Anda di halaman 1dari 106

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI BATIK DI

KOTA PEKALONGAN

SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
Muhamad Rifqi
7111413035

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSISTAS NEGERI SEMARANG
2020
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Hidup adalah perjuangan, perjuangan adalah pengorbanan, pengorbanan adalah

keikhlasan, keikhlasan adalah ruh penggerak kehidupan, ruh penggerak

kehidupan adalah indahnya menggarap PR surga. (Abah Kyai Masyrokhan)

Jangan takut maju satu langkah. Takutlah jika tidak ada kemajuan.

Persembahan:
Alhamdulillah, karya sederhana ini saya persembahkan kepada:

1. Ibunda Sismawati dan Ayahanda Syafiudin, yang selalu

memberikan doa, kasih sayang, semangat, dan motivasi dengan

ikhlas.

2. Kakek dan Nenek tersayang, Saudara-saudara yang selalu

mendokan saya.

3. Guru-guru saya, Abah Kyai Masyrokhan dan Kyai Agus Ramadhan

yang telah memberikan ilmu, doa, dan kasih sayang. Semoga

ilmunya barokah dunia dan akhirat.


PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah skripsi yang berjudul “Strategi Peningkatan Daya Saing Industri
Batik di Kota Pekalongan“. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan
studi strata satu untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa
bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri
Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang;
2. Drs. HeriYanto, M.B.A., Ph.D Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk melaksanakan
penelitian;
3. Fafurida, S.E., M.Sc. Ketua Jurusan Program Studi Ekonomi
Pembangunan dan dosen wali yang telah dengan ikhlas dan sabar
memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi hingga
terselesainya skripsi ini;
4. Yozi Aulia Rahnan S.E., M.Sc. dosen pembimbing yang telah dengan
ikhlas dan sabar memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi
hingga terselesainya skripsi ini;
5. Seluruh dosen dan tendik Prodi Ekonomi Pembangunan yang telah
dengan ikhlas dan sabar memberikan ilmu, bimbingan, petunjuk, saran
dan motivasi;
6. Sahabat-sahabatku semua yang selalu menemani dikala sedih, senang,
dan susah. Terimakasih atas semangat, dukungan, dan motivasi yang
selalu kalian berikan;
7. Teman-teman seperjuangan Prodi Ekonomi Pembangunan angkatan
2013 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang;
8. Teman-teman PKL dan teman-teman KKN . Terimakasih atas
semangat, dukungan, dan motivasi yang selalu kalian berikan;
9. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunah Wal
Jamaah yang saya sayangi, semoga segala ilmu yang saya dapatkan
mendapat barokah dunia danakhirat;
10. Almamaterku Universitas Negeri Semarang tercinta;
11. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Semarang, Juli 2020


Penulis
SARI

Rifqi, Muhamad. 2020.Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Batik di


Kota Pekalongan. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Yozi Aulia Rahnan S.E., M.Sc. 104
Halaman
Kata Kunci: Batik, Kota Pekalongan, SWOT

Perkembangan globalisasi dunia dan munculnya negara pesaing baru,


seperti China, Vietnam, Malaysia, dan lainnya menantang industri batik Kota
Pekalongan. Nilai ekspor batik di Kota Pekalongan tidak stabil dari tahun
ketahun. Daya beli masyarakat terhadap produk kerajinan batik turun dan
berpengaruh terhadap penurunan produksi batik.Tujuan peneletian ini yaitu :
(1)untuk mengetahui dan menganalisis kondisi usaha batik di Kota Pekalongan.
(2)untuk merumuskan strategi dalam peningkatan daya saing industri batik di
Kota Pekalongan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Lokasi
penelitian di Kota Pekalongan. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah
88 industri batik yang ada di Kota Pekalongan. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.. Teknik analisis data
dengan analisis deskriptif dan SWOT.

Saran yang peneliti berikan yaitu (1)pemilik usaha harus memberikan


pelatihan dan melakukan regenerasi kepada karyawan untuk mengembangkan
keahlian. (2)menambah peralatan produksi seperti mesin, untuk mengatasi
permintaan produk. Memperbaiki kualitas dan menambah jenis produk untuk
mengatasi para pesaing lainnya.
ABSTRACT

Rifqi, Muhamad. 2020. Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Batik di


Kota Pekalongan. Economic Development Faculty of Economy Universitas
Negeri Semarang. Advisors Yozi Aulia Rahnan S.E., M.Sc. 104 Pages
Keywords: Batik, Pekalongan City, SWOT

The development of world globalization and the emergence of new


competing countries, such as China, Vietnam, Malaysia, and others challenge
the batik industry of Pekalongan City, Agan. The export value of batik in
Pekalongan City is unstable from year to year. Public purchasing power of
batik handicraft products has decreased and has an effect on the decline in batik
production. The objectives of this research are: (1)to find out and analyze the
condition of batik business in the city of Pekalongan. (2)to formulate a strategy
in improving the competitiveness of the batik industry in the City of
Pekalongan.
This research uses descriptive research method. Research location in the
city of Pekalongan. The number of samples in this study amounted to 88 batik
industries in the City of Pekalongan. Data collection techniques using observation,
interviews and documentation. Data analysis techniques with descriptive analysis
and SWOT.
The results showed that, batik has become a worldwide heritage but
marketing is still an obstacle for batik entrepreneurs. Many are still confused to
market their batik. The capital is minimal and limited so that the interest of
batik artisans in setting up businesses is lacking. The batik industry workforce
in Pekalongan City is dominated by elderly ladies and gentlemen. The amount
of production is very influential on the weather. The condition of the
Pekalongan City batik industry was not good, because the majority had a low
educational background and an aging workforce. The price of raw materials
has always gone up and not yet using modern technology. The formulation of a
development strategy based on a combination of the SWOT matrix strategy is
an SO strategy, product innovation and improving product quality by utilizing
modern technology.
Suggestions that researchers give are (1)business owners should provide
training and regenerate employees to develop skills. (2)adding production
equipment such as machinery, to cope with product demand. Improve quality
and add product types to overcome other competitors.
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. i
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................. ii
PERNYATAAN .......................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. iv
PRAKATA .................................................................................................. v
SARI ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangMasalah ............................................................... 1
1.2 RumusanMasalah ........................................................................ 13
1.3 TujuanPenelitian .......................................................................... 13
1.4 ManfaatPenelitian ........................................................................ 13
1.5 Batasan Istilah ............................................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Daya Saing ......................................................................... 15
2.2 Cara Menentukan Daya Saing ...................................................... 16
2.2.1 Strategi Pembedaan Produk (Differentiation) ..................... 17
2.2.2 Strategi Fokus.................................................................... 18
2.3 Teori 5 Kekuatan Persaingan ....................................................... 19
2.3.1 Persaingan di antara Perusahaan Sejenis ............................ 20
2.3.2 Ancaman Masuknya Pendatang Baru ................................. 22
2.3.3 Kekuatan Tawar Menawar Pemasok .................................. 24
2.3.4 Kekuatan Tawar Menawar Pembeli ................................... 26
2.3.5 Ancaman Produk Substitusi ............................................... 28
2.4 Pengertian dan Peran UMKM ...................................................... 29
2.4.1 Pengertian UMKM ............................................................. 29
2.4.2 Peran UMKM .................................................................... 31
2.5 Strategi Peningkatan Daya Saing UMKM .................................... 33
2.6 Teknik Pengembangan Usaha ...................................................... 34
2.6.1 Peningkatan Skala Ekonomis .............................................. 34
2.6.1 Perluasan Cakupan Usaha ................................................... 35
2.7 Jenis-Jenis Strategi Pengembangan Usaha ................................... 36
2.8 Strategi Pengembangan Pasar ...................................................... 37
2.9 Strategi Pengembangan Yang Terkonsentrasi .............................. 38
2.10 Strategi Inovasi Strategi ............................................................. 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


2.4 Pendekatan Penelitian ................................................................ 46
2.5 Populasi dan Sampel .................................................................. 47
2.5.1 Populasi ........................................................................... 47
2.5.2 Sampel ............................................................................. 47
2.6 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 48
2.6.1 Teknik Pengumpulan Data Primer .................................... 49
2.6.2 Teknik Pengumpulan Data sekunder ................................ 50
2.7 Teknik Analisis Data .................................................................. 50
2.7.1 Matrik SWOT .................................................................. 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Kondisi Usaha Batik di Kota Pekalongan ..................................... 53
4.1.1 Lama Usaha....................................................................... 54
4.1.2 Pendidikan......................................................................... 55
4.1.3 Modal ................................................................................ 56
4.1.4 Tenaga Kerja ..................................................................... 58
4.1.5 Jenis Batik ......................................................................... 59
4.1.6 Biaya Produksi .................................................................. 60
4.1.7 Produk Industri .................................................................. 61
4.1.8 Jumlah Produksi ................................................................ 62
4.1.9 Harga ................................................................................ 64
4.1.10 .................................................................................. 65
4.2 Faktor-Faktor Internal pada Industri Batik Pekalongan ................
4.2.1 Kekuatan (Strenght)........................................................... 66
4.2.2 Kelemahan (Weakness) ..................................................... 68
4.2.3 Peluang (opportunity) ........................................................ 70
4.2.4 Ancaman (Treaths) ............................................................ 71
4.3 Matriks SWOT ............................................................................ 73
4.4 Pembahasan ................................................................................. 77
4.4.1 Gambaran Umum Industri Batik Pekalongan ..................... 77
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan.................................................................................... 85
5.2 Saran.......................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 87
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.1 Distribusi PDRB Jawa Tengah Tahun 2014-2017...................................
1.2 Distribusi PDRB Kota Pekalongan 2013-2017 ........................................
1.3 Jenis Pekerjaan Masyarakat Kota Pekalongan .........................................
1.4 Industri Batik Kota PekalonganTahun 2015-2017 ...................................
1.5 Realisasi Ekspor Batik di Kota Pekalongan 2018 ....................................
4.1 Deskriptif Lama Usaha Industri Batik di Kota Pekalongan ......................
4.2Tingkat Pendidikan Pengusaha Industri Batik di Kota Pekalongan ...........
4.3Deskriptif Modal PadaIndustri Batik di Kota Pekalongan .........................
4.4 Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri Batik di Kota Pekalongan ................
4.5Jenis Batik Pada Industri Batik di Kota Pekalongan .................................
4.6Biaya Produksi Pada Industri Batik di Kota Pekalongan ...........................
4.7Produk Industri Batik di Kota Pekalongan ................................................
4.8Jumlah Produksi Pada Industri Batik di Kota Pekalongan .........................
4.9 Harga Pada Industri Batik di Kota Pekalongan ........................................
4.10Pendapatan Industri Batik di Kota Pekalongan
4.11Matriks SWOT Industri Batik di Kota Pekalongan .................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Strategi Bersaing Porter ..........................................................................
2.2 Kerangka Berfikir ...................................................................................
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman
2.1. Strategi Bersaing Porter ......................................................................... 35
2.2.Kerangka Berfikir ................................................................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1.Surat Penetapan Dosen Pembimbing ..........................................................
2.Surat IzinPenelitian ....................................................................................
3.Surat Keterangan Selesai Penelitian ...........................................................
4.DokumentasiPenelitian ..............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pergeseran dari era pertanian menuju industrialisasi, lalu disusul

oleh era informasi, yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di

bidang teknologi informasi komunikasi, telah menggiring peradaban

manusia ke dalam suatu arena relasi sosial baru yang belum pernah

terbayangkan. Dunia kini menjadi datar diakibatkan oleh globalisasi dan

proliferasi teknologi, informasi, dan komunikasi. Dunia perdagangan global

memasuki babak baru yang menyebabkan tidak ada lagi hambatan antar

negara dalam menyelenggarakan perdagangan internasional.

Era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas,

yang dikenal dengan era ekonomi kreatif. Aktivitas ekonomi kreatif ini

merupakan serangkaian kegiatan produksi dan distribusi barang dan jasa

yang berkembang melalui penguasaan di bidang informasi, pengetahuan,

dan kreativitas. Ekonomi kreatif menjadi model baru dari pengelolaan

ekonomi yang menyandarkan aktifitasnya pada proses penciptaan dan

transaksi nilai. Era ekonomi ini bukan hanya menekankan pada proses

produksi semata, melainkan juga memanfaatk

an sinergi pola pikir sehingga menghasilkan satu keluaran yang

memiliki kualitas baik, nilai jual tinggi, dan nilai estetika yang unik.

Ekonomi kreatif ini kemudian digerakkan oleh sektor industri yang disebut

1
2

sebagai industri kreatif. Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang

berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu

untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan

menghasilkan dan memperdayakan daya kreasi dan daya cipta individu

tersebut (Kemendag, 2007 : 10). Untuk bisa menghasilkan ide baru dan

mempunyai nilai keindahan, maka diperlukan manusia yang mempunyai

keahlian dan rasa keindahan yang melebihi kemampuan manusia rata-rata.

Di setiap kabupaten/kota yang ada di jawa tengah hanya beberapa yang

menyediakan kawasan industri. Untuk mencapai keseimbangan regional

terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa

kebijakan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada

kebijakan regionalisasi atau perwilayahan. Kesejahteraan masyarakat

diperoleh dari pengembangan wilayah yang dilakukan dengan cara

pembangunan yang berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan

saat ini sudah menjadi tujuan dalam pembangunan dan pengembangan di

setiap kabupaten/kota.

Pemerintah Indonesia terus mendorong upaya pengembangan

industri kreatif. Industri kreatif mampu meningkatkan perekonomian

rakyat dan daya saing serta mengembangkan industri masa depan.

Pentingnya pengembangan industri kreatif yang mampu menggerakan

ekonomi rakyat, membuka lapangan pekerjaan, serta mengurangi

pengangguran dan kemiskinan.


3

Pembangunan ekonomi yang ada telah banyak mencemarkan alam

sekitar, serta mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Masalah

lingkungan hidup sebenarnya sudah ada sejak dahulu, dan bukanlah

masalah yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh kabupaten/kota maju

ataupun yang miskin, tapi masalah lingkungan hidup merupakan masalah

bagi seluruh daerah.Penurunan kualitas lingkungan dapat terjadi akibat

emisi yang berasal dari industri, transportasi, pertanian dan kehutanan.

Sebagian besar daerah yang sedang berkembang mulai beralih dari yang

berfokus pada sektor pertanian menjadi sektor industi, tentunya yang

bertujuan untuk meningkatkan PDRB dari sektor industri terhadap PDRB

perkapita (Ananta,1990).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu

indicator utama untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam

satu periode tertentu. Dari data kontribusi PDRB tampak struktur ekonomi

Jawa Tengah secara spasial masih didominasi oleh beberapa

kabupaten/kota saja.

Tabel 1.1 Distribusi PDRB Jawa Tengah Tahun 2014-2017 Atas

Dasar Harga Berlaku (Persen)

No. KABUPATEN/KOTA 2014 2015 2016 2017


1 Cilacap 10,02 9,83 9,11 8,93
2 Banyumas 3,80 3,86 3,87 3,87
3 Purbalingga 1,81 1,83 1,84 1,82
4 Banjarnegara 1,56 1,58 1,59 1,61
5 Kebumen 2,03 2,07 2,06 2,04
4

6 Purworejo 1,38 1,38 1,38 1,37


7 Wonosobo 1,42 1,41 1,41 1,38
8 Magelang 2,39 2,40 2,41 2,38
9 Boyolali 2,30 2,34 2,39 2,42
10 Klaten 2,86 2,88 2,91 2,91
11 Sukoharjo 2,66 2,65 2,68 2,70
12 Wonogiri 2,14 2,15 2,15 2,13
13 Karanganyar 2,68 2,67 2,70 2,70
14 Sragen 2,68 2,71 2,73 2,74
15 Grobogan 1,98 2,01 2,00 2,00
16 Blora 1,64 1,63 1,84 1,85
17 Rembang 1,40 1,38 1,37 1,38
18 Pati 3,10 3,11 3,12 3,11
19 Kudus 8,58 8,36 8,29 8,29
20 Jepara 2,19 2,20 2,20 2,20
21 Demak 1,89 1,92 1,92 1,92
22 Semarang 3,61 3,62 3,66 3,65
23 Temanggung 1,59 1,60 1,62 1,60
24 Kendal 3,07 3,08 3,11 3,10
25 Batang 1,57 1,58 1,58 1,59
26 Pekalongan 1,66 1,67 1,68 1,68
27 Pemalang 1,82 1,84 1,85 1,86
28 Tegal 2,52 2,55 2,58 2,58
29 Brebes 3,37 3,42 3,45 3,41
30 Magelang O,65 0,64 0,65 0,65
31 Surakarta 3,49 3,48 3,48 3,49
32 Salatiga 0,97 0,97 0,97 0,97
33 Semarang 13,30 13,34 13,51 13,71
34 Pekalongan 0,77 0,77 0,78 0,79
35 Tegal 1,10 1,09 1,10 1,11
5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018

Dari Tabel diatas kita bisa lihat distribusi PDRB di Jawa Tengah

dilihat dari 4 tahun berturut-turut mengalami naik-turun setiap tahunnya.

Distribusi PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar

harga Berlaku selama kurun waktu 2014-2017 Kota Semarang sebagai

Ibukota Provinsi Jawa Tengah tetap menempati urutan pertama dalam

penciptaan nilai tambah. Kontribusinya terus naik dari 13,30 persen tahun

2014 menjadi 13,71 persen tahun 2017. Urutan kedua ditempati oleh

Kabupaten Cilacap yaitu 10,02 persen tahun 2014 dan 8,98 tahun 2017.

Serta urutan terendah adalah Kota Magelang 0,65 persen dari tahun 2014-

2017. Urutan terendah kedua adalah Kota Pekalongan 0,77 persen tahun

2014 dan 0,79 persen tahun 2017.

Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan

tingginya nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami

kemajuan dalam perekonomian. Dengan begitu semakin tingginya nilai

PDRB maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Besarnya

peranan berbagai berbagai lapangan usaha ekonomi dalam memproduksi

barang dan jasa sangat menentukan struktur ekonomi suatu daerah.

Struktur ekonomi yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh

setiap lapangan usaha menggambarkan seberapa besar ketergantungan

suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari setiap lapangan usaha.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro untuk

melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu wilayah. Pertumbuhan


6

ekonomi dapat dipandang sebagai pertambahan jumlah barang dan jasa

yang dihasilkan semua lapangan usaha kegiatan ekonomi yang ada di suatu

wilayah selama kurun waktu setahun.

Pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan sedikit melambat selama

tahun 2017 tetapi kehadiran jalan tol menjadi penopang berdirinya hotel-

hotel. terlihat dari pertumbuhan lapangan usaha kontruksi yang tumbuh

positif selama tahun 2017. Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi

lapangan usaha industri pengolahan yang menjadi produk unggulan dan

peranannya cukup besar dalam mewarnai perekonomian Kota Pekalongan.

Pertumbuhannya mengalami pelemahan dan kelesuan yang cukup

siginifikan dalam lima tahun terakhir.

Tabel 1.2 Distribusi PDRB Kota Pekalongan 2013-2017 Atas Dasar

Harga Berlaku (Persen)

Distribusi PDRB (PERSEN)


Lapangan Usaha
2013 2014 2015 2016 2017
A. Pertanian, Kehutanan, 5.60 5.32 5.32 5.26 4.72
dan Perikanan
B. Pertambangan dan - - - - -
Penggalian
C. Industri Pengelohan 21.53 21.56 21.56 21.43 21.20
D. Pengadaan Listrik dan 0.17 0.15 0.15 0.16 0.16
Gas
E. Pengadaan Air, 0.12 0.11 0.11 0.11 0.11
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
F. Kontruksi 13.90 14.33 14.33 14.36 14.37
7

G. Perdagangan Besar dan 22.98 21.87 21.87 21.72 21.75


Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
H. Transportasi dan 6.05 6.23 6.23 6.05 6.31
Pergudangan
I. Penyediaan Akomodasi 4.52 5.28 5.28 5.42 5.42
dan Makan Minum
J. Informasi dan 3.93 3.88 3.88 3.88 4.14
Komunikasi
K. Jasa Keuangan dan 5.78 5.95 5.95 6.14 6.25
Asuransi
L. Real Estate 2.67 2.66 2.66 2.68 2.67
M. Jasa Perusahaan 0.36 0.39 0.39 0.40 0.41
N. Administrasi 4.87 4.75 4.75 4.75 4.71
Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib
O. Jasa Pendidikan 4.64 4.52 4.52 4.58 4.67
P. Jasa Kesehatan dan 1.14 1.22 1.22 1.25 1.27
Kegiatan Sosial
Q. Jasa Lainnya 1.75 1.77 1.77 1.82 1.84
PDRB 100 100 100 100 100
Sumber : BPS Kota Pekalongan Tahun 2018

Sektor perdagangan, industri pengolahan dan sektor kontruksi

memberikan sumbangan terbesar terhadap perekonomian Kota

Pekalongan. Jadi setiap pertumbuhan atau perlambatan tiga sektor tersebut,

akan berimbas secara langsung pada perekonomian Kota Pekalongan. Di

antara ketiga lapangan usaha tersebut, kontruksi adalah kategori yang

mengalami peningkatan peranan dalam perekonomian. Sebaliknya


8

perdagangan dan industri pengolahan sangat berpengaruh dalam roda

perekonomian Kota Pekalongan peranannya berangsur-angsur menurun.

Salah satu penyebab menurunnya peranan sektor perdagangan berkaitan

erat dengan penurunan produksi industri pengolahan yang dalam beberapa

tahun terakhir ini mengalami kelesuan. Hal ini disebabkan oleh rob (air

laut pasang naik) yang menggenangi pusat-pusat industri pengolahan di

kecamatan Pekalongan Utara dan Pekalongan Barat.

Industri kreatif telah dikembangkan di berbagai Negara dan

menampilkan hasil positif yang signifikan, antara lain berupa penyerapan

tenaga kerja, penambahan pendapatan daerah, hingga pencitraan wilayah

di tingkat internasional. Pencitraan wilayah muncul ketika suatu wilayah

tersebut menjadi terkenal karena produk kreatif yang dihasilkannya.

Sebagai contoh Kota Pekalongan yang saat ini terkenal akan batiknya.

Batik adalah salah satu warisan budaya yang menjadi ciri khas

bangsa Indonesia. Batik merupakan karya seni bangsa Indonesia yang

dikagumi dunia, patut dilestarikan kebudayaannya secara maksimal dan

batik merupakan industry kerajinan yang turun temurun dari generasi ke

generasi. Peringatan hari batik nasional telah ditetapkan oleh pemerintah

pada tanggal 2 Oktober 2009 seiring dengan ditetapkannya batik sebagai

warisan asli Indonesia oleh UNESCO. Industri batik di Indonesia tersebar

di beberapa daerah terutama di Pulau Jawa yang kemudian menjadi nama

dari jenis batik tersebut seperti batik pekalongan, batik solo, batik

Yogyakarta, batik lasem, batik Cirebon dan batik sragen.


9

Kota Pekalongan adalah salah satu daerah penghasil batik. Kota

pekalongan yang dijuluki sebagai “Kota Batik” merupakan Kota penghasil

batik yang terkenal dan menjadi ikon batik di Jawa Tengah. Secara

geografis, Kota Pekalongan digolongkan sebagai kota pesisir, dan produksi

batiknya sangat sangat beragam dan dinamis dalam penerapan motif. Sejak

berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi

batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik

pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat. Corak dan warna

yang khas dari batik pekalongan telah menjadikan kerjainan batik yang ada

semakin dikenal. Batik Pekalongan nebjadi sangat khas karena bertopang

sepenuhnya pada pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha

bermodal besar. (Trinugroho, 2007). Batik telah menjadi topangan hidup

sebagian besar masyarakat di Kota Pekalongan dan mendapat dukungan

pemerintah dari segi bantuan dana UKM batik sampai pengalokasian

pedagang batik yang dijadikan satu lokasi. Ini terbukti dengan keberadaan

batik dalam lokasi yang telah ada, seperti Pasar Grosir Batik Wiradesa,

International Batik Center, Pasar Grosir Batik Setono, Kampung Batik

Pekalongan, dan Museum Batik Pekalongan yang memberikan Informasi

mengenai batik.

Tabel 1.3 Jenis Pekerjaan Masyarakat Kota Pekalongan

Jenis Kelamin
Jenis Pekerjaan Jumlah
Laki-laki Perempuan
Pertanian - - -
Pertambangan - - -
10

Industri 3.321 4.723 8.044


Listrik 3 1 4
Bangunan 424 46 470
Perdagangan 2.404 1.098 3.502
Angkutan dan Perhubungan 359 32 391
Keuamgan 3.640 1.190 4.830
Jasa dan Lainnya 1.123 1.088 2.211
Jumlah 11.274 8.178 19.452
Sumber : BPS Kota Pekalongan Tahun 2018

Industri ini memberikan sumbangan yang besar terhadap kemajuan

perekonomian di Kota Pekalongan. Kota pekalongan memiliki beberapa

industri batik yang tersebar di 17 kelurahan sentra batik (dari 47

kelurahan).

Kota Pekalongan mempunyai jumlah industri batik paling banyak

dibandingkan dengan Surakarta dan Yogyakarta. Kota Pekalongan

dinobatkan menjadi Kota Kreatif bidang Kerajinan dan kesenian Rakyat

(Creative City of Craft and Folk Arts). Dalam kategori ini, Pekalongan

bersanding dengan Kota Kingdezhen (China), Nassau (Bahama), Suzhou

(China), dan jacmel (Haiti). Fenoman ini menjadikan Kota Pekalongan

dikenal sebagai “ Kota Batik “ yang mempunyai potensi besar dalam

kegiatan pembatikan dan telah berkembang begitu pesat, baik dalam skala

besar maupun kecil. Hasil produksi batik pekalongan juga menjadi salah

satu penopang perekonomian Kota Pekalongan. Berikut adalah data

industri batik di Kota Pekalongan.

Tabel 1.4 Industri Batik Kota Pekalongan Tahun 2015-2017


11

Tenaga Kerja
Tahun Jumlah Industri
Laki-laki Perempuan
2015 878 2.975 2.276
2016 882 2.986 2.295
2017 760 2.645 2.170
Jumlah 2.520 8.606 6.741
Sumber: Disperindagkop dan UMKM Kota Pekalongan, 2017

Perkembangan industri batik di Kota Pekalongan sedang

mengalami fluktuasi. Batik Kota Pekalongan dan juga sebagian daerah

pengrajin batik lainnya kini tengah menghadapi permasalahan yang

kompleks. Perkembangan globalsasi dunia dan munculnya negara pesaing

baru, seperti Cina, Vietnam, Malaysia dan lainnya menantang industry

batik Kota Pekalongan untuk terus berinovasi kea arah yang lebih modern

agar bisa bersaing menghadapi pesaing lainnya. Harga kain mori yang

mengalami kenaikan membuat para pelaku batik di Kota Pekalongan

tersendat dalam mengembangkan usaha mereka karena kain mori sangat

dibutuhkan untuk bahan dasar pembuatan batik. Belum ada pabrik kain

mori di sekitar Kota Pekalongan membuat harga kain mori mengikuti

dolar, pedagan kain mori di Kota Pekalongan mendapatkan kain dari

Tiongkok. Pembuatan batik yang asli dari Pekalongan hanya keringat

pekerja dan kayu bakar, karena semua bahan beli dari luar. Bahan baku

gondorukem juga didapat dari luar daerah.

Pendidikan pengrajin batik yang belum memahami potensi batik

sebagai bisnis. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, terutama para

pengrajin batik yang rata-rata hanya lulusan sekolah dasar, hanya sedikit
12

yang mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama. Mereka

umumnya para pengrajin batik yang sudah tua. Kurangnya regenerasi

pengrajin batik. Kaum muda yang meninggalkan usaha membatik dan

memilih pergi merantau ke kota besar, karena kaum muda tidak tertarik

dengan dunia batik dan usaha membatik tidak bisa mencukupi kebutuhan

hidup. Semakin besarnya tuntutan kebutuhan hidup yang dihadapi dan

upah yang diterima tidak sebanding. Tidak semua orang bisa membatik,

karena ini memerlukan ketekunan dan ketelatenan. Dalam bidang

permodalan terjadi perbenturan, karena terbatasnya modal sehingga

menyebabkan saing dengan usaha batik di daerah lain.

Proses produksinya yang belum ramah lingkungan, tercemarnya

sungai di Kota Pekalongan merupakan dampak dari pembuangan limbah

cair industri tekstil batik printing dan sablon ke badan air. Dampaknya

adalah perubahan warna dan timbulnya bau dari air sungai. Dari

keseluruhan industry batik di Kota Pekalongan hanya ada 0,6% yang

memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) batik dan selebihnya

mengalirkan air limbahnya ke sungai. Faktor biaya dan kurangnya lahan

serta kesadaran menjadi pemicu. Menurut kementrian perindustrian

Indonesia (2017), nilai ekspor batik mengalami penurunan, kondisi ini

terjadi karena preferensi konsumen luar negeri terhadap produk ramah

lingkungan terus meningkat.Menurut Strahle J dan Nuller V (2016), pada

suistanable development goals industri tidak hanya memperhatikan faktor


13

keberlanjutan people, profit, planet secara terpisah, namun hubungan

berkesinambungan antara ketiganya.

Tabel 1.5 Realisasi Ekspor Batik di Kota Pekalongan 2018

Tahun Nilai
2014 26.616.859,93
2015 17.384.060,75
2016 19.081.546,65
2017 17.683.268,64
2018 19.656.698,05
Sumber: Disperindagkop dan UMKM Kota Pekalongan,2018

Dari Tabel diatas dapat dilihat nilai ekspor batik di Kota

Pekalongan tidak stabil dari tahun ke tahun. Daya beli masyarakat

terhadap produk kerajinan batik turun pada tahun 2017 dan tampaknya

belum pulih hingga sekarang. Hal itu juga berpengaruh terhadap

penurunan produksi batik.

Sebagai upaya mengatasi keterbatasan, Kementrian Perindustrian

(2017) terus mendorong industri andalan termasuk salah satunya industri

kerajinan batik untuk mengembangkan industri ramah lingkungan sesuai

dengan pemerintah no 14 tahun 2025 tentang rencana induk pembangunan

industri nasional tahun 2035 melalui tiga tahap yaitu peningkatan nilai

tambah sumber daya alam, keunggulan kompetitif berbasis lingkungan,

dan industri tangguh.


14

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi industri batik di Kota Pekalongan

sama dengan persoalan yang dihadapi industri batik lainnya. Persoalan itu

antara lain, harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual

produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Hal lain yang menjadi masalah

bagi industry batik adalah kurangnya bahan baku, sehingga kebanyakan

pengusaha batik mengimpor yang membuat biaya produksi semakin

meningkat dan harga jual semakin mahal. Penyebab persoalan ini

bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan ketrampilan

pekerja, tidak ada standarisasi harga pasar hasil produksi, kurangnya

inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk. Sementara itu pasar

domestik juga bersaing dengan batik printing dari Cina yang lebih murah.

Masalah lain yang dihadapi oleh industri batik di Pekalongan adalah corak

dan desain batik banyak yang ditiru oleh Negara tetangga seperti Cina,

Vietnam dan Malaysia. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, pertanyaan

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Kondisi Usaha Batik di Kota Pekalongan?

2. Bagaimana strategi dalam meningkatkan daya saing industri batik di

Kota Pekalongan?
15

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kondisi usaha batik di Kota

Pekalongan.

2. Untuk merumuskan strategi dalam peningkatan daya saing industri batik

di Kota Pekalongan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan bagi industri batik di Kota Pekalongan dalam

menerapkan strategi peningkatan daya saing.

2. Bagi penulis diharapkan dapat berguna untuk menambah dan

memperdalam pengetahuan serta sebagai media untuk mengaplikasikan

ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Daya Saing

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan

keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu

negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Daya

saing didentifikasikan dengan masalah produktifitas, yakni dengan melihat

tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input

fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan

dan peningkatan teknologi (Porter, 1990 dalam Abdullah, 2002).

Pendekatan yang sering digunakan untuk megukur daya saing

dilihat dari beberapa indikator yaitu keunggulan komparatif dan

keunggulan kompetitif, Menurut Tarigan (2005). Keunggulan komparatif

adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih

menguntungkan bagi pengembangan daerah.istilah comparative adventage

(keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo

(1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua negara. Dalam teori

tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara saling

berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk

mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan yang

komperatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide

16
17

tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi

juga sangat penting di perhatikan dalam ekonomi regional.

Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat

diciptakan dan dikembangkan.Ini merupakan ukuran daya saing suatu

aktifitas kemampuan suatu negara atau suatu daerah untuk memasarkan

produknya di luar daerah atau luar negeri. Maka dari itu, menurut Tarigan

(2005) seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk

menganalisa potensi ekonomi wilayahnya. Dalam hal ini kemampuan

pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki

keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor ini

memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk

dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk

berkembang.

2.2 Cara Menentukan Daya Saing

Berbagai cara dapat dilakukan untuk menentukan daya saing,

antara lain Harga yang murah, harga murah artinya tidak sekedar murah,

namun tetap memperhatikan kualitas. Kualitas sama tapi harga yang lebih

murah tentu saja lebih menguntungkan konsumen. Dalam istilah Michael

Porter, perusahaan mempunyai keunggulan dari segi biaya (cost

leadership). Dengan efesiensi ini perusahaan memperoleh margin yang

sama atau lebih besar meskipun menetapkan harga yang lebih murah

karena biaya yang lebih kecil.


18

1. Strategi Pembedaan Produk (differentiation)

Strategi pembedaan produk mendorong perusahaan untuk

memberikan keunikan tersendiri dalam pasar yang jadi

sasarannya.Keunikan produk (barang atau jasa) yang dikedepankan ini

memungkinkan suatu perusahaan untuk menarik minat

konsumen.Cara pembedaan produk bervariasi dari pasar ke pasar,

tetapi berkaitan dengan sifat dan atribut fisik suatu produk atau

pengalaman kepuasan yang didapat oleh konsumen dari produk

tersebut.Berbagai kemudahan pemeliharaan, featurestambahan,

fleksibilitas, kenyamanan dan berbagai hal lainnya yang sulit ditiru

lawan merupakan sedikit contoh dari diferensiasi.Strategi jenis ini

biasa ditujukan kepada para konsumen potensial yang relatif tidak

mengutamakan harga dalam pengambilan keputusan.

Perlu diperhatikan bahwa terdapat berbagai tingkatan

diferensiasi. Diferensiasi tidak memberikan jaminan terhadap

keunggulan kompetitif, terutama jika produk-produk standar yang

beredar telah memenuhi kebutuhan konsumen. Resiko lainnya dari

strategi ini adalah jika perbedaan atau keunikan yang ditawarkan

produk tersebut ternyata tidak membuat konsumen tertarik. Jika hal ini

terjadi, maka pesaing yang menawarkan produk standar dengan

strategi biaya rendah akan sangat mudah merebut pasar.


19

2. Strategi Fokus

Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing

dalam suatu segmen pasar yang lebih sempit.Stretegi jenis ini ditujukan

untuk melayani kebutuhan konsumen yang jumlahnya relatif kecil.Syarat

bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup

(market size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu

diperhatikan oleh pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya.

Strategi ini akan menjadi lebih efektif jika konsumen membutuhkan suatu

kekhasan tertentu yang tidak diminati oleh perusahaan pesaing. Biasanya

perusahaan yang bergerak dengan strategi ini lebih berkonsentrasi pada

suatu kelompok pasar tertentu, wilayah geografis tertentu, atau produk

barang atau jasa tertentu dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

konsumen secara baik.

Menurut Michael Porter (1980), hal-hal yang harus dikuasai atau

dimiliki setiap perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif

adalah:

1. Teknologi

2. Tingkat entrepreneurship yang tinggi

3. Tingkat produktivitas yang tinggi dalam proses produksi

4. Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan

5. Promosi yang meluas dan agresif

6. Tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan/pendidikan, etos kerja,

kreativitas, serta motivasi yang tinggi


20

7. Skala ekonomis

8. Inovasi

9. Diferensiasi produk

10. Modal dan sarana prasarana yang memadai

2.3 Teori 5 Kekuatan Persaingan

Lima kekuatan Persaingan adalah suatu kerangkan kerja untuk

analisis industri dan pengembangan bisnis strategi yang dikembangkan

oleh Michael E. Porter (1980). Menggunakan konsep-konsep

pengembangan, organisasi industri ekonomi untuk menurunkan lima

kekuatan yang menentukan intensitas kompetitif dan karena itu daya tarik

dari pasar. Porter menyatakan bahwa kelima kekuatan bersaing tersebut

dapat mengembangkan strategi persaingan dengan mempengaruhi atau

mengubah kekuatan tersebut agar dapat memberikan situasi yang

menguntungkan.

Menurut Porter, ada 5 kekuatan yang menpengaruhi persaingan

dalam suatu industri: (1) ancaman masuknya pendatang baru, (2) kekuatan

tawar menawar pemasok, (3) kekuatan tawar menawar pembeli, (4)

Ancaman produk substitusi, dan (5) persaingan dalam industri. Untuk

menyusun rancangan strategi yang baik dan agar dapat menduduki posisi

yang kompetitif dalam industrinya maka perusahaan harus dapat

meminimumkan dampak kelima kekuatan tersebut.

Situasi persaingan dalam suatu industri ditentukan oleh lima

kekuatan persaingan seperti yang terlihat dalam gambar berikut :


21

Pendatang Baru
1. aaInfrastruktur, meliputi : sarana prasarana pasar, sarana jaringan listrik,

Penyedia
telekomunikasi, dan air bersih, prasasarana transportasi dan pasar.
Persaingan
Pembeli
Input Industri
2. Kebijakan Pemerintah, meliputi : bantuan keuangan, kemitraan, dan

kemudahan ijin.

3. Sumberdaya Manusia, meliputi : ketenagakerjaan, pendidikan, dan


Barang
keterampilan/ skill. Subtitusi
4. IPTEK, meliputi : kegiatan penelitian teknologi (litbang), tenaga ahli/

sumberdata bidang teknologi, dan pengembangan teknologi.

Gambar 2.1 Strategi Bersaing Porter

Kelima kekuatan persaingan tersebut secara bersama-sama

menentukan intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri.

Kekuatan persaingan akan menjadi dasar bagi penyusun strategi dalam

perumusan strategi perusahaan yang tujuannya adalah agar perusahaan

mendapatkan posisi dalam industri yang membuat mereka survive. Berikut

akan dibahas masing-masing kekuatan persaingan diatas.

1. Persaingan di antara Perusahaan Sejenis

Persaingan antar perusahaan sejenis biasanya merupakan

terbesar dalam lima kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh

suatu perusahaan dapat berhasil jika mereka memberikan keunggulan

kompetitif dibandingkan strategi yang dijalankan perusahaan

pesaing.Perubahaan strategi oleh satu perusahaan bisa jadi ditanggapi


22

dengan langkah balasan seperti menurunkan harga, meningkatkan

kualitas, menambah fitur, menyediakan jasa, memperpanjang garansi,

dan meningkatkan iklan.

Persaingan di kalangan anggota industri cenderung meningkat

terjadi karena ketika jumlah pesaing bertambah, ketika pesaing lebih

setara dalam hal ukuran dan kapabilitas, ketika permintaan akan produk

industri itu menurun, dan ketika potongan harga menjadi lazim. Mereka

berebut posisi dengan menggunakan taktik seperti, persaingan harga,

introduksi produk, dan perang iklan. Intensitas persaingan akan tinggi

apabila:

a. Jumlah pesaing yang seimbang. Banyaknya pemain dengan kekuatan

masing-masing tentu saja akan meningkatkan intensitas persaingan

dalam kompetisi.

b. Pertumbuhan industri yang lamban, akan mengubah persaingan

menjadi ajang perebutan pangsa pasar untuk perusahaan-perusahaan

yang ingin melakukan ekspansi.

c. Pesaing yang beragam. Pesaing mempunyai strategi beragam, asalusul,

karakteristik serta tujuan dan strategi bersaing yang berlainan.

d. Kurangnya diferensiasi produk. Ketika suatu produk atau jasa

dipandang sebagai komoditas, maka pilihan oleh pembeli banyak

didasarkan atas harga dan pelayanan yang tajam dapat terjadi.

Biaya tetap yang tinggi menciptakan tekanan yang berat

terhadap semua perusahaan untuk mengisi semua kapasitas yang sering


23

kali menyebabkan penurunan harga yang cepat pada saat terjadi

kapasitas berlebih.

2. Ancaman Masuknya Pendatang Baru

Adanya pendatang baru dalam suatu industri akan membawa

kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar (market share),

dan seringkali sumberdaya yang cukup besar. Hal ini mengakibatkan

harga dapat turun atau biaya membengkak yang akhirnya mengurangi

kemampulabaan. Perusahaan yang melakukan diversifikasi melalui

akuisisi kedalam industri dari pasar lain seringkali memanfaatkan

sumber daya mereka untuk dapat berkembang.

Besar ancaman masuknya pendatang baru tergantung pada

hambatan masuk yang ada dan reaksi dari peserta persaingan yang ada

menurut perkiraan calon pendatang baru. Jika hambatan masuk tinggi

dan calon pendatang baru memperkirakan akan menghadapi

perlawanan keras dari peserta persaingan yang sudah ada, pendatang

baru ini jelas tidak merupakan ancaman yang serius. Ada enam sumber

utama hambatan masuk:

a. Loyalitas pelanggan

Pelanggan yang memiliki loyalitas terhadap produk akan

terus menggunakan produk dari industri. Sehingga apabila

pelanggan loyal untuk menggunakan produk tertentu maka akan

menciptakan penghalang untuk masuknya pendatang baru.


24

b. Diferensiasi Produk

Diferensiasi produk artinya perusahaan mempunyai identitas

merek dan kesetiaan pelanggan yang disebabkan oleh iklan,

pelayanan pelanggan, perbedaan produk, atau karena sekedar

perusahaan pertama yang memasuki industri.Diferensiasi

menciptakan penghalang untuk masuk ke suatu industri dengan

membuat pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar untuk

mendapatkan pelanggan yang ada.

c. Biaya Investasi

Kebutuhan investasi yang besar menciptakan penghalang

untuk masuk ke suatu industri , terutama jika modal tersebut

diperlukan untuk biaya periklanan, kegiatan penelitian dan

pengembangan.

d. Biaya Beralih Pemasok (Switching Cost)

Besarnya biaya yang harus dikeluarkan pendatang baru

untuk beralih dari suatu pemasok ke pemasok yang lain akan

menciptakan penghalang untuk masuk.

e. Akses ke saluran distribusi

Mendapatkan jalur distribusi pelanggan dan jalur pemasok

yang tepat adalah tantangan bagi setiap pendatang baru.Terutama

apabila pesaing telah terikat dengan jalur distribusi yang ada,

sehingga terkadang pendatang baru harus menciptakan jalur

distribusi yang benar-benar baru.


25

f. Kebijakan pemerintah

Kebijakan-kebijakan pemerintah bisa merupakan salah satu

hambatan untuk masuk.Misalnya peraturan-peraturan seperti

persyaratan perizinan, besarnyaBHP yang harus dibayarkan dalam

penyelanggaraan jaringan dan lain-lain.

Terlepas dari banyaknya hambatan bagi masuknya perusahaan

baru tersebut, perusahaan baru kadang masuk ke industri dengan

produk berkualitas lebih tinggi, harga lebih rendah, dan sumber daya

pemasaran yang substansial.Oleh karenanya, tugas penyusun strategi

adalah mengidentifikasi perusahaan-perusahaan baru yang berpotensi

masuk ke pasar, memonitor strategi perusahaan saingan baru,

menyerang balik jikadiperlukan, dan memanfaatkan kekuatan dan

peluang yang ada.Ketika ancaman perusahaan baru yang masuk ke

pasar kuat, perusahaan yang telah ada umumnya memperkuat posisi

mereka dan mengambil tindakan untuk menghambat perusahaan baru

tersebut, seperti dengan menurunkan harga, memperpanjang garansi,

menambah fitur, atau menawarkan paket-paket pendanaan.

3. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok

Daya tawar pemasok mempengaruhi intensitas persaingan di

suatu industri, khususnya ketika terdapat sejumlah besar pemasok, atau

ketika hanya terdapat sedikit bahan mentah pengganti yang bagus, atau

ketika biaya peralihan ke bahan mentah lain sangat tinggi. Akan

menguntungkan kepentingan baik pemasok maupun produsen untuk


26

saling membantu dengan harga yang masuk akal, kualitas yang baik,

pengembang layanan baru, pengiriman yang tepat waktu, dan biaya

persediaan yang lebih rendah, sehingga meningkatkan profitabilitas

jangka panjang dari semua pihak yang berkepentingan

Kemudian pemasok dapat pula memanfaatkan kekuatan tawar

menawarnya atas para anggota industri dengan menaikkan harga atau

menurunkan kualitas barang atau jasa yang dijualnya. Pemasok yang

kuat karenanya dapat menekan kemampulabaan industri yang tidak

mampu mengimbangi kenaikan biaya dengan menaikkan harganya

sendiri. Kondisi yang membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan

kondisi yang membuat pembeli kuat. Kelompok pemasok dikatakan

kuat jika terdapat hal-hal berikut:

a. Pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terpusat

pada industri dimana mereka menjual. Pemasok yang menjual pada

pembeli yang terfragmentasi biasanya akan dapat mempengaruhi

harga, kualitas, serta syarat-syarat penjualan.

b. Tidak terdapat produk pengganti lain yang dijual pada suatu industri.

c. Industri bukan satu-satunya tempat pemasok mejual produknya.

Apabila suatu industri bukan merupakan pelanggan utama dari suatu

pemasok maka kecenderungan pemasok dapat memaksakan

kekuatannya pada industri tersebut.

d. Produk pemasok sangat penting demi keberhasilan proses pembuatan

atau kualitas dari produk yang dihasilkan pembeli.


27

e. Biaya atau pengorbanan yang harus ditanggung oleh customer

apabila customer apabila customer beralih ke supplier lain

(Switching cost) yang dibutuhkan untuk beralih ke produk pemasok

tidak besar.

Perusahaan mungkin saja menjalankan integrasi mundur untuk

memperoleh kontrol atau kepemilikan dari pemasok. Strategi ini sangat

efektif manakala pemasok tidak dapat dipercaya, terlalu mahal, atau

tidak sanggup memenuhi kebutuhan perusahaan secara konsisten. Pada

umumnya, perusahaan dapat menegosiasikan syarat-syarat yang lebih

menguntungkan dengan pemasok ketika integrasi mundur merupakan

sebuah strategi yang lazim digunakan di kalapngan perusahaan yang

saling bersaing dalam suatu industri.

Semakin banyak industri, penjual menjalin kemitraan strategis

dengan pemasok terpilih dalam upaya untuk (1) mengurangi biaya

persediaa dan logistik (misalnya, melalui pengiriman tepat waktu); (2)

mempercepat ketersediaan komponen generasi selanjutnya; (3)

meningkatkan kualitas onderdil dan komponen yang dipasok serta

mengurangi tingkat kecacatannya; (4) menekan pengeluaran baik bagi

diri mereka sendiri maupun pemasok mereka.

4. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli

Pembeli bersaing dengan industri dengan memaksa harga turun,

tawar-menawar terhadapmutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang

lebih baik, serta berperan sebagai pesaing.Kekuatan dari tiap-tiap


28

kelompok pembeli yang penting dalam industri tergantung pada

sejumlah karakteristik situasi pasarnya dan pada kepentingan relatif

pembeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan dengan

keseluruhan bisnis pembeli tersebut. Pembeli atau pelanggan dapat juga

bersaing dalam industri dengan cara menekan harga, menuntut kualitas

yang lebih baik/tinggi atau layanan yang lebih memuaskan serta dapat

berperan sebagai pesaing satu sama lain, yang mana semua ini dapat

menurunkan laba industri. Pembeli membeli daya tawar yang kuat

apabila memenuhi beberapa hal sebagai berikut:

a. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar. Jika

sebagian besar hasil penjualan merupakan pembelian dari suatu

pembeli tertentu. Hal ini akan mempertinggi posisi pembeli tersebut

dalam industri.

b. Produk yang dibeli merupakan bagian dari suatu biaya atau

pembelian dengan jumlah yang cukup besar. Sehingga pembeli

cenderung mencari harga yang lebih menguntungkan sehingga akan

menggunakan dananya untuk melakukan pembelian secara selektif.

c. Produk yang dibeli adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi.

Sehingga pembeli yakin akan menemukan penjual alternatif yang

memberikan penawaran lebih baik.

d. Pembeli menghadapi switching cost yang kecil. Hal ini salah

satunya dialami apabila switching cost ditanggung oleh penjual.


29

e. Pembeli mempunyai informasi lengkap mengenai suatu produk.

Seperti informasi tentang permintaan, harga pasar yang aktual, dan

bahkan biaya yang dikeluarkan penjual sehingga posisi tawar

menawar menjadi lebih kuat.

5. Ancaman Produk Substitusi

Dengan menetapkan batas harga tertinggi (ceiling price), produk

atau jasa substitusi membatasi potensi suatu industri.Jika industri tidak

mampu meningkatkan kualitas produk atau mendiferensiasikannya,

laba dan pertumbuhan industri dapat terancam.Makin menarik alternatif

harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan

laba industri.

Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing dengan

industriindustri yang menghasilkan produk pengganti.Produk pengganti

membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga

maksimum yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam

industri.Semakin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk

pengganti, semakin ketat pembatasan laba industri.Produk pengganti

yang perlu mendapat perhatian besar adalah produk-produk yang,

(1)memiliki tren membaiknya kinerja harga dibandingkan dengan

produk industri tersebut, (2)diproduksi oleh industri yang memperoleh

laba tinggi. Produk pengganti seringkali timbul dengan cepat ketika

suatu perkembangan meningkatkan persaingan di industri mereka dan

menyebabkan penurunan harga atau perbaikan kinerja.


30

Adanya produk atau jasa pengganti akan membatasi jumlah laba

potensial yang akan didapat dari suatu industri. Diantaranya: a)Produk

pengganti mudah didapatkan. Apabila produk pengganti mudah

didapatkan dipasaran maka akan meningkatkan ancaman untuk

masuknya produk atau jasa pengganti. b)Makin menarik harga yang

ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba dari

suatu industri. Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian

besar adalah produk yang mempunyai kecenderungan memiliki harga

atau kualitas yang lebih baik daripada produk industri atau dihasilkan

oleh industri berlaba tinggi.

2.4 Pengertian dan Peran UMKM

2.4.1 Pengertian UMKM

Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di

Indonesia sangat beraneka ragam. Bahkan beberapa lembaga dan

Undang-Undang di Indonesia memberikan definisi sendiri

mengenai usaha mikro.Biasanya usaha mikro didefinisikan

berdasarkan jumlah tenaga kerja dan omset penjualan. Sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yakni usaha mikro adalah

usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha

perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang ini.

a) Kriteria asset: Maks. 50 Juta


31

b) Kriteria Omzet: Maks. 300 juta rupiah

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik

langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha

besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud

dalam UndangUndang ini. Kriteria asset: 50 juta - 500 juta, kriteria

Omzet: 300 juta - 2,5 Miliar rupiah.

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang

berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan

usaha yang bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah

kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang ini.

Menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam

rangka membangun perokonomian nasional berdasarkan demokrasi

ekonomi yang berkeadilan merupakan tujuan dari usaha mikro kecil

dan menengah. Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2008

pasal 1 mengenai UMKM, usaha mikro adalah usaha produktif

milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang


32

memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-

undang ini.

Kriteria usaha mikro menurut Undang-Undang Nomor 20

tahun 2008 pasal 6 adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak

Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Usaha mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan

Menteri Keuangan No.40 atau KMK.06 atau 2003 tanggal 29

januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan

Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling

banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Menurut Departemen Tenaga kerja (Depnaker) usaha mikro

adalah usaha yang memilliki kurang dari 5 orang tenaga kerja. Bank

Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) juga mendefinisikan

hal yang sama juga dengan Departemen Tenaga Kerja (Depnaker)

mengenai usaha mikro, yaitu usaha yang memiliki tenaga kerja 1-4

orang.

2.3.2 Peran UMKM

Pentingnya peranan UMKM terkait dengan posisinya yang

strategis dalam berbagai aspek (Sulistyastuti, 2004), yaitu :


33

1. Aspek Permodalan Usaha mikro tidak memerlukan mo dal yang

besar sehingga pembetukan usaha ini tidak sesulit perusahaan besar

(Tambunan, 2000).

2. Tenaga kerja Tenaga kerja yang diperlukan usaha ini tidak menutut

pendidikan formal atau tinggi tertentu (Tambunan, 2000).

3. Lokasi Sebagaian besar usaha mikro berlokasi di pedesaan dan tidak

memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar (Weijland,

1999).

4. Ketahanan Peranan usaha mikro ini telah terbukti bahwa usaha mikro

memiliki ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia

dilanda krisis ekonomi (Sandee, 2000).

Menurut Sulistyastuti (2004), peran usaha mikro, kecil dan

menengah yang paling populer dan sangat penting dalam suatu

perekonomian adalah kemampuannya menyediakan kesempatan

kerja. Usaha mikro, kecil dan menengah memiliki peran

komplementer dengan perusahaan besar dalam penciptaan

kesempatan kerja maupun perumbuhan ekonomi.

Sementara itu, Tambunan (2001) menyebutkan bahwa usaha

mikro juga mampu mereduksi ketimpangan pendapatan (reducing

income inequality) terutama di negara-negara berkembang.

Keberadaan usaha mikro di Indonesia lebih dikaitan dengan

pandangan teori klasik di mana usaha mikro dan kecil berperan dalam

proses industrialisasi, penyerapan tenaga kerja, penyedia barang dan


34

jasa bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta pembangunan

ekonomi pedesaan atau lebih khususnya mengacu pada cara untuk

mengatasi pengangguran dan pemerataan pendapatan.

Urata (2000), menerangkan peran usaha mikro, kecil dan

menengah dalam perekonomian Indonesia adalah :

1. Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan pemain utama

dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.

2. Penyedia kesempatan kerja.

3. Pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan

pengembangan masyarakat.

4. Penciptaan pasar dan inovasi melalui fleksibilitas dan sensitivitas

atas keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan.

5. Memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas.

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) selain memiliki

peran penting dalam penyerapan tenaga kerja, UMKM juga sebagai

mediasi proses industrilisasi suatu negara.

2.5 Strategi Peningkatan Daya Saing UKM

Permasalahan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada

umunya relatif sama. Wignaraja (2005).Namun penentuan strategi untuk

peningkatan daya saing, tetap harus meneliti UKM secara detail dan

berkesinambungan agar tercipta suatu solusi dalam memenangkan


35

persaingan yang ada. Oleh karena itu ada beberapa langkah yang bisa

ditawarkan, agar UKM bisa menjaga dan memenangkan persaingan, yaitu:

1. Konsisten menjaga kualitas produk.

2. Tambahkan daya saing UKM melalui packaging produk yang menarik.

3. Berani bersaing dari segi harga.

4. Menjaga loyalitas konsumen.

2.6 Teknik Pengembangan Usaha

2.6.1 Peningkatan Skala Ekonomis

Cara ini dapat dilakukan dengan menambah skala produksi,

tenaga kerja, teknologi, sistem distribusi, dan tempat usaha. Ini

dilakukan bila perluasan usaha atau peningkatan output akan

menurunkan biaya jangka panjang, yang berarti mencapai skala

ekonomis. Sebaliknya, bila peningkatan output mengakibatkan

peningkatan biaya jangka panjang, maka tidak baik untuk dilakukan.

Dengan kata lain, bila produk barang dan jasa yang

dihasilkan sudah mencapai titik paling efisien, maka memperluas

skala ekonomi tidak bisa dilakukan, sebab akan mendorong kenaikan

biaya. Skala usaha ekonomi terjadi apabila perluasan usaha atau

peningkatan output menurunkan biaya jangka panjang.Oleh karena

itu, apabila terjadi skala usaha yang tidak ekonomis, wirausaha dapat

meningkatkan usahanya dengan memperluas cakupan usaha.


36

2.6.2 Perluasan Cakupan Usaha

Cara ini bisa dilakukan dengan menambah jenis usaha baru,

produk, dan jasa baru yang berbeda dari yang sekarang diproduksi

(diversifikasi), serta dengan teknologi yang berbeda. Dengan

demikian, lingkup usaha ekonomis dapat didelinisikan sebagai suatu

diversifikasi usaha ekonomis yang ditandai oleh total biaya produksi

gabungan (joint total production cost) dalam memproduksi dua atau

lebih jenis produk secara bersama-sama adalah lebih kecil daripada

penjumlahan biaya produksi masing-masing produk itu apabila

diproduksi secara terpisah. Perluasan cakupan usaha ini bisa

dilakukan apabila wirausaha memiliki permodalan yang cukup.

Sebaliknya, lingkup usaha tidak ekonomis dapat didefinisikan

sebagai suatu diversifikasi usaha yang tidak ekonomis, dimana biaya

produksi total bersama (joint total production cost) dalam

memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama

adalah lebih besar daripada penjumlahan biaya produksi dari

masing-masing jenis produk itu apabila diproduksi secara terpisah.

Untuk memperluas skala ekonomi ataung cukup, lingkup

ekonomi.bila pengetahuan usaha dan permodalan yang cukup.,

wirausaha bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan lain melalui

usaha patungan (joint venture), atau kerjasama manajemen melalui

sistem kemitraan.
37

2.7 Jenis-jenis Strategi Pengembangan Usaha

Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam

kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta

prioritas alokasi sumber daya.

1. Strategi Pengembangan Produk

Pengembangan produk adalah mengupayakan peningkatan

penjualan melalui perbaikan produk atau jasa saat ini atau

pengembangan produk atau jasa baru. Pengembangan produk biasanya

membutuhkan pengeluaran yang besar untuk penelitian dan

pengembangan.Strategi pengembangan produk ini dipilih untuk

dijalankan oleh suatu perusahaan dalam rangka memodifikasi produk

yang ada sekarang atau penciptaan produk baru yang masih terkait

dengan produk yang sekarang.Dengan demikian produk baru atau yang

dimodifikasi tersebut, dapat dipasarkan kepada pelanggan yang ada

sekarang melalui saluran pemasaran yang ada.Gagasan strategi ini

dipilih untuk dijalankan dengan tujuan untuk dapat memberikan

kepuasan kepada pelanggan.Di samping itu sekaligus melakukan

pengembangan produk, bagi upaya mendalami pengaruh dari siklus

yang dikenal sebagai product life style.

Menurut David (2009), lima pedoman tentang kapan

pengembangan produk dapat menjadi sebuah strategi yang efektif,

yaitu:
38

a) Ketika organisasi memiliki produk-produk berhasil yang berada di

tahap kematangan dari siklus hidup produk, gagasannya di sini

adalah menarik konsumen yang terpuaskan untuk mencoba produk

baru (yang lebih baik) sebagai hasil dari pengalaman positif mereka

dengan produk atau jasa organisasi saat ini.

b) Ketika organisasi berkompetensi di industri yang ditandai oleh

perkembangan teknologi yang cepat.

c) Ketika pesaing utama menawarkan produk berkualitas lebih baik

dengan harga “bagus”.

d) Ketika organisasi bersaing dalam industri dengan tingkat

pertumbuhan tinggi.

e) Ketika organisasi memiliki kapabilitas penelitian dan

pengembangan yang sangat kuat.

2.8 Strategi Pengembangan Pasar

Menurut David (2009), ada enam pedoman tentang kapan

pengembangan pasar dapat menjadi sebuah strategi yang sangat efektif,

yaitu:

a) Ketika saluran-saluran distribusi baru yang tersedia dapat diandalkan,

tidak mahal, dan berkualitas baik.

b) Ketika organisasi sangat berhasil dalam bisnis yang dijalankannya.

c) Ketika pasar baru yang belum dikembangkan dan belum jenuh muncul.

d) Ketika organisasi mempunyai modal dan sumber daya manusia yang

dibutuhkan untuk mengelola perluasan operasi.


39

e) Ketika organisasi memiliki kapasitas produksi yang berlebih.

f) Ketika industri dasar organisasi dengan cepat berkembang menjadi

global dalam cakupannya.

2.9 Strategi Pengembangan yang Terkonsentrasi

Strategi pengembangan yang terkonsentrasi memfokuskan pada

suatu kombinasi produk dan pasar tertentu.David (2009). Suatu

pertumbuhan terkonsentrasi merupakan strategi perusahaan yang langsung

menekankan pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan pertumbuhan

dari suatu produk tunggal, dalam suatu pasar tunggal dengan suatu

teknologi yang dominan.Pemilihan secara rasional atas pendekatan ini

adalah melakukan penetrasi pasar dengan strategi terkonsentrasi, yang

dimanfaatkan perusahaan atas pengalaman pengolahan operasi bisnis

perusahaan di dalam suatu arena bisnis persaingan.

Strategi pengembangan yang Terkonsentrasi diarahkan untuk

mempertinggi kinerja perusahaan. Dimungkinkannya hal ini, karena

didukung oleh kemampuan menilai kebutuhan pasar, pengetahuan tentang

perilaku pembeli, sensitivitas harga pelanggan dan efektivitas dari

advertensi dan promosi. Suatu perusahaan menjalankan strategi

pertumbuhan yang terkonsentrasi secara berhasil, bila didukung oleh

pengembangan keterampilan atau skills, dan kompetensi bagi upaya

pencapaian keberhasilan bersaing.


40

2.10 Strategi Inovasi Strategi

Inovasi menjadi perhatian bagi suatu perusahaan, karena dalam

banyak industri apabila tidak dilakukan inovasi akan dapat meningkatkan

timbulnya risiko yang dihadapi perusahaan itu. Strategi inovasi selalu

dibutuhkan perusahaan baik untuk produkproduk industri, maupun untuk

barang-barang konsumsi, karena selalu diharapkan adanya perubahan atau

kemajuan dari produk yang ditawarkan. Di dalam era persaingan,

kompetensi suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan itu

melakukan inovasi, baik yang terkait dengan inovasi produk untuk

menemukan produk baru atau produk modifikasi, maupun inovasi proses

yang dapat menghasilkan produk yang sama dengan biaya yang lebih

murah, sebagai akibat digunakannya teknologi baru yang lebih maju.

Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan


Peneliti
(Tahun)
1. Muliana Kajian Strategi Analisis SWOT PBT Garutan RM
Yulianti, dan Bauran melakukan bauran
Kooswardho Pemasaran Batik pemasaran sebagai
no gaeutan berikut : (1) Strategi
Mukdikdjo, produk yang
dan Makmun didasarkan pada (a)
Sarma (2008) produk bermutu (bahan
baku, motif, warna,
dan model) (b)
Kuantitas produk; (2)
41

Penetapan harga jual


berdasarkan pada HPP
ditambah dengan
margin keuntungan; (3)
Strategi distribusi
untuk mempermudah
konsumen
mendapatkan produk
dengan cara surat
kabar, majalah, radio,
dan Televisi.
2. Kivot Rizqi Analisis Strategi Analisis Strategi distribusi
kurniawan Pemasaran Batik Deskriptif dan dengan saluran
(2014) Al-Warits Triangulasi data distribusi batik Al-
Bangkalan warits sendiri
Madura melakukan ekspansi ke
Malaysia dan
Singapore. Untuk
memperkuat strategi
pemasarannya batik
Al-warist juga
menerapkan strategi
promosi penjualan
dengan memiliki
keunikan yaitu:
aromatherapy
3. Margareta Analisis Strategi Analisi SWOT posisi relatif industri
Ninda Arlita Pemasaran batik tulis Giriloyo dari
dan Lutfi Dalam pesaingnya (Kauman,
Muta’ali Meningkatkan Laweyan, Kebon Indah
42

(2005) Daya Saing dan Wijirejo) masih


Industri Batik berada di posisi rerata
Tulis Desa industri bersama
Wukirsari, industri batik Kebon
Imogiri, Bantul Indah dan Wijirejo.
Sementara itu industri
batik Laweyan dan
Kauman ternyata
memiliki posisi
menang di atas ketiga
lawannya. Selain itu
berdasarkan analisis
SWOT posisi industri
batik tulis Giriloyo
berada di kuadran II
yang menandakan
bahwa industri ini
sudah kuat namun
menghadapi tantangan
yang besar.
Rekomendasi strategi
yang diberikan adalah
divesifikasi strategi
dengan memperbanyak
ragam srtategi
taktisnya.
4. Akhmad Analisis strategi Analysis Dalam memasarkan
Fahrur Rozi pemasaran pada deskriptif dan produknya, Djawa
(2017) Djawa Batik Solo riset dokumentasi Batik Solo
menggunakan strategi
pemasaran sebagai
43

berikut :
1. Segementasi,
dimana Djawa
Batik Solo
memiliki
segmentasi
secara khusus
lebih
memfokuskan
konsumen usia
muda yang
bertujuan untuk
meningkatkan
batik
dikalangan
kawula muda
2. Traget pasar
produk Djawa
Batik Solo
adalah
konsumen batik
seragam dan
kombinasi bagi
perusahaan.
5. Elysa Analisis SWOT Analisis SWOT Harga, Batik SYN
Paramitha Sebagai Strategi dan Marketing dapat memberikan
Putri (2015) Meningkatkan Mix potongan harga atau
Daya Saing Pada diskon dan pemberian
Bisnis Usaha komisi bagi agen
batik perantara yang ikut
serta mempromosikan
44

produk Batik SYN.


Distribusi dilakukan
dengan mengadakan
kerjasama kepada agen
perantara yang dapat
mengantarkan produk
dari Batik SYN dengan
cepat dan tepat waktu.
Promosi dilakukan
dengan penjualan
perseorangan, promosi
penjualan, dan
publisitas.
6. Asri Laksimi Kondisi UMKM Analisis interaktif Sebagian besar bahan
Riani, batik di dan analisis baku berasal dari
Julianus Kabupaten internal-eksternal Surakarta, pembelian
Johnny Sragen Jawa bahan baku dilakukan
Sarungu, dan Tengah secara cash dan kredit
Margana dengan proporsi yang
(2015) hamper sama.
Sebagian UMKM
menggunakan bahan
pewarna kimia untuk
memproduksi batik.
Produksi batik yang
paling banyak adalah
batik tulis, printing,
kombinasi, dan cap.
45

Kerangka Pemikiran

Kota Pekalongan memiliki potensi Industri yang cukup berlimpah salah

satunya industribatik, namun dalam perkembangannya produk batik yang

dihasilkan oleh para pelaku usaha industri batik kota Pekalongan masih belum

eksis terhadap keberadaannya.Hal ini mengingat bahwa daya saing yang

dimiliki oleh produk tersebut masih tergolong lemah, sehingga hal tersebut

berdampak terhadap kinerja industri batik, dimana saat ini kondisi omset

penjualan masih tetap, pangsa pasar dan usaha belum berkembang.Lemahnya

daya saing Industri Batik disebabkan karena adanya permasalahan baik

permasalahan internal maupun eskternal. Permasalahan internal tersebut

meliputi produk, bahan baku, modal, sumberdaya manusia, manajemen usaha,

teknologi, dan pemasaran. Sedangkan permasalahan eksternal meliputi

dukungan lembaga, kebijakan pemerintah dan persaingan industri.

Berdasarkan gambar kerangka pemikiran, bahwa penelitin ini terlebih

dahulu ingin melihat mengenai kondisi eksisting baik faktor internal maupun

eksternal industry batik. Kemudian setelah itu, faktor internal dan eksternal

tersebut akan dilakukan pengujian terhadap daya saing yang berimplikasi

terhadap kinerja. Setelah dilakukan pengujian, maka selanjutnya dilakukan

analisis untuk menghasilkan strategi pengembangan daya saing industri batik

yang nantinya diharapkan batik pekalongan memiliki daya saing tinggi yang

nantinya diharapkan berimplikasi terhadap peningkatan kinerja industri

batik.Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dan penelitian sebelumnya,


46

maka dituangkan dalam sebuah kerangka pemikiran yang tersaji pada gambar

dibawah ini.

Daya saing Industri batik di


Pekalongan rendah

Internal:
Eksternal:
 Pemasaran & Manajemen
 Persaiangan industri
usaha
 Kebijakan pemerintah
 Teknologi
 Dukungan  SDM & bahan baku
 Modal
 Bahan Baku
 Produk

Kinerja industri batik

Strategi Peningkatan Daya


Saing Industri
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif dengan

pendakatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif

deskriptif. Dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualilatif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

mengumpulkan informasi mengenai status suatu keadaan yang ada yaitu

keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.

Dalam penelitian deskriptif ditujukan untuk membuat deskripsi,

gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-

sifat serta hubungan antar fenomena yang di teliti.

Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk memahami

fenomena dilokasi penelitian secara menyeluruh dan mendalam, sehingga

momen-momen dalam penelitian kualitatif adalah unik dan nyata serta

kesimpulan yang dihasilkan tidak dimaksudkan untuk digeneralisasikan

pada populasi yang lebih sesuai dengan situasi yang berbeda. Tetapi hasil

penelitian kualitatif dapat saja ditransfer pada situasi tertentu yang

karakteristiknya sama atau relatif sama. Penelitian ini khusus membahas

tentang strategi untuk meningkatkan daya saing industri batik di Kota

Pekalongan.

47
48

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakterisik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek

dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga sekedar jumlah yang

ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh

karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek/obyek itu.

(Sugiyono,2010:2017).

Populasi dalam penelitian ini adalah industri batik yang ada

di Kota Pekalongan dengan jumlah 760 industri.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Sugiyono (2010:118). Cara

menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus

slovin sebagai berikut :

Keterangan :

n : Ukuran sampel

N : Ukuran Populasi

e : Error sampling, dalam penelitian ini yakni 10% atu 0,1


49

Berdasarkan rumus di atas dapat diperoleh perhitungan sebagai

berikut:

n= 88,372093

n = 88

Berdasarkan peritungan dari rumus slovin, dapat diketahui

bahwa jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 88 industri

batik yang ada di Kota Pekalongan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Agar dalam penelitian ini dapat di

peroleh datadata yang relevan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data primer dan teknik pengumpulan data sekunder.


50

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik Pengumpulan Data Primer adalah teknik

pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang

menjadi sumber penelitian di lapangan. Teknik ini dapat dilakukan

dengan cara:

1. Metode Observasi

Metode observasi adalah metode yang dilakukan

sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap

keadaan yang tampak pada objek penelitian. Observasi ini

dilakukan di industri batik yang ada di Kota Pekalongan.

2. Metode Wawancara (Interview)

Metode Wawancara (Interview) merupakan cara

pengumpulan data degan jalan tanya jawab sepihak yang di

kerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan

penelitian. Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian ini

adalah dengan mewawancarai pihak pemilik usaha batik. Inti dan

metode wawancara ini bahwa setiap setiap penggunaan metode

ini selalu muncul beberapa hal, yaitu pewawancara, responden,

materi wawancara.

3. Teknik Dokumentasi

Alat perekam berupa kamera. Kamera digunakan untuk

mendokumentasikan kondisi fisik obyek dan lokasi penelitian.


51

Hasil yang didapatkan berupa gambar/foto tentang kondisi dan

aktivitas dilokasi penelitian.

3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan

data yang diperoleh dari sumber kedua setelah data primer. Dilihat dari

segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dan

internet.

3.4 Teknik Analisis Data

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif dan SWOT. SWOT merupakan alat yang dipakai untuk

menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Dimana SWOT ini dapat

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal

yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dimiliknya. Analisis SWOT ini akan dilakukan pada

strategi meningkatkan daya saing pada usaha tahu di desa hajoran, hal ini

disebut pula analisis situasi dengan model analisis SWOT.

Hasil penelitian ini selain akan dianalisis secara deskriptif kualitatif

penulis juga menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah

identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi

perusahaan. Analisis ini didasarkan logika yang dapat memaksimalkan

strength (kekuatan) dan opportunity (peluang), namun secara bersamaan

dapat meminimalkan weakness (kelemahan) dan threat (ancaman). Strength

(kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang) dan threat


52

(ancaman) merupakan faktor-faktor strategis perusahaan yang perlu

dianalisis dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut pula analisis

situasi dengan model analisis SWOT. Model yang populer untuk analisis

situasi adalah analisis SWOT dengan menggunakan Matriks SWOT.

3.4.1 Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah alat yang dapat dapat membantu

mengembangkan empat tipe strategi : SO (kekuatan-peluang-

strenghts-opportunities), WO (kelemahan-peluang-weakness-

opportunities), ST (kekuatan ancaman strengths-threats), WT

(kelemahan-ancaman-weakness-threats). Mencocokan faktor

eksternal dan internal adalah kunci bagian yang paling sulit dalam

mengembangkan matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang

baik.

Dari matriks SWOT ini akan dapat tercipta beberapa pilihan

strategi persaingan, yaitu :

1. Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk

memanfaatkan peluang eksternal. Ini adalah posisi perusahaan

yang sangat baik, dimana pemilik usaha akan mengarahkan

usahanya menuju ke kondisi yang memunhkinkan untuk

menerapkan strategi SO.

2. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal

dengan memanfaatkan peluang eksternal. Terkadang perusahaan

memiliki peluang yang baik, namun karena kelemahan yang


53

dimilikinya, perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang

tersebut menjadi sebuah keuntungan.

3. Strategi ST menggunakan kekuatan perusahaan untuk

menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal

4. Strategi WT adalah taktik defensive yang diarahkan pada

pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman

eksternal.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Usaha Batik di Kota Pekalongan

Batik adalah sebuah tradisi melukis di atas kain asli

Indonesia. Kain-kain yang digambar dengan aneka motif unik dan

khas itu kemudian dikreasikan dalam berbagai rupa dan fungsi, serta

digunakan oleh masyarakat. Motif yang muncul pada kain tersebut

dibuat dengan cara dilukis dengan menggunakan canting dengan

teknik pewarnaan yang menggunakan bahan alami. Permintaan pasar

pada batik yang paling banyak adalah batik cap dengan kualitas yang

rendah karena harganya yang lebih murah. Namun beberapa

konsumen juga lebih tertarik pada motif batik tulis dengan

menggunakan kain sutera.

Batik Pekalongan merupakan salah satu jenis batik yang

dibuat oleh masyarakat Pekalongan. Bahan baku diperoleh dari daerah

Pekalongan sendiri yaitu berupa kain mori, malam, canting, cap-

capan. Para perajinnya mayoritas tinggal di wilayah pesisir utara

pulau Jawa. Produsen yang penulis kunjungi adalah sebagian dari

daerah pesisir pantai utara, variasi produsen batik baik dari produsen

menengah bawah hingga produsen menengah ke atas dengan jumlah

karyawan di atas 10 orang.

Dari hasil wawancara dengan para responden pengusaha

batik diperoleh data dengan rincian sebagai berikut.

54
55

1. Lama Usaha

Lama usaha merupakan rentang usaha industri batik

dimulai dari berdirinya industri sampai sekarang.

Tabel 4.1 Deskriptif Lama Usaha Industri Batik

di Kota Pekalongan

No Lama Usaha Jumlah Presentase

1 1 – 10 tahun 15 17%

2 10 – 20 tahun 22 25%

3 20 – 30 tahun 29 33%

4 >30 tahun 22 25%

Jumlah 88 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Berdasarkan tabel 4.1 menujukkan bahwa lama usaha

industri batik yang berdiri di Kota Pekalongan dengan rentang 1-

10 tahun sebanyak 15 industri dengan presentase 17%, untuk

rentang 10-20 tahun sebanyak 22 industri dengan presentase 25%,

untuk rentang 20-30 tahun sebanyak 29 industri dengan

presentase 33%, dan untuk rentang lebih dari 30 tahun sebanyak

22 industri dengan presentasi 25%.

Batik sudah menjadi warisan yang mendunia tapi

pemasaran masih menjadi kendala bagi para pengusaha batik.

Mereka masih bingung masih kebingungan untuk memasarkan


56

batiknya. Persaingan di era pasar bebas saat ini semakin ketat,

produk-produk batik batik asal China, Thailand, Malaysia dan

singapura sudah mulai memasuki pasar dalam negeri. Semakin

tahun semakin banyak pesaing baru yang bermunculan dengan

produk serupa dan dengan harga yang jauh lebih murah. Hanya

sebagian kecil minat remaja yang menggeluti usaha batik,

mempengaruhi regenerasi dan kemampuan dalam penggunaan

ide kreatifitas.

2. Pendidikan

Banyaknya pengusaha batik di Kota Pekalongan dapat

dikelompokkan menurut pendidikan yang dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Pengusaha Industri Batik di

Kota Pekalongan

No Pendidikan Terakhir Jumlah Presentase


1. SD 20 22,7%
2. SMP 37 42%
3. SMA 22 25%
4. S1 9 10,2%
Jumlah 88 100%
Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah pengusaha

batik berdasarkan tingkat pendidikan yaitu pengusaha yang


57

tingkat pendidikannya SD berjumalah 20 orang dengan

presentase 22,7%, pengusaha batik dengan pendidikan SMP

berjumlah 37 orang dengan presentase 42%, pengusaha batik

dengan pendidikan SMA berjumlah 22 orang dengan presentase

25%, dan pengusaha batik dengan pendidikan S1 berjumlah 9

orang dengan presentase 10,2%. Tingkat pendidikan pengusaha

yang mendominasi adalah pada tingkat SMP.

Pengusaha batik di Kota pekalongan rata-rata

berpendidikan SMP. Pengusaha kuarang dalam melakuakan

inovasi dan desain yang berkembang sangat pesat. Banyak dari

mereka yang masih mengalami gagap teknologi kurang

memanfaatkan penggunaan internet. Kurangnya pengetahuan

pengusaha dalam pengolahan limbah yang ramah lingkungan.

Limbah batik dibuang langsung ke sungai.

3. Modal

Modal dalam hal ini berdasarkan modal yang dikeluarkan

oleh pemilik untuk memulai membangun industri batik yang akan

dikelola. Deskripsi modal masing-masing industri adalah sebagai

berikut :
58

Tabel 4.3 Deskriptif Modal Pada Industri Batik

di Kota Pekalongan

No Modal Usaha Jumlah Presentase

1. Rp. 1.000.000 - Rp. 10.000.000 27 30,7%

2. Rp. 10.000.000 - Rp. 20.000.000 23 26,1%

3. Rp. 20.000.000 - Rp. 30.000.000 27 30,7%

4. >Rp. 30.000.000 11 12,5%

Jumlah 88 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa modal yang

dikeluarkan oleh industri batik sebagai berikut: pengusaha

industri batik dengan modal Rp.1.000.000-Rp.10.000.000

sebanyak 27 industri dengan presentase 30,7%, pengusaha

dengan modal Rp.10.000.000-Rp.20.000.000 sebanyak 23

industri dengan presentase 26,1%, pengusaha dengan modal

Rp.20.000.000-Rp.30.000.000 sebanyak 27 industri dengan

presentase 30,7%, dan pengusaha dengan modal lebih dari

Rp.30.000.000 sebanyak 11 industri dengan presentase 12,5%.

Terkait permodalan, banyak yang mengalami masalah.

Pengusaha batik masih kesulitan untuk mendapatkannya. Modal

yang dimiliki minim dan terbatas sehingga minat pengrajin

mendirikan usaha kurang. Terkadang modal tidak berputar

karena dihutang di pasar.


59

4. Tenaga Kerja

Tenaga Kerja yang terampil merupakan potensi sumber

daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses

pembangunan. Dalam industri batik di Kota Pekalongan jumalah

tenaga kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri Batik

di Kota Pekalongan

No Tenaga Kerja Jumlah Presentase

1. 1-15 18 20,5%

2. 15-30 20 22,7%

3. 30-45 28 31,8%

4. >45 22 25%

Jumlah 88 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja

pada industri batik di Kota Pekalongan dengan jumlah 1-15

sebanyak 18 industri dengan presentase 20,5%, industri dengan

tenaga kerja 15-30 sebanyak 20 industri dengan presentase 22,7%,

industri dengan tenaga kerja 30-45 sebanyak 28 industri dengan

prsentase 31,8%, dan industri dengan tenaga kerja lebih dari 45

sebanyak 22 industri dengan presentase 25%.

Beberapa pengusaha batik di Kota Pekalongan sulit


60

mencari tenaga kerja batik tulis karena rendahnya minat generasi

muda terhadap dunia kerja batik, karena upah yang didapat kecil

dan juga generesai muda sedikit sekali yang bisa membatik

dengan tangan. Tenaga kerja industri batik di Kota Pekalongan di

dominasi ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah tua.

5. Jenis Batik

Jenis batik yang diproduksi industri batik di Kota

Pekalongan dapat diihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5 Jenis Batik Pada Industri Batik di Kota Pekalongan

No Jenis Batik Jumlah Presentase

1. Batik Cap 22 25%

2. Batik Tulis 35 39,8%

3. Batik Printing 20 22,7%

4. Batik Sutra 11 12,5%

Jumlah 88 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa industri batik di Kota

Pekalongan memproduksi macam-macam jenis batik. Untuk

produksi batik cap sebnyak 22 industri dengan presentase 25%,

untuk produksi batik tulis sebanyak 35 industri dengan presentase

39,8%, untuk produksi batik printing sebanyak 20 industri dengan

presentase 22,7%, dan untuk produksi batik sutra sebanyak 11


61

industri dengan presentase 12,5%.

Bahwa pembuatan batik dengan cap dan batik printing

menghasilkan motif seperti batik yang sebenarnya bukan batik

lagi karena mutunya tidak mungkin dapat mengimbangi batik

yang sebenarnya, yakni yang dibuat dengan canting tulis (batik

tulis). Batik tulis dibuat dengan proses yang panjang dan sangat

membutuhkan keahlian dari si pembatik, sehingga harganya

cukup mahal jika dibandingkan dengan jenis batik lainnya.

6. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang muncul dari suatu

proses produksi yang membuat barang dan jasa untuk dijual

kembali. Biaya produksi sangat penting, terutama dalam pelaporan

keuangan. Biaya produksi industri batik di Kota Pekalongan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6 Biaya Produksi Pada Industri Batik

di Kota Pekalongan

No Biaya Produksi Per Bulan Jumlah Presentase


1. Rp. 10.000.000 – Rp. 20.000.000 27 30,7%
2. Rp. 20.000.000 – Rp. 30.000.000 25 28,4%
3. Rp. 30.000.000 – Rp. 40.000.000 20 22,7%
4. > Rp.40.000.000 16 18,2%
Jumlah 88 100%
Sumber : Data Primer yang diolah, 2020
62

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa biaya produksi per

bulan yang dikeluarkan oleh industri batik di Kota Pekalongan.

Biaya Produksi Rp.10.000.000- Rp.20.000.000 sebanyak 27

industri dengan presentase 30,7%, biaya produksi

Rp.20.000.000-Rp.30.000.000 sebanyak 25 industri dengan

presentase 28,4%, biaya produksi Rp.30.000.000-Rp.40.000.000

sebanyak 20 industri dengan presentase 22,7%, untuk biaya

produksi lebih dari Rp.40.000.000 sebanyak 16 industri dengan

presentase 18,2%.

Bahan pokok dan peralatan batik tambah naik, serta

tenaga kerja lama dalam pengerjaannya biaya produksi menjadi

bertambah dan keuntungan menjadi menurun.

7. Produk Industri

Produk Industri adalah produk yang diproduksi oleh

produsen kemudian dibeli oleh konsumen dengan tujuan akan

dijual kembali dan juga dipergunakan sebagai bahan baku untuk

proses produksi yang akan menghasilkan produk baru yang

mempunyai kemanfaatan yang lebih. Produk Industri batik di

Kota Pekalongan dapat dilihat pada table berikut ini.


63

Tabel 4.7 Produk Industri Batik di Kota Pekalongan

No Produk yang dihasilkan Jumlah Presentase

1. Kain panjang 24 27,3%

2. Selendang 19 21,6%

3. Pakaian 25 28,4%

4. Sarung 20 22,7%

Jumlah 88 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa, untuk produk kain

panjang sebanyak 25 industri dengan presentase 28,4%, untuk

produk selendang sebanyak 20 industri dengan presentase 22,7%,

untuk produk pakaian sebanyak 24 industri dengan presentase

27,3%, dan untuk produk sarung sebanyak 19 industri dengan

presentase 21,6%.

Produk dari batik tulis biasanya dijual keluar kota

ataupun diekspor ke luar negeri karena harganya yang mahal

dibandingkan dengan produk batik lainnya.

8. Jumlah Produksi

Jumlah barang yang akan diproduksi sesuai dengan

permintaan dan persediaan barang agar tidak mengurangi potensi

penjualan.
64

Tabel 4.8 Jumlah Produksi Pada Industri Batik

di Kota Pekalongan

No JumlahProduksiPerbulan Jumlah Presentase

1. 5 kodi – 30 kodi 27 30,7%

2. 30 kodi – 55 kodi 20 22,7%

3. 55 kodi – 75 kodi 25 28,4%

4. >75 kodi 16 18,2%

Jumlah 88 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa, jumlah produksi

perbulan 5-30 kodi sebanyak 27 industri dengan presentase

30,7%, jumlah produksi perbulan 30-55 kodi sebanyak 20 industri

dengan presentase 22,7%, jumlah produksi perbulan 55- 75 kodi

sebanyak 25 industri dengan presentase 28,4%, dan jumlah

produksi perbulan diatas 75 kodi sebanyak 16 industri dengan

presentasi 18,2%.

Untuk jumlah produksi batik sendiri sangat berpengaruh

terhadap cuaca. Karena masih banyak yang belum menggunakan

mesin untuk pengeringan, jika dipaksakan takut menurunkan

kualitas. Kualitas hasil batik dari pengeringan menggunakan sinar

matahari secara langsung dengan yang lainnya hasilnya akan

beda. Warnya akan lebih terang dan awet. Proksi batik pada saat
65

musim hujan sudah pasti akan turun bahkan tidak berproduksi

sama sekali.

9. Harga

Harga adalah nilai suatu barang yang ditentukan oleh penjual.

Tabel 4.9 Harga Pada Industri Batik di Kota Pekalongan

No Harga Batik Jumlah Presentase

1. Rp. 30.000- Rp. 100.000 28 31,8%

2. Rp. 100.000 – Rp.500.000 24 27,3%

3. Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 20 22,7%

4. >Rp 1.000.000 16 18,2%

Jumlah 88 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2020

Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa harga jual batik

Rp.30.000-Rp.100.000 sebanyak 28 industri dengan presentase

31,8%, harga jual batik Rp.100.000- Rp.500.000 sebanyak 24

industri dengan presentase 27,3%, harga jual batik Rp.500.000-

Rp.1.000.000 sebanyak 20 industri dengan presentase 22,7%,

dengan harga jual batik >Rp.1.0000.000 sebanyak 16 industri

dengan presentase 18,2%.

Kenaikkan harga bahan baku batik yang sudah berlangsung

hampir akhir akhir ini mengancam usaha batik sebab harga jual

batik di pasaran tetap. Para pengrajin batik sangat kesulitan

mendapatkan bahan baku batik dengan harga standar.


66

10. Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh

perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk

dan/atau jasa kepada pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang

penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang

diterima setelah dikurangi pengeluaran.

Tabel 4.10 Pendapatan Pada Industri Batik di Kota Pekalongan

No Pendapatan Per bulan Jumlah Presentase

1. Rp. 5.000.000 – Rp. 15.000.000 18 20,4%

2. Rp. 15.000.000 – Rp. 25.000.000 28 31,9%

3. Rp. 25.000.000 – Rp. 35.000.000 20 22,7%

4. >Rp. 35.000.000 22 25%

Jumlah 88 100%

Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa, pendapatan industri

batik di Kota Pekalongan sebagai berikut. Pendapatan per bulan

Rp.5.000.000-Rp.15.000.000 sebanyak 18 industri dengan

presentase 20,4%, pendapatan per bulan Rp.15.000.000-

Rp.25.000.000 sebanyak 28 industri dengan presentase 31,9%,

pendapatan per bulan Rp.25.000.000-Rp.35.000.000 sebanyak 20

industri dengan presentase 22,7%, dan untuk pendaptan

>Rp.35.000.000 sebanyak 22 industri dengan presentase 25%.

Pada saat musim hujan mengakibatkan produksi turun dan


67

juga akan berdampak pada menurunnya pendapatan, serta

pelanggan yang berhutang juga mengakibatkan pendapatan

berkurang.

4.2 Faktor-Faktor Internal Kekuatan dan Kelemahan pada Industri

Batik di Kota Pekalongan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, terkait

faktor internal ( kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan

ancaman).

1. Kekuatan (Strenght) :

 Model Variatif

Model batik dinilai berdasarkan model dan motif produk.

produk batik di Kota Pekalongan memiliki model dan motif

yang bervariatif. Konsumen menyebutkan daya tarik utama

datang membeli batik Pekalongan adalah karena model dan

desainnya yang beragam beda dengan yang lainnya.

“Kalau batik mungkin semua rata-rata sama. Tapi yang

membedakan kita dengan yang lain yaitu model baju, motif, dan

juga kualitasnya. Produk lebih banyak dan bervariatif. “

 Bahan Baku Berkualitas

Selain model yang bervariatif, penggunaaan bahan baku yang

berkualitas bisa menjadi daya tarik konsumen untuk membeli

batik Pekalongan. Produk yang dihasilkan tidak mudah rusak

saat digunakan. Kualitas kain dan yang digunakan dalam proses


68

produksi menggunakan kain sutera, kain rayon, kain prisma dan

kain primisima yang termasuk jenis kain berkualitas tinggi.

Sedangkan industri pesaing kain katun, tubing dan isco.

“Bahan baku banyak banyak, dalam pembuatan yang

diperlukan lilin, obat, kain macam-macam, ada sutera, rayon,

prisma dan juga primisima. Itu untuk jenis kain yang

berkualitas tinggi. Ada juga jenis kain yang lain seperti katun,

tubing, dan isco. “

 Keistimewahan Produk

Batik Pekalongan berani dalam memadukan warna-warna yang

terang dengan kombinasi yang dinamis. Beberapa batik di

Pekalongan ada beberapa yang tetap menggunakan pewarna

alami. produksi semua berjalan dengan baik, dari mesin dan

peralatan yang dimiliki dapat memenuhi kebutuhan produksi.

Produk batik yang diproduksi memiliki standar kualitas produk

yaitu batiknya tidak luntur jika dicuci.

“Kalau untuk pewarnaan batik ada obat batiknya, ada dari

pewarna alami dan juga pewarna sintetik. Jenis pewarna

sintetik bermacam-macam ada nathol, osposion, dan reaktif.

Untuk pewarna alami susah didapat dan dan prosesnya lebih

lama. “

 Mengikuti Trend Pasar

Batik Pekalongan mampu menyesuaikan apa yang menjadi tren


69

di pasar. Motif bermacam-macam dan warna batik bagus tidak

mudah mudah rusak, inovasi produk yang dilakukan mencakup

inovasi menciptakan motif batik baru agar semakin beragam

jumlahnya, inovasi warna batik dengan mengikuti tren-tren

warna terkini sesuai dengan perkembangan jaman, dan inovasi

desain pakaian dengan melihat referensi pada internet.

Penciptaan ide, kreativitas dan inovasi dilakukan oleh pemilik

sendiri. Pemilik konsisten dalam menjaga kualitas batiknya,

juga konsisten dalam pengerjaan pemesanan batik.

“Untuk desain pakain seringkali lihat dari internet, kemudian

serahkan ke pengrajinnya. Inovasi produk sering menciptakan

motif baru sesuai dengan trend permintaan pasar. Harus

konsisten dalam menjaga kualitas batiknya. “

2. Kelemahan (Weakness) :

 Pemasaran Belum Optimal

Banyak pengusaha yang belum memaksimalkan internet secara

maksimal. Masih belum optimal dalam melakukan promosi dan

pemasarannya.

“Kalau untuk promosi dan pemasaran, di Kota Pekalongan

rata-rata pengusaha batik semua, banyak yang

membuat/produksi batik semua memasarkan batiknya, kalau

tidak pintar penjualannya ya kalah saing dengan yang lainnya.“

 Harga tidak kompetitif


70

Biaya produksi dan biaya pengendalian mutu yang tinggi.

Persaingan harga untuk produksi batik di Kota Pekalongan

sangat besar, sehingga perlu untuk memperhatikan harga

pasaran batik. Harga batik Pekalongan hanya dijual murah, lalu

dijual kembali oleh pengusaha retail dengan harga mahal.

“Soal harga batik disini tidak kompetitif. Biaya produksi dan

biaya pengendalian mutu yang tinggi. Apabila harga bahan

baku naik otomatis biaya produksi juga akan naik tapi untuk

harga masih tetap. Tentunya ini akan sangat berdampak pada

pendapatan yang mengalami penurunan. “

 Tenaga Kerja Berkurang

Kota Pekalongan sulit untuk mencari tenaga kerja, dikarenakan

tenaga kerja lebih memilih bekerja di bidan lainnya. Rata-rata

tenaga kerja yang ada di industri batik adalah orang tua yang

kurang produktif.

“Semakin besar industriya modal yang dibutuhkan semakin

banyak. Ketersediaan tenaga kerja yang berkurang, sekarang

tenaga kerja yang usia muda lebih memilih sebagai karyawan

toko atau pegai negeri dan lain-lain. Sedangkan yang tua

semakin tidak produktif yang muda mayoritas tidak mau bekerja

di batik. “

 Alat Produksi Tradisional

Industri batik di Kota Pekalongan masih menggunakan alat


71

tradisional, hanya industri besar yang sudanh menggunakan

mesin.

“Di Kota Pekalongan untuk produksi batik rata-rata masih

menggunakan alat tradisional masih bergantung pada alam. “

3. Peluang (Opportunity) :

 Batik sebagai Warisan budaya

Pengusaha batik yang ada di Kota Pekalongan dalam

meningkatkan dan mengembangkan penjualan produk batiknya.

Seperti halnya diangkatnya batik sebagai warisan budaya

Indonesia dan menjadi fashion sehari-hari.

“Batik merupakan warisan budaya Indonesia, pasti sering

digunakan oleh orang-orang. Semua kalangan sekarang sudah

menggunakan batik untuk kehidupan sehari-hari. “

 Bahan Baku Mudah Didapat

Penyediaan bahan yang mudah didapat membuat para

pengusaha tidak khawatir dengan hal itu, karena mereka dapat

memperoleh bahan baku di Kota sendiri.

“ untuk masalah bahan baku di Kota Pekalongan sudah banyak

yang menjualnya, seperti kain mori, obat, malam, dan canting

jadi tak perlu mngeluarkan banyak biaya untuk membeli bahan

baku. “

 Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Pemakaian Seragam

Batik PNS, Karyawan BUMN dan Swasta.


72

Pemerintah mengeluarkan ketentuan kewajiban pemakaian batik

bagi para PNS maupun karyawan BUMN, bahkan swasta dua hari

selama lima hari kerja. Ini merupakan penegasan dari pelaksanaan

pemakaian batik di lingkungan kerja PNS maupun swasta yang

saat ini mulai berjalan.

“ Adanya kebijakan pemerintah tentang pemakaian seragam

batik bagi PNS juga sangat membantu sekali bagi para

pengusaha batik dan adnya pembinaan dan pelatihan dari dinas

terkait. “

 Terbukanya Pasar Ekspor

Batik menjadi identitas bangsa yang semakin populer dan

mendunia. Industri batik juga memiliki peran penting bagi

perekonomian nasional serta menjadi penyumbang devisa negara,

karena memiliki pasar ekspor yang besar seperti di Jepang,

Amerika Serikat, dan Eropa.

"Industri batik memiliki daya saing tinggi di pasar internasional.

Indonesia menjadi pasar yang menguasai pasar batik dunia. “

4. Ancaman (Treaths) :

 Cuaca

Saat musim hujan dapat mengganggu produksi para pengusaha

maupun pengrajin batik yang masih mengandalkan sinar matahari

untuk mengeringkan kain batik setelah melalui proses pewarnaan.


73

“ cuaca sangat berpengaruh sekali bagi pengusaha batik, soalnya

kalo hujan sudah pasti tidak bisa melakukan produksi. Cuaca saat

musim hujan membuat pengusaha menghentikan produksi

daripada kualitas yang dihasilkan tidak bagus. “

 Bahan Baku Semakin Mahal

Harga bahan baku yang semakin mahal membuat pengusaha

batik di Kota Pekalongan mengalami penurunan omzet. Hal itu

menjadi penghambat dalam pengembangan usaha mereka.

“ akhir-akhir ini harga bahan baku sangat mahal, banyak yang

mengeluhkan hal ini, karena dapat menyebabkan berhentinya

produksi batik. Harga bahan baku naik tapi harga batik tetap. “

 Pesaiang Semakin Banyak

Persaingan produk batik lokal atauoun global. Persaingan yang

dimkasud adalah batik yang datang dari Cina dengan motif yang

sama djual dengan harga murah. Hal tersebut dapat berpengaruh

pada kelangsungan sentra batik yang ada.

“ persaingan usaha itu sudah hal wajar, karena setiap usaha

pasti ada saingannnya. Banyak pesaing-pesaing baru

bermunculan dengan menjual harga batik yang lebih murah. “

 Motif Ditiru Pesaing Lainnya

Pesaing dari daerah lain banyak yang melakukan plagiasi

mengenai motif yang ada pada industri batik di Kota

Pekalongan.
74

“ Persaingan yang tidak sehatlah yang menjadi rusak usaha.

Seperti meniru motif batik yang sudah ada, motif batik yang

dibikin disini jadi sama dengan yang disana dengan kualitas

yang jauh lebih rendah. “

4.3 Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah alat yang dapat dapat membantu

mengembangkan empat tipe strategi : SO (kekuatan-peluang-strenghts-

opportunities), WO (kelemahan-peluang-weakness-opportunities), ST

(kekuatan ancaman strengths-threats), WT (kelemahan-ancaman-weakness-

threats). Mencocokan faktor eksternal dan internal adalah kunci bagian

yang paling sulit dalam mengembangkan matriks SWOT dan

membutuhkan penilaian yang baik.

Tabel 4.11 Matriks SWOT Industri Batik di Kota Pekalongan

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

IFAS  Produk memiliki  Pembuangan

model bervariatif limbah cair

 Letak toko masih disungai

strategis  Haraga tidak

 Bahan baku kompetitif

berkualitas  Penjualan dan

 Keistimewahan promosi belum

produk optimal

 Tenaga kerja  Modal terbatas


75

terampil  Alat produksi

tradisional

EFAS

Peluang (O) Strategi SO Strategi WO

 Batik 1) Melakukan 1) Meningkatkan

merupakan inovasi produk kinerja

warisan batik baik dari perusahaan

budaya segi motif, dengan

 Adanya pewarnaan dan melakukan

dukungan desain baju serta pelatihan bagi

dari menonjolkan ciri karyawan untuk

pemerintah khas. meningkatkan

dan swasta 2) Meningkatkan skill dan

terkait dan profesionalitas

pelatihan dan mempertahankan serta untuk

pameran. kualitas produk mendapatkan

 Anjuran serta pelayanan motivasi dan

pemakaian untuk menjaga wawasan yang

seragam citra perusahaan lebih luas.


76

batik bagi dan kepercayaan 2) Memanfaatkan

siswa konsumen. teknologi

maupun 3) Memberikan internet untuk

pegawai potongan harga memperkaya

pemerintah. untuk pembelian motif dan

 Bahan baku produk batik pewarnaan.

mudah dalam jumlah

didapat besar untuk

 Terbukanya menarik

pasar ekspor konsumen

 Daya beli 4) Pemanfaatan

konsumen teknologi untuk

yang sarana promosi

meningkat dan penjualan

Ancaman (T) Strategi (ST) Strategi WT

a. Persaingan 1) Mengembangkan 1) Perbaikan

usaha baik daya saing kondisi

dari dalam dengan perusahaan dan

maupun luar mendahului para perluasan

negeri pesaing dalam sistem

b. Munculnya berinovasi pada pemasaran.


77

batik printing motif, pewarnaan

c. Plagiarism dan desain baju

motif dari jadi.

pesaing

d. Cuaca

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui maka strategi

pengembangan industri batik di Kota Pekalongan mengembangkan empat

strategi yaitu;

 Strategi SO (SO Strategies) :

a. Melakukan inovasi produk batik dari segi motif, pewarnaan, dan

desain baju dengan menonjolkan ciri khas.

Inovasi yang dilakukan adalah menciptakan motif baruagar semakin

beragam, memadukan warna-warna yang terang dan mendesain

baju sesuai dengan tren permintaan pasar.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kualitas produk serta

pelayanan untuk menjaga citra perusahaan dan kepercayaan

konsumen.

Menggunakan bahan baku yang berkualitas untuk menghasilkan

produk yang berkualitas. Produk yang dihasilkan tidak mudah

rusak.

c. Memberikan potongan harga untuk pembelian produk batik dalam

jumlah besar untuk menarik konsumen


78

Setiap konsumen yang membeli batik dengan jumlah besar

diberikan potongan harga agar konsumen lebih tertarik dengan batik

yang dijual.

d. Kebijakan Pemerintah Daerah.

Dengan adanya kebijakan dari pemerintah daerah membuat untung

bagi pengusaha batik karena banyak pesanan seragam dari dinas

terkait.

 Strategi WO (WO Strategies) :

a. Meningkatkan kinerja perusahaan dengan melakukan pelatihan

bagi karyawan untuk meningkatkan skill dan profesionalitas serta

untuk mendapatkan motivasi dan wawasan yang lebih luas.

Karyawan yang ada diberikan pelatihan untuk meningkatkan skill

dan prosefesionalitas agar batik yang dihasilkan memiliki model

dan motif yang bervariatif.

b. Memanfaatkan teknologi internet untuk memperkaya motif , desain

dan pewarnaan.

Dengan memanfaatkan teknologi yang ada hal ini dapat bersifat

positif, karena membuat botik menjadi beragam dalam motifnya.

Dengan bantuan teknogi, saat pembuatan desain batik, satu pola

batik akan diterjemahkan dengan 3d didalam computer, lalu pola

tersebut akan menjalar menjadi ribuan motif lainnya.

c. Memberikan diskon dan potongan harga kepada konsumen supaya

tidak pindah ke penjual lain.


79

Potongan harga akan membuat konsumen tertarik untuk membeli

produk yang dijual.

d. Menjaga hubungan dengan pemasok bahan baku sehingga terjalin

hubungan yang harmonis dan bahan baku dapat berjalan dengan

lancar.

Peran pemasok bahan baku sangat penting, harus menjalin

hubungan dengan baik apabila tidak ingin ditinggal pergi.

 Strategi ST (ST Strategies) :

a. Mengembangkan daya saing dengan mendahului para pesaing

lainnya dalam berinovasi pada motif, pewarnaan dan desain untuk

baju batik.

Melakukan inovasi dengan cara menambah model kreasi batik yang

lebih bervariatif seperti baju, celana, kain , dan juga sarung.

b. Menjaga kualitas produk.

Menjaga kualitas produk dengan menggunakan bahan baku yang

berkualitas.

 Strategi WT (WT Strategies) :

a. Perbaikan kondisi perusahaan dan perluasan system pemasaran.

Melakukan evaluasi pada semua hal yang berkaitan dengan usaha

batik agar mengetahui penyebab yang menimbulkan hambatan.

b. Melakukan kerjasama dengan distributor yang terletak di titik-titik

penting.
80

Mengunjungi distributor yang bersangkutan atau mendatangi outlet

yang ada buatlah perjanjian kerjasama.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Gambaran Umum Industri Batik Pekalongan

Kota Pekalongan adalah salah satu kota di pesisir pantai utara

Provinsi Jawa Tengah.Pekalongan di juluki kota batik hal tersebut

tidak terlepas dari sejarah bahwa sejak puluhan dan ratusan tahun

lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik

Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik

Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan.

Batik telah menjadi nafas penghidupan masyarakat Pekalongan dan

terbukti tetap dapat eksis dan tidak menyerah pada perkembangan

jaman, sekaligus menunjukkan keuletan dan keluwesan

masyarakatnya untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran baru. Selain

itu, di pekan batik internasional pada tahun 2011 lalu, Pekalongan

mendemonstrasikan slogan barunya yakni World’s City Of

Batik yang menjadi langkah awal kota batik mendunia.

Setiap tahunnya di kota pekalongan diadakan festival Hari

Batik Nasional. Festival ini dilakukan bertujuan untuk

mempromosikan batik kepada masyarakat umum. Selain itu, tujuan

lainnya adalah mempromosikan batik ke pasar mancanegara dan

meningkatkan pemasaran batik secara global, meningkatkan jaringan

pasar, serta mendatangkan pembeli dari dalam maupun luar negeri.


81

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan Muliana, Kooswardhono dan Makmun (2008), Kivot Rizki

Kurniawan (2014), Margareta Ninda Arlita dan Lutfi Muta’ali (2005),

Akhmad Fahrur Rozi (2017), Elysa Paramitha Putri (2015), Asri

Laksmini, Julianus Johnny Sarungu, dan margana (2015) metode

penelitian yang sama-sama menggunakan analisis SWOT.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti

terhadap industri batik di Kota Pekalongan, maka dapat diketahui

bahwa posisi produk batik yang diproduksi industri batik di Kota

Pekalongan terhadap produk pesaing batik lainnya memiliki

keunggulan dibanding dengan pesaing-pesaing lainnya. Keunggulan

tersebut terletak pada produk yang dihasilkan serta tempat atau

distribusi yang dilakukan. Adapun motto yang tepat bagi batik

Pekalongan yaitu Soal Mutu Berani Diadu. Hal ini bermakna bahwa

dalam segi kualitas produk yang dihasilkan oleh industri batik di

Kota Pekalongan mampu bersaing dengan pesaing-pesaing lainnya.

Meskipun harga batik yang diproduksi oleh industri batik di Kota

Pekalongan tergolong lebih mahal dibanding dengan pesaing

lainnya, tetapi batik Pekalongan mampu memberikan kualitas

produk yang bagus bagi para konsumen. Analisis Marketing Mix

Menurut Gitosudarmo (2001:203), marketing mix adalah alat bagi

perusahaan untuk mempengaruhi konsumen agar konsumen tersebut

dapat menjadi kenal, menyenangi dan kemudian melakukan


82

transaksi pembelian serta akhirnya konsumen itu menjadi puas.

Adapun rumusan alternatif usulan strategi pemasaran yang tepat

bagi batik Pekalongan dengan marketing mix, antara lain adalah

sebagai berikut:

1. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat menghasilkan

kepuasan bagi pemakainya. Untuk itu menjaga kualitas produk

yang dihasilkan sangatlah penting bagi perusahaan. Adapun

langkah yang harus dilakukan oleh industri batik di Kota

Pekalongan dalam hal menjaga kualitas produk dan memenuhi

keinginan dari konsumen antara lain adalah sebagai berikut:

 Penambahan varian produk sangat penting untuk dilakukan

oleh industri batik di Kota Pekalongan, sebab dengan

produk yang ada pada batik Pekalonagn seperti kain, hem,

selendang, daster, dan sarung atau bawahan tersebut dirasa

masih kurang sehingga perlu menambah produk yang

sedang berkembang untuk produk bermotif batik seperti tas

batik, sepatu batik, accessories batik, dan lain sebagainya.

Dengan penambahan varian produk tersebut, diharapkan

dapat memenuhi kebutuhan dari konsumen terhadap produk

yang dibutuhkannya sehingga konsumen tidak pindah

kepada pesaing lainnya. Pada saat ini batik Pekalongan

hanya menggunakan jenis kain sutra, primisima dan kain

katun prima, sebisa mungkin untuk memberikan harga yang


83

bervariatif kepada konsumen sehingga dapat digunakan

untuk kalangan menengah bawah, maka batik Pekalongan

dapat menggunakan jenis kain lain yang memiliki kualitas

dan harga dibawah kain katun.

2. Penetapan Standar Mutu

 Pemilihan bahan baku yang selektif untuk menjaga kualitas

yang ada di industri batik Pekalongan dengan cara tidak

menerima bahan baku yang tidak sesuai dengan standar

mutu untuk diproses selanjutnya.

 Tidak menerima produk setengah jadi yang belum sesuai

dengan standar mutu yang ada pada batik Pekalongan.

3. Kemasan

Melakukan pengemasan dengan box, kemudian baru

dikemas lagi menggunakan plastic bag, hal ini bertujuan untuk

melindungi produk dari air atau kotoran yang dapat mengurangi

nilai dari produk tersebut.

4. Harga

Harga merupakan komponen penting yang harus

dipikirkan secara detail oleh pengusaha. Dalam menetapkan

harga produk, batik Pekalongan menggunakan metode yang

digunakan untuk menetapkan harga dengan cara menjumlahkan

biaya per unit dengan suatu jumlah untuk menutupi laba yang

diinginkan pada unit tersebut. Untuk dapat menarik perhatian


84

konsumen mengenai strategi harga yang ditetapkan oleh batik

Pekalongan, maka langkah yang harus dilakukan yaitu dengan

cara:

 Memberikan potongan harga atau diskon kepada konsumen

yang membeli produk-produk batik Pekalongan dalam

jumlah yang besar.

 Memberikan potongan harga kepada konsumen yang

bersedia membeli produk keadaan tidak sempurna (cacat).

5. Pemberian Hadiah atau Komisi

Memberikan komisi atau hadiah kepada agen perantara,

misalnya sopir taksi, tukang becak, sopir pribadi, dan lain

sebagainya yang menghantarkan tamu atau konsumen untuk

membeli produk yang diproduksi oleh batik Pekalongan dengan

prosentase yang telah ditetapkan melalui kebijakan perusahaan.

Hal ini yang nantinya menarik para perantara untuk ikut serta

dalam memasarkan produk batik Pekalongan.

6. Distribusi

Saluran distribusi sangat dibutuhkan bagi penyaluran

produk dari produsen hingga sampai ke tanggan konsumen akhir.

Batik Pekalongan dalam pengiriman produk ke beberapa daerah

dan kota yang menjadi daerah tujuan dari pemasarannya hanya

menggunakan jasa paket. Untuk itu perlu memiliki karyawan

khusus yang menangani tentang penyaluran produk yang berada


85

di dalam kota serta melakukan kerjasama dengan agen perantara

yang dapat mengantarkan produk-produknya dengan cepat dan

tepat waktu sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis

antara produsen dan konsumen.

7. Promosi

Promosi merupakan komunikasi yang bertujuan untuk

menginformasikan suatu produk perusahaan kepada masyarakat.

Adapun usulan strategi pemasaran melalui promosi yang dapat

dilakukan oleh industri batik di Kota Pekalongan, antara lain

adalah sebagai berikut:

 Penjualan Perseorangan, Jika sebelumnya promosi melalui

personal selling dilakukan melalui media telephone oleh batik

Pekalongan, maka ada cara lain yang dapat dilakukan dalam

rangka mempromosikan produkproduknya yaitu melalui

media online. Dengan media tersebut industri batik

Pekalongan dapat dengan mudah menawarkan produk yang

dihasilkannya kepada konsumen secara luas dan bebas.

Dengan media ini pemilik dapat melakukan kegiatan seperti

tawar menawar harga, pemesanan produk, serta menerima

kritik dan saran dari konsumen.

 Promosi Penjualan, promosi penjualan dapat dilakukan

dengan cara mengikuti event-event dan lomba yang diadakan


86

oleh pemerintah daerah mengenai festival batik, sehingga

dengan mengikuti kegiatan tersebut dapat menarik perhatian

masyarakat yang menyaksikannya. Selain dapat

memperlihatkan produk-produk yang dihasilkannya kepada

masyarakat luas.

 Publisitas, publisitas merupakan cara yang digunakan oleh

industri batik Pekalongan dalam mempromosikan produk-

produknya kepada masyarakat luas melalui media online

facebook dan website. Tetapi dengan media tersebut dirasa

masih kurang maksimal sehingga perlu dilakukan

pernambahan media yang sedang trend yaitu melalui media

telegram, twitter, blog, dan instagram.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Batik Pekalongan mempunyai ciri khas atau karakter berbeda

dengan daerah lain. Batik pekalongan yang ceria dan berwarna-

warni banyak disukai konsumen dalam negeri maupun luar

negeri.

2. Industri batik Pekalongan senantiasa kreatif mengikuti

perkembangan zaman.

3. Kondisi SDM industri batik Pekalongan yang kurang baik,

karena mayoritas berlatar belakang pendidikan yang rendah

dan usia tenaga kerja yang sudah tua. Harga bahan baku yang

selalu naik. Belum menggunakan teknologi yang modern.

4. Rumusan strategi pengembangan berdasarkan kombinasi

strategi matriks SWOT adalah strategi SO, yaitu menggunakan

kekuatan (strength) yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang

(opportunity) yang ada. Strategi ini adalah melakukan inovasi

produk dan meningkatkan kualitas produk dengan

memanfaatkan teknologi modern.

87
5.2 Saran

Saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut :

1. Pemilik usaha harus memberikan memberikan pelatihan dan

melakukan regenerasi kepada karyawan untuk

mengembangkan keahlian di bidang produksi.

2. Menambah peralatan produksi seperti mesin, untuk mengatasi

permintaan produk. Memperbaiki kualitas produk untuk

mengatasi para pesaing lainnya dan penambahan jenis produk

yang dipasarkan agar mempunyai daya tarik.

3. Memasukkan pelajaran batik pada kurikulum muatan lokal

pada sekolah-sekolah untuk memperkenalkan dan mewariskan

pengetahuan dan ketrampilan membatik kepada generasi

penerus.

88
DAFTAR PUSTAKA

Ananda Dwi Amin & Dwi Susilowati. 2017. Pengembangan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis Industri Kreatif di Kota
Malang. Volume 10. Hal. 120-142.
Alhusain Sani Achmad. 2015. Jurnal ekonomi & Kebijakan Publik. Kendala
dan Upaya Pengembangan Industri Batik di Surakarta Menuju
Standardisasi. Vol. 6, No. 2, 199-213.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2018. Jawa Tengah Dalam Angka
Tahun 2018. Semarang : Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan. 2018. Pekalongan Dalam Angka
Tahun 2018. Kota Pekalongan : BPS Pekalongan.
Eva, Rin, dan Kap. (2013). Standar dan mutu produk, tingkatkan daya saing.
Diperoleh tanggal 16 Desember 2019. Diunduh pada
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=49101-Standa
rtdanMutuProduk,TingkatkanDayaSaing.
Haula Nakhwatunnisa, Yanah, dkk. 2017. Strategi Peningkatan Daya Saing
UMKM Dalam Menghadapi Ekonomi ASEAN.
Imawan riswandha. 2002. Peningkatan Daya Saing: Pendekatan
Paradigmatik-Politis. Volume 6, Nomor 1, 79-104
Jerayaj, K.L., Muralidharan, C., Shentilvelan, T., Desmukh, S.G.. 2012.
Application of SWOT and Principal Component Analysis in a Textile
Company – A Case Study. Journal of Engineering Research and
Development, Volume 1, Issue 9, PP.46-54.
Kalpande, S.D., Gupta, R.C., Dandekar, M.D..2010. A SWOT Analysis Of
Small And Medium Scale Enterprises Implementing Total Quality
Management. International Journal of Business, Management and
Social Sciences, Volume 1, No. 1, pp, 59-64.
Kamil Ahmad. 2015. Industri Kreatif Indonesia: Pendekatan Analisis Kinerja
Industri. Vol. 10 No. 2 Hal. 207-225.
Karmini. 2017. Strategi dan Program Penguatan Daya Saing Barang Kayu
dan Hasil Hutan di Kota Tarakan. 1(2): 106-112.
Kasmirudin & Armi Chintya. (2015). Analisis SWOT Sebagai Strategi
Meningkatkan Daya Saing pada Bisnis Usaha Sepatu.
Massie James, Kana Lang, dkk. 2015. Strategi Menciptakan Daya Saing Nilai
Produk Usaha Mikro di Manado. Volume 15 No. 05 Tahun 2015
Muhammad Tahwin. (2014) Strategi Pengembangan Batik Tulis Lasem
Dengan Analisis SWOT. 9 (2), 57-70.

89
Nahiyah, Jaidi Faraz. 2012. Evaluation on the Empowerment Program for
Female Batik Producers. International Journal of Humanities and
Applied Sciences (IJHAS). Vol 1, No. 1
Nugroho, Tricahyo. 2011. Analisis Klaster Industri Untuk Meningkatkan Daya
Saing Pada Industri Batik di Surakarta (Studi Kasus di Kampung Batik
Laweyan dan Kampung Batik Kauman). Tesis: Universitas Diponegoro
Nurhayati Siti. (2016, September). Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Strategi
Penguatan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Batik
Menghadapi ASEAN ECONOMIC COMMUNITY. Volume 19. Nomor
02.
Purba Lasmaria Susanti, Eko Prasetyo. (2018). Analisis Faktor Produksi
Terhadap Daya Saing Batik Semarangan. 7 (3).
Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rachma Fitriati. 2015. Menguak Daya Saing UMKM Industri Kreatif.
Salma Rohana Irfa’ina. (2013). Corak Etnik dan Dinamika Batik Pekalongan.
30 (2).
Yunanto Yogi. 2017. Sumber Daya Manusia Industri Kreatif (Tenun Ikat)
Menghadapi Persaiangan Bisnis di Era MEA Kota Kediri.Vol. 2, No.
1, Hal 1-8.
Undang-undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

90

Anda mungkin juga menyukai