SARI NALURITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Dayasaing dan
Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Sari Nalurita
NIM H451100171
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
SARI NALURITA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Magister Sains Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
dayasaing, dengan judul Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi
Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS dan Siti
Jahroh, Ph.D selaku pembimbing, serta Dr Ir Suharno, M.ADev dan Dr. Amzul
Rifin, SP, MA yang telah bersedia sebagai penguji dan banyak memberi saran
guna memperkaya penulisan tesis ini. Di samping itu saya ucapkan terimakasih
kepada Sayuti, MSi selaku peneliti di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro yang telah bersedia membantu
penulis dalam memperoleh informasi keragaan kopi Indonesia. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada orang tua saya Dra Sair, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Sari Nalurita
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 4
2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 4
Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Pertanian ............... 4
Daya Saing Kopi ............................................................................................ 7
3 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................ 8
Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................................... 8
Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 14
4 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 16
Jenis dan Sumber Data................................................................................. 16
Metode Analisis ........................................................................................... 17
5 AGRIBISNIS KOPI INDONESIA .................................................................... 21
Perdagangan Kopi Dunia ............................................................................. 21
Agribisnis Kopi Indonesia ........................................................................... 27
6 DAYASAING AGRIBISNIS KOPI INDONESIA ........................................... 34
Analisis Keunggulan Komparatif Kopi Indonesia di Pasar Internasional ... 34
Analisis Keunggulan Kompetitif Kopi Indonesia dengan Komponen Sistem
Berlian Poter ................................................................................................ 36
7 STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA ............. 46
Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ........... 47
Matriks Faktor Strategi Eksternal (External Factor Analysis Strategy) dan
Faktor Strategi Internal (Internal Factor Analysis Strategy) ....................... 49
Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT ................................................ 50
vi
DAFTAR TABEL
1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan ....................................................... 17
2. Jumlah Produksi Negara-negara Produsen Utama Kopi Dunia Tahun 2008-
2013 (000 Ton) ............................................................................................... 22
3. Luas Areal Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Lahan
Tahun 2008-2014 (Ha) ................................................................................... 28
4. Produksi Kopi Indonesia Tahun 2008-2014 (Ton)......................................... 29
5. Nilai Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia serta Pangsa Pasar Kopi Indonesia
pada Dunia Tahun 2008-2013 ........................................................................ 35
6. Analisis RCA Kopi Indonesia di Pasar Internasional Tahun 2008-2013 ....... 35
7. Luas Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Kopi Indonesia Tahun 2008-
2014 ................................................................................................................ 37
8. Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 2010-2014 ................................... 41
9. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Tiga Negara Utama Tujuan Ekpor
Tahun 2008-2012 ........................................................................................... 42
10. Pangsa pasar (market share) Lima Merek Kopi Tahun 2009-2011 ............... 44
11. Analisis Concentration Ratio (CR4) ............................................................... 45
12. Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman ............. 48
13. Matriks EFAS dan IFAS ................................................................................ 49
14. Matriks SWOT Agribisnis Kopi Indonesia .................................................... 51
15. Program Dayasaing dan Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia ............. 54
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nilai Ekspor dan Pangsa Pasar Empat Negara Utama Pengekspor Kopi Dunia
Tahun 2008-2013 ............................................................................................. 58
2. Hasil Analisis Concentration Ratio (CR4) ....................................................... 59
3. Tabel Jumlah Perusahaan Kopi Olahan yang Tersebar di Seluruh Provinsi
Indonesia Tahun 2009 ..................................................................................... 60
4. Daftar Perusahaan Eksportir Kopi Indonesia Tahun 2011 ............................... 61
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
yaitu `kopi yang biasa diperdagangkan dan dijual dalam bentuk bubuk dengan
berbagai merek, (2) Kopi bubuk instan merupakan campuran kopi dan gula saja
dan (3) campuran antara kopi, gula, dan susu dengan berbagai merek, (4)
Coffeemix merupakan campuran kopi, gula, dan krimer yang dikemas dengan
berbagai merek dan (5) Kopi Cappucino merupakan campuran kopi, krim, dan
susu yang dalam penyajiannya biasa ditambahkan whipped cream yang ditaburi
dengan bubuk kayu manis.
Industri pengolahan kopi di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1928
dengan didirikannya pabrik kopi bubuk pertama di Sidoarjo, Jawa Timur.
Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri kopi olahan dikarenakan
kemudahan keluar masuk pasar yang rendah membuat kondisi persaingan semakin
ketat terutama antara produsen skala besar (market leader) dengan produsen skala
kecil (market follower).
Lebih dari 106 juta bag kopi (1 bag = 60 Kg) dikonsumsi masyarakat
Indonesia setiap tahunnya (Wahyudian, 2002). Banyak perusahaan kopi olahan di
Indonesia memproduksi jenis kopi instan. Perusahaan yang memproduksi kopi
instan yang mereknya cukup terkenal dikalangan masyarakat Indonesia
diantaranya diproduksi oleh PT Nestle Beverage Indonesia dengan merek
Nescafe, PT. Sari Incofood dengan merek dagang Indocafe, PT. Mayora Indah,
Tbk dengan merek Torabika dan PT. Santos Jaya Abadi dengan beberapa merek
seperti ABC, Kapal Api, dan Good Day. Pangsa pasar kopi instan dikuasai oleh
Kapal Api yang diproduksi PT. Santos Jaya Abadi sebesar 35.7 persen pada tahun
2011 (Yuyanti, 2012).
Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin
ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan
produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix,
decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee mempunyai
arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai daya
saing tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara tropis disamping
berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan tersebut diatas,
juga berpotensi untuk pengembangan produk industri pengolahan kopi specialties
dengan rasa khas seperti; Lintong Coffee, Lampung Coffee, Java Coffee,
Kintamani Coffee, Toradja Coffee. Berdasarkan latar belakang perlunya
mengetahui bagaimana dayasaing agribisnis kopi Indonesia kemudian
merumuskan strategi-strategi untuk mengembangkan agribisnis kopi Indonesia.
Perumusan Masalah
umumnya belum menggunakan bibit kopi unggul, teknik budidaya yang masih
sederhana serta lambat melakukan peremajaan tanaman, minimnya sarana dan
prasarana pendukung mengakibatkan rendahnya mutu kopi Indonesia.
Kualitas kopi menurut standar yang dikeluarkan Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia tahun 1990 ditentukan oleh faktor umum dan khusus. Faktor-faktor
umum antara lain adalah kadar air, kadar kotoran, bebas dari biji busuk, ukuran
biji kopi. Faktor-faktor khusus yang menentukan kualitas biji kopi adalah nilai
cacatnya. Dari sistem nilai cacat maka dikategorikan kedalam enam tingkatan
mutu. Tingkat satu adalah kopi dengan mutu paling tinggi dan enam adalah mutu
kopi paling rendah. Indonesia terkategori mengeskpor kopi dengan mutu lima dan
enam yaitu kopi yang kualitasnya paling rendah.
Di bagian hilir dalam hal produksi, industri hilir skala kecil memiliki
keterbatasan sarana dan prasarana produksi (mesin pengolahan dan pengemasan),
teknologi yang tinggi baru dimiliki oleh industri skala menengah dan besar, selain
itu industri skala kecil kurang berinovasi dalam menciptakan diversifikasi produk
yang saat ini jenis kopi olahan sudah sangat beragam dikalangan masyarakat.
Total produsen kopi di Indonesia mencapai 205 perusahaan, namun sebagian
besar adalah perusahaan dengan usaha skala kecil yang hanya menguasai pangsa
pasar sebesar delapan persen saja (Bina UKM 2009), tabel jumlah produsen kopi
dapat dilihat pada Lampiran 1. Di pasar internasional, Indonesia hanya mampu
menyumbang 27.7 persen kopi jenis Arabika dari total produksi kopi domestik.
Jenis Robusta lebih mudah dibudidayakan dikarenakan lebih tahan terhadap
penyakit, sementara itu jenis hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal di
dataran tinggi kisaran 2 000 kaki atau sekitar 1 000 meter diatas permukaan laut,
sementara dataran tinggi Indonesia umumnya adalah lahan kehutanan yang tidak
bisa dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan. Maraknya sertifikasi bahan baku
oleh eksportir asing menjadi masalah tersendiri yang memberatkan bagi petani.
Hal ini dikarenakan oleh negara-negara yang menjadi pasar utama kopi dunia
menginginkan kualitas kopi yang sesuai dengan tuntutan konsumen seperti food
safety.
Guna mendorong keberlanjutan perkopian nasional dimasa mendatang,
maka diperlukan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan
pencapaian strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut
:
1. Bagaimana dayasaing agribisnis kopi di Indonesia secara komparatif dan
kompetitif?
2. Bagaimana analisis dan rumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan
dayasaing tersebut?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Agribisnis
Konsep Dayasaing
Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut.
Pengertian daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk
memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara
lain (Porter, 1990).
Simanjuntak (1992) dalam Siregar (2009) mengatakan bahwa dayasaing
dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu
produk dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi
di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pada dasarnya,
pembangunan agribisnis merupakan suatu upaya untuk meningkatkan dayasaing
yang dilakukan melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan
bersaing (competitive advantage). Pendekatan yang sering digunakan untuk
mengukur dayasaing suatu komoditi di suatu negara dilihat dari dua indicator
yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
ditentukan oleh empat faktor yang harus dipunyai suatu negara untuk bersaing
secara global. Keempat faktor tersebut adalah faktor-faktor produksi (factor
condition), keadaan permintaan dan tuntutan mutu (demand condition), industri
terkait dan pendukung yang kompetitif (related supporting industry) dan juga
faktor struktur, strategi serta persaingan perusahaan. Selain keempat faktor
penentu tersebut ditambah juga oleh dua faktor eksternal yaitu sistem
pemerintahan (government) dan kesempatan (chance events). Secara bersama
faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing
yang disebut model The National Diamond.
sumber daya modal; dan (v) sumberdaya infrastruktur. Tenaga kerja yang
terampil ditunjang dengan penguasaan IPTEK, ketersediaan bahan mentah
merupakan keunggulan kompetitif suatu negara yang juga didukung oleh
kemudahaan dalam memperoleh modal dan kondisi infrastruktur yang memadai.
5. Peran Pemerintah
Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya
peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu
dayasaing. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong
perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan
meningkatkan dayasaing.
Pemerintah juga dapat berperan sebagai regulator yang mempengaruhi
aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui
kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan
modal, sumberdaya ilmu pengetahuan, dan teknologi serta informasi. Pemerintah
juga dapat mendorong peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk
nasional, standar upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait
lainnya. Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik, baik
secara tidak langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya
maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa.
Kebijakan penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif, pajak, dan lain-lainnya yang
juga menunjukkan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam
meningkatkan dayasaing global.
Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing global melalui
kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi
pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing.
6. Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali
perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global industri
nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya dayasaing
global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya
perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadinya perubahan harga minyak
atau depresiasi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang
bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh
negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya.
nilai tambah dan konsumsi dalam negeri yang masih rendah. Selama kurun waktu
2008-2011 jumlah konsumsi kopi dalam negeri hanya 34,41 persen dari total
produksi dan jumlahnya tetap. Tentunya hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi
industri kopi dalam negeri, selain itu juga merupakan tantangan bagi industri kopi
untuk merangsang daya beli masyarakat agar lebih meningkatkan konsumsi kopi.
Sementara itu dipasar internasional, masuknya Vietnam sebagai negara produsen
kopi menggeser posisi Indonesia menjadi urutan ke empat dunia.
Gambaran di atas menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisis
kondisi agribisnis kopi Indonesia saat ini, kemudian melakukan analisis dayasaing
agribisnis kopi Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan untuk
meningkatkan dayasaing tersebut. Analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian
Porter dilakukan dengan tujuan mengetahui kesiapan agribisnis kopi Indonesia
dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Sementara perumusan
strategi dilakukan dengan menggunakan alat analisis Matriks SWOT dengan
tujuan memperoleh strategi yang mampu mengoptimalkan kekuatan dan segala
peluang yang ada sehingga kelemahan dan ancaman yang dihadapi dapat
diminimalisir akibatnya.
16
POTENSI :
Indonesia Eksportir Kopi Keempat Terbesar di Dunia
Indonesia Salah Satu Produsen Kopi Robusta Terbesar Dunia
Banyaknya Perusahaan Kopi Olahan di Indonesia
Indonesia memiliki Beberapa Kelompok Kopi spesial
PERMASALAHAN :
Tingkat Konsumsi Kopi Per Kapita Masyarakat Indonesia
Rendah dibanding dengan Negara-negara Pengimpor Kopi
Produktivitas dan Mutu Kopi Indonesia yang Rendah
Industri Hilir Skala Kecil Keterbatasan Sarana dan Prasarana
Produksi Kopi Arabika yang Rendah
AGRIBISNIS KOPI
INDONESIA
RUMUSAN STRATEGI
PENGEMBANGAN AGB
(SWOT)
4 METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan informan dengan
pertimbangan pada kebutuhan data yang ingin diperoleh terkait dengan
mendeskripsikan enam komponen dalam Berlian Porter sebagai analisis dayasaing
secara kompetitif dan perumusan strategi pengembangan agribisnis kopi.
17
Metode Analisis
Dimana :
RCAij = Keunggulan komparatif (daya saing) kopi Indonesia
Xij = Nilai ekspor komoditas i (kopi) negara j tahun ke t
i Xij = Total nilai ekspor seluruh komoditas negara j
j Xij = Total nilai ekspor komoditas i (kopi) dunia
ij Xij= Total nilai ekspor untuk seluruh komoditas dunia
Bila suatu negara memiliki nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1),
maka dapat dikatakan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam
produk yang terkait dan berdaya saing kuat. Apabila nilai RCA kurang dari 1
mengindikasikan kerugian komparatif dalam produk terkait dengan kata lain
menunjukkan daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA-nya maka
semakin tangguh daya saingnya. Indeks RCA merupakan perbandingan antara
nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA
adalah sebagai berikut :
Indeks RCA
19
Dimana :
RCA t = nilai RCA tahun sekarang (t)
RCA t -1 = nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)
Nilai indeks RCA berkisar dari nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA
sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja kopi Indonesia
di pasar internasional tahun sekarang sama dengan tahun sebelumnya. Nilai
indeks RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan RCA atau kinerja kopi
Indonesia di pasar internasional sekarang lebih rendah dari pada tahun
sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan
RCA atau kinerja kopi Indonesia di pasar internasional sekarang lebih tinggi dari
pada tahun sebelumnya.
Keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak pengaruh campur
tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif yang jelas
suatu produk dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya yaitu :
1. Mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik
dan perkembangannya.
2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang
berlangsung tersebut sudah optimal.
3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk - produk yang berpotensi di
masa yang akan datang.
Dimana,
CR4 = Nilai konsentrasi pasar 4 perusahaan kopi terbesar di Indonesia
Sij = Pangsa pasar perusahaan kopi olahan di Indonesia
1. Susunlah dalam kolom satu (lima sampai dengan sepuluh peluang dan
ancaman, kekuatan dan kelemahan). Beri bobot masing-masing faktor dalam
kolom dua, mulai dari 1.0 (sangat penting sampai dengan 0.0) (tidak penting).
2. Hitung rating (dalam kolom tiga) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari empat (outstanding) sampai dengan satu (poor).
Pemberian nilai rating untuk faktor peluang dan kekuatan bersifat positif
(peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil,
diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman dan kelemahan adalah
kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancaman sangat besar, rating-nya adalah
satu. Sebaliknya, jika ancamannya sedikit rating-nya empat.
3. Kalikan bobot pada kolom dua dengan rating pada kolom tiga, untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom empat.
4. Gunakan kolom lima untuk memberikan komentar atau catatan.
21
5. Jumlahkan nilai pembobotan (pada kolom empat) untuk memperoleh total nilai
pembobotan bagi perusahaan bersangkutan. Skor total 4.0 mengindikasikan
bahwa perusahaan merespons dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-
peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman dipasar industrinya.
Sementara itu, skor total sebesar 1.0 menunjukkan bahwa perusahaan tidak
memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-
ancaman eksternal. Nilai bobot adalah 0.20 adalah sangat kuat, 0.15 diatas rata-
rata, 0.10 adalah rata-rata, 0.5 adalah di bawah rata-rata.
Analisis SWOT
Matriks SWOT (Rangkuti, 2000) merupakan alat pencocokan strategi yang
dilakukan berdasarkan pengembangan empat jenis strategi, yaitu SO Strategy
(Strategi Kekuatan-Peluang), ST Strategy (Strategi Kekuatan-Ancaman), WO
Strategy (Strategi Kelemahan-Peluang), dan WT Strategy (Strategi Kelemahan-
Ancaman).
SO Strategy memanfaatkan kekuatan internal dari sistem agribisnis kopi
untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. ST Strategy menggunakan
kekuatan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. WO
Strategy memperbaiki kelemahan sistem agribisnis kopi dengan cara mengambil
keuntungan dari peluang eksternal. WT Strategy merupakan taktik defensive yang
diarahkan untuk mengurangi kelemahan sistem agribisnis kopi serta menghindari
ancaman eksternal (David 2006). Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
menyusun Matriks SWOT :
a. Tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan internal kunci agribisnis kopi
Indonesia.
b. Tentukan faktor-faktor peluang dan ancaman eksternal agribisnis kopi
Indonesia.
c. Tentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis
agribisnis kopi Indonesia.
d. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan SO
Strategy.
e. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan ST
Strategy.
f. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
WO Strategy.
g. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
WT Strategy.
sampai dengan 2013 adalah Brazil, Vietnam, Indonesia, Kolombia dan Ethiopia.
Jumlah perkembangan produksi kopi dunia dari tahun 2008 sampai dengan 2013
dapat dilihat pada Tabel 2.
3,500
3,000
2,500
Produksi (000 Ton)
Brazil
2,000 Vietnam
Indonesia
1,500
Colombia
1,000 Ethiopia
500
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4 Kurva Perkembangan Produksi Lima Negara Produsen Kopi Utama
Dunia Tahun 2008-2013
Sumber : Diolah dari ICO 2014
23
Persentase perubahan rata-rata kopi dunia sejak tahun 2008 sampai 2013
adalah sebesar 0,02 persen. Lebih jelasnya perkembangan produksi dunia dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini.
9,000
Produksi (000 Ton)
8,500
8,000
7,500
7,000
6,500
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
8700
8600
8500
Konsumsi (000TON)
8400
8300
8200
8100
8000
7900
7800
7700
2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
7,000
6,800
Eksport (000Ton) 6,600
6,400
6,200
6,000
5,800
5,600
5,400
5,200
5,000
2009 2010 2011 2012
Tahun
9E+09
8E+09
7E+09
6E+09
Brazil
5E+09
Vietnam
4E+09
Indonesia
3E+09
Kolombia
2E+09
1E+09
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
kedua setelah Amerika dengan rata-rata impor kopi per tahunnya adalah
1 259 180 ton atau sebesar 19.65 persen dari total impor kopi dunia. Kemudian
Italia, Jepang, dan Prancis yang masing-masing mengimpor kopi rata-rata setiap
tahunnya adalah 7.83 persen, 6.70 persen, dan 6.35 persen terhadap total impor
kopi dunia.
6600
6550
6500
Impor (000 Ton)
6450
6400
6350
6300
6250
6200
6150
2009 2010 2011 2012
Tahun
Jerman, Australia, Selandia Baru, Belanda dan lain-lain dan (2) negara non
anggota ICO atau negara non kuota yang mencapai sekitar 44 negara, antara lain
RRC, Korea Selatan, Maroko, Taiwan, Bulgaria, Mesir, Kuwait, Kuba dan lain-
lain (Suryono 1991).
Melihat kondisi yang tidak menguntungkan lagi, maka Negara-negara
produsen yang tergabung dalam ICO membentuk asosiasi baru yang bertujuan
agar campur tangan produsen di pasar dapat terus berlangsung. Asosiasi ini
bernama Association Of Coffee Producing Countries (ACPC). ACPC dibentuk
untuk menciptakan bargaining position negara produsen kopi, namun hal ini
berlawanan dengan ketentuan WTO yang menganut sistim perdagangan bebas
yang seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.
Subsitem Hulu
Kegiatan budidaya tanaman kopi dimulai dengan penanaman bibit kopi
ataupun stek pada batang kopi. Perkembangbiakan dengan benih umumnya
dilakukan pada jenis kopi arabika, sedangkan robusta lebih sering diperbanyak
28
secara vegetatif atau buatan. Tahap pertama yang harus diperhatikan dalam
perbanyakan stek adalah memilih bahan tanaman sebagai induk pohon kopi yang
akan dikembangkan, kopi robusta biasanya menggunakan klon. Klon yang
dianjurkan oleh Pusat Kopi dan Kakao (ICCRI) diantaranya BP 308, BP 42, BP
358, BP 409, SA 436, BP 234, BP 939, BP 288, BP 534, BP 936 dan SA 203.
Sumber klon bisa didapatkan di balai-balai penelitian atau toko bibit.
Kopi robusta mempunyai sifat penyerbukan silang, oleh karena itu teknik
budidaya yang dianjurkan adalah system poliklonal yang merupakan
pembudidayaan pohon kopi dari banyak klon. Biasanya satu hamparan kebun
terdiri dari tiga sampai empat klon.
Tanaman kopi memerlukan pupuk sebagai sumber hara, namun petani
sering melupakan perlakuan ini, khususnya setelah tanaman kopi mulai panen.
Pemupukan yang baik adalah dilakukan dua kali dalam setahun atau tergantung
kebutuhan dalam proses pengembangan buah kopi. Jenis pupuk yang digunakan
biasanya urea, TSP dan KCL. Pemanenan dilakukan ketika biji kopi sudah
berwarna merah tua. Tanaman kopi robusta biasanya sudah berproduksi pada
umur 2.5 tahun, sedangkan arabika pada umur tiga tahun.
Dilihat tabel hasil penelitian di atas, sejak tahun 2008 sampai 2014
menunjukkan bahwa luas areal perkebunan kopi banyak diusahakan oleh
Perkebunan Rakyat (PR) dengan jumlah rata-rata seluas 1 242 839 hektar atau
sebesar 96 persen dari total luas areal perkebunan kopi. Komoditas kopi yang
banyak di usahakan di Indonesia adalah kopi dari jenis Robusta, dimana sejak
29
Buah kopi yang telah masak sempurna akan dipanen untuk diolah menjadi
kopi beras (biji kopi kering). Pengolahan buah kopi yang dilakukan
mempengaruhi cita rasa alohan kopi yang nantinya dihasilkan. Pengolahan buah
kopi menjadi kopi beras dapat dilakukan dengan dua cara pengolahan cara kering
(Oost Indische Bereiding) atau pengolahan cara basah (Wash Indichi Bereiding).
Pengolahan buah kopi dengan metode kering banyak dilakukan oleh petani
Indonesia karena relatif pendek dan sederhana. Proses pengolahan kering
dilakukan dengan langsung mengeringkan buah kopi yang baru dipanen.
Pengeringan dapat menggunakan pengeringan matahari atau dengan pengeringan
buatan. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari pada umumnya berlangsung
10-15 hari, sangat bergantung pada keadaan cuaca. Pengeringan dengan cara ini
membutuhkan lokasi yang luas dan bersih. Pengeringan buatan dapat dilakukan
dengan mesin-mesin pengering yang banyak ditawarkan di pasaran, seperti mesin
pengering statik, mesin pengering drum yang berputar atau mesin pengering
vertikal. Dengan pengeringan buatan, suhu pengeringan dapat diatur sehingga
dapat mempertahankan kualitas kopi. Setelah buah kopi kering kulit kopi dikupas
hingga diperoleh biji kopi kering yang bersih (Siswoputranto 1993).
31
Buah kopi yang diolah dengan metode basah pada umumnya memiliki
kualitas yang baik dan seragam. Namun, jika pengolahannya tidak tepat, beresiko
merusak cita rasa kopi menjadi fermented (biji kopi terfermentasi berlebihan).
Menurut Panggabean (2011) dalam Rohman (2013), tahapan proses pengolahan
kopi secara basah adalah sebagai berikut:
a. Sortasi
Sortasi buah kopi dilakukan secara manual dengan alat berupa bak
penampung yang berisi air. Buah kopi hasil panen dimasukkan ke dalam bak
kemudian diberi air. Buah kopi yang mengambang menandakan buah tersebut
jelek atau rusak. Buah yang tenggelam merupakan buah berisi dan dapat diolah
pada tahap selanjutnya.
b. Pengupasan kulit buah
Buah kopi yang telah disortasi dimasukkan ke mesin pulper yang akan
mengupas kulit buah kopi. Pada prinsipnya pengupasan kulit metode basah sama
dengan pengupasan kulit pada metode kering. Pengupasan kulit buah berlangsung
di antara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang
diam (stator) di dalam alat pulper.
c. Fermentasi
Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa lendir yang tersisa
dari kulit tanduk. Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa
yang terdapat di lapisan lendir dengan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi
dilakukan dengan merendam biji kopi dengan air pada bak fermentasi. Biji kopi
dibiarkan terendam selama 10 jam. Setelah 10 jam air rendaman dibuang sambil
diaduk. Bak kembali diisi air bersih dan dilakukan perendaman lagi. Setiap 3-4
jam air rendaman diganti sambil diaduk. Perendaman dihentikan setelah 30 jam
difermentasi. Fermentasi yang baik ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir
dari kulit tanduk. Selain dengan fermentasi basah, fermentasi kopi juga dapat
dilakukan dengan fermentasi kering. Fermentasi kering dilakukan tanpa
menggunakan air. Fermentasi kering dilakukan dengan menutup biji kopi dengan
kain atau karung goni basah. Waktu yang diperlukan fermentasi kering lebih lama
dibandingkan fermentasi basah.
d. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa lendir yang masih
menempel setelah proses fermentasi. Pencucian mengunakan air mengalir pada
bak yang memanjang, kopi diaduk dengan tangan atau kaki untuk melepaskan sisa
lendir yang masih melekat.
e. Pengeringan
Pengeringan yang dilakukan pada metode basah tidak berbeda dengan
pengeringan pada metode kering. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar
air biji kopi. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara mekanis atau tradisonal.
Pengeringan mekanis menggunakan alat atau mesin pengering. Pengeringan
dengan cara tradisional dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari
(penjemuran).
f. Pengupasan kulit tanduk
Setelah proses pengeringan, biji kopi dihilangkan kulit tanduknya dengan
menggunakan mesin huller. Dengan mesin huller akan diperoleh kopi beras yang
siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya. Biji kopi kering yang dihasilkan
dari pengolahan metode kering atau basah dikemas dengan menggunakan karung
32
untuk kemudian dijual atau disimpan. Penyimpanan dilakukan pada ruangan yang
mempunyai ventilasi udara yang memadai, disusun baik, dan tidak dicampur
dengan komoditas pertanian lainnya. Ketahanan penyimpanan biji kopi yang
diolah dengan metode kering sama dengan biji kopi yang diolah dengan metode
basah.
g. Penyangraian
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan.
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan
dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi
sederhana.
h. Penggilingan
Kopi yang telah disangrai kemudian digiling untuk mendapatkan kopi
bubuk. Penggilingan dilakukan dengan alat pengiling (grinder). Mekanisme
penghalusan terjadi karena adanaya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai
dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Tingkat kehalusan
bubuk kopi ditentukan oleh kerapatan piringan dan ayakan yang dipasang pada
bagian dalam mesin pembubuk. Semakin kecil ukuran ayakan di dalam silinder
pembubuk ukuran partikel kopi bubuk semakin halus (Najiyati dan Daniarti
2001).
Penggilingan bertujuan untuk membuka permukaan kopi sangrai.
Subsistem Pemasaran
Pemasaran kopi dimulai dari petani produsen hingga pabrik pengolahan
kopi dan perusahaan eksportir. Saluran pemasaran kopi di Indonesia belum efisien
sehingga hal ini menyebabkan rendahnya tingkat penerimaan petani. Berdasarkan
bagan tataniaga pada Gambar , dapat dilihat bahwa petani kopi dapat memasarkan
biji kopinya langsung ke pedagang pengumpul atau lewat tengkulak. Biasanya
petani yang memiliki mesin kupas (huller) juga berfungsi sebagai pedagang
pengumpul di tingkat desa atau tingkat kecamatan. Pada beberapa daerah di
Indonesia, petani kopi telah memiliki kelompok tani yang dapat memasarkan kopi
hasil kebun petani langsung kepada eksportir. Hal ini sangat menguntungkan
petani karena margin keuntungan yang diperolehnya akan lebih besar. Sementara,
pada perkebunan-perkebunan besar mereka memiliki unit khusus perdagangan
ekspor. Perkebunan jenis ini pada umumnya mempunyai hubungan dengan pihak
importir dan membina hubungan tersebut dengan baik. Seluruh eksportir kopi di
Indonesia terdaftar sebagai anggota Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI).
Badan ini mengusahakan agar kopi Indonesia mendapatkan harga optimal di pasar
dunia.
33
Pedagang Pengumpul
Kabupaten
Eksportir Agen
Propinsi
Pengecer
Gambar 10 . Bagan Saluran Pemasaran Kopi Indonesia
petani memilih untuk langsung menjual kepada pengumpul desa dengan alasan
lebih praktis dan masih adanya keterikatan kekerabatan yang kuat sehingga
membuat petani memilih menjual kepada pedagang pengumpul desa. Harga yang
dibayar kepada petani adalah harga yang berlaku dipasaran. Sistem pembayaran
umumnya dilakukan secara tunai namun ada juga pedagang pengumpul yang baru
membayar produk kepada petani ketika barang sudah habis terjual. Sedangkan
pemasaran hasil yang dilakukan oleh perkebunan swasta atau negara, memiliki
unit khusus untuk pemasaran ekspor maupun local. Perkebunan ini menjalin
hubungan baik dengan eksportir.
keragaan ekspor kopi Indonesia selain ditentukan oleh produksi kopi Indonesia,
juga sangat ditentukan oleh keragaan kopi di Brazil.
Tabel 5 Nilai Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia serta Pangsa Pasar Kopi
Indonesia pada Dunia Tahun 2008-2013
Tahun Ekspor Kopi Pangsa Pasar Indonesia
Indonesia (US$) Dunia (US$) (%)
2008 1 081 467 000 15 018 930 709 7.20
2009 929 822 000 13 524 514 164 6.88
2010 983 998 000 16 272 481 765 6.05
2011 1 303 494 000 21 140 132 985 6.17
2012 1 566 805 000 22 705 167 103 6.90
2013 1 468 261 000 12 313 492 862 11.92
Rata-rata 1 047 692 429 14 424 959 941 6.44
Sumber : Diolah dari UN Comtrade, 2014
ke Comtrade sehingga seolah-olah nilai ekspor tahun 2013 turun drastis dari tahun
2012, contohnya Vietnam belum belum melaporkan nilai ekspor kopi pada tahun
2013. Nilai RCA yang meningkat menunjukkan bahwa sumberdaya alam dalam
hal ini produksi kopi Indonesia meningkat, sehingga over supply di dalam negeri,
yang akhirnya meningkatkan jumlah ekspor kopi. Terkait dengan sumberdaya
alam sebagai salah satu faktor penentu dalam analisis dayasaing secara
komparatif, juga akan dibahas lebih lanjut pada analisis dayasaing kopi secara
kompetitif dengan menggunakan Berlian Porter.
Berdasarkan hasil analisis RCA ekspor kopi di atas, Indonesia memiliki
dayasaing dengan tren yang cenderung menurun. Nilai RCA kopi Indonesia yang
fluktuatif , hal ini disebabkan oleh besar kecilnya pangsa kopi Indonesia terhadap
total seluruh ekspor komoditi Indonesia dibandingan dengan pangsa ekspor kopi
dunia terhadap total seluruh ekspor komoditi dunia. Ekspor kopi Indonesia yang
berfluktuatif disebabkan produksi kopi Indonesia yang berfluktuatif, produksi
kopi yang berfluktuatif dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
konversi lahan, produktivitas, bencana alam, serangan hama penyakit dan
sebagainya. Semua angka RCA yang di peroleh adalah lebih besar dari satu yang
menunjukkan bahwa produk ekspor kopi Indonesia memiliki dayasaing secara
komparatif di pasar dunia, dengan rata-rata RCA sebesar 5.56. Dayasaing kopi
Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu dengan nilai RCA sebesar 8.06,
hal ini dikarenakan konstribusi ekspor kopi Indonesia tertinggi dalam kurun waktu
2008-2013 terhadap total ekspor komoditi Indonesia di tahun tersebut yaitu
sebesar 0.79 persen.
1. Kondisi Faktor
Kondisi faktor yang berpengaruh terhadap dayasaing agribisnis kopi
Indonesia adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu
pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur.
Kelima faktor sumberdaya tersebut dalam ekonomi disebut sebagai faktor
produksi. Kelima kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Sumberdaya Alam
Indonesia memiliki iklim tropis dan curah hujan yang sangat mendukung
untuk perkembangan komoditas kopi. Kondisi lingkungan sumber daya alam
untuk tanaman kopi berbeda untuk Robusta dan Arabika.
Kopi jenis Robusta ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan
daerah sentra produksi di Pulau Sumatera adalah Sumatera Selatan, Lampung, dan
Sumatera Utara sedangkan di Pulau Jawa berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kopi Robusta membutuhkan tempat dengan ketinggian 400-700 m dpl serta
dengan suhu sebesar 2100 2400 C sedangkan untuk kopi Arabika membutuhkan
tempat dengan ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan Robusta yaitu
sebesar 700 1.700 m dpl serta dengan suhu sebesar 1600 2000 C.
Kopi jenis Arabika dibudidayakan di Indonesia tetapi ditanam hanya di
wilayah tertentu saja yang dianggap memenuhi persyaratan tumbuh kopi jenis
37
Arabika, yaitu NAD, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Timur. Beberapa sifat
penting kopi arabika adalah :
i. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dan suhu
16-200C.
ii. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3
bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman.
iii. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di
dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl.
iv. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/th), tetapi
mempunyaikualitas dan harga yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya.
Dan bila dikelola secara intensif produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/th.
Rendemen 18%.
v. Umumnya berbuah sekali dalam satu tahun. Beberapa varietas kopi yang
termasuk kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain
Abesinia, Pasumah, Marago type, dan Congensis.
Tabel 7 Luas Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Kopi Indonesia Tahun
2008-2014
Tahun Luas (Ha) Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/Ha)
2008 1 295 110 698 016 000 538.96
2009 1 266 235 682 690 000 539.15
2010 1 210 364 686 921 000 567.53
2011 1 292 965 633 991 000 490.34
2012 1 305 895 748 109 000 572.87
2013 1 331 000 728 000 000 546.96
2014 1 354 000 738 000 000 545.05
Rata-rata 1 293 653 702 246 714 542.98
Sumber : Diolah dari AEKI, 2014
1,400,000
1,350,000
Luas Perkebunan Kopi (Ha)
1,300,000
1,250,000
1,200,000
1,150,000
1,100,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Series1 1,295,11 1,266,23 1,210,36 1,292,96 1,305,89 1,331,00 1,354,00
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa sejak tahun 2011, luas
areal perkebunan kopi mengalami peningkatan tiap tahunnya. Laju perubahan
rata-rata areal perkebunan kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014 adalah
0.007 persen setiap tahunnya.
Bibit kopi dapat diperoleh melalui sejumlah intansi seperti, PT Perkebunan
terdekat, Balai penelitian perkebunan misalnya Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
di Jember, dinas pertanian, atau perusahaan penghasil benih seperti PT. Treno
Kenangan di Kabupaten Lombok Tengah.
2) Sumberdaya Manusia
Sebagai salah satu faktor produksi, kualitas sumberdaya manusia sangat
menentukan keberhasilan agribisnis kopi. Secara keseluruhan sumberdaya
manusia berperan dalam mendukung keunggulan kompetitif dari agribisnis kopi.
Sebagian besar perkebunan kopi adalah perkebunan rakyat. Perkebunan ini
merupakan kumpulan dari kebun-kebun kecil yang dimiliki oleh petani dengan
luasan antara 1 sampai 2 ha. Indonesia merupakan negara dengan SDM melimpah.
Penyerapan tenaga kerja bidang perkopian sebagian besar masih pada subsektor
perkebunan kopi. Secara umum, tenaga kerja yang dipakai dalam budidaya kopi
adalah tenaga kerja untuk persiapan lahan, penanaman tanaman pelindung kopi,
pemeliharaan dan pengendalian hama, pemanenan dan pengolahan.
3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan faktor
penentu yang sangat penting bagi upaya peningkatan dayasaing industri kopi
nasional. Penguasaan teknologi dari mulai pra panen, panen sampai dengan pasca
panen merupakan faktor utama bagi peningkatan produktivitas serta mutu kopi,
yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan dayasaing industri kopi
Indonesia. Begitu juga penerapan teknologi informasi yang diharapkan mampu
39
4) Sumberdaya Modal
Sumber daya modal merupakan salah satu faktor penting dalam
perkembangan agribisnis kopi Indonesia. Penguasaan modal bagi para pelaku
bisnis dalam sistim agribisnis kopi Indonesia masih relatif rendah. Dimulai dari
petani yang memiliki keterbatasan modal untuk mengembangkan usahanya,
terutama dalam pengadaan sarana dan prasaranan dan modal kerja. Kemudian
pelaku industri di bagian pengolahan kopi yang umumnya mengolah secara
tradisional, juga memiliki kendala dalam permodalan.
Secara umum, sumberdaya modal untuk investasi di industri kopi berupa
investasi yang berbadan hukum seperti PMA, PMDN, BUMN, BUMD dan
Koperasi. Permodalan dalam dunia perkebunan kopi ini masih dirasakan sangat
kurang. Hal ini disebabkan oleh belum adanya sertifikasi terhadap kepemilikan
lahan, serta tidak adanya kredit dari Pemerintah dengan bunga ringan serta sifat
dari produk pertanian yang hasil produksinya tidak pasti atau tergantung terhadap
keadaan alam. Hal inilah yang ditakutkan oleh sebagian besar lembaga
permodalan karena mereka takut modal yang diberikan tidak akan kembali atau
dapat kembali tetapi dalam jangka waktu yang lama. Selain itu minat investor
asing ke Indonesia masih kurang karena terkait masalah perburuhan, perpajakan
dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.
Mengenai kesulitan modal yang dialami petani-petani kopi di Indonesia,
Indonesia bisa belajar dari keberhasilan Brazil dan Vietnam dalam memperhatikan
petani kopi di negara mereka. Pemerintah Brazil membantu para petani dengan
memberikan bantuan kredit berbunga rendah, memberikan dana konpensasi
pengganti investasi bagi petani yang mengkonversi kopi Robusta ke kopi Arabika,
40
2. Kondisi Permintaan
berlaku mulai 3 Mei 2011. Berikut adalah perkembangan ekspor kopi Indonesia
berdasarkan jenis pada tahun 2008 sampai Februari 2014.
600,000
500,000
400,000
Green Beans
300,000
Instant Coffee
100,000
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 11 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Berdasarkan Jenis, Tahun
2008-2014
Sumber : Diolah dari AEKI, 2014
*sampai Februari 2014
Terminal Market di London,di Paris, Los Angeles. Di pusat pasaran kopi inilah
bertemu para broker, baik yang mewakili perusahaan-perusahaan penjualan yang
ada di banyak negara produsen maupun perusahaan-perusahaan impor.
2) Industri Pendukung
Industri pendukung adalah industri yang memberikan konstribusi tidak
langsung dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri pendukung yang
dimaksud disini adalah industri pengolahan kopi dan industri penangkar benih
kopi. Industri pengolahan kopi merupakan pengembangan industri hilir kopi yang
mempunyai arti strategis untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi,
meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi,
memperkuat struktur ekspor dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian
dunia.
Bentuk olahan biji kopi mempunyai jenis yang beragam. Biji kopi dapat
menghasilkan dua bagian, yaitu kopi jadi dan setengah jadi. Kopi jadi
menghasilkan kopi instan, sedangkan kopi setengah jadi menjadi kopi bubuk atau
kopi sangrai. Proses pengolahan adalah biji, kopi sebagai bahan baku, di industri
hilir, biji kopi di proses menjadi biji kopi mentah bentuk kering, di industri antara
di oleh lagi menjadi kopi beras, di industri hilir, kopi beras di oleh menjadi kopi
bubuk, kopi ekstrak dam sebagainya.
Lokasi industri kopi olahan antara lain di Sumatera Utara, Lampung, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan dengan sentra produksi yang tersebar di berbagai
propinsi sebanyak 32 sentra. Perusahaan yang kini sudah menerjuni industri
pengolahan kopi antara lain PT Sari Incofood Corporation (Sumut), PT Mayora
44
Indah Tbk (Banten), PT Santos Jaya Abadi (Jatim), PT Nestle Indonesia (Jatim)
dan PT Aneka Coffee Industry (Jatim).
Industri pendukung lainnya adalah industri penangkar benih. Sebagai
contoh penangkar benih di Jawa Timur. Dinas Perkebunan Jawa Timur melalui
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Benih dan Tanaman Perkebunan (BBTP) saat
ini mulai mengembangkan bibit unggul bervarietas lokal. Pengembangan bibit
unggul itu telah dilakukan di beberapa daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan
kondisi tanah setempat. Pembenihannya tidak dilakukan di areal sawah petani
tetapi melalui mekanisme proses penangkaran yang dilakukan oleh Kebun Bibit
Nener (KBN). Dari KBN kemudian ditanggarkan oleh Kebun Bibit Induk (KBI).
Selain itu, BBTP juga mengembangkan bibit kopi jenis Arabika.
Pengembangannya dilakukan di Kabupaten Probolinggo seluas 5 ha.
Secara keseluruhan industri pengolahan kopi di Indonesa masih
berorientasi pada pemenuhan konsumsi dalam negeri sehingga perlu
pengembangan lebih lanjut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas
dengan cita rasa yang tinggi sesuai dengan permintaan pasar. Pengembangan kopi
spesialti juga merupakan sebuah peluang yang dapat dikembangkan.
Tabel 10 Pangsa pasar (market share) Lima Merek Kopi Tahun 2009-2011
Nama Perusahaan Merek Market share (%)
2009 2010 2011
PT. Santos Abadi Jaya Kapal Api 43.6 39.4 35.7
PT. Santos Abadi Jaya ABC 18.9 22.1 24.4
PT. Nestle Indonesia Nescafe 9.9 8.3 5.2
PT. Mayora Indah Tbk Torabika 7.5 6.2 8.5
PT. Sari Incofood
Indocafe 6.4 9.1 8.4
Corporation
Sumber: Majalah SWA, No.16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, No.090/XXVI/
April-11 Mei 2010, No.15/XXVI/ 15-28 Juli 2010 dan
No.15/XXVII/18-27 Juli 2011
perusahaan atau 48.3 persen) justru berada di Pulau Jawa (DKI, Jawa Timur dan
Jawa Barat). Dari 99 perusahaan tersebut, yang berdomisi di DKI merupakan yang
paling banyak yakni 30 perusahaan. Padahal, DKI jelas tidak memiliki
perkebunan kopi. Jawa Timur yang merupakan salah satu sentra kopi nasional
masih wajar jika memiliki produsen sebanyak 22 perusahaan. Tetapi, Pulau
Sulawesi yang merupakan sentra produksi kopi nasional, utamanya Sulawesi
Selatan, produsen yang masih aktif justru tinggal sembilan perusahaan saja. Sentra
produsen lainnya seperti Lampung hanya ada 8 produsen yang masih aktif, dan di
Bengkulu hanya ada dua perusahaan saja. Keterangan jumlah perusahaan kopi
tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 3.
5. Peran Pemerintah
Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan dayasaing kopi dalam
negeri adalah dengan menetapkan sistem standarisasi nasional sejak tahun 1975
melalui SK Menteri Perdagangan No. 266/KP/X/76. Berdasarkan standar tersebut,
mutu biji kopi dibagi menjadi mutu 1, 2, 3 dan 4, hal ini berlaku bagi pengolahan
kering maupun basah (Abdoellah 2003). Selain itu Departemen Pertanian
mengalokasikan dana APBN sebanyak Rp. 9.29 miliar untuk rehabilitasi dan
peremajaan tanaman kopi seluas 2,828 hektar untuk meningkatkan pengembangan
kopi Arabika (Ditjenbun 2008). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Perkebunan melakukan kegiatan penyuluhan mulai dari pra panen sampai pasca
panen. Pemerintah juga banyak melakukan banyak penelitian mengenai bibit
unggul dan melepaskan varietas bibit kopi unggul guna mendukung dayasaing
kopi Indonesia.
6. Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan faktor yang ada di luar kendali pemerintah
seperti peningkatan daya saing karena perdagangan bebas ataupun karena adanya
blok-blok perdagangan. Pasar bebas memberikan peluang bagi Indonesia untuk
meningkatkan dayasaing produk kopi di manca negara. Sebagai Negara produsen
kopi ke tiga terbesar dunia dan Indonesia mempunya ragam kelompok kopi
spesial, Indonesia berkesempatan membidik pasar baru terutama dalam hal ekspor
kopi kelompok spesial yang dimiliki Indonesia.
Dari analisis Berlian Porter tersebut, maka dapat diketahui hasil analisis
adalah bahwa dayasaing kopi Indonesia secara kompetitif didukung oleh sebagian
besar faktor utama dan faktor pendukung (kesempatan dan peran pemerintah), hal
ini dapat diperjalas dengan analisis menggunakan matriks EFAS dan IFAS
dimana faktor yang mendukung dayasaing kopi akan menjadi kekuatan dan
peluang sementara faktor yang kurang mendukung dayasaing kopi akan menjadi
kelemahan dan ancaman.
1) Strategi S-O
Meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan dan produksi kopi spesial
Indonesia dikaruniai sumberdaya alam yang melimpah. Setiap daerah
mempunyai kekayaan sumberdaya alam tersendiri. Begitupun dalalam hal
perkopian, hampir setiap daerah memiliki kekhususan produk kopi, seperti kopi
gayo di Aceh, kopi Flores, dan jenis kopi spesial lainnya merupakan potensi yang
bisa dikembangkan di pasar internasional guna meningkatkan dayasaing kopi
Indonesia di pasar internasional. Untuk meningkatkan pangsa pasar, Indonesia
juga perlu meningkatkan ekspor kopi Robusta yang telah di olah, hal ini juga akan
meningkatkan nilai tambah.
2) Strategi S-T
Strategi ini menunjukan bagaimana menggunakan kekuatan yang dimiliki
oleh agribisnis gandum lokal untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari
ancaman.
a. Meningkatkan kualitas biji kopi guna meningkatkan kualitas kopi olahan
dalam negeri.
Berdasarkan faktor sumberdaya yang mendukung usahatani kopi yang
merupakan faktor kekuatan, sementara konsumsi kopi domestik tidak
mengalami perubahan, disamping itu Indonesia yang hanya sebagai pengikut
di pasar internasional dan digesernya oleh Vietnam, maka meningkatkan
kualitas biji kopi guna meningkatkan kualitas kopi olahan dalam negeri adalah
satu jalan untuk menghadapi semua ancaman tersebut. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan penyuluhan intensif pada petani mengenai budidaya,
penanganan pascapanen dan penggunaan teknologi dalam usahatani.
b. Penerapan SNI secara bertahap namun di bina secara ketat
Untuk saat ini SNI merupakan ancaman baik bagi petani kopi maupun di
industri pengolahan kopi, karena petani kopi belum mampu sepenuhnya
memenuhi SNI. Oleh karena itu pemberlakukan SNI dilakukan secara
bertahap namun pengawasannya dilakukan secara ketat dan terus dibina,
sehingga waktunya nanti kopi Indonesia sudah memenuhi SNI dan bukan lagi
menjadi ancaman melaikan peluang untuk meningkatkan dayasaing kopi
Indonesia.
3) Strategi W-O
a. Penghapusan atau pengurangan pajak bagi impor bahan penolong
Industri kopi memiliki keterkaitan dengan industri bahan penolong seperti
gula. Tingginya pajak impor gula sebesar 40 persen, akan berpengaruh pada
biaya produksi kopi olahan (instan). Jika impor bahan penolong di hapus atau
dikurangi maka akan berdampak pada penurunan ongkos produksi sehingga
industri kopi olahan bisa memaksimalkan keuntungan.
b. Peningkatan kemampuan dalam teknologi roasting dan blending
Peningkatan kemampuan dalam teknologi roasting dan blending
diperlukan guna meningkatkan cita rasa kopi, sehinga kopi olahan Indonesia
mampu bersaing dengan kopi impor di dalam negeri maupun bersaing di luar
negeri. Karena cita rasa kopi merupakan salah satu barganin position kopi
dalam mempertahankan atau menambah pangsa pasar.
53
Sebagai bentuk nyata dari strategi yang telah dirumuskan, maka pada tabel
di bawah ini disajikan program-program yang dapat dilakukan guna meningkatkan
pengembangan agribisnis kopi Indonesia.
54
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Tahun Dunia Indonesia Pangsa Brazil Pangsa Vietnam Pangsa Kolombia Pangsa
(US$) (US$) (%) (US$) % (US$) % (US$) %
2008 15,018,930,709 1,081,467,000 7.20 4,131,599,097 27.51 2,108,148,265 14.04 1,883,221,314 12.54
2009 13,524,514,164 821,956,589 6.08 3,761,283,255 27.81 1,714,615,113 12.68 1,542,697,499 11.41
2010 16,272,481,765 983,998,000 6.05 5,181,618,077 31.84 1,838,311,014 11.30 1,883,556,941 11.58
2011 21,140,132,985 1,303,494,000 6.17 8,000,105,307 37.84 1,060,500,000 5.02 2,608,365,161 12.34
2012 22,705,167,103 1,243,825,829 5.48 5,721,722,102 25.20 3,507,400,541 15.45 1,909,997,087 8.41
2013 12,313,492,862 1,166,188,552 9.47 4,582,226,590 37.21 1,924,356,787 15.63 1,883,906,050 15.30
Rata-rata 14,424,959,941 942,989,996 6.54 4,482,650,633 31.08 1,736,190,246 12.04 1,673,106,293 11.60
Sumber : Diolah dari UN Comtrade
59
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 22 Januari 1985 dari pasangan
Bapak R.S Sochiri (Alm) dan Ibu Dra. Sair. Penulis merupakan puteri pertama
dari dua bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cibinong.
Tahun 2008 penulis lulus dari Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Institut
Pertanian Bogor. Pada tahun 2010 Penulis melanjutkan ke Program Magister pada
Program Studi Magister Sains Agribisnis.