Tanaman
penutup tanah yang tidak disiangi akan berfungsi sebagai penahan erosi. Hasil
tanaman yang disiangi dikembalikan ke lahan atau ditumpuk sebagai barisan sisa
tanaman sehingga dapat menambah bahan organik bagi tanah dan memperbaiki sifat
tanah.
19
keuntungan bagi petani dan meningkatkan penutupan tanah sehingga erosi dapat
dikurangi.
Pertanaman majemuk yang merupakan salah satu bagian dalam pola tanam
pada dasarnya merupakan sistem dimana satu bidang olah ditanami lebih dari satu
jenis tanaman pangan. Pada tahun 1974, hasil penelitian IRRI membuktikan bahwa
populasi hama penggerek jagung (Ostrinia nubilalis) pada penanaman tumpang sari
antara jagung dan kacang tanah berada dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah populasi hama tersebut pada saat jagung ditanam secara monokultur
20
menguntungkan. Setelah tanaman dalam tumpang sari tersebut dipanen
sebaiknya tanah langsung ditanami dengan tanaman pangan lain ataupun
tanaman penutup tanah yang mampu tumbuh cepat untuk melindungi tanah,
sehingga erosi dapat dikurangi.
21
Gambar 19. Tumpang gilir tanaman jagung dan kacang hijau
22
BAB III
KESIMPULAN
Erosi merupakan fenomena yang memiliki dampak negatif cukup besar bagi
kelangsungan hidup manusia. Selain menurunkan kualitas tanah sehingga mengurangi
produktivitas tanah, juga mengakibatkan bencana secara langsung bagi masyarakat
yang cukup merugikan. Sehingga menjadi keharusan bagi kita untuk mengusahakan
upaya pengendalian bencana erosi ini. Pengendalian erosi tanah merupakan usaha
yang dapat menekan dampak dari kemerosotan nilai guna tanah, meskipun setiap
usaha pengendalian erosi tanah mempunyai nilai keuntungan ekonomis yang berbeda,
serta mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menekan laju erosi. Salah satu
pengendalian erosi adalah secara vegetatif yaitu dengan Penghutanan kembali,
Wanatani, Strip rumput, Mulsa, Sistem penanaman menurut strip, Barisan sisa
tanaman, Tanaman penutup tanah, Penyiangan parsial, Penerapan pola tanam.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
25
26