Manajemen Hutan
Siti Latifah
Rahmawaty
Samsuri
Anita Zaitunah
Asihing Kustanti
OK Hasnanda Syahputra
2022
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Universitas Sumatera Utara, Jl. Pancasila, Padang Bulan,
Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara 20155
Telp. 0811-6263-737
usupress.usu.ac.id
ISBN 978-602-465-419-1
Buku Ajar Manajemen Hutan / Siti Latifah [et.al.] – Editor: Khaira Amalia
Fachrudin --Medan: USU Press 2022
Bibliografi
ISBN: 978-602-465-419-1
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iv
iviv
BAB 5 PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN ................... 33
5.1 Pendahuluan.............................................................................. 33
5.2 Tata Hutan ................................................................................. 33
5.3 Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan ................................. 35
5.3.1 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) ..... 35
5.3.2 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka pendek (RPHJPd) ... 36
5.3.3 Rencana Kerja Tahunan Pemanfaatan Hutan (RKTPH ) ... 37
v
9.5 Hasil Penelitian Model Pertumbuhan Tegakan .......................... 72
vivi
BAB 15 PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT ................. 113
15.1 Pendahuluan............................................................................ 113
15.2 Tujuan, Ruang Lingkup Dan Prinsip-Prinsip PHBM ............. 114
15.3 Dasar Hukum Pelaksanaan PHBM ........................................... 115
15.4 Keterlibatan Para Pihak dalam PHBM ...................................... 115
15.5 Skema Pengelolaan PHBM. ...................................................... 116
15.6 Pelaksanaan PHBM pada Beberapa Daerah di Indonesia ..... 117
vii
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 1
PENGANTAR MANAJEMEN HUTAN
Siti Latifah
1.1 Pendahuluan
Bidang kehutanan merupakan salah satu sumber daya alam yang
bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Kekayaan hutan Indonesia
menjadi modal dasar pembangunan nasional. Oleh karenanya untuk
mencapai hal tersebut diperlukan pengelolaan hutan yang bijaksana atau
keahlian manajemen sehingga dapat, memberikan terobosan untuk
meningkatkan produktivitas yang tepat sasaran.
1
Buku Ajar Manajemen Hutan
22
Buku Ajar Manajemen Hutan
Soal Latihan
3
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
44
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 2
PENGELOLAAN HUTAN LESTARI
Siti Latifah
2.1 Pendahuluan
Dalam satu dekade terakhir telah menjadi keharusan hutan
dikelola secara lestari di Indonesia. Diantara realita yang
melatarbelakangi keharusan mengelola hutan secara lestari adalah
karena faktor keberadaan hutan tropis sebagai penyeimbang ekosistem
global, dan juga terjadinya degradasi hutan baik dari sisi kualitas
maupun kuantitas.
Hilangnya hutan disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya
adalah penebangan hutan yang mengakibatkan degradasi hutan.
Degradasi hutan tidak terbatas pada kawasan pemanfaatan hutan; itu
juga terjadi di zona konservasi. Grafik ini tentu saja menggambarkan
situasi yang sangat memprihatinkan tentang keadaan hutan kita. Situasi
ini menarik perhatian berbagai orang.
Kebutuhan manusia semakin meningkat, baik dan kualitas serta
kuantitasnya, hal ini menyebabkan eksploitasi kayu dalam jumlah besar
yang melebihi kemampuan alam untuk merehabilitasi dirinya sendiri.
Kondisi ini berlanjut hingga hari ini, untuk mendapatkan kayu serta
lahan untuk penggunaan lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh untuk merevitalisasi hutan agar dapat terus menopang
kehidupan di masa depan melalui pemanfaatan pengelola hutan lestari.
Dengan pengelolaan secara lestari maka produksi kayu dapat
berkelanjutan tanpa mengorbankan keseimbangan lingkungan. Pada
akhirnya pengelolaan hutan lestari berpotensi meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di sekitar
kawasan hutan.
5
Buku Ajar Manajemen Hutan
66
Buku Ajar Manajemen Hutan
7
Buku Ajar Manajemen Hutan
88
Buku Ajar Manajemen Hutan
9
Buku Ajar Manajemen Hutan
Soal Latihan
1010
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
11
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 3
KLASIFIKASI LAHAN
Rahmawaty
1212
Buku Ajar Manajemen Hutan
13
Buku Ajar Manajemen Hutan
1414
Buku Ajar Manajemen Hutan
Tabel 3. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian Rata-
rata Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi
Kelas Kelerengan (%) klasifikasi Nilai Skor
I 0 – 13,6 Sangat rendah 10
II 13,6 – 20,7 Rendah 20
III 20,7 – 27,7 Sedang 30
IV 27,7 – 34,8 Tinggi 40
V >34,8 Sangat tinggi 50
Sumber: Pedoman Penyusunan Pola RLKT Tahun 1994.
15
Buku Ajar Manajemen Hutan
1616
Buku Ajar Manajemen Hutan
17
Buku Ajar Manajemen Hutan
1818
Buku Ajar Manajemen Hutan
ini diubah menjadi peta digital yang siap dianalisis. Setelah diubah, peta
digital tersebut siap dianalisis. Misalnya dari segi jangkauan daerah
atau buffer.
Pada tahap analisis, data yang digunakan hanyalah data yang sesuai
dengan kerangka teori dan rancangan analisis. Tahap keluaran data
atau output; tahap keluaran data merupakan proses akhir dari tahapan
kerja sistem informasi geografi. Hasil outputnya berupa peta, grafik,
tabel atau laporan, yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Layout peta merupakan pekerjaan terakhir setelah input data,
editing data, analisis data, penambahan label, dan pengaturan legenda
daftar isi telah dilakukan. Melalui fasilitas layout dapat membuat dan
mengatur data mana saja yang akan digunakan sebagai output dari
proses atau analisis gis yang digunakan serta bagaimana data tersebut
akan ditampilkan. Layout ini akan bermanfaat untuk memperjelas peta
dan memperindah secara tampilan, selain itu tujuan yang lebih penting
mengenai layout peta adalah sebagai atribut pelengkap yang mampu
menjelaskan isi peta, yang merupakan informasi-informasi penting.
Beberapa informasi yang perlu ditampilkan dalam
penyusunan/melayout peta hasil klasifikasi lahan, antara lain:
1. judul peta; merupakan informasi untuk mengetahui fungsi dari
peta dan wilayah. judul peta juga mencerminkan isi sekaligus
tipe peta. penulisan judul biasanya di bagian atas tengah, atas
kanan, atau bawah. walaupun demikian, sedapat mungkin
diletakkan di kanan atas.
2. skala peta; skala adalah perbandingan jarak pada peta dengan
jarak sesungguhnya di lapangan. skala ditulis di bawah judul
peta, di luar garis tepi, atau di bawah legenda.
3. orientasi / tanda arah; pada umumnya, arah utara ditunjukkan
oleh tanda panah ke arah atas peta. letaknya di tempat yang
sesuai jika ada garis lintang dan bujur, koordinat dapat sebagai
petunjuk arah.
4. koordinat/grid; grid merupakan jarak atau interval yang
berkaitan dengan system koordinat sehingga wilayah dalam peta
diketahui keberadaannya secara pasti, biasanya system grid
dibagi menjadi Universal Transerve Mercator (UTM) dan
Geographic Coordinate System (GCS), sistem koordinat yang
biasa digunakan adalah UTM dan sistem koordinat geografis
yang menunjukan suatu titik di bumi berdasarkan garis lintang
dan bujur.
5. legenda; legenda adalah keterangan dari simbol-simbol yang
merupakan kunci untuk memahami peta.
6. symbol peta; simbol peta adalah tanda atau gambar yang
19
Buku Ajar Manajemen Hutan
Soal Latihan
2020
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
21
Buku Ajar Manajemen Hutan
2222
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 4
HUTAN NORMAL
Asihing Kustanti
4.1 Pendahuluan
Interaksi manusia dengan sumberdaya hutan terbagi dalam
kaitan antara interaksi struktur dan fungsinya. Perkembangan
ketergantungan manusia dengan hutan dipengaruhi oleh perkembangan
populasi manusia yang memerlukan untuk pemenuhan kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Seiring dengan perkembangan teknologi dan jaman
maka kepentingan dalam mengambil manfaat dari hutan semakin
meningkat. Terlebih lagi dengan alasan pembangunan sehingga tidak
terelakkan hutan merupakan sebuah sumberdaya yang semakin lama
semakin dibutuhkan. Kemampuan sumberdaya hutan dalam
menyediakan hasil-hasilnya perlu dipertahankan keberlanjutan sesuai
kemampuan daya dukungnya. Dalam hal ini pemanfaatan sumberdaya
hutan sudah seharusnya mempunyai mekanisme pengaturan dalam
memenuhi kebutuhan manusia secara terstruktur sesuai perannya
masing-masing dan sesuai kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari dan menunjang pembangunan yang selalu dinamis dan
berkembang.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka pengertian dan
peranan Hutan Normal secara konsepsi dalam mencapai kelestarian hasil
(sustained yield) telah digunakan para rimbawan (foresters) lebih dari 2
(dua) abad, tetapi penggunaan kata sustainability, sebuah kata benda
dalam Bahasa Inggris, dalam literatur kehutanan untuk menyatakan
prinsip yang dianut dalam pengelolaan hutan baru muncul sekitar tahun
1975, dalam kamus bidang kehutanan sekitar tahun 1987 dan
dicantumkan dalam fie Dictionary of Forestry yang diterbitkan oleh SAF
pada tahun 1998 (Gjerstad and South, 1999). Di kalangan para rimbawan
di Indonesia kata sustained biasanya diterjemahkan ke dalam kata
kelestarian dan kata s~zstaizza~Ze diterjemahkan ke dalam kata lestari.
23
Buku Ajar Manajemen Hutan
2424
Buku Ajar Manajemen Hutan
25
Buku Ajar Manajemen Hutan
2626
Buku Ajar Manajemen Hutan
akibat berbagai gangguan yang muncul selama periode revolusi fisik dan
pemberontakan G-30s PKI, maka tabel ini dianggap sebagai tabel rata-
rata tegakan untuk hutan di P. Jawa.
27
Buku Ajar Manajemen Hutan
2828
Buku Ajar Manajemen Hutan
yaitu sekitar 2,s ha atau bahkan lebih (Osmaston, 1968). Dalam sistem
silvikultur ini, secara teoritis penebangan setiap tahunnya atau periode
tertentu yang ditentukan, dapat dilakukan secara tersebar dalam seluruh
areal hutan, tetapi dalam prakteknya areal hutan biasanya dibagi ke
dalam sekitar 5 sampai 10 bagian dan penebangan dilakukan secara
bergilir pada setiap bagiannya. Struktur vegetasi pada hutan sekunder
rawa gambut secara keseluruhan hampir membentuk tegakan normal,
namun jumlah individu pada tingkat semai dan pancang masih rendah
(Hidayat, dkk, 2017).
Sistem silvikultur yang diterapkan dalam pengusahaan hutan
alam produksi di lndonesia yang dituangkan dalam pedoman Tebang
Pilih Indonesia (TPI) yang kemudian disempurnakan menjadi Tebang Pilih
Tanam lndonesia (TPTI) termasuk ke dalam kelompok sistem tebang pilih
murni. Dalam pelaksanaannya, penerapan sistem ini dilakukan dengan
berlandaskan kepada hasil penataan areal kerja sebagai berikut: a. Areal
hutan dibagi ke dalam tujuh bagian rencana kerja lima tahunan yang
dinamakan blok Rencana Karya Lima Tahun (RKL). b. Setiap blok RKL
dibagi ke dalam lima bagian rencana kerja tahunan yang dinamakan blok
Rencana Karya Tahunan (RKT). c. Setiap blok RKT dibagi-bagi lagi ke
dalam blok tebangan yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 km
x 1 km (100 ha). Suhendang (1993) menyarankan agar diadakan
pengelompokan terhadap tegakan-tegakan yang terdapat dalam setiap
kesatuan pengelolaan hutan, kira-kira setara dengan areal kerja
produktif dalam setiap HPH, berdasarkan kehomogenannya dalam tipe
tempat tumbuh dan tipe tegakan yang dinyatakan oleh komposisi jenis
dan bentuk struktur tegakan horizontalnya.
Untuk dapat mengadakan pengelompokan tegakan-tegakan ini
perlu adanya pembentukan petak-petak (conpartment), yang bersifat
permanen dan secara fisik dibatasi di lapangan, yang berfungsi sebagai
kesatuan pengelolaan terkecil, melalui kegiatan penataan hutan. Dalam
setiap kesatuan pengelolaan terkecil inilah diterapkan sistem
penebangan dengan sistem tebang pilih murni (single tree selection
method). Metode ini merupakan kombinasi antara metode penataan
hutan yang biasa diterapkan pada hutan seumur dengan sistem
penebangan yang biasa diterapkan pada hutan tidak seumur. Prinsip
penataan hutan seperti inilah yang selanjutnya dianut dalam
penyusunan Manual Perencanaan Kesatuan Pengusahaan Hutan
Produksi (KPHP) yang disusun atas kerjasama antara Departemen
Kehutanan R.I. dengan Indonesia-UK Tropical Forest Management
Programme (DFID) pada tahun 1997.
Metode pengaturan hasil untuk hutan tidak seumur pertama kali
dikembangkan oleh Dr. Dietrich Brandis, seorang botanis kelahiran
29
Buku Ajar Manajemen Hutan
3030
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
31
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
3232
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 5
PENYUSUNAN RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN
Siti latifah
5.1 Pendahuluan
Sebagai sebuah unit pengelolaan hutan ditingkat tapak,
Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) bertujuan untuk
mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari. KPH memiliki
tujuan pengelolaan ekonomi, sosial dan ekologi yang jelas yang
ditetapkan melalui rencana pengelolaan jangka panjang, rencana kerja
tahunan dan rencana usaha yang terkait erat dengan fungsi hutan utama
(misalnya hutan produksi, hutan lindung). Kegiatan operasional dan
administrasi dilakukan berdasarkan tujuan pengelolaan jangka panjang
dan pengelola hutan (perusahaan komersial, masyarakat, perusahaan
hutan negara) yang beroperasi di wilayah tersebut.
(https://www.forclime.org/documents/Brochure/Bahasa)
33
Buku Ajar Manajemen Hutan
3434
Buku Ajar Manajemen Hutan
35
Buku Ajar Manajemen Hutan
3636
Buku Ajar Manajemen Hutan
37
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
3838
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
39
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 6
PENGKELASAN TAPAK
Samsuri
4040
Buku Ajar Manajemen Hutan
Faktor tanah
(lahan) :
komponen fisik
dan biologi
Topografi
41
Buku Ajar Manajemen Hutan
yaitu volume tegakan dan luas bidang dasar tegakan menjadi pilihan
untuk menyatakan kualitas tapak. Oleh karenanya penggunaan
pertumbuhan volume menjadi lebih banyak diaplikasikan sebagai
akumulasi data pertumbuhan hutan untuk tapak dan jenis berbeda.
Karakteristik ukuran pohon dapat digunakan secara luas, misalnya tinggi
pohon, tinggi jenis dominan dan kodominan. Parameter ini biasanya
digunakan sebagai tinggi tegakan yang merepresentasikan site index
work. Parameter lain, tinggi rata-rata sejumlah pohon terbesar atau
pohon tertinggi dalam sehamparan tegakan dapat menjadi parameter
alternatif.
Kualitas tapak umumnya dinyatakan sebagai site index (indeks
tapak). Site index didefisikan sebaga rata-rata tinggi pohon dominan dan
kodominan dalam area yang akan diukur misalnya area dengan tegakan
berumur 50 atau 100 tahun. Site indeks kemungkinan berlaku hanya
pada lokasi tertentu sehingga posisi geografis penting diketahui atau
dicantumkan bersamaan dengan site indeks. Site indeks dapat
diilustrasikan dalam bentuk gambar kurva site indeks, diaman tinggi jenis
dominan, dan atau kodominan, dengan rata-rata umur diproyeksikan ke
dalam grafik suatu jenis. Site index tegakan dapat dibaca dari kurva
terdekat.
4242
Buku Ajar Manajemen Hutan
43
Buku Ajar Manajemen Hutan
6.5 Bonita
Setelah diperoleh pengelompokan tempat tumbuh, maka dibuat
kurva tempat tumbuh (bonita) untuk masing-masing bonita, yaitu kurva
hubungan antara peninggi dengan umur tegakan. Bonita tersebut
merupakan bonita sementara yang berlaku hanya untuk unit manajemen
yang bersangkutan. Kurva dibuat berdasarkan tebaran data pada masing-
masing kelompok tempat tumbuh, yang berasal dari Petak Ukur
Permanen (PUP). Penggambaran kualitas tempat tumbuh dapat pula
dinyatakan dengan site index pada umur acuan tertentu.
Bonita (site quality) adalah suatu pernyataan mengenai kapasitas
produksi sebidang lahan hutan untuk pertumbuhan kayu atau tumbuhan
lain dan merupakan resultante dari faktor-faktor iklim, biotik dan
keadaan tanah (climatics, biotis dan edafis). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tumbuhnya tegakan hutan dapat dibedakan menjadi (1)
faktor yang dapat dikuasai dan (2) factor yang tidak dapat dikuasai.
Faktor-faktor tempat tumbuh yang dapat dikelola dan dimanipulasi
diantaranya adalah pemilihan bibit, cara dan teknik budidaya yang baik,
tanaman sela, pemeliharaan yang tepat dan perlindungan tanaman dari
hama dan penyakit. Faktor lingkungan dan iklim umumnya tidak dapat
dikendalikan yaitu iklim, suhu, angin, kelembapan dan faktor cuaca
lainnya.
4444
Buku Ajar Manajemen Hutan
45
Buku Ajar Manajemen Hutan
4646
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
47
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 7
PENGATURAN HASIL TEGAKAN
Siti Latifah
7.1 Pendahuluan
Kelestarian hasil kayu merupakan salah satu tujuan dalam
pengelolaan hutan produksi secara lestari. Selain keberlanjutan hasil
kayu, kegiatan pengelolaan hutan harus dapat menjamin ketersediaan
stok tegakan dalam jangka panjang.
Agar kelestarian hasil kayu dan stok tegakan dapat terjamin,
termasuk untuk jenis-jenis pohon yang populasinya jarang maka
pengaturan hasil tegakan mutlak diperlukan (Rusolono et al., 2019). Pada
kegiatan pengelolaan dan pengusahaan hasil hutan diperlukan suatu
perencanaan yang disusun untuk pengusahaan hutan yang bersifat
berkesinambungan serta memperhatikan segala aspek kelestariannya
(Arland et al., 2018).
Kelestarian hutan adalah pengakuan secara luas keseimbangan
hubungan antara fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Ketiga
fungsi tersebut menjadi prinsip dalam pengelolaan hutan lestari (Djamal
el., 2018).
Untuk mengetahui konsep pengaturan hasil tegakan serta
komponen dan metode-metode yang digunakan dalam pengaturan hasil
tegakan agar pengelolaan hutan produksi dapat dilaksanakan secara
lestari
4848
Buku Ajar Manajemen Hutan
49
Buku Ajar Manajemen Hutan
7.3.2 Daur
Daur merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menggantikan istilah rotasi dan siklus tebangan. Rotasi adalah jangka
waktu dalam tahun yang diperlukan oleh suatu jenis tanaman untuk
mencapai umur masak tebang, dihitung sejak jenis tersebut ditanam.
Konsep rotasi digunakan untuk pengelolaan hutan dengan tujuan
menghasilkan kayu dari tegakan seumur sedangkan siklus tebang
(cutting cycle) digunakan untuk tegakan tidak seumur. Menurut
Indrajaya (2011), Penentuan daur yang optimal merupakan hal yang
penting untuk memperoleh keuntungan yang maksimum.
Macam-Macam Daur :
a. Daur Fisik, yaitu daur yang berimpitan dengan kemampuan suatu
jenis untuk dapat bertahan hidup secara alami. Kadang-kadang juga
diartikan atau disamakan dengan waktu sampai suatu jenis masih
mampu untuk menghasilkan biji yang dapat tumbuh menjadi anakan
yang sehat.
b. Daur Silvikultur, yaitu jangka waktu yang diperlukan oleh suatu jenis
pohon utuk mulai dapat melakukan permudaan kembali dengan
baik. Apabila jenis tersebut biasa melakukan permudaan dengan biji,
maka daur silvikultur berarti jangka waktu yang diperlukan oleh jenis
tersebut untuk mulai menghasilkan biji yang dapat digunakan untuk
permudaan kembali.
c. Daur Teknik, yaitu umur pada waktu suatu jenis yang diusahakan
sudah dapat menghasilkan kayu yang dapat digunakan untuk tujuan
tertentu. Jenis daur ini dapat panjang atau pendek.
d. Daur Volume Maksimum, yaitu umur tegakan dimana hasil kayu
tahunan mencapai volume yang tertinggi. Disini tidak hanya dihitung
hasil dari tebangan akhir saja tetapi juga termasuk seluruh hasil
penjarangan yang pernah dilakukan sampai umur tersebut. Panjang
daur volume maksimum tercapai pada saat umur tegakan dimana
terjadi perpotongan antara kurva riap rata-rata tahunan (MAI)
dengan riap tahunan berjalan (CAI) (Indrajaya dan Siarudin, 2013).
5050
Buku Ajar Manajemen Hutan
Keterangan :
FR = Rata-rata pendapatan tahunan bersih (Rp/ha/tahun)
Yr = Nilai hasil tebangan akhir pada umur daur (Rp/ha)
Tr = Nilai hasil penjarangan sampai akhir daur (Rp/ha)
C = biaya pembuatan tanaman (Rp/ha)
r = panjang rotasi (tahun)
a = biaya administrasi rata-rata (Rp/ha/tahun)
Karena dasar perhitungannya adalah hasil kayu, maka panjang daur ini
hampir sama dengan panjang daur volume maksimum. Bedanya adalah
variasi harga kayu
Keterangan :
LEV = nilai harapan lahan
Yr = pendapatan pada umur rotasi (Rp/ha)
Ta, Tb, dst = nilai bersih penjarangan pada tahun ke-a, tahun ke-b, dst.
I = Pendapatan tahunan yang diperoleh dari perumputan,
perburuan, dll.
C = Biaya pembangunan hutan pada tahun ke-a
Sa, Sb, dst = Biaya pemeliharaan pada tahun ke-a, tahun ke-b, dst.
e = Biaya tahunan, seperti pajak, administrasi, dll.
r = panjang rotasi i = suku bunga
51
Buku Ajar Manajemen Hutan
5252
Buku Ajar Manajemen Hutan
53
Buku Ajar Manajemen Hutan
5454
Buku Ajar Manajemen Hutan
dimana :
n(r)ij= banyaknya pohon per hektar pada saat ditebang, yaitu r
tahun setelah penebangan sebelumnya, untuk kelas
55
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
5656
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
57
Buku Ajar Manajemen Hutan
5858
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 8
PENGATURAN KERAPATAN TEGAKAN
Siti Latifah
8.1 Pendahuluan
Kerapatan tegakan atau kerapatan pohon didefenisikan sebagai
jumlah pohon yang terdapat dalam suatu luasan tertentu dan biasanya
dinyatakan dalam hektar. Kerapatan tegakan, menurut merupakan
faktor terpenting kedua setelah tempat tumbuh dalam penentuan
produktivitas tempat tumbuh. Hal ini penting karena kerapatan tegakan
merupakan faktor utama yang dapat dimanipulasi dalam pengembangan
tegakan.
Pengaturan kerapatan tegakan merupakan hal penting dalam
pembangunan hutan tanaman untuk memperoleh hasil yang optimal
(Sumadi A, 2011). Pengaturan kerapatan dilakukan untuk memanfaatkan
lahan secara optimal berdasarkan kebutuhan tanaman akan ruang dan
sumberdaya yang meningkat sejalan dengan pertumbuhannya tahun
demi tahun (Herianto, 2017). Pada saat penanaman, tanaman dapat
ditanam dengan jarak tanam yang rapat agar batang tanaman tumbuh
lurus dan meninggi. Sejalan dengan waktu, kerapatan harus dikurangi
untuk menyediakan ruang tumbuh bagi perkembangan tajuk dan daerah
perakaran serta untuk memacu pertumbuhan lateral (diameter).
59
Buku Ajar Manajemen Hutan
6060
Buku Ajar Manajemen Hutan
1. Metoda Okuler
Metode okuler digunakan para rimbawan Eropa dengan
estimasi okuler penutupan tajuk dan perkembangan tajuk untuk
menentukan stok penuh dalam plot yang dipilih untuk membuat tabel
hasil normal; dan sebagai konsekuensinya telah terdapat variasi
kriteria kenormalan. Pada beberapa petak ukur dilakukan
pengukuran kerapatan tajuk dengan beberapa luas tertentu yang
dibuat pada foto udara di dalam suatu kelas tegakan yang tampak
mempunyai kerapatan yang seragam.
2. Metoda Tabel Hasil Normal
Kerapatan suatu tegakan tertentu dengan metode ini
dinyatakan sebagai hubungan luas bidang dasar, jumlah pohon, atau
volumenya dengan nilai tabel hasil normal untuk umur dan indeks
tempat tumbuh yang sama. Luas bidang dasar adalah kriteria yang
paling banyak digunakan karena mudah ditentukan di lapangan
dengan peralatan yang menggunakan prinsip sudut Bitterlich.
Kriteria untuk ukuran kerapatan yaitu kemudahan dalam
penerapan dan kemampuan mengubahnya ke volume jika tabel hasil
tersedia. Metode ini tergantung pada pengetahuan umur dan kualitas
tempat tumbuh tegakan. Kesalahan dalam penentuan umur dan
indeks tempat tumbuh membatasi ketelitian pengukuran kerapatan.
3. Metode Indeks Kerapatan Tegakan Reineke
Metode ini digunakan untuk pengelolaan tegakan intensif
untuk mengatur kerapatan tegakan. Reineke menemukan bahwa
setiap tegakan seumur pada diameter tegakan rata-rata adalah
diameter setinggi dada pohon dengan luas bidang dasar rata-rata
yang mempunyai lebih kurang jumlah pohon per acre yang sama
dengan setiap tegakan murni, seumur dan sejenis dan mempunyai
diameter rata-rata, kualitas tempat tumbuh tidak berpengaruh
terhadap jumlah pohon. Indeks kerapatan tegakan selalu dinyatakan
sebagai jumlah pohon.
Metode ini bebas untuk mempertimbangkan pengaruh
tempat tumbuh dan umur, dan dengan mudah diperoleh dengan
menggunakan sudut Bitterlich atau baji Bruce untuk pengukuran luas
bidang dasar dan dengan pencatatan diameter pohon yang dihitung
pada setiap titik. Metode ini memberikan ukuran kerapatan yang
tidak bergantung pada jenis.
61
Buku Ajar Manajemen Hutan
6262
Buku Ajar Manajemen Hutan
63
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
6464
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
65
Buku Ajar Manajemen Hutan
Vanclay, J.K. 1994. Modelling For est Growth and Yield . Applica tions to
Mixed Tropical Forets . CAB International, Guildford.
Zuhaidi, Y.A. 2009. Local Growth Model In Modelling The Crown
Diameter of Plantation- Grown Dryobalanops Aromatica. Journal
of Tropical Forest Science 21(1): 6671
6666
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 9
MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN
Siti Latifah
9.1 Pendahuluan
Model pertumbuhan dapat memberikan informasi utama
tentang perubahan dinamik dari karakteristik suatu hutan. Manajemen
hutan membutuhkan basis data yang baik, karena kualitas informasi
bergantung pada kualitas data, model pertumbuhan, dan perangkat
perencanaan lainnya. (Latifah, et al 2009)
Tiga elemen penting dalam pengelolaan hutan yaitu klasifikasi
jenis lahan, “jadwal kegiatan” pengelolaan, dan proyeksi pertumbuhan
dan hasil kuantitatif (Davis et al, 2001). Hutan tidak dapat dikelola tanpa
informasi yang memadai tentang ketersediaan kayu dan/atau produk
turunannya di masa mendatang. Informasi tersebut diperoleh dengan
model pertumbuhan dan hasil tegakan hutan. Pengelolaan hutan
berkelanjutan sangat membutuhkan informasi pertumbuhan dan hasil
(Lhotka & Loewenstein, 2011) yang merupakan prasyarat untuk
menentukan volume panen dan siklus penebangan.
Ketersediaan informasi pertumbuhan tersebut dapat didukung
melalui menggunakan model-model matematis. Saat ini prediksi
pertumbuhan didekati dengan membuat model-model pertumbuhan
tegakan.
67
Buku Ajar Manajemen Hutan
6868
Buku Ajar Manajemen Hutan
69
Buku Ajar Manajemen Hutan
semua pohon) dengan model individu pohon (satu kelas untuk masing-
masing jenis pohon).
7070
Buku Ajar Manajemen Hutan
71
Buku Ajar Manajemen Hutan
7272
Buku Ajar Manajemen Hutan
Dimana D : dbh (cm), H : tinggi rata-rata (h), V : volume tegakan (m3/ ha),
A : umur (th), B: area basal (m), dan S : indeks situs. 2-1-0,59A.
Latihan soal
73
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
7474
Buku Ajar Manajemen Hutan
75
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 10
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH)
Siti Latifah
10.1 Pendahuluan
Keberadaan hutan sangat penting, tidak hanya untuk
pembangunan ekonomi nasional dan mata pencaharian masyarakat
setempat, tetapi juga berfungsi sebagai sistem lingkungan global.
Kegiatan berbasis hutan dan industri kehutanan merupakan penyerap
utama tenaga kerja di Indonesia dan sampai 30 juta orang secara
langsung bergantung pada pengelolaan sumber daya hutan. Namun
kurangnya tata kelola hutan yang memadai, struktur manajemen dan
penegakan hukum di tingkat lokal memicu deforestasi dan degradasi
hutan di seluruh negeri memberikan kontribusi hampir 60% dari emisi
gas rumah kaca nasional.
Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat lokal
sebagai entitas manajemen baru dan permanen secara langsung
menangani permasalahan yang ada dan memberikan dasar untuk tata
kelola hutan yang lebih baik, perencanaan, (co-) manajemen sumber
daya hutan, pemantauan dan keterlibatan pemangku kepentingan.
Apabila suatu kawasan hutan mempunyai potensi SDH yang bagus
dan ada institusi tingkat tapaknya maka wilayah kawasan hutan tersebut
akan terjaga dan dikelola oleh institusi tersebut. Sebaliknya apabila
kawasan hutan potensinya sudah terdegradasi, maka apabila ada
institusi di tingkat tapak, diharapkan penyelenggaraan rehabilitasi
kawasan akan ada yang bertanggung jawab, sehingga kegiatan
rehabilitasi di wilayah tersebut akan berhasil yang sekaligus dapat
memperbaiki kualitas SDH yang ada (Ali Djajono, 2018). Dengan
demikian KPH memegang peran kunci dalam upaya pembangunan
berkelanjutan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta konservasi
keanekaragaman hayati.
7676
Buku Ajar Manajemen Hutan
77
Buku Ajar Manajemen Hutan
tahunan dan rencana usaha yang terkait erat dengan fungsi hutan utama
(misalnya hutan produksi, hutan lindung).
Tugas operasional dan administrasi ditentukan oleh tujuan
pengelolaan jangka panjang dan oleh pengelola hutan (perusahaan
komersial, masyarakat, perusahaan hutan negara) yang beroperasi di
wilayah tersebut. Landasan pembentukan KPH didasarkan terutama oleh
beberapa peraturan-perundangan, sebagai berikut:
1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
2. PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
3. PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
4. PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
5. PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
6. Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah
KPH.
7. Permenhut P. 6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPH
Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP)
8. Permendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata
Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.
7878
Buku Ajar Manajemen Hutan
79
Buku Ajar Manajemen Hutan
8080
Buku Ajar Manajemen Hutan
81
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
8282
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
83
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 11
MULTI USAHA KEHUTANAN DALAM
MANAJEMEN HUTAN
OK Hasnanda Syahputra
11.1 Pendahuluan
Hutan tropis Indonesia merupakan modal pembangunan
nasional yang memiliki manfaat nyata bagi kehidupan bangsa. Hutan
memberikan manfaat ekonomi, ekologi (lingkungan), dan sosial budaya.
Kekayaan hutan Indonesia yang memiliki multi fungsi ini, harus terus
dijaga agar lestari.
Agar hutan lestari, kuncinya pada pengelolaan hutan yaitu
penerapan metode bisnis, asas-asas teknik kehutanan, dan menjaga
kelestarian sumber daya hutan itu sendiri. Asas dasar dalam pengelolaan
hutan ialah hasilnya lestari dan berkelanjutan (Sustainable yield
principle). Pengelolaan hutan di Indonesia didasarkan atas asas manfaat
yang berkelanjutan, yang berupa manfaat langsung misalnya kayu, rotan,
obat-obatan dan hasil hutan lainnya dan manfaat tidak langsung seperti
pengendali tata air, mikroklimat, jasa rekreasi dan lain-lain.
Oleh karena itu, dalam pengelolaan hutan diperlukan upaya
pembalikan ke arah pemulihan hutan yang lestari. Sehingga, perlu
perubahan paradigma dari pengelolaan hutan berbasis komoditas ke
berbasis ekosistem dengan optimalisasi multi. Pengelolaan hutan harus
tepat, efektif dan efisien agar kelestarian dapat tercapai, dan
memastikan bahwa semua elemen masyarakat dan para pihak mendapat
manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dari hutan dengan senantiasa
menjaga kelestarian sumber daya yang ada di dalamnya. Pertimbangan
aspek sosial ekonomi dalam pengelolaan hutan juga menjadi sangat
penting agar hutan lestari lingkungan terjaga dan masyarakat sejahtera.
8484
Buku Ajar Manajemen Hutan
85
Buku Ajar Manajemen Hutan
8686
Buku Ajar Manajemen Hutan
87
Buku Ajar Manajemen Hutan
8888
Buku Ajar Manajemen Hutan
89
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
9090
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
Baskent EZ. 2018. A review of the development of the multiple use forest
management planning concept. International Forestry Review. 20
(10):1–18.
Hendroyono B. 2020. Implementasi UU Cipta Kerja Untuk Mewujudkan
Iklim Usaha Kehutanan Terdampak Covid-19 Yang Adaptif,
Kompetitif, dan Berkelanjutan. Disampaikn Dalam Raker APHI 2
Desember 2020.
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2020. Peraturan
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor:
P.1/PHPL/SET/KUM.1/5/2020 tentang Tata Cara Permohonan,
Penugasan dan Pelaksanaan Model Multiusaha Kehutanan Bagi
Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Produksi. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Nugroho AW. 2021. Membaca Arah Perubahan Tata Kelola Kehutanan
Pasca-Terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja. Jurnal Hukum
Lingkungan Indoesia, Vol.7 No.2: 275-296
Panayotou T. 2003. Economic Growth and The Environment. Journal of
Economic Survey of Europe No.2, 45-72.
Rahmani TA. 2020. Pengembangan Multiusaha Kehutanan Untuk
Kesejahteraan Masyarakat dan Resolusi Konflik. Tesis. IPB
University. Bogor.
Shaharir & Alinor. 2013. The Need for a New Definition of Sustainability.
Journal of Indonesian Economy and Business Vol.28, 251-268.
91
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 12
PENILAIAN MANFAAT TANGIBLE DAN
INTANGIBEL HUTAN
Anita Zaitunah
12.1 Pendahuluan
Hutan memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan manusia.
Manfaat hutan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan,
tetapi juga oleh masyarakat lain. Manfaat hutan dapat dibedakan
menjadi manfaat tangible dan intangible. Tangible diartikan sebagai
berwujud atau nyata dan intangible diartikan sebagai tidak berwujud
atau tidak nyata. Perbedaan tersebut juga menjadikan adanya
perbedaan penilaian.
Nilai merupakan sebuah persepsi terhadap suatu obyek pada
tempat dan waktu tertentu. Persepsi merupakan pandangan individu
atau kelompok terhadap suatu obyek sesuai dengan tingkat
pemahamannya. Penilaian manfaat sumberdaya hutan bergantung
kepada persepsi. Nilai sumberdaya hutan tersebut beraneka ragam, baik
berupa nilai hasil material, jasa lingkungan dan jasa sosial bagi
masyarakat. Pemahaman terhadap manfaat sumberdaya hutan dapat
diperoleh dengan adanya penilaian terhadap semua manfaat yang
dihasilkan.
Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai
secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi SDH yang
berlebih. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang
belum memahami nilai dari berbagai manfaat SDH secara
komperehensif. Untuk memahami manfaat dari SDH tersebut perlu
dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan SDH ini.
Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau
manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia.
9292
Buku Ajar Manajemen Hutan
93
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
9494
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
95
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 13
PENILAIAN EKONOMI HASIL HUTAN
BUKAN KAYU (HHBK)
Siti Latifah
13.1 Pendahuluan
Sumber daya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi
kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketergantungan
masyarakat terhadap sumberdaya hutan menyebabkan penebangan
kayu yang melebihi batas daya dukungnya. Hutan tidak hanya
menghasilkan kayu akan tetapi juga memberikan hasil hutan bukan kayu
(HHBK). Beberapa tempat di Indonesia HHBK ini menjadi primadona.
Menurut [1][2]menyatakan bahwa paradigma baru sektor kehutanan
memandang sumber daya hutan mempunyai potensi multi fungsi yang
dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi
kesejahteraan umat manusia.
Masyarakat yang berada di sekitar hutan pada umumnya
memanfaatkan hasil hutan yang ada terutama hasil hutan bukan kayu
(HHBK). Setiap jenis hasil hutan yang dimanfaatkan tentunya memiliki
nilai ekonomi tersendiri dan memberikan kontribusi terhadap
pendapatan masyarakat. [3] [4]
Dengan adanya sumber daya alam berupa Hasil Hutan Bukan
Kayu maka secara langsung dapat mengurangi tindakan-tindakan
eksploitasi hasil hutan kayu. Hal tersebut disebabkan karena masih
banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat
sumber daya hutan (SDH) secara komprehensif. Untuk memahami
manfaat dari SDH perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat
yang dihasilkan HHBK tersebut. [3]
9696
Buku Ajar Manajemen Hutan
97
Buku Ajar Manajemen Hutan
9898
Buku Ajar Manajemen Hutan
Nilai ekonomi per tahun dihitung dari perkalian antara total pengambilan
per jenis barang dikalikan harga. 𝑁 𝑃
𝑁 = Nilai ekonomi HHBK
𝑃 = Total pengambil (unit/tahun)
= Harga produk hasil hutan
99
Buku Ajar Manajemen Hutan
e. Kontribusi HHBK
Menurut [4] Kontribusi HHBK terhadap pendapatan dianalisis dengan
menghitung seluruh pendapatan, baik dari sumber kegiatan
pemanfaatan HHNK maupun sumber pendapatan lainnya dengan
rumus :
Keterangan:
= Persentase pendapatan dari HHBK
= Pendapatan dari HHBK
= Pendapatan total yaitu hasil penjumlahan antara pendapatan dari
HHBK dan pendapatan dari luar HHBK
100
10
0
Buku Ajar Manajemen Hutan
(Areca catechu)
e. Menurut [16 ] Kontribusi HHBK terhadap total pendapatan hutan
rakyat adalah 67,56% (strata 1), 63,93 % (strata 2) dan 75,11 %
(strata 3) sedangkan kontribusi tanaman kayu sebesar 32,44 %
(strata I), 36,07 % (strata II) dan 24,89 % (strata III).
Latihan soal
101
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
102
10
2
Buku Ajar Manajemen Hutan
103
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 14
MANAJEMEN HUTAN ADAT
Siti Latifah
14.1 Pendahuluan
Sebagai negara yang majemuk dengan beragam suku bangsa dan
budaya, pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan
kawasan hutan adatnya, menjadi salah satu bukti kehadiran Pemerintah
untuk melindungi hak masyarakat tradisional sekaligus
mensejahterakannya dalam bingkai sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Komitmen Pemerintah dalam melindungi MHA dan kearifan
lokalnya semakin nyata dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 9 tahun 2021 tentang
Pengelolaan Perhutanan Sosial. Di dalam aturan tersebut komitmen
pemerintah diperjelas salah satunya dengan menetapkan Peta hutan
Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat yang ditanda tangani oleh
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas ± 1.090.755 Ha.
Praktik-praktik hutan adat yang menjaga alam ikut mengatasi
emisi gas rumah kaca, emisi global, dan mata air, serta aktualisasi
partikularistik wilayah dan masyarakat adat sebagai wujud kemajemukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
104
10
4
Buku Ajar Manajemen Hutan
105
Buku Ajar Manajemen Hutan
106
10
6
Buku Ajar Manajemen Hutan
107
Buku Ajar Manajemen Hutan
108
10
8
Buku Ajar Manajemen Hutan
109
Buku Ajar Manajemen Hutan
110
11
0
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
111
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
112
11
2
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 15
PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS
MASYARAKAT
Siti Latifah
15.1 Pendahuluan
Adanya tingkat deforestasi yang cukup tinggi dan kemiskinan
yang masih mencengkeram masyarakat di dalam dan sekitar hutan
membuat berbagai pihak termasuk Kementrian Kehutanan mencoba
mendorong program Pemberdayaan Masyarakat atau Program
Pengelolaan Hutan berbasis Masyarakat (PHBM). Istilah PHBM sendiri
sebenarnya merupakan terjemahan dari community based forest
management yang dikembangkan dalam program Ford Foundation,
kemudian istilah kehutanan masyarakat atau community forestry
digunakan di Nepal. Istilah lainnya adalah perhutanan sosial atau social
forestry digunakan dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar
hutan di India. Indonesia kemudian merangkum dan mengakomodir
berbagai konsep dan istilah yang ada dalam pelaksanaan programnya.
Sedangkan praktek di Pulau jawa, sejalan dengan terjadinya
reformasi di bidang kehutanan, Perum Perhutani menyempurnakan
sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan lahirnya Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem PHBM ini dilaksanakan
dengan jiwa BERSAMA, BERDAYA, dan BERBAGI yang meliputi
pemanfaatanlahan/ruang, waktu, dan hasil dalam pengelolaan
sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, memperkuat
dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial
(https://www2.cifor.org/)
113
Buku Ajar Manajemen Hutan
114
11
4
Buku Ajar Manajemen Hutan
115
Buku Ajar Manajemen Hutan
116
11
6
Buku Ajar Manajemen Hutan
Akses legal pengelolaan kawasan hutan ini, dibuat dalam lima skema
pengelolaan, yaitu :
(i) Skema Hutan Desa (HD) hutan negara yang hak pengelolaannya
diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan desa.
(ii) Hutan Kemasyarakatan (HKm), yaitu hutan negara yang
pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan
masyarakat setempat.
(iii) Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS), adalah hutan tanaman
pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat
untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi
dengan menerapkan silvikultur dalm rangka menjamin
kelestarian sumber daya hutan.
(iv) Hutan Adat (HA), dimana hutan ini adalah hutan yang berada
di dalam wilayah masyarakat hutan adat.
(v) Kemitraan Kehutanan, dimana adanya kerjasama antara
masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin
Usaha Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai
kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil
hutan.
117
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
118
11
8
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
119
Buku Ajar Manajemen Hutan
BAB 16
PENGELOLAAN HUTAN ALAM UNTUK
PEMBANGUNAN REDD+
Siti Latifah
16.1 Pendahuluan
Hutan memiliki potensi untuk berkontribusi terhadap upaya
penurunan emisi yang dinilai akan lebih efektif jika masyarakat sekitar
terlibat dalam mekanisme pengambilan keputusan. Dengan adanya
peran masyarakat untuk mengelola hutan dalam upaya penurunan emisi
diharapkan dapat menekan laju kerusakan hutan salah satunya dengan
kegiatan REDD (Reducing Emissions from Deforestation in Developing
Countries) yang kemudian berkembang menjadi REDD+.
Di Indonesia ditemukan bahwa stok karbon setelah pembalakan
adalah 38–75% dari hutan alam. Dengan berkurangnya stok karbon, akan
mengakibatkan perubahan iklim yang dapat menyebabkan kekeringan
dan kebakaran hutan serta dapat merusak keseimbangan ekosistem
sehingga kondisi hutan tidak mampu lagi menyerap ataupun menyimpan
karbon yang akan menghancurkan potensi hutan dalam mitigasi emisi
REDD+ sepatutnya merupakan elemen untuk pengelolaan hutan
lestari, yang mampu mencegah kerusakan hutan secara intensif dan
dapat membantu mengurangi emisi. REDD+ merupakan Program
Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan yang
dipandang penting dilakukan karena akan mengakomodir kegiatan
kehutanan yang akan dilakukan melalui kegiatan pengurangan emisi dari
deforestasi dan degradasi (REDD), kegiatan konservasi hutan,
pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan stok karbon (Ekawati, S.
2013).
120
12
0
Buku Ajar Manajemen Hutan
121
Buku Ajar Manajemen Hutan
122
12
2
Buku Ajar Manajemen Hutan
123
Buku Ajar Manajemen Hutan
124
12
4
Buku Ajar Manajemen Hutan
16.5 Penutup
a. Skema REDD+ memberi keuntungan luas bagi masyarakat, industri,
pelestari lingkungan dan lain-lain, karena praktik yang diterapkan
akan tetap memberikan akses pada pembangunan ekonomi untuk
mengentaskan kemiskinan melalui pengelolaan hutan lestari.
Inisiatif penghijauan di kawasan hutan yang gundul dan
terdegradasi juga dipertimbangkan dalam skema REDD+.
b. Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang kaya
dibanding negara-negara lain di dunia, Indonesia tetap berada di
bawah ancaman dari polusi, perubahan iklim, kebakaran hutan dan
sumber daya eksploitasi melalui pembalakan liar dan perdagangan.
Kegiatan REDD (Reducing Emissions from Deforestation in
125
Buku Ajar Manajemen Hutan
Latihan soal
126
12
6
Buku Ajar Manajemen Hutan
DAFTAR PUSTAKA
Arfitryana. 2021. Nilai Ekonomi Potensi Jasa Lingkungan Menyerap
Karbon Di Taman Wisata Alam Buluh Cina Kabupaten Kampar
Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. Hal. 32-44
Bayrak, MM and Marafa, LM. 2016. Ten Years of REDD+: A Critical
Review of the Impact of REDD+ on Forest-Dependent
Communities. Sustainability MDPI
CIFOR. 2010. REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan,
perubahan iklim dan REDD. CIFOR. Bogor, Indonesia
CIFOR. 2012. Analysing REDD+ Challenges and Choices. Bogor. Indonesia.
Djaenudin, D. 2016. Perkembangan Implementasi Pasar Karbon Hutan Di
Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan.
Dwisatrio, B et al. Cifor. 2021. The context of REDD+ in Indonesia Drivers,
agents and institutions. CIFOR. Bogor.
Ekawati S., dkk.2013. Kondisi Tata Kelola Hutan Untuk Implementasi
Pengurangan Emisi Dari Deforestasi Dan Degradasi Hutan
(Redd+) Di Indonesia. Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan
Ekawati S,dkk. 2019. Policies affecting the implementation of REDD+ in
Indonesia (cases in Papua, Riau and Central Kalimantan). Forest
Policy and Economics
Environment and Development Division Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2009. Kebijakan Sosial Ekonomi Inovatif Untuk Meningkatkan
Kinerja Lingkungan: Imbal Jasa Lingkungan. Thailand.
FORCLIME. 2012. Studi Penyusunan Panduan Penyiapan Unit
Pengelolaan Hutan Alam Untuk Pembangunan Program Redd+.
Sunset Media. Jakarta
Indonesia Green Growth Program. Hutan Indonesia Memperoleh
Pendanaan Sebesar USD 103,8 Juta Dari GCF.
http://greengrowth.bappenas.go.id/hutan-indonesia-
memperoleh-pendanaan-sebesar-usd-1038-juta-dari-gcf/ diakses
pada tanggal 27 September 2021.
Kabar Hutan. Vietnam melakukan pendekatan konservasi hutan melalui
Pembayaran Jasa Lingkungan dan REDD+.
https://forestsnews.cifor.org/39765/vietnam-melakukan-
pendekatan-konservasi-hutan-melalui-pembayaran-jasa-
lingkungan-dan-redd?fnl= diakses tanggal 18 Sepetember 2021.
Kabar Hutan. Manajemen Hutan Lestari (SFM), Social Forestry dan
REDD+. https://forestsnews.cifor.org/3406/manajemen-hutan-
lestari-sfm-social-forestry-dan-redd?fnl=. diakses pada tanggal
28 September 2021.
127
Buku Ajar Manajemen Hutan
128
12
8
Buku Ajar Manajemen Hutan
GLOSARIUM
Annual Allowable Cut Jumlah luas areal hutan yang dapat dipanen
(AAC) atau jumlah kayu yang dapat dipungut dalam
suatu jangka perusahaan atau jangka waktu
tertentu
Bonita (site quality) Suatu pernyataan mengenai kapasitas produksi
sebidang lahan hutan untuk pertumbuhan kayu
atau tumbuhan lain dan merupakan resultante
dari faktor-faktor iklim, biotik dan keadaan
tanah (climatics, biotis dan edafis).
Data sekumpulan informasi atau juga keterangan–
keterangan dari suatu hal yang diperoleh
dengan melalui pengamatan atau juga
pencarian ke sumber – sumber tertentu
Etat hasil Banyaknya volume kayu maksimum yang
dipanen per priode ( tahun )
Intangible Manfaat yang tidak nyata atau tidak
langusung seperti pengaturan tata air, rekreasi,
pendidikan, kenyamanan lingkungan, penghasil
O2.peneyrap CO2 dll.
Kesatuan pengelolaan Unit terkecil pengelola kawasan hutan di tingkat
hutan (KPH) tapak
Persamaan alometrik Persamaan yang menyatakan
hubungan antara ukuran atau pertumbuhan
dari salah
satu komponen mahluk hidup dengan
keseluruhan komponen dari mahluk hidup
tersebut
riap tahun berjalan (Current Annual Increment,
CAI) dan riap rata-rata tahunan (Mean Annual
Incre-ment, MAI).
Permanent Sample Satuan unit evaluasi yang menyediakan dataset
Plots (PSPs) pengukuran ulang jangka panjang yang unik
yang digunakan untuk mengembangkan model
pertumbuhan dan hasil yang mendukung
analisis pasokan kayu dan keputusan
pengelolaan hutan lestari.Data diukur secara
periodik (data time serie)
peta gambaran permukaan bumi yang ditampilkan
pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
129
Buku Ajar Manajemen Hutan
130
13
0
Buku Ajar Manajemen Hutan
INDEKS
A P
Annual Allowable Cut, 30, 55, 129 Permanent Sample Plots, 71, 72, 129
Persamaan alometrik, 129
peta, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 37, 79,
B 108, 124, 129
Bonita, 44, 45, 47, 129
R
C Riap tegakan, 71, 130
cutting cycle, 50, 130 Rotasi, 50, 130
D S
Data, 12, 13, 14, 17, 18, 34, 45, 87, 99, Silvikultur, 11, 28, 50, 52, 57, 58, 130
129, 130 Sustained yield, 130
E T
Etat hasil, 129 Tangible, 92, 93, 130
Temporary Sample Plots (TSP), 130
I
V
Intangible, 93, 129
Value, 51, 94, 98, 100, 130
vegetasi, 13, 17, 29, 41, 47, 98, 130
K
Kesatuan pengelolaan hutan (KPH), 129 W
Willingness to pay (WTP), 130
O
overlay, 14, 16, 18, 130
131
Buku Ajar Manajemen Hutan
132
13
2
Buku Ajar Manajemen Hutan
133