TERBAWA BENIH
CABAI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGENDALIAN Colletotrichum spp. TERBAWA BENIH
CABAI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Tatiek Kartika Suharsi, MS
Judul Tesis : Pengendalian Colletotrichum spp. Terbawa Benih Cabai
Menggunakan Gelombang Mikro
Nama : Lilih Naelun Najah
NIM : A251130161
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dengan judul Pengendalian Colletotrichum spp. Terbawa Benih Cabai
Menggunakan Gelombang Mikro dilaksanakan sejak bulan Juli 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada: Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi
selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Widodo, MS selaku anggota komisi
pembimbing, atas segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada
penulis; Dr Tatiek Kartika Suharsi, MS dan Dr Dewi Sukma, SP MSi yang telah
memberikan saran dalam penyempurnaan tesis ini. Dr Ir Endah Retno Palupi,
MSc selaku ketua program studi Ilmu dan Teknologi Benih, dan seluruh dosen
atas ajaran dan bimbingannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
Pemerintah Daerah Provinsi Maluku atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana yang
telah penulis terima selama ini serta Pimpinan dan Staf Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih/Bibit Pertanian Peternakan Provinsi Maluku atas dukungannya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami (Basnainy
Thio), anak-anak (M. Rizky Thio, Fauzan Althaf Thio, Zaidan Azka Thio), dan
seluruh keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Teman-teman Ilmu
dan Teknologi Benih 2013, teman-teman Fitopatologi 2013 dan 2014, serta
seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas segala ilmu dan
kebaikan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Benih Cabai 3
Colletotrichum spp. Terbawa Benih Cabai 4
Gelombang Mikro 7
Kadar Air Benih 9
3 METODE 9
Tempat dan Waktu Penelitian 9
Sumber Bahan 9
Pelaksanaan Percobaan 10
Percobaan I Pengaruh Kadar Air dan Lama Pemanasan Gelombang Mikro
Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Cabai 11
Percobaan II Pengaruh Lama Pemanasan Gelombang Mikro Terhadap
Perkembangan Colletotrichum spp. Terbawa Benih Cabai 13
Analisis Data 14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Pengaruh Gelombang Mikro Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Cabai 15
Pengaruh Gelombang Mikro Terhadap Infeksi Colletotrichum Spp. dan
Hubungannya Dengan Daya Berkecambah Benih 18
5 KESIMPULAN 22
Kesimpulan 22
DAFTAR PUSTAKA 22
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL
1 Interaksi kadar air dan lama pemanasan gelombang mikro terhadap
viabilitas benih 15
2 Interaksi kadar air dan lama pemanasan gelombang mikro terhadap
vigor benih 17
3 Persentase tingkat infeksi Colletotrichum spp. 18
4 Hasil identifikasi berdasarkan pertumbuhan koloni pada media PDA
selama 14 hari dan bentuk konidia Colletotrichum spp. 19
5 Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap daya
berkecambah (%) dan tingkat infeksi Colletotrichum spp. 20
6 Tingkat efikasi pemanasan gelombang mikro dan fungisida benomil
terhadap tingkat infeksi C. acutatum 22
DAFTAR GAMBAR
1 Irisan melintang benih cabai: kotiledon (C), endosperm (E), hipokotil
(H), mikrofil (M), radikula (R), kulit benih (SC) 4
2 Konidia C. acutatum (a), C. capsici (b), C. gloeosporioides (c) 5
3 Gejala penyakit antraknosa pada buah cabai 6
4 Komponen-komponen oven microwave 8
5 Diagram alir penelitian 10
6 Nilai LD50 berdasarkan persentase DB benih cabai kadar air 4.31%
selama pemanasan gelombang mikro 17
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
dalam berwarna merah tua sampai coklat muda, dengan berbagai bentuk jaringan
konsentrik dari aservuli cendawan yang seringkali basah dan berwarna gelap.
Spora yang berwarna pucat kekuningan sampai warna merah muda tersebar pada
garis-garis konsentrik. Buah cabai bisa hancur 100% karena antraknosa (Duriat et
al. 2007; Than et al. 2008).
Upaya pengendalian penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen
terbawa benih yang biasa dilakukan yaitu dengan perlakuan benih menggunakan
bahan kimia seperti fungisida sistemik, namun penggunaannya dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan dan akan berpengaruh terhadap kesehatan
manusia baik secara langsung maupun tidak langsung (Zhang et al. 2011) dan
juga dapat menimbulkan resistensi cendawan patogen terhadap fungisida (Deising
et al. 2008). Oleh karena itu perlu adanya alternatif pengendalian lain yang mudah,
murah, cepat dan ramah lingkungan seperti penggunaan gelombang mikro
(microwave).
Gelombang mikro merupakan gelombang elektromagnetik yang mempunyai
frekuensi sangat tinggi yaitu berkisar antara 300 MHz-300 GHz. Gelombang
mikro dapat digunakan dalam komunikasi, navigasi dan industri. Pemanasan
gelombang mikro dalam bidang industri digunakan untuk pengeringan, ekstraksi
minyak, aplikasi medis, pengendalian hama, dan meningkatkan perkecambahan
benih (Brodie 2012). Frekuensi yang biasa digunakan adalah 2 450 MHz karena
frekuensi tersebut mudah diserap oleh molekul air yang ada di setiap sel hidup.
Gelombang mikro memiliki efek panas karena dapat meningkatkan suhu.
Peningkatan suhu tersebut dihasilkan oleh energi yang diserap akibat pergerakan
medan listrik (Iuliana et al. 2013).
Pemanfaatan gelombang mikro untuk mengendalikan cendawan patogen
terbawa benih telah banyak dilaporkan antara lain dapat mengendalikan Fusarium
semitectum pada benih jagung (Vassanacharoen et al. 2006), Alternaria alternata
pada benih aster cina (Han 2010), Penicillium spp. pada benih buncis (Tylkowska
et al. 2010), Fusarium spp. dan Microdochium nivale pada benih gandum (Knox
et al. 2013), Fusarium subglutinan dan Aspergillus niger pada benih jagung manis
(Arengka 2014). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengendalian
penyakit tanpa merusak mutu fisiologis benih, serta dapat digunakan secara cepat,
tepat dan mudah.
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Benih Cabai
SC
M R
E
C
H
Gambar 1 Irisan melintang benih cabai: kotiledon (C), endosperm (E), hipokotil
(H), mikrofil (M), radikula (R), kulit benih (SC). Sumber: Dias et al.
(2013)
a b c
Penyakit antraknosa pada buah sering menyebabkan busuk lunak pada kulit
buah. Gejala yang khas pada buah, yaitu luka yang membentuk cekungan,
melingkar dan meluas dengan aservuli (struktur aseksual pada cendawan parasit)
berwarna hitam yang membentuk cincin konsentris, sering basah dan
menghasilkan kumpulan konidia berwarna merah muda sampai oranye. Pada
serangan berat, buah menjadi kering, keriput dan berwarna seperti jerami (Gambar
3).
6
Infeksi awal dari patogen ini merupakan rangkaian proses mulai dari adanya
konidia di permukaan tanaman, perkecambahan konidia dengan membentuk
tabung kecambah, produksi appresoria yang berfungsi untuk melekat dengan kuat
pada jaringan tanaman, penetrasi pada jaringan epidermis, pertumbuhan dan
kolonisasi jaringan tanaman, produksi aservuli dan pembentukan spora (Prusky et
al. 2000). Mekanisme infeksi patogen pada benih terdapat dua cara, yaitu infeksi
sistemik dan kontaminasi atau infestasi. Infeksi sistemik terjadi melalui empat
cara, yaitu: 1) infeksi sistemik melalui bunga, buah atau funiculus, 2) penetrasi
melalui stigma, 3) penetrasi melalui dinding ovari dan kulit benih, 4) penetrasi
melalui luka atau bukaan alami. Kontaminasi terjadi melalui dua cara yaitu
patogen menempel pada permukaan benih dan tercampur pada benih selama
proses produksi benih dari mulai panen, ekstraksi, seleksi sampai pengemasan
(Nome et al. 2002).
Colletotrichum merupakan patogen yang dapat bertahan hidup pada benih
maupun pada kulit benih, dalam bentuk aservuli atau miselia. Keberadaan aservuli
yang melimpah menyebabkan rusaknya lapisan parenkim dari kulit benih dan
mengurangi cadangan makanan di endosperm dan embrio (Chitkara et al. 1990).
Cendawan pada kondisi tertentu dapat hidup pada inang alternatif seperti tanaman
golongan solanaceae lainnya, legum, sisa-sisa tanaman, dan buah yang busuk di
lapangan (Pring et al. 1995).
Pencegahan dan pengendalian cendawan Colletotrichum spp. terbawa benih
cabai yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan benih yang bersertifikat,
tidak mengikutsertakan biji yang berbentuk dan berwarna abnormal , memberi
perlakuan perendaman dengan air panas ± 55 °C selama 30 menit, atau fungisida
dari golongan sistemik selama kurang lebih satu jam. Penggunaan fungisida
berlebih selain tidak efisien juga dapat menimbulkan berbagai masalah serius
seperti akumulasi residu pestisida, penyakit menjadi resisten, epidemi penyakit,
terbunuhnya musuh alami dan pencemaran lingkungan (Duriat et al. 2007).
Fungisida sistemik bahan aktif benomil dapat digunakan untuk mengendalikan
cendawan Colletotrichum spp. (Peres et al. 2004; Setiyowati et al. 2007).
7
Gelombang Mikro
benih, relatif aman, tidak menimbulkan toksik terhadap hewan, tanaman maupun
manusia, efektif untuk waktu yang lama selama penyimpanan, mudah digunakan,
cocok dan praktis, serta ekonomis. Perlakuan benih dengan gelombang mikro
memenuhi kriteria tersebut, karena penggunaannya yang mudah hanya
memerlukan beberapa detik, sehingga lebih efektif dan tidak menimbulkan toksik.
Wei (2004) meyatakan bahwa keuntungan dari teknik pemanasan gelombang
mikro, yaitu: 1) startup cepat, meningkatkan produksi panas secara cepat,
mengurangi biaya produksi dan tenaga kerja, 2) suhu yang lebih tinggi di dalam
material dari pada di luar material, 3) proses pemanasan dan pengeringan secara
selektif, 4) pemanasan elektromagnetik tanpa polusi, mudah digunakan dan
otomatis.
dapat menjadi altenatif pengendalian OPT tanpa meninggalkan residu kimia yang
membahayakan kesehatan manusia.
Kadar air benih merupakan berat air yang hilang karena pengeringan dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat awal benih (ISTA 2014). Kadar air
merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada kegiatan
pemanenan, pengolahan, penyimpanan dan pemasaran benih. Kadar air benih
menentukan tingkat kerusakan mekanis saat pengolahan, kemampuan benih
mempertahankan viabilitasnya selama di penyimpanan dan menentukan kelulusan
pada proses sertifikasi benih ( Widajati et al. 2013).
Kadar air berperan dalam perdagangan benih untuk menetapkan nilai jual
benih. Kandungan air yang tinggi pada benih menandakan mutu benih yang
rendah, yang menyebabkan daya simpan benih rendah. Kadar air dapat dinyatakan
dengan dua cara yaitu: 1) berdasarkan berat kering yang digunakan dalam ilmu
pengetahuan dan penelitian, dan 2) berdasarkan berat basah yang digunakan
dalam industri benih dan ISTA. Kadar air bersifat dinamis, dapat menguap atau
mendesorbsi air tergantung tingkat kelembaban udara disekelilingnya (Dirjen
Tanaman Pangan 2013).
Kadar air benih ortodoks pada saat panen masih sangat tinggi sekitar 20-
30%, dan harus dikeringkan sampai kadar air optimum untuk mencegah
perkecambahan, mempertahankan viabilitas dan vigor selama penyimpanan.
Benih ortodoks tahan terhadap pengeringan sampai kadar air rendah (4%) dan
dapat disimpan pada suhu rendah (<0 °C) (Ilyas 2012). Kadar air benih cabai
maksimum pada pengujian laboratorium sebesar 7% untuk semua kelas benih.
Kadar air tersebut merupakan persyaratan dan standar kelulusan sertifikasi benih
tanaman sayuran (Permentan 2012).
3 METODE
Sumber Bahan
Benih cabai yang digunakan adalah benih dari buah cabai varietas Royal
Hot yang terinfeksi penyakit antraknosa diperoleh dari pertanaman di Kebun
Percobaan IPB Pasir Sarongge Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur
pada bulan Juli 2015. Benih diambil dari buah yang telah masak fisiologis, yaitu
secara morfologi buah berwarna merah namun terinfeksi penyakit yang ditandai
dengan bercak coklat kehitaman melingkar dan meluas menjadi busuk lunak.
10
Serangan yang berat mengakibatkan buah menjadi kering, keriput dan warna
menjadi seperti jerami.
Pelaksanaan Percobaan
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu 1) Pengaruh kadar air dan
lama pemanasan gelombang mikro terhadap viabilitas dan vigor benih cabai, dan
percobaan 2) Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap
perkembangan Colletotrichum spp. terbawa benih cabai. Diagram alir kegiatan
penelitian disajikan dalam Gambar 5.
Tujuan
Mengendalikan Colletotrichum spp. terbawa benih cabai menggunakan
gelombang mikro serta dapat mempertahankan mutu fisiologis benih
Output
Gelombang mikro dapat mengendalikan Colletotrichum spp. terbawa benih cabai
serta dapat mempertahankan mutu fisiologis benih
Percobaan I
Pengaruh kadar air dan lama pemanasan gelombang mikro terhadap viabilitas dan
vigor benih cabai
Tujuan
Mendapatkan tingkat kadar air benih terbaik pada beberapa lama pemanasan
gelombang mikro dengan tetap mempertahankan mutu fisiologis
Output
Kadar air benih terbaik yang dapat mempertahankan mutu fisiologis
Percobaan II
Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap perkembangan
Colletotrichum spp. terbawa benih cabai
Tujuan
Mendapatkan lama pemanasan gelombang mikro optimum yang dapat
mengendalikan Colletotrichum spp. terbawa benih cabai
Output
Lama pemanasan gelombang mikro terbaik yang dapat mengendalikan
Colletotrichum spp. terbawa benih cabai
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan tingkat kadar air terbaik pada
beberapa lama pemanasan gelombang mikro dengan tetap mempertahankan mutu
fisiologis. Benih yang digunakan adalah benih yang diekstrak dari bagian buah
cabai yang sehat. Buah diekstrak secara manual, kemudian benih dikering-
anginkan selama 2-3 hari sampai mendapatkan kadar air yang diperlukan.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah kadar air benih terdiri atas tiga
taraf, yaitu kadar air rendah (4.31%), sedang (6.33%) dan tinggi (8.25%). Faktor
kedua adalah lama pemanasan gelombang mikro terdiri atas enam taraf yaitu 0, 10,
20, 30, 40, dan 50 detik. Dengan demikian terdapat 18 kombinasi perlakuan dan
setiap perlakuan terdiri atas 4 ulangan, sehingga seluruhnya terdapat 72 satuan
percobaan. Setiap ulangan menggunakan 50 butir benih. Model linier rancangan
percobaan yang digunakan yaitu sebagai berikut :
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan kadar air ke-i dan lama pemanasan
gelombang mikro ke-j dan ulangan ke-k
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor perlakuan kadar air
βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor lama pemanasan gelombang mikro
(αβ)ij = pengaruh interaksi faktor perlakuan kadar air ke-i dan lama pemanasan
gelombang mikro ke-j
εijk = pengaruh galat percobaan pada perlakuan kadar air ke-i, lama pemanasan
gelombang mikro ke-j, dan ulangan ke-k
awal kemudian diletakkan dalam wadah plastik tertutup yang di bawahnya berisi
air kemudian ditimbang sampai mencapai bobot benih yang diharapkan.
Peningkatan kadar air ± 2% diperlukan waktu ± 3 jam pada suhu ± 27 ºC dan RH
54%. Kisaran bobot benih yang ekuivalen dengan kadar air benih yang diinginkan
dihitung dengan rumus (ISTA 2014) :
100−𝐾𝐴 𝑎𝑤𝑎𝑙
Berat subsampel pada KA tertentu = 100−𝐾𝐴 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 x bobot awal benih
Ʃ KN Hitungan I + Ʃ KN Hitung II
DB (%) = × 100%
Ʃ benih yang ditanam
Keterangan :
DB = Daya Berkecambah
KN = Kecambah Normal
2. Potensi tumbuh maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase benih yang mampu
menjadi kecambah normal maupun kecambah abnormal pada pengamatan hari
ke-14 per jumlah benih yang ditanam. Potensi tumbuh maksimum dihitung
dengan rumus :
Ʃ benih yang tumbuh
PTM(%) = × 100%
Ʃ benih yang ditanam
3. Indeks vigor (IV)
Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada
hari ke-7 sebagai perhitungan I dibagi dengan jumlah benih yang ditanam.
Indeks vigor dihitung dengan rumus :
13
N
KCT (% KN⁄etmal) = ∑tn
0 t
Keterangan :
t = Waktu pengamatan ke- i
N = Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
tn = Waktu pengamatan hari ke-14 (akhir pengamatan)
𝑌 ij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
agar berdasarkan Mathur dan Kongsdal (2003), yaitu benih sebanyak 200 butir (4
ulangan masing-masing 50 butir) disterilisasi permukaan dengan merendam benih
selama 1 menit dalam NaOCl 1%, kemudian dibilas dengan akuades steril
sebanyak 2 kali dan dikeringanginkan di atas tisu steril. Benih ditanam dalam
media potato dextrose agar (PDA), kemudian diinkubasi selama 7 hari pada suhu
25 °C dengan penyinaran near ultra violet (NUV) 12 jam terang dan 12 jam gelap
secara bergantian di ruang inkubasi, dan diamati perkembangan cendawan pada
benih, karakter umum, bentuk konidia dengan menggunakan mikroskop stereo
dan mikroskop kompaun. Pengamatan persentase infeksi dilakukan terhadap
semua jenis cendawan Colletotrichum spp. terbawa benih, dihitung dengan
rumus :
Jumlah benih yang terinfeksi
Tingkat infeksi (%) = x100%
Jumlah benih yang ditanam
(TIK − TIP)
TE (%) = x 100%
(TIK)
Keterangan :
TE = Tingkat efikasi
TIK = Tingkat infeksi C. acutatum pada kontrol
TIP = Tingkat infeksi C. acutatum pada perlakuan
Analisis Data
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi antara kadar air benih
dengan lama pemanasan gelombang mikro terhadap viabilitas benih, yaitu daya
berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM). Lama pemanasan
gelombang mikro 10 detik pada beberapa tingkat kadar air belum dapat
menurunkan viabilitas benih. Benih berkadar air rendah (4.31%) memiliki
viabilitas yang tetap tinggi meskipun dipanasi gelombang mikro sampai 40 detik,
sedangkan benih berkadar air sedang (6.33%) dan tinggi (8.25%) mengalami
penurunan viabilitas setelah dipanasi gelombang mikro mulai dari 20 detik (Tabel
1).
Tabel 1 Interaksi kadar air dan lama pemanasan gelombang mikro terhadap
viabilias benih
Kadar Air Lama pemanasan gelombang mikro (detik)
(%) 0 10 20 30 40 50
Daya berkecambah (%)
KA ± 4.31 79.0 a 74.0 ab 74.0 ab 73.0 ab 65.0 b 40.0 c
KA ± 6.33 73.5 ab 72.5 ab 36.0 cd 24.5 e 28.0 de 1.0 f
KA ± 8.25 68.5 ab 69.0 ab 3.5 f 2.5 f 2.5 f 0.0 f
Potensi tumbuh maksimum (%)
KA ± 4.31 83.0 a 78.0 a 77.0 a 78.0 a 75.5 a 46.0 b
KA ± 6.33 76.5 a 74.0 a 54.0 b 33.0 c 31.0 c 2.0 d
KA ± 8.25 73.0 a 71.5 a 8.5 d 7.5 d 6.0 d 0.0 d
Keterangan: Angka dalam kolom dan baris pada masing-masing tolak ukur diikuti huruf yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%
Benih berkadar air tinggi mengalami penurunan viabilitas lebih cepat ketika
dipanasi gelombang mikro dibandingkan dengan benih berkadar air rendah. Hal
tersebut diduga karena benih yang mempunyai kadar air tinggi mempunyai
kandungan air yang lebih banyak dibandingkan dengan benih yang mempunyai
kadar air lebih rendah. Gaurilcikiene et al. (2013) menyatakan bahwa air
merupakan molekul polar bermuatan positif dan negatif sehingga ketika mendapat
paparan gelombang mikro, molekul-molekul polar bergerak cepat saling
bergesekan dan pergerakannya dapat menimbulkan panas. Pemanasan tersebut
dapat meningkatkan suhu benih sehingga dapat mengakibatkan perkecambahan
dan pertumbuhan benih menjadi terhambat hingga terjadinya kematian benih.
McCormack (2004) menyatakan bahwa gelombang mikro selain dapat
memanaskan air secara selektif pada benih, juga dapat memanaskan lemak dan
minyak meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Apabila benih dipanaskan
dengan gelombang mikro terlalu lama, maka molekul biologis tertentu (protein)
seperti enzim dapat terdenaturasi, kehilangan aktifitas enzim, dan kematian benih.
Benih yang mempunyai kadar air rendah dapat dipanaskan oleh gelombang
mikro lebih lama tanpa menurunkan viabilitas benih dibandingkan dengan benih
yang mempunyai kadar air tinggi. Hal tersebut diduga karena benih yang
16
mempunyai kadar air rendah akan menyerap gelombang mikro lebih sedikit,
sehingga pergerakan rotasi dari molekul polar sedikit terjadi yang menyebabkan
perubahan sifat dielektrik pada benih akan sedikit. Apabila suatu materi
mempunyai tingkat kadar air tinggi, maka penyerapan gelombang mikro akan
lenih banyak. Hal tersebut merupakan salah satu karakter yang unik dari
pemanasan gelombang mikro, sehingga dapat digunakan pada proses pengeringan
(Saltiel & Datta 1999). Perlakuan benih biasanya dimulai dari lama pemanasan
gelombang mikro 10-15 detik, dan penambahan waktu setiap 10-15 detik
(McCormack 2004).
Benih dengan kadar air tinggi lebih rentan terhadap pemanasan gelombang
mikro dibandingkan dengan benih berkadar air rendah. Penyerapan gelombang
mikro yang terjadi pada benih berkadar air tinggi dapat menyebabkan peningkatan
suhu benih. Bagian dalam benih akan lebih panas yang mengakibatkan viabilitas
benih cepat menurun (Knox et al. 2013). Benih dengan kadar air tinggi
mempunyai dielektrik konstan lebih tinggi, sehingga akan lebih banyak
berinteraksi dengan gelombang mikro (Brodie et al. 2012).
Manickavasagan et al. (2007) melaporkan bahwa suhu maksimum pada
permukaan benih gandum meningkat seiring meningkatnya daya dan lama
pemanasan gelombang mikro. Daya 100-500 W dapat meningkatkan suhu sekitar
37.5-117 °C selama 28 detik dan 44-131 °C selama 56 detik waktu pemanasan.
Peningkatan suhu tersebut berhubungan dengan viabilitas benih dimana
persentase daya berkecambah benih menurun selama meningkatnya daya dan
lama pemanasan. Pada dasarnya persentase daya berkecambah benih ditentukan
oleh suhu benih.
Benih yang mempunyai kadar air rendah sebelum perlakuan, dapat
meningkatkan daya simpan benih karena kadar air rendah merupakan persyaratan
utama dalam penyimpanan jangka panjang. Kadar air awal yang rendah
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi daya simpan benih.
Knox et al. (2013) melaporkan bahwa pada kadar air 10% viabilitas benih
gandum dapat dipertahankan sampai lama pemanasan gelombang mikro 30 detik
dibandingkan dengan kadar air 20% yang mengalami penurunan viabilitas mulai
15 detik. Arengka (2014) melaporkan bahwa pada kadar air rendah (12.31%)
viabilitas benih jagung manis dapat dipertahankan sampai lama pemanasan
gelombang mikro 30 detik dibandingkan dengan kadar air sedang (15.59%) dan
tinggi (20.25%) yang mengalami penurunan viabilitas mulai 20 detik. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kadar air benih dan lama penamasan gelombang mikro
merupakan faktor yang sangat penting untuk mempertahankan viabilitas benih.
Pengaruh gelombang mikro pada kadar air rendah (4.31%) berbeda antara
tolak ukur DB dan PTM. Viabilitas pada tolak ukur DB dapat dipertahankan
sampai pemanasan gelombang mikro 30 detik sedangkan viabilitas pada tolak
ukur PTM dapat dipertahankan sampai 40 detik. Penentuan lama pemanasan
gelombang mikro yang terbaik dilakukan dengan uji LD50. Uji tersebut dapat
menentukan lama pemanasan gelombang mikro yang mengakibatkan kematian
benih cabai mencapai 50%.
Toksisitas merupakan kemampuan suatu bahan (gelombang mikro) untuk
menimbulkan kerusakan pada saat bahan tersebut mengenai bagian dalam atau
permukaan organisme tertentu. Uji toksisitas digunakan untuk mempelajari
pengaruh suatu bahan terhadap organisme tertentu. Uji LD50 merupakan uji
17
toksisitas dimana dosis bahan toksik tersebut dapat menyebabkan kematian 50%
populasi organisme uji dalam periode waktu. Dalam hal ini, gelombang mikro
sebagai bahan toksik dan benih merupakan populasi organisme uji.
S = 0.56343617
r = 0.99968548
90
Daya Berkecambah (%) 82.
10
75.
30
67.
50
59.
70
51.
LD50 = 50.19
90
43. 555555050.19
10
36. 0.0 9.2 18.3 27.5 36.7 45.8 55.0
Gambar 6 Nilai LD50 berdasarkan persentase DB benih cabai kadar air 4.31%
selama pemanasan gelombang mikro
Hasil analisis LD50 pada benih cabai yang dipanaskan dengan gelombang
mikro pada 6 taraf pemanasan, menghasilkan kurva Polynomial Fit dengan
persamaan (y = 7.91 – 1.08x + 6.53x2 – 1.18x3). Nilai LD50 yang diperoleh dari
persamaan tersebut yaitu 50.19 detik (Gambar 6). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada lama pemanasan gelombang mikro 50.19 detik mengakibatkan DB
benih cabai mencapai 50%. Berdasarkan nilai LD50 tersebut maka lama
pemanasan gelombang mikro 40 detik masih dapat mempertahankan viabilitas
benih di atas 50%, dan dapat berpotensi menjadi alternatif pilihan dalam
perlakuan benih menggunakan gelombang mikro.
Tabel 2 Interaksi kadar air dan lama pemanasan gelombang mikro terhadap vigor
benih
KadarAir Lama pemanasan gelombang mikro (detik)
(%) 0 10 20 30 40 50
Indeks vigor (%)
KA ± 4.31 23.5 ab 22.0 abc 24.5 a 20.5 abc 16.0 dc 11.5 de
KA ± 6.33 22.5 abc 24.0 ab 17.0 bcd 10.0 de 8.5 e 0.0 f
KA ± 8.25 11.5 de 13.0 de 0.5 f 0.5 f 0.0 f 0.0 f
-1
Kecepatan tumbuh (% etmal )
KA ± 4.31 9.8 a 9.2 ab 9.2 a 8.8 abc 7.7 c 4.8 d
KA ± 6.33 9.1 abc 8.9 abc 4.6 d 3.1 e 3.4 e 0.2 f
KA ± 8.25 7.8 c 7.8 bc 0.4 f 0.3 f 0.3 f 0.0 f
Keterangan: Angka dalam kolom dan baris pada masing-masing tolak ukur diikuti huruf yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi antara kadar air benih
dengan lama pemanasan gelombang mikro terhadap vigor benih, yaitu indeks
vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT). Benih berkadar air rendah (4.31%)
18
memiliki vigor yang tetap tinggi meskipun dipanasi gelombang mikro sampai 30
detik (Tabel 2). Semakin tinggi kadar air benih dan semakin lama pemanasan
gelombang mikro maka vigor benih semakin menurun.
Gaurilcikiene et al. (2013) melaporkan bahwa pada benih gandum, semakin
tinggi kadar air benih dan semakin tinggi frekuensi gelombang mikro yang
digunakan maka vigor semakin menurun. Friesen et al. (2014) melaporkan bahwa
pemanasan gelombang mikro melebihi 30 detik akan mengakibatkan penurunan
viabilitas dan vigor benih buncis secara perlahan, sedangkan pemanasan
gelombang mikro 50 detik akan mengakibatkan penurunan viabilitas dan vigor
benih buncis secara cepat.
bulan sabit diduga sebagai C. capsici (Than et al. 2008; Damm et al. 2009).
Cendawan yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat dan bentuk konidia
silinder, kedua ujungnya membulat diduga sebagai C. gloeosporioides (Smith &
Black 1990; Than et al. 2008). Cendawan yang memiliki pertumbuhan sangat
cepat dan bentuk konidia silinder yang berukuran lebih besar diduga sabagai
Colletrotrichum sp. (Tabel 4).
dalam satu spesies, hal ini diduga karena bentuk konidia Colletorichum sp. yang
mempunyai ciri khas tertentu.
Benih cabai yang terinfeksi cendawan Colletotrichum spp. mempunyai
viabilitas yang rendah (Tabel 5). Setiyowati et al. (2007) melaporkan bahwa benih
cabai yang teinfeksi C. capsici mempunyai daya berkecambah yang rendah yaitu
sebesar 35%. McCormack (2004) menyatakan bahwa pengaruh utama dari adanya
cendawan patogen terbawa benih yaitu dapat menurunkan viabilitas benih,
produksi toksin yang dapat mempengaruhi viabilitas benih, dapat meningkatkan
produksi panas (sangat penting pada lot benih yang banyak), menyebabkan
perubahan warna dan bau.
Benih dengan kadar air rendah (4.36%) memiliki viabilitas yang tetap stabil
sampai pemanasan gelombang mikro 40 detik, sedangkan perlakuan fungisida
benomil memiliki viabilitas yang lebih tinggi (Tabel 5). Hal tersebut dikarenakan
perlakuan fungisida dengan cara perendaman dapat meningkatkan perkecambahan.
Penggunaan fungisida diharapkan tidak mengganggu perkecambahan benih, dan
dapat merangsang perkembangan benih.
Fungisida benomil merupakan fungisida sistemik, yaitu senyawa kimia yang
akan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman bila diaplikasikan. Persyaratan
utama untuk fungisida sistemik, yaitu bekerja sebagai toksikan dalam inang atau
tanaman, mengganggu metabolisme inang dan mengimbas ketahanan fisik
maupun kimia terhadap patogen dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas
tanaman, dapat diabsorbsi secara baik dan ditranslokasikan ke tempat patogen
serta stabil dalam tanaman inang, toksisitas terhadap mamalia cukup rendah, efek
residu dapat bertahan cukup lama dan toleran terhadap hujan. Hewitt (1998)
menyatakan bahwa fungisida golongan benzimidazole memiliki cara kerja yang
sangat spesifik, sehingga pengembangan resistensi benomil merupakan perhatian
utama dalam manajemen penyakit.
Pemanasan gelombang mikro dapat mempengaruhi kolonisasi cendawan
Colletotrichum spp. pada benih cabai. Penurunan tingkat infeksi C. acutatum
terjadi pada setiap lama pemanasan gelombang mikro. Semakin lama pemanasan
gelombang mikro maka tingkat infeksi C. acutatum semakin menurun. Pemanasan
gelombang mikro 40 detik efektif menurunkan tingkat infeksi C. acutatum serta
21
5 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principle of Seed Pathology. 2nd ed. Florida
(US):CRC Press Inc.
Aladjadjiyan A. 2010. Effect of microwave irradiation on seeds of lentils (Lens
culinaris, MED.). Roman J Biophys. 20(3):213-221.
Arengka D. 2014. Pemanfaatan gelombang mikro untuk mengendalikan patogen
terbawa benih jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. 4th ed.
Minnesota (US): APS Press.
23
RIWAYAT HIDUP