ABSTRAK
Indonesia merupakan negara produsen biji kakao terbesar ketiga dunia. Penerapan
kebijakan Bea Keluar (BK) pada biji kakao sejak April 2010 menyebabkan nilai
ekspor biji kakao Indonesia terus mengalami penurunan secara signifikan, namun
produk kakao olahan mengalami peningkatan secara signifikan terutama pada pasta
kakao dan lemak kakao. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
posisi perdagangan kakao (biji kakao, pasta kakao, dan lemak kakao), menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kakao Indonesia dan dayasaing
kakao Indonesia di negara tujuan ekspor utama periode 2006-2015. Metode Indeks
Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi perdagangan
kakao Indonesia. Analisis Gravity Model digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kakao Indonesia. Metode Revealed
Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) digunakan
untuk menganalisis posisi dayasaing kakao Indonesia. Hasil dari metode ISP
menunjukkan bahwa Indonesia cenderung menjadi eksportir kakao. Faktor-faktor
yang secara signifikan memengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia ke
negara tujuan meliputi GDP riil per kapita negara tujuan, nilai tukar negara riil dan
jarak ekonomi. Pada pasta kakao, variabel yang berpengaruh, yaitu nilai tukar riil,
harga ekspor, dan kebijakan BK. Pada lemak kakao, variabel yang berpengaruh,
yaitu GDP riil per kapita negara tujuan, harga ekspor, dan kebijakan BK. Hasil dari
metode RCA menunjukkan dayasaing komoditas biji kakao Indonesia menurun di
semua negara tujuan ekspor setelah adanya kebijakan BK, namun dayasaing
komoditas pasta dan lemak kakao Indonesia mengalami peningkatan. Hasil metode
EPD menunjukkan posisi pasar kakao sebagian besar menurun posisinya dari
Rising Star menjadi Falling Star.
ABSTRACT
Indonesia is the third largest countries as cocoa beans producer in the world. The
implementation of tax policy (TP) on cocoa beans since April 2010 led to the
Indonesian cocoa beans export value into a significant decline but on the other
hand, processed cocoa products have increased especially on cocoa paste and
cocoa butter. The objectives of this study are to indetify the Indonesian cocoa
(cocoa beans, cocoa paste, and cocoa butter) trade position, analyze affecting
factors of export demand of Indonesian cocoa and Indonesian cocoa
competitiveness in main exporter countries in 2006-2015 period. The method of
Trade Specialization Index (TSI) is used to analyze position of Indonesian cocoa
trades. Gravity Model is used to analyze the factors of export demand of Indonesian
cocoa. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Product Dynamic
(EPD) method are used to analyze the position of competitiveness of Indonesian
cocoa. Results of TSI showed Indonesia can be said as a cocoa’s exporter country.
Export demand of cocoa beans in the main countries are influenced by the GDP
per capita of importers, real exchange rates of importers, and economic distance.
Exports demand of cocoa paste in the main countries are significantly influenced
by the real exchange rates of importers, economic distance, and tax policy.
Affecting factors of Export Demand of cocoa butter in the main countries are GDP
per capita, export price, and tax policy. RCA method results showed that
Indonesian cocoa beans competitiveness have declined in all main exporter
countries after the implementation of tax policy while cocoa paste and cocoa butter
competitiveness have significantly increased in all main exporter countries. EPD
method results showed that most of Indonesian cocoa’s market positions have
decreased into Falling Star from Rising Star position.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Analisis Dayasaing Kakao dan Faktor-faktor yang Memengaruhi ·
NIM : H44130079
Disetujui oleh
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2016 hingga Oktober 2016 ini
adalah perdagangan pertanian, dengan judul Analisis Dayasaing Kakao dan Faktor-
faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kakao Indonesia di Negara Tujuan
Ekspor Utama dalam memenuhi prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi program studi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Dindin dan Siti
Kholilah, adik penulis Muhammad Alfiansyah, serta seluruh keluarga, atas segala
doa, kasih sayang, serta semangat yang terus diberikan untuk penulis. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Hastuti, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, perhatian, dan pikirannya dalam memberikan
arahan dan nasihat dalam penyusunan skripsi kepada penulis.
2. Bapak Adi Hadianto, S.P, M.Si selaku dosen penguji utama, dan Ibu Dea
Amanda, S.E, M.Si sebagai penguji kedua yang telah memberikan kritik dan
saran demi keberhasilan penyusunan tugas akhir ini.
3. Bapak Tri dan Bapak Bambang selaku pihak Pusdatin Kemendag RI yang telah
membantu dalam melengkapi data statistik yang diperlukan untuk kebutuhan
penelitian penulis.
4. Bapak Vector selaku pihak Pusdatin Kementan RI yang membantu dalam
melengkapi data statistik yang diperlukan untuk kebutuhan penelitian penulis.
5. Teman satu bimbingan Dafina, Rani, Andi, Yanti, dan Faris yang selalu
mengingatkan, memberi dukungan, dan motivasi penulis.
6. Saudaraku Fika dan Dewi yang selalu memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis.
7. Teman sedari TPB, Farha, Faritha, Dea, dan Nita yang selalu memberikan
keceriaan, semangat, dan masukan kepada penulis.
8. Teman-teman Etniez SMAN 2 Bekasi, Citra, Zahra, Shinta, Inggrit, Uchi,
Zerlinda, Ajul yang selalu memberikan keceriaan, dukungan hingga penulis
menyelesaikan tugas akhir.
9. Teman KKN Cinisti, Lina, Hana, Ayu, Adit, dan Katon yang selalu
memberikantawa, canda serta semangat kepada penulis.
10. Keluarga ESL 50 yang telah yang memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis.
11. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu dan tidak mungkin disebutkan satu
persatu.
Bogor, Agustus 2017
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
10. Hasil estimasi panel data pada biji kakao Indonesia (HS 1801)
di negara tujuan ekspor periode 2006 – 2015 ................................ 54
11. Hasil estimasi uji model pasta kakao .......................................... 60
12. Hasil estimasi panel data pada pasta kakao Indonesia (HS 1803)
di negara tujuan ekspor periode 2006 – 2015 ................................. 60
13. Hasil estimasi uji model lemak kakao. ........................................... 66
14. Hasil estimasi panel data pada lemak kakao Indonesia (HS 1804)
di negara tujuan ekspor periode 2006 – 2015 ............................... 66
15. Dinamika nilai RCA biji kakao (HS 1801) Indonesia di negara
tujuan ekspor periode 2006 – 2015 ................................................ 72
16. Dinamika nilai RCA pasta kakao (HS 1803) Indonesia di negara
tujuan ekspor periode 2006 – 2015 .............................................. 74
17. Dinamika nilai RCA lemak kakao (HS 1804) Indonesia di negara
tujuan ekspor periode 2006 – 2015 ................................................ 76
18. Hasil estimasi EPD kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor
utama tahun 2006-2015 ................................................................. 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Estimasi Perhitungan ISP Kakao Indonesia di Negara
Tujuan Ekspor Utama Tahun 2006-2015 ..................................... 88
2. Hasil Uji Chow (Biji Kakao) ......................................................... 90
3. Hasil Uji Hausman (Biji Kakao) ................................................... 90
4. Uji Normalitas (Biji Kakao) .......................................................... 91
5. Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Model Fixed
Effect dengan Cross Section-Weight pada biji kakao .................... 91
6. Hasil Uji Chow (Pasta Kakao) ....................................................... 92
7. Hasil Uji Hausman (Pasta Kakao) ................................................. 92
8. Uji Normalitas (Pasta Kakao) ........................................................ 92
9. Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Model Fixed
Effect dengan Cross Section-Weight pada Pasta Kakao ............... 93
10. Hasil Uji Chow (Lemak Kakao) .................................................... 94
11. Hasil Uji Hausman (Lemak Kakao) .............................................. 94
12. Uji Normalitas (Lemak Kakao) ..................................................... 94
13. Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Model Fixed
Effect dengan Cross Section-Weight pada Lemak Kakao ............ 95
14. Hasil Estimasi Perhitungan RCA Kakao Indonesia ..................... 96
15. Hasil Estimasi Perhitungan EPD Kakao Indonesia ...................... 101
I PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian tahun 2016 menyumbang
sebesar Rp 947 518.30 Milyar atau 14.11% terhadap PDB Indonesia atas dasar
harga berlaku tahun 2010 menurut lapangan usaha (BPS 2016a). Selain itu, sektor
pertanian juga berperan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia dan menjadi sumber devisa negara dalam kegiatan ekspor
produk pertanian. Berdasarkan lapangan usaha, sektor pertanian terbagi menjadi
lima subsektor, subsektor tanaman pangan, tanaman holtikultur, tanaman
perkebunan, peternakan, serta jasa pertanian dan perburuan.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia sektor pertanian atas dasar konstan
2010 tahun 2011 – 2015
PDB Sektor Pertanian (Milyar Rupiah)
Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, 993 857.3 1 039 440.7 1 083 141.80 1 129 052.70 1 174 456.80
Kehutanan, (13.51%) (13.37%) (13.36%) (13.34%) (13.52%)
Perikanan
-Tanaman Pangan 250 787.4 263.076.2 268 268.20 268 426.90 277 773.10
(3.46%) (3.55%) (3.48%) (3.25%) (3.41%)
-Tanaman 120 079.3 117 424.50 118 207.70 124 300.90 127 401.10
Holtikultura (1.6%) (1.45%) (1.44%) (1.52%) (1.52%)
-Tanaman 281 465.0 301 019.50 319 532.60 338 502.20 350 490.30
Perkebunan (3.87%) (3.75%) (3.75%) (3.77%) (3.57%)
- Peternakan 113 606.3 119 249.80 125 302.30 132 221.10 136 312.60
(1.5%) (1.52%) (1.55%) (1.58%) (1.59%)
- Jasa Pertanian dan 14 646.1 15 534.40 16 452.90 16 938.40 17 593.70
Perburuan (0.2%) (0.2%) (0.2%) (0.19%) (0.20%)
Sumber: BPS (2016b), diolah
Tabel 2. Nilai ekspor pertanian Indonesia menurut subsektor tahun 2010 – 2015
Nilai Ekspor (000 US$)
Tahun Subsektor
Tanaman Pangan Holtikultura Perkebunan Peternakan
2010 477 708 390 740 30 702 864 951 662
2011 584 861 491 304 40 689 768 1 599 071
2012 161 743 473 300 32 453 237 572 930
2013 185 960 434 385 29 476 882 592 692
2014 205 531 522 985 29 722 438 587 798
2015* 212 285 576 555 26 850 902 443 432
Sumber : BPS (2017)
Ket: *angka sementara
setelah komoditas kelapa sawit dan karet (Ditjenbun 2015). Selain sebagai sumber
devisa, komoditas kakao berperan dalam menjaga sumber pendapatan
berkelanjutan bagi petani yang bekerja di sentra perkebunan kakao. Pada Tabel 3
dapat dilihat perkembangan nilai ekspor kakao Indonesia.
Tabel 3. Perkembangan nilai ekspor komoditas primer perkebunan Indonesia tahun
2011-2015
Nilai Ekspor (Juta US $)
No Komoditas
2011 2012 2013 2014 2015
1. Karet 11 135.8 7 861.9 6 907.0 4 741.6 3 699.1
2. Minyak Sawit 17.261 17 602.2 15 838.9 17 464.9 15 380.1
3. Kakao 1 172.0 1 053.5 1 151.5 1 244.5 1 307.8
4. Kelapa 702.6 1 245.3 762.4 1 347.3 1 190.6
5. Kopi 963.4 1 249.5 1 174.0 1 039.6 1 197.7
6. The 152.1 156.8 157.5 134.6 126.1
7. Lada 195.9 423.4 347.0 323.8 548.2
8. Jambu Mete 67.7 95.4 90.8 108.4 184.4
9. Cengkeh 15.1 24.8 25.4 33.8 46.5
10. Kapas 1.0 37.5 45.6 46.4 41.5
11. Tembakau 137.5 159.6 199.6 181.3 156.8
12. Tebu 60.1 46.2 67.6 113.4 54.9
Total 32 222.5 29 956.1 26 767.2 26 779.6 23 933.7
Sumber: Ditjenbun (2016a)
1600000
1400000
1200000
1000000
Ton
800000
600000
400000
200000
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pantai Gading 1301347 1511255 1485882 1448992 1434077 1467259.5
Ghana 632037 700020 879348 835466 858720 915390.75
Indonesia 844626 712200 740500 720900 728400 699343.5
Kamerun 193881 240000 268941 275000 269902 288907.2633
Nigeria 399200 391000 383000 367000 248000 210200
1000000
800000
600000
400000
200000
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
kakao 1643649 1345278 1053447 1151481 1244530 1307771
biji kakao 1190740 614496 384830 446095 196492 114978
kulit kakao 727 2594 3506 3781 4232 3305
pasta kakao 66093 214321 208668 186434 233729 302350
kakao butter 236808 304581 236138 356764 660784 726296
bubuk kakao 103183 157998 165177 110445 104239 124283
cokelat dan makanan lain 46098 51287 55129 47963 45053 36559
Pada Gambar 2, terjadi penurunan nilai ekspor biji kakao dari tahun ke tahun
akibat dari penerapan BK pada biji kakao namun terjadi peningkatan pertumbuhan
yang signifikan terhadap nilai ekspor lemak kakao sehingga dapat dikatakan bahwa
penerapan kebijakan tersebut berjalan dengan baik dimana produsen kakao dapat
beralih dari mengekspor kakao dalam bentuk biji menjadi mengekspor kakao dalam
bentuk olahan seperti lemak kakao sehingga industri pengolah kakao dalam negeri
dapat meningkatkan nilai tambah dan dayasaing produk olahan kakao lainnya yang
masih mengalami fluktuasi seperti kulit kakao, pasta kakao, bubuk kakao, dan
cokelat. Pada Gambar 2 terdapat tiga komoditas kakao yang memiliki kontribusi
tertinggi sebagai komoditas ekspor Indonesia periode tahun 2010-2015, yaitu
komoditas biji kakao menyumbang rata-rata nilai ekspor mencapai US$ 491 271.83
ribu, komoditas lemak kakao dengan rata-rata nilai ekspor US$ 420 228.5 ribu, dan
pasta kakao US$ 201 932.5 ribu. Sebagai negara produsen biji kakao terbesar ketiga
di pasar internasional, Indonesia ternyata juga melakukan impor kakao dari
beberapa negara. Pada Gambar 3 dapat dilihat beberapa negara pengekspor kakao
ke Indonesia.
6
293780
300000
250000
200000
000 US $
150000
100000 78891
50035
50000
20171 19188 17709 13461 12854 12694
Pada Gambar 3, total nilai impor kakao Indonesia dari dunia pada tahun 2015
adalah sebesar US$ 293 780 ribu dan pada tahun yang sama Indonesia mengimpor
kakao terbanyak dari Pantai Gading dengan nilai impor sebesar US$ 78 891 ribu
atau sebesar 27% dari total nilai impor komoditas kakao indonesia. Indonesia juga
mengimpor kakao dari Malaysia dengan nilai impor US$ 50 035 ribu atau sebesar
17% dari total nilai impor kakao Indonesia dan sebagian kecil mengimpor kakao
dari beberapa negara seperti Ghana, Kamerun, Ekuador, Singapura, Papua New
Guinea, dan Belgia (ITC 2017). Umumnya, Indonesia mengimpor kakao dalam
bentuk biji kakao dalam rangka mendapatkan biji kakao yang memiliki kualitas
tinggi karena sebagian besar biji kakao Indonesia memiliki kualitas rendah
(Kemenperin 2007).
Permintaan biji kakao dunia mencapai 2 848 900 ton per tahun dengan pasar
Eropa sebagai konsumsi tertinggi mencapai 1 495 100 ton, Amerika Serikat 1 008
500 ton, Asia dan Oceania 278 100 ton, dan Afrika 67 200 ton (Tresliyana et al.
2015). Peningkatan konsumsi kakao dunia dikhawatirkan dapat menyebabkan
kekurangan pasokan biji kakao untuk. Indonesia masih menghadapi beberapa
masalah seperti produktivitas yang tergolong masih rendah. Hal itu disebabkan
karena para petani kakao masih menggunakan alat budidaya yang masih tradisional,
7
dan adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada tanaman kakao
(Kemenperin 2010). Selain itu mutu biji kakao yang masih rendah, masih belum
optimalnya pertumbuhan industri kakao dalam negeri serta kurangnya nilai tambah
pada produk kakao di Indonesia juga menjadi masalah yang dihadapi Indonesia.
Hal tersebut menjadi tantangan bagi Indonesia dalam menguasai pangsa pasar
internasional. Indonesia harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan
kinerja perkebunan kakao sebagai negara produsen terbesar ketiga dunia. Salah satu
strategi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan dayasaing komoditas ekspor
kakao yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif agar
mampu bersaing dengan komoditas negara lain. Berdasarkan uraian tersebut, kajian
mengenai analisis dayasaing kakao Indonesia di negara tujuan ekspor dirasakan
penting untuk mengetahui lebih dalam dayasaing kakao Indonesia.
didasarkan pada harga referensi biji kakao dunia. Untuk harga referensi sampai
dengan US$ 2 000 tidak dikenakan tarif BK (nol persen), untuk harga referensi
sampai dengan US$ 2 000 - 2 750 ditetapkan tarif BK sebesar 5%, harga referensi
US$ 2 750 - 3 500 ditetapkan tarif BK sebesar 10% dan harga referensi lebih dari
US$ 3 500 ditetapkan tarif BK sebesar 15% (Ditjenbun 2015), namun dampak
positif dengan adanya BK pada biji kakao adalah, meningkatkan proporsi nilai
ekspor kakao olahan seperti lemak kakao dan pasta kakao Dengan kebijakan BK
tersebut, Pemerintah berharap agar Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah
pada kakao, sehingga dari yang semula mengekspor kakao dalam bentuk biji kakao
beralih menjadi mengekspor kakao dalam bentuk olahan. Dari uraian tersebut,
maka pertanyaan penelitian pertama adalah bagaimana posisi perdagangan biji
kakao dan kakao olahan (pasta kakao dan lemak kakao) Indonesia (kecenderungan
sebagai negara eksportir atau importir) di negara tujuan ekspor utama.
Pasar biji kakao dan kakao olahan Indonesia ditujukan di berbagai negara di
Asia, Amerika, dan Eropa. Negara-negara tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, baik dari faktor ekonomi, yaitu Gross Domestic Product riil per
kapita, nilai tukar riil, harga ekspor, maupun faktor non-ekonomi seperti jarak
geografi. Faktor-faktor yang berbeda tersebut dapat menjadi faktor penentu
terjadinya aliran perdagangan ekspor kakao dari Indonesia sebagai negara
pengekspor ke negara utama tujuan ekspor. Analisis aliran perdagangan ekspor
kakao Indonesia dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
aliran perdagangan ekspor kakao Indonesia di negara utama tujuan ekspor kakao
Indonesia, sehingga pertanyaan penelitian kedua adalah faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi aliran perdagangan ekspor kakao Indonesia di negara tujuan ekspor.
Berdasarkan data dari International Trade Center terjadi penurunan nilai ekspor
biji kakao dari tahun ke tahun akibat dari penerapan kebijakan Bea Keluar (BK)
pada biji kakao namun terjadi peningkatan pertumbuhan yang signifikan terhadap
nilai ekspor cocoa butter atau lemak kakao. Pada tahun 2013 terjadi pertumbuhan
sebesar 51%, meningkat sebesar 85% pada tahun 2014, dan tahun 2015 sebesar 9%.
Sedangkan pasta kakao mengalami pertumbuhan sebesar -10% tahun 2013,
meningkat menjadi 25% tahun 2014, kemudian pertumbuhan menjadi 2% pada
tahun 2015 (ITC 2017), sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan kebijakan
10
tersebut berjalan dengan baik dimana produsen kakao dapat beralih dari
mengekspor kakao dalam bentuk biji menjadi mengekspor kakao dalam bentuk
olahan seperti pasta kakao dan lemak kakao. Kebijakan BK pada biji kakao tersebut
diharapkan dapat menghambat ekspor kakao dalam bentuk biji mentah dan
menjamin ketersediaan bahan baku industri serta memacu ekspor kakao olahan
seperti pasta kakao dan lemak kakao agar berdayasaing kakao di negara tujuan
ekspor, sehingga kakao Indonesia harus lebih memiliki dayasaing tinggi agar dapat
bersaing dengan kakao dari negara pesaing sehingga pertanyaan penelitian
selanjutnya adalah bagaimana dayasaing ekspor biji kakao dan kakao olahan (pasta
kakao dan lemak kakao) Indonesia di negara tujuan ekspor utama. Berdasarkan
pada urairan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana posisi perdagangan ekspor biji kakao dan kakao olahan (pasta
kakao dan lemak kakao) Indonesia di negara tujuan ekspor utama?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor biji kakao dan
kakao olahan (pasta kakao dan lemak kakao) Indonesia di negara tujuan ekspor
utama?
3. Bagaimana dayasaing perdagangan ekspor biji kakao dan kakao olahan (pasta
kakao dan lemak kakao) Indonesia di negara tujuan ekspor utama?
II TINJAUAN PUSTAKA
Teori keunggulan absolut dikenal dengan nama teori murni (pure theory)
perdagangan internasional karena didasarkan pada variabel riil. Murni yang artinya
bahwa teori ini memusatkan perhatian pada variabel riil misalnya nilai suatu barang
dapat diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan
suatu barang dan jasa. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan
semakin tinggi barang dan jasa yang dihasilkan. Menurut teori keunggulan absolut
yang dikemukakan oleh Adam Smith bahwa setiap negara akan memperoleh
manfaat perdagangan internasional dengan adanya kegiatan spesialisasi produksi
dan melakukan ekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak
serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak.
Menurut Smith, kemakmuran suatu negara dapat dicapai apabila terciptanya
kondisi free trade atau tanpa adanya campur tangan pemerintah dan negara
melakukan sesialisasi berdasarkan keunggulan absolut yang dimiliki. Kelemahan
teori ini adalah tidak akan terjadi perdagangan jika salah satu negara tidak memiliki
keunggulan mutlak karena tidak ada keuntungan yang didapatkan. Terdapat
beberapa asumsi dalam teori keunggulan absolut (Oktaviani dan Novianti 2014),
yaitu:
1. Terdapat dua negara dan dua komoditas
2. Tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi
3. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara homogen
4. Pertukaran dilakukan secara barter tanpa uang
5. Tidak terdapat biaya transportasi
komoditas terjadi jika salah satu negara telah ditetapkan memiliki keunggulan
komparatif dalam suatu komoditas, maka negara lainnya harus dianggap memiliki
keunggulan komparatif dalam komoditas lain. Suatu negara akan memperoleh
keuntungan dengan adanya perdagangan internasional apabila dapat berspesialisasi
pada suatu barang dan dapat mengekspor barang apabila negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih efisien atau memiliki kerugian mutlak yang lebih rendah
dan mengimpor komoditas dimana negara tersebut tidak efisien atau memiliki
kerugian mutlak yang lebih besar atau komoditas ini memiliki kerugian komparatif
(Oktaviani dan Novianti 2014).
Asumsi yang mendasari hukum keunggulan komparatif oleh David Ricardo
dalam buku yang berjudul Principle of Political Economy and Taxation
diantaranya: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditas atau barang, (2)
kondisi perdagangan bersifat free trade (tanpa intervensi pemerintah), (3) terdapat
mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas
antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) biaya transportasi diabaikan, (6)
tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja
(Oktaviani dan Novianti 2014).
Era globalisasi saat ini berimplikasi pada terbukanya pasar bebas sehingga
menimbulkan persaingan bagi setiap negara dalam melakukan perdagangan barang
maupun jasa. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi dan upaya yang lebih agar suatu
barang yang diproduksi memiliki nilai yang lebih agar bisa dikenal dan memperoleh
pangsa pasar internasional. Nilai lebih ini disebut sebagai keunggulan kompetitif.
Konsep ini dikembangkan oleh Michael E. Porter (1990). Menurut Porter (1990)
terdapat empat kondisi agar suatu negara dapat berkompetisi sehingga mendorong
terciptanya nilai lebih (keunggulan kompetitif). Pertama, faktor produksi seperti
infrastruktur, tenaga kerja terampil, dan teknologi yang digunakan. Kedua, kondisi
permintaan baik pada permintaan domestik maupun luar negeri. Ketiga, industri
terkait dan industri pendukung, yaitu keberadaan industri pemasok dan industri
terkait yang kompetitif di negara tersebut. Keempat, yaitu strategi, struktur, dan
15
oleh pasar luar negeri. Kebijakan BK tersebut dapat mendorong produsen kakao
domestik untuk mengolah lebih lanjut biji kakao Indonesia agar memiliki nilai
tambah sehingga dapat bersaing dengan eksportir biji kakao dari negara lain.
Setelah penerapan kebijakan BK tersebut, terjadinya peningkatan yang signifikan
terhadap kakao olahan seperti pasta kakao dan lemak kakao. Hal itu dapat
meningkatkan dayasaing pada kakao olahan di pasar internasional.
2. Tresliyana et al. (2015) dalam 1. Mengetahui daya 1. Analisis Revealed 1. Kakao Indonesia memiliki keunggulan
jurnal Dayasaing Kakao saing kakao Comparative komparatif pada biji kakao, pasta kakao, lemak
Indonesia di Pasar Internasional. Indonesia di pasar Advantage. kakao dan bubuk kakao.
internasional. 2. Analisis korelasi 2. Terdapat korelasi (hubungan) tinggi antara
2. Mengetahui Rank Spearman. dayasaing biji kakao Indonesia dengan Ghana
hubungan daya saing dalam perebutan pangsa pasar dunia. Pasta
antar negara eksportir kakao Indonesia memiliki hubungan yang
kakao. positif di pasar Malaysia dan Belanda. Pasar
kakao butter dan kakao powder, Indonesia
tidak memiliki hubungan dengan negara
eksportir lainnya.
3. Pradipta dan Firdaus (2014) 1. Menganalisis 1. Analisis Revealed 1. Ekspor mangga, manggis, dan jambu Indonesia
dalam jurnal Posisi Daya Saing keunggulan Comparative berdayasaing, sedangkan ekspor pisang,
dan Faktor-Faktor yang komparatif. Advantage. stroberi, nanas, dan melon serta semangka
Memengaruhi memiliki dayasaing yang lemah di dunia.
Ekspor Buah-Buahan Indonesia.
17
18
18
Tabel 4. Lanjutan
No. Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil
2. Menganalisis 2. Analisis Export 2. Posisi pangsa pasar ekspor mangga,
keunggulan kompetitif. Product manggis, jambu, nanas, stroberi, pisang,
3. Menganalisis faktor- Dynamics. melon, dan semangka berada di posisi
faktor yang 3. Analisis Gravity pasar yang paling ideal (rising star).
memengaruhi ekspor Model. 3. Faktor-faktor yang memengaruhi
buah-buahan Indonesia perdagangan ekspor buah-buahan yaitu
ke negara tujuan. jarak ekonomi, nilai tukar mata uang
Indonesia terhadap dollar Amerika, GDP
riil Indonesia, GDP riil negara tujuan,
GDP per kapita negara tujuan, interaksi
GDP riil Indonesia dan negara tujuan,
indeks harga konsumen Indonesia, harga
ekspor buah-buahan Indonesia ke
negara tujuan, populasi negara tujuan,
dan krisis Eropa.
4. Suryana (2014) dalam tesis 1. Menganalisis 1. Analisis Revealed 1. Biji kakao dan lemak kakao memiliki
Dayasaing dan Aliran Perdagangan keunggulan komparatif. Comparative keunggulan komparatif tertinggi.
Kakao Indonesia di Pasar 2. Menganalisis faktor- Advantage. 2. Variabel yang berpengaruh terhadap
faktor yang 2. Analisis Gravity volume ekspor biji kakao Indonesia: GDP
Internasional.
memengaruhi aliran Model riil per kapita negara tujuan, nilai tukar
perdagangan kakao biji rupiah, dan Bea Keluar biji kakao. Untuk
dan olahan Indonesia. model lemak kakao variabel berpengaruh
signifikan yaitu GDP riil per kapita
19
Tabel 4. Lanjutan
No. Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil
5. Hanoum (2016) dalam skripsi 1. Menganalisis daya saing 1. Analisis Revealed 1. komoditi elektronika Indonesia memiliki
Analisis Kinerja Ekspor Elektronika ekspor elektronika Comparative daya saing komparatif. Analisis Porter’s
Indonesia ke Amerika Latin. Indonesia. Advantage, Diamond menunjukkan bahwa daya
2. Menganalisis faktor- Analisis Porter’s saing kompetitif elektronika Indonesia
faktor yang memengaruhi Diamond dan masih lemah. Hasil estimasi EPD
ekspor elektronika ke analisis Export elektronika Indonesia rata-rata
Amerika Latin dan Product Dynamic menunjukkan pangsa pasar dan
dinamika pasar ekspor 2. Analisis Gravity permintaan ekspor komoditi elektronika
elektronika Indonesia ke Model yang bertumbuh.
Amerika Latin 2. Hasil estimasi gravity model
menunjukkan bahwa variabel yang
signifikan adalah GDP perkapita
Indonesia, jarak ekonomi, harga ekspor,
GDP perkapita negara tujuan, dan
populasi, sedangkan variabel REER
(Real Effective Exchange Rate) tidak
berpengaruh.
19
20
21
DM A SM DN SN
ES
X PN
P*
PM I
ED
B
QM Q* QN
Panel A Panel B Panel C
Pasar di Negara M Hubungan Perdagangan Pasar di Negara N
Internasional
total nasional pada output barang dan jasa (Mankiw 2007). Jika tingkat pendapatan
lebih tinggi maka pembelanjaan domestik menjadi lebih tinggi dan sebagai
akibatnya terjadi peningkatan produksi domestik dan impor.
c. Jarak
Variabel jarak merupakan indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh
negara dalam melakukan ekspor (Salvatore 1997). Jarak dapat mengurangi aliran
perdagangan yang diwakilkan oleh biaya transportasi. Semakin tinggi jarak antara
negara eksportir dengan negara importir, maka semakin besar biaya transportasi
dan semakin rendah volume ekspor ke negara importir.
d. Nilai Tukar
Nilai tukar (exchange rate) atau kurs merupakan perbandingan antara nilai
mata uang suatu negara terhadap nilai mata uang negara lain. Nilai tukar terdiri dari
yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang
dua negara. Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kondisi
nilai tukar sepeti terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap
Dollar Amerika menyebabkan harga suatu komoditas relatif lebih murah. Hal ini
mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara tujuan karena negara
tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor (Salvatore 1997).
kebijakan untuk meningkatkan dayasaing biji kakao dan kakao olahan (pasta kakao
dan lemak kakao) Indonesia. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 5.
Posisi perdagangan kakao (biji Faktor-faktor yang memengaruhi dayasaing Dayasaing kakao (biji kakao dan
kakao dan olahan kakao) ekspor kakao (biji kakao dan olahan kakao) olahan kakao) Indonesia
Indonesia Indonesia
Analisis Indeks
Spesialisasi perdagangan Analisis OLS (Ordinary Analisis keunggulan
(ISP) komoditas biji kakao komparatif Analisis Analisis keunggulan
Least Square) pada data
dan kakao olahan RCA komoditas biji kompetitif (EPD)
panel dengan multiple
Indonesia regression model (Gravity kakao dan kakao komoditas biji kakao dan
Model) olahan Indonesia kakao olahan Indonesia
Ket:
= hanya dijadikan saran dalam penelitian
27
IV METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu berupa
panel data atau gabungan dari data time series dan cross section. Data time series
yang dipilih adalah 10 tahun terakhir, yaitu tahun 2006-2015 dan data cross section
yang terdiri enam negara tujuan ekspor utama dari komoditas biji kakao, pasta
kakao dan lemak kakao. Data dan informasi dikumpulkan dari berbagai sumber dari
berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain Badan Pusat
Statistik (BPS), Unitied Nations Commodity and Trade (UN Comtrade),
International Trade Center (ITC), ICCO, Kementerian Perdagangan RI,
Kementerian Pertanian RI, dan instansi-instansi lainnya yang terkait, selain itu data-
data pendukung lainnya yang diperoleh melalui berbagai macam literatur dan
jurnal. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis dan sumber data
No. Jenis Data Sumber
1. Nilai dan volume ekspor kakao Trade Map, UN Comtrade
2. Nilai dan Volume Impor kakao Trade Map, UN Comtrade
3. Harga Ekspor Trade Map, UN Comtrade
4. GDP riil per kapita WDI, World Bank
5. Jarak Ekonomi CEPII, WDI
6. Real Effective Exchange Rate WDI, World Bank
objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak
masing-masing”.
Aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh beberapa variabel (Linneman
dalam Do 2006 dalam Listianingrum 2015) diantaranya:
1. Variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor, misalnya
variabel GDP per kapita negara importir
2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor, misalnya
variabel GDP per kapita negara eksportir
3. Variabel penghambat atau pendukung perdagangan antara negara eksportir
dengan negara importir, misalnya variabel jarak, nilai tukar, dan harga ekspor.
Analisis gravity model digunakan pada penelitian Dilanchiev (2012), untuk
menganalisis hubungan faktor ekonomi dan non ekonomi terhadap perdagangan
bilateral negara. Perdagangan bilateral dipengaruhi oleh GDP per kapita negara
lain, nilai tukar, FDI, jarak geografis, populasi, populasi negara lain, dan dummy
anggota EU. Pradipta dan Firdaus (2014) menganalisis gravity model untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi aliran volume ekspor buah-buahan
Indonesia menggunakan variabel-variabel seperti jarak ekonomi antara Indonesia
dengan negara tujuan, harga ekspor, populasi negara tujuan, nilai tukar riil
Indonesia terhadap dollar, GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan, GDP per
kapita negara tujuan, interaksi GDP riil Indonesia dan negara tujuan, indeks harga
konsumen Indonesia, dan variabel dummy krisis yang terjadi pada Eropa.
kakao, pasta kakao, dan lemak kakao) Indonesia secara umum diformulasikan
dalam model sebagai berikut.
LnXijt = a0 + a1 LnGDPjt + a2 LnPXijt + a3 LnREERjt + a4 LnECODISTijt
+ a5 LnBKit + uijt (1)
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah:
a1, a3, a5 > 0;
a2, a4, a5 < 0
Keterangan:
Xijt = Nilai ekspor kakao (biji kakao, pasta kakao, dan lemak kakao)
Indonesia ke negara tujuan (persen).
GDPijt = GDP riil per kapita negara tujuan (persen).
PXijt = Harga kakao (biji kakao, pasta kakao, dan lemak kakao) Indonesia
di negara tujuan (persen).
REERjt = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Dollar Amerika
Serikat (persen).
ECODISTijt = Jarak Ekonomi Indonesia ke negara tujuan (persen).
BKit = Variabel dummy Bea Keluar (1 = dengan kebijakan BK tahun
2011-2015; 0 = tanpa kebijakan BK tahun 2006-2010).
a0 = Intersep
a1, a2... a4 = Parameter variabel bebas
uijt = error/residual
i = Indonesia
j = masing-masing negara importir kakao Indonesia (biji kakao, pasta
kakao, dan lemak kakao Indonesia)
t = tahun ke-t
3. Nilai tukar riil yang digunakan dalam model ini adalah Real Effective Exchange
Rate, misalnya mata uang negara tujuan terhadap mata uang Amerika Serikat.
Nilai tukar riil diubah dalam bentuk logaritma natural (ln).
4. Jarak ekonomi diperoleh dengan mengalikan jarak geografi dengan hasil
pembagian GDP per kapita tahun yang diamati dibagi dengan total GDP per
kapita. Jarak ekonomi diubah dalam logaritma natural (ln).
5. Variabel dummy yang digunakan dalam penelitian, yaitu kebijakan Bea Keluar.
(nilai 1=dengan kebijakan BK tahun 2011-2015; 0 = tanpa kebijakan BK tahun
2006-2010). Kebijakan Bea Keluar diubah dalam bentuk logaritma natural (ln).
intersep berbeda antar negara namun intersep masing-masing negara tidak berbeda
antar waktu (time invariant).
3. Random Effect Model (REM)
Pada metode random effect model, intersep tidak lagi dianggap konstan,
melainkan dianggap sebagai peubah random. Nilai intersep dari masing-masing
individu didefinisikan sebagai berikut:
β0i= β0 + ei; dengan i = 1,2,...,N
dimana merupakan sisaan acak (error term) dengan rata-rata = 0 dan ragam = σ².
Sehingga persamaan dalam model sebagai berikut:
Yit= β0+ β1X1it+ β2X2it+ eit+ uit
1. Uji Chow
Uji Chow (Chow test) atau uji F-statistics merupakan uji statistik untuk
menentukan apakah model yang digunakan adalah pooled least square (PLS) atau
fixed effect. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Pooled Least Square
H1 : Fixed Effect Model
Jika hasil pengujian nilai F-statistics lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti
untuk menolak H0, artinya fixed effect model adalah model terbaik yang dipilih.
2. Uji Hausman
Uji Hausman merupakan uji statistic untuk menentukan apakah model Fixed
Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan. Uji Hausman dilakukan
dengan hipotesis berikut:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari chi square maka cukup bukti
untuk menolak H0, artinya model yang dipilih.
4.2.2.4 Uji Kriteria Ekonometrika
1. Multikolinearitas
Masalah multikolinearitas muncul jika terdapat dua atau lebih peubas yang
memiliki hubungan linear dalam persamaan regresi berganda (Juanda 2009). Salah
33
satu cara untuk memastikan ada atau tidaknya multikolinearitas, dapat dilihat dari
koefisien korelasi antara peubah bebas dalam model. Jika nilai masing-masing
koefisien korelasinya lebih besar dari rule of thumb (0,8) dan R² maka model
tersebut terindikasi masalah multikolinearitas.
2. Heteroskedastisitas
Suatu model regresi harus memenuhi asumsi, yaitu ragam sisaan yang
homogen (homoskedastis). Jika ragam sisaan tidak sama maka model tersebut
terindikasi masalah heteroskedastisitas. Menurut Gujarati (2006), metode GLS
Weight cross-section merupakan salah satu cara untuk mendeteksi masalah
heteroskedastisitas. Jika nilai Sum Square Resid pada weighted statistic lebih besar
dari nilai Sum Square Resid pada unweighted statistic, maka dapat disimpulkan
bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
3. Autokorelasi
Apabila suatu model regresi tidak memiliki keterkaitan atau error menyebar
bebas maka dikatakan bebas dari masalah autokorelasi (Juanda 2009). Masalah
autokorelasi biasanya muncul pada data yang bersifat cross section. Masalah
autokorelasi dapat di deteksi dengan uji Durbin-Watson (Dw). Nilai statistik
Durbin-Watson yang diperoleh dibandingkan dengan nilai Dw pada tabel. Apabila
nilai statistik Durbin-Watson berada di area nonautokorelasi model dikatakan
terbebas dari masalah autokorelasi. Selang statistik Durbin-Watson adalah sebagai
berikut:
0 < DW < DL : ada autokorelasi positif
D L < DW < DU : tidak ada keputusan
DU < DW < 4 – DU : tidak ada autokorelasi
4 - DU < DW < 4 - DL : tidak ada keputusan
4 - DL< DW < 4 : ada autokorelasi negatif
4. Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term pada model
terdistribusi secara normal atau tidak (Juanda 2009). Uji normalitas dapat dideteksi
dengan melihat nilai Jarque-Bera dan nilai probabilitas, apabila nilai Jarque-Bera
34
dan probabilitas lebih besar dari taraf nyata, maka dapat dinyatakan error menyebar
secara normal.
Keterangan:
RCA = Tingkat dayasaing komoditas kakao(bij i kakao, pasta kakao, dan lemak
kakao) dari Indonesia.
Xij = Nilai ekspor komoditas kakao dari Indonesia ke masing-masing
importir biji kakao, pasta kakao, dan lemak kakao Indonesia (US$).
Xj = Nilai total ekspor seluruh komoditas Indonesia ke masing-masing
importir biji kakao, pasta kakao, dan lemak kakao Indonesia (US$).
Wij = Nilai ekspor komoditas kakao dunia ke masing-masing importir biji
kakao, pasta kakao, dan lemak kakao Indonesia (US$).
Wj = Nilai total ekspor seluruh komoditas dunia ke masing- masing importir
biji kakao, pasta kakao, dan lemak kakao Indonesia (US$).
Nilai dayasaing suatu komoditas dalam RCA memiliki dua kemungkinan:
1. Nilai RCA > 1, menunjukkan bahwa pangsa ekspor biji kakao atau kakao olahan
(biji kakao, pasta kakao, lemak kakao) terhadap total ekspor Indonesia lebih
besar dari pangsa rata-rata dari biji kakao atau kakao olahan dalam ekspor di
dunia atau kakao Indonesia berdaya saing (memiliki keunggulan komparatif).
35
2. Nilai RCA < 1, menunjukkan bahwa pangsa biji kakao atau kakao olahan (biji
kakao, pasta kakao, lemak kakao) terhadap ekspor total Indonesia lebih kecil dari
pangsa rata-rata dari produk ekspor biji kakao atau kakao olahan dalam ekspor
dunia. Hal ini berarti Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif (tidak
memiliki dayasaing) sehingga tidak berspesialisasi di kelompok biji kakao atau
kakao olahan.
Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor (sumbu X):
𝑋 𝑋
∑𝑡𝑡=1 ( 𝑖𝑗 ) x 100% − ( 𝑖𝑗 ) x 100%
𝑊𝑖𝑗 𝑡 𝑊𝑖𝑗 𝑡−1
𝑇
36
Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk (sumbu Y):
𝑋𝑗 𝑋𝑗
∑𝑡𝑡=1 ( ) x 100% − (
𝑊𝑗 𝑡 𝑊𝑗 )𝑡−1 x 100%
𝑇
Keterangan:
Xij = Nilai ekspor komoditas kakao (biji kakao, pasta kakao, dan lemak
kakao) Indonesia ke negara masing-masing negara importir kakao
Indonesia (US$)
Wij = Nilai ekspor komoditas kakao (biji kakao, pasta kakao, dan lemak
kakao) dunia ke negara masing-masing importir kakao Indonesia (US$)
Xj = Nilai total ekspor Indonesia ke negara masing-masing negara importir
kakao Indonesia (US$)
Wj = Nilai total ekspor dunia ke negara masing-masing negara importir
kakao Indonesia (US$)
T = Jumlah tahun analisis
t = Tahun ke-t
tersebut telah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi suatu produk yang
memiliki nilai tambah tentu akan mempunyai nilai jual yang tinggi dibandingkan
jika hanya mengekspor kakao dalam bentuk mentah atau biji kakao yang belum
difermentasi.
2000000 525393
767181 250787 192274 129743
531208 523444 226283 114978
1000000 137103
terbesar sebagai negara eksportir pasta kakao dengan menyumbang 9.17% dari total
ekspor pasta kakao dunia dengan total nilai ekspor mencapai US$ 302 350 ribu. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan BK yang diterapkan sejak 2010 dapat
berjalan sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran. Pantai Gading selain menjadi
negara produsen dan eksportir biji kakao terbesar dunia, juga merupakan negara
eksportir terbesar pasta kakao dunia yang menyumbang 22.4% dari total ekspor
pasta kakao dunia dengan nilai total ekspor sebesar US$ 738 362 ribu. Belanda
sebagai negara eksportir pasta kakao terbesar kedua mencapai nilai ekspor sebesar
US$ 515487 ribu atau menyumbang 15.6% dari total ekspor pasta kakao dunia, dan
Jerman menyumbang sebesar 9.74% sebagai negara eksportir terbesar ketiga.
Negara eksportir biji kakao dunia dapat dilihat pada Gambar 8.
738362
800000
700000
600000 515487
US$ 000
500000
400000 320935 302350
300000 169136 124722
200000 92316 67616 64303 63318
100000
0
2000000
1596122
1500000
US$ 000
1000000 726296
556506
424930 432671 479053
500000 164846 166807 98528
Selama periode tahun 2006 hingga 2012 luas areal kakao nasional
menunjukkan tren pertumbuhan yang positif. Laju peningkatan areal kakao
nasional tertinggi yaitu terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 11.36% dengan
perubahan persentase sebesar 8.03% dari tahun 2008. Hal itu disebabkan karena
terjadinya peningkatan pada perkebunan kakao rakyat sebesar 12.44%. Peningkatan
luas areal kakao tersebut didasarkan pada program Kementerian Pertanian melalui
Direktorat Jenderal Perkebunan yang mencanangkan Program Gerakan Nasional
Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) dikarenakan pada tahun
2008 sebanyak 70 000 ha kondisi tanaman kakao sudah tua, rusak, tidak produktif,
dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga
perlu dilakukan peremajaan. Selain itu, sebanyak 235 000 hektar kebun kakao yang
kurang produktif dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan
sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi, dan sebanyak 145 000 ha kebun kakao
dengan tanaman tidak terawat dan kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan
intensifikasi sehingga pemerintah mengeluarkan program Gernas Kakao yang
dilakukan dengan tiga metode, yaitu peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi,
namun semenjak tahun 2013 hingga tahun 2015, Laju peningkatan areal kakao
nasional mengalami tren yang negatif yang disebabkan oleh terjadinya penurunan
luas areal kakao yang relatif tinggi tahun 2014 pada perkebunan milik negara
41
dengan laju penurunan sebesar 59.49% dan perkebunan swasta dengan laju
penurunan sebesar 38.47%.
Berdasarkan status pengusahaannya perkebunan kakao dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan
besar swasta. Indonesia masih terkendala pada masalah produktivitas kakao
Indonesia yang relatif jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas
negara pesaing seperti Pantai Gading dan Ghana. Berdasarkan data dari Ditjenbun
RI (2015) produktivitas kakao Indonesia adalah sebesar 797 kg per hektar,
sementara rata-rata produktivitas Pantai Gading dan Ghana sebesar 1 500 hingga
2 000 kg per hektar. Perkembangan luas areal dan produksi kakao di Indonesia
menurut pengusahaan dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada Tabel 9 produksi biji kakao selama kurun waktu 2006-2015 berfluktuasi
dengan kecenderungan meningkat pada periode tahun 2006-2010 dengan
pertumbuhan sebesar 7.26% atau rata-rata produksi 792 097 ton. Produksi kakao
nasional tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan produksi sebesar 837 918 ton.
Hal tersebut sejalan dengan tujuan program Gernas kakao yang dicanangkan
pemerintah sejak tahun 2009 dalam peningkatan produksi kakao.
memiliki nama latin Theobroma cacao adalah biji kakao berlemak yang telah
dikeringkan dan difermentasi, yang diekstrak untuk menghasilkan cokelat padat
(cocoa solids) dan lemak kakao (cocoa butter) yang kemudian digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan cokelat, serta beberapa produk makanan lainnya.
Kakao dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu Forastero, Criollo,
dan Trinitario. Forastero merupakan biji kakao yang selama ini banyak diketahui
orang pada umumnya. Biji kakao ini paling banyak diproduksi yaitu sekitar 90 %
dari produksi dunia (Ditjenbun 2017). Kakao forastero tergolong ke dalam kakao
dengan kualitas rendah, namun pertumbuhan tanamannya kuat, tahan terhadap
penyakit, dan dapat menghasilkan produksi yang tinggi diantara yang lainnya.
Berbeda dengan forastero, criollo merupakan kakao dengan kualitas tinggi namun
memiliki beberapa kelemahan seperti pertumbuhan tanaman kurang kuat dan
produksi relatif rendah, masa berbuah yang relatif lambat, dan sedikit peka terhadap
serangan hama dan penyakit. Biji kakao Indonesia sendiri sebagian besar masuk
dalam jenis Trinitario yang merupakan hasil persilangan dari Criollo dan Forastero.
Sifat morfologi dan fisiologinya beragam, demikian juga daya dan mutu hasilnya.
(Susanto 1994).
Biji kakao digunakan baik dalam bahan baku pangan maupun non pangan.
biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku pangan harus difermentasi
sedangkan biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku non pangan tidak
memerlukan proses fermentasi. Biji-biji kakao dapat diproses untuk menghasilkan
sejumlah produk olahan kakao, seperti cokelat. Penyangraian merupakan tahap
awal dalam menghasilkan produk kakao, diikuti oleh pemecahan dan pelepasan dari
biji untuk menghasilkan biji yang disebut nibs. Nibs kemudian digiling dengan
sehingga berbentuk pasta atau cokelat cair (pasta kakao). Pasta kakao diolah lebih
lanjut menjadi cokelat dengan mencampurkan gula dan lebih banyak lemak kakao
kemudian dimurnikan, dihaluskan, dipanaskan dan didinginkan berulang kali.
Metode lain yang dapat dilakukan yaitu adalah dengan memisahkanmenjadi kakao
bubuk dan lemak kakao menggunakan mesin tekanan hidrolik. Proses pemisahan
ini menghasilkan sekitar 50 % lemak kakao dan 50 % kakao bubuk. Kakao bubuk
standar memiliki kandungan lemak sebesar 10 – 12 %. Lemak kakao digunakan
43
dalam produksi cokelat batangan, produk gula lain, sabun, serta produk kosmetik
(Ditjenbun 2017).
Obat-obatan
Confectionary
Makanan
Powder Bars
minuman
Rice
Kosmetika
Concentrat
Cake e
Extract Makanan
Essence
Industri pengolahan Pasta
Biji Lecithin
kakao kakao kakao
Tannin
Pektin
Industri kimia
Oleo Obat-obatan
Chemical
Butter/Fat
/Lemak Kakao Fatty Acid
Buah Kakao
Vitamin D
Pupuk Hijau
Single Cell
Protein
Gas Bio
Pektin
Jelly
Plastik Filler
Bahan Bakar
300000
200000
100000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Dapat dilihat dari Gambar 11, Malaysia merupakan pasar potensial kakao (HS
18 atau kakao dan turunannya) bagi Indonesia untuk mengekspor kakao dan
turunannya, karena nilai ekspor kakao Indonesia ke Malaysia memiliki nilai ekspor
tertinggi dibandingkan dengan negara importir lainnya, sehingga Indonesia harus
mempertahankan kontinuitas ekspor kakao dan memperluas pangsa pasar kakao di
Malaysia. Tiongkok menempati urutan pangsa pasar ketiga sebagai negara tujuan
ekspor utama kakao Indonesia. Tiongkok merupakan negara dengan jumlah
populasi terbesar dunia sehingga Indonesia dapat memanfaatkan peluang tersebut
dalam meningkatkan dayasaing kakao dengan meningkatkan pangsa pasar kakao
45
Indonesia dan juga meningkatkan kontinuitas ekspor ke pasar potensial lain seperti
Amerika, Jerman, Australia, dan Belanda.
600000
500000
400000
000 US$
300000
200000
100000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Berdasarkan Gambar 12, terdapat enam negara tujuan ekspor utama biji
kakao (HS 1801) Indonesia diantaranya adalah Malaysia, Singapura, Amerika,
Thailand, Jerman, dan Belanda. Malaysia merupakan negara importir biji kakao
Indonesia terbesar dengan nilai impor tahun 2015 sebesar US$ 77 445 ribu atau
US$ 313 861 ribu per tahun, kemudian diikuti oleh Singapura sebesar US$ 17 997
ribu, Amerika sebesar US$ 7 288 ribu, Thailand sebesar US$ 4 429 ribu, Jerman
sebesar US$ 2 316 ribu, dan Belanda sebesar US$ 1 984 ribu. Nilai ekspor biji
kakao Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan menurun di negara tujuan
ekspor, namun penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2011 karena pada
tahun 2010 terdapat kebijakan Bea Keluar (BK) pada biji kakao yang diberlakukan
oleh Pemerintah sejak 1 April 2010.
46
180000
160000
140000
120000
000 US$
100000
80000
60000
40000
20000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
200000
000 US$
150000
100000
50000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Amerika Jerman Malaysia Australia Estonia Belanda
1.00
Nilai ISP
0.50
0.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
-0.50
Malaysia Singapura Amerika Thailand Jerman Belanda
Pada Gambar 15, pada periode 2006-2010 atau sebelum adanya kebijakan BK
menunjukkan bahwa biji kakao Indonesia mencapai tahap kematangan di negara
tujuan ekspor utama, yaitu di pasar Malaysia (1.00), Singapura (1.00), Amerika
(1.00), Thailand (1.00), Jerman (1.00), dan Belanda (0.98) yang ditunjukkan dengan
nilai rata-rata ISP diantara 0.81 sampai 1.00. Tahap kematangan mengindikasikan
Indonesia dikatakan cenderung menjadi negara eksportir (net exporter) biji kakao
di negara tujuan tersebut namun setelah adanya penerapan kebijakan BK (periode
2011-2015), nilai rata-rata ISP di pasar Malaysia, Singapura, dan Amerika
mengalami penurunan yang disebabkan karena terjadinya peningkatan impor biji
50
kakao Indonesia dari negara tersebut. Penurunan rata-rata ISP yang relatif tinggi di
pasar Amerika (0.72) disebabkan karena pada tahun 2014 Indonesia selain
melakukan ekspor biji kakao ke Amerika, juga melakukan impor biji kakao dari
Amerika dengan nilai impor sebesar US$ 2 798 ribu yang lebih besar daripada nilai
ekspornya US$ 1 148 ribu (ITC 2017), yaitu ditunjukkan dengan nilai ISP sebesar
-0.4 pada tahun 2014. Impor biji kakao dari Amerika dilakukan untuk mendapatkan
biji kakao dengan kualitas baik (difermentasi) karena produksi biji kakao nasional
yang difermentasi hanya mencapai 15% dari produksi biji kakao sehingga hanya
memenuhi sekitar 60% dari kebutuhan industri pengolahan nasional (Muttaqin
2011 dalam Listyati et al. 2014). Walaupun demikian, biji kakao Indonesia tetap
berada pada tahap kematangan setelah kebijakan BK karena nilai rata-rata ISP
berada diantara 0.81 sampai 1.00 disetiap negara tujuan ekspor utama.
Nilai ISP ideal biji kakao Indonesia di negara tujuan ekspor (nilai ISP sama
dengan satu) mengindikasikan Indonesia selalu menjadi pengekspor biji kakao dan
tidak pernah mengimpor biji kakao dari negara tujuan ekspor tersebut. Secara
keseluruhan, Indonesia dikatakan sebagai net exporter biji kakao atau Indonesia
memiliki kecenderungan kuat atau berspesialisasi menjadi negara eksportir biji
kakao di negara tujuan ekspor baik sebelum maupun sesudah adanya kebijakan BK,
artinya ada atau tidaknya kebijakan BK pada biji kakao tidak memengaruhi posisi
perdagangan Indonesia sebagai negara eksportir biji kakao namun hanya
memengaruhi komposisi perubahan nilai ekspor biji kakao yang terus mengalami
penurunan di setiap negara tujuan ekspor.
1.50
1.00
0.50
Nilai ISP
0.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
-0.50
-1.00
-1.50 Malaysia Jerman Tiongkok Spanyol Amerika Brazil
1.00
Nilai ISP
0.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
-1.00
-2.00
Amerika Jerman Malaysia Australia Estonia Belanda
6.2.1 Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Biji Kakao (HS 1801)
Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Utama
tahun t (LnPxijt), nilai tukar riil negara tujuan terhadap US dollar Amerika Serikat
pada tahun t (LnREERjt), jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan pada tahun
t (LnECODISTijt), dan variabel dummy, yaitu kebijakan BK (LnBKit). Estimasi
pemilihan model terbaik dilakukan untuk memilih random effect model, fixed effect
model, atau pooled least square.
Tabel 9. Hasil estimasi uji model biji kakao
Uji Estimasi Model Prob Kesimpulan
Chow Test 0.0000 Tolak Ho Fixed Effect Model
Hausman Test 0.0000 Tolak Ho Fixed Effect Model
Tabel 9 menunjukkan bahwa probabiltas Uji Chow sebesar 0.0000 lebih kecil
dari alpha (α) 5%, sehinga dapat disimpulkan cukup bukti untuk menolak H0,
sehingga model yang dipilih adalah fixed effect model. Begitupun dengan hasil uji
Hausman menunjukkan hal yang sama untuk menolak hipotesis nol, yakni
probabilitias kurang dari alpha (α) 5% sehingga model terbaik yang dipilih adalah
fixed effect model. Setelah dilakukan regresi panel data dengan model fixed effects
model melalui Eviews, diperoleh persamaan permintaan ekspor biji kakao Indonesia
sebagai berikut:
LnXijt = 37.85132 + 17.51918 LnGDPjt – 0.484429 LnPxijt +3.178599 LnREERjt
+ 21.12027 LnECODISTijt – 0.002365 LnBKit (2)
Tabel 10. Hasil estimasi panel data pada biji kakao Indonesia (HS 1801) di negara
tujuan ekspor periode 2006 – 2015
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 37.85132 30.55741 1.238695 0.2214
LnGDPjt 17.51918 4.727927 -3.705467 0.0005*
LnPxijt -0.484429 0.373786 1.296006 0.2010
LnREERjt 3.178599 1.542809 2.060267 0.0447*
LnECODISTijt 21.12027 5.551353 3.804526 0.0004*
LnBKit -0.002365 0.025680 -0.092080 0.9270
Weighted Statistics
R-squared 0.880569 Mean dependent var 13.75116
Adjusted R-squared 0.856196 S.D. dependent var 7.668944
S.E. of regression 0.935896 Sum squared resid 42.91920
F-statistic 36.12798 Durbin-Watson stat 1.625269
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.792081 Mean dependent var 9.864702
Sum squared resid 51.85139 Durbin-Watson stat 1.753675
*signifikan pada taraf nyata 5 persen.
55
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan pada taraf nyata
lima persen adalah GDP riil per kapita negara tujuan (Ln GDPjt), nilai tukar negara
tujuan (LnREERjt), dan jarak ekonomi (LnECODISTijt). Berdasarkan hasil estimasi
data panel pada tabel diatas, dapat dianalisis uji kriteria statististik, uji kriteria
ekonometrika, dan uji kriteria ekonomi.
1. Uji F
Uji F dilakukan dengan membandingkan probabilitas F-statistic dengan taraf
nyata sebesar 5%. Nilai probability F-statistic pada model menghasilkan nilai
sebesar nol, lebih kecil dari taraf nyata 5 %, artinya bahwa model dianggap mampu
merepresentasikan permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura,
Amerika, Thailand, Jerman, dan Belanda.
2. Uji t
Uji t dilakukan untuk menentukan apakah variabel bebas yang terdapat pada
model memiliki pengaruh nyata pada nilai ekspor biji kakao Indonesia di enam
negara tujuan ekspor. Berdasarkan nilai t-statistic didapat bahwa variabel yang
berpengaruh nyata pada taraf nyata 5% adalah GDP riil per kapita negara tujuan
(Ln GDPjt), jarak ekonomi (LnECODISTijt), dan nilai tukar negara tujuan
(LnREERjt) sedangkan variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 5% adalah
harga ekspor (Pxit), dan kebijakan BK (BKit).
3. Uji R-squared
Model permintaan ekspor biji kakao dalam penelitian ini menghasilkan nilai
R-squared sebesar 0.880. Nilai ini berarti bahwa variabel-variabel yang terdapat
dalam model mampu menjelaskan 88% keragaman yang terjadi pada permintaan
ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia, Singapura, Amerika, Thailand, Jerman,
dan Belanda, sedangkan sisanya sebesar 12% dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
56
1. Uji Autokorelasi
Untuk menguji korelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Dengan
jumlah observasi sebanyak 60, jumlah veriabel independen sebanyak 5 variabel dan
α sebesar 5% maka diperoleh nilai Durbin Watson tabel dengan DL sebesar 1.41
dan DU sebesar 1.77. Pada hasil regresi model fixed effects, didapatkan nilai Durbin-
Watson statistics sebesar 1.62 pada weighted statistics atau DL < DW < DU sehingga
tidak ada keputusan autokorelasi.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear antar
peubah bebas. Permasalahan multikolinearitas dapat terjadi akibat tingginya nilai
R-squared tetapi banyak variabel yang tidak signifikan (Juanda 2009). Dengan
demikian pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya masalah
multikolinearitas adalah dengan melihat nilai R-squared dan melihat signifikansi
peubah bebas pada model regresi. Pada model regresi ini tidak terindikasi adanya
masalah multikolinearitas karena nilai ekspor biji kakao Indonesia didapatkan hasil
R-squared yang cukup tinggi senilai 88% dan terdapat tiga variabel bebas yang
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa 88% keragaman variabel dependen yang
terdapat dalam model dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat pada
model.
3. Uji Heteroskedastisitas
Hasil estimasi pada Tabel (10) menunjukkan bahwa Sum Squared Residual
pada Weighted Statistic (42.91) lebih kecil dari Sum Squared Residual pada
Unweighted Statistic (51.85), maka dapat disimpulkan terindikasi masalah
heteroskedastisitas, namun masalah data yang tidak homoskedastisistas ini telah
57
4. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dideteksi dengan melihat nilai Jarque-Bera dan nilai
probabilitas. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai Jarque-Bera sebesar
1.37 lebih besar dari 0.05 dan nilai probabilitas sebesar 0.50 lebih besar dari 0.05
sehingga model nilai ekspor biji kakao Indonesia memiliki distribusi error terms
yang menyebar normal.
2. Harga Ekspor
Harga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi
ekspor. Apabila harga suatu komoditas mengalami peningkatan maka akan
menurunkan permintaan ekspor komoditas tersebut. Variabel harga ekspor biji
kakao mempunyai hubungan negatif dan tidak berpengaruh signifikan pada taraf
5% karena nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata (0.20 > 0.05). Nilai
koefisien variabel harga ekspor biji kakao adalah sebesar -0.48. Nilai koefisien yang
negatif artinya jika harga ekspor biji kakao Indonesia di negara tujuan meningkat
sebesar satu persen, maka ekspor biji kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor akan
58
6.2.2 Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Pasta Kakao (HS 1803)
Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Utama
Estimasi faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor komoditas pasta kakao
Indonesia di pasar Malaysia, Jerman, Tiongkok, Spanyol, Amerika, dan Brazil
menggunakan pendekatan gravity model. Variabel dependen yang digunakan
60
adalah nilai ekspor pasta kakao Indonesia sedangkan variabel independen terdiri
dari GDP riil per kapita negara tujuan (LnGDPjt), harga ekspor komoditas pasta
kakao Indonesia di negara tujuan pada tahun t (LnPxijt), nilai tukar riil negara tujuan
terhadap US dollar Amerika Serikat pada tahun t (LnREERjt), jarak ekonomi
Indonesia dengan negara tujuan pada tahun t (LnECODISTijt), dan variabel dummy,
yaitu kebijakan Bea Keluar (LnBKit). Estimasi pemilihan model terbaik dilakukan
untuk memilih random effect model, fixed effect model, atau pooled least square.
Tabel 11. Hasil estimasi uji model pasta kakao
Uji Estimasi Model Prob Kesimpulan
Chow Test 0.0000 Tolak Ho Fixed Effect Model
Hausman Test 0.0000 Tolak Ho Fixed Effect Model
Berdasarkan Tabel 12 hasil regresi panel data, variabel yang signifikan pada
taraf nyata 5% adalah harga ekspor (LnPXijt), nilai tukar riil negara tujuan
(LnREERjt), dan kebijakan BK (LnBKit). Berdasarkan hasil estimasi data panel
pada tabel diatas, dapat dianalisis uji kriteria statististik, uji kriteria ekonometrika,
dan uji kriteria ekonomi.
1. Uji F
Uji F dilakukan dengan membandingkan probabilitas F-statistic dengan taraf
nyata sebesar 5%. Nilai probability F-statistic pada model menghasilkan nilai
sebesar 0, lebih kecil dari taraf nyata 5%, artinya bahwa model dianggap mampu
merepresentasikan permintaan ekspor pasta kakao Indonesia di pasar Malaysia,
Jerman, Tiongkok, Spanyol, Amerika, dan Brazil.
2. Uji t
Berdasarkan nilai t-statistic didapat bahwa variabel yang berpengaruh nyata
pada taraf nyata 5% adalah ekspor pasta kakao Indonesia, nilai tukar negara tujuan
terhadap dollar Amerika, dan kebijakan Bea Keluar, sedangkan variabel yang tidak
signifikan pada taraf nyata 5% adalah GDP riil per kapita dan jarak ekonomi.
3. Uji R-squared
Model permintaan ekspor pasta kakao dalam penelitian ini menghasilkan nilai
R-squared sebesar 87.04% yang artinya variabel-variabel yang terdapat dalam
model mampu menjelaskan 87.04% keragaman yang terjadi pada permintaan
ekspor pasta kakao Indonesia di pasar Malaysia, Jerman, Tiongkok, Spanyol,
Amerika, dan Brazil sedangkan sisanya sebesar 12.96% dijelaskan oleh variabel
lain di luar model.
1. Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi muncul karena adanya hubungan linear antar error dalam
satu penelitian. Uji autokorelasi diuji dengan melihat nilai Durbin Watson (DW).
Dengan jumlah observasi sebanyak 60, jumlah veriabel independen sebanyak lima
variabel dan α sebesar 5% maka diperoleh nilai Durbin Watson tabel dengan DL
sebesar 1.41 dan DU sebesar 1.77 dan Durbin Watson stat pada weighted statistic
sebesar 1.37. Maka nilai Dw berada diantara 0 < DW < DL, artinya ada autokorelasi
positif namun karena metode yang digunakan pada model merupakan metode Fixed
Effect yang diestimasi menggunakan Generalized Least Square maka masalah
autokorelasi telah diatasi (Juanda 2009).
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan salah satu penyimpangan asumsi karena adanya
hubungan linear sempurna antar peubah bebas sehingga peubah bebas tersebut
berkolinearitas ganda sempurna (Juanda 2009). Permasalahan multikolinearitas
dapat terjadi jika dalam uji-F menyimpulkan minimal ada satu peubah bebas yang
berpengaruh nyata (signifikan) dalam model dan mempunyai nilai R-squared yang
tinggi tetapi dalam uji-t tidak ada koefisien yang signifikan pada taraf nyata 5%.
Pada model regresi ini tidak terindikasi adanya masalah multikolinearitas karena
nilai hasil R-squared pada model ekspor pasta kakao Indonesia didapatkan senilai
87.04% dan terdapat tiga variabel bebas yang signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa model dalam penelitian ini tidak terindikasi adanya multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Hasil estimasi pada Tabel 13 menunjukkan bahwa Sum Squared Residual
pada Weighted Statistic (66.99) lebih kecil dari Sum Squared Residual pada
Unweighted Statistic (76.92), sehingga disimpulkan terjadi heteroskedastisitas,
namun variabel-variabel dalam model ini sudah memenuhi asumsi
heteroskedastisitas karena model menggunakan pembobotan pada Fixed Effect
yang diestimasi menggunakan Generalized Least Square pada cross section
sehingga masalah heteroskedastisitas telah diatasi (Juanda 2009).
63
4. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dideteksi dengan melihat nilai Jarque-Bera dan nilai
probabilitas. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar
sebesar 0.2945 lebih besar dari 0.05 dan nilai Jarque-Bera adalah sebesar 2.44 lebih
besar dari 0.05 sehingga model nilai ekspor pasta kakao Indonesia memiliki
distribusi error terms yang menyebar normal.
2. Harga Ekspor
Harga ekspor pasta kakao memiliki hubungan positif dan berpengaruh
signifikan pada taraf nyata 5% karena nilai probabilitas variabel harga ekspor kakao
lebih kecil dari taraf nyata 5% (0.00 < 0.05). Tanda koefisien pada variabel dalam
persamaan pasta kakao tidak sesuai dengan hipotesis, nilai koefisien harga ekspor
pasta kakao Indonesia yaitu sebesar 0.84, yang artinya jika harga ekspor pasta
kakao Indonesia di negara tujuan meningkat sebesar satu persen, maka permintaan
ekspor pasta kakao Indonesia meningkat sebesar 0.84% di negara tujuan ekspor
(ceteris paribus). Peningkatan harga ekspor menggambarkan mutu dan kualitas
komoditas pasta kakao, semakin tinggi harga ekspor pasta kakao menunjukkan
semakin baik mutu dan kualitas pasta kakao sehingga nilai ekspor juga semakin
tinggi di negara tujuan ekspor. Hal ini didukung oleh penelitian Hanoum (2016)
yang mengestimasi hubungan antara harga ekspor elektronika dengan volume
64
4. Jarak Ekonomi
Semakin jauh jarak antara negara eksportir dan importir maka volume dan nilai
perdagangan semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh semakin mahal biaya
yang harus dikeluarkan untuk melakukan transaksi tersebut.
6.2.3 Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Lemak Kakao (HS 1804)
Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Utama
Pendekatan gravity model digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
memengaruhi nilai ekspor komoditas lemak kakao Indonesia ke negara tujuan
ekspor utama Amerika, Jerman, Malaysia, Australia, Estonia, dan Belanda.
Variabel dependent yang digunakan adalah nilai ekspor lemak kakao Indonesia
sedangkan variabel independent terdiri dari GDP riil per kapita negara tujuan (Ln
GDPjt), harga ekspor komoditas biji kakao Indonesia di negara tujuan pada tahun t
(LnPxijt), nilai tukar riil negara tujuan terhadap US dollar Amerika Serikat pada
tahun t (LnREERjt), jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan pada tahun t
(LnECODISTijt), dan variabel dummy, yaitu kebijakan BK (BKit). Estimasi
pemilihan model terbaik dilakukan untuk memilih random effect model, fixed effect
model, atau pooled least square.
66
Tabel 14. Hasil estimasi panel data pada lemak kakao Indonesia (HS 1804) di
negara tujuan ekspor periode 2006 – 2015
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -7.666209 9.871035 -0.776637 0.4411
LnGDPjt 0.928040 0.336890 2.754723 0.0082*
LnPxij 0.956433 0.035649 26.82905 0.0000*
LnREERjt -0.085947 2.404978 -0.035737 0.9716
LnECODISTijt 0.105452 0.189772 0.555676 0.5810
LnBKit 0.076144 0.010714 7.107094 0.0000*
Weighted Statistics
R-squared 0.935882 Mean dependent var 10.86801
Adjusted R-squared 0.922797 S.D. dependent var 5.343089
S.E. of regression 0.972643 Sum squared resid 46.35564
F-statistic 71.52191 Durbin-Watson stat 1.375860
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.891077 Mean dependent var 8.846145
Sum squared resid 51.56961 Durbin-Watson stat 1.359657
Berdasarkan Tabel 14 hasil regresi variabel yang signifikan pada taraf nyata
5% yakni GDP riil per kapita negara tujuan (Ln GDPjt), harga ekspor komoditas
biji kakao Indonesia di negara tujuan (LnPxijt) dan variabel dummy, yaitu kebijakan
BK (LnBKit). Berdasarkan hasil estimasi data panel pada tabel diatas, dapat
dianalisis uji kriteria statististik, uji kriteria ekonometrika, dan uji kriteria ekonomi.
67
1. Uji F
Uji F dilakukan dengan membandingkan probabilitas F-statistic dengan
taraf nyata sebesar 5%. Nilai probability F-statistic pada model menghasilkan nilai
sebesar 0, lebih kecil dari taraf nyata 5%, artinya bahwa model dianggap mampu
merepresentasikan permintaan ekspor lemak kakao Indonesia di pasar Amerika,
Jerman, Malaysia, Australia, Estonia, dan Belanda.
2. Uji t
Berdasarkan nilai t-statistic didapat bahwa variabel yang berpengaruh nyata
pada taraf nyata 5% adalah GDP per kapita negara tujuan, harga ekspor lemak
kakao Indonesia, dan kebijakan BK sedangkan variabel yang tidak signifikan pada
taraf nyata 5% adalah jarak ekonomi dengan nilai probabilitas sebesar 0.8426 dan
nilai tukar dengan nilai probabilitas sebesar 0.9716.
3. Uji R-squared
Model permintaan ekspor lemak kakao dalam penelitian ini menghasilkan nilai
R-squared sebesar 93.58%. Nilai ini menjelaskan bahwa variabel-variabel yang
terdapat dalam model mampu menjelaskan 93.58% keragaman yang terjadi pada
nilai ekspor lemak kakao Indonesia di pasar Amerika, Jerman, Malaysia, Australia,
Estonia, dan Belanda sedangkan sisanya sebesar 6.42% dijelaskan oleh variabel lain
di luar model.
1. Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi muncul karena adanya hubungan linear antar error dalam
satu penelitian. Uji autokorelasi perlu dilakukan pada penelitian yang bersifat time
68
series dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Dengan jumlah observasi
sebanyak 60, jumlah veriabel independen sebanyak 5 dan α sebesar 5% maka
diperoleh nilai Durbin Watson tabel dengan DL sebesar 1.41 dan DU sebesar 1.77
dan Durbin Watson Statistic pada weighted statistics sebesar 1.37. Maka nilai Dw
berada diantara 0 < Dw < DL sehingga tolak H0 yang artinya ada autokorelasi
positif. Namun karena metode yang digunakan pada model merupakan metode
Fixed Effect yang diestimasi menggunakan Generalized Least Square maka
masalah autokorelasi telah diatasi (Juanda 2009).
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan salah satu penyimpangan asumsi karena adanya
hubungan linear sempurna antar peubah bebas sehingga peubah bebas tersebut
berkolinearitas ganda sempurna (Juanda 2009). Permasalahan multikolinearitas
dapat terjadi jika dalam uji-F menyimpulkan minimal ada satu peubah bebas yang
berpengaruh nyata (signifikan) dalam model dan mempunyai nilai R-squared yang
tinggi tetapi dalam uji-t tidak ada koefisien yang signifikan pada taraf nyata 5%.
Pada model regresi ini tidak terindikasi adanya masalah multikolinearitas karena
nilai hasil R-squared pada model ekspor lemak kakao Indonesia didapatkan senilai
93.58% dan terdapat tiga variabel bebas yang signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa model dalam penelitian ini tidak terindikasi adanya multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Hasil estimasi pada Tabel 14 menunjukkan bahwa Sum Squared Residual pada
Weighted Statistic (46.35) lebih kecil dari Sum Squared Residual pada Unweighted
Statistic (51.56), maka dapat disimpulkan terjadi heteroskedastisitas, namun secara
umum, variabel-variabel dalam model ini sudah memenuhi asumsi
heteroskedastisitas karena model ini menggunakan metode Fixed Effect yang
diestimasi menggunakan Generalized Least Square sehingga masalah
heteroskedastisitas telah diatasi (Juanda 2009).
4. Normalitas
Uji normalitas dapat dideteksi dengan melihat nilai Jarque-Bera dan nilai
probabilitas. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar
0.57 lebih besar dari 0.05 dan nilai Jarque-Bera sebesar 1.11 lebih besar dari 0.05,
69
sehingga persamaan dalam model memiliki distribusi error terms yang menyebar
normal.
2. Harga Ekspor
Harga ekspor lemak kakao mempunyai hubungan positif dan berpengaruh
secara signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini karena nilai probabilitas variabel
harga ekspor lemak kakao lebih kecil dari taraf nyata 5% (0.00<0.05). Tanda
koefisien pada variabel dalam persamaan tersebut tidak sesuai dengan hipotesis,
koefisien harga ekspor memiliki nilai sebesar 0.95, yang artinya jika harga ekspor
lemak kakao Indonesia di negara tujuan meningkat sebesar satu persen, maka
permintaan ekspor lemak kakao Indonesia meningkat sebesar 0.95% (ceteris
paribus). Peningkatan harga ekspor menggambarkan mutu dan kualitas komoditas
lemak kakao, semakin tinggi harga ekspor lemak kakao menunjukkan semakin baik
mutu dan kualitas lemak kakao sehingga nilai ekspor juga semakin tinggi di negara
tujuan ekspor. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hanoum (2016) yang
menunjukkan bahwa apabila harga mengalami peningkatan sebesar maka nilai
70
4. Jarak Ekonomi
Variabel jarak ekonomi memiliki hubungan positif dan tidak signifikan
dengan ekspor pasta kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor. Jarak ekonomi tidak
signifikan karena memiliki nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 5%
(0.58 > 0.05). Nilai koefisien variabel jarak ekonomi adalah sebesar 0.10 yang
berarti jika jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan ekspor meningkat
sebesar satu persen maka terjadi peningkatan permintaan ekspor lemak kakao
Indonesia ke negara tujuan ekspor sebesar 0.10% (cateris paribus). Hubungan
ekonomi tersebut tidak sesuai dengan hipotesis, namun hasil penelitian terdahulu
oleh Lawless dan Whelan (2007) mencoba mempelajari hubungan jarak dan ekspor
dengan menggunakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak dapat
berpengaruh secara positif terhadap ekspor. Lawless dan Whelan (2007)
menemukan bahwa untuk melakukan ekspor ke luar negeri, perusahaan-perusahaan
di Amerika Serikat harus menaikkan biaya tetap (fixed cost) jika jarak dari tujuan
71
ekspor semakin jauh. Agar tetap mendapat keuntungan dari peningkatan biaya
tersebut, maka perusahaan-perusahaan Amerika Serikat tersebut akan
meningkatkan volume dan nilai perdagangan. Oleh karena itu, berdasarkan
fenomena ini Lawless dan Whelan (2007) menegaskan bahwa jarak dapat
berpengaruh positif terhadap ekspor. Berdasarkan penelitian Lawless dan Whelan
(2007) hubungan jarak geografis antara Indonesia dengan negara importir utama
kakao Indonesia dapat meningkatkan ataupun menurunkan ekspor kakao Indonesia
ke negara tujuan ekspor.
RCA < 1, artinya suatu komoditas biji kakao tidak unggul secara komparatif. Hasil
dari analisis nilai RCA biji kakao Indonesia di enam negara utama tujuan ekspor
yang dibagi kedalam dua periode, yaitu periode 2006-2010 atau sebelum adanya
kebijakan BK dan periode 2011-2015 atau setelah diberlakukannya penerapan Bea
Keluar (BK). Berdasarkan data yang diperoleh dari International Trade Center
tahun 2017 Malaysia, Singapura, Amerika, Thailand, Jerman, dan Belanda
merupakan enam negara tujuan ekspor utama biji kakao Indonesia. Hasil estimasi
nilai RCA biji kakao Indonesia dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Dinamika nilai RCA biji kakao (HS 1801) Indonesia di negara tujuan
ekspor periode 2006 – 2015
RCA Biji Kakao Indonesia
Tahun
Malaysia Singapura Amerika Thailand Jerman Belanda
2006 11.16 13.56 35.85 13.56 12.45 0.83
2007 10.81 10.92 20.36 11.09 1.21 0.22
2008 9.62 10.74 22.69 15.00 0.90 0.08
2009 10.70 15.95 35.58 13.71 8.52 0.44
2010 10.00 11.76 26.25 9.93 11.00 1.08
rata-rata 2006-2010 10.46 12.59 28.15 12.66 6.82 0.53
2011 6.96 7.10 2.77 10.39 0.30 0.12
2012 4.47 9.56 0.10 12.58 0.40 0.12
2013 7.63 8.40 2.11 19.16 0.37 0.04
2014 2.79 2.52 0.12 11.18 0.84 0.08
2015 2.59 1.59 0.70 3.29 1.02 0.12
rata-rata 2011-2015 4.89 5.84 1.16 11.32 0.58 0.10
Sumber: International Trade Center 2017 (diolah)
Pada periode 2006-2010, biji kakao Indonesia memiliki rata-rata nilai RCA
lebih dari satu di pasar Malaysia (10.46), Singapura (12.59), Amerika (28.15),
Thailand (12.66), dan Jerman (6.82), yang mengindikasikan biji kakao Indonesia
memiliki dayasaing atau keunggulan komparatif di pasar Malaysia, Singapura,
Amerika, dan Thailand, dan Jerman. Sementara itu, biji kakao Indonesia di pasar
Belanda tidak berdayasaing karena memiliki rata-rata nilai RCA kurang dari satu,
yaitu sebesar 0.53. Rata-rata nilai RCA biji kakao Indonesia di semua negara tujuan
ekspor mengalami penurunan yang signifikan pada periode 2011-2015. Penurunan
nilai RCA setelah tahun 2010 tersebut disebabkan karena persentase nilai ekspor
biji kakao Indonesia terhadap total nilai ekspor di setiap negara tujuan ekspor
mengalami penurunan yang signifikan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan
tersebut disebabkan karena sejak April tahun 2010 pemerintah Indonesia
73
memberlakukan kebijakan Bea Keluar (BK) pada komoditas biji kakao melalui
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 67/PMK.011/2010 pada
biji kakao Indonesia. Pada periode 2011-2015, rata-rata nilai RCA biji kakao
Indonesia masih memiliki dayasaing atau keunggulan komparatif di pasar Malaysia
(4.89), Singapura (5.84), Amerika (1.16), dan Thailand (11.32) walaupun terjadi
penurunan nilai RCA yang cukup tajam di negara tersebut dari periode sebelumnya.
Sementara itu, di pasar Jerman dan Belanda biji kakao Indonesia menjadi tidak
berdayasaing yang ditunjukkan dengan nilai RCA kurang dari satu, yaitu sebesar
0.58 dan 0.10.
Rendahnya nilai RCA di pasar Belanda dikarenakan Belanda lebih banyak
mengimpor biji kakao dari negara pesaing Indonesia seperti Pantai Gading dan
Ghana dengan rata-rata share import value pasta kakao Belanda dari Pantai Gading
sebesar 32.74% dan 22.65% dari Ghana periode 2006-2015, sedangkan share impor
pasta kakao Belanda dari Indonesia hanya sebesar 0.2% dari total nilai impor biji
kakao Belanda. Nilai rata-rata RCA biji kakao kurang dari satu mengindikasikan
bahwa terjadi penurunan ekspor di negara tujuan ekspor sehingga Indonesia tidak
mampu memenuhi permintaan biji kakao di negara tujuan ekspor. Biji kakao
Indonesia masih terkendala dengan produktivitasnya yang relatif rendah, yaitu rata-
rata sebesar 900 kg/ha lebih rendah dari negara pesaing Pantai Gading dan Ghana
yang mencapai rata-rata 1500-2000 kg/ha, namun biji kakao Indonesia memiliki
keunggulan melting point cocoa butter yang tinggi, serta tidak mengandung
pestisida dibanding biji kakao dari negara pesaing Pantai Gading dan Ghana
(Kemenperin 2010). Oleh karena itu, hal tersebut menjadi tantangan sekaligus
peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi dan produktivitas biji kakao
pada sektor hulu hingga peningkatan nilai tambah pada sektor hilir untuk menjaga
kontinuitas ekspor biji kakao Indonesia di negara tujuan ekspor sehingga nilai RCA
biji kakao di negara tujuan ekspor terus mengalami peningkatan dan Indonesia
mampu bersaing dengan negara eksportir biji kakao dari negara lain.
biji kakao dan lemak kakao pada periode 2010-2015 dengan rata-rata nilai ekspor
sebesar 201 932.5 ribu US dollar. Hasil estimasi nilai RCA pasta kakao Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 16 yang dibagi menjadi dua periode, yaitu periode
2006-2010 sebelum penerapan kebijakan Bea Keluar (BK) dan periode 2011-2015
setelah penerapan kebijakan BK.
Tabel 16. Dinamika nilai RCA pasta kakao (HS 1803) Indonesia di negara tujuan
ekspor periode 2006 – 2015
RCA Pasta Kakao Indonesia
Tahun
Malaysia Jerman Tingkok Spanyol Amerika Brazil
2006 0.00 0.45 3.90 16.39 1.65 44.00
2007 0.00 0.10 1.28 17.11 2.50 13.73
2008 6.14 0.04 0.82 50.74 2.19 60.59
2009 0.04 3.90 0.00 16.17 0.41 4.93
2010 0.22 13.38 3.82 22.51 0.70 2.87
rata-rata 2006-2010 1.28 3.57 1.96 24.58 1.49 25.22
2011 8.62 23.23 26.21 29.00 14.18 41.63
2012 4.37 18.02 27.46 23.31 30.67 48.16
2013 15.36 17.53 4.56 24.18 11.49 79.26
2014 17.72 36.27 18.76 30.39 11.19 41.14
2015 21.74 40.35 35.98 38.21 16.45 50.31
rata-rata 2011-2015 13.56 27.08 22.59 29.02 16.80 52.10
Sumber: International Trade Center 2017 (diolah)
Jika dilihat pada Tabel 16, rata-rata nilai RCA pasta kakao Indonesia periode
2011–2015 (setelah adanya kebijakan Bea Keluar pada biji kakao) di semua negara
tujuan ekspor lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata RCA pada periode
2006–2010 (sebelum adanya kebijakan Bea Keluar pada biji kakao). Nilai rata-rata
RCA pasta kakao di pasar Malaysia meningkat menjadi 13.56 dari sebelumnya
sebesar 1.28 sebelum penerapan kebijakan Bea Keluar, di Jerman meningkat
menjadi 27.08 dari sebelumnya sebesar 3.57, di Tiongkok nilai RCA dari yang
semula 1.96 menjadi 22.59, di Spanyol meningkat menjadi 29.02 dari sebelumnya
sebesar 24.58, di Amerika sebesar 16.80 dari sebelumnya sebesar 1.49, dan di
Brazil meningkat menjadi 52.10 dari sebelumnya sebesar 25.22. Hal tersebut
mengindikasikan penerapan kebijakan Bea Keluar oleh Pemerintah Indonesia
berjalan dengan baik karena Indonesia dapat beralih dari yang semula sebagian
besar mengekspor kakao dalam bentuk biji kakao kini beralih mengekspor kakao
dalam bentuk olahan seperti mengekspor pasta kakao.
Secara keseluruhan nilai RCA pasta kakao Indonesia tertinggi terjadi di
Brazil, yaitu sebesar 79.26 tahun 2013. Indonesia merupakan negara importir utama
75
pasta kakao bagi Brazil dengan total share sebesar 55.3 % dari total keseluruhan
nilai impor pasta kakao Brazil tahun 2013 (ITC 2017). Tingginya nilai RCA di
Brazil menggambarkan tingginya permintaan ekspor pasta kakao Indonesia.
Sementara di Malaysia, Jerman, Tiongkok, Spanyol, dan Amerika, nilai RCA
mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Pasta kakao Indonesia
relatif digemari oleh masyarakat dunia karena memiliki mutu, aroma, dan
karakteristik yang khas yang tidak kalah dengan negara pesaing seperti Ghana
(Kusumaningrum et al. 2014). Secara keseluruhan komoditas pasta kakao
Indonesia berdayasaing di pasar tujuan ekspor utama atau memiliki keunggulan
komparatif di negara tujuan ekspor utama pasta kakao Indonesia yang ditunjukkan
dengan rata-rata nilai RCA lebih dari satu.
Tingginya rata-rata nilai RCA di pasar Estonia baik sebelum dan sesudah
adanya kebijakan Bea Keluar mengindikasikan bahwa lemak kakao Indonesia
memiliki dayasaing yang kuat di pasar Estonia. Nilai RCA yang tinggi
mengindikasikan tingginya permintaan ekspor lemak kakao Indonesia di negara
tersebut. Penurunan nilai RCA yang signifikan yang terjadi pada tahun 2008-2009
dari tahun sebelumnya di Eropa seperti pada negara Jerman, Estonia, dan Belanda
disebabkan karena pada tahun tersebut Eropa sedang mengalami krisis. Dampak
krisis Eropa terhadap perdagangan expor lemak kakao Indonesia ditunjukkan
dengan adanya penurunan ekspor lemak Indonesia yang cukup tinggi di negara
Jerman, Estonia, dan Belanda. Amerika merupakan pasar potensial kedua bagi
lemak kakao Indonesia dengan nilai RCA yang mengalami peningkatan tahun
2010-2015. Indonesia menjadi negara pengekspor utama lemak kakao bagi
77
Amerika dengan rata-rata total share sebesar 32.8 % dari total impor lemak kakao
Amerika tahun 2010-2015 (ITC 2017).
Secara keseluruhan, lemak kakao Indonesia berdayasaing atau memiliki
keunggulan komparatif di enam negara tujuan ekspor utama. Tingginya nilai RCA
di tiga negara Estonia, Jerman, dan Australia disebabkan tingginya permintaan
ekspor lemak kakao Indonesia ke negara tersebut karena lemak kakao dijadikan
bahan baku utama dalam proses pembuatan cokelat pada negara tersebut. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan keunggulan komparatifnya, Indonesia perlu
menjaga kontinuitas ekspor lemak kakao di negara tujuan ekspor dan meningkatkan
kuantitas ekspor lemak kakao pada pasar yang masih memiliki nilai RCA rendah
artinya, untuk mendapatkan produk lemak kakao yang berkelanjutan, dibutuhkan
produksi biji kakao yang berkelanjutan, karena menurut Kakao Indonesia (2017)
dari 100 kg biji kakao kering dapat diperoleh 25-30 kg lemak kakao yang
merupakan produk olahan paling berharga. Secara keseluruhan komoditas lemak
kakao memiliki keunggulan komparatif di enam negara tujuan ekspor.
Tabel 18. Hasil estimasi EPD kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor utama tahun
2006-2015
Periode 2006-2010 Periode 2011-2015
No. Pasar Average Average Average Average
Market Position Market Position
growth X growth Y growth X growth Y
Biji Kakao
1. Malaysia 0.01085 0.00127 Rising Star -0.018197 -0.00054 Retreat
2. Singapura 0.00059 0.00034 Rising Star -0.018065 -0.00006 Retreat
3. Amerika 0.00215 0.00007 Rising Star -0.004199 -0.00001 Retreat
4. Thailand -0.00181 0.00020 Lost Opportunity -0.006353 0.00015 Lost Opportunity
5. Jerman 0.00035 0.00003 Rising Star -0.001129 -0.00001 Retreat
6. Belanda 0.00017 0.00007 Rising Star -0.000329 -0.00001 Retreat
Pasta Kakao
1. Malaysia 0.00062 0.00127 Rising Star 0.037147 -0.00046 Falling Star
2. Jerman 0.00182 0.00003 Rising Star 0.002195 0.00001 Rising Star
3. Tiongkok 0.00009 0.00003 Rising Star 0.011159 -0.00009 Falling Star
4. Spanyol 0.00423 0.00012 Rising Star 0.000771 -0.00010 Falling Star
5. Amerika -0.00023 0.00007 Lost Opportunity 0.004435 -0.00001 Falling Star
6. Brazil -0.01387 0.00008 Lost Opportunity 0.012717 -0.00007 Falling Star
Lemak Kakao
1. Amerika 0.00174 0.00007 Rising Star 0.007825 -0.00001 Falling Star
2. Jerman 0.00057 0.00003 Rising Star 0.002616 -0.00001 Falling Star
3. Malaysia -0.00446 0.00127 Lost Opportunity 0.034612 -0.00054 Falling Star
4. Australia -0.00091 0.00006 Lost Opportunity 0.006020 -0.00011 Falling Star
5. Estonia 0.00163 0.00006 Rising Star 0.024212 0.00007 Rising Star
6. Belanda -0.00547 0.00007 Lost Opportunity 0.001468 -0.00001 Lost Opportunity
Sumber: International Trade Center 2017 (diolah)
Berdasarkan hasil estimasi EPD pada Tabel 18, posisi pangsa pasar biji kakao
di pasar Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, dan Belanda berada pada posisi
Rising Star pada periode sebelum diberlakukannya kebijakan Bea Keluar (BK)
pada biji kakao atau periode 2006-2015. Dikatakan Rising Star karena memiliki
pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pertumbuhan pangsa pasar biji kakao yang
bernilai positif yang mengindikasikan bahwa permintaan biji kakao di negara
tersebut mengalami peningkatan dan pangsa pasar mengalami pertumbuhan pesat
(fast growing products) sehingga biji kakao Indonesia dikatakan memiliki
keunggulan kompetitif, sedangkan setelah diberlakukannya BK atau pada periode
2006-2010, biji kakao Indonesia di negara tersebut berada pada posisi Retreat yang
mengindikasikan biji kakao Indonesia tidak lagi memiliki keunggulan kompetitif
karena biji kakao Indonesa tidak mampu bersaing dengan eksportir lain sehingga
biji kakao Indonesia tidak diinginkan lagi di negara tujuan ekspor. Di pasar
Thailand posisi biji kakao Indonesia berada posisi Lost Opportunity (terjadi
penurunan pangsa pasar ekspor walaupun biji kakao masih sebagai produk yang
79
eksportir lain. Pasta kakao Indonesia di pasar Belanda berada pada posisi Lost
Opportunity baik pada saat sebelum adanya kebijakan BK maupun setelah adanya
kebijakan BK yang artinya pangsa pasar ekspor di negara tujuan ekspor mengalami
pertumbuhan yang negatif meski komoditas lemak kakao masih menjadi produk
yang dinamis (kompetitif) di negara tersebut.
81
7.1 Simpulan
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lawless M dan Whelan K. 2007. A Note on Trade Costs and Distance. Working
Paper Series, UCD Centre for Economic Research.
Lipsey et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi 10 Jilid 1. Jakarta (ID): Bina
Rupa Aksara.
Listianingrum N. 2015. Posisi Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 2009-2013.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Listyati D, Herman M, dan Aunillah A. 2014. Prospek dan Potensi Pengembangan
Industri Kakao di Indonesia. Vol.2: (1). Sukabumi (ID): Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar.
Machmud. 2016. Dampak Depresiasi Rupiah Terhadap Perkembangan Impor
Indonesia. Vol.5: (1). Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.
Mankiw G. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi 6. Jakarta (ID): Erlangga.
Piermartini R. 2004. The Role of Exports Tax of Primary Commodities. WTO
discussion paper. Ganeva, Switzerland.
Porter M. 1990. The Competitive Advantage of Nation. Harvard Business Review.
USA.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budidaya Kakao.
Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.
Oktaviani R dan Novianti T. 2014. Teori Perdagangan Internasional: Aplikasinya
di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press. Institut Pertanian Bogor.
Pradipta dan Firdaus. 2014. Posisi Dayasaing Dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia. Vol. 11 No. 2. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Rubiyo dan Siswanto. 2012. Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao
(Theobroma Cacao L.) di Indonesia. Vol.3: (1). Sukabumi (ID): Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar.
Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional Edisi 5 Jilid 1. Munandar H, penerjemah;
Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Erlangga.
Sukirno Sadono. 2004. Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta (ID): PT Raja
Grafindo Persada.
Suryana A. 2014. Dayasaing dan Aliran Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar
Internasional. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susanto F X. 1994. Tanaman Kakao: Budidaya dan Pengolahan Hasil. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
[ITC] International Trade Center. 2017. Export-Import Cocoa Database. [Internet].
[Diunduh Desember 2016]. Tersedia pada http://www.trademap.org.
Tresliyana, Farianti, dan Rifin. 2015. Dayasaing Kakao Indonesia di Pasar
Internasional. Vol.12:(2). Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor.
86
LAMPIRAN
88
89
8 Mean 1.44e-16
Median 0.179472
Maximum 1.922827
6
Minimum -2.179313
Std. Dev. 0.852903
4 Skewness -0.280391
Kurtosis 2.513242
2
Jarque-Bera 1.378526
Probability 0.501946
0
-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Lampiran 5. Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Model Fixed Effect
dengan Cross Section-Weight pada biji kakao
Mean 1.11e-17
6 Median 0.053674
Maximum 1.746199
Minimum -2.985477
4 Std. Dev. 1.065602
Skewness -0.477435
Kurtosis 2.742782
2
Jarque-Bera 2.444841
Probability 0.294516
0
-3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
93
8 Mean -6.66e-17
Median 0.139298
Maximum 1.791984
6
Minimum -2.422747
Std. Dev. 0.886391
4 Skewness -0.331873
Kurtosis 2.925683
2
Jarque-Bera 1.115204
Probability 0.572581
0
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
95
Lampiran 13. Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Model Fixed Effect
dengan Cross Section-Weight pada Lemak Kakao
Rata-rata 10.45791
2011 411106 1007546 10995847 187573009 0.037387 0.005371 6.960342
2012 225748 877531 11280285 196196619 0.020013 0.004473 4.47438
2013 302162 764503 10666609 205813525 0.028328 0.003715 7.6262
2014 119162 916777 9731541 208823429 0.012245 0.004390 2.789149
2015 77445 691990 7626943 176174598 0.010154 0.003928 2.585154
Rata-rata 4.887044
Singapura 2006 57825 113976 8929849 238711241 0.006475 0.000477 13.56223
2007 74093 169965 10501617 263154907 0.007055 0.000646 10.92378
2008 102529 237266 12862045 319780296 0.007971 0.000742 10.74368
2009 139239 209079 10262665 245784668 0.013568 0.000851 15.94943
2010 151484 291754 13723266 310791134 0.011038 0.000939 11.75875
Rata-rata 12.58757
2011 98421 274761 18443890 365770491 0.005336 0.000751 7.103769
2012 92791 214987 17135025 379722889 0.005415 0.000566 9.564796
2013 72680 193433 16686239 373015740 0.004356 0.000519 8.399493
2014 31134 269608 16752340 366247322 0.001858 0.000736 2.52465
2015 17997 266254 12632335 296888047 0.001425 0.000897 1.588594
Rata-rata 5.83626
Amerika 2006 163987 779620 11259136 1918997094 0.014565 0.000406 35.85054
2007 83287 708659 11644198 2017120776 0.007153 0.000351 20.35927
2008 128154 934592 13079934 2164834031 0.009798 0.000432 22.69495
2009 297013 1228059 10889079 1601895800 0.027276 0.000767 35.57946
Rata-rata 12.65792
2011 17207 64173 5896687 228483302 0.002918 0.000281 10.38961
2012 18719 55538 6635141 247575852 0.002821 0.000224 12.57623
97
Rata-rata 6.81812
2011 1048 1349532 3304651 1260297500 0.000317 0.001071 0.296159
2012 1098 1028090 3074971 1161213200 0.000357 0.000885 0.403313
2013 722 805960 2883423 1187314600 0.000250 0.000679 0.368877
2014 1484 764841 2821568 1214955700 0.000526 0.000630 0.835473
2015 2316 903709 2663817 1057616400 0.000869 0.000854 1.017498
Rata-rata 0.58426
Belanda 2006 4035 690782 2518358 358509534 0.001602 0.001927 0.831545
2007 1346 940831 2749459 421367716 0.000490 0.002233 0.219254
2008 823 1297984 3926404 494936571 0.000210 0.002623 0.079925
2009 5816 1747822 2909075 382190422 0.001999 0.004573 0.437172
2010 15564 1698950 3722455 439986633 0.004181 0.003861 1.082806
Rata-rata 0.530140
2011 2758 2167580 5132477 492837632 0.000537 0.004398 0.122179
2012 1917 1679715 4664301 500605323 0.000411 0.003355 0.122489
2013 562 1563439 4105967 506162309 0.000137 0.003089 0.044313
2014 1211 1853118 3984582 508032877 0.000304 0.003648 0.08332
2015 1984 2099848 3442102 424851378 0.000576 0.004943 0.116618
Rata-rata 0.097784
Pasta Kakao
HS 1803 Malaysia 2006 0 2099 4110757 131127048 0.000000 0.000016 0
2007 0 3428 5096064 146104307 0.000000 0.000023 0
2008 1131 4495 6432552 156862494 0.000176 0.000029 6.135765
2009 21 10097 6811824 124191764 0.000003 0.000081 0.037919
2010 507 40890 9362332 165209558 0.000054 0.000248 0.218797
Rata-rata 1.278496
2011 29023 57450 10995847 187573009 0.002639 0.000306 8.617751
2012 17329 69030 11280285 196196619 0.001536 0.000352 4.366235
2013 104205 130906 10666609 205813525 0.009769 0.000636 15.35948
2014 125270 151703 9731541 208823429 0.012873 0.000726 17.71946
2015 152884 162459 7626943 176174598 0.020045 0.000922 21.73757
Rata-rata 13.56010
Jerman 2006 101 102702 2025698 922213393 0.000050 0.000111 0.447712
2007 30 138222 2316011 1059307813 0.000013 0.000130 0.099272
2008 16 189661 2465159 1204209300 0.000006 0.000157 0.04121
98
3.574421
2011 27258 447431 3304651 1260297500 0.008248 0.000355 23.23354
2012 20720 434150 3074971 1161213200 0.006738 0.000374 18.02274
2013 13706 322031 2883423 1187314600 0.004753 0.000271 17.5255
2014 32323 383712 2821568 1214955700 0.011456 0.000316 36.27239
2015 36559 359737 2663817 1057616400 0.013724 0.000340 40.34902
Rata-rata 27.08064
Tiongkok 2006 833 20277 8343571 791460868 0.000100 0.000026 3.896896
2007 266 20598 9675513 956115448 0.000027 0.000022 1.276124
2008 291 34658 11636504 1132562200 0.000025 0.000031 0.817201
2009 0 43950 11499327 1005555200 0.000000 0.000044 0
2010 2875 66999 15692611 1396001600 0.000183 0.000048 3.817335
Rata-rata 1.961511
2011 34556 100192 22941005 1743394900 0.001506 0.000057 26.21041
2012 27460 83939 21659503 1818199200 0.001268 0.000046 27.46185
2013 4721 89407 22601487 1949992300 0.000209 0.000046 4.555734
2014 15903 94291 17605944 1958021300 0.000903 0.000048 18.75715
2015 29723 92340 15045332 1681670816 0.001976 0.000055 35.97841
Rata-rata 22.592710
Spanyol 2006 3652 44802 1641122 329975827 0.002225 0.000136 16.38984
2007 3467 41598 1906223 391236948 0.001819 0.000106 17.10596
2008 9303 46098 1665335 418728300 0.005586 0.000110 50.74247
2009 6366 61844 1830458 287501636 0.003478 0.000215 16.16775
2010 22860 137605 2328696 315547199 0.009817 0.000436 22.51094
Rata-rata 24.58339
2011 46599 240157 2427862 362834519 0.019193 0.000662 28.99786
2012 27204 183784 2069251 325835176 0.013147 0.000564 23.30826
2013 15749 119551 1810444 332266846 0.008699 0.000360 24.17696
2014 17668 105321 1937639 350977773 0.009118 0.000300 30.38639
2015 22891 123461 1481288 305266032 0.015453 0.000404 38.20973
Rata-rata 29.01584
Amerika 2006 1252 128994 11259136 1918997094 0.000111 0.000067 1.654261
2007 1666 115593 11644198 2017120776 0.000143 0.000057 2.496697
2008 2103 158871 13079934 2164834031 0.000161 0.000073 2.190855
2009 513 182316 10889079 1601895800 0.000047 0.000114 0.413938
2010 1557 304721 14301876 1968259901 0.000109 0.000155 0.703195
Rata-rata 1.491789
2011 37246 360412 16497616 2263619100 0.002258 0.000159 14.17955
2012 72697 371091 14910181 2334677700 0.004876 0.000159 30.67468
2013 19467 250497 15741132 2326590200 0.001237 0.000108 11.48631
2014 17679 230025 16560076 2410855500 0.001068 0.000095 11.18901
2015 18840 162418 16266948 2306822200 0.001158 0.000070 16.44958
Rata-rata 16.79582
Brazil 2006 904 2997 626136 91342784 0.001444 0.000033 44.0035
2007 963 10760 786353 120620871 0.001225 0.000089 13.72837
99
Rata-rata 25.22370
2011 9956 31187 1734908 226243409 0.005739 0.000138 41.63042
2012 20046 62493 1486191 223149128 0.013488 0.000280 48.16338
2013 13352 26656 1514413 239620905 0.008817 0.000111 79.25592
2014 7480 27795 1498199 229060056 0.004993 0.000121 41.14478
2015 9108 26617 1166012 171446212 0.007811 0.000155 50.31399
Rata-rata 52.10169
Lemak
Kakao
HS 1804 Amerika 2006 56700 397004 11259136 1918997094 0.005036 0.000207 24.34207
2007 68687 395002 11644198 2017120776 0.005899 0.000196 30.12296
2008 134899 664930 13079934 2164834031 0.010313 0.000307 33.57777
2009 71919 540057 10889079 1601895800 0.006605 0.000337 19.59057
2010 104423 587706 14301876 1968259901 0.007301 0.000299 24.45262
Rata-rata 26.41720
2011 123910 453387 16497616 2263619100 0.007511 0.000200 37.49898
2012 64492 237161 14910181 2334677700 0.004325 0.000102 42.58009
2013 113687 348056 15741132 2326590200 0.007222 0.000150 48.27759
2014 236336 673144 16560076 2410855500 0.014271 0.000279 51.11293
2015 235382 630532 16266948 2306822200 0.014470 0.000273 52.93881
Rata-rata 46.48168
Jerman 2006 150 343890 2025698 922213393 0.000074 0.000373 0.198577
2007 1299 421220 2316011 1059307813 0.000561 0.000398 1.410528
2008 1310 548671 2465159 1204209300 0.000531 0.000456 1.166316
2009 344 558637 2326669 938363080 0.000148 0.000595 0.248351
2010 6408 543808 2984671 1066816800 0.002147 0.000510 4.211825
Rata-rata 1.44712
2011 5830 491073 3304651 1260297500 0.001764 0.000390 4.52762
2012 28807 403394 3074971 1161213200 0.009368 0.000347 26.96743
2013 29323 577322 2883423 1187314600 0.010170 0.000486 20.91451
2014 61430 1016418 2821568 1214955700 0.021772 0.000837 26.02424
2015 60598 785090 2663817 1057616400 0.022749 0.000742 30.64521
Rata-rata 21.81580
Malaysia 2006 85 953 4110757 131127048 0.000021 0.000007 2.845093
2007 3214 7233 5096064 146104307 0.000631 0.000050 12.73959
2008 1067 9647 6432552 156862494 0.000166 0.000061 2.697168
2009 0 5211 6811824 124191764 0.000000 0.000042 0
2010 0 5221 9362332 165209558 0.000000 0.000032 0
Rata-rata 3.656371
2011 11614 16894 10995847 187573009 0.001056 0.000090 11.72711
2012 4068 11908 11280285 196196619 0.000361 0.000061 5.941739
2013 13219 16149 10666609 205813525 0.001239 0.000078 15.7943
2014 41719 57076 9731541 208823429 0.004287 0.000273 15.68476
2015 55153 63739 7626943 176174598 0.007231 0.000362 19.98742
Rata-rata 13.827067
100
2011 411106 1007546 0.4080 0.5669 10995847 187573009 0.0586 0.0567 -0.1588 -0.013235 0.0020 0.000163
2012 225748 877531 0.2573 0.4080 11280285 196196619 0.0575 0.0586 -0.1508 -0.012564 -0.0011 -0.000094
2013 302162 764503 0.3952 0.2573 10666609 205813525 0.0518 0.0575 0.1380 0.011499 -0.0057 -0.000472
2014 119162 916777 0.1300 0.3952 9731541 208823429 0.0466 0.0518 -0.2653 -0.022105 -0.0052 -0.000435
2015 77445 691990 0.1119 0.1300 7626943 176174598 0.0433 0.0466 -0.0181 -0.001505 -0.0033 -0.000276
-0.018197 -0.000535 Retreat
Singapura 2006 57825 113976 0.5073 - 8929849 238711241 0.0374 - - - - -
2007 74093 169965 0.4359 0.5073 10501617 263154907 0.0399 0.0374 -0.0714 -0.005951 0.0025 0.000208
2008 102529 237266 0.4321 0.4359 12862045 319780296 0.0402 0.0399 -0.0038 -0.000317 0.0003 0.000026
2009 139239 209079 0.6660 0.4321 10262665 245784668 0.0418 0.0402 0.2338 0.019486 0.0015 0.000128
2010 151484 291754 0.5192 0.6660 13723266 310791134 0.0442 0.0418 -0.1467 -0.012229 0.0024 0.000200
0.000594 0.000337 Rising Star
2011 98421 274761 0.3582 0.5192 18443890 365770491 0.0504 0.0442 -0.1610 -0.013418 0.0063 0.000522
2012 92791 214987 0.4316 0.3582 17135025 379722889 0.0451 0.0504 0.0734 0.006117 -0.0053 -0.000442
2013 72680 193433 0.3757 0.4316 16686239 373015740 0.0447 0.0451 -0.0559 -0.004656 -0.0004 -0.000033
2014 31134 269608 0.1155 0.3757 16752340 366247322 0.0457 0.0447 -0.2603 -0.021688 0.0010 0.000084
2015 17997 266254 0.0676 0.1155 12632335 296888047 0.0425 0.0457 -0.0479 -0.003990 -0.0032 -0.000266
-0.018065 -0.000064 Retreat
101
101
102
102
Lampiran 15. Lanjutan
(A) (B) (C) (D) (A-B) (C-D)
Average Average Market
Negara Tahun Xij Wij Share Share Xj Wj Share Share
X Growth X Y Growth Y Positioning
(Xij/Wij)t (Xi/Wi)t-1 (Xj/Wj)t (Xj/Wj)t-1
2009 139239 1228059 0.1134 0.1097 10889079 1601895800 0.0068 0.0060 0.0037 0.000306 0.0008 0.000063
2010 151484 1292195 0.1172 0.1134 14301876 1968259901 0.0073 0.0068 0.0038 0.000321 0.0005 0.000039
0.002153 0.000070 Rising Star
2011 98421 1468096 0.0670 0.1172 16497616 2263619100 0.0073 0.0073 -0.0502 -0.004183 0.0000 0.000002
2012 92791 1033812 0.0898 0.0670 14910181 2334677700 0.0064 0.0073 0.0227 0.001893 -0.0009 -0.000075
2013 72680 1149160 0.0632 0.0898 15741132 2326590200 0.0068 0.0064 -0.0265 -0.002209 0.0004 0.000032
2014 31134 1354137 0.0230 0.0632 16560076 2410855500 0.0069 0.0068 -0.0403 -0.003355 0.0001 0.000009
2015 17997 1469812 0.0122 0.0230 16266948 2306822200 0.0071 0.0069 -0.0107 -0.000896 0.0002 0.000015
-0.004199 -0.000009 Retreat
2011 17207 64173 0.2681 0.2485 5896687 228483302 0.0258 0.0250 0.0196 0.001635 0.0008 0.000064
2012 18719 55538 0.3370 0.2681 6635141 247575852 0.0268 0.0258 0.0689 0.005743 0.0010 0.000083
2013 19405 41898 0.4631 0.3370 6061870 250708238 0.0242 0.0268 0.1261 0.010508 -0.0026 -0.000218
2014 16178 57036 0.2836 0.4631 5784720 227931507 0.0254 0.0242 -0.1795 -0.014959 0.0012 0.000100
2015 4429 49383 0.0897 0.2836 5507225 202030063 0.0273 0.0254 -0.1940 -0.016163 0.0019 0.000157
-0.006353 0.000145 Lost
Opportunity
2011 1048 1349532 0.0008 0.0308 3304651 1260297500 0.0026 0.0028 -0.0300 -0.002500 -0.0002 -0.000015
2012 1098 1028090 0.0011 0.0008 3074971 1161213200 0.0026 0.0026 0.0003 0.000024 0.0000 0.000002
2013 722 805960 0.0009 0.0011 2883423 1187314600 0.0024 0.0026 -0.0002 -0.000014 -0.0002 -0.000018
2014 1484 764841 0.0019 0.0009 2821568 1214955700 0.0023 0.0024 0.0010 0.000087 -0.0001 -0.000009
2015 2316 903709 0.0026 0.0019 2663817 1057616400 0.0025 0.0023 0.0006 0.000052 0.0002 0.000016
-0.001129 -0.000011 Retreat
2011 2758 2167580 0.0013 0.0092 5132477 492837632 0.0104 0.0085 -0.0079 -0.000657 0.0020 0.000163
2012 1917 1679715 0.0011 0.0013 4664301 500605323 0.0093 0.0104 -0.0001 -0.000011 -0.0011 -0.000091
2013 562 1563439 0.0004 0.0011 4105967 506162309 0.0081 0.0093 -0.0008 -0.000065 -0.0012 -0.000100
2014 1211 1853118 0.0007 0.0004 3984582 508032877 0.0078 0.0081 0.0003 0.000025 -0.0003 -0.000022
2015 1984 2099848 0.0009 0.0007 3442102 424851378 0.0081 0.0078 0.0003 0.000024 0.0003 0.000022
-0.000329 -0.000014 Retreat
103
103
104
104
Lampiran 15. Lanjutan
(A) (B) (C) (D) (A-B) (C-D)
Share Average Average Market
Negara Tahun Xij Wij Share Share Xj Wj Share
(Xj/Wj) X Growth X Y Growth Y Positioning
(Xij/Wij)t (Xi/Wi)t-1 (Xj/Wj)t-1
t
2011 29023 57450 0.5052 0.0124 10995847 187573009 0.0586 0.0567 0.4928 0.041066 0.0020 0.000163
2012 17329 69030 0.2510 0.5052 11280285 196196619 0.0575 0.0586 -0.2542 -0.021179 -0.0011 -0.000094
2013 104205 130906 0.7960 0.2510 10666609 205813525 0.0518 0.0575 0.5450 0.045416 -0.0057 -0.000472
2014 125270 151703 0.8258 0.7960 9731541 208823429 0.0466 0.0518 0.0297 0.002477 -0.0052 -0.000435
2015 152884 162459 0.9411 0.8258 7626943 176174598 0.0433 0.0466 0.1153 0.009609 -0.0033 -0.000276
0.037147 -0.000458 Falling Star
Jerman 2006 101 102702 0.0010 - 2025698 922213393 0.0022 - - - - -
2007 30 138222 0.0002 0.0010 2316011 1059307813 0.0022 0.0022 -0.0008 -0.000064 0.0000 -0.000001
2008 16 189661 0.0001 0.0002 2465159 1204209300 0.0020 0.0022 -0.0001 -0.000027 -0.0001 -0.000028
2009 2506 259147 0.0097 0.0001 2326669 938363080 0.0025 0.0020 0.0096 0.000799 0.0004 0.000036
2010 16362 436967 0.0374 0.0097 2984671 1066816800 0.0028 0.0025 0.0278 0.002315 0.0003 0.000027
0.001823 0.000030 Rising Star
2011 27258 447431 0.0609 0.0374 3304651 1260297500 0.0026 0.0028 0.0235 0.001956 -0.0002 -0.000015
2012 20720 434150 0.0477 0.0609 3074971 1161213200 0.0026 0.0026 -0.0132 -0.001100 0.0000 0.000002
2013 13706 322031 0.0426 0.0477 2883423 1187314600 0.0024 0.0026 -0.0052 -0.000430 -0.0002 -0.000018
2014 32323 383712 0.0842 0.0426 2821568 1214955700 0.0023 0.0024 0.0417 0.003473 -0.0001 -0.000009
2015 36559 359737 0.1016 0.0842 2663817 1057616400 0.0025 0.0023 0.0174 0.001449 0.0002 0.000016
0.002195 0.000009 Rising Star
Tiongkok 2006 833 20277 0.0411 - 8343571 791460868 0.0105 - - - - -
2007 266 20598 0.0129 0.0411 9675513 956115448 0.0101 0.0105 -0.0282 -0.002347 -0.0004 -0.000035
2008 291 34658 0.0084 0.0129 11636504 1132562200 0.0103 0.0101 -0.0045 -0.000376 0.0002 0.000013
2009 0 43950 0.0000 0.0084 11499327 1005555200 0.0114 0.0103 -0.0084 -0.000700 0.0012 0.000097
2010 2875 66999 0.0429 0.0000 15692611 1396001600 0.0112 0.0114 0.0429 0.003576 -0.0002 -0.000016
0.000092 0.000035 Rising Star
2011 34556 100192 0.3449 0.0429 22941005 1743394900 0.0132 0.0112 0.3020 0.025166 0.0019 0.000160
2012 27460 83939 0.3271 0.3449 21659503 1818199200 0.0119 0.0132 -0.0178 -0.001480 -0.0012 -0.000104
2013 4721 89407 0.0528 0.3271 22601487 1949992300 0.0116 0.0119 -0.2743 -0.022862 -0.0003 -0.000027
2014 15903 94291 0.1687 0.0528 17605944 1958021300 0.0090 0.0116 0.1159 0.009655 -0.0026 -0.000217
2015 29723 92340 0.3219 0.1687 15045332 1681670816 0.0089 0.0090 0.1532 0.012769 0.0000 -0.000004
0.011159 -0.000092 Falling Star
105
105
106
106
Lampiran 15. Lanjutan
(A) (B) (C) (D) (A-B) (C-D)
Average Average Market
Negara Tahun Xij Wij Share Share Xj Wj Share Share
X Growth X Y Growth Y Positioning
(Xij/Wij)t (Xi/Wi)t-1 (Xj/Wj)t (Xj/Wj)t-1
Lemak
Kakao HS
1804
Amerika 2006 56700 397004 0.1428 - 11259136 1918997094 0.0059 - - - - -
2007 68687 395002 0.1739 0.1428 11644198 2017120776 0.0058 0.0059 0.0311 0.002589 -0.0001 -0.000008
2008 134899 664930 0.2029 0.1739 13079934 2164834031 0.0060 0.0058 0.0290 0.002416 0.0003 0.000022
2009 71919 540057 0.1332 0.2029 10889079 1601895800 0.0068 0.0060 -0.0697 -0.005809 0.0008 0.000063
2010 104423 587706 0.1777 0.1332 14301876 1968259901 0.0073 0.0068 0.0445 0.003709 0.0005 0.000039
0.001743 0.000070 Rising Star
2011 123910 453387 0.2733 0.1777 16497616 2263619100 0.0073 0.0073 0.0956 0.007968 0.0000 0.000002
2012 64492 237161 0.2719 0.2733 14910181 2334677700 0.0064 0.0073 -0.0014 -0.000114 -0.0009 -0.000075
2013 113687 348056 0.3266 0.2719 15741132 2326590200 0.0068 0.0064 0.0547 0.004558 0.0004 0.000032
2014 236336 673144 0.3511 0.3266 16560076 2410855500 0.0069 0.0068 0.0245 0.002038 0.0001 0.000009
2015 235382 630532 0.3733 0.3511 16266948 2306822200 0.0071 0.0069 0.0222 0.001851 0.0002 0.000015
0.007825 -0.000009 Falling Star
2006 150 343890 0.0004 - 2025698 922213393 0.0022 - - - - -
2007 1299 421220 0.0031 0.0004 2316011 1059307813 0.0022 0.0022 0.0026 0.000221 0.0000 -0.000001
Jerman 2008 1310 548671 0.0024 0.0031 2465159 1204209300 0.0020 0.0022 -0.0007 -0.000058 -0.0001 -0.000012
2009 344 558637 0.0006 0.0024 2326669 938363080 0.0025 0.0020 -0.0018 -0.000148 0.0004 0.000036
2010 6408 543808 0.0118 0.0006 2984671 1066816800 0.0028 0.0025 0.0112 0.000931 0.0003 0.000027
0.000567 0.000030 Rising Star
2011 5830 491073 0.0119 0.0118 3304651 1260297500 0.0026 0.0028 0.0001 0.000007 -0.0002 -0.000015
2012 28807 403394 0.0714 0.0119 3074971 1161213200 0.0026 0.0026 0.0595 0.004962 0.0000 0.000002
2013 29323 577322 0.0508 0.0714 2883423 1187314600 0.0024 0.0026 -0.0206 -0.001718 -0.0002 -0.000018
2014 61430 1016418 0.0604 0.0508 2821568 1214955700 0.0023 0.0024 0.0096 0.000804 -0.0001 -0.000009
2015 60598 785090 0.0772 0.0604 2663817 1057616400 0.0025 0.0023 0.0167 0.001396 0.0002 0.000016
0.002616 -0.000011 Falling Star
Malaysia 2006 85 953 0.0892 - 4110757 131127048 0.0313 - - - - -
2007 3214 7233 0.4444 0.0892 5096064 146104307 0.0349 0.0313 0.3552 0.029597 0.0035 0.000294
2008 1067 9647 0.1106 0.4444 6432552 156862494 0.0410 0.0349 -0.3337 -0.027812 0.0061 0.000511
2009 0 5211 0.0000 0.1106 6811824 124191764 0.0548 0.0410 -0.1106 -0.009217 0.0138 0.001153
2010 0 5221 0.0000 0.0000 9362332 165209558 0.0567 0.0548 0.0000 0.000000 0.0018 0.000152
Lost
-0.004460 0.001266 Opportunity
Lampiran 15. Lanjutan
(A) (B) (C) (D) (A-B) (C-D)
Average Average Market
Negara Tahun Xij Wij Share Share Xj Wj Share Share
X Growth X Y Growth Y Positioning
(Xij/Wij)t (Xi/Wi)t-1 (Xj/Wj)t (Xj/Wj)t-1
2011 11614 16894 0.6875 0.0000 10995847 187573009 0.0586 0.0567 0.6875 0.057289 0.0020 0.000163
2012 4068 11908 0.3416 0.6875 11280285 196196619 0.0575 0.0586 -0.3458 -0.028820 -0.0011 -0.000094
2013 13219 16149 0.8186 0.3416 10666609 205813525 0.0518 0.0575 0.4769 0.039745 -0.0057 -0.000472
2014 41719 57076 0.7309 0.8186 9731541 208823429 0.0466 0.0518 -0.0876 -0.007302 -0.0052 -0.000435
2015 55153 63739 0.8653 0.7309 7626943 176174598 0.0433 0.0466 0.1344 0.011196 -0.0033 -0.000276
0.034612 -0.000535 Falling Star
Australia 2006 24384 74444 0.3275 0.1531 2771277 139354165 0.0199 - - - - -
2007 29316 74915 0.3913 0.3275 3394556 165471525 0.0205 0.0199 0.0638 0.005315 0.0006 0.000052
2008 41878 93095 0.4498 0.3913 4110970 200617275 0.0205 0.0205 0.0585 0.004877 0.0000 -0.000002
2009 27145 85448 0.3177 0.4498 3264224 165601136 0.0197 0.0205 -0.1322 -0.011014 -0.0008 -0.000065
2010 30092 97301 0.3093 0.3177 4244397 201703334 0.0210 0.0197 -0.0084 -0.000701 0.0013 0.000111
Lost
-0.000914 0.000058 Opportunity
2011 18424 70307 0.2621 0.3093 5582530 235008346 0.0238 0.0210 -0.0472 -0.003935 0.0027 0.000226
2012 17640 49451 0.3567 0.2621 4905413 251158190 0.0195 0.0238 0.0947 0.007889 -0.0042 -0.000352
2013 31916 70577 0.4522 0.3567 4370482 233403324 0.0187 0.0195 0.0955 0.007958 -0.0008 -0.000067
2014 41937 111512 0.3761 0.4522 4962452 228745757 0.0217 0.0187 -0.0761 -0.006345 0.0030 0.000247
2015 52513 114216 0.4598 0.3761 3679853 200766065 0.0183 0.0217 0.0837 0.006974 -0.0034 -0.000280
0.006020 -0.000109 Falling Star
Estonia 2006 0 12561 0.0000 - 6118 14640717 0.0004 - - - - -
2007 3930 12865 0.3055 0.0000 18908 16665174 0.0011 0.0004 0.3055 0.025457 0.0007 0.000060
2008 3148 24416 0.1289 0.3055 24081 17334621 0.0014 0.0011 -0.1765 -0.014712 0.0003 0.000021
2009 600 24901 0.0241 0.1289 19252 11359986 0.0017 0.0014 -0.1048 -0.008736 0.0003 0.000025
2010 501 15415 0.0325 0.0241 21887 13196568 0.0017 0.0017 0.0084 0.000700 0.0000 -0.000003
0.001625 0.000062 Rising Star
2011 5773 15156 0.3809 0.0325 34463 18963366 0.0018 0.0017 0.3484 0.029034 0.0002 0.000013
2012 8861 28199 0.3142 0.3809 41579 20070376 0.0021 0.0018 -0.0667 -0.005556 0.0003 0.000021
2013 21506 43957 0.4893 0.3142 46304 20186202 0.0023 0.0021 0.1750 0.014585 0.0002 0.000019
2014 41672 85193 0.4891 0.4893 61014 20184650 0.0030 0.0023 -0.0001 -0.000009 0.0007 0.000061
2015 36714 57563 0.6378 0.4891 52464 15746783 0.0033 0.0030 0.1487 0.012388 0.0003 0.000026
0.024212 0.000067 Rising Star
Belanda 2006 34690 238531 0.1454 - 2518358 358509534 0.0070 - - - - -
2007 40496 340070 0.1191 0.1454 2749459 421367716 0.0065 0.0070 -0.0264 -0.002196 -0.0005 -0.000042
2008 51796 452604 0.1144 0.1191 3926404 494936571 0.0079 0.0065 -0.0046 -0.000387 0.0014 0.000117
2009 22136 402205 0.0550 0.1144 2909075 382190422 0.0076 0.0079 -0.0594 -0.004950 -0.0003 -0.000027
2010 12511 346955 0.0361 0.0550 3722455 439986633 0.0085 0.0076 -0.0190 -0.001581 0.0008 0.000071
Lost
-0.005469 0.000072 Opportunity
2011 19463 432855 0.0450 0.0361 5132477 492837632 0.0104 0.0085 0.0089 0.000742 0.0020 0.000163
107
107
108
108
Lampiran 15. Lanjutan
(A) (B) (C) (D) (A-B) (C-D)
Average Average Market
Negara Tahun Xij Wij Share Share Xj Wj Share Share
X Growth X Y Growth Y Positioning
(Xij/Wij)t (Xi/Wi)t-1 (Xj/Wj)t (Xj/Wj)t-1
2012 4896 248645 0.0197 0.0450 4664301 500605323 0.0093 0.0104 -0.0253 -0.002106 -0.0011 -0.000091
2013 13123 379642 0.0346 0.0197 4105967 506162309 0.0081 0.0093 0.0149 0.001240 -0.0012 -0.000100
2014 34210 539306 0.0634 0.0346 3984582 508032877 0.0078 0.0081 0.0289 0.002406 -0.0003 -0.000022
2015 35213 483967 0.0728 0.0634 3442102 424851378 0.0081 0.0078 0.0093 0.000777 0.0003 0.000022
Lost
0.001468 -0.000014 Opportunity
109
RIWAYAT HIDUP
109