Anda di halaman 1dari 78

ANALISIS DAYASAING DAN RUMUSAN STRATEGI

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA

SARI NALURITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Dayasaing dan
Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Sari Nalurita
NIM H451100171
RINGKASAN

SARI NALURITA. Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi Pengembangan


Agribisnis Kopi Indonesia. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan SITI
JAHROH.

Indonesia merupakan eksportir keempat dunia untuk komoditi kopi, dengan


peran rata-rata sebesar 4.76 persen terhadap total ekpor dunia. Brazil menempati
posisi pertama dengan peran rata-rata sebesar 24.30 persen, diikuti dengan
Vietnam sebesar 17.94 persen dan Colombia sebesar 10.65 persen (ICO, 2012).
Selain dijadikan sebagai komoditas ekspor, kopi juga berkembang di
dalam negeri. Industri kopi domestik tidak hanya bertumpu pada komoditas
primer semata (dalam bentuk biji kopi) melainkan dalam bentuk olahan guna
memperoleh nilai tambah dan meningkatkan dayasaing yang akan meningkatkan
konsumsi domestik. Secara garis besar industri kopi Indonesia digolongkan
kedalam tiga skala usaha, yaitu industri kopi olahan kelas kecil, industri kopi
olahan kelas menengah dan industri kopi olahan kelas besar.
Guna mendorong keberlanjutan perkopian nasional dimasa mendatang,
maka diperlukan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan
pencapaian strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia. Berdasarkan uraian
tersebut maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis dayasaing agribisnis
kopi di Indonesia secara komparatif dan kompetitif (2) Menganalisis dan
merumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder,
data primer diambil dengan metode wawancara. Data sekunder berupa data time
series tahun 2008 sampai 2013. Metode analisis yang digunakan untuk
menganalisis dayasaing komparatif dengan RCA dan analisis dayasaing
kompetitif dengan Berlian Porter.
Analisis dayasaing kopi secara komparatif dari tahun 2008-2013
menggunakan RCA menghasilkan RCA rata-rata setiap tahunnya sebesar 5.56, hal
ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia berdayasaing eskpor dibandingkan dengan
komoditi ekspor Indonesia lainnya. Analisis dayasaing secara kompetitif
menggunakan Berlian Porter dengan enam komponen yaitu komponen faktor
produksi (SDA, IPTEK, SDM), komponen permintaan, industri terkait dan
pendukung, struktur, persaingan dan strategi serta peran pemerintah dan peran
kesempatan, sebagian besar mendukung dayasaing kopi Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari kekuatan dan peluang yang terdapat dalam analisis SWOT yang
diturunkan dari analisis dayasaing secara kompetitif menggunakan Berlian Porter.
Hasil analisis dan rumusan strategi SWOT adalah menghasilkan strategi
terpilih S-O yaitu meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan (produk
diverensiasi) dan produksi kopi spesial. Strategi yang dapat dilakukan adalah
dengan promosi dan pameran, diversifikasi produk dan pemanfaatan kafe-kafe
kopi siap minum.

Kata kunci: keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif, Berlian Porter, RCA


SUMMARY

SARI NALURITA. Competitiveness Analysis and Agribusiness Development


Strategy of Indonesian Coffee. Supervised by RATNA WINANDI and SITI
JAHROH.

Indonesia is the world's fourth exporter of coffee, with the role of an


average of 4.76 percent of total world exports. Brazil took first place with an
average role of 24.30 percent, followed by Vietnam at 17.94 percent and 10.65
percent of Colombia (ICO, 2012)
In addition to be used as an export commodity, coffee is also grown in the
country. Domestic coffee industry not only rely on primary commodities alone (in
the form of coffee beans) but rather in the form of value-added processed in order
to obtain and increase the competitiveness that will boost domestic consumption.
Broadly speaking Indonesian coffee industry are classified into three business
scale, the small class, middle class and large class of processed coffee industry.
In order to promote the sustainability of national coffee in the future, it is
necessary to research and development activities that may result in the
achievement of Indonesian coffee agribusiness development strategy. Therefore
the objectives of this research are: (1) To analyze the competitiveness of
Indonesian coffee comparative and competitivety (2) To analyze and formulate
the appropriate strategies to improve the competitiveness.
From 2008 to 2013 RCA value of Indonesia was 5.56 on average annually,
indicate that Indonesia coffee exports is more competitive compared to other
Indonesian export commodities. Competitive analysis of Porter's Diamond with
six components, namely the component factors of production (natural resources,
science and technology, human resources), component demand, related and
supporting industries, structure, competition and strategy as well as the role of
government and the role of chance, mostly support the competitiveness of
Indonesian coffee. It can be seen from the strengths and opportunities in the
SWOT analysis which are derived from the analysis of Porter's Diamond.
The results of SWOT analysis and strategy formulation is S-O strategy
that produces strategy to increase exports of processed Robusta coffee (divers
products) and production of specialty coffee. The strategy is to do with the
promotion and exhibition, divers product and utilization of cafes that serve ready
to drink coffee.
Keywords: competitive advantage, comparative advantage, Porters Diamond ,
RCA
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i

ANALISIS DAYASAING DAN RUMUSAN STRATEGI


PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA

SARI NALURITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Magister Sains Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Suharno, M.ADev


iii

Judul Tesis : Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi Pengembangan


Agribisnis Kopi Indonesia
Nama : Sari Nalurita
NIM : H451100171

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Ratna Winandi, MS Siti Jahroh, Ph.D


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Magister Sains Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 Agustus 2014 Tanggal Lulus:


iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
dayasaing, dengan judul Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi
Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS dan Siti
Jahroh, Ph.D selaku pembimbing, serta Dr Ir Suharno, M.ADev dan Dr. Amzul
Rifin, SP, MA yang telah bersedia sebagai penguji dan banyak memberi saran
guna memperkaya penulisan tesis ini. Di samping itu saya ucapkan terimakasih
kepada Sayuti, MSi selaku peneliti di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro yang telah bersedia membantu
penulis dalam memperoleh informasi keragaan kopi Indonesia. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada orang tua saya Dra Sair, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Sari Nalurita
v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 4
2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 4
Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Pertanian ............... 4
Daya Saing Kopi ............................................................................................ 7
3 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................ 8
Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................................... 8
Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 14
4 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 16
Jenis dan Sumber Data................................................................................. 16
Metode Analisis ........................................................................................... 17
5 AGRIBISNIS KOPI INDONESIA .................................................................... 21
Perdagangan Kopi Dunia ............................................................................. 21
Agribisnis Kopi Indonesia ........................................................................... 27
6 DAYASAING AGRIBISNIS KOPI INDONESIA ........................................... 34
Analisis Keunggulan Komparatif Kopi Indonesia di Pasar Internasional ... 34
Analisis Keunggulan Kompetitif Kopi Indonesia dengan Komponen Sistem
Berlian Poter ................................................................................................ 36
7 STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA ............. 46
Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ........... 47
Matriks Faktor Strategi Eksternal (External Factor Analysis Strategy) dan
Faktor Strategi Internal (Internal Factor Analysis Strategy) ....................... 49
Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT ................................................ 50
vi

8 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 55


Kesimpulan .................................................................................................. 55
Saran ............................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 56
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................

DAFTAR TABEL
1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan ....................................................... 17
2. Jumlah Produksi Negara-negara Produsen Utama Kopi Dunia Tahun 2008-
2013 (000 Ton) ............................................................................................... 22
3. Luas Areal Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Lahan
Tahun 2008-2014 (Ha) ................................................................................... 28
4. Produksi Kopi Indonesia Tahun 2008-2014 (Ton)......................................... 29
5. Nilai Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia serta Pangsa Pasar Kopi Indonesia
pada Dunia Tahun 2008-2013 ........................................................................ 35
6. Analisis RCA Kopi Indonesia di Pasar Internasional Tahun 2008-2013 ....... 35
7. Luas Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Kopi Indonesia Tahun 2008-
2014 ................................................................................................................ 37
8. Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 2010-2014 ................................... 41
9. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Tiga Negara Utama Tujuan Ekpor
Tahun 2008-2012 ........................................................................................... 42
10. Pangsa pasar (market share) Lima Merek Kopi Tahun 2009-2011 ............... 44
11. Analisis Concentration Ratio (CR4) ............................................................... 45
12. Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman ............. 48
13. Matriks EFAS dan IFAS ................................................................................ 49
14. Matriks SWOT Agribisnis Kopi Indonesia .................................................... 51
15. Program Dayasaing dan Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia ............. 54

DAFTAR GAMBAR

1. Lingkup Pengembangan Sistem Agribisnis ....................................................... 9


2. Porters Diamond ........................................................................................... 11
vii

3. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................... 16


4. Kurva Perkembangan Produksi Lima Negara Produsen Kopi Utama Dunia
Tahun 2008-2013 ............................................................................................ 22
5. Perkembangan Produksi Kopi Dunia Tahun 2008-2013 ................................ 23
6. Perkembangan Konsumsi Kopi Dunia Tahun 2009-2013 .............................. 24
7. Perkembangan Ekspor Kopi Dunia Tahun 2009-2012 ................................... 25
8. Perkembagan Empat Negara Pengeskpor Kopi Terbesar Dunia Tahun 2008-
2012 ................................................................................................................. 25
9. Perkembangan Import Kopi Dunia Tahun 2009-2012 .................................... 26
10. Pohon Industri Kopi Indonesia........................................................................ 30
11. Bagan Saluran Pemasaran Kopi Indonesia ..................................................... 33
12. Perkembangan Luas Perkebunan Kopi TAhun 2008-2014 ............................. 38
13. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Berdasarkan Jenis, Tahun 2008-2014
......................................................................................................................... 42

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nilai Ekspor dan Pangsa Pasar Empat Negara Utama Pengekspor Kopi Dunia
Tahun 2008-2013 ............................................................................................. 58
2. Hasil Analisis Concentration Ratio (CR4) ....................................................... 59
3. Tabel Jumlah Perusahaan Kopi Olahan yang Tersebar di Seluruh Provinsi
Indonesia Tahun 2009 ..................................................................................... 60
4. Daftar Perusahaan Eksportir Kopi Indonesia Tahun 2011 ............................... 61
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agribisnis merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi


besar dalam pencapaian surplus perdagangan Indonesia dari sektor pertanian.
Sektor ini merupakan sektor yang sangat luas. Terdapat beberapa subsektor yang
meliputi sektor pertanian, yaitu subsektor tanaman pangan, perikanan,
hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Berdasarkan subsektor
perkebunan terdapat komoditi-komoditi yang memiliki peranan penting dalam
perkembangan agribisnis di Indonesia. Kopi merupakan salah satu komoditas
perkebunan unggulan Indonesia, khususnya untuk ekspor. Komoditas ini memiliki
peranan penting khususnya sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja, dan
sebagai sumber pendapatan bagi petani ataupun pelaku ekonomi lainnya yang
berhubungan dengan kopi. Sebagai penyedia lapangan kerja, perkebunan kopi
mampu menyediakan lapangan kerja bagi dua juta petani kopi di Indonesia atau
sekitar 1.7 persen dari total angkatan kerja pada tahun 2011. Mayoritas petani
kopi tersebut menggantungkan hidupnya pada kopi sebagai sumber pendapatan
utama (Ditjenbun 2012).
Indonesia merupakan eksportir ke empat dunia untuk komoditi kopi,
dengan peran rata-rata sebesar 4.76 persen terhadap total ekpor dunia. Brazil
menempati posisi pertama dengan peran rata-rata sebesar 24.30 persen, diikuti
dengan Vietnam sebesar 17.94 persen dan Colombia sebesar 10.65 persen (ICO,
2012). Terdapat lebih dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia. Negara tujuan
ekspor kopi Indonesia yang utama adalah Amerika Serikat dengan peran pasar
rata-rata sebesar 19.35 persen dari total ekspor kopi Indonesia. Diikuti oleh
Jepang, Jerman dan Italia, masing-masing dengan peran pasar rata-rata sebesar
14.96 , 15.88 , dan 6.71 persen (Departemen Perdagangan, 2010).
Tingkat konsumsi kopi per kapita masyarakat Indonesia tergolong sangat
rendah dibandingkan dengan negara-negara pengimpor seperti masyarakat Eropa
yang rata-rata mengkonsumsi kopi diatas lima kg/kapita/tahun dan Amerika
Serikat di atas empat kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi kopi masyarakat
Indonesia hanya sebesar 0.45 kg/kapita/tahun (International Coffee Organization,
2011).
Selain dijadikan sebagai komoditas ekspor, kopi juga berkembang di
dalam negeri. Industri kopi domestik tidak hanya bertumpu pada komoditas
primer semata (dalam bentuk biji kopi) melainkan dalam bentuk olahan guna
memperoleh nilai tambah dan meningkatkan daya saing yang akan meningkatkan
konsumsi domestik. Secara garis besar industri kopi Indonesia digolongkan
kedalam tiga skala usaha, yaitu industri kopi olahan kelas kecil, industri kopi
olahan kelas menengah dan industri kopi olahan kelas besar.
Pada awalnya industri pengolahan kopi hanya memproduksi kopi bentuk
bubuk biasa. Akan tetapi,seiring perkembangan jaman dan perubahan gaya hidup
masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, yang cenderung konsumtif dan
menyenangi produk instan, mengakibatkan produsen kopi mulai melakukan
inovasi dengan memproduksi kopi bubuk dalam bentuk instan. Dengan demikian
produk olahan kopi yang beredar dipasaran saat ini, antara lain; (1) kopi bubuk,
2

yaitu `kopi yang biasa diperdagangkan dan dijual dalam bentuk bubuk dengan
berbagai merek, (2) Kopi bubuk instan merupakan campuran kopi dan gula saja
dan (3) campuran antara kopi, gula, dan susu dengan berbagai merek, (4)
Coffeemix merupakan campuran kopi, gula, dan krimer yang dikemas dengan
berbagai merek dan (5) Kopi Cappucino merupakan campuran kopi, krim, dan
susu yang dalam penyajiannya biasa ditambahkan whipped cream yang ditaburi
dengan bubuk kayu manis.
Industri pengolahan kopi di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1928
dengan didirikannya pabrik kopi bubuk pertama di Sidoarjo, Jawa Timur.
Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri kopi olahan dikarenakan
kemudahan keluar masuk pasar yang rendah membuat kondisi persaingan semakin
ketat terutama antara produsen skala besar (market leader) dengan produsen skala
kecil (market follower).
Lebih dari 106 juta bag kopi (1 bag = 60 Kg) dikonsumsi masyarakat
Indonesia setiap tahunnya (Wahyudian, 2002). Banyak perusahaan kopi olahan di
Indonesia memproduksi jenis kopi instan. Perusahaan yang memproduksi kopi
instan yang mereknya cukup terkenal dikalangan masyarakat Indonesia
diantaranya diproduksi oleh PT Nestle Beverage Indonesia dengan merek
Nescafe, PT. Sari Incofood dengan merek dagang Indocafe, PT. Mayora Indah,
Tbk dengan merek Torabika dan PT. Santos Jaya Abadi dengan beberapa merek
seperti ABC, Kapal Api, dan Good Day. Pangsa pasar kopi instan dikuasai oleh
Kapal Api yang diproduksi PT. Santos Jaya Abadi sebesar 35.7 persen pada tahun
2011 (Yuyanti, 2012).
Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin
ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan
produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix,
decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee mempunyai
arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai daya
saing tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara tropis disamping
berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan tersebut diatas,
juga berpotensi untuk pengembangan produk industri pengolahan kopi specialties
dengan rasa khas seperti; Lintong Coffee, Lampung Coffee, Java Coffee,
Kintamani Coffee, Toradja Coffee. Berdasarkan latar belakang perlunya
mengetahui bagaimana dayasaing agribisnis kopi Indonesia kemudian
merumuskan strategi-strategi untuk mengembangkan agribisnis kopi Indonesia.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang di hadapi agribisnis kopi Indonesia cukup kompleks,


mulai dari hulu (on farm) hingga ke hilir. Di sisi on farm, tingkat produktivitas
kopi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara produsen utama kopi
dunia lainnya seperti Brazil (1,000 kg/ha/tahun), Columbia (1,220 kg/ha/tahun),
Vietnam (1,540/kh/ha/tahun). Produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru
mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk Robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/Tahun
untuk Arabika (Kemenperin, 2013). Rendahnya produktivitas kopi Indonesia
disebabkan karena 95 persen kopi Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang
3

umumnya belum menggunakan bibit kopi unggul, teknik budidaya yang masih
sederhana serta lambat melakukan peremajaan tanaman, minimnya sarana dan
prasarana pendukung mengakibatkan rendahnya mutu kopi Indonesia.
Kualitas kopi menurut standar yang dikeluarkan Asosiasi Eksportir Kopi
Indonesia tahun 1990 ditentukan oleh faktor umum dan khusus. Faktor-faktor
umum antara lain adalah kadar air, kadar kotoran, bebas dari biji busuk, ukuran
biji kopi. Faktor-faktor khusus yang menentukan kualitas biji kopi adalah nilai
cacatnya. Dari sistem nilai cacat maka dikategorikan kedalam enam tingkatan
mutu. Tingkat satu adalah kopi dengan mutu paling tinggi dan enam adalah mutu
kopi paling rendah. Indonesia terkategori mengeskpor kopi dengan mutu lima dan
enam yaitu kopi yang kualitasnya paling rendah.
Di bagian hilir dalam hal produksi, industri hilir skala kecil memiliki
keterbatasan sarana dan prasarana produksi (mesin pengolahan dan pengemasan),
teknologi yang tinggi baru dimiliki oleh industri skala menengah dan besar, selain
itu industri skala kecil kurang berinovasi dalam menciptakan diversifikasi produk
yang saat ini jenis kopi olahan sudah sangat beragam dikalangan masyarakat.
Total produsen kopi di Indonesia mencapai 205 perusahaan, namun sebagian
besar adalah perusahaan dengan usaha skala kecil yang hanya menguasai pangsa
pasar sebesar delapan persen saja (Bina UKM 2009), tabel jumlah produsen kopi
dapat dilihat pada Lampiran 1. Di pasar internasional, Indonesia hanya mampu
menyumbang 27.7 persen kopi jenis Arabika dari total produksi kopi domestik.
Jenis Robusta lebih mudah dibudidayakan dikarenakan lebih tahan terhadap
penyakit, sementara itu jenis hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal di
dataran tinggi kisaran 2 000 kaki atau sekitar 1 000 meter diatas permukaan laut,
sementara dataran tinggi Indonesia umumnya adalah lahan kehutanan yang tidak
bisa dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan. Maraknya sertifikasi bahan baku
oleh eksportir asing menjadi masalah tersendiri yang memberatkan bagi petani.
Hal ini dikarenakan oleh negara-negara yang menjadi pasar utama kopi dunia
menginginkan kualitas kopi yang sesuai dengan tuntutan konsumen seperti food
safety.
Guna mendorong keberlanjutan perkopian nasional dimasa mendatang,
maka diperlukan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan
pencapaian strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut
:
1. Bagaimana dayasaing agribisnis kopi di Indonesia secara komparatif dan
kompetitif?
2. Bagaimana analisis dan rumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan
dayasaing tersebut?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan


dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Menganalisis dayasaing agribisnis kopi di Indonesia secara komparatif dan
kompetitif.
2. Menganalisis dan merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan
dayasaing tersebut?
4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta informasi yang


berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain :
1. Para pengambil kebijakan khususnya pemerintah dan pelaku industri kopi
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan dan pengambilan
keputusan mengenai agribisnis kopi di Indonesia.
2. Bagi penulis :
a. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pertanian yang terkait dengan
permasalahan sekitar agribisnis kopi di Indonesia.
b. Sebagai praktek pengalaman di dalam upaya menguji dan
membandingkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan
fakta-fakta (riil) di lapangan.
3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi :
a. Sebagai bahan bacaan dan rujukan pustaka bagi penelitian sejenis dan
penelitian lanjutan.
b. Sebagai data dasar (bahan masukan data) untuk penelitian lebih lanjut
dalam bidangnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ruang Lingkup Penelitian

Komoditi kopi yang dianalisis dalam penelitian ini tidak membedakan


jenis kopi, baik arabika maupun robusta. Kopi yang di analisis adalah biji kopi
yang belum disangrai dan belum dihilangkan kafeinnya dengan kode internasional
090111. Analisis dayasaing di pasar internasional menggunakan analisis
keunggulan komparatif yang dilihat dari total ekspor masing-masing negara,
sedangkan analisis dayasaing kopi dalam negeri menggunakan analisis
keunggulan kompetitif. Negara yang dianalisis hanya empat negara produsen dan
eksportir kopi terbesar dunia. Data yang dianalisis adalah dalam kurun waktu 7
tahun yaitu tahun 2008 sampai 2014.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Pertanian

Cahyani (2008) menganalisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan


Agribisnis Gula Indonesia dengan tujuan menganalisis peramalan konsumsi dan
produksi dan dayasaing serta strategi pengembangan agribisnis gula Indonesia.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis dilakukan secara deskriptif
kualitatif. Model terbaik untuk meramalkan produksi gula Indonesia adalah
ARIMA 1,1,2, sedangkan untuk konsumsi adalah Double Exponential Smoothing.
Hasil peramalan adalah sampai dengan tahun 2025, konsumsi gula mengalami
peningkatan, sedangkan produksinya belum mampu mencukupi kebutuhan
5

konsumsi dalam negeri. Analisis dayasaing menggunakan pendekatan Berlian


Porter, dengan menggunakan enam komponen yaitu; (1) kondisi faktor
sumberdaya; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan industri pendukung;
(4) persaingan, struktur, dan strategi agribisnis gula Indonesia; (5) peran
pemerintah; dan (6) peran kesempatan. Hasil analisis menunjukkan adanya
komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung dalam
pengembangan agribisnis gula. Sedangkan strategi pengembangan agribisnis gula
menggunakan metode SWOT antara lain strategi S-O, S-T, W-O, dan W-T.
Strategi SO antara lain optimalisasi sumberdaya yang ada, pemanfaatan hasil
samping pengolahan gula, penguatan kelembagaan, penyuluhan penerapan
teknologi on farm. Strategi S-T antara lain, menjaga ketersediaan pasokan tebu,
peningkatan kualitas dan efisiensi produksi gula, pengaturan produksi dan impor
gula rafinasi. Strategi W-O antara lain, menciptakan lembaga permodalan bagi
petani dan industri gula, rehabilitasi sarana prasarana penunjang PG, penataan
varietas dan pembibitan, pengaturan ketersediaan pupuk dan bibit dalam waktu,
jumlah, jenis, dan harga yang tepat, pengembangan industri gula di luar Jawa,
perbaikan manajemen tebang muat angkut (TMA), mencari teknik budidaya yang
sesuai untuk lahan bukan sawah. Sedangkan strategi W-T yang dirumuskan adalah
rehabilitasi tanaman tebu keprasan (bongkar ratoon)., hasil SWOT kemudian
dipetakan ke dalam gambar yang disebut arsitektur strategi. Rancangan arsitektur
strategik Agribisnis Gula Indonesia merupakan rekomendasi yang diberikan
peneliti sebagai jawaban atas tantangan yang dihadapi agribisnis gula. Rancangan
ini merupakan peta strategi (blue print strategy) untuk mencapai sasaran
agribisnis gula pada tahun 2025 mendatang, yaitu mencapai swasembada gula
yang berdayasaing.
Puspita (2009) menganalisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan
Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia dengan tujuan untuk menganalisis kondisi
sistem agribisnis gandum di Indonesia saat ini serta dayasaing agribisnis gandum
lokal. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Metode analisis data yang
digunakan antara lain: analisis sistem agribisnis gandum di Indonesia, analisis
dayasaing gula Indonesia menggunakan pendekatan Berlian Porter dengan
menggunakan enam komponen yaitu ; (1) kondisi faktor sumberdaya; (2) kondisi
permintaan; (3) industri terkait dan industri pendukung; (4) persaingan, struktur,
dan strategi agribisnis gandum Indonesia; (5) peran pemerintah; dan (6) peran
kesempatan. Sedangkan untuk strategi pengembangan agribisnis gandum
menggunakan analisis SWOT yang kemudian dipetakan kedalam arsitektur
strategik. Berdasarkan analisis Berlian Porter dihasilkan keterkaitan antar
komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung dayasaing
agribisnis gandum. Keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung
lebih dominan dibandingkan keterkaitan antar komponen yang saling mendukung.
Hal ini menunjukkan bahwa dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia
masih lemah. Hasil analisis SWOT menghasilkan strategi strategi S-O, S-T, W-O,
dan W-T. Strategi S-O antara lain, optimalisasi lahan gandum lokal, membangun
industri berbasis gandum lokal di pedesaan, penguatan kelembagaan, melakukan
bimbingan, pembinaan, dan pendampingan bagi petani. Startegi S-T antara lain
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal, pembatasan volume
impor. Strategi W-O antara lain, melakukan kerjasama dengan industri makanan,
membentuk kerjasama dengan lembaga permodalan serta memberdayakan
6

kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam, mengatur ketersediaan


benih, menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium,
melakukan sosialisasi dan promosi tentang agribisnis gandum kepada petani.
Sedangkan strategi W-T yang dirumuskan adalah menciptakan produk olahan
gandum berkualitas untuk segmentasi pasar tertentu. Dari sasaran, tantangan, dan
program yang telah dirumuskan, hasilnya dipetakan ke dalam gambar yang
disebut Arsitektur Strategik Agribisnis Gandum Lokal. Rancangan arsitektur
strategik Agribisnis Gandum Lokal merupakan rekomendasi yang penulis berikan
sebagai jawaban atas tantangan yang dihadapi agribisnis gandum lokal.
Rancangan tersebut merupakan peta strategi (blue print strategy) untuk mencapai
sasaran terbentuknya desa industri, mewujudkan diversifikasi pangan, dan
mensubstitusi sebagian permintaan domestik dengan gandum lokal.
Nurunisa (2011) menganalisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan
Agribisnis Teh Indonesia dengan tujuan untuk menelaah kondisi sistem agribisnis
teh di Indonesia, menganalisis dayasaing serta merumuskan strategi
pengembangan yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Analisis
dilakukan secara deskriptif kualitatif. Alat analisis yang digunakan adalah Berlian
Porter untuk menganalisis dayasaing the Indonesia secara kompetitif, dan SWOT
dan arsitektur strategik untuk menghasilkan alternatif strategi. Analisis Berlian
Porter digunakan dengan pendekatan enam komponen yang dianalisis
keterkaitannya yaitu (1) kondisi faktor sumberdaya; (2) kondisi permintaan; (3)
industri terkait dan industri pendukung; (4) persaingan, struktur, dan strategi
agribisnis teh Indonesia; (5) peran pemerintah; dan (6) peran kesempatan. Analisis
Berlian Porter menunjukkan bahwa komponen faktor sumberdaya dan komponen
komposisi permintaan domestik, serta komponen faktor sumberdaya dengan
komponen industri terkait dan industri telah saling mendukung, sementara
komponen lainnya belum saling mendukung. Selain itu, apabila dilihat dari
komponen pendukungnya, komponen peranan pemerintah baru memiliki
keterkaitan yang mendukung dengan komponen faktor sumberdaya saja,
sementara komponen peranan kesempatan telah mampu mendukung semua
komponen utama. Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis
Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh
rakyat, yaitu dengan meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan
kelompok tani dan dukungan dari adanya asosiasi dan Dewan Teh Indonesia.
Soetrisno (2009) menganalisis strategi peningkatan dayasaing agribisnis
kopi robusta dengan model daya saing tree five. Hasil penelitian dijelaskan ke
dalam lima bagian. Pertama dari sisi usaha tani atau penawaran produksi, bahwa
jumlah produksi kopi, harga pupuk di dalam negeri dan kebijakan protektif
pemerintah kurang mendukung percepatan daya saing kopi robusta Indonesia.
Kedua, dari segi permintaan, adanya peluang pasar yang besar di pasar domestik
untuk produk kopi olahan. Ketiga, dari sisi lingkungan dan peluang usaha tani
kopi robusta sebgaian besar masih diusahakan secara sederhana. Kegiatan usaha
hilir kopi robusta belum banyak dilakukan padahal hal ini akan memberikan nikai
tambah dari kopi robustan serta membuka lapangan kerja. Keempat dari segi
kebijakan domestik dan internasional menyebutkan bahwa kurangnya dukungan
dari pemerintah. Dan kelima dari segi sosial dan perilaku petani yang masih safety
first, sehingga produktivitas belum mencapai optimal.
7

Daya Saing Kopi

Asmarantaka (2011) melakukan penelitian mengenai daya saing ekspor


kopi Indonesia dengan data time series 1989 sampai 2008. Metode analisis yang
digunakan untuk menganalisis daya saing secara komparatif adalah RCA
sedangkan secara kompetitif adalah EPD. Hasil dari RCA menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki dayasaing kopi secara komparatif dengan nilai RCA rata-rata
6.55. sedangkan secara kompetitif melalui EPD diketahui bahwa meskipun ekspor
kopi dunia mengalami pertumbuhan yang menurun, namun ekspor kopi Indonesia
mengalami pertumbuhan yang positif.
Penelitian mengenai daya saing juga pernah dilakukan oleh Meryana
(2007), yang menganalisis daya saing kopi robusta Indonesia di pasar
internasional dengan tujuan (1) mengetahui struktur industri kopi robusta di pasar
internasional, (2) menganalisis keunggulan komparatif industri kopi robusta
Indonesia, (3) mengetahui keunggulan kompetitif industri kopi robusta Indonesia
dan (4) merumuskan strategi dayasaing kopi robusta Indonesia. Struktur industri
dianalisis dengan menggunakan Herfindahl Index dengan hasil struktur pasar ke
arah oligopoli. Keunggulan komparatif dianalis dengan menggunakan Revealed
Comparative Advantage (RCA) yang menunjukkan bahwa industri kopi nasional
memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
dari satu, sementara hasil analisis keunggulan kompetitif yang menggunakan
pendekatan Berlian Porter dengan empat kompenen yaitu faktor sumberdaya,
faktor permintaan, faktor industri terkait dan pendukung serta faktor persaingan,
struktur dan strategi perusahaan, menunjukkan bahwa faktor sumberdaya, kondisi
permintaan domestik, dan struktur pasar mendukung industri kopi dalam negeri
berkembang. Strategi dianalisis dengan alat analisis SWOT. Guna meningkatkan
keunggulan kompetitif, maka industri kopi robusta nasional perlu memperbaiki
dalam hal budidaya dan infrastruktur sehingga dapat menghasilkan biji kopi
dengan kualitas yang baik.
Mustopa (2010) juga menganalisis dayasaing kopi Indonesia di pasar
internasional. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keunggulan
komparatif kopi Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
keunggulan komparatif dan kompetitif kopi Indonesia, serta menyusun strategi
dalam rangka meningkatkan dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional.
Keunggulan komparatif dianalisis menggunakan RCA, sedangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi keunggulan komparatif menggunakan OLS, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi keunggulan kompetitif menggunakan pendekatan Berlian
Porter dengan menggunakan empat kompenen yaitu faktor sumberdaya, faktor
permintaan, faktor industri terkait dan pendukung serta faktor persaingan, struktur
dan strategi perusahaan. Hasil RCA yang dianalisis Andiati Mustopa sama dengan
Meryana (2007) bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Sementara
faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komperatif kopi adalah
produktivitas kopi, volume ekspor kopi, harga ekspor kopi, dan dummy krisis
perkopian dunia. Hasil Berlian Porter menunjukkan bahwa kopi Indonesia
mempunyai keunggulan kompetitif yang didukung oleh cuaca, iklim dan luas
lahan.
8

Senada dengan Meryana (2007), Siahaan (2008) menyatakan bahwa


struktur pasar kopi arabika di pasar internasional berbentuk oligopoli. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai CR4 sebesar 64 persen. RCA bernilai 2,65 menandakan
Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam hal daya saing kopi robusta di
pasar internasional. Berdasarkan analisis kualitatif, yaitu menggunakan Teori
Berlian Porter maka dapat diketahui kondisi internal dan eksternal dalam
pengusahaan kopi Arabika. Industri kopi Arabika nasional mempunyai
keunggulan kompetitif namun masih harus dibenahi melalui perbaikan teknik
budidaya, penyediahaan modal, dan pengadaan infrastruktur yang mendukung
terhadap indutri kopi Arabika nasional sehingga dapat menghasilkan kopi yang
berkualitas dan mampu bersaing dengan negara-negara produsen kopi Arabika di
dunia.
Perbedaan yang ada pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah penelitian ini tidak hanya membahas dayasaing kopi namun juga kondisi
agribisnis kopi Indonesia dari subsistem hulu hingga hilir serta strategi
pengembangan agribisnis kopi Indonesia dengan alat analisis SWOT.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori-teori yang digunakan untuk


membantu dalam pelaksanaan setiap tahapan penelitian dan penyusunan karya
ilmiah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konsep Agribisnis,
Konsep Dayasaing dan Formulasi Strategi.

Konsep Agribisnis

Konsep agribisnis (Pasaribu 2012) adalah sebagai berikut:


1. Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari
mata rantai produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran yang luas, yaitu
kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang
ditunjang oleh kegiatan-kegiatan pertanian.
2. Sebuah sistem kegiatan yang meliputi tiga komponen the farm input sector, the
farming sector, dan the product marketing sector.
3. Keseluruhan dan kesatuan dari seluruh organisasi dan kegiatan mulai dari
produksi dan distribusi sarana produksi, kegiatan produksi pertanian di lahan
pertanian sampai dengan pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan turun
sampai distribusi hasil akhir dari pengolahan tersebut ke konsumen.
4. Agribisnis meliputi semua aktivitas sebagai rangkaian system, terdiri dari (1)
sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan
pengembangan sumberdaya pertanian, (2) subsistem produksi pertanian atau
usaha tani, (3) subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian atau agroindustri,
dan (4) subsistem distribusi dan pemasaran hasil pertanian.
9

Secara konseptual, agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas


empat subsistem yang saling mendukung dan terkait satu sama lain sebagai
berikut (Said dan Prastiwi, 2005) :
1. Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), meliputi kegiatan
pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian primer termasuk dalam
subsistem tersebut adalah industri agrokimia (pupuk dan pestisida),
agroindustri otomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih.
2. Subsistem usahatani (on farm agribusiness), meliputi kegiatan yang
menggunakan sarana yang dihasilkan dari subsistem agribisnis hulu.
3. Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness), meliputi pengolahan
komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara
(intermediate product) maupun produk akhir (finished product) beserta
kegiatan distribusinya.
4. Subsistem pemasaran komoditas-komoditas agribisnis.
Keempat subsistem agribisnis tersebut dalam pelaksanaannya didukung
oleh subsistem penunjang agribisnis (supporting system) sebagai jasa dalam
menunjang kegiatan subsistem agribisnis. Yang termasuk dalam penunjang
subsistem agribisnis antara lain lembaga pertanahan, lembaga keuangan
(perbankan dan asuransi), lembaga penelitian, infrastuktur, lembaga pendidikan
dan konsultasi agribisnis, serta kebijakan pemerintah. Dengan demikian,
agribisnis merupakan suatu sistem usaha dibidang pertanian yang bersifat mega
sektor, meliputi tingkat hulu, produksi komoditas agribisnis, dan kegiatan
ditingkat hilir berupa kegiata pascapanen.

Sub-Sistem Sub-Sistem Sub-Sistem Sub-Sistem


Agribisnis Usahatani Pengolahan Pemasaran
Hulu
Industri benih Usaha Industri Distribusi
/ pembibitan tanaman makanan Promosi
Industri pangan dan Industri Informasi
kimia, hortikultura minuman pasar
agrochemical Usaha Industri serat Struktur pasar
Industri agro tanaman alam: tekstil Kebijakan
otomotif perkebunan Industri perdagangan
kehutanan biofarma
Usaha Industri wisata,
Peternakan estetika
perikanan

Sub Sistem Jasa dan Penunjang


Keuangan: perkreditan, pembiayaan, permodalan dan asuransi
Penelitian dan pengembangan
Pendidikan dan penyuluhan
Transportasi dan pergudangan

Gambar 1 Lingkup Pengembangan Sistem Agribisnis


Sumber : Saragih, 2010.
10

Konsep Dayasaing
Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut.
Pengertian daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk
memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara
lain (Porter, 1990).
Simanjuntak (1992) dalam Siregar (2009) mengatakan bahwa dayasaing
dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu
produk dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi
di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pada dasarnya,
pembangunan agribisnis merupakan suatu upaya untuk meningkatkan dayasaing
yang dilakukan melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan
bersaing (competitive advantage). Pendekatan yang sering digunakan untuk
mengukur dayasaing suatu komoditi di suatu negara dilihat dari dua indicator
yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Konsep Keunggulan Komparatif


Pada tahun 1817 David Ricardo menerbitkan buku berjudul Principles of
political Economy and Taxation yang berisi penjelasan mengenai hukum
keunggulan komparatif. Hukum ini merupakan salah satu hukum perdagangan
internasional yang paling penting dan merupakan hukum ekonomi yang masih
belum mendapat tantangan dari berbagai aplikasi dalam praktek.
David Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatifnya pada
sejumlah asumsi yang disederhanakan yaitu (1) hanya terdapat dua negara dan dua
komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang
sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya
produksi constant, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan
teknologi, dan (7) menggunakan teori tenaga kerja. Sementara asumsi satu sampai
enam dapai diterima dengan mudah, asumsi tujuh tidaklah berlaku dan seharusnya
tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.

Keunggulan Kompetitif (Teori Berlian Porter)


Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi
perekonomian aktual. Secara operasional, Simatupang dalam Siregar (2009)
menyebutkan bahwa keunggulan kompetitif adalah kemampuan memasok barang
dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen, baik di pasar
domestik maupun pasar internasional, pada harga yang sama atau lebih rendah
dibandingkan yang ditawarkan oleh pesaing, seraya memperoleh laba paling tidak
sebesar ongkos penggunaan (opportunity cost) sumberdaya. Kondisi ini
menyebabkan keunggulan kompetitif tidak saja ditentukan oleh keunggulan
komparatif (menghasilkan barang lebih murah dibandingkan dengan pesaing),
tetapi juga ditentukan oleh kemampuan untuk memasok produk dengan atribut
(karakter) yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Porter (1990) melakukan studi kasus di 10 negara maju untuk mengkaji
daya saing (competitiveness) dari perspektif mikro (perusahaan) ke perspektif
daya saing negara. Konsep Porter ini dikenal sebagai Diamond of Competitive
Advantage atau teori Porters Diamond. Keunggulan kompetitif suatu negara
11

ditentukan oleh empat faktor yang harus dipunyai suatu negara untuk bersaing
secara global. Keempat faktor tersebut adalah faktor-faktor produksi (factor
condition), keadaan permintaan dan tuntutan mutu (demand condition), industri
terkait dan pendukung yang kompetitif (related supporting industry) dan juga
faktor struktur, strategi serta persaingan perusahaan. Selain keempat faktor
penentu tersebut ditambah juga oleh dua faktor eksternal yaitu sistem
pemerintahan (government) dan kesempatan (chance events). Secara bersama
faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing
yang disebut model The National Diamond.

Firm strateg, structure and Goverment


Chance
rivalry

Factor conditions Demand conditions

Goverment Related and supporting Chance


industries

Gambar 2 Porters Diamond


Sumber : Porter, 1990

Porter juga memasukkan dua variabel di luar model, yaitu peranan


pemerintah dan peranan kesempatan yang turut akan mempengaruhi model,
dimana peran pemerintah menjadi faktor penting dalam meningkatkan dayasaing
melalui kebijakan. Tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan keunggulan
bersaing secara langsung. Peran pemerintah dalam meningkatkan daya saing
adalah dengan memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki
kondisi faktor daya saing sehingga bisa didayagunakan secara aktif dan efisien.
Sementara itu peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun
pemerintah, namun dapat mempengaruhi daya saing seperti adanya penemuan
baru.
Setiap atribut yang terdapat dalam Teori Berlian Porter memiliki poin-poin
penting yang menjelaskan secara detail atribut yang ada, dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Factor Condition (Kondisi Faktor)
Kondisi faktor yaitu posisi negara dalam hal penguasaan faktor produksi
merupakan syarat kecukupan untuk bersaing. Sumber daya merupakan faktor
produksi yang penting untuk bersaing. Sumber daya digolongkan menjadi lima
kelompok, yaitu : (i) sumber daya manusia; (ii) sumber daya fisik seperti
aksesbilitas; (iii) sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK); (iv)
12

sumber daya modal; dan (v) sumberdaya infrastruktur. Tenaga kerja yang
terampil ditunjang dengan penguasaan IPTEK, ketersediaan bahan mentah
merupakan keunggulan kompetitif suatu negara yang juga didukung oleh
kemudahaan dalam memperoleh modal dan kondisi infrastruktur yang memadai.

i. Sumberdaya Fisik atau Alam


Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing
industri nasional mencakup biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi),
ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya), peternakan,
serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak
dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis,
kondisi topografis, dan lain-lain.
ii. Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional
terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan
keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan
etika kerja (termasuk moral).
iii. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar,
pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan
dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber
pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan
pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan
penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan
dan teknologi lainnya.
iv. Sumberdaya Modal
Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari
jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal),
aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan,
tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter dan fiskal,
serta peraturan moneter dan fiskal.
v. Sumberdaya Infrastruktur
Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari
ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi
persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, pembayaran
transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

2. Demand Condition (Kondisi Permintaan)


Kondisi permintaan mempengaruhi besarnya dayasaing suatu komoditi
atau produk, dimana kondisi permintaan dapat berasal dari pasar domestik dan
pasar internasional. Kondisi ini berperan penting dalam meningkatkan dayasaing,
karena ketika permintaan semakin besar, maka akan semakin besar juga produsen
mencoba untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut dan bersaing melalui
inovasi produk dan peningkatan kualitas. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang
mempengaruhi dayasaing yaitu:
13

i. Komposisi Permintaan Domestik


Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing
industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi:
a) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu dayasaing industri
nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh
dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan
dengan struktur segmen yang sempit.
b) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan
kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi
standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features,
dan pelayanan.
c) Antisispasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri
merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan dayasaing.
ii. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat
persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat
pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan
permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi
pasar lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri
dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan
membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan
produktivitas.
iii. Internasionalisasi Permintaan Domestik
Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong
dayasaing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar
negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengu
njungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya dayasaing
produk negeri yang dikunjungi tersebut.

3. Related and Supporting Industries (Industri Pendukung dan Industri Terkait)


Industri terkait dan industri pendukung yaitu keadaan para penyalur dan
industri pemasok (pendukung) dan lainnya dalam suatu negara sangat berkaitan
dengan kemampuan daya saing industri domestik. Ketika industri pendukung
mampu bersaing secara kompetitif, perusahaan dapat menikmati biaya dengan
lebih efektif dan input yang inovatif. Keberadaan industri pendukung dan industri
terkait yang memiliki dayasaing juga akan mempengaruhi dayasaing industri
utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi
industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan
yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri
utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang
tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai
bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri
hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global.
4. Struktur, Persaingan, dan Strategi Perusahaan
Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan dayasaing yang
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut.
Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk
14

melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan


struktur industri yang bersaing. Struktur perusahaan yang berada dalam industri
sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola
dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun
internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan
dayasaing global industri yang bersangkutan.

5. Peran Pemerintah
Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya
peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu
dayasaing. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong
perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan
meningkatkan dayasaing.
Pemerintah juga dapat berperan sebagai regulator yang mempengaruhi
aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui
kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan
modal, sumberdaya ilmu pengetahuan, dan teknologi serta informasi. Pemerintah
juga dapat mendorong peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk
nasional, standar upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait
lainnya. Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik, baik
secara tidak langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya
maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa.
Kebijakan penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif, pajak, dan lain-lainnya yang
juga menunjukkan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam
meningkatkan dayasaing global.
Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing global melalui
kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi
pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing.

6. Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali
perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global industri
nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya dayasaing
global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya
perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadinya perubahan harga minyak
atau depresiasi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang
bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh
negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya.

Kerangka Pemikiran Operasional

Permasalahan yang menyebabkan dayasaing kopi Indonesia masih rendah


dibandingkan dengan negara produsen utama kopi dunia adalah kualitas dan
produktivitas kopi Indonesia yang masih rendah. Selain itu konsumsi kopi
domestik yang rendah sehingga kopi yang diserap oleh domestik dibanding
dengan kopi yang diekspor dari total produksi kopi nasional. Meningkatkan daya
saing industri pengolahan kopi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
15

nilai tambah dan konsumsi dalam negeri yang masih rendah. Selama kurun waktu
2008-2011 jumlah konsumsi kopi dalam negeri hanya 34,41 persen dari total
produksi dan jumlahnya tetap. Tentunya hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi
industri kopi dalam negeri, selain itu juga merupakan tantangan bagi industri kopi
untuk merangsang daya beli masyarakat agar lebih meningkatkan konsumsi kopi.
Sementara itu dipasar internasional, masuknya Vietnam sebagai negara produsen
kopi menggeser posisi Indonesia menjadi urutan ke empat dunia.
Gambaran di atas menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisis
kondisi agribisnis kopi Indonesia saat ini, kemudian melakukan analisis dayasaing
agribisnis kopi Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan untuk
meningkatkan dayasaing tersebut. Analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian
Porter dilakukan dengan tujuan mengetahui kesiapan agribisnis kopi Indonesia
dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Sementara perumusan
strategi dilakukan dengan menggunakan alat analisis Matriks SWOT dengan
tujuan memperoleh strategi yang mampu mengoptimalkan kekuatan dan segala
peluang yang ada sehingga kelemahan dan ancaman yang dihadapi dapat
diminimalisir akibatnya.
16

POTENSI :
Indonesia Eksportir Kopi Keempat Terbesar di Dunia
Indonesia Salah Satu Produsen Kopi Robusta Terbesar Dunia
Banyaknya Perusahaan Kopi Olahan di Indonesia
Indonesia memiliki Beberapa Kelompok Kopi spesial

PERMASALAHAN :
Tingkat Konsumsi Kopi Per Kapita Masyarakat Indonesia
Rendah dibanding dengan Negara-negara Pengimpor Kopi
Produktivitas dan Mutu Kopi Indonesia yang Rendah
Industri Hilir Skala Kecil Keterbatasan Sarana dan Prasarana
Produksi Kopi Arabika yang Rendah

AGRIBISNIS KOPI
INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING 6 KOMPONEN


RCA AGRIBISNIS KOPI BERLIAN
INDONESIA PORTER

RUMUSAN STRATEGI
PENGEMBANGAN AGB
(SWOT)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional

4 METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan informan dengan
pertimbangan pada kebutuhan data yang ingin diperoleh terkait dengan
mendeskripsikan enam komponen dalam Berlian Porter sebagai analisis dayasaing
secara kompetitif dan perumusan strategi pengembangan agribisnis kopi.
17

Pemilihan informan menggunakan metode purposive sampling. Informan tersebut


berasal dari peneliti Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kota Bogor,
Balai Besar Industri Agro Kota Bogor dan Pengusaha Kopi Olahan. Data
sekunder yang digunakan berupa data time series dalam kurun waktu 7 tahun
(2008-2013). Kopi yang menjadi objek penelitian adalah biji kopi yang belum
disangrai dan belum dihilangkan kafeinnya.
Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data ekspor, impor, harga,
luas areal dan produktivitas kopi yang bersumber dari Badan Pusat Statistik,
Departemen Pertanian, Internasional Coffee Organization (ICO), Jurnal, Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen
Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen Pertanian, serta informasi-
informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-
buku literatur, perpustakaan LSI, dan internet.

Table 1 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan

No. Jenis Data Sumber Data


1. Jumlah Produksi Kopi Indonesia, Brazil, ICO
Vietnam, Kolombia, Ethiopia
2. Jumlah Konsumsi Kopi Dunia ICO
3. Jumlah Ekspor dan Impor Kopi Dunia ICO
4. Luas Areal Perkebunan dan Produksi Kopi AEKI
5. Seluruh Indonesia Menurut Penguasaan AEKI
Lahan
6. Nilai Ekspor Kopi Dunia dan Indonesia UN Comtrade
(http://comtrade.un.org)
7. Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia AEKI
8. Jumlah Ekspor Kopi Indonesia ke AS, Statistik Perdagangan Luar
Jepang, dan Jerman Negeri, Kementerian
Perdagangan
9. Jumlah Ekspor Kopi Indonesia berdasarkan AEKI
Jenis
10. Pangsa Pasar 4 Perusahaan Kopi Olahan Majalah SWA diakses
melalui internet

Metode Analisis

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode


deskriptif kualitatif maupun kuantitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan
untuk mengetahui gambaran umum agribisnis kopi di Indonesia, dayasaing
agribisnis kopi di Indonesia di analisis secara komparatif menggunakan metode
RCA, sedangkan secara kompetitif dengan enam komponen dalam Teori Berlian
Porter. Deskripsi enam komponen Belian Porter dengan data kualitatif berasal dari
berbagai literatur dan interview dengan peneliti dari Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian Bogor, Balai Besar Industri Agro Bogor serta pengusaha kopi
olahan. Deskripsi enam komponen Berlian Porter kemudian menjadi rujukan bagi
analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang pada akhirnya
18

digunakan sebagai rumusan strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia.


Analisis konsentrasi pasar digunakan untuk menganalisis struktur empat
perusahaan besar kopi olahan di Indonesia.

Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif


Analisis deskriptif yaitu analisis kasus, kondisi sosial, perilaku manusia
dan sebagainya dengan cara memberikan penjelasan secara naratif. Analisis
deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan menjabarkan kondisi
secara umum agribisnis kopi Indonesia dari hulu ke hilir. Selain itu, akan di
deskripsikan juga hasil pengolahan analisis data kuantitatif berupa interprestasi
hasil. Data yang dianalisis secara deskriptif di narasikan dalam bentuk alinea.

Revealed Comparative Advantage (RCA)


Menurut Tambunan (2001), keunggulan komparatif dapat diukur salah
satunya dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) yang
membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu tersebut di pasar dunia.
Dalam penelitian ini nilai RCA di definisikan bahwa jika pangsa ekspor
komoditi kopi di dalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar
dibandingkan pangsa pasar ekspor komoditi kopi didalam total ekspor komoditi
dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam
produksi dan ekspor komoditi kopi.
Tujuan penggunaan indeks RCA dalam penelitian adalah untuk
mengetahui posisi komparatif Indonesia diantara negara-negara produsen kopi
lainnya di pasar kopi internasional. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor
suatu produk (kopi) terhadap total ekspor suatu wilayah (Indonesia) yang
kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor kopi dunia terhadap total nilai
ekspor dunia. RCA dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :
RCAij = Keunggulan komparatif (daya saing) kopi Indonesia
Xij = Nilai ekspor komoditas i (kopi) negara j tahun ke t
i Xij = Total nilai ekspor seluruh komoditas negara j
j Xij = Total nilai ekspor komoditas i (kopi) dunia
ij Xij= Total nilai ekspor untuk seluruh komoditas dunia

Bila suatu negara memiliki nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1),
maka dapat dikatakan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam
produk yang terkait dan berdaya saing kuat. Apabila nilai RCA kurang dari 1
mengindikasikan kerugian komparatif dalam produk terkait dengan kata lain
menunjukkan daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA-nya maka
semakin tangguh daya saingnya. Indeks RCA merupakan perbandingan antara
nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA
adalah sebagai berikut :
Indeks RCA
19

Dimana :
RCA t = nilai RCA tahun sekarang (t)
RCA t -1 = nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)

Nilai indeks RCA berkisar dari nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA
sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja kopi Indonesia
di pasar internasional tahun sekarang sama dengan tahun sebelumnya. Nilai
indeks RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan RCA atau kinerja kopi
Indonesia di pasar internasional sekarang lebih rendah dari pada tahun
sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan
RCA atau kinerja kopi Indonesia di pasar internasional sekarang lebih tinggi dari
pada tahun sebelumnya.
Keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak pengaruh campur
tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif yang jelas
suatu produk dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya yaitu :
1. Mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik
dan perkembangannya.
2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang
berlangsung tersebut sudah optimal.
3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk - produk yang berpotensi di
masa yang akan datang.

Analisis Konsentrasi Pasar


Untuk menganalisis tingkat konsentrasi pasar yang dihadapi perusahaan
kopi olahan di Indonesia dapat dilakukan dengan alat analisis Concentration Ratio
(CR). Concentration Ratio digunakan untuk mengukur persentase pangsa pasar.
Nilai concentration ratio yang banyak digunakan adalah CR4 dan CR8 yang
merupakan output pasar yang dihasilkan oleh 4 atau 8 produsen terbesar dalam
industri. Dalam penelitian ini, rasio konsentrasi pasar yang digunakan adalah
CR4 yang dipegang oleh (dikonsentrasikan dalam) empat perusahaan kopi
nasional dengan pangsa pasar terbesar. Rasio konsentrasi pasar (CR4) di
rumuskan sebagai berikut:

CR4 = Sij1 + Sij2 + Sij3 + Sij4

Dimana,
CR4 = Nilai konsentrasi pasar 4 perusahaan kopi terbesar di Indonesia
Sij = Pangsa pasar perusahaan kopi olahan di Indonesia

Berdasarkan rasio konsentrasinya, struktur pasar dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:
1. Struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition) ditunjukkan dengan
rasio konsentrasi yang sangat rendah.
2. Struktur pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition)
ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi untuk empat produsen terbesar
(CR ) di bawah 40 persen.
4
20

3. Struktur pasar oligopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi empat


produsen terbesar (CR ) di atas 40 persen.
4
4. Struktur pasar monopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi empat
produsen (CR ) mendekati 100 persen.
4

Teori Berlian Porter


Dalam penelitian ini dianalisis kondisi kopi Indonesia ke dalam enam
komponen yang terdapat dalam teori Belian Porter.Enam komponen itu adalah :
(1) Kondisi Faktor, (2) Kondisi Permintaan Domestik, (3) Industri terkait dan
Industri Pendukung, (4) Struktur, Persaingan dan Strategi, (5) Peran Pemerintah
dan (6) Peran Kesempatan. Deskripsi enam faktor ini berdasarkan berbagai
literatur dan wawancara dengan pihak yang dianggap memahami kondisi
agribisnis kopi Indonesia yaitu pengusaha kopi, Peneliti dari Pusat Sosial
Ekonomi Bogor dan Kebijakan Pertanian dan Balai Besar Industri Agro Bogor.
Setelah diketahui faktor-faktor dalam Sistem Berlian Porter. Enam komponen ini
nantinya akan digunakan untuk merumuskan kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang nantinya digunakan dalam strategi SWOT.

Matriks Faktor Strategi Internal dan Eksternal (IFAS dan EFAS)


Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Strategy) digunakan untuk mengetahui
fakor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dianggap penting. Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari
beberapa fungsional perusahaan misalnya dari aspek manajemen keuangan, SDM,
pemasaran, sistem informasi dan produksi atau operasi (Rangkuti, 2000).
Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis Strategy) digunakan untuk
mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan data eksternal dikumpulkan
untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya,
demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan
dipasar industri dimana perusahaan berada, serta data eksternal relevan lainnya.
Hal ini penting karena faktor eksternalnya berpengaruh secara langsung maupun
tidak langsung terhadap perusahaan. Menurut Rangkuti (2000) sebelum membuat
matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor
strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi
eksternal dan internal (EFAS dan IFAS) :

1. Susunlah dalam kolom satu (lima sampai dengan sepuluh peluang dan
ancaman, kekuatan dan kelemahan). Beri bobot masing-masing faktor dalam
kolom dua, mulai dari 1.0 (sangat penting sampai dengan 0.0) (tidak penting).
2. Hitung rating (dalam kolom tiga) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari empat (outstanding) sampai dengan satu (poor).
Pemberian nilai rating untuk faktor peluang dan kekuatan bersifat positif
(peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil,
diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman dan kelemahan adalah
kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancaman sangat besar, rating-nya adalah
satu. Sebaliknya, jika ancamannya sedikit rating-nya empat.
3. Kalikan bobot pada kolom dua dengan rating pada kolom tiga, untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom empat.
4. Gunakan kolom lima untuk memberikan komentar atau catatan.
21

5. Jumlahkan nilai pembobotan (pada kolom empat) untuk memperoleh total nilai
pembobotan bagi perusahaan bersangkutan. Skor total 4.0 mengindikasikan
bahwa perusahaan merespons dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-
peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman dipasar industrinya.
Sementara itu, skor total sebesar 1.0 menunjukkan bahwa perusahaan tidak
memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-
ancaman eksternal. Nilai bobot adalah 0.20 adalah sangat kuat, 0.15 diatas rata-
rata, 0.10 adalah rata-rata, 0.5 adalah di bawah rata-rata.

Analisis SWOT
Matriks SWOT (Rangkuti, 2000) merupakan alat pencocokan strategi yang
dilakukan berdasarkan pengembangan empat jenis strategi, yaitu SO Strategy
(Strategi Kekuatan-Peluang), ST Strategy (Strategi Kekuatan-Ancaman), WO
Strategy (Strategi Kelemahan-Peluang), dan WT Strategy (Strategi Kelemahan-
Ancaman).
SO Strategy memanfaatkan kekuatan internal dari sistem agribisnis kopi
untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. ST Strategy menggunakan
kekuatan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. WO
Strategy memperbaiki kelemahan sistem agribisnis kopi dengan cara mengambil
keuntungan dari peluang eksternal. WT Strategy merupakan taktik defensive yang
diarahkan untuk mengurangi kelemahan sistem agribisnis kopi serta menghindari
ancaman eksternal (David 2006). Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
menyusun Matriks SWOT :
a. Tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan internal kunci agribisnis kopi
Indonesia.
b. Tentukan faktor-faktor peluang dan ancaman eksternal agribisnis kopi
Indonesia.
c. Tentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis
agribisnis kopi Indonesia.
d. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan SO
Strategy.
e. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan ST
Strategy.
f. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
WO Strategy.
g. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
WT Strategy.

5 AGRIBISNIS KOPI INDONESIA

Perdagangan Kopi Dunia


Produksi Kopi Dunia
Seluruh negara dalam dunia yang memproduksi kopi ada sebanyak 49
negara. 39 negara tergabung sebagai anggota ICO sedangkan 10 lainnya tiak
tergabung dalam ICO. Lima negara produsen utama kopi dunia sejak tahun 2008
22

sampai dengan 2013 adalah Brazil, Vietnam, Indonesia, Kolombia dan Ethiopia.
Jumlah perkembangan produksi kopi dunia dari tahun 2008 sampai dengan 2013
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah Produksi Negara-negara Produsen Utama Kopi Dunia Tahun


2008-2013 (000 Ton)
Negara 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata (%)
Brazil 2 760 2 368 2 886 2 609 3 050 2 949 2 770 34.28
Vietnam 1 106 1 070 1 168 1 337 1 322 1 650 1 275 15.79
Indonesia 698 683 687 634 748 728 696 8.62
Colombia 520 486 512 459 625 654 543 6.72
Ethiopia 297 416 450 408 374 396 390 4.83
Dunia 7 718 7 377 7 979 7 937 8 726 8 743 8 080 100.00
Sumber : Diolah dari ICO 2014

Berdasarkan tabel di atas, Brazil merupakan negara tertinggi yang


memproduksi kopi dengan rata-rata setiap tahunnya dalam kurun waktu 2008
sampai dengan 2013 adalah sebesar 2 770 000 ton atau 34.28 persen terhadap total
dunia, dengan kecenderungan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara
Indonesia menduduki peringkat ke tiga selama kurun waktu 2008 sampai 2013
dengan jumlah produksi rata-rata tiap tahunnya adalah 696 000 ton atau sebesar
8.62 persen terhadap total dunia.

3,500

3,000

2,500
Produksi (000 Ton)

Brazil
2,000 Vietnam
Indonesia
1,500
Colombia
1,000 Ethiopia

500

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4 Kurva Perkembangan Produksi Lima Negara Produsen Kopi Utama
Dunia Tahun 2008-2013
Sumber : Diolah dari ICO 2014
23

Persentase perubahan rata-rata kopi dunia sejak tahun 2008 sampai 2013
adalah sebesar 0,02 persen. Lebih jelasnya perkembangan produksi dunia dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini.

9,000
Produksi (000 Ton)

8,500
8,000
7,500
7,000
6,500
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Gambar 5 Perkembangan Produksi Kopi Dunia Tahun 2008-2013


Sumber : Diolah dari ICO 2014

Pada Gambar 5 diketahui bahwa terjadi fluktuasi jumlah produksi kopi


dunia pada tahun 2008 sampai 2013. Namun demikan tren pergerakan kurva
tersebut menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Penurunan produksi di
tahun 2011 dikarenakan penurunan produksi kopi di Brazil, hal ini terkait dengan
siklus produksi kopi tahunan dimana setelah produksi meningkat pesat di tahun
sebelumnya (2010) akan diikuti penurunan produksi di tahun berikutnya. Produksi
mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2012 yaitu sebesar
8 726 000 ton atau 9.04 persen dikarenakan siklus produksi yang naik di Brazil
sebagai negara produsen kopi terbesar di dunia juga adanya program ekpansi
produksi kopi di negara penghasil kopi seperti Amerika Latin, Afrika dan Asia,
sedangkan terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 7 377 000 ton.

Konsumsi Kopi Dunia


Kopi merupakan jenis minuman kedua yang paling banyak dikonsumsi
masyarakat dunia setelah air mineral. Kondisi kopi dunia tahun 2009 sampai
2013 tumbuh positif walaupun perekonomian dunia masih diterpa krisi Eropa.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di kawasan Asia dan Amerika Latin diikuti
dengan kenaikan penghasilan masyarakat kelas menengah, menunjang
meningkatnya konsumsi kopi di dunia.
24

8700
8600
8500
Konsumsi (000TON)

8400
8300
8200
8100
8000
7900
7800
7700
2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Gambar 6 Perkembangan Konsumsi Kopi Dunia Tahun 2009-2013


Sumber : Diolah dari ICO, 2014

Berdasarkan kurva perkembangan konsumsi kopi dunia di atas, tren


konsumsi kopi dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya (2009-2013) dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 1.7 persen, sehingga menurut ICO tahun 2015
diperkirakan konsumsi kopi dunia mencapai 9.3 juta ton. Hal ini disebabkan
adanya perubahan dalam pola konsumsi kopi dunia, yang bergeser dari coffee
shop ke rumah.

Ekspor Kopi Dunia


Perkembangan ekspor kopi dunia tidak terlepas dari perkembangan
produksi kopi masing-masing negara di dunia. Pasalnya, tergantung kebijakan
negara masing-masing untuk mengekspor berapa persen dari total produksi kopi.
Pada dasarnya, jika produksi kopi di suatu negara tertentu meningkat maka
volume ekspor dari negara tersebut juga akan meningkat.
Brazil sebagai negara eksportir kopi terbesar dunia, mengalami
perkembangan yang fluktuatif selama kurun waktu 2009-2012 dengan rata-rata
ekspor setiap tahunnya adalah 1 876 260 ton atau sekitar 30.56 persen terhadap
total ekspor kopi dunia. Berikut merupakan grafik perkembangan ekspor kopi
dunia tahun 2009 sampai 2012.
25

7,000
6,800
Eksport (000Ton) 6,600
6,400
6,200
6,000
5,800
5,600
5,400
5,200
5,000
2009 2010 2011 2012
Tahun

Gambar 7 Perkembangan Ekspor Kopi Dunia Tahun 2009-2012


Sumber : Diolah dari ICO, 2013

Negara di kawasan Asia, Amerika Latin, Karibia, dan Afrika merupakan


negara produsen dan pengekspor kopi dunia. Empat besar negara pengekspor
utama kopi dunia adalah Brazil, Vietnam, Indonesia, Kolombia. Nilai ekspor ke
empat negara tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

9E+09
8E+09
7E+09
6E+09
Brazil
5E+09
Vietnam
4E+09
Indonesia
3E+09
Kolombia
2E+09
1E+09
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 8 Perkembagan Empat Negara Pengeskpor Kopi Terbesar Dunia Tahun


2008-2012
Sumber : Diolah dari Comtrade

Import Kopi Dunia


Amerika merupakan negara importir utama kopi pada kurun waktu 2009
sampai 2012 dengan rata-rata impor setiap tahunnya adalah sebesar 1 510 555 ton
atau 23.57 persen dari total impor kopi dunia. Jerman adalah negara importer kopi
26

kedua setelah Amerika dengan rata-rata impor kopi per tahunnya adalah
1 259 180 ton atau sebesar 19.65 persen dari total impor kopi dunia. Kemudian
Italia, Jepang, dan Prancis yang masing-masing mengimpor kopi rata-rata setiap
tahunnya adalah 7.83 persen, 6.70 persen, dan 6.35 persen terhadap total impor
kopi dunia.

6600
6550
6500
Impor (000 Ton)

6450
6400
6350
6300
6250
6200
6150
2009 2010 2011 2012
Tahun

Gambar 9 Perkembangan Import Kopi Dunia Tahun 2009-2012


Sumber : Diolah dari ICO, 2013

Kelembagaan Kopi Dunia


International Coffee Organization (ICO) didirikan pada tahun 1963
merupakan suatu organisasi yang anggotanya terdiri tiga macam yaitu, negara-
negara yang ikut menandatangi perjanjian, negara-negara importir kopi, dan
negara-negara eksportir kopi dengan tujuan mempromosikan, mendorong dan
meningkatkan konsumsi kopi.
Ekspor kopi diatur oleh peraturan-peraturan dari Organisasi Kopi
Internasional (International Coffee Organization). Pelaksanaan ekspor kopi oleh
Indonesia, sebagai salah satu produsen dan pengekspor kopi anggota ICO juga
berdasarkan pada peraturan-peraturan dari ICO. Disamping peraturan-peraturan
dari ICO, kegiatan ekspor kopi Indonesia juga diatur melalui Surat Keputusan
Menteri Perdagangan No. 04/ KP/ I/ 78 tanggal 4 Januari 1978 (Suryono, 1991).
Kuota ekspor kopi yang diperoleh dari ICO dibagikan kepada eksportir
kopi yang telah terdaftar di wilayah-wilayah penghasil kopi di seluruh Indonesia
berdasarkan surat keputusan dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Distribusi jatah ekspor kepada para eksportir kopi yang telah terdaftar diatur
dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 85/KP/ III/ 86 tanggal 7 Maret
1986 tentang Ketentuan Jatah Nasional Ekspor Kopi (Suryono 1991). Jatah ekspor
kopi nasional tersebut diperhitungkan berdasarkan besarnya produksi kopi di
dalam negeri dikurangi konsumsi domestik serta penyediaan penyangga yang
perlu dipertahankan.
Berdasarkan data Bank Rakyat Indonesia pada tahun 1987, negara tujuan
ekspor kopi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) negara anggota ICO atau
negara kuota sebanyak 22 negara, antara lain Jepang, Amerika Serikat, Italia,
27

Jerman, Australia, Selandia Baru, Belanda dan lain-lain dan (2) negara non
anggota ICO atau negara non kuota yang mencapai sekitar 44 negara, antara lain
RRC, Korea Selatan, Maroko, Taiwan, Bulgaria, Mesir, Kuwait, Kuba dan lain-
lain (Suryono 1991).
Melihat kondisi yang tidak menguntungkan lagi, maka Negara-negara
produsen yang tergabung dalam ICO membentuk asosiasi baru yang bertujuan
agar campur tangan produsen di pasar dapat terus berlangsung. Asosiasi ini
bernama Association Of Coffee Producing Countries (ACPC). ACPC dibentuk
untuk menciptakan bargaining position negara produsen kopi, namun hal ini
berlawanan dengan ketentuan WTO yang menganut sistim perdagangan bebas
yang seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.

Agribisnis Kopi Indonesia


Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada
periode antara tahun 1696-1699. Penanaman tanaman ini mula-mula hanya
bersifat coba-coba (penelitian), tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang
oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka VOC
menyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah agar penduduk menanamnya.
Tanaman kopi sudah diusahakan sejak masa penjajahan Belanda yaitu
pada tahun 1669 dengan jenis Kopi Arabika. Namun tanaman kopi baru berhasil
dibudidayakan pada tahun 1699, setelah Belanda menduduki Pulau Jawa. Dari
Pulau Jawa kopi menyebar ke Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali dan Timor. Sejak
itulah tanaman kopi mulai berkembang dan diusahakan dalam perkebunan besar
maupun rakyat (Spillane, 1990).
Kopi jenis Arabika merupakan jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan
di Indonesia. Kopi jenis ini menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda yang
dikenal dengan nama Kopi Jawa atau Java Coffee. Setelah hampir 100 tahun Java
Coffee menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda, pasca tahun 1876 terjadi
penurunan produksi kopi jenis Arabika akibat serangan penyakit jamur Hemileia
Vastratix B. Akibat penyakit ini, produksi kopi menurun sebesar lebih dari 60
persen. Untuk mengantisipasi kekurangan produksi kopi, maka sejak tahun 1900
pemerintah Belanda membudidayakan kopi jenis Robusta setelah sebelumnya
gagal membudidayakan kopi jenis Liberika. Kopi jenis Robusta yang relatif tahan
penyakit kemudian berkembang hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Pada pasca
perang dunia kedua, Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbesar ketiga
dunia, setelah Brazil dan Kolombia (Lubis, 2002).
Kopi jenis Robusta ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan
daerah sentra produksi di pulau Sumatera adalah Sumatera Selatan, Lampung dan
Sumatera Utara, sedangkan di pulau Jawa berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur
(Turnip, 2002). Kopi jenis Arabika masih dibudidayakan tetapi ditanam hanya di
wilayah tertentu saja yang dianggap memenuhi persyaratan tumbuh kopi jenis
Arabika, yaitu NAD, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Timur (Sihotang, 1996).

Subsitem Hulu
Kegiatan budidaya tanaman kopi dimulai dengan penanaman bibit kopi
ataupun stek pada batang kopi. Perkembangbiakan dengan benih umumnya
dilakukan pada jenis kopi arabika, sedangkan robusta lebih sering diperbanyak
28

secara vegetatif atau buatan. Tahap pertama yang harus diperhatikan dalam
perbanyakan stek adalah memilih bahan tanaman sebagai induk pohon kopi yang
akan dikembangkan, kopi robusta biasanya menggunakan klon. Klon yang
dianjurkan oleh Pusat Kopi dan Kakao (ICCRI) diantaranya BP 308, BP 42, BP
358, BP 409, SA 436, BP 234, BP 939, BP 288, BP 534, BP 936 dan SA 203.
Sumber klon bisa didapatkan di balai-balai penelitian atau toko bibit.
Kopi robusta mempunyai sifat penyerbukan silang, oleh karena itu teknik
budidaya yang dianjurkan adalah system poliklonal yang merupakan
pembudidayaan pohon kopi dari banyak klon. Biasanya satu hamparan kebun
terdiri dari tiga sampai empat klon.
Tanaman kopi memerlukan pupuk sebagai sumber hara, namun petani
sering melupakan perlakuan ini, khususnya setelah tanaman kopi mulai panen.
Pemupukan yang baik adalah dilakukan dua kali dalam setahun atau tergantung
kebutuhan dalam proses pengembangan buah kopi. Jenis pupuk yang digunakan
biasanya urea, TSP dan KCL. Pemanenan dilakukan ketika biji kopi sudah
berwarna merah tua. Tanaman kopi robusta biasanya sudah berproduksi pada
umur 2.5 tahun, sedangkan arabika pada umur tiga tahun.

Subsistem Usahatani (On Farm)


Subsistem usahatani kopi adalah kegiatan menggunakan sarana yang
dihasilkan dari subsistem hulu untuk menghasilkan biji kopi. Sekitar 96 persen
dari luas areal tersebut adalah perkebunan rakyat. Sentra-sentra perkebunan kopi
di Indonesia antara lain Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Aceh, Sumatera
Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Timor Timur (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2005). Produksi kopi Indonesia saat ini telah mencapai rata-rata
650 000 ton per tahun, dimana 10 000 ton (1.5 persen) dihasilkan dari sektor
perkebunan swasta, 15 000 ton per tahun dari perkebunan Negara (2.3 persen).

Table 3 Luas Areal Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan


Lahan Tahun 2008-2014 (Ha)
Tahun PR PBN PBS Jumlah Laju %
2008 1 236 842 22 442 35 826 1 295 110 -
2009 1 217 506 22 794 25 935 1 266 235 -0.023
2010 1 162 810 22 681 24 873 1 210 364 -0.046
2011 1 245 176 22 873 24 916 1 292 965 0.064
2012 1 258 029 22 908 24 958 1 305 895 0.010
2013 1 278 706 24 942 27 352 1 331 000 0.019
2014* 1 300 802 25 373 27 825 1 354 000 0.017
Laju Perubahan Rata-rata 0.007
Sumber : Diolah dari AEKI, 2014
*Angka Sementara

Dilihat tabel hasil penelitian di atas, sejak tahun 2008 sampai 2014
menunjukkan bahwa luas areal perkebunan kopi banyak diusahakan oleh
Perkebunan Rakyat (PR) dengan jumlah rata-rata seluas 1 242 839 hektar atau
sebesar 96 persen dari total luas areal perkebunan kopi. Komoditas kopi yang
banyak di usahakan di Indonesia adalah kopi dari jenis Robusta, dimana sejak
29

tahun 2011 total areal perkebunan kopi mengalami peningkatan menjadi


1 245 176 hektar, dan yang ditanami Robusta seluas 1.01 juta hektar atau 81
persen dari total areal perkebunan kopi dan sisanya ditanami jenis kopi Arabika.
Berikut merupakan produksi kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014.

Tabel 4 Produksi Kopi Indonesia Tahun 2008-2014 (Ton)


Tahun PR PBN PBS Jumlah Laju %
2008 669 942 17 332 10 742 698 016 -
2009 653 918 14 387 14 385 682 690 -0.0224
2010 657 909 14 065 14 947 686 921 0.0062
2011 604 840 14 164 14 987 633 991 -0.0835
2012 718 903 14 188 15 018 748 109 0.1525
2013 697 253 14 906 15 841 728 000 -0.0276
2014* 706 690 15 213 16 097 738 000 0.0135
Rata-rata 672 779 14 894 14 574 702 247 0.0064
Sumber : Diolah dari AEKI, 2014
*Angka sementara

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah rata-rata produksi


kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014 adalah sebesar 702 247 ton setiap
tahunnya atau hanya sebesar 8.69 persen dari total produksi kopi dunia, dengan
laju perubahan rata-rata jumlah produksi kopi setiap tahunnya sebesar 0.006
persen. Permasalahan yang dihadapi subsistem hulu kopi Indonesia adalah
kurangnya pengetahuan penanganan pasca panen (cara tradisional), sehingga mutu
biji kopi sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi rendah.

Subsistem Hilir (Pengolahan)


Kopi yang dihasilkan dari industri kopi pada umumnya adalah berupa kopi
bubuk dan kopi instan. Industri pengolahan kopi pada umumnya digolongkan
menjadi tiga bagian yaitu industri kopi olahan skala kecil, industri kopi olahan
skala menengah dan industri kopi olahan skala besar.
Industri kopi olahan skala kecil, bersifat industri rumah tangga yang
tenaga kerjanya merupakan anggota keluarga yang melibatkan beberapa
karyawan, dengan pemasaran produk di warung, atau pasar sekitar tempat
produksi dengan merek ataupun tanpa merek dagang. Industri kopi skala
menengah merupakan industri yang menghasilkan kopi bubuk ataupun kopi
olahan lainnya, yang produknya dikemas secara sederhana dan biasanya sudah
memperoleh ijin dari Dinas Perindustrian sebagai produk rumah tangga.
Sedangkan industri kopi skala besar merupakan industri pengolahan yang
menghasilkan kopi bubuk, kopi instan, atau kopi mix dan kopi olahan lainnya
yang produknya dipasarkan di berbagai daerah atau diekspor, dengan produk yang
sudah memperoleh nomor merek dagang. Sementara itu industri pengolahan kopi
Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
30

Gambar 9 Pohon Industri Kopi Indonesia


Sumber : Kementerian Perindustrian, 2009

Buah kopi yang telah masak sempurna akan dipanen untuk diolah menjadi
kopi beras (biji kopi kering). Pengolahan buah kopi yang dilakukan
mempengaruhi cita rasa alohan kopi yang nantinya dihasilkan. Pengolahan buah
kopi menjadi kopi beras dapat dilakukan dengan dua cara pengolahan cara kering
(Oost Indische Bereiding) atau pengolahan cara basah (Wash Indichi Bereiding).
Pengolahan buah kopi dengan metode kering banyak dilakukan oleh petani
Indonesia karena relatif pendek dan sederhana. Proses pengolahan kering
dilakukan dengan langsung mengeringkan buah kopi yang baru dipanen.
Pengeringan dapat menggunakan pengeringan matahari atau dengan pengeringan
buatan. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari pada umumnya berlangsung
10-15 hari, sangat bergantung pada keadaan cuaca. Pengeringan dengan cara ini
membutuhkan lokasi yang luas dan bersih. Pengeringan buatan dapat dilakukan
dengan mesin-mesin pengering yang banyak ditawarkan di pasaran, seperti mesin
pengering statik, mesin pengering drum yang berputar atau mesin pengering
vertikal. Dengan pengeringan buatan, suhu pengeringan dapat diatur sehingga
dapat mempertahankan kualitas kopi. Setelah buah kopi kering kulit kopi dikupas
hingga diperoleh biji kopi kering yang bersih (Siswoputranto 1993).
31

Buah kopi yang diolah dengan metode basah pada umumnya memiliki
kualitas yang baik dan seragam. Namun, jika pengolahannya tidak tepat, beresiko
merusak cita rasa kopi menjadi fermented (biji kopi terfermentasi berlebihan).
Menurut Panggabean (2011) dalam Rohman (2013), tahapan proses pengolahan
kopi secara basah adalah sebagai berikut:
a. Sortasi
Sortasi buah kopi dilakukan secara manual dengan alat berupa bak
penampung yang berisi air. Buah kopi hasil panen dimasukkan ke dalam bak
kemudian diberi air. Buah kopi yang mengambang menandakan buah tersebut
jelek atau rusak. Buah yang tenggelam merupakan buah berisi dan dapat diolah
pada tahap selanjutnya.
b. Pengupasan kulit buah
Buah kopi yang telah disortasi dimasukkan ke mesin pulper yang akan
mengupas kulit buah kopi. Pada prinsipnya pengupasan kulit metode basah sama
dengan pengupasan kulit pada metode kering. Pengupasan kulit buah berlangsung
di antara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang
diam (stator) di dalam alat pulper.
c. Fermentasi
Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa lendir yang tersisa
dari kulit tanduk. Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa
yang terdapat di lapisan lendir dengan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi
dilakukan dengan merendam biji kopi dengan air pada bak fermentasi. Biji kopi
dibiarkan terendam selama 10 jam. Setelah 10 jam air rendaman dibuang sambil
diaduk. Bak kembali diisi air bersih dan dilakukan perendaman lagi. Setiap 3-4
jam air rendaman diganti sambil diaduk. Perendaman dihentikan setelah 30 jam
difermentasi. Fermentasi yang baik ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir
dari kulit tanduk. Selain dengan fermentasi basah, fermentasi kopi juga dapat
dilakukan dengan fermentasi kering. Fermentasi kering dilakukan tanpa
menggunakan air. Fermentasi kering dilakukan dengan menutup biji kopi dengan
kain atau karung goni basah. Waktu yang diperlukan fermentasi kering lebih lama
dibandingkan fermentasi basah.
d. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa lendir yang masih
menempel setelah proses fermentasi. Pencucian mengunakan air mengalir pada
bak yang memanjang, kopi diaduk dengan tangan atau kaki untuk melepaskan sisa
lendir yang masih melekat.
e. Pengeringan
Pengeringan yang dilakukan pada metode basah tidak berbeda dengan
pengeringan pada metode kering. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar
air biji kopi. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara mekanis atau tradisonal.
Pengeringan mekanis menggunakan alat atau mesin pengering. Pengeringan
dengan cara tradisional dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari
(penjemuran).
f. Pengupasan kulit tanduk
Setelah proses pengeringan, biji kopi dihilangkan kulit tanduknya dengan
menggunakan mesin huller. Dengan mesin huller akan diperoleh kopi beras yang
siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya. Biji kopi kering yang dihasilkan
dari pengolahan metode kering atau basah dikemas dengan menggunakan karung
32

untuk kemudian dijual atau disimpan. Penyimpanan dilakukan pada ruangan yang
mempunyai ventilasi udara yang memadai, disusun baik, dan tidak dicampur
dengan komoditas pertanian lainnya. Ketahanan penyimpanan biji kopi yang
diolah dengan metode kering sama dengan biji kopi yang diolah dengan metode
basah.
g. Penyangraian
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan.
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan
dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi
sederhana.
h. Penggilingan
Kopi yang telah disangrai kemudian digiling untuk mendapatkan kopi
bubuk. Penggilingan dilakukan dengan alat pengiling (grinder). Mekanisme
penghalusan terjadi karena adanaya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai
dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Tingkat kehalusan
bubuk kopi ditentukan oleh kerapatan piringan dan ayakan yang dipasang pada
bagian dalam mesin pembubuk. Semakin kecil ukuran ayakan di dalam silinder
pembubuk ukuran partikel kopi bubuk semakin halus (Najiyati dan Daniarti
2001).
Penggilingan bertujuan untuk membuka permukaan kopi sangrai.

Permasalahan yang dihadapi oleh subsistem hilir kopi Indonesia adalah


terbatasnya fasilitas produksi biji kopi (mesin/peralatan: pengering, pengupas dan
sortasi), utamanya ditingkat usaha industri skala kecil dan menegah, terbatasnya
penguasaan teknologi proses pada tahap roasting, penerapan GMP, HACCP dan
ISO rendah, sehingga mutu produk rendah dan tidak konsisten, dan kurang adanya
kemampuan melakukan inovasi dan diversifikasi produk sesuai dengan
permintaan pasar domistik maupun internasional.

Subsistem Pemasaran
Pemasaran kopi dimulai dari petani produsen hingga pabrik pengolahan
kopi dan perusahaan eksportir. Saluran pemasaran kopi di Indonesia belum efisien
sehingga hal ini menyebabkan rendahnya tingkat penerimaan petani. Berdasarkan
bagan tataniaga pada Gambar , dapat dilihat bahwa petani kopi dapat memasarkan
biji kopinya langsung ke pedagang pengumpul atau lewat tengkulak. Biasanya
petani yang memiliki mesin kupas (huller) juga berfungsi sebagai pedagang
pengumpul di tingkat desa atau tingkat kecamatan. Pada beberapa daerah di
Indonesia, petani kopi telah memiliki kelompok tani yang dapat memasarkan kopi
hasil kebun petani langsung kepada eksportir. Hal ini sangat menguntungkan
petani karena margin keuntungan yang diperolehnya akan lebih besar. Sementara,
pada perkebunan-perkebunan besar mereka memiliki unit khusus perdagangan
ekspor. Perkebunan jenis ini pada umumnya mempunyai hubungan dengan pihak
importir dan membina hubungan tersebut dengan baik. Seluruh eksportir kopi di
Indonesia terdaftar sebagai anggota Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI).
Badan ini mengusahakan agar kopi Indonesia mendapatkan harga optimal di pasar
dunia.
33

Perkebunan-perkebunan besar mengusahakan pengolahan biji kopi secara


cermat untuk menghasilkan biji kopi yang bermutu baik. Untuk kepentingan ini
dibangun fasilitas pengolahan biji kopi dengan peralatan yang lengkap untuk
fermentasi dan pencucian serta untuk pengeringan biji kopi. Fasilitas tersebut juga
dilengkapi fasilitas untuk sortasi biji kopi, baik secara manual oleh tenaga-tenaga
manusia maupun menggunakan mesin-mesin sortasi yang bekerja secara
elektronik (Turnip, 2002).
Kopi dibeli dari petani-petani yang datang pada hari-hari pasar atau
dengan cara pembelian langsung di rumah-rumah petani di desa. Kopi yang
dikumpulkan umumnya terdiri dari kopi campur yang belum disortir yang
kemudian diangkut untuk disetorkan ke pedagang eksportir. Kopi ini umumnya
disetorkan ke pengusaha pengolah kopi, yang selanjutnya menyalurkan kopi biji
hasil olahannya ke perusahaan eksportir atau ke pabrik-pabrik lokal untuk kopi
bubuk.

Petani Kopi Perkebunan S/N

Tengkulak Pedagang Pengumpul


Desa

Pemilik Pedagang Pengumpul


Huller Kecamatan

Pedagang Pengumpul
Kabupaten

Eksportir Agen
Propinsi

Broker Importir Industri


Kopi

Roaster Pasar Eksportir


Domestik

Pengecer
Gambar 10 . Bagan Saluran Pemasaran Kopi Indonesia

Fungsi pedagang pengumpul adalah melayani permintaan pedagang-


pedagang eksportir. Pada beberapa daerah, pemilik mesin pengupas kopi (huller)
berfungsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa. Pada dasarnya petani
memiliki kebebasan untuk menjual kopi yang mereka hasilkan, tetapi semua
34

petani memilih untuk langsung menjual kepada pengumpul desa dengan alasan
lebih praktis dan masih adanya keterikatan kekerabatan yang kuat sehingga
membuat petani memilih menjual kepada pedagang pengumpul desa. Harga yang
dibayar kepada petani adalah harga yang berlaku dipasaran. Sistem pembayaran
umumnya dilakukan secara tunai namun ada juga pedagang pengumpul yang baru
membayar produk kepada petani ketika barang sudah habis terjual. Sedangkan
pemasaran hasil yang dilakukan oleh perkebunan swasta atau negara, memiliki
unit khusus untuk pemasaran ekspor maupun local. Perkebunan ini menjalin
hubungan baik dengan eksportir.

Subsistem Lembaga Penunjang


Seiring dengan perkembangan agribisnis kopi di Indonesia, hingga saat ini,
telah banyak lembaga yang didirikan untuk menunjang dan mendukung kegiatan
agribisnis kopi. Kelembagaan tersebut terdiri dari lembaga riset dan
pengembangan, lembaga keuangan, kelompok tani atau koperasi, lembaga
pemasaran, pemerintah serta berbagai asosiasi terkait lainnya. Salah satunya
adalah Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) yang merupakan wadah persatuan
para petani kopi di seluruh Indonesia yang bertujuan sebagai penyalur aspirasi
petani dengan organisasi seprofesi lainnya, sebagai wadah pengembangan
kegiatan pertanian kopi, menggalang kebersamaan petani kopi dalam menghadapi
pasar bebas dan menjalin kemitraan dengan pelaku bisnis lainnya.
Sementara para eksportir kopi di Indonesia tergabung dalam suatu wadah
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) yang memiliki tugas eksternal yaitu
membatu anggotanya dalam hal promosi di dalam maupun luar negeri, sedangkan
tugas eksternal berupa memberi masukan kepada pemerintah mengenai hal-hal
yang menyangkut perkopian, mengikuti promosi di luar negeri dan membantu
pemerintah meningkatkan konsumsi kopi.
Selain itu lembanga penunjang lainnya adalah Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao berasa di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian yang terletak di Jember, Jawa Timur. Lembaga ini
bertugas menemukan teknologi yang dibutuhkan pelaku bisnis kopi dan
memberikan pelayanan analisis data yang dibutuhkan oleh pelaku bisnis kopi.
Lembaga ini juga menghasilkan berbagai varietas dan klon kopi unggul juga
melakukan pendampingan terhadap penggunaan benih kopi yang dihasilkan.

6 DAYASAING AGRIBISNIS KOPI INDONESIA

Analisis Keunggulan Komparatif Kopi Indonesia di Pasar Internasional


Dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional dapat dilihat dari
keunggulan komparatifnya. Salah satu metode untuk menganalisis dayasaing
komparatif suatu komoditas suatu nega di pasar internasional adalah metode
Revealed Comparative Advantage (RCA). Nilai RCA yang lebih dari satu,
mengindikasikan bahwa komoditas suatu negara tersebut memiliki dayasaing.
Pasar ekspor kopi Indonesia merupakan pasar pengikut bila dibandingkan
dengan pasar ekspor Brazil sebagai pasar acuan. Hal ini menunjukkan bahwa
35

keragaan ekspor kopi Indonesia selain ditentukan oleh produksi kopi Indonesia,
juga sangat ditentukan oleh keragaan kopi di Brazil.

Tabel 5 Nilai Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia serta Pangsa Pasar Kopi
Indonesia pada Dunia Tahun 2008-2013
Tahun Ekspor Kopi Pangsa Pasar Indonesia
Indonesia (US$) Dunia (US$) (%)
2008 1 081 467 000 15 018 930 709 7.20
2009 929 822 000 13 524 514 164 6.88
2010 983 998 000 16 272 481 765 6.05
2011 1 303 494 000 21 140 132 985 6.17
2012 1 566 805 000 22 705 167 103 6.90
2013 1 468 261 000 12 313 492 862 11.92
Rata-rata 1 047 692 429 14 424 959 941 6.44
Sumber : Diolah dari UN Comtrade, 2014

Berdasarkan tabel di atas, nilai ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuasi


mengikuti fluktuasi nilai ekspor kopi dunia, dimana rata-rata nilai ekspor kopi
Indonesia selama kurun waktu 2008 sampai 2013 adalah sebesar
US$ 1 047 692 429 dengan rata-rata pangsa pasar kopi Indonesia setiap tahunnya
sebesar 6.44 persen. Pangsa pasar kopi Indonesia terhadap dunia paling tinggi
terjadi pada tahun 2013 sebesar 11.92, hal ini disebabkan penurunan ekspor kopi
dunia di tahun 2013 terhadap tahun sebelumnya sebesar 45 persen. Rata-rata
pangsa pasar Brazil pada kurun waktu 2008 sampai 2013 adalah sebesar 31.08
persen, sedangkan Vietnan sebesar 12.04 persen dan Kolombia sebesar 11.6
persen. Keterangan lebih lanjut mengenai pangsa pasar Brazil, Vietnam dan
Kolombia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 6 Analisis RCA Kopi Indonesia di Pasar Internasional Tahun 2008-2013


Tahun Ekspor Kopi (US$) Ekspor Seluruh Komoditas (US$) RCA
Indonesia(Xij) Dunia(Xwj) Indonesia(Xit) Dunia(Xwt)
2008 1 081 467 000 15 018,930 709 137 020 424 402 15 341 980 304 073 8.06
2009 929 822 000 13 524 514 164 116 509 991 781 11 943 425 234 600 7.05
2010 983 998 000 16 272 481 765 157 779 103 470 14 493048 840 151 5.55
2011 1 303 494 000 21 140 132 985 203 496 619 185 16 838 339 215 892 5.10
2012 1 243 825 829 22 705 16 103 190 000 000 000 17 172 580 313 564 4.95
2013* 1 166 188 552 12 313 492 862 167 658 259 937 14 547 648 794 565 8.22
Rata-
1 047 692 429 14 424 959 941 138 923 485 539 12 905 288 957 549 5.56
rata
Sumber : Diolah dari UN Comtrade, 2014
Ket : *Angka sementara

Besarnya nilai RCA tidak mencerminkan besarnya nilai ekspor kopi


Indonesia. Seperti kita lihat pada tahun 2012, nilai RCA kopi lebih rendah
dibandingkan dengan nilai RCA kopi tahun 2013 sedangkan nilai ekspornya
sebaliknya, hal ini dikarenakan belum semua negara melaporkan nilai ekspor kopi
36

ke Comtrade sehingga seolah-olah nilai ekspor tahun 2013 turun drastis dari tahun
2012, contohnya Vietnam belum belum melaporkan nilai ekspor kopi pada tahun
2013. Nilai RCA yang meningkat menunjukkan bahwa sumberdaya alam dalam
hal ini produksi kopi Indonesia meningkat, sehingga over supply di dalam negeri,
yang akhirnya meningkatkan jumlah ekspor kopi. Terkait dengan sumberdaya
alam sebagai salah satu faktor penentu dalam analisis dayasaing secara
komparatif, juga akan dibahas lebih lanjut pada analisis dayasaing kopi secara
kompetitif dengan menggunakan Berlian Porter.
Berdasarkan hasil analisis RCA ekspor kopi di atas, Indonesia memiliki
dayasaing dengan tren yang cenderung menurun. Nilai RCA kopi Indonesia yang
fluktuatif , hal ini disebabkan oleh besar kecilnya pangsa kopi Indonesia terhadap
total seluruh ekspor komoditi Indonesia dibandingan dengan pangsa ekspor kopi
dunia terhadap total seluruh ekspor komoditi dunia. Ekspor kopi Indonesia yang
berfluktuatif disebabkan produksi kopi Indonesia yang berfluktuatif, produksi
kopi yang berfluktuatif dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
konversi lahan, produktivitas, bencana alam, serangan hama penyakit dan
sebagainya. Semua angka RCA yang di peroleh adalah lebih besar dari satu yang
menunjukkan bahwa produk ekspor kopi Indonesia memiliki dayasaing secara
komparatif di pasar dunia, dengan rata-rata RCA sebesar 5.56. Dayasaing kopi
Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu dengan nilai RCA sebesar 8.06,
hal ini dikarenakan konstribusi ekspor kopi Indonesia tertinggi dalam kurun waktu
2008-2013 terhadap total ekspor komoditi Indonesia di tahun tersebut yaitu
sebesar 0.79 persen.

Analisis Keunggulan Kompetitif Kopi Indonesia dengan Komponen Sistem


Berlian Poter

1. Kondisi Faktor
Kondisi faktor yang berpengaruh terhadap dayasaing agribisnis kopi
Indonesia adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu
pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur.
Kelima faktor sumberdaya tersebut dalam ekonomi disebut sebagai faktor
produksi. Kelima kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Sumberdaya Alam
Indonesia memiliki iklim tropis dan curah hujan yang sangat mendukung
untuk perkembangan komoditas kopi. Kondisi lingkungan sumber daya alam
untuk tanaman kopi berbeda untuk Robusta dan Arabika.
Kopi jenis Robusta ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan
daerah sentra produksi di Pulau Sumatera adalah Sumatera Selatan, Lampung, dan
Sumatera Utara sedangkan di Pulau Jawa berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kopi Robusta membutuhkan tempat dengan ketinggian 400-700 m dpl serta
dengan suhu sebesar 2100 2400 C sedangkan untuk kopi Arabika membutuhkan
tempat dengan ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan Robusta yaitu
sebesar 700 1.700 m dpl serta dengan suhu sebesar 1600 2000 C.
Kopi jenis Arabika dibudidayakan di Indonesia tetapi ditanam hanya di
wilayah tertentu saja yang dianggap memenuhi persyaratan tumbuh kopi jenis
37

Arabika, yaitu NAD, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Timur. Beberapa sifat
penting kopi arabika adalah :
i. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dan suhu
16-200C.
ii. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3
bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman.
iii. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di
dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl.
iv. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/th), tetapi
mempunyaikualitas dan harga yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya.
Dan bila dikelola secara intensif produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/th.
Rendemen 18%.
v. Umumnya berbuah sekali dalam satu tahun. Beberapa varietas kopi yang
termasuk kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain
Abesinia, Pasumah, Marago type, dan Congensis.

Lahan perkebunan kopi di Indonesia cukup luas namun tidak didukung


oleh produktivitas yang tinggi dikarenakan kepemilikan lahan sebagain besar
adalah perkebunan rakyat, yang umumnya kurang intensif dalam pemeliharaan
tanaman, tidak melakukan peremajaan tanaman, dan penggunaan teknologi
budidaya yang masih sederhana. Berikut adalah perkembangan produktivitas kopi
Indonesia tahun 2008 sampai 2014.

Tabel 7 Luas Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Kopi Indonesia Tahun
2008-2014
Tahun Luas (Ha) Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/Ha)
2008 1 295 110 698 016 000 538.96
2009 1 266 235 682 690 000 539.15
2010 1 210 364 686 921 000 567.53
2011 1 292 965 633 991 000 490.34
2012 1 305 895 748 109 000 572.87
2013 1 331 000 728 000 000 546.96
2014 1 354 000 738 000 000 545.05
Rata-rata 1 293 653 702 246 714 542.98
Sumber : Diolah dari AEKI, 2014

Selain tanaman jenis Robusta dan Arabika, Indonesia juga memiliki


kelompok kopi spesial, diantaranya adalah kopi Jawa yang ditanam di dataran
tinggi Ijen Jawa timur, Kopi Luwak yang diusahakan di Aceh, Kopi Toraja yang
di tanam di Tana Toraja Sulawesi Selatan, Kopi Kintamani yang di Tanam di
Pegunungan Kintamani Bali, dan Kopi Flores yang ditanam di dataran tinggi
Manggarai Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian, apabila dilihat dari potensi
sumber daya alam seperti luas lahan dan iklim Indonesia dapat mendukung
pengembangan agribisnis kopi. Berikut adalah grafik perkembangan luas areal
perkebunan kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014.
38

1,400,000

1,350,000
Luas Perkebunan Kopi (Ha)

1,300,000

1,250,000

1,200,000

1,150,000

1,100,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Series1 1,295,11 1,266,23 1,210,36 1,292,96 1,305,89 1,331,00 1,354,00

Gambar 12 Perkembangan Luas Perkebunan Kopi TAhun 2008-2014


Sumber : Diolah dari AEKI, 2014

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa sejak tahun 2011, luas
areal perkebunan kopi mengalami peningkatan tiap tahunnya. Laju perubahan
rata-rata areal perkebunan kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014 adalah
0.007 persen setiap tahunnya.
Bibit kopi dapat diperoleh melalui sejumlah intansi seperti, PT Perkebunan
terdekat, Balai penelitian perkebunan misalnya Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
di Jember, dinas pertanian, atau perusahaan penghasil benih seperti PT. Treno
Kenangan di Kabupaten Lombok Tengah.
2) Sumberdaya Manusia
Sebagai salah satu faktor produksi, kualitas sumberdaya manusia sangat
menentukan keberhasilan agribisnis kopi. Secara keseluruhan sumberdaya
manusia berperan dalam mendukung keunggulan kompetitif dari agribisnis kopi.
Sebagian besar perkebunan kopi adalah perkebunan rakyat. Perkebunan ini
merupakan kumpulan dari kebun-kebun kecil yang dimiliki oleh petani dengan
luasan antara 1 sampai 2 ha. Indonesia merupakan negara dengan SDM melimpah.
Penyerapan tenaga kerja bidang perkopian sebagian besar masih pada subsektor
perkebunan kopi. Secara umum, tenaga kerja yang dipakai dalam budidaya kopi
adalah tenaga kerja untuk persiapan lahan, penanaman tanaman pelindung kopi,
pemeliharaan dan pengendalian hama, pemanenan dan pengolahan.
3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan faktor
penentu yang sangat penting bagi upaya peningkatan dayasaing industri kopi
nasional. Penguasaan teknologi dari mulai pra panen, panen sampai dengan pasca
panen merupakan faktor utama bagi peningkatan produktivitas serta mutu kopi,
yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan dayasaing industri kopi
Indonesia. Begitu juga penerapan teknologi informasi yang diharapkan mampu
39

menyebarluaskan informasi yang dibutuhkan bagi para pelaku dan konsumen


produk.
PPKKI salah satunya berperan sebagai penghasil benih kopi unggul dan
informasi pasar. Kegiatan inovasi teknologi rutin dilakukan setiap tahunnya
bekerjasama dengan beberapa perkebunan rakyat. Selain itu terdapat Pusat
Analisis Sosial Ekonomi, Lembaga Riset Perkenunan Indonesia, dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, semua lembaga ini memberikan informasi
mengenai perkopian nasional melalui warta, jurnal, situs resmi, musyawarah kerja
nasional dan sebagainya. Sehingga diharapkan pelaku bisnis kopi nasional
memperoleh informasi yang cukup bagi peningkatan dayasaing kopi.
Tingkat penggunaan teknologi oleh petani kopi masih dikatakan rendah.
Rendahnya penggunaan teknologi tersebut proses alih ilmu pengetahuan dan
teknologi dari ahli kopi dan lembaga penelitian ataupun penyuluh kepada petani
yang lambat. Oleh karena itu, harus ada kerjasama membangun informasi antara
lembaga penelitian pengembangan kopi dengan petani kopi. Lembaga penelitian
dapat memberikan cara-cara penggunaan teknologi dengan baik dan benar serta
memberikan cara-cara untuk meningkatkan kualitas mutu sesuai dengan
preferensi konsumen kepada para petani kopi. Dengan adanya kerjasama tersebut
diharapkan dapat menghasilkan kualitas kopi yang lebih baik atau meningkat.
Berbeda dengan teknologi di tingkat petani, teknologi di tingkat industri kopi
sudah semakin canggih. Banyak penemuan mesin pengolahan kopi dengan
volume tinggi sehingga menghasilkan kopi dengan kualitas lebih baik. Secara
keseluruhan sumberdaya IPTEK telah medukung dayasaing kopi Indonesia.

4) Sumberdaya Modal
Sumber daya modal merupakan salah satu faktor penting dalam
perkembangan agribisnis kopi Indonesia. Penguasaan modal bagi para pelaku
bisnis dalam sistim agribisnis kopi Indonesia masih relatif rendah. Dimulai dari
petani yang memiliki keterbatasan modal untuk mengembangkan usahanya,
terutama dalam pengadaan sarana dan prasaranan dan modal kerja. Kemudian
pelaku industri di bagian pengolahan kopi yang umumnya mengolah secara
tradisional, juga memiliki kendala dalam permodalan.
Secara umum, sumberdaya modal untuk investasi di industri kopi berupa
investasi yang berbadan hukum seperti PMA, PMDN, BUMN, BUMD dan
Koperasi. Permodalan dalam dunia perkebunan kopi ini masih dirasakan sangat
kurang. Hal ini disebabkan oleh belum adanya sertifikasi terhadap kepemilikan
lahan, serta tidak adanya kredit dari Pemerintah dengan bunga ringan serta sifat
dari produk pertanian yang hasil produksinya tidak pasti atau tergantung terhadap
keadaan alam. Hal inilah yang ditakutkan oleh sebagian besar lembaga
permodalan karena mereka takut modal yang diberikan tidak akan kembali atau
dapat kembali tetapi dalam jangka waktu yang lama. Selain itu minat investor
asing ke Indonesia masih kurang karena terkait masalah perburuhan, perpajakan
dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.
Mengenai kesulitan modal yang dialami petani-petani kopi di Indonesia,
Indonesia bisa belajar dari keberhasilan Brazil dan Vietnam dalam memperhatikan
petani kopi di negara mereka. Pemerintah Brazil membantu para petani dengan
memberikan bantuan kredit berbunga rendah, memberikan dana konpensasi
pengganti investasi bagi petani yang mengkonversi kopi Robusta ke kopi Arabika,
40

membebaskan petani kopi dari pajak, serta menyediahkan klon-klon unggul


kepada petani sehingga banyak dari petani Brazil yang mengusahakan kopi
Arabika dan mereka merasa diuntungkan ditambah lagi dengan kebijakan
pemerintah yang berpihak kepada petani. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sumberdaya modal belum mendukung sepenuhnya peningkatan dayasaing kopi
Indonesia.
5) Sumberdaya Infrastruktur
Sumber daya infrastruktur merupakan faktor penentu keberhasilan bagi
upaya peningkatan daya saing industri kopi Indonesia. Sarana dan prasarana fisik
tersebut meliputi sarana dan prasarana budidaya kopi, sarana dan prasarana
penyimpanan dan pengangkutan, transportasi (jalan) dan telekomunikasi. Sarana
dan prasarana tersebut merupakan syarat mutlak bagi pengembangan industri kopi
nasional.
Khusus untuk kopi arabika yang menuntut lingkungan dengan suhu rendah
dan umumnya terdapat di dataran tinggi, belum di dukung oleh saraea
infrastruktur yang memadai. Hal ini akan berpengaruh pada hal distribusi produk,
yang akan meningkatkan biaya transportasi yang merupakan harga input, tidak
sejalan dengan harga output yang rendah. Menurut Direktorat Jenderal
Perkebunan (2006), keadaan prasarana yang mendukung industri kopi saat ini
mulai dari tempat produksi hingga ke pelabuhan (jalan, alat angkutan, listrik dan
energy) masih kurang memadai dan minim khususnya di luar pulau Jawa. Maka,
secara keseluruhan keadaan dari sarana dan prasarana yang ada belum dapat
mendukung industri kopi yang berdayasaing.

2. Kondisi Permintaan

1) Komposisi Permintaan Domestik


Kondisi permintaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam
upaya peningkatan dayasaing kopi Indonesia, semakin besar permintaan
konsumen terhadap kopi Indonesia maka tentunya akan dapat meningkatkan
dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional.
Komposisi permintaan domestik menurut Ditjenbun terdiri dari industri
rumah tangga, industri kembang gula, industri minuman, dan industri lainnya.
Konsumsi kopi terbesar adalah konsumsi industri rumah tangga yang mencapai 85
persen setiap tahunnya. Sedangkan industri kembang gula mencapai delapan
persen setiap tahunnya, industri minuman sekitar lima persen dan sisanya dua
persen untuk konsumsi sektor industri lain.

2) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan


Dilihat dari sejarah perkembangan kopi di Indonesia, sejak kopi menjadi
salah satu komoditi andalan Pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900an,
kopi-kopi yang dihasilkan oleh perkebunan yang dikelola oleh Pemerintah Hindia
Belanda hampir semuanya diekspor. Kopi-kopi yang berkualitas rendah dan tidak
laku dieksporlah yang dijual atau diberikan kepada rakyat dan buruh kebun untuk
dijadikan minuman. Selera minum kopi dari bahan kopi yang berkualitas rendah
ini terbawa secara turun temurun hingga sekarang dan bahkan dibeberapa daerah
khususnya di Jawa, kopinya dicampur dengan beras atau jagung. Dengan
41

meningkatnya taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan di


Indonesia telah mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi
khususnya pada kawula muda. Generasi muda pada umumnya lebih menyukai
minum kopi instant, kopi three in one maupun minuman berbasis expresso yang
disajikan di caf-caf. Sedangkan kopi tubruk (kopi bubuk) masih merupakan
konsumsi utama masyarakat/penduduk di pedesaan dan golongan tua.
Laju pertumbuhan konsumsi kopi dalam negeri selama kurun waktu 2010
sampai 2014 mengalami fluktuasi meskipun perubahannya sangat kecil, yaitu
rata-rata sebesar 0.75 persen setiap tahunnya dan hanya sebesar 0.93
Kg/Kapita/tahun rata-rata konsumsinya. Berikut adalah jumlah konsumsi kopi
Indonesia tahun 2010 sampai 2014.

Tabel 8 Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 2010-2014


Jumlah Kebutuhan Kopi Konsumsi Kopi
No. Tahun
Penduduk (Jiwa) (Kg) (Kg/Kapita/Tahun)
1 2010 237 000 000 190 000 000 0.80
2 2011 241 000 000 210 000 000 0.87
3 2012 245 000 000 230 000 000 0.94
4 2013 249 000 000 250 000 000 1.00
5 2014* 253 000 000 260 000 000 1.03
*Angka Sementara
Sumber : AEKI, 2014
Berdasarkan tabel di atas, jumlah konsumsi kopi rata-rata Indonesia setiap
tahunnya (2010-2014) adalah sebesar 228 000 000 Kg atau 228 000 ton kopi
pertahun atau hanya sebesar 32.47 persen dari total produksi kopi Indonesia.

3) Internasionalisasi Permintaan Domestik


Sebagian besar produk kopi Indonesia ditujukan untuk ekspor guna
memenuhi kebutuhan pasar internasional. Hingga saat ini industri kopi domestik
masih bertumpu pada ekspor dalam bentuk biji kopi yang nilai tambahnya tentu
lebih rendah dari kopi olahan.
Tujuan ekspor kopi utama Indonesia antara lain adalah ke negara-negara
anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya
negara Amerika Serikat serta negara di kawasan Asia seperti Jepang, Singapura,
Korea, dan Malaysia (AEKI, 2005).
Indonesia mengekspor sebagian besar kopi yang diproduksinya. Ekspor
kopi Indonesia sebagian besar terdiri dari ekspor kopi Robusta. Tujuan ekspor
kopi Indonesia masih didominasi oleh negara-negara Eropa, USA, dan beberapa
negara Asia seperti Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Pilipina, Singapura
dan beberapa negara Afrika seperti Afrika Selatan, Mesir dan UEA. Namun
negara tujuan ekspor utama Indonesia adalah Amerika, Jepang, dan Jerman.
Berikut adalah perkembangan ekspor ke tiga negara tujuan utama kopi Indonesia
tahun 2008 sampai 2012.
Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh Eksportir Terdaftar Kopi (ETK)
dan Eksportir Kopi Sementara (EKS), sesuai tataniaga ekspor kopi yang diatur
dalam Permendag No. 10/M-DAG/PER/5/2011 tentang ketentuan ekspor kopi,
42

berlaku mulai 3 Mei 2011. Berikut adalah perkembangan ekspor kopi Indonesia
berdasarkan jenis pada tahun 2008 sampai Februari 2014.

Tabel 9 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Tiga Negara Utama Tujuan


Ekpor Tahun 2008-2012
Negara 2008 2009 2010 2011 2012 Nilai Rata-
(000 US$) rata
AS 174 000 161 000 176 000 275 000 331 000 1 117 000 223 400
Jepang 124 000 98 000 119 000 175 000 146 000 662 000 132 400
Jerman 174 000 109 000 106 000 71 000 117 000 577 000 115 400
Sumber : Diolah dari Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Kementerian
Perdagangan 2013

Berdasarkan Tabel 9, nilai rata-rata ekspor kopi Indonesia ke tiga negara


utama tujuan ekspor tiap tahunnya adalah US$ 471 200 000. Ekspor terbesar
adalah untuk AS dengan nilai rata-rata setiap tahunnya sebesar US$ 223 000 000
atau sebesar 21.28 persen dari total ekspor rata-rata kopi Indonesia setiap
tahunnya.

600,000

500,000

400,000
Green Beans
300,000
Instant Coffee

200,000 Extract Coffee

100,000

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 11 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Berdasarkan Jenis, Tahun
2008-2014
Sumber : Diolah dari AEKI, 2014
*sampai Februari 2014

Berdasarkan grafik di atas, Indonesia lebih banyak mengekspor kopi


dalam bentuk green beans dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya (2008-Februari
2014) sebesar 467,718 ton atau 92 persen dari total ekspor kopi Indonesia.
Beberapa negara termasuk Indonesia melakukan penjualan kopi di negara-negara
masing-masing. Pihak-pihak importir membeli langsung dari perusahaan-
perusahaan perkebunan atau perusahaan-perusahaan eksportir, yang selanjutnya
diurus oleh pihak pembeli. Ada juga yang menawarkan kopi melalui pusat-pusat
pasaran komoditi, terutama melalui Coffee and Sugar Exchange di New York,
43

Terminal Market di London,di Paris, Los Angeles. Di pusat pasaran kopi inilah
bertemu para broker, baik yang mewakili perusahaan-perusahaan penjualan yang
ada di banyak negara produsen maupun perusahaan-perusahaan impor.

3. Industri Terkait dan Pendukung


Industri terkait dan industri pendukung memiliki peran penting dalam
meningkatkan daya saing kopi Indonesia. Pada industri terkait ekspor kopi
meliputi industri penyediaan bahan baku sedangkan pada industri pendukung
memiliki peran dalam pengembangan produk kopi olahan.
1) Industri Terkait
Industri terkait merupakan industri yang berada dalam sistem komoditas
secara vertikal. Industri ini dimulai dari pengadaan bahan baku sampai pemasaran.
a) Industri Pemasok Bahan Baku
Industri kopi tentunya sangat bergantung pada kemampuan industri hulu
menyediakan benih unggul. Petani kopi sebenarnya mudah untuk mendapatkan
bibit unggul, PT Treno Kenangan yang terdapat di provinsi Nusa Tenggara Barat
adalah salah satu penyedia bibit kopi, selain itu Pusat Kopi dan Kakao juga
menyediakan bibit kopi unggul.
b) Industri Jasa Pemasaran
Industri jasa pemasaran merupakan lembaga perantara, baik pedagang
besar, distributor, eksportir maupun grosir dan pedagang eceran. Lembaga
pemasaran dalam industri kopi robusta berada dalam rangkaian yang cukup
panjang. Rantai pemasaran yang panjang biasanya menggambarkan marjin
pemasaran yang tinggi. Marjin pemasaran yang tinggi menyatakan bahwa pasar
tidak efisien. Hal ini tentu saja menjadi penghambat dalam pengembangan
agribisnis kopi.

2) Industri Pendukung
Industri pendukung adalah industri yang memberikan konstribusi tidak
langsung dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri pendukung yang
dimaksud disini adalah industri pengolahan kopi dan industri penangkar benih
kopi. Industri pengolahan kopi merupakan pengembangan industri hilir kopi yang
mempunyai arti strategis untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi,
meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi,
memperkuat struktur ekspor dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian
dunia.
Bentuk olahan biji kopi mempunyai jenis yang beragam. Biji kopi dapat
menghasilkan dua bagian, yaitu kopi jadi dan setengah jadi. Kopi jadi
menghasilkan kopi instan, sedangkan kopi setengah jadi menjadi kopi bubuk atau
kopi sangrai. Proses pengolahan adalah biji, kopi sebagai bahan baku, di industri
hilir, biji kopi di proses menjadi biji kopi mentah bentuk kering, di industri antara
di oleh lagi menjadi kopi beras, di industri hilir, kopi beras di oleh menjadi kopi
bubuk, kopi ekstrak dam sebagainya.
Lokasi industri kopi olahan antara lain di Sumatera Utara, Lampung, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan dengan sentra produksi yang tersebar di berbagai
propinsi sebanyak 32 sentra. Perusahaan yang kini sudah menerjuni industri
pengolahan kopi antara lain PT Sari Incofood Corporation (Sumut), PT Mayora
44

Indah Tbk (Banten), PT Santos Jaya Abadi (Jatim), PT Nestle Indonesia (Jatim)
dan PT Aneka Coffee Industry (Jatim).
Industri pendukung lainnya adalah industri penangkar benih. Sebagai
contoh penangkar benih di Jawa Timur. Dinas Perkebunan Jawa Timur melalui
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Benih dan Tanaman Perkebunan (BBTP) saat
ini mulai mengembangkan bibit unggul bervarietas lokal. Pengembangan bibit
unggul itu telah dilakukan di beberapa daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan
kondisi tanah setempat. Pembenihannya tidak dilakukan di areal sawah petani
tetapi melalui mekanisme proses penangkaran yang dilakukan oleh Kebun Bibit
Nener (KBN). Dari KBN kemudian ditanggarkan oleh Kebun Bibit Induk (KBI).
Selain itu, BBTP juga mengembangkan bibit kopi jenis Arabika.
Pengembangannya dilakukan di Kabupaten Probolinggo seluas 5 ha.
Secara keseluruhan industri pengolahan kopi di Indonesa masih
berorientasi pada pemenuhan konsumsi dalam negeri sehingga perlu
pengembangan lebih lanjut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas
dengan cita rasa yang tinggi sesuai dengan permintaan pasar. Pengembangan kopi
spesialti juga merupakan sebuah peluang yang dapat dikembangkan.

4. Struktur, Persaingan dan Strategi


Pasar kopi olahan disegmentasikan menjadi dua, yaitu pasar kopi instan
dan pasar kopi bubuk. Secara keseluruhan dalam pangsa pasar minuman kopi,
Kapal Api menduduki market share paling tinggi dari Tahun 2009 hingga Tahun
2011. Akan tetapi, apabila pasar dipecah menjadi dua segmen, maka Nescafe
unggul daripada Kapal Api dalam kopi instan, sedangkan Kapal Api unggul dalam
kopi bubuk.

Tabel 10 Pangsa pasar (market share) Lima Merek Kopi Tahun 2009-2011
Nama Perusahaan Merek Market share (%)
2009 2010 2011
PT. Santos Abadi Jaya Kapal Api 43.6 39.4 35.7
PT. Santos Abadi Jaya ABC 18.9 22.1 24.4
PT. Nestle Indonesia Nescafe 9.9 8.3 5.2
PT. Mayora Indah Tbk Torabika 7.5 6.2 8.5
PT. Sari Incofood
Indocafe 6.4 9.1 8.4
Corporation
Sumber: Majalah SWA, No.16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, No.090/XXVI/
April-11 Mei 2010, No.15/XXVI/ 15-28 Juli 2010 dan
No.15/XXVII/18-27 Juli 2011

Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 473 perusahaan kopi di Indonesia,


dimana dari jumlah tersebut yang dipastikan masih aktif berproduksi ada sejumlah
205 perusahaan. Sedangkan Sebanyak 268 perusahaan lainnya merupakan
perusahan dengan skala kecil atau skala rumah tangga yang aktifitas produksinya
bersifat musiman atau tidak menentu, dan yang tidak dapat dilacak eksistensinya.
Dari 205 perusahaan yang aktif tersebut, sebanyak 167 perusahaan memproduksi
kopi bubuk dan 57 perusahaan memproduksi kopi mix instan. Yang menarik
adalah sebagian besar dari perusahaan-perusahaan yang masih aktif tersebut (99
45

perusahaan atau 48.3 persen) justru berada di Pulau Jawa (DKI, Jawa Timur dan
Jawa Barat). Dari 99 perusahaan tersebut, yang berdomisi di DKI merupakan yang
paling banyak yakni 30 perusahaan. Padahal, DKI jelas tidak memiliki
perkebunan kopi. Jawa Timur yang merupakan salah satu sentra kopi nasional
masih wajar jika memiliki produsen sebanyak 22 perusahaan. Tetapi, Pulau
Sulawesi yang merupakan sentra produksi kopi nasional, utamanya Sulawesi
Selatan, produsen yang masih aktif justru tinggal sembilan perusahaan saja. Sentra
produsen lainnya seperti Lampung hanya ada 8 produsen yang masih aktif, dan di
Bengkulu hanya ada dua perusahaan saja. Keterangan jumlah perusahaan kopi
tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 11 Analisis Concentration Ratio (CR4)


Rata-rata
No. Nama Perusahaan Nama Merek
Pangsa (%)
1 PT. Santos Abadi Jaya Kapal Api dan ABC 61.37
2 PT. Nestle Indonesia Nescafe 7.80
3 PT. Mayora Indah TBK Torabika 7.40
4 PT. Sari Incofood Corporation Indocafe 7.97
Jumlah 84.53
Sumber : Diolah dari Majalah SWA

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa nilai konsentrasi pasar


(CR4) ke empat perusahaan kopi olahan tersebut adalah 84.53 persen (>40)
mendekati 100 persen artinya konsentrasi ke empat perusahaan ini sangat besar.
Hal ini menunjukkan bahwa struktur pasar yang terjadi adalah pasar monopoli.
Sementara itu struktur pasar industri ekspor kopi (eksportir) adalah mengarah ke
pasar bersaing sempurna, hal ini diasumsikan berdasarkan dengan banyaknya
perusahaan eksportir kopi di Indonesia dengan perbandingan volume eskpor kopi
Indonesia, yaitu sejumlah 113 perusahaan (Lampiran 4).
Strategi yang dilakukan adalah meningkatkan kemitraan antara industri
pengolahan kopi, eksportir dan petani untuk meningkatkan mutu kopi,
menghilangkan peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan
kopi, meningkatkan mutu biji kopi dengan mendorong dibangunnya fasilitas unit-
unit pengering, pengupas, dan sortasi di sentra-sentra kopi. Selain itu, dilakukan
juga upaya peningkatan mutu kopi olahan melalui teknologi roasting dan
penggunaan kemasan produk Dalam jangka panjang dilakukan beberapa strategi
di antaranya adalah meningkatkan produksi biji kopi khususnya jenis arabika,
mengembangkan riset dan teknologi industri pengolahan kopi di samping
membangun merek kopi olahan Indonesia di pasar global dan membangun
jaringan bisnis dalam skala global. Mengenai strategi harga, petani sebagai
penerima harga memiliki posisi yang lemah dalam menentukan harga. Dalam hal
strategi promosi, banyak hal bisa dilakukan untuk meningkatkan konsumsi dalam
negeri seperti seminar tentang kopi, pameran hasil penelitian kopi, gelar teknologi
mesin pengolahan kopi, dan sebagainya.
46

5. Peran Pemerintah
Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan dayasaing kopi dalam
negeri adalah dengan menetapkan sistem standarisasi nasional sejak tahun 1975
melalui SK Menteri Perdagangan No. 266/KP/X/76. Berdasarkan standar tersebut,
mutu biji kopi dibagi menjadi mutu 1, 2, 3 dan 4, hal ini berlaku bagi pengolahan
kering maupun basah (Abdoellah 2003). Selain itu Departemen Pertanian
mengalokasikan dana APBN sebanyak Rp. 9.29 miliar untuk rehabilitasi dan
peremajaan tanaman kopi seluas 2,828 hektar untuk meningkatkan pengembangan
kopi Arabika (Ditjenbun 2008). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Perkebunan melakukan kegiatan penyuluhan mulai dari pra panen sampai pasca
panen. Pemerintah juga banyak melakukan banyak penelitian mengenai bibit
unggul dan melepaskan varietas bibit kopi unggul guna mendukung dayasaing
kopi Indonesia.

6. Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan faktor yang ada di luar kendali pemerintah
seperti peningkatan daya saing karena perdagangan bebas ataupun karena adanya
blok-blok perdagangan. Pasar bebas memberikan peluang bagi Indonesia untuk
meningkatkan dayasaing produk kopi di manca negara. Sebagai Negara produsen
kopi ke tiga terbesar dunia dan Indonesia mempunya ragam kelompok kopi
spesial, Indonesia berkesempatan membidik pasar baru terutama dalam hal ekspor
kopi kelompok spesial yang dimiliki Indonesia.
Dari analisis Berlian Porter tersebut, maka dapat diketahui hasil analisis
adalah bahwa dayasaing kopi Indonesia secara kompetitif didukung oleh sebagian
besar faktor utama dan faktor pendukung (kesempatan dan peran pemerintah), hal
ini dapat diperjalas dengan analisis menggunakan matriks EFAS dan IFAS
dimana faktor yang mendukung dayasaing kopi akan menjadi kekuatan dan
peluang sementara faktor yang kurang mendukung dayasaing kopi akan menjadi
kelemahan dan ancaman.

7 RUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN


AGRIBISNIS KOPI INDONESIA

Alat analisis yang digunakan adalah metode SWOT. Langkah pertama


yang dilakukan adalah mengidentifikasi informasi menjadi dua kelompok, yaitu
informasi yang termasuk ke dalam lingkup internal, dan informasi yang termasuk
ke dalam lingkup eksternal. Selanjutnya, dilakukan identifikasi kekuatan dan
kelemahan yang berasal dari lingkup internal kemudian identifikasi peluang dan
ancaman yang berasal dari lingkup eksternal. Sumber informasi yang digunakan
berasal wawancara dengan pihak terkait seperti pengusaha kopi olahan, Peneliti
Sosial Ekonomi Pertanian dan Balai Besar Industri Agro, sehingga diperoleh
strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi agribisnis kopi Indonesia saat
ini.
47

Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman

Tahap pertama yang dilakukan dalam perumusan strategi adalah


melakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini
di turunkan berdasarkan setiap komponen dalam analisis Berlian Porter yang
sumber informasinya berasal dari berbagai literatur dan wawancara dengan
pengusaha kopi olahan, Peneliti dari Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian dan Balai Besar Industri Agro.
48

Tabel 12 Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman


Komponen Identifikasi SWOT Faktor-faktor
Kondisi Faktor Sumberdaya
1. Sumberdaya Alam Kekuatan Indonesia memiliki iklim tropis dan
curah hujan yang sangat
mendukung untuk perkembangan
komoditas kopi
Indonesia negara ke tiga terbesar
dunia penghasil kopi Robusta.
Indonesia memiliki kelompok kopi
spesial
2. Sumberdaya Manusia Peluang Jumlah penduduk Indonesia yang
besar, potensi bagi tenaga kerja di
Industri kopi.
3. Sumberdaya IPTEK Kelemahan Teknologi roasting dan blending
belum sepenuhnya dikuasai oleh
industri kopi
4. Sumberdaya Modal Kelemahan Permodalan di perkebunan kopi
masih dirasakan kurang.
5. Sumberdaya Kelemahan Kurang memadai sarana dan
Infrastruktur prasarana di onfarm maupun di
industri kopi
Kodisi Permintaan
1. Komposisi Permintaan Peluang Konsumsi Industri rumah tangga
Domestik menyerap 85 persen produksi kopi
2. Jumlah Permintaan dan Kelemahan Konsumsi kopi perkapita yang
Pola Pertumbuhan sangat rendah
3. Internasionalisasi Kelemahan Ekspor sebagian besar masih dalam
Permintaan Domestik bentuk biji kopi
Industri Terkait dan Industri Pendukung
1. Industri Terkait Kekuatan Petani mudah memperoleh bibit
unggul
Kelemahan Pajak yang tinggi untuk bahan
penolong seperti gula sebesar 40%
Ancaman Banyaknya kafe-kafe kopi instan
yang bahan bakunya tidak
menggunakan kopi asal Indonesia
2. Industri Pendukung Peluang Banyaknya perusahaan kopi olahan
sehingga menyerap tenaga kerja.
Struktur, Persaingan dan Strategi
Struktur, Persaingan Ancaman Tuntutan mengikuti ketentuan $C
dan Strategi (Common Code for The Coffee
Community)
Peran Pemerintah Ancaman Adanya standar nasional
Peluang Alokasi dana untuk rehabilitasi dan
peremajaan tanaman kopi
Adanya penyuluhan, riset bibit
unggul dan pelepasan varietas
unggul
Peran Kesempatan Peluang Perdagangan bebas
49

Matriks Faktor Strategi Eksternal (External Factor Analysis Strategy)


dan Faktor Strategi Internal (Internal Factor Analysis Strategy)

Matriks ini digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal (EFAS)


yang merupakan ancaman dan peluang, sedangkan faktor-faktor internal berupa
kekuatan dan kelemahan (IFAS)

Tabel 13 Matriks EFAS dan IFAS


Faktor-faktor Eksternal dan Internal Bobot Rating Jumlah
Peluang (O) :
Jumlah penduduk Indonesia yang besar, potensi 0.15 2 0.30
bagi tenaga kerja di Industri kopi.
Konsumsi Industri rumah tangga menyerap 85 0.15 2 0.30
persen produksi kopi
Banyaknya perusahaan kopi olahan sehingga 0.15 2 0.30
menyerap tenaga kerja.
Alokasi dana untuk rehabilitasi dan peremajaan 0.05 3 0.15
tanaman kopi
Adanya penyuluhan, riset bibit unggul dan 0.10 3 0.30
pelepasan varietas unggul
Perdagangan bebas 0.10 2 0.20
Jumlah 0.60 1.55
Ancaman (T) :
Banyaknya kafe-kafe kopi instan yang bahan 0,10 3 0.30
bakunya tidak menggunakan kopi asal Indonesia
Tuntutan mengikuti ketentuan 4C (Common Code 0.10 2 0.20
for The Coffee Community)
Adanya SNI 0.10 2 0.20
Jumlah 0.30 0.70
Kekuatan (S) :
Indonesia memiliki iklim tropis dan curah hujan 0.20 3 0.60
yang sangat mendukung untuk perkembangan
komoditas kopi
Indonesia negara ke tiga terbesar dunia penghasil 0.20 4 0.80
kopi Robusta.
Indonesia memiliki kelompok kopi spesial 0.15 4 0.60
Petani mudah memperoleh bibit unggul 0.15 3 0,45
Jumlah 0.70 2,45
Kelemahan (W) :
Teknologi roasting dan blending belum sepenuhnya 0.10 2 0.20
dikuasai oleh industri kopi
Permodalan di perkebunan kopi masih dirasakan 0.10 3 0.30
kurang.
Kurang memadai sarana dan prasarana di onfarm 0,20 4 0.80
maupun di industri kopi
Konsumsi kopi perkapita yang sangat rendah 0,10 2 0.20
Ekspor sebagian besar masih dalam bentuk biji kopi 0.20 3 0.60
Pajak yang tinggi untuk bahan penolong seperti 0,10 2 0.20
gula sebesar 40%
Jumlah 0.80 2.30
50

Berdasarkan skoring di atas maka dapat ditentukan strategi pengembangan


agribisnis kopi Indonesia, yaitu :

Strategi S-O : 2.45 + 1.55 = 4.00


Strateri S-T : 2.45 + 0.70 = 3.15
Strategi W-O : 2.30 + 1.55 = 3.85
Strategi W-T : 2.30 + 0.70 = 3.00

Maka strategi yang digunakan dalam pengembangan agribisnis kopi


Indonesia adalah strategi S-O karena menghasilkan skor yang tinggi dibandingkan
dengan strategi lainnya. Strategi S-O adalah menggunakan kekuatan internal
untuk meraih peluang-peluang.

Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT

Tahap selanjutnya adalah merumuskan strategi berdasarkan analisis


komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang telah di analisis
sebelumnya. Dalam merumuskan strategi pengembangan agribisnis kopi
Indonesia, alat analisis yang digunakan adalah Matriks SWOT. Strategi yang
dihasilkan dari Matriks SWOT adalah strategi S-O yaitu menggunakan kekuatan
dari agribisnis kopi Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada, strategi W-
O yaitu memanfaatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan dari agribisnis
kopi Indonesia, strategi S-T yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman, dan strategi W-T yaitu meminimalkan kelemahan dan menghindari
ancaman. Berikut Matriks SWOT yang disajikan dalam Tabel 14.
51

Tabel 14 Matriks SWOT Agribisnis Kopi Indonesia


Kekuatan (Strength-S) Kelemahan
1. Indonesia memiliki (Weaknesses-W)
iklim tropis dan curah 1. Teknologi roasting dan
hujan yang sangat blending belum sepenuhnya
mendukung untuk dikuasai oleh industri kopi
perkembangan 2. Permodalan di perkebunan
komoditas kopi kopi masih dirasakan
2. Indonesia negara ke kurang.
tiga terbesar dunia 3. Kurang memadai sarana
penghasil kopi dan prasarana di onfarm
Robusta. maupun di industri kopi
3. Indonesia memiliki 4. Konsumsi kopi perkapita
kelompok kopi spesial yang sangat rendah
4. Petani mudah dalam 5. Ekspor sebagian besar
memperoleh bibit masih dalam bentuk biji
unggul kopi
6. Pajak yang tinggi untuk
bahan penolong seperti gula
sebesar 40%
Peluang Strategi S-O Strategi W-O
(Opportunities-O) 1. Meningkatkan eskpor 1. Pengurangan/
1. Jumlah penduduk Indonesia kopi robusta olahan penghapusan pajak bagi
yang besar, potensi bagi (produk diverensiasi) dan impor bahan penolong
tenaga kerja di Industri produksi kopi spesial (W1,O3)
kopi. (Java Coffee, Kintamani 2. Peningkatan kemampuan
2. Konsumsi Industri rumah Coffee, Toradja Coffee dalam teknologi roasting
tangga menyerap 85 persen dsb) dan blending
produksi kopi (S1,S2,S3,S4,O6) (W1,O1,O2,O3)
3. Banyaknya perusahaan kopi 3. Perbaikan dan
olahan sehingga menyerap penambahan sarana dan
tenaga kerja. prasarana.
4. Alokasi dana untuk (W3,O3)
rehabilitasi dan peremajaan
tanaman kopi
5. Adanya penyuluhan, riset
bibit unggul dan pelepasan
varietas unggul
6. Perdagangan bebas
Ancaman (Threats-T) Strategi S-T Strategi W-T
1. Banyaknya kafe-kafe kopi 1. Meningkatkan kualitas 1. Peningkatan promosi di
instan yang bahan bakunya biji kopi dalam negeri dalam dan di luar negeri.
tidak menggunakan kopi (S1,S2,S3,S4,T1,T2,T3) (W4, T1)
asal Indonesia 2. Penerapan SNI secara 2. Sosialisasi 4C kepada
2. Tuntutan mengikuti bertahap namun dibina perusahaan dan petani
ketentuan 4C (Common secara ketat. (S2, T3) (W5, T2)
Code for The Coffee
Community)
3. Adanya standar nasional
52

1) Strategi S-O
Meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan dan produksi kopi spesial
Indonesia dikaruniai sumberdaya alam yang melimpah. Setiap daerah
mempunyai kekayaan sumberdaya alam tersendiri. Begitupun dalalam hal
perkopian, hampir setiap daerah memiliki kekhususan produk kopi, seperti kopi
gayo di Aceh, kopi Flores, dan jenis kopi spesial lainnya merupakan potensi yang
bisa dikembangkan di pasar internasional guna meningkatkan dayasaing kopi
Indonesia di pasar internasional. Untuk meningkatkan pangsa pasar, Indonesia
juga perlu meningkatkan ekspor kopi Robusta yang telah di olah, hal ini juga akan
meningkatkan nilai tambah.
2) Strategi S-T
Strategi ini menunjukan bagaimana menggunakan kekuatan yang dimiliki
oleh agribisnis gandum lokal untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari
ancaman.
a. Meningkatkan kualitas biji kopi guna meningkatkan kualitas kopi olahan
dalam negeri.
Berdasarkan faktor sumberdaya yang mendukung usahatani kopi yang
merupakan faktor kekuatan, sementara konsumsi kopi domestik tidak
mengalami perubahan, disamping itu Indonesia yang hanya sebagai pengikut
di pasar internasional dan digesernya oleh Vietnam, maka meningkatkan
kualitas biji kopi guna meningkatkan kualitas kopi olahan dalam negeri adalah
satu jalan untuk menghadapi semua ancaman tersebut. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan penyuluhan intensif pada petani mengenai budidaya,
penanganan pascapanen dan penggunaan teknologi dalam usahatani.
b. Penerapan SNI secara bertahap namun di bina secara ketat
Untuk saat ini SNI merupakan ancaman baik bagi petani kopi maupun di
industri pengolahan kopi, karena petani kopi belum mampu sepenuhnya
memenuhi SNI. Oleh karena itu pemberlakukan SNI dilakukan secara
bertahap namun pengawasannya dilakukan secara ketat dan terus dibina,
sehingga waktunya nanti kopi Indonesia sudah memenuhi SNI dan bukan lagi
menjadi ancaman melaikan peluang untuk meningkatkan dayasaing kopi
Indonesia.
3) Strategi W-O
a. Penghapusan atau pengurangan pajak bagi impor bahan penolong
Industri kopi memiliki keterkaitan dengan industri bahan penolong seperti
gula. Tingginya pajak impor gula sebesar 40 persen, akan berpengaruh pada
biaya produksi kopi olahan (instan). Jika impor bahan penolong di hapus atau
dikurangi maka akan berdampak pada penurunan ongkos produksi sehingga
industri kopi olahan bisa memaksimalkan keuntungan.
b. Peningkatan kemampuan dalam teknologi roasting dan blending
Peningkatan kemampuan dalam teknologi roasting dan blending
diperlukan guna meningkatkan cita rasa kopi, sehinga kopi olahan Indonesia
mampu bersaing dengan kopi impor di dalam negeri maupun bersaing di luar
negeri. Karena cita rasa kopi merupakan salah satu barganin position kopi
dalam mempertahankan atau menambah pangsa pasar.
53

c. Perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana


Perbaikan infrastruktur dirasa perlu bagi kelancaran distribusi produk dari
kebun ke tempat pengolahan dan ke pasar. Hal ini dapat dilakukan kerjasama
baik antara pihak petani, pemerintah setempat maupun industri. Kelancaran
distribusi produk akan meminimalkan biaya input.
4) Strategi W-T
a. Peningkatan promosi mengenai pentingnya minum kopi baik di dalam maupun
luar negeri
Konsumsi perkapita kopi Indonesia masih rendah terkait dengan
kebudayaan minum kopi hanya untuk pria saja, sedangkan wanita lebih
memilih meminum teh. Tapi seiring perkembangan jaman, tumbuh pesat kafe-
kafe kopi siap saji dimana ini merupakan gaya baru minum kopi yang dinilai
lebih bergengsi dan konsumennya mencakup seluruh kalangan. Disinilah
diperlukannya promosi mengenai pentingnya minum kopi bagi kesehatan dan
juga bagi gaya hidup, hal ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi kopi
perkapita Indonesia.
Mengekspor kopi dalam bentuk kopi olahan adalah strategi yang dirasa
perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan untuk mempertahankan
pasar di pasar internasional, mengingat Indonesia memiliki potensi kopi
spesialty yang dapat dikembangkan di pasar internasional sehingga diharapkan
Indonesia memiliki kekuatan pasar di pasar Internasional.
b. Sosialisasi 4C kepada perusahaan dan petani
Dalam memasuki pasar bebas, setiap negara tidak ada hambatan masuk
untuk menjual produk dagangannya, termasuk dalam perdagangan
internasional kopi. Namun untuk dapat bersaing di pasar internasional,
Indonesia harus mengikuti selera pasar dan aturan perdagangan internasional
yang berlaku seperti adanya ketentuan 4C (Common Code for The Coffee
Community). Sama halnya dengan SNI, 4C saat ini masih merupakan ancaman
baik bagi petani kopi maupun pelaku di industri kopi (pengusaha), karena
terdapat strandar-standar yang harus dipenuhi untuk mengeskpor kopi ke pasar
internasional. Namun jika ketentuan 4C bisa dipenuhi maka 4C tidak lagi
merupakan ancaman melaikan peluang untuk kopi Indonesia lebih
berdayasaing.

Sebagai bentuk nyata dari strategi yang telah dirumuskan, maka pada tabel
di bawah ini disajikan program-program yang dapat dilakukan guna meningkatkan
pengembangan agribisnis kopi Indonesia.
54

Tabel 15 Program Dayasaing dan Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia


No Strategi Program Penanggung Jawab
1. Meningkatkan ekspor kopi Promosi dan pameran Eksportir (AEKI),
Robusta olahan (produk Diversifikasi produk UKM, petani,
diverensiasi) dan produksi kopi Pemanfaatan caf-caf kopi Pemda/ pemkot,
spesial kementan, kemenprin

2. Penghapusan atau pengurangan Ratifikasi undang-undang Kemenprindag


pajak bagi impor bahan penolong tariff impor
3. Peningkatan kemampuan dalam Pengembangan teknologi R&D, UKM
teknologi roasting dan blending pengolahan kopi
(Machinary) yang dapat
menghasilkan kopi dengan
cita rasa baik
Pengembangan R&D dalam
inovasi dan diversifikasi
4. Perbaikan dan penambahan Membangun akses jalan, Pemda/ pemkot
sarana dan prasarana pelabuhan/
Terminal
5. Meningkatkan kualitas biji kopi Memberikan penyuluhan Penyuluh pertanian,
guna meningkatkan kualitas kopi pasca panen kemenprin,
olahan dalam negeri. Adanya pengawasan mutu pemerintah pusat
kopi bagian UKM,
Bantuan mesin/peralatan pemerintah daerah,
Teknologi produk PPT/BPPT
(difersivikasi)
6. Penerapan SNI secara bertahap Tersusunnya Standar Kemenprin,
namun di bina secara ketat Nasional Indonesia (SNI) kementan,
kopi PPT/Perusahaan,
Menerapkan SNI dalam BBIA, litbang
inovasi dan diversifikasi
produk pengolahan kopi
Indonesia
7. Peningkatan promosi baik di Pameran Kemeprin,
dalam maupun luar negeri pemerintah pusat
bagian UKM,
perusahaan.
8. Sosialisasi 4C kepada Penyuluhan dan pembinaan Kemeperin,
perusahaan dan petani kementan, penyuluh
pertanian,
perusahaan, petani.
55

8 KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan


yang diperoleh adalah :
1. Berdasarkan analisis dayasaing menggunakan RCA (indeks RCA rata-rata
sebesar 5.56) dan Berlian Porter, secara komparatif dan kompetitif kopi
Indonesia memiliki dayasaing di pasar internasional. Hal ini dapat dilihat dari
faktor-faktor yang masuk kedalam kekuatan dan peluang di dalam analisis
SWOT yang berdasarkan analisis Berlian Porter. Faktor-faktor yang masuk
ke dalam kekuatan dan peluang adalah faktor yang mendukung dayasaing
kopi Indonesia. Sedangkan faktor faktor yang masuk ke dalam kelemahan
dan ancaman adalah faktor yang kurang mendukung dayasaing kopi
Indonesia.
2. Strategi yang peningkatan dayasaing yang dipilih adalah strategi S-O
(menggunakan kekuatan guna menangkap peluang-peluang yang ada) yaitu
Meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan (produk diverensiasi) dan produksi kopi
spesial.

Saran

1. Berdasarkan analisis Berlian Porter yang kemudian diturunkan ke analisis


SWOT maka program yang sebaiknya dikembangkan guna meningkatkan
dayasaing agribisnis kopi Indonesia adalah berupa promosi dan pameran,
deversifikasi produk, dan pemanfaatan kafe-kafe kopi siap minum.
2. Berdasarkan analisis SWOT, sebaiknya Indonesia meningkatkan ekpor kopi
Robusta olahan (diverensiasi produk) guna meningkatkan nilai tambah dan
nilai ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan dayasaing kopi
Indonesia.
56

DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah S. 2003. Perkembangan Perkopian di Indonesia 1996-2002. Warta


Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Vol 19.
Asmarantaka RW. 2011. Analisis Dayasaing Ekspor Kopi Indonesia. Di dalam :
Baga LM, Fariyanti A, Jahroh S. Kewirausahaan dan Dayasaing
Agribisnis. Bogor : IPB Pr. Hlm 79-93.
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia. 1990. Konsumsi Kopi Indonesia. Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia. Jakarta.
_____________________________. 2002. Vietnam akan Kendalikan Produksi
Kopi. Kopi Indonesia. Edisi April. Jakarta
Badan Pusat Statistik. www.bps.go.id. (9 November 2012)
__________________. 2004. Indikator Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Bina UKM. 2009. http://binaukm.com (11 November 2011).
Cahyani UE. 2008. Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula
Indonesia [Skripsi]. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
David FR. 2006. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi 10. Buku 1. Stefanus
Rahoyo, editor. Penerbit Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic
Management: Concepts and Cases. Jakarta.
Departemen Perdagangan. 2010. Indonesian Foreign Trade In Brief. Ditjen
Perdagangan Luar Negeri, Jakarta.
Direktorat Jendral Perkebunan Departemen Pertanian. 2008. www.deptan.go.id.
(3 November 2013).
___________________________________________. 2012. Statistik Perkebunan
2009-2011. Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian.
Jakarta.
[ICO] International Coffee Organization. 2011. Coffee Market Report.
http://www.ico.org. (9 November 2012)
____________________________________. 2012. Coffee Market Report.
http://www.ico.org. (9 November 2012).
Kementerian Perindustrian. 2013. Pameran Kopi Nusantara. Tersedia dari:
http://agro.kemenperin.go.id
Lubis SN. 2002. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri
Kopi Indonesia dan Perdagangan Kopi Dunia [Disertasi]. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Meryana E. 2007. Analisis Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar
Internasional [Skripsi]. Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mustopa BA. 2010. Analisis Dayasaing Kopi Indonesia di Pasar Internasional
[Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Najiyati S dan Daniarti. 2001. Kopi : Budidaya dan Penanganan Pascapanen.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Nurunisa VF. 2011. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis
Teh Indonesia [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free press.
57

Puspita AA. 2009. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis


Gandum Lokal di Indonesia [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Pustaka
Utama. Jakarta.
Rohman H. 2013. Produksi Kopi Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri
Proteolitik dan Kombinasi Bakteri Selulolitik dan Xilanolitik dari Luwak
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Said EG dan Prastiwi YE. 2008. Agribisnis Syariah penelitian gandum fakultas
pertanian). Innofarm : Jurnal Inovasi Pertanian. 7: 95-102.
Saragih B. 2010. Suara Agribisnis : Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. PT
Permata Wacana Lestari. Jakarta.
Siahaan JA. 2008. Analisis Dayasaing Komoditas Kopi Arabika Indonesia di
Pasar Internasional [Skripsi]. Program Studi Ekonomi Pertanian dan
Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sihotang J. 1996. Analisis Penawaran dan Permintaan Kopi Indonesia di Pasar
Domestik dan Internasional [Tesis]. Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Simatupang P. 2009. Introduksi dan Praksis Paradigma Agribisnis di Indonesia :
Kontribusi Profesor Bungaran Saragih. Di dalam Krisnamurthi Bayu,
Pambudy Rachmat, Dabukke Frans BM, editor. Refleksi Agribisnis. IPB
Press. Hlm 23-43. Bogor.
Siregar PK. 2009. Analisis Dampak Penghapusan Tarif Impor Susu Terhadap
Daya Saing Komoditas Susu Sapi Lokal (Studi Kasus : Peternak Anggota
TPK Cibedug, KPSBU Jawa Barat) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Siswoputranto PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Soetriono. 2009. Strategi Peningkatan Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta
dengan Model Daya Saing Tree Five. Seminar Peningkatan Dayasaing
Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Spillane JJ. 1990. Komoditas Kopi : Peranannya dalam Perekonomian Indonesia.
Kanisius. Yogyakarta.
Suryono DW. 1991. Analisis Perdagangan Kopi Indonesia Di Pasaran Dalam
Negeri Dan Internasional [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Tambunan T. 2001. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia. Edisi ke-1.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Turnip, C. E. 2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran
Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia [skripsi]. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yuyanti. 2012. Pengaruh Line Extension Terhadap Ekuitas Merek Kopi Nescafe :
Survei pada Konsumen Kopi Nescafe Giant Hypermarket Pasteur
Hyperpoint [Skripsi]. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
58
Lampiran 1 Nilai Ekspor dan Pangsa Pasar Empat Negara Utama Pengekspor Kopi Dunia Tahun 2008-2013

Tahun Dunia Indonesia Pangsa Brazil Pangsa Vietnam Pangsa Kolombia Pangsa
(US$) (US$) (%) (US$) % (US$) % (US$) %
2008 15,018,930,709 1,081,467,000 7.20 4,131,599,097 27.51 2,108,148,265 14.04 1,883,221,314 12.54
2009 13,524,514,164 821,956,589 6.08 3,761,283,255 27.81 1,714,615,113 12.68 1,542,697,499 11.41
2010 16,272,481,765 983,998,000 6.05 5,181,618,077 31.84 1,838,311,014 11.30 1,883,556,941 11.58
2011 21,140,132,985 1,303,494,000 6.17 8,000,105,307 37.84 1,060,500,000 5.02 2,608,365,161 12.34
2012 22,705,167,103 1,243,825,829 5.48 5,721,722,102 25.20 3,507,400,541 15.45 1,909,997,087 8.41
2013 12,313,492,862 1,166,188,552 9.47 4,582,226,590 37.21 1,924,356,787 15.63 1,883,906,050 15.30
Rata-rata 14,424,959,941 942,989,996 6.54 4,482,650,633 31.08 1,736,190,246 12.04 1,673,106,293 11.60
Sumber : Diolah dari UN Comtrade
59

Lampiran 2 Hasil Analisis Concentration Ratio (CR4)

Pangsa Pasar (S) Rata-rata


No. Nama Perusahaan Nama Merek
2009 2010 2011 Pangsa
1 PT. Santos Abadi Jaya Kapal Api dan ABC 62.5 61.5 60.1 61.37
2 PT. Nestle Indonesia Nescafe 9.9 8.3 5.2 7.80
3 PT. Mayora Indah TBK Torabika 7.5 6.2 8.5 7.40
4 PT. Sari Incofood Corporation Indocafe 6.4 9.1 8.4 7.97

Jumlah (CR4) 84.53


Sumber : Diolah dari Majalah SWA, Juli 2011
60

Lampiran 3 Tabel Jumlah Perusahaan Kopi Olahan yang Tersebar di Seluruh


Provinsi Indonesia Tahun 2009

Propinsi Jumlah Perusahaan Proporsi


SUMATERA 66 32%
Sumatera Utara 33 16%
Lampung 8 4%
Sumatera Selatan 10 5%
Bengkulu 2 1%
Sumatera Barat 4 2%
Riau 4 2%
Jambi 4 2%
NAD 1 0%
JAWA 99 48%
DKI 30 15%
Jawa Timur 22 11%
Jawa Barat 15 7%
Jawa Tengah 20 10%
Banten 11 5%
DIY 1 0%
BALI & NUSATENGGARA 15 7%
Bali 12 6%
NTB 1 0%
NTT 2 1%
KALIMANTAN 11 5%
Kalimantan Barat 7 3%
Kalimantan Selatan 2 1%
Kalimantan Timur 2 1%
SULAWESI 9 4%
Sulawesi Selatan 6 3%
Sulawesi Utara 3 1%
Sulawesi Tengah 0 0%
PAPUA & MALUKU 5 2%
Papua 4 2%
Maluku 1 0%
TOTAL 205 100%
Sumber. Bina UKM, 2009
61

Lampiran 4 Daftar Perusahaan Eksportir Kopi Indonesia Tahun 2011

No. Nama Perusahaan Alamat


1 CV ALFI DATINGGO CO Aceh Tengah
2 CV ANTARA SAUDARA Kota Bandar Lampung
3 CV ARIDALTA MANDIRI Aceh Tengah
4 CV ARVIS SANADA Malang
5 PT ASAL JAYA Malang
6 CV ALAM JAYA Lampung
7 PT ANEKA SUMBER BUMI JAYA Lampung
8 CV ARVIS SANADA Medan
9 CV ARYA DUTA Lampung
10 PT ASIA MAKMUR Lampung
11 CV ATEUTAMOUNT Aceh tengah
12 CV BANDAR JAKARTA Jambi
13 PT BATU PUTIH RAYA Makassar
14 CV BINTANG MUSARA GAYO Medan
15 CV BLON ADIL JAYA Makasar
16 PT BUDI SEMESTA SATRIA Lampung
17 PT BUDI WAHANA BINASWASTA Lampung
18 PT BANGUN LAMPUNG JAYA Lampung
19 PT BINTANG JAYA MAKMUR Surabaya
20 PT BINTANG TUNGGAL SEJATI Sidoarjo
21 PT BUDI SARI BUMI Lampung
22 PT BUDI SENTOSA PERKASA Lampung
23 PT BUMI KARYA SENTOSA Surabaya
24 PT RAJA PUTRA MANGGALA Medan
25 CV WIN ALAM LESTARI Medan
26 PT WAHANA GRAHAMAKMUR Medan
27 PT VAN REES INDONESIA Jakarta Selatan
28 PT VOLKOPI INDONESIA Medan
29 PT ULUBELU COFCO ABADI Sibolga
30 CV UJANG JAYA Medan
31 PT TYSSEN PRATAMA Lampung
32 PT TRI RATU MUKTI KENCANA Lampung
33 CV TRIHARTO Lampung
34 PT TOARCO JAYA Makasar
35 PT TERUNAGALANG CITRA Medan
PERKASA
36 PT TAMAN DELTA INDONESIA Semarang
37 CV SURYO Surabaya
38 PT SURAPATI Malang
39 PT SUNGAI BUDI Malang
40 PT SUMICO MANDIRI Medan
41 CV SUMBER ALAM SAKTI Semarang
42 PT SUMATERA ARABIKA GAYO Kec Bandar Bener Meriah
62

43 PT SUMATERA SPECIALTY Medan


COFFEESS
44 PT SULAWESI BEANS Makasar
45 PT SULOTCO JAYA ABADI Surabaya
46 CV SINAR MUTIARA HIJAU Medan
47 CV SINAR ABADI Medan
48 PT SINAR LENTERA MANDIRI Aceh
49 CV SIDIKALANG Medan
50 PT SARIMAKMUR TUNGGAL Medan
MANDIRI
51 PT SARI HASIL PUTERA Makasar
52 CV SARI HASIL UTAMA Makasar
53 CV SAMUDERA HARAPAN Surabaya
54 PT SAMSON JAY Lampung
55 PT SAM KARYA ABADI Medan
56 CV RONA BHAKTI Medan
57 CV RODA MANDALA DWIPA Lampung
58 PT REDJODADI Semarang
59 PT CETARA BANGUN PERSADA Tanggerang
60 PT COFFEE INDONESIA JAYA Lampung
61 PT CITRABUANA TUNGGAL Surabaya
PERKASA
62 PT COFFINDO Medan
63 PT COFFEE INDONESIA JAYA Lampung
64 PT COMMODITY VENTURES INT Deli,Serdang
65 CV DAGANG SEPAKAT INDAH Aceh
66 PT DJASA DJASA Temanggung
67 CV DWI JAYA Malang
68 CV EKA NUSA JAYA Medan
69 PT GEMILANG JAYA MAKMUR Malang
ABADI
70 PT GEMILANG SENTOSA PERMAI Malang
71 CV GENDALI Medan
72 PT GLOBAL AGRO PERKASA Medan
73 PT GERGAS UTAMA Medan
74 PT GOLDEN HARVESTINDO Pasuruan
75 PT GUNUNG KOPI JAYA Lampung
76 PT GUNUNG LINTONG Medan
77 CV HARAPAN BERSAMA Medan
78 CV HIJAU BERSERI Medan
79 PT IHTIYERI KETI ARA Aceh Tengah
80 CV HARAPAN MAKMUR Lampung
81 PT INDOKOM CITRAPERSADA Sidoarjo
82 PT INDRA BROTHERS Lampung
83 CV JMJ GLOBAL WINPEX Surabaya
84 PT JAVA AGRO Semarang
85 PT INTI BARU SEJATI Palembang
63

86 PT INDOKOM CITRA PERSADA Lampung


87 PT INDO CAFCO Lampung
88 KP KOP.BAITUL QIRADH Aceh
BABURRAYYAN
89 PT KOPI TOBA MAS INDONESIA Deli, Serdang
90 PT LAJU SINAR ABADI Lampung
91 CV LEPO GAYO INDAH Aceh
92 CV LORIN JAYAPRIMA Medan
93 PT MANDHELING GAYO Medan
INTERNATIONAL
94 CV MEGA LESTARI Medan
95 PT MEGAHPUTRA SEJAHTERA makasar
96 PT MENACOM Medan
97 PT MANDHELING HIJAU LESTARI Medan
98 PT LOSARI LAKSANA Lampung
99 CV LAMPUNG ROBUSTA COFFEE Lampung
100 CV LINTAS UTAMA Surabaya
101 CV KORINA EFATA Tana Toraja
102 KP KOPERASI PERMATA GAYO Aceh
103 PT KIAT EXPORINDO BERSAMA Lampung
104 CV OLIVIA CHRISTY Medan
105 PT NOMURA EXPORINDO Jakarta Selatan
106 PT NEDCOFFEE INDONESIA Lampung
MAKMUR JAYA
107 PT MULYO KAWI WIJOYO Medan
108 PT MULIASARI PERMAI Surabaya
109 CV PRIMATAMA Medan
110 CV PUTRA DARMA Aceh Tengah
111 CV PUTRA RIMBUN Medan
112 CV RAHMAT PUTRA SEJATI Medan
113 PT RAMBATE RATAHAYU Surabaya
Sumber : Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2011
64

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 22 Januari 1985 dari pasangan
Bapak R.S Sochiri (Alm) dan Ibu Dra. Sair. Penulis merupakan puteri pertama
dari dua bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cibinong.
Tahun 2008 penulis lulus dari Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Institut
Pertanian Bogor. Pada tahun 2010 Penulis melanjutkan ke Program Magister pada
Program Studi Magister Sains Agribisnis.

Anda mungkin juga menyukai