Anda di halaman 1dari 11

POTENSI BEBERAPA PESTISIDA NABATI DALAM UPAYA

PENYEHATAN TANAH TANAMAN CABAI IN PLANTA


Abdurahman Syarif Musa, Muljo Wachjadi, dan Loekas Soesanto
Jurusan Perlindungan Tanaman (HPT) Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto
ABSTRACT
The aims of this in planta research were to know ability of some botanical
pesticides in infected soil remediation. Completely Randomized Block Design
with four replicates was used. Factor tested was control, neem leaves extraxt, teak
wood bark soaking water, and clove leave dust. Soil used has been infested
naturally with Fusarium oxysporum and Ralstonia solanacearum coming from
Pratin pepper high land, Karangreja District, Purbalingga Regency. Result of the
research pointed out that combination of the all given botanical pesticides could
be used to remedy the infested soil based on decreasing Fusarial disease intensity
of 80.4% and decreasing late population of F. oxysporum and R. solanacearum up
to 60.0 and 51.91%, respectively. Wilting symptom caused by R. solanacearum
did not appear, and crop height and incubation period were not influenced by the
pesticides combination.
Key words: Botanical pesticides, Soil remediation, Fusarium oxysporum,
Ralstonia solanacearum.
PENDAHULUAN
Penyehatan tanah merupakan usaha untuk mengembalikan tanah pada
kondisi sehat, yaitu adanya keseimbangan antara mikroba berguna dan yang tidak
diinginkan (Pankhurst et al., 1998). Selanjutnya, penyehatan tanah ditujukan
untuk menekan populasi mikroba patogen di dalam tanah, sehingga tanah masih
dapat berproduksi. Selain itu, penyehatan tanah juga untuk mengurangi
pembukaan lahan baru, yang dilakukan dengan pembabatan hutan, sehingga
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti erosi.
Tanaman cabai (Capsicum annuum) sering menghadapi kendala yang
setiap saat selalu ada dalam produksinya, yaitu munculnya gejala penyakit
tanaman. Di antara penyakit tanaman yang ada, penyakit busuk basah karena
bakteri Ralstonia solanacearum E.F. SM. dan penyakit layu karena jamur
Fusarium oxysporum Schlecht. merupakan penyakit karena patogen tular-tanah
yang sering dijumpai di pertanaman cabai (Samsudin, 1978; Semangun, 1989).
Kedua penyakit tersebut berperanan penting dalam menurunkan produksi cabai,
mengingat peningkatan produksi cabai dalam negeri selalu diupayakan
(Departemen Pertanian, 2004). Data pada Balitsa (2004) menyebutkan, terdapat

183.347 ha luas tanaman cabai di Indonesia pada tahun 1999, dengan rerata hasil
produksi tiap tahun sebesar 1,5 ton per hektar.
Usaha penyehatan tanah saat ini masih jarang dilakukan. Sebaliknya, yang
umum dilakukan adalah pengendalian penyakit atau patogen untuk waktu tertentu
menggunakan pestisida sintetis. Penggunaan pestisida ini sering menimbulkan
dampak cukup serius. Oleh karena itu, perlu dilakukan pilihan pengendalian yang
ramah lingkungan, salah satunya dengan pestisida nabati (Kardinan, 1999;
Tjahjani et al., 1999).
Penelitian pestisida nabati dalam upaya penyehatan tanah untuk
mengendalikan patogen tular-tanah sampai sekarang belum banyak dilakukan.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan menggunakan pestisida nabati,
antara lain ekstrak daun nimba (Djamin dan Ginting, 1990), air rendaman kulit
kayu jati (Simanungkalit et al., 1999; Suliyah, 2002), serta serbuk daun cengkeh
(Tombe et al., 1993; Soesanto et al., 2005).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun
nimba, air rendaman kulit kayu jati, dan serbuk daun cengkeh paling efektif dalam
menyehatkan tanah, khususnya tanah yang berasal dari daerah Pratin, Kecamatan
Karangreja, Kabupaten Purbalingga pada tanaman cabai.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Rumah
Kaca Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, pada bulan April sampai
dengan Juni 2005.
Penyiapan pestisida nabati
Ekstrak daun nimba diperoleh dengan menumbuk 40 g daun dicampur
dengan 1 l air, kemudian diendapkan semalam dan disaring (Nursol, 2000). Kulit
kayu jati sebanyak 50 g direndam dalam 400 ml air selama dua minggu, kemudian
disaring (Yulia dan Suganda, 1999; Suliyah, 2000). Serbuk daun cengkeh
disiapkan dengan cara menumbuk daun cengkeh kering, dan kemudian dipadukan
(Tombe et al., 1993).

Penyiapan medium tanam dan bibit cabai


Medium tanam yang digunakan berupa tanah terinfeksi berasal dari lahan
cabai sakit di daerah dataran tinggi Pratin. Tanah dicampur dengan pupuk
kandang, dengan perbandingan 3 : 1, kemudian diisikan ke dalam polybag
berukuran 5 kg. Bibit cabai yang digunakan adalah varietas hibrida TM 888, yang
disemai terlebih dahulu selama 3 minggu sebelum siap dipindah ke medium
tanam.
Penentuan kepadatan populasi awal
Kepadatan populasi awal dihitung dengan mencampur 10 g tanah ke
dalam 90 ml air steril di dalam Erlenmeyer, dikocok hingga homogen. Larutan
tanah diencerkan berseri, kemudian diambil 1 ml dan diratakan pada medium agar
kentang (PDA) dalam cawan Petri untuk jamur patogen atau ke medium PDA +
TZC untuk bakteri patogen, diinkubasi, dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh
(Asan, 1997).
Perlakuan pestisida nabati
Pemberian perlakuan pestisida nabati dilakukan sebelum penanaman
selama 5 kali, dengan interval satu minggu sekali. Perlakuan yang diberikan
adalah kontrol (P0), pestisida kimia sintetis: benomil dan streptomisin dengan
konsentrasi masing-masing 2 g/l air sebanyak 5 ml/tanaman (P1), ekstrak daun
nimba: 50 ml/ tanaman (P2), ekstrak rendaman kulit kayu jati: 50 ml/tanaman
(P3), serbuk daun cengkeh: 20 g/tanaman (P4), gadungan P2 dan P3 (P5),
gabungan P2 dan P4 (P6), gabungan P3 dan P4 (P7), dan gabungan P2, P3, dan
P4 (P8).
Penanaman dan pemeliharaan bibit cabai
Bibit cabai yang telah siap ditanam dalam polybag, masing-masing dua
bibit per polybag. Tanaman disiram apabila diperlukan dan disiangi dari gulma
secara manual. Pekerjaan pemeliharaan tanaman dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari kerusakan.
Pengamatan
Pengamatan penelitian meliputi masa inkubasi yang dihitung sejak tanam
sampai gejala pertama muncul; intensitas penyakit untuk penyakit layu Fusarium
dan layu bakteri dihitung dengan rumus yang sama, yaitu IP = a/(a + b) x 100%

dengan a = jumlah daun bergejala dan b = jumlah daun sehat; kepadatan populasi
patogen akhir, dihitung di akhir pengamatan seperti pada penghitungan kepadatan
populasi awal; tinggi tanaman; dan peubah pendukung.
Analisis data
Data dianalisis dengan analisis ragam atau uji F. Apabila terdapat
perbedaan nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan Terhadap Masa Inkubasi
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman mulai terlihat gejala
Fusarium pada 45 hari setelah tanam (hst). Kontrol (tanpa perlakuan)
menunjukkan gejala pada 45 hst bersamaan dengan perlakuan tunggal daun nimba
(P2), perlakuan gabungan ekstrak daun nimba dan serbuk daun cengkeh (P6),
serta perlakuan gabungan ketiga pestisida nabati (P8) (Tabel 1). Terdapatnya
gejala menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan memberikan hasil yang belum
maksimum seperti yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Triyatno (2005), bahwa F. oxysporum masih dapat menunjukkan gejala pada
perlakuan menggunakan serbuk daun cengkeh dan ekstrak biji nimba secara
tunggal ataupun gabungan pada skala lapang.
Tabel 1. Rerata masa inkubasi, intensitas penyakit, dan tinggi tanaman cabai yang
diberi perlakuan
Perlakuan
Masa Inkubasi Intensitas Penyakit
Tinggi Tanaman
(hst)
(%)
(cm)
P0
45
16,28 a
48,00 ab
P1
51
4,52 b
45,50 b
P2
45
7,60 b
57,75 a
P3
49
4,14 b
51,25 ab
P4
52
8,75 b
55,50 ab
P5
50
6,08 b
52,25 ab
P6
45
3,19 b
50,75 ab
P7
52
8,67 b
49,50 ab
P8
45
5,18 b
55,00 ab
Keterangan: P0 = Kontrol/ tanpa perlakuan; P1 = Pestisida sintetis; P2 = Ekstrak daun nimba; P3 =
Air rendaman kulit kayu jati; P4 = Serbuk daun cengkeh; P5 = Ekstrak daun nimba
dan air rendaman kulit kayu jati; P6 = Ekstrak daun nimba dan serbuk daun cengkeh;
P7 = Air rendaman kulit kayu jati dan serbuk daun cengkeh; P8 = Ekstrak daun
nimba, air rendaman kulit kayu jati dan serbuk daun cengkeh. Angka diikuti huruf

sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT dengan tingkat ketidakpercayaan 5
persen. Hst= hari setelah tanam.

Tabel 1. menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan tunggal ataupun


gabungan dari pestisida nabati serta perlakuan pestisida sintetis terhadap
penghambatan perkembangan F. oxysporum, yang menyebabkan kemampuan
patogen untuk menginfeksi serta menimbulkan gejala menjadi berkurang.
Lamanya masa inkubasi masing-masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol
menunjukkan pestida nabati menghambat infeksi patogen, karena makin lama
masa inkubasi menunjukkan makin sukar patogen dalam menginfeksi dan
menimbulkan gejala. Senada dengan hal tersebut, Grainge dan Ahmed (1988) dan
Sitepu (1999) mengatakan bahwa bahan aktif yang terkandung dalam jaringan
tanaman, baik pada daun, bunga, buah, kulit, kayu, maupun akar, berfungsi
sebagai agensia nabati (pestisida) yang dapat menghambat dan membunuh
patogen.
Kelembapan tanah percobaan pada penelitian ini sebesar 7885%, yang
merupakan kondisi kurang sesuai untuk perkembangan F. oxysporum dan R.
solanacearum. Hal ini menyebabkan patogen tidak berkembang dengan baik,
sehingga menyebabkan R. solanacearum tidak menimbulkan gejala pada tanaman
percobaan. Selain itu, tidak munculnya gejala penyakit diduga juga disebabkan
oleh pengaruh pestisida nabati, misalnya air rendaman kulit kayu jati (Yulia dan
Suganda, 1999; Suliyah, 2000).
Meskipun faktor lingkungan pada percobaan ini kurang sesuai untuk
perkembangan F. oxysporum, jika dibandingkan dengan asal isolat F. oxysporum,
akan tetapi masih memungkinkan bagi Fusarium untuk berkembang. Hal ini
diduga karena karena tanaman menghasilkan eksudat yang merupakan sumber
nutrisi bagi Fusarium. Eksudat ini dapat merangsang perkecambahan spora jamur,
sehingga dapat mendukung perkembangan jamur (Semangun, 1989).
Fusarium oxysporum mempunyai daerah penyebaran yang luas, dapat
bertahan pada tanah selama lebih dari 17 tahun dan pada air lebih dari 7 tahun.
Kisaran pH pada medium untuk pertumbuhan Fusarium, yaitu 2,29,0, dengan pH
optimum 7,7 (Domsch et al., 1993). Kondisi pada tanah percobaan dengan pH
6,26,8 dan pengaruh perlakuan diduga masih memungkinkan F. oxysporum

untuk berkembang, dan menimbulkan gejala yang ditunjukkan dengan masa


inkubasi yang beragam. Keterangan lain menyebutkan bahwa F. oxysporum
mempunyai pH optimum 4,05,0 (Wolf dan Wolf, 1949).
Pengaruh Perlakuan Terhadap Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit layu Fusarium terbesar pada perlakuan kontrol (P0)
(Tabel 1), yang berbeda nyata dengan semua perlakuan, tetapi antarperlakuan
tidak berbeda nyata. Pada perlakuan gabungan ekstrak daun nimba dan serbuk
daun cengkeh (P6) menunjukkan intensitas paling kecil atau terjadi penghambatan
sebesar 80,40%, sedangkan perlakuan air rendaman kulit kayu jati dan serbuk
daun cengkeh dapat menurunkan intensitas penyakit Fusarium, masing-masing
sebesar 46,25 dan 74,57%. Hal ini diduga pestisida nabati tersebut berpengaruh
sinergis terhadap penekanan patogen, yang selanjutnya dapat menekan
pertumbuhan dan perkembangan penyakit, atau menurunkan intensitas penyakit
Fusarium sebesar 13,09 persen.
Ekstrak daun nimba diduga mengandung azadiraktin yang mampu
menghambat perkecambahan spora dan konidium jamur (Novizan, 2002). Selain
itu, serbuk daun cengkeh diduga mengandung eugenol yang dapat memengaruhi
kegigasan propagul patogen (Manohara dan Noveriza, 1999). Senada dengan hal
itu, Tombe et al. (1993) melaporkan bahwa daun cengkeh mengandung eugenol
yang dapat menghambat pertumbuhan koloni, pensporaan, dan pertumbuhan
spora F. oxysporum f.sp. vanillae. Hasil penelitian Soesanto et al. (2005) juga
menunjukkan bahwa F. oxysporum f.sp. zingiberi dapat dikendalikan dengan
penggunaan serbuk daun cengkeh.
Adanya penghambatan pemberian pestisida nabati sangat terlihat pada
minggu terakhir pengamatan (Gambar 1). Pada kontrol terlihat intensitas penyakit
terbesar dibandingkan dengan perlakuan pestisida nabati. Hal ini selaras dengan
masa inkubasi yang dibutuhkan pada kontrol adalah paling pendek, karena
Fusarium tidak mendapatkan pengaruh dari pestisida seperti perlakuan yang lain,
sehingga lebih cepat menginfeksi tanaman dibandingkan dengan perlakuan lain.

20

Intensitas Penyakit (%)

16

12

0
I

II

III

IV

Pengamatan Minggu

P0
P7

P1
P8

P2

P3

P4

P5

Gambar 4. Laju perkembangan penyakit Fusarium. Keterangan: P0 = Kontrol; P1


= Pestisida sintetis; P2 = Ekstrak daun nimba; P3 = Air rendaman kulit
kayu jati; P4 = Serbuk daun cengkeh; P5 = Ekstrak daun nimba dan air
rendaman kulit kayu jati; P6 = Ekstrak daun nimba dan serbuk daun
cengkeh; P7 = air rendaman kulit kayu jati dan serbuk daun cengkeh;
P8 = Ekstrak daun nimba, air rendaman kulit kayu jati, dan serbuk
daun cengkeh.

P6

Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Populasi Patogen


Data populasi akhir menunjukkan adanya perubahan jumlah koloni
dibandingkan populasi awal, yaitu mengalami penurunan (Tabel 2). Secara umum,
jumlah populasi akhir baik R. solanacearum dan F. oxysporum mengalami
penurunan. Penurunan populasi Fusarium sebesar 60% pada gabungan ketiga
pestisida nabati (P8), sedangkan R. solanacearum sebesar 51,91% pada air
rendaman kulit kayu jati (P3).
Tabel 2. Populasi awal dan akhir F. oxysporum dan R. solanacearum
F. oxysporum
(upk/g tanah)

Perlakuan

R. solanacearum
(upk/g tanah)

Awal

Akhir

Awal

Akhir

20
20
20
20
20
20
20
20
20

10,00 a
6,00 b
6,25 b
5,00 b
6,25 b
6,75 b
4,75 b
5,75 b
4,00 b

76
76
76
76
76
76
76
76
76

58,75
40,00
33,50
28,25
30,50
32,75
32,50
38,50
31,25

P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8

Hal ini sesuai dengan pendapat Kardinan (1999) dan Novizan (2002),
yang menyatakan bahwa ekstrak nimba memiliki kemampuan yang dapat
menyebabkan spora dan konidium patogen gagal berkecambah akibat perannya
sebagai fungisida. Sementara itu, serbuk daun cengkeh diduga juga mempunyai
bahan aktif eugenol, yang dapat menghambat pertumbuhan Fusarium. Hal ini
seperti dilaporkan Tombe et al. (1993), bahwa senyawa eugenol mampu
mengendalikan F. oxysporum f.sp. vaniliae pada tanaman vanili yang dilakukan
skala lapangan dengan penekanan penyakit sekitar 14% untuk serbuk daun
cengkeh 20 g tiap tanaman.
Pada air rendaman kulit kayu jati, mengandung senyawa aktif sitosterol,
kampesterol, klosterol, dan stigmaterol yang dapat mengendalikan F. oxysporum
f.sp. lycopersyci pada tomat skala pot, dengan pemberian 50 ml tiap tanaman dan
terjadi penekanan penyakit sebesar 7,62% (Suliyah, 2002). Diduga karena

pengaruh pemberian pestisida nabati ini jumlah koloni dapat ditekan, sehingga
menghasilkan intensitas penyakit yang rendah. Jumlah populasi patogen yang
menurun menunjukkan kondisi tanah yang lebih sehat dibandingkan sebelum
perlakuan. Pada tanah sehat, mengandung sedikit patogen, sehingga intensitasnya
rendah (Pangkhurst et al., 1998).
Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman
Hasil analisis menggunakan DMRT dengan tingkat ketidakpercayaan 5
persen tinggi tanaman antarperlakuan tidak berbeda nyata. Artinya, pemberian
pestisida tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Perbedaan hanya terjadi
antara perlakuan menggunakan ekstrak daun nimba (P2) dengan tinggi tanaman
57,75 cm dengan perlakuan pestisida sintetis (P1) yaitu 45,5 cm. Hal ini karena
pestisida sintetis tidak berfungsi untuk meningkatkan tinggi tanaman (Tabel 1).
Perlakuan menggunakan ekstrak daun nimba (P2) ternyata mempunyai
kemampuan meningkatkan tinggi tanaman secara nyata dibandingkan dengan
perlakuan menggunakan pestisida sintetis (P1) (Tabel 1). Diduga nimba
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kardinan (1999) yang menyatakan bahwa selain sebagai
pestisida nabati, nimba juga dapat digunakan sebagai pupuk organik, sehingga
dapat meningkatkan tinggi tanaman karena dapat berfungsi sebagai makanan bagi
tanaman.
KESIMPULAN
Pestisida nabati ekstrak daun nimba, air rendaman kulit kayu jati dan
serbuk daun cengkeh dapat digunakan untuk penyehatan tanah, khususnya dari
segi penekanan intensitas penyakit. Hal ini terbukti dengan menurunnya intensitas
pada perlakuan gabungan ekstrak daun nimba dan serbuk daun cengkeh terhadap
kontrol sebesar 80,40%, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan
tinggi tanaman. Penurunan populasi F. oxysporum sebesar 60% terjadi pada
gabungan ketiga pestisida nabati, sedangkan populasi R. solanacearum menurun
sebesar 51,91% pada air rendaman kulit kayu jati.
DAFTAR PUSTAKA

Asan, A. 1997. Microfungi flora occurence in the corn fields of european part of
Turkey-1. Turkish Journal of Biology
1:89-101. (On-line).
http://mistug.tetm.tubitak.gov.tr/~bdyim/abs.php3?dergi=biy&rak=E210111 diakses 22 Desember 2005.
Balitsa. 2004. PPT Cabai. (On-Line) http://www.balitsa.or.id/ppt_cabai.html
diakses 28 Maret 2005.
Departemen Pertanian. 2004. Produksi Cabai Nasional. (On-Line.
http://www.database.deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp diakses 28
Maret 2005.
Djamin, A. dan C.V. Ginting. 1990. Sifat biologi dan kandungan bahan mkimia
nimba (Azadirahcta indica) sebagai sumber pestisida botanis. Seminar
Ilmiah Lustrum V FMIPA USU, Medan, 20-30 Agustus. Hal. 58-65.
Domsch, K.H., W. Gams., and T.H. Anderson. 1993. Compendium of Soil Fungi.
Vol.1. IHW-Verlag, Eching.
Grainge, M. dan S. Ahmed. 1988. Handbook of Plants with Pest Control
Properties. John Willey and Sons, Inc., Canada.
Kardinan, A. 1999. Mimba (Azadirachta Indica A. Juss.) pestisida yang sangat
menjanjikan. Pemanfaatan Pestisida Nabati. Perkembangan Teknologi
Tanaman Rempah dan Obat 9 (2): 34-40.
Manohara, D. dan R. Noveriza. 1999. Potensi tanaman rempah dan obat sebagai
pengendali jamur Phytophthora capsici. Prosiding forum Komunikasi
Ilmiah dan Pemanfaatan Pestisida Nabati. 9-10 November, Bogor. Hal.
406-419.
Novisan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Nursol. 2000. Pembuatan pestisida nabati secara sederhana dan aplikasinya di
lapangan. Pelatihan Perbanyakan Agensia Hayati Bagi petugas Penelitian,
BPTP Medan. Hal. 1-7.
Pankhurst, C., B.M. Double, and V.V.S.R. Gupta. 1998. Biological Indicators of
Soil Health. CAB International, New York.
Samsudin, S. 1978. Bertanam Cabai. Bina Cipta, Bandung. 38 hal.
Sastrahidayat, I.R. 1986. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional, Surabaya.
386 hal.
Semangun, H. 1989. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura. Gadjah Mada
University Press., Yogyakarta. Hal. 47-68.
Simanungkalit, R.D.M., P. Nainggolan, Budiharjo, dan M. Tombe. 1999. Peranan
bahan organik dalam PHT pertanian dan perkebunan. Prosiding Forum
Komunikasi Ilmiah dan Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 9-10
Nopember. Hal. 363-368.
Sitepu, D. 1999. Prospek pestisida nabati di Indonesia. Pemanfaatan Pestisida
Nabati. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat 9(2):1-9.
Soesanto, L., Soedarmono, N. Prihatiningsih, A. Manan, E. Iriani, dan J.
Pramono. 2005. Potensi agensia hayati dan nabati dalam mengendalikan
penyakit busuk rimpang jahe. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika
5(1):50-57.
Suliyah. 2002. Penggunaan Pestisida Nabati Dalam Upaya Pengndalian Penyakit
Layu Fusarium Pada Tanaman Tomat. Skripsi. Fakultas Pertanian Unsoed,
Purwokerto. 42 hal. (Tidak dipublikasikan).

Tjahyani, A., S. Rahayu, dan Supartini. 1999. Pengaruh ekstrak daun nimba dan
daun sirih terhadap penyakit antraknosa (Gloeosporium piperatum) pada
buah cabai merah (Capsicum annuum). Prosiding Forum Komunikasi
Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 9-10 Nopember. Hal. 349.
Tombe, M., A. Nurawan, dan Sukamto. 1993. Penelitian penggunaan daun
cengkeh dalam pengendalian penyakit busuk batang panili. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati.
Bogor, 1-2 Desember. Hal. 28-36.
Tombe, M. 1999. Pengenalan dan peranan fungisida nabati dalam pengendalian
penyakit tanaman. Pemanfaatan Pestisida Nabati. Perkembangan Teknologi
Rempah Dan Tanaman Obat 9(2):16-23.
Triyatno, B.Y., 2005. Potensi Beberapa Agensia Pengendali Terhadap Penyakit
Busuk Rimpang Jahe. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto. 46 hal. (Tidak Dipublikasikan).
Wolf, F.A. dan F.T. Wolf. 1949. The Fungi. Vol. II. John Willey and Sons, Inc.,
New York.
Yulia, E.T. dan Suganda. 1999. Pengendalian penyakit layu bakteri Ralstonia
solanacearum pada tanaman tomat dengan air rendaman kulit layu jati,
mahoni, pinus, dan suren. Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar
Ilmiah PFI, 16-18 September, Purwokerto. Hal. 300-305.

Anda mungkin juga menyukai