OLEH:
CITRA PUSPASARI
H14101124
Oleh
CITRA PUSPASARI
H14101124
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
Citra Puspasari
H14101124
RIWAYAT HIDUP
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan Di
Indonesia”. Industri mi instan merupakan topik yang sangat menarik karena
industri tersebut mempunyai persaingan yang ketat dalam pasar dan merupakan
salah satu industri makanan yang dalam waktu relatif cepat dapat menghadapi
dampak dari krisis ekonomi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik
secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran
dan kritikan Beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan
skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Toni
Irawan, S.E., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun
demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya
merupakan tanggung jawab penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang
tua penulis, yaitu Bapak Supomo dan Ibu Aisah serta Kakak penulis atas
kesabaran, nasehat, doa dan dorongan semangat yang diberikan bagi penulis,
penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudara Thaufiq Abadi atas
bantuannya selama penyusunan skripsi ini dalam memberikan dorongan semangat
bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua peserta Seminar Hasil
Penelitian yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membantu penulis
dalam melakukan perbaikan penyusunan skripsi ini. Semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Citra Puspasari
H14101124
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 13
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................ 14
2.1. Konsep Dasar Ekonomi Industri ................................................... 14
2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ........................................... 15
2.2.1. Struktur Pasar ..................................................................... 21
2.2.2. Perilaku Pasar ...................................................................... 31
2.2.3. Kinerja Pasar ....................................................................... 33
2.3. Defenisi Mi Instan ......................................................................... 35
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...................................................... 38
2.5. Kerangka Pemikiran....................................................................... 40
2.6. Hipotesis......................................................................................... 42
III. METODE PENELITIAN....................................................................... 44
3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 44
3.2. Metode Analisis ............................................................................. 45
3.2.1. Analisis Struktur Pasar (Market Structure).......................... 45
3.2.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) ........................................ 48
3.2.3. Kinerja Pasar (Market Performance) ................................... 49
3.2.4. Hubungan Struktur dan Kinerja ........................................... 49
3.3. Analisis Time Series (Runtun Waktu) ........................................... 53
3.3.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) ............................................ 53
ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA
INDUSTRI MI INSTAN DI INDONESIA
OLEH:
CITRA PUSPASARI
H14101124
Oleh
CITRA PUSPASARI
H14101124
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
Citra Puspasari
H14101124
RIWAYAT HIDUP
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Mi Instan Di
Indonesia”. Industri mi instan merupakan topik yang sangat menarik karena
industri tersebut mempunyai persaingan yang ketat dalam pasar dan merupakan
salah satu industri makanan yang dalam waktu relatif cepat dapat menghadapi
dampak dari krisis ekonomi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik
secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran
dan kritikan Beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan
skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Toni
Irawan, S.E., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun
demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya
merupakan tanggung jawab penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang
tua penulis, yaitu Bapak Supomo dan Ibu Aisah serta Kakak penulis atas
kesabaran, nasehat, doa dan dorongan semangat yang diberikan bagi penulis,
penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudara Thaufiq Abadi atas
bantuannya selama penyusunan skripsi ini dalam memberikan dorongan semangat
bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua peserta Seminar Hasil
Penelitian yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membantu penulis
dalam melakukan perbaikan penyusunan skripsi ini. Semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Citra Puspasari
H14101124
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 13
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................ 14
2.1. Konsep Dasar Ekonomi Industri ................................................... 14
2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ........................................... 15
2.2.1. Struktur Pasar ..................................................................... 21
2.2.2. Perilaku Pasar ...................................................................... 31
2.2.3. Kinerja Pasar ....................................................................... 33
2.3. Defenisi Mi Instan ......................................................................... 35
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...................................................... 38
2.5. Kerangka Pemikiran....................................................................... 40
2.6. Hipotesis......................................................................................... 42
III. METODE PENELITIAN....................................................................... 44
3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 44
3.2. Metode Analisis ............................................................................. 45
3.2.1. Analisis Struktur Pasar (Market Structure).......................... 45
3.2.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) ........................................ 48
3.2.3. Kinerja Pasar (Market Performance) ................................... 49
3.2.4. Hubungan Struktur dan Kinerja ........................................... 49
3.3. Analisis Time Series (Runtun Waktu) ........................................... 53
3.3.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) ............................................ 53
3.4. OLS (Ordinary Least Square)........................................................ 55
3.5. Uji Statistika dan Ekonometrika .................................................... 57
IV. GAMBARAN INDUSTRI MI INSTAN DI INDONESIA .................... 62
4.1. Sejarah Perkembangan ................................................................... 62
4.1.1. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Dunia.......................... 62
4.1.2. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Jepang ........................ 64
4.1.3. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Indonesia.................... 66
4.2. Gambaran Umum Industri Mi Instan ............................................. 66
4.2.1. Modal Asing Dalam Industri Mi Instan ............................... 69
4.2.2. Profil Perusahaan Mi Instan ................................................. 72
4.3. Saluran Distribusi Industri Mi Instan............................................. 78
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 80
5.1. Struktur Pasar ................................................................................. 80
5.1.1. Konsentrasi Pasar ................................................................. 82
5.1.2. Hambatan Masuk Pasar........................................................ 83
5.2. Perilaku Pasar................................................................................. 85
5.2.1. Strategi Harga....................................................................... 85
5.2.2. Strategi Produk..................................................................... 86
5.2.3. Strategi Promosi ................................................................... 88
5.3. Kinerja Pasar .................................................................................. 90
5.4. Hubungan Struktur Dan Kinerja .................................................... 91
5.5. Implikasi Kebijakan ...................................................................... 96
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 100
6.1. Kesimpulan .................................................................................... 100
6.2. Saran .............................................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 106
LAMPIRAN .................................................................................................... 107
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Nomor Halaman
2.1. Pendekatan Tradisional Structure Conduct Performance (S-C-P) ........... 19
2.2. Paradigma Structure Conduct Performance (S-C-P)................................ 20
2.3. Klasifikasi Berdasarkan Wadah, Pengemasan, Rasa dan Pembuatan....... 38
2.4. Skema Alur Pemikiran Konseptual........................................................... 45
4.1. Saluran Distribusi Industri Mi Instan ....................................................... 84
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Nilai CR1 dan CR4 Industri Mi Instan di Indonesia (1986-2003) ................ 114
2. Nilai Minimum Efficiency Scale (MES) Industri Mi Instan Indonesia
(1986-2003).................................................................................................. 115
3. Price-Cost-Margin Industri Mi Instan Indonesia (1986-2003).................... 116
4. Nilai Efisiensi-X Industri Mi Instan Indonesia (1986-2003) ....................... 117
5. Ekspor dan Impor Industri Mi Instan Indonesia (1986-2003) ..................... 118
6. Nilai Produktivitas Industri Mi Instan Indonesia (1986-2003) .................... 119
7. Trend Permintaan Mi Instan Dunia.............................................................. 120
8. Hasil Estimasi Regresi Industri Mi Instan ................................................... 121
I. PENDAHULUAN
Indonesia. Kenaikan konsumsi mi instan yang juga sebagai salah satu sumber
dengan semakin maraknya jenis pangan olahan yang siap saji dan praktis, serta
yang dihasilkan sangat beragam dan promosinya juga kuat. Banyak ragam jenis
dan cara memasak dari mi. Produk mi dapat dengan cepat diolah, disajikan dan
dengan kemasan yang bagus serta variasi harga yang memungkinkan masyarakat
Konsumen produk mi juga meliputi semua golongan, tidak hanya golongan atas
tetapi juga menengah dan bawah. Selain itu mi instan juga mudah dijumpai
diberbagai tempat tidak hanya di swalayan tetapi juga di pasar tradisional atau
besar saat ini mencapai lebih dari 210 juta jiwa, merupakan pasar yang potensial
tersebut, konsumsi mi instan per kapitanya masih rendah di kisaran 1 bungkus per
minggu. Hal ini yang menyebabkan banyak produsen yang menganggap peluang
Dari sisi bahan baku, meskipun bahan baku industri mi instan masih
dikuasai oleh Indofood melalui PT Bogasari Flour Mills dan semua segmen
pasarnya dibuat dari harga rendah hingga premium, namun pemain baru dalam
industri ini terus bermunculan mencari celah-celah pasar yang ada. Selain itu
31 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia dengan dua ratus merek lebih dan
kapasitas produksi mencapai 13,5 milyar bungkus per tahun, naik 29 persen dari
tahun 1995 yang baru 10,5 milyar bungkus per tahun. Kapasitas produksi ini
merupakan negara dengan konsumsi mi instan per kapita (56-57 bungkus) per
tahun terbesar ketiga di dunia setelah Korea dan Jepang yang konsumsi mi instan
mencapai 100 bungkus per kapita per tahun. Indonesia merupakan negara
sebesar 10 persen dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000. Urutan negara
meningkat dengan laju perubahan rata-rata 10,7 persen per tahun dari 718 ribu ton
atau sekitar 9 milyar bungkus pada tahun 1999 menjadi 1,1 juta ton atau sekitar
13,5 milyar bungkus pada tahun 2003. Jika diasumsikan semua penduduk
gram atau setara dengan 12,48 kg per tahun, berarti potensi pasar mi instan yang
ada pada tahun 1999 sampai dengan 2003 sebenarnya mencapai 2,5 juta ton
sampai dengan 2,6 juta ton. Berarti penyerapan mi instan selama kurun waktu
tersebut rata-rata baru sebesar 34,4 persen. Hal ini masih jauh dibandingkan Korea
Selatan dan Jepang yang tingkat konsumsinya mencapai 100 bungkus per kapita
per tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Konsumsi Mi Instan di
Indonesia.
Tabel 1.2. Konsumsi dan Potensi Pasar Mi Instan Tahun 1999 sampai 2003
Tahun Konsumsi Peluang pasar
1999 718017.7 2507878.6
2000 803688.7 2533755.9
2001 871429.3 2560812.4
2002 951956.3 2589504.7
2003 1077334.8 2622021.3
Potensi mi instan (%) 34.4 65.6
Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004
Produksi mi instan juga mengalami peningkatan pesat sejalan dengan
peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 1996 yaitu sebesar 13,6 persen. Hal ini
terjadi karena pada tahun 1996 produk mi instan merupakan makanan yang sangat
Consult, 2002).
Hingga akhir tahun 2003, tercatat 31 perusahaan yang aktif masuk dalam
industri mi instan dengan kapasitas produksi sekitar 1,7 juta ton atau sekitar 23,7
milyar bungkus. Sementara 17 perusahaan lagi sudah keluar dari persaingan dan
Selama periode 1999 sampai 2003, produksi mi instan secara umum meningkat
dengan laju perubahan rata-rata 10,8 persen per tahun. Pada tahun 1999
produksinya baru mencapai 730 ribu ton atau sekitar 10,4 milyar bungkus yang
produksinya menjadi 1,1 juta ton atau sekitar 15 milyar bungkus. Dilihat dari
tingkat pemanfaatan kapasitas yang ada (utility) pada tahun 2003 baru mencapai
64,1 persen. Pada 2003, kenaikan produksi tersebut erat kaitannya dengan
mengiklankan di layar televisi. Selain itu kenaikan produksi juga disebabkan oleh
peningkatan realisasi produksi beberapa produsen yang mulai meningkatkan
usahanya. Produksi mi instan di Indonesia tahun 1999 sampai 2003 dapat dilihat
Tabel 1.3. Perkembangan Produksi Mi Instan Indonesia Tahun 1999 sampai 2003
Tahun Produksi
1999 730002.2
2000 817149.7
2001 886717.4
2002 969988.4
2003 1097855.4
utility (%) 64.1
Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004
masih dikuasai oleh PT Indofood Sukses Makmur. Pangsa pasar Indomie pada
tahun 2003 mencapai 325,2 ribu ton atau sekitar 30,2 persen dari total pasar
sebesar 1,1 juta ton (Corinthian Infopharma Corpora, 2004). Produksi mi instan
Indonesia menurut produsen pada tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Indofood sudah mulai menurun pangsa pasarnya, walaupun Indofood masih tetap
pemegang pangsa pangsa pasar mi instan tertinggi yaitu 75 persen yang pada
tahun 2002 mencapai hingga 88 persen. Ukuran pasar dan nilai pasar mi instan
produksinya, namun secara rata-rata volume ekspor terus meningkat dengan laju
perubahan sebesar 15,5 persen per tahun dan 16,2 persen per tahun untuk nilai
ekspornya. Demikian pula pada sisi impor, meskipun volumenya masih sangat
kecil, namun secara rata-rata volume impor selama periode tersebut meningkat 40
persen per tahun dan nilai impornya meningkat 31,1 persen per tahun. Ekspor dan
impor mi instan tahun 1999 sampai 2003 akan ditunjukkan pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6. Ekspor dan Impor Mi Instan Tahun 1999 sampai 2003
Ekspor Impor
Tahun
Volume Nilai Volume Nilai
(Ton) (Ribu US$) (Ton) (Ribu US$)
1999 12514 9350.8 532 453.7
2000 14514 10453.8 1053 797.1
2001 16620 12569.6 1332 963.5
2002 19949 14352.8 1917 1313.0
2003 22273 17018.8 1752 1201.9
Perubahan (%) 16 16.2 40 31.1
Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004
gizi dan penganekaragaman makanan yang ditunjang oleh keadaan ekonomi yang
Selain itu adanya orientasi ekspor ke pasar luar negeri telah mampu menciptakan
lahan investasi yang lebih terbuka lebar untuk industri pengolahan mi instan,
Industri mi instan adalah salah satu dari banyak industri berorientasi pasar
domestik yang menunjukkan loncatan yang tajam dalam konsentrasi pasar yang
dapat menjadi indikasi adanya tindakan anti persaingan. Tahun 1975 industri mi
meningkat menjadi 75 persen pada tahun 1985 dan menjadi 96 persen pada tahun
1995.
dari Bulog, termasuk group Salim harus membayar harga yang sama. Karena
tersebut telah memiliki bahan baku utamanya, yaitu tepung terigu dengan harga
yang lebih rendah. Makin banyak terigu yang digunakan Indofood maka makin
banyak gandum yang dapat diimpor dan diproses oleh Bogasari secara
Bila dilihat dari siapa produsen mi instan pasti sudah bisa terlihat bahwa
sub group dari Salim Group yang memerger 18 perusahaan makanan olahan
dan PT Delly Food. Total kapasitas produksi secara nasional pada tahun 2002
adalah sebesar 950.600 ton dan ternyata mi instan bermerek Indomie mampu
diproduksi sebesar 4,3 milyar bungkus dari 9,5 milyar bungkus total produksi mi
produksi sekitar 1,7 ribu ton atau 23,7 milyar bungkus. Sementara 17 perusahaan
lagi sudah keluar dari persaingan dan 13 perusahaan lagi yang bersiap untuk
masuk industri mi instan. Dari sini terlihat bahwa dalam industri mi instan
Kinerja pasar dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Kinerja yang
baik terutama mencakup harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan. Pada
umumnya konsentrasi industri yang terjadi di negara-negara maju disebabkan oleh
kekuatan untuk menguasai pasar. Meskipun salah satu dari perusahaan tersebut
menguasai (untuk beberapa waktu) sebagian pasar, yang lain akan segera
keras seperti ini yang berlangsung terus menerus akan mengendalikan usaha
perusahaan dan memaksa harga turun mendekati tingkat biayanya, hal ini yang
mengalami peningkatan dengan laju perubahan rata-rata 10,8 persen per tahun.
Pada 1999, produksi sebesar 730 ribu ton dan meningkat menjadi 1,1 juta ton
pada 2003. Selama periode tersebut laju peningkatan tertinggi terjadi pada 2003,
diskon, namun hal itu ternyata dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat
pada industri mi instan nasional. Pemberian hadiah atau diskon yang semakin
instan agar tetap terjangkau oleh masyarakat dengan menjual mi di bawah harga,
Sedangkan, kenaikan harga bahan baku mi instan lebih tinggi dan lebih cepat
terjadinya persaingan yang tidak sehat yang menyebabkan industri mi instan yang
mungkin memiliki pangsa pasar yang lebih kecil tidak dapat memasuki pasar
karena perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang lebih besar melakukan
harga atau melakukan perang tarif sehingga akan menghambat perusahaan lain
untuk masuk pasar. Pada tahun 2003 baik Departemen Keuangan maupun Badan
pembagian tarif bea masuk bagi mi instan. Namun pada 2004 Dirjen Bea dan
Cukai serta Departemen Keuangan telah menerbitkan tarif bea masuk bagi
industri mi instan, sehingga ada kejelasan agar penetapan tarif dapat berjalan adil
sesuai pembagian kelompok komoditinya dan tidak ada penyalahgunaan tarif bea
masuk.
Seperti pada pengadaan bahan baku mi instan sampai saat ini masih
dikuasai oleh Indofood yang bahan bakunya disuplai oleh PT Bogasari Flour
Mills. Tetapi tidak dengan perusahaan lain mereka harus membeli bahan baku
dengan harga yang jauh lebih tinggi. Di sini Indofood lebih diuntungkan dengan
biaya produksi yang lebih rendah dan Indofood sebagian besar telah menguasai
pangsa pasar, maka keuntungan yang didapat akan jauh lebih tinggi.
Apabila tidak ada pengawasan yang ketat akan menciptakan suatu bentuk
persaingan yang tidak sehat dimana akan merugikan pesaing lain. Perusahaan
besar dapat memproduksi produk yang lebih murah dibanding perusahaan kecil
jika kurva biaya industri menunjukkan skala ekonomis yang besar, maka suatu
perusahaan akan mencapai biaya rata-rata yang terendah dengan pangsa pasar
yang tinggi. Harga yang lebih murah ini tentunya akan menarik perhatian
besar.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai industri mi instan ini
adalah :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan informasi bagi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna dalam pengambilan keputusan yang
rasional dan logis bagi pelaku industri mi instan dalam menjalankan usahanya
supaya tidak menghambat pesaing lain untuk masuk pasar dan sebagai bahan
untuk lebih kritis dalam menganalisis suatu permasalahan yang sedang terjadi di
sektor industri dan dapat lebih memberikan wawasan yang lebih luas mengenai
dalam pasar. Analisis definisi pasar terdiri dari tiga langkah: pertama,
relevan; dan terakhir menentukan semua perusahaan yang turut serta dalam pasar
produk dan geografis yang relevan. Definisi pasar mengemukakan semua produk
yang dapat dianggap sebagai subtitusi yang berarti bagi produk yang sedang
mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Secara makro, industri adalah
Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaaan yang secara relatif
sisi yang menarik, di satu sisi ekonomi industri merupakan seperangkat konsep
dan analisa mengenai persaingan dan monopoli dengan berbagai macam pasar
yang berada di antara keduanya. Di sisi lain, ekonomi industri juga berkaitan
dengan pasar riil yang sangat diramaikan oleh adanya persaingan antar perusahaan
(Jaya, 2001).
( Hasibuan, 1994).
perilaku-kinerja tidak lagi terbatas pada variabel mikro, seperti konsentrasi pasar
kinerja industri.
persaingan,
2. Aspek peluang yang sama, baik dalam pengertian sebagai pembeli dan
hukum,
bersih,
ekonomi industri maka dapat dilihat dari hubungan struktur dan kinerja industri,
pengamatan kinerja dan perilaku yang kemudian dikaitkan lagi dengan struktur,
menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian baru diamati kinerjanya,
kinerja tidak perlu diamati lagi, oleh karena telah dijawab dari hubungan struktur
dari perusahaan. Struktur dan perilaku akhirnya akan mempengaruhi kinerja pasar.
membentuk struktur itu sendiri, yaitu skala ekonomi dan disekonomi (Hasibuan,
1994).
bahwa struktur, perilaku dan kinerja mempunyai tiga kategori utama untuk
melihat monopoli dan persaingan yang terjadi di pasar. Dalam versi sederhana,
struktur pasar bersifat eksogen dan menentukan perilaku perusahaan dalam pasar
Pada analisis struktur, perilaku dan kinerja terdapat dua model pendekatan
kinerja pasar dan pasar berada pada kondisi persaingan tidak sempurna dengan
(firm success) yang diukur dengan tingkat keuntungan dan pangsa pasarnya
menekankan pada peran perilaku yaitu apresiasi terhadap dimensi strategis dari
kondisi eksternal, tapi juga berusaha agar lingkungan ekonomi berada pada posisi
keuntungan atau margin yang tinggi. Penguasaan pasar yang tinggi cenderung
menghasilkan kinerja pasar yang buruk, yaitu konsumen harus membayar harga
dosen di University of Harvard tahun 1930-an. Tahun 1979, Scherer juga turut
tradisional struktur-perilaku-kinerja.
sejumlah rintangan. Setiap struktur pasar berada di antara monopoli (pangsa pasar
yang tinggi dan rintangan masuk yang tinggi) dan persaingan murni (pangsa pasar
kecil dan rintangan masuk kecil). Struktur industri manufaktur erat kaitannya
dengan tiga hal, yakni tingkat diversifikasi produk, intensitas pemakaian faktor-
faktor produksi, termasuk SDA dan orientasi pasar. Gambar 2.2. menunjukkan
bahwa struktur dan perilaku kemudian mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja yang
baik terutama mencakup harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan.
Kondisi dasar yang diwakili oleh elastisitas permintaan dapat melihat struktur,
Struktur pasar yang semakin terkonsentrasi antara lain akan menyebabkan adanya
kecenderungan dalam kekakuan harga. Hal ini dapat berpengaruh pada perilaku
pasar.
UKURAN-UKURAN
Kondisi Permintaan Kondisi Penawaran
Elastisitas Permintaan Skala Ekonomi
Elastisitas silang dari Ekonomi Vertikal
permintaan
STRUKTUR
Ukuran distribusi Perusahaan
Pangsa Pasar
Konsentrasi
Rintangan masuk
Elemen-elemen lain
PERILAKU
Kerja sama dengan pesaing
Strategi melawan pesaing
Iklan
KINERJA
Harga-biaya dan Kemajuan teknologi
pola keuntungan Keseimbangan dalam
X-efisiensi pendistribusian
Pengalokasian Pengaruh-pengaruh
yang efisien lainnya
seperti di atas selalu terbentur variabel tingkah laku yang sulit diukur dan
dijabarkan sehingga sulit untuk mendapatkan hasil pengujian yang berarti untuk
hubungan antara struktur dan perilaku. Oleh karena itu, perkiraan atas kinerja
variabel bebas.
Pengujian hipotesa pola hubungan struktur dan kinerja dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu indikator tertentu dari struktur pasar seperti
Tetapi akan lebih baik bila memasukkan unsur-unsur struktur pasar yang lain
dalam pengujian.
Defenisi pasar adalah sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang
merupakan kunci pokok sehingga ekonomi muncul sebagai daya tarik bagi pasar-
pasar individu. Tiap pasar dibatasi oleh dua dimensi yaitu jenis produk dan daerah
geografis (Jaya, 2001). Struktur pasar merupakan suatu variabel yang digunakan
untuk menentukan perilaku perusahaan dan interaksi antara perilaku dan struktur
perusahaan tersebut.
Struktur pasar dapat dilihat dari tiga hal yaitu jumlah perusahaan, tipe produksi
dan hambatan masuk (Hasibuan, 1994). Ringkasan tipe-tipe struktur pasar dapat
masuk. Ketiga elemen tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
sendiri, dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan
karena pangsa pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar
dengan beberapa cara yaitu berdasarkan nilai penjualan, unit penjualan, unit
produksi dan kapasitas produksi. Pada produk yang bersifat homogen biasanya
pangsa pasar diukur dengan menggunakan unit atau volume penjualan sedangkan
pada pasar yang produknya heterogen pangsa pasar dihitung terhadap total
penjualan. Beberapa tipe pasar dengan kondisi pangsa pasar dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Tipe-tipe Pasar
Tipe Pasar Kondisi Utama Contoh
Monopoli murni Suatu perusahaan yang memiliki 100 PLN, TELKOM, PAM
persen dari pangsa pasar.
Perusahaan yang Suatu perusahaan yang memiliki 50- Surat kabar lokal atau
dominan (dominant 100 persen dari pangsa pasar dan nasional, film kodak,
firm) tanpa pesaing yang kuat. batu baterai.
Oligopoli ketat Penggabungan empat perusahaan Bank-bank lokal,
terbesar yang memiliki pangsa pasar siaran TV, bola lampu,
60-100 persen. Kesepakatan di antara sabun, toko buku,
mereka untuk menetapkan harga rokok kretek dan
relatif mudah. semen.
Oligopoli longgar Penggabungan empat perusahaan Kayu, perkakas rumah
terbesar yang memiliki 40-60 persen tangga, mesin-mesin
pangsa pasar, kesepakatan mereka kecil, perangkat keras,
untuk menetapkan harga sebenarnya majalah, batu baterai,
tidak mungkin. obat-obatan.
Persaingan Banyak pesaing yang efektif, tidak Pedagang eceran,
monopolistik satu pun yang memiliki lebih dari 10 penjual pakaian
persen pangsa pasar.
Persaingan murni Lebih dari 50 persen pesaing yang Sapi dan unggas
mana tidak satupun yang memiliki
pangsa pasar yang berarti.
Sumber : Jaya, 2001
termasuk dalam monopoli murni, jika satu perusahaan mempunyai pangsa pasar
lebih dari 40 persen dan tidak mempunyai pesaing yang berarti termasuk dalam
perusahaan dominan. Jika pangsa pasar mencapai lebih dari 60 persen termasuk
dalam oligopoli ketat. Semakin besar pangsa pasar maka semakin besar pula hak
umumnya akan muncul ketika pangsa pasar mencapai 15 persen, pada tingkatan
yang lebih tinggi yaitu 25-30 persen derajat monopoli menjadi signifikan, dan
pada tingkat 50-60 persen biasanya perusahaan mempunyai kekuatan pasar yang
2. Konsentrasi (Concentration)
Konsentrasi industri merupakan suatu variabel yang dapat diukur dan pada
umumnya pengukuran ini lebih banyak dilakukan untuk derajat struktur oligopoli
persaingan. Konsentrasi juga sering dipakai sebagai alat analisis struktur pasar,
perilaku dan kinerja perusahaan yang beroperasi di dalamnya dan secara tidak
langsung menjadi indikator perilaku anti persaingan atau kolusi (Satriawan dan
industri atau pasar akan mengurangi konsentrasi pasar apabila ukuran perusahaan
industri atau pasar tersebut. Keluarnya perusahaan dari suatu industri atau pasar
sering diukur pada empat perusahaan terbesar. Nilai konsentrasi pasar dapat
menunjukkan adanya hubungan positif antara kondisi entry dan konsentrasi pasar
terhadap kekuatan pasar dimana semakin tinggi konsentrasi pasar dan semakin
sulit suatu industri baru untuk memasuki pasar maka kekuatan pasar akan semakin
tinggi.
Greer dalam Hasibuan (1994) menjelaskan bahwa ada empat sebab pokok
adanya konsentrasi, yakni pertama, nasib baik (luck); kedua, sebab teknis; ketiga,
seluruh jumlah pengiriman yang dipasok oleh empat perusahaan terbesar. Ukuran
rata-rata dari semua perusahaan dalam sebuah industri (Asian Development Bank,
bahwa nilai konsentrasi (CR) tidak dapat menunjukkan tentang kondisi potensial
dari entry. Pengukuran-pengukuran konsentrasi perusahaan dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
Pengukuran Rumus ρ
Rasio konsentrasi n
CR = ∑ MS i
i =1
Indeks Hirshcman-Herfindahl n
H= ∑ MSi 2
i =1
Indeks Rosenbluth 1
R= n
-1
(2∑ i. pi )
i =1
Indeks Entrophy n
1
E= ∑ p.i log( pi )
i =1
Sumber: Jaya, 2001
pasar.
pasarnya.
d. Indeks Entropy mengukur semua pangsa pasar semua perusahaan dalam
industri.
pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan
yang sudah ada. Dalam defenisi ini, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan
Menurut Bain (1956) penentu utama kondisi entry adalah skala ekonomi
yang besar, diferensiasi produk dan keuntungan biaya absolut antara perusahaan
yang ada dengan yang baru. Kondisi entry sangat menentukan degree of
competition baik yang aktual maupun yang potensial sehingga dapat diduga
didefenisikan sebagai:
(3) pengambilalihan (akuisisi) suatu perusahaan oleh perusahaan lain satu lingkup
industri;
(5) masuknya perusahaan yang dimiliki oleh pemodal asing ke industri dalam
negeri.
perusahaan baru dan terdapat bangunan baru dalam suatu industri. Sedangkan
masuknya suatu produk baru jasa baru yang ditawarkan oleh perusahaan telah atau
Ada beberapa hal umum mengenai hambatan masuk pasar yang harus
mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat legal maupun kondisi yang dapat
berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi mulai dari tingkatan tanpa
hambatan sedang, sampai hambatan tingkat tinggi dimana tidak ada lagi jalan
untuk masuk pasar, seperti pada pasar dimana terdapat perusahaan yang menjadi
hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan. Beberapa ahli ekonomi
memandangnya sebagai suatu yang penting. Tetapi pandangan utama saat ini
menyatakan rintangan-rintangan dan pesaing baru merupakan hal kedua yang
Hambatan untuk masuk ke dalam pasar yang sifatnya berada diluar kontrol
dari leading firms dan merupakan suatu penyebab fundamental yang tidak dapat
diubah.
keuntungan berupa biaya yang murah dan persediaan modal yang cukup. Hal ini
akan menjadi hambatan untuk masuk bagi industri yang bersifat padat modal
(capital intensive).
berproduksi pada tingkat yang sama. Penambahan output oleh perusahaan baru
Akibatnya harga produk akan jatuh, bahkan mungkin jatuh dibawah kurva biaya
perusahaan baru tersebut. Jadi, tidak ada tempat bagi perusahaan baru selama
(merek) tertentu.
(d). Diversifikasi
yang berlebih pada setiap cabang untuk mencegah masuknya pendatang baru.
besar.
Sunk cost adalah investasi yang dikeluarkan oleh investor yang tidak
memiliki kegunaan lain selain untuk proyek tersebut, atau dimana investasi
tersebut tidak dapat dijual kembali untuk kegiatan industri lain. Sunk cost yang
besar akan mengurangi keinginan dari pendatang baru untuk masuk ke dalam
Jika integrasi vertikal efisien, pesaing harus masuk dalam dua tingkatan
atau lebih agar dapat menyesuaikan dengan struktur biaya perusahaan lama. Hal
menaikkan resiko.
2). Hambatan Endogen
establish firm, penciptaan kelebihan kapasitas, image dari loyalitas merk suatu
harga, tanpa hambatan sama sekali, bebas masuk, yang mana akan terus berlanjut
untuk mencapai tujuan tertentu. Scherer (1990) menyatakan terdapat tiga kriteria
untuk melihat perilaku industri yaitu strategi harga, kondisi entry dan tipe produk.
hanya ada pada pasar oligopoli. Perilaku industri dapat dilihat pada strategis
advertensi, pemilihan teknologi, kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan
produk. Sedangkan menurut Jaya (2001) pada perusahaan ada beberapa perilaku
yang terjadi antara lain penetapan harga, strategi produksi, kolusi dan penawaran
vertikal.
perusahaan akan menempatkan diri dalam kerjasama rapi yang bertindak sebagai
perusahaan monopoli dengan menetapkan harga jual yang tinggi dan sedikit
alasan untuk melakukan integrasi vertikal dan merger antara lain adalah untuk
1. Integrasi Vertikal
integrasi juga dapat dibagi dua, yakni integrasi ke hulu (up stream) dan integrasi
hulu (up stream) adalah perusahaan yang memproduksi sendiri input yang
2. Merger
merger lebih luas yaitu satu atau lebih perusahaan yang tidak sejenis dan juga
(Hasibuan, 1994).
hal:
2. Penghematan bersih yang diperoleh dengan merger yang tidak dapat diperoleh
memasuki pasar.
Ketidakseimbangan biasanya tidak begitu besar dan beberapa kasus tertentu akan
condong ke arah lain, belum ada cara pengukuran keseimbangan tersebut dan
Konsensus diantara para ahli mungkin berada dalam batas 15 persen sampai 30
persen pangsa pasar untuk kedua perusahaan. Batasan-batasan antitrust yang
terjadi saat ini berkisar antara 10 persen sampai 20 persen, merger vertikal antara
dua perusahaan dengan pangsa pasar 20 persen akan ditentang dan pada akhirnya
tujuan itu yang disebut dengan kinerja. Kinerja secara lebih rinci dapat dilihat
Kinerja tergabung antara kinerja ekonomi dan non ekonomi (Hasibuan, 1994).
biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu, efisiensi, kemajuan teknologi,
tertentu mempunyai kinerja yang baik sebagai barometer harga. Pertama, jika
terjadi persaingan yang kurang sehat dalam suatu industri oligopoli. Kedua, dapat
mengurangi kerja administrasi, karena perhitungan ongkos-ongkos yang berulang-
ulang. Ketiga, perusahaan yang menjadi barometer itu telah menunjukkan prestasi
Menurut Jaya (2001) dalam kinerja pasar terdapat konsekuensi dan kekuatan pasar
produk yang mereka jual kepada konsumen. Pada kenyataannya kekuatan pasar
beberapa kelompok, yaitu mi basah (boiled noodle), mi kering (steam and fried
tepung terigu berkadar protein tinggi dengan bahan tambahan lain seperti air,
dihasilkan dan dijual di pasaran. Sekarang ini mi tidak hanya terbuat dari tepung
terigu saja, tetapi mi dapat juga dibuat dari berbagai jenis tepung biji-bijian.
Mi basah biasanya berwarna kuning segar, memiliki tekstur kenyal dan aromanya
khas. Pembuatan mi basah dapat dilakukan sendiri di rumah dengan menggunakan
alat khusus untuk membuat mi. Perbedaan mi basah dengan mi instan adalah
proses dalam pabrik sehingga mempunyai rasa dan bentuk yang lebih tahan lama.
Mi instan buatan pabrik dijual dalam berbagai kemasan menarik. Ada yang masih
perlu pengolahan tertentu, tapi ada juga yang tinggal ditambah air panas dan siap
dikonsumsi.
bahan bakunya berasal dari tepung terigu yang diolah dengan merebus dalam air
panas yang kemudian diberi bumbu sesuai dengan selera yang ada dalam
didefinisikan sebagai mi yang dibuat dari adonan tepung terigu atau tepung beras
atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan
diolah dari tepung terigu dan biasanya dikemas sedemikian rupa dengan plastik,
aluminium foil, cup, box dan sebagainya. Instan sendiri dicirikan dengan adanya
Mi instan terbuat dari tiga bahan baku yaitu tepung terigu, minyak sayur,
dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku yang akan digunakan
kemudian dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku utama dan bahan
bakteri dan merupakan proses yang menentukan tekstur mi. Setelah itu dilakukan
Corpora, 2004).
instan dibuat dari bahan tepung beras atau tepung gandum yang diberi tambahan
wadah, pengemasan, rasa dan pembuatan dimana pada dasarnya mi instan dibagi
dalam dua jenis yaitu mi dalam kemasan plastik dan mi dalam kemasan gelas
(cup)
Mi instan
Mi goreng
Mi goreng Mi goreng Mi goreng yang
yang yang yang digelatinisasi
digelatinisasi digelatinisasi digelatinisasi
Mi rebus Mi rebus
yang tidak Mi rebus yang
digelatinisasi Mi rebus yang digelatinisasi
yang digelatinisasi
digelatinisasi
Mi rebus
yang
digelatinisasi
Tepung Terigu Terhadap Industri Tepung Terigu dan Industri Makanan: Studi
kebijakan pemerintah terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri tepung terigu
struktur, perilaku dan kinerja industri mi instan. Pertama, pada industri mi instan
sangat terkonsentrasi, adanya deregulasi tata niaga tepung terigu tahun 1998
hubungan vertikal antara industri hulu dengan industri hilirnya. Kedua, pada
industri mi instan mempunyai konsentrasi tinggi yaitu kurang lebih 89 persen dan
berada pada pasar yang lebih kompetitif karena sifat produknya yang consumer
good, dengan memberikan kontribusi tepung terigu sebesar 16 persen dari total
penjualan bersih maka divisi mi instan dapat memberikan kontribusi yang lebih
besar yaitu 34 persen dari total penjualan. Ketiga, adanya kebijakan proteksi pada
barang antara yang merupakan bahan baku utama telah mempengaruhi struktur
bahwa struktur pasar tepung terigu di Indonesia adalah bentuk pasar yang dikuasai
oleh satu perusahaan dominan yang setiap tahunnya meraih pangsa pasar lebih
dari 50 persen. Hambatan masuk pada industri ini cukup tinggi jika dilihat dari
perangkat-perangkat legal dan kondisi alamiah yaitu adanya peraturan SNI wajib
bagi tepung terigu dan MES yang sangat tinggi. Perilaku yang terjadi
dikoordiansikan di antara para produsen tepung terigu. Kinerja yang dilihat dari
ini adalah meskipun setelah deregulasi pada tahun 1998 industri tepung terigu
masih dikuasai oleh perusahaan dominan namun rupanya tidak menjadi suatu
masalah besar bagi produsen lain. Masalah utama bagi para produsen lokal adalah
pemintalan dengan judul Hubungan Struktur dengan Kinerja Pasar (Studi Empiris
Kebijakan Pemerintah
luar negeri. Kebijakan ini sebagian besar ditujukan untuk membangun industri dan
masa-masa yang akan datang sektor industri dapat menjadi tulang punggung
perekonomian Indonesia.
diperbaiki seperti peraturan tentang mutu, periklanan dan label serta pengawasan
deregulasi bulan Mei 1995 (Pakmei 1995) tentang daftar bidang usaha yang
tertutup bagi penanaman modal (daftar negative list). Dalam paket tersebut
industri mi instan tidak termasuk dalam daftar negatif investasi tersebut. Hal ini
berarti industri mi instan masih terbuka untuk investor baru domestik PMDN,
dioxin yang bisa menyebabkan kanker. Adanya kejadian ini maka Indonesia
menjual produk manufaktur asal Eropa yang diimpor sebelum 20 Januari 1999.
Dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan pasal 36 (ayat 1) disebutkan bahwa
memenuhi ketentuan dalam UU dan peraturan pelaksananya. Ayat (2) setiap orang
Pasal 37 berbunyi :
(a) dengan telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi
keamanan, mutu, dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal,
(b) pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan atau pemeriksaan,
(c) pangan terlebih dulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan,
terkena tataniaga impor. Hal ini diperkuat dengan paket Januari 1996 dan paket
November 1997. Dengan demikian impornya boleh dilakukan oleh para importir
umum (IU) dan tidak harus oleh importir terdaftar (IT). Berikut jadwal penurunan
Tabel 2.4. Jadwal Penurunan Tarif Bea Masuk dari Tahun 1995 Sampai Tahun
2003
Sebelum
Pakmei
Pakmei 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
1995
1995
5% T t T t t ≤ 5%
10% 5% t T t t ≤ 5%
15% 10% t 5% t t ≤ 5%
20% 15% t 10% t 5% ≤ 5%
25% 20% 15% T 10% t T t T ≤ 10%
1994 (Pakjun 1994) tarif bea masuk mi instan berkisar antara 5 sampai 20 persen
sedangkan bea masuk tambahan telah ditiadakan sejak 1991 dan dengan paket
deregulasi Mei 1995 terjadi penurunan bea masuk. Bea masuk mi instan di
mendapat izin dari Menteri Kesehatan dan sebelum diedarkan harus didaftarkan
lebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan dari Depkes RI. Persetujuan yang
manusia, bebas dari hama atau penyakit yang dapat menular pada manusia, hewan
dan tumbuh-tumbuhan.
periklanan.
warna yaitu bahan yang digunakan untuk memberi warna atau memperbaiki
saat ini belum ada yang menandingi. Perusahaan ini sudah terlanjur besar dan
menguasai pasar dalam periode waktu yang cukup lama, sehingga sulit bagi
Setelah terjadi perubahan politik dan juga mulainya dibuka kran impor
tepung terigu, para pesaing Indofood ini tampaknya mulai bergerak. Mereka
cukup agresif dalam mengambil bagian pasar Indofood, dan kondisi ini memang
telah mulai menggerogoti posisi pasar Indofood. Tetapi kelihatannya masih perlu
waktu lama untuk bisa mengambil bagian lebih dari 50 persen bagian Indofood
dari yang sekarang sekitar 85 persen. Kondisi yang demikian telah menyebabkan
persaingan pasar yang ketat, para konsumen juga semakin bebas memilih produk
Persaingan yang ketat dapat dilihat dari kondisi struktur pasarnya yang
Ketiga kondisi tersebut pada akhirnya akan berujung pada implikasi kebijakan
Industri mi instan
Implikasi Kebijakan
tersebut.
2.7. Hipotesis
(1) konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) memiliki hubungan yang positif
terbesar (CR4) maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan
(2) efisiensi-X memiliki hubungan yang positif terhadap PCM. Efisiensi-X berarti
sebuah produk dengan sumber daya yang lebih sedikit atau sama karena
perusahaan dalam jangka panjang akan lebih murah. Dengan adanya efisiensi
merupakan perbandingan antara nilai output dengan nilai input tenaga kerja.
perusahaan untuk melakukan ekspor yang tinggi dan yang dapat mencegah
(5) intensitas impor memiliki hubungan yang negatif dengan PCM. Adanya
persaingan barang impor dapat mengurangi kekuatan pasar yang ada dalam
dalam negeri untuk menurunkan harga (sejauh masih di atas biaya produksi)
semakin menurun hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang
membahas dan menganalisis hasil penelitian. Data untuk penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder diambil dari data-data yang sudah diolah pada instansi-
Pengumpulan data juga dilakukan dengan mengambil data-data dari data skripsi,
secara deskriptif adalah data dari tahun 1999 sampai 2003, yaitu ketika persaingan
diestimasi merupakan data time series dengan jumlah observasi 18 yaitu tahun
1986 sampai 2003 dan diolah menggunakan software E-Views 4.1. data yang
diperoleh masih dalam bentuk nominal yang harus diubah kedalam bentuk riil
dengan membagi data nominal dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
pada tingkat harga perdagangan besar atau harga grosir dari komoditi-komoditi
diekspor dan komoditi yang diimpor. IHPB yang digunakan pada penelitian ini
adalah IHPB dengan tahun dasar 1993 (1993=100) yang diperoleh dari BPS.
3.2. Metode Analisis
Analisis data yang telah didapatkan dilakukan dengan baik secara deskriptif
populer dan sangat berpengaruh dalam analisis garis regresi serta memiliki
tertentu, tiap estimator hanya memberikan satu nilai tunggal pada parameter
berikut.
3.2.1. Analisis Struktur Pasar (Market Structure)
a. Pangsa Pasar
antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar
si
msi = x 100 (3.1)
stot
Dimana :
si = Penjualan perusahaan i
b. Konsentrasi Industri
Tingkat konsentrasi dapat dihitung dengan dua cara yaitu Concentration Ratio
perusahaan-perusahaan itu
m
CR m = ∑ MS i (3.2)
i =1
Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) berarti
semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi
suatu industri mencapai 100 persen berarti bentuk pasarnya adalah monopoli.
Pengukuran ini didasarkan pada jumlah total dan distribusi ukuran dari
n (3.3)
HHI = ∑ MS i2
i =1
HHI akan mempunyai nilai 1 jika suatu perusahaan menguasai penjualan industri
100 persen. HHI mempunyai nilai 1/n jika masing-masing perusahaan dalam
instan yang semakin ketat. Masih adanya perusahaan mi instan yang berperan
secara dominan menyebabkan peluang pasar perusahaan yang lain semakin kecil
karena dikuasainya sebagian besar pangsa pasar mi instan serta adanya perang
harga antara para produsen menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat.
setiap daerah telah memiliki cita rasa yang berbeda-beda dan itu juga merupakan
sebagai penghambat bagi pelaku industri mi instan yang lain untuk menjual
hambatan masuk adalah dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui
output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari 50 persen. Nilai output
tersebut kemudian dibagi dengan output total industri. Data ini disebut sebagai
mi instan berarti semakin banyak pula impor gandum atau tepung terigu yang
instan. Strategi harga bagi industri mi instan dapat dilakukan dengan membuat
harga yang bersaing dan terjangkau mulai dari kalangan bawah sampai atas.
peristiwa khusus dan bersifat occasional (temporer). Dalam hal ini yang akan
dilihat apakah terdapat strategi khusus dalam menentukan produk yang akan
produk.
b. Strategi promosi
lain promosi berhadiah langsung yaitu berupa pemberian diskon atau hadiah.
c. Tindakan Vertikal
produksi barang tertentu mulai hulu sampai hilir (integrasi vertikal). Penguasaan
bahan baku serta pangsa pasar dengan mengeluarkan berbagai jenis merek untuk
dengan nilai input ataupun dengan cara mengukur atau melihat tingkat utilisasi
setiap industri memiliki struktur dan kinerja yang berbeda-beda. Struktur pasar
yang optimal dapat memberikan atau menciptakan suatu kombinasi yang baik
bagi suatu kinerja. Sedangkan struktur yang alami (natural structure) adalah
struktur yang hanya terdapat dalam pasar yang nyata, struktur alami cenderung ke
arah oligopoli yang ketat. Untuk melihat hubungan struktur dan kinerja dalam
Variabel endogen adalah proksi dari keuntungan industri yaitu PCM (persen).
oleh Collins dan Preston (1968,1969), lalu kemudian digunakan pula oleh
Shepherd (1972) dan kini PCM semakin banyak digunakan dalam penelitian-
penelitian ilmiah. Rasio konsentrasi juga telah banyak digunakan sebagai variabel
Shepherd (1992) dan Katrak dalam Alistair (2004) sebagai variabel bebas utama
(1979) yang mengatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari pangsa pasar,
dan produktivitas juga digunakan oleh Robert (1995) dan Alistair (2004) dalam
Variabel ekspor dan impor digunakan oleh Chou (1986) sebagai faktor
nilai produksi industri yang mewakili kondisi permintaan pasar (GRS), pangsa
intensitas impor (Tm), intensitas ekspor (Tx), variabel dummy yang mewakili
perusahaan negara (PE), dan rasio jumlah perusahaan asing terhadap total jumlah
perusahaan yang ada (FDI). Model yang digunakan Chou dalam penelitiannya
adalah:
PCM = α 0 + α 1HD + α 2MESMS + α 3GRS + α 4PE - α 5Tm - α 6Tx
- α 7FDI (3.10)
Kt = Intensitas modal,
St = ukuran perusahaan,
Gt = Pertumbuhan,
GRS = Pertumbuhan,
HD = Indeks Hirschman-Herfindahl,
PE = Perusahaan negara,
X-efft = Efisiensi-X,
Prodt = Produktivitas.
Indonesia, variabel HD diganti dengan variabel CR4. Variabel MESMS dan FDI
tidak digunakan dalam model karena keterbatasan data. Variabel dummy PE tidak
profitabilitas yang telah dijelaskan pada persamaan (3.8) sampai (3.11), maka
pada penelitian ini model yang digunakan adalah pada persamaan (3.12).
α 7LMt+Ut (3.12)
Dimana :
CRmt = Konsentrasi pasar dari m perusahaan dalam suatu industri pada tahun
ke-t (%),
perbandingan antara nilai tambah dan nilai input industri pada tahun
Nilai output
Prodt = , produktivitas yang dinyatakan sebagai
Nilai input tenaga ker ja
perbandingan nilai output dan nilai tenaga kerja pada tahun ke-t,
ut = Unsur gangguan.
data yang dianalisis, apakah mempunyai pola yang stabil, stasioner atau tidak
Apabila ditemukan data yang tidak memiliki sifat-sifat di atas, maka berbagai
indikator yang menyertai hasil analisis empiris atau hasil analisis model regresi
data, apakah data itu stasioner atau tidak stasioner. Untuk mengetahui ada
tidaknya unit root yaitu dengan menggunakan uji ADF (Augmented Dickey-
Fuller) pada program E-Views 4.1. data dikatakan stasioner jika nilai ADF test
variabel tersebut dengan waktu atau trend. Model yang mengandung variabel
regression), yaitu dimana hasil estimasi yang diperoleh dari model secara
stastistik signifikan tetapi pada kenyataannya secara ekonomi tidak memiliki arti
apapun, atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada. Setelah data diketahui
Perbedaan antara data time series yang stasioner dan yang tidak yaitu, jika
stasioner dampak shock atau guncangan yang terjadi pada data time series yang
stasioner bersifat sementara. Sejalan dengan waktu, dampak dari shock tersebut
akan berkurang dan data time series akan kembali ke long run mean yang
berfluktuasi di sekitar mean (rata-rata) tersebut. Perilaku dari data time series
waktu.
1). Data time series yang tidak stasioner tidak memiliki long run mean.
hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel dependen dengan satu atau
nilai rata-rata dari variabel dependen apabila nilai variabel yang menerangkan
sudah diketahui. Dari persamaan regresi yang telah diperoleh, terlebih dahulu
harus diuji apakah memenuhi kriteria yang ditetapkan, dalam arti tidak terjadi
model regresi. Beberapa asumsi yang harus diuji terlebih dahulu dalam model
Autokorelasi. Jika asumsi yang ada dalam penerapan model regresi dapat
terpenuhi, maka dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) akan
Unbiased Estimator (BLUE), yaitu koefisien regresi yang linear, tidak bias,
didapat akan tetap mendekati nilai parameternya), serta efisien (memiliki varians
yang minimum).
representasi dari keadaan nyata. Suatu model dikatakan baik jika memenuhi
kriteria yang ditetapkan, dalam arti tidak terjadi penyimpangan yang cukup serius
dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi. Model yang diperoleh
berikut (Gujarati,1978) :
a). Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0 untuk I
= 1,2,3,…n.
homoskedastisitas).
c). Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu yang berarti kovarian
(ei,ej) = 0; i ≠ j.
d). Variabel eksogen X1, X2, X3, …, Xn konstan dalam sampling yang terulang dan
diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias atau Blue Linier
Uji statistik dan ekonometrika dilakukan untuk melihat hasil regresi yang
variabel penduga atau variabel bebas melalui uji t. Koefisien penduga perlu
berbeda dari nol secara signifikan atau P-value sangat kecil. Uji kedua adalah Uji
F atau uji model secara keseluruhan. Uji F ini dilakukan untuk melihat apakah
semua koefisien regresi berbeda dengan nol atau model diterima. Pengujian ketiga
(proporsi (persen) variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel
Ketiga, kriteria ekonomi yaitu uji tanda dan besaran untuk melihat
kecocokan tanda variabel dan nilai koefisien penduga dengan teori atau nalar.
a. Uji t
H0 : b1 = 0 atau bi = 0
H1 : b1 ≠ 0 atau bi ≠ 0
Kriteria uji :
Jika H0 ditolak, maka variabel bebas berpengaruh nyata pada taraf α terhadap
variabel tak bebasnya. Sebaliknya, jika H0 diterima berarti variabel bebas tidak
b. Uji F
diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.
Hipotesis :
H0 : b1 = 0 atau bi = 0
Kriteria uji :
terhadap variabel terikat dan model layak digunakan. Sebaliknya jika H0 diterima,
maka tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh nyata.
c. Uji Multikolinearitas
independen saling berhubungan secara linear artinya adanya korelasi yang kuat
melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks
mutlak koefisien korelasi antar variabel eksogen lebih besar dari |0.8|.
independen saling berhubungan secara linear. Jika hubungan itu sangat erat yaitu
(r= 1), berarti terjadi multikolinearitas sempurna, yang berakibat tidak dapat
koefisien tersebut menjadi sangat besar. Jika dari hasil pengujian statistikanya
didapatkan R2 besar, F-test besar, dan t-test juga besar, berarti tidak terjadi
d. Uji Heteroskedastisitas
variabel eksogen tidak memiliki nilai yang sama. Untuk mengetahui ada tidaknya
masalah heteroskedastisitas yaitu dengan melihat nilai Obs* R-square, jika nilai
Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka persamaan
akan tetap unbiased dan konsisten tetapi tidak efisien, artinya memiliki varians
yang lebih besar dari varian yang minimum. Gejala adanya Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity.
H0 : γ = 0
H1 : γ = 0
Kriteria uji :
e. Uji Autokorelasi
dimana k adalah selisih waktu (lag). Autokorelasi terjadi jika nilai error tidak
bersifat bebas antara yang satu dengan yang lainnya. Artinya terjadi korelasi antar
error, sehingga model yang baik menghasilkan error yang acak dan tidak berpola.
autokorelasi, dapat digunakan uji Durbin-Watson atau dengan melihat nilai Obs*
memiliki autokorelasi.
Hipotesis :
H0 : ρ = 0
H1 : ρ = 0
Kriteria uji :
Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model.
khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Mi pertama kali dibuat dan
diproduksi di daratan Cina kira-kira 5000 tahun yang lalu dibawah kekuasaan
dinasti Han. Dari Cina, mi berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan,
Indocina dan Asia Tenggara, bahkan meluas ke seluruh dunia, termasuk Amerika
panjang-panjang. Dalam tradisi Cina ini sebagai simbol agar berumur panjang dan
Sebenarnya seni menggiling gandum dan pembuatan roti telah terlebih dahulu
mi juga mula-mula dikembangkan dan diajarkan sebagai lembaran roti yang tidak
Nama ramen sendiri berasal dari sebuah merek mi instan pertama yang
dalam kemasan mi yang sudah diberi bumbu sehingga konsumen hanya perlu
menambahkan air panas, namun dalam perkembangannya pada awal tahun 1960-
an mi ramen kemudian dibuat dalam kemasan dengan mi dan bumbu yang belum
sendiri, bumbu bisa ditambah dengan sayuran kering dan bahan tambahan lain
seperti daging atau bakso dan memberikan efek kuah yang lebih kental.
berlomba mengeluarkan produk yang berbeda satu sama lain dalam usaha
dengan rasa dan bumbu rempah-rempah yang berbeda satu sama lain. Cara baru
dalam variasi produk mi ramen adalah mi ramen yang dikeringkan dengan udara
panas bukan dengan cara digoreng seperti mi ramen konvensional. Cara ini
diyakini bisa membuat mi ramen lebih mendekati tekstur mi basah yang segar dan
bumbu yang lebih terasa, namun kemudian diketahui jika bumbu yang kurang
terasa bukan disebabkan oleh penggorengan mi ramen sehingga inovasi lain yang
dilakukan oleh produsen adalah dengan mencampur bumbu dengan bahan cair
Awal tahun 1970, muncul mi ramen dalam kemasan gelas (cup). Mi ramen
dinikmati kapan saja dan dimana saja. Kehadiran mesin penjualan otomatis
disertai dengan air panas membuat mi ramen bisa dikonsumsi di ruang terbuka
seperti ketika sedang berolah raga atau ketika sedang piknik. Inovasi lain berupa
Pada akhir tahun 1970-an kemasan mi ramen semakin inovatif dengan munculnya
telur dan mi ramen dengan bumbu sup dalam kemasan terpisah. Pada masa ini
Pada tahun 1980-an, muncul mi ramen dengan cita rasa tinggi. Satu porsi
mi ramen jenis ini harganya dua kali harga mi ramen biasa. Bahkan ada mi ramen
yang dijual seharga hampir US$ 6. Meskipun harga mi ramen cita rasa tinggi ini
dijual lebih mahal namun ternyata penjualannya 40 persen dari total penjualan mi
ramen di seluruh Jepang. Mi ramen dengan porsi 1,5 kali ukuran mi ramen biasa
muncul di akhir tahun 1980-an ketika remaja yang sering mengunjungi kafe
Tahun 1990-an mi ramen jenis lain muncul, mi segar dengan cita rasa yang
mendekati mi tradisional. Sampai dengan tahun 1995 sebanyak 5,19 milyar porsi
ramen telah terjual mi ramen sekarang dikonsumsi sebagai makanan yang biasa
dunia Chikin Rame (ramen (sejenis mi jepang) rasa ayam). Peristiwa penting
lainnya terjadi pada 1971 dimana Nissin memperkenalkan mi gelas, produk mi
instan dalam wadah (styrofoam) tahan air yang bisa digunakan untuk memasak mi
mi kering sekitar dekade 1950-an hingga 1960-an. Baru pada April 1968, dengan
berdirinya PT Lima Satu Sankyu yang menjadi cikal bakal industri mi instan di
Indonesia. Perusahaan ini mulanya berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dan
merupakan gabungan antara pengusaha domestik yaitu antara Sjarif Adil Sagala,
SH (65 persen), Eka Widjaja Moeis (25 persen) dengan Sankyu Shakushin
Kabushiki Kaisha (15 persen) dari Jepang, negara dimana asal mulanya mi instan
berasal. Pada 1997, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Lima Satu Sankyu
menjadi brand generik untuk mi instan (instan noodle) sampai akhir dekade 1980-
an.
PT Sanmaru Food Manufacturing sebagai salah satu anak perusahaan baru dari
Jangkar Jati Group yang memproduksi mi instan dengan merek Indomie. Disusul
kemudian dengan berdirinya PT Sarimi Asli Jaya (Salim Group) pada 1982
Sampurna Pangan Indonesia (Sidoarjo) pada 1972 yang kini menjadi PT Heinz
Suprama, PT Khong Guan Biscuit Factory Indonesia Ltd (Jakarta) pada 1976, PT
Radiance Food Indonesia Corp. (Jakarta) dan Pandu Sari I (Purbalingga) pada
1977, PT Siantar Top Tbk (Sidoarjo) pada 1978, PT Asia Megah Food
Sejak saat itu, pasar mi instan mulai ditandai dengan persaingan yang
sangat ketat. Terutama setelah Indofood (Salim Group) bergabung dengan Jangkar
Perusahaan inilah yang merupakan cikal bakal Indofood Group yang bernaung di
pengkristalan lagi dalam industri mi instan ketika pada 1986 PT Indofood Interna
Usaha penguasaan pasar mi instan oleh Indofood atau Salim Group tidak
berhenti sampai disini saja. Pada 1992, Salim Group telah mengambil alih seluruh
bungkus per tahun atau sekitar 1,1 juta ton atau sekitar 64,5 persen dari total
Food Industry dengan kapasitas produksi sebesar 91,9 ribu ton per tahun atau
sekitar 5,4 persen, kemudian PT Siantar Top Tbk dengan kapasitas sebesar 82,9
ribu ton per tahun atau sekitar 4,8 persen, PT Sentrafood Indonusa Corporation
dengan kapasitas sebesar 56 ribu ton atau sekitar 3,3 persen, PT ABC President
Enterprises Indonesia dengan kapasitas sebesar 54,6 ribu ton atau sekitar 3,2
persen, PT Arta Milenia Pangan Makmur dengan kapasitas sebesar 47,5 ribu ton
atau sekitar 2,8 persen dan perusahaan-perusahaan lainnya dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
lahan investasi yang lebih terbuka lebar untuk industri pengolahan mie, termasuk
dengan perluasan usaha adalah perusahaan yang telah terjun di industri mi insatn
akan mempromosikan merek dan atau variasi rasa baru untuk produk minya.
bisnis mi.
adalah dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) lima perusahaan dengan
modal asing tersebut merupakan produsen besar dalam industri mi instan dan juga
produk makanan dan minuman di Indonesia. Investor yang masuk berasal dari
Sebelumnya ada investor dari Swiss yaitu Nestle S.A dan Soprapha S.A
melalui PT Supmi Sakti yang kemudian diambil alih oleh PT Nestle Indonesia
dengan merek Maggi Mi. Kemudian dari Jepang ada Myojo Foods Co. Ltd. dan
Mitsui Co. Ltd. dengan mitra lokal PT Prima Intipangan Sejati dan PT Mitsui
Expor Indonesia melalui PT Myojo Prima Lestari dengan merek UMMAH dan
PT Unilever Indonesia, Tbk dengan merek Mi&Mi, namun ketiga merek ini kini
tidak diproduksi lagi. Modal asing dalam bisnis mi instan di Indonesia dapat
Banyaknya perusahaan dan industri yang tidak dapat bertahan dari bisnis
sendiri. Industri yang mampu bersaing akan terus berkembang, sedangkan industri
yang tidak mampu bersaing akan gulung tikar atau akan mengurangi produksi
untuk sementara waktu. Selain itu produsen yang kurang mampu menekan biaya
produksi, biasanya akan tersingkir kecuali produk yang dihasilkan telah memiliki
brand loyalti yang cukup tinggi. Seperti yang dialami PT Unilever Indonesia
yang tidak mau kalah bersaing dengan mengeluarkan Chatz Mi yang sekarang
mengeluarkan Kadabra yang tidak bisa bertahan juga. Pada tahun 2004 banyak
Tabel 4.3. Perusahaan Yang Sudah Mendapat Ijin Produksi Mi Instan 2004
Kapasitas
No Perusahaan Status Tahun Ijin
(Ton)
1 PT Darmex Oil & Fats PMDN 2003
2 PT Fulso Food Industries PMDN 1995 7200
3 PT Gema Guntur Perkasa PNC 2003 20220
4 PT Goro Batara Sakti PMDN 1996 30000
5 PT Hexapratama Food Industry PMDN 1995 3750
6 PT Multirasa Prima PMDN 1997 3000
7 PT Native Prima Canned Food Industry PMDN 1997 5940
8 PT Nong Shim Sekar PMA 1995 7000
9 PT Profita Aneka Sariboga PMA 2003 1014
10 CV Ronald Agung PMA 1995 13120
11 PT Sinar Terang Inti Tunggal PMDN 1997 20000
12 PT Swada Andhika PMDN 1996 20000
13 PT Swandayani Raya PMDN 1996 20000
Sumber: Corinthian Infopharma Corpora, 2004
4.2.2. Profil Beberapa Perusahaan Mi Instan
setelah mengambil alih saham PT Sarimi Asli Jaya (Sarimi) dan PT Supermi
Indonesia (Supermi). Pada Juni 1992, sebesar 51 persen saham diambil alih oleh
terdiri dari 10 anak perusahaan milik Indofood Group, enam perusahaan yang
berdiri sendiri dan dua perusahaan lainnya yang merupakan anak perusahaan
1995, PT ISM Tbk mengambil alih seluruh aset PT Bogasari Flour Mills dari
instan serta pengolahan gandum menjadi tepung terigu. Adapun produk mi instan
yang dikeluarkan oleh PT Indofood Sukses Makmur antara lain, yaitu MIQU,
dengan modal dasar Rp.150 juta dan mulai beroperasi pertama kali pada tahun
instan, mi telur dan snack. Produknya seperti Gaga Mi, Gaga Star Mi, Gaga Soun,
Michiyo, Arjuna dan Ini Mi (tidak diproduksi lagi). Pada tahun 1995 PT
Jakaranatama Food Industry masuk dalam bisnis bumbu instan nasi goreng
dengan merek Gaga yang dipasarkan tahun 1997. Saat ini perusahaan telah
20 Oktober 1992 dengan modal awal US$ 6 juta. Perusahaan ini mulai beroperasi
pertama kali dengan memproduksi mi instan pada tahun 1993 dan berstatus
perusahaan PMA. Perusahaan ini memperkerjakan sekitar 807 orang tenaga kerja
aktif dengan produknya antara lain, yaitu Guri Mi, ABC, dan Mi President.
didirikan di Surabaya (Jawa Timur) pada tahun 1972 dengan status sebagai Sole
Proprietory Company pada saat itu perusahaan hanya mengelola satu home
olahan. Perusahaan ini mulai beroperasi pada tahun 1978 dan pada tahun 1979 PT
Siantar Top membangun pabrik di daerah Rungkut (Surabaya). Pada 12 Mei 1987
nama dan status perusahaan dirubah menjadi PT Siantar Top Industri dengan
modal awal sebesar Rp.500 juta. Pada bulan Maret 1988 nama perusahaan ini
dirubah lagi menjadi PT Siantar Top dan pada tahun 1989 perusahaan
modal awal perusahaan ini ditingkatkan lagi menjadi Rp.100 milyar kemudian
pada 16 Agustus 1996, perusahaan melakukan Stuck Split dan Company Tbk.
Baru kemudian pada November 1996, PT Siantar Top go public dengan menjual
28,42 persen sahamnya kepada masyarakat melalui BEJ dan BES. Sejak saat itu
dan memperkerjakan 4500 orang tenaga kerja. Pada tahun 1997 PT Siantar Top
Produknya antara lain, yaitu Fajar Mi, Puji Mi, Jaya Mi, Sui Mi, Mister
Mi, Wilco Mi, Yoki Mi, Go&Go, Saleh Mi, Saleh Mi 105, Idola 105, Besto, Besto
105, N-Gy, Tasto Mi dan Sinchan Mi. PT Siantar Top merupakan anggota dari
Siantar Top Group, sebuah kelompok perusahaan yang berkembang pesat
dipimpin oleh bapak Shindo Sudimono. Aktivitas utama dari group ini adalah di
di Medan Sumatera Utara dengan modal awal Rp.210 milyar. Pertengahan tahun
1999 perusahaan memproduksi mi instan dengan kapasitas produksi 360 juta pak
per tahun atau sekitar 30,5 ribu ton (mi instan perusahaan ini rata-rata berukuran
ini mengeluarkan produk mi instan antara lain Alhami, Santre Mi dan Maitri.
awal US$ 6 juta. Perusahaan ini berstatus PMA dan perusahaan ini
memperkerjakan 200 orang tenaga kerja. Produk mi instannya antara lain Nissin
Mi, Nissin Pedas Pedazz, Nissin Top Ramen dan Nissin Jumbo.
Desember 1996 dengan modal awal Rp. 3 milyar dan mulai beroperasi pada tahun
1999. Pada bulan April 2003 group Wings dan group Djarum bergabung dalam
Negeri (PMDN) dan mempunyai 109 orang tenaga kerja dengan produknya
(N.V) dengan modal awal Rp.1,6 juta. Pada tahun 1969 perusahaan ini mengalami
beberapa perubahan. Pada 2 Maret 1976 perusahaan ini berubah namanya menjadi
mempunyai 10.009 orang tenaga kerja dan mempunyai produk mi instan Khong
Guan.
Indonesia didirikan pada 4 Maret 1971 dengan modal awal Rp.100 juta.
Perusahaan ini mulai beroperasi sejak tahun 1972 dan setelah tahun 1995
sebesar 200 ton. Pada tahun 2000 PT Sampurna Pangan Indonesia berubah
(NPC). Perusahaan ini mempunyai 1100 orang tenaga kerja dan produknya antara
Didirikan pada tahun 1969 dengan nama Toko Liem yang memproduksi
kopi, dimana ini merupakan cikal bakal perusahaan yang mendapat fasilitas
PMDN. Pada 4 Oktober 1972 Toko Liem ini berubah menjadi CV Usaha Dagang
Brothers dan sebulan kemudian pada 3 Desember 1990, nama perusahaan berubah
lagi menjadi PT Megah Putra Sejahtera yang berstatus PMDN dan mulai tahun
PT Asia Inti Selera Tbk. Didirikan pada tahun 1953 dengan nama PT Mi
Asia. Modal awal perusahaan sebesar Rp. 360 milyar, perusahaan ini mulai
beroperasi sejak tahun 1953 di bidang mi kering. Pada tahun 1974 pabrik yang
diversifikasi usaha lagi untuk memproduksi snack. Saat ini kapasitas produksi
pabrik tersebut adalah mi kering sebesar 37.500 ton, mi instan 10.500 ton dan
snack 1.500 ton per tahun. Hasil produksi untuk mi kering dipasarkan dengan
merek Ayam Dua Telor, sedangkan mi instan dipasarkan dengan merek Haha Mi,
jumlah tenaga kerja sebanyak 300 orang. Kemudian pada bulan Mei 1997 PT Asia
Inti Selera menjadi perusahaan yang go public dengan menjual 33,33 persen
sahamnya ke masyarakat.
4.2.2.12. PT Sentrafood Indonusa
merek Salam Mi. Kapasitas produksi Salam Mi sejak diluncurkan tahun 1996 baru
dibuat di pabrik lain melalui kontrak produksi di Karawang dan Surabaya, namun
pabrik baru milik PT Sentrafood baru selesai dibangun awal tahun 1997 di
Karawang.
Doremi dan Sup Mi Ayam. PT Supmi Sakti juga bekerja sama dengan Nestle
Sejak 12 Januari 1995, 80 persen saham PT Supmi Sakti telah diakuisisi oleh
Nestle NA.
proses yang memungkinkan suatu produk atau jasa tersedia bagi penggunaan atau
industri. Produsen mi instan yang berskala kecil atau rumah tangga biasanya
Bahkan terkadang eksportir dan distributor masih dalam satu kelompok usaha.
kepada konsumen. Selain dengan saluran distribusi yang sudah ada ada alternatif
lain yang dapat digunakan yaitu perusahaan mambuka badan usaha baru yang
produknya. Dengan cara ini pemasaran produk dapat dipantau dengan cermat oleh
Distributor
Konsumen
menentukan segmen pasar yang dituju dan target pencapaian penjualan dalam satu
yaitu harga jual produk menjadi lebih mahal, karena perusahaan harus membayar
dekade 1960-an yang diawali dengan industri mi basah dan mi kering. Baru
dengan berdirinya PT Lima Satu Sankyu pada tahun 1968 yang menjadi cikal
jenis mi instan yang telah dikeluarkan oleh Indofood, Indofood Group sendiri
merupakan sub Group dari Salim Group yang memerger 18 perusahaan makanan
olahan sebagai divisi dari Salim Group. Perusahaan tersebut memerger 6 produsen
Makmur, dan PT Sarimi Asli Jaya. PT Indofood Sukses Makmur dan PT Myojo
Prima Lestari adalah dua perusahaan milik Indofood Group dengan jumlah
kapasitas 782.000 ton. Tak dielakkan lagi bahwa pangsa pasar PT Indofood
Sukses Makmur terhadap pasar mi instan di dalam negeri mencapai lebih dari 80
produsen mi instan yang lain diduga telah menciptakan suatu tindakan monopoli
Struktur pasar mi instan dapat dilihat dari berbagai hal antara lain
penjualan struktur pasar mi instan juga dapat dilihat dari tingkat konsentrasi rasio
konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dari tahun 1986 sampai dengan
tahun 2003 adalah sebesar 51,71 persen. Konsentrasi rasio empat perusahaan
terbesar tertinggi terdapat di tahun 1993 yaitu sebesar 96,13 persen hal ini diduga
karena pada 1992, Salim Group telah mengambil alih seluruh saham Jangkar Jati
perusahaan baru akan mengalami kesulitan untuk memasuki pasar karena adanya
kekuatan pasar yang dimiliki oleh Indofood untuk menguasai pasar menyebabkan
sedikit sekali perusahaan baru yang berani bersaing artinya tingkat persaingannya
instan.
dilihat dari konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar yaitu perusahaan yang
mempunyai pangsa 50 persen sampai 100 persen dari pangsa pasar dan tanpa
pesaing yang kuat. Menurut Martin dalam Yunianti, 2001 apabila empat
perusahaan terbesar menguasai 40 persen atau lebih terhadap total penjualan maka
struktur pasarnya tergolong oligopoli ketat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
adalah sebesar 51,71 persen dimana sebagian besar pangsa pasarnya dikuasai oleh
Indofood.
produknya.
adalah konsentrasi rasio yang didapat dengan menjumlahkan pangsa pasar dari
empat perusahaan terbesar dan CR1 adalah konsentrasi rasio dari pangsa pasar
satu perusahaan terbesar. Data mengenai CR4 dan CR1 industri mi instan di
Berdasarkan konsentrasi rasio CR4 dan CR1 yang terdapat pada lampiran
maka dapat diketahui bahwa dari tahun 1986 sampai tahun 2003 industri mi instan
persen dan tingkat konsentrasi tertinggi didapat di tahun 1993 yaitu sebesar 96,13
persen. Sebelum adanya kebijakan impor tepung terigu tingkat konsentrasi rasio
hingga mencapai 96 persen. Sesuai data yang didapat dari BPS nilai rata-rata
tingkat konsentrasi satu perusahaan terbesar adalah sebesar 25,65 persen dimana
tingkat konsentrasi rasio satu perusahaan tertinggi juga didapat di tahun 1993
implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang menjadi
perusahaan yang telah ada. Menurut Umar (2000) ada beberapa faktor yang bisa
Jika ada hambatan masuk pasar pesaing potensial tidak dapat masuk ke
pasar yang bersangkutan. Ada dua jenis hambatan masuk pasar bagi pesaing
potensial, yaitu hambatan masuk pasar privat akibat dominasi pelaku usaha yang
bergerak pada pasar yang bersangkutan dan hambatan masuk pasar karena
lain adalah hambatan akibat dikuasainya produk suatu barang, baik dalam proses
pesaing potensial sulit masuk, walaupun pasarnya secara teoritis sudah terbuka,
karena secara faktual pasar bersangkutan sudah dikuasai, baik pasar hulunya dan
dalam jangka waktu tertentu tidak akan menguntungkan, oleh karena itu pesaing
potensial enggan masuk, karena perkiraan margin labanya baru dapat diperoleh
yang kuat akan mempersulit masuknya pesaing potensial, walaupun secara teoritis
terbuka, tetapi pesaing potensial enggan masuk, karena pesaing faktual sudah
menekan pada pasar yang bersangkutan. Sedangkan mi instan impor juga akan
Korea, Jepang, dan yang lain. Mi instan impor bisa perlahan-lahan mengambil
alih pasar mi instan Indofood, jika harganya lebih murah dan rasanya sesuai
tersebut.
eksistensi dalam industri mi instan di Indonesia maka para pesaing potensial harus
memiliki ukuran efisiensi minimum (MES) yang setara dengan yang dimiliki oleh
perusahaan terbesar. Ukuran efisiensi minimum (MES) adalah ukuran paling kecil
ukuran dari perusahaan paling kecil dalam pasar. Sebuah pasar dikatakan efisien
menurut alokasi jika harga yang bersedia dibayar pelanggan untuk unit terakhir
yang dijual menyamai hanya untuk ekstra bagi masyarakat untuk memproduksi
unit terakhir itu. Sedangkan pasar dikatakan efisien menurut produktivitas jika
terbesar dengan nilai output total. Besarnya MES tahun 1986 sampai tahun 2003
dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 dan teori yang ada maka
dapat diketahui bahwa jika produsen baru yang ingin bersaing dalam industri mi
instan maka minimal output yang harus dihasilkan adalah rata-rata sebesar 25,58
persen dari total output mi instan di Indonesia. Menurut Comanor dan Wilson
(1967) dalam Alistair (2004), MES yang lebih besar dari 10 persen
yang didapat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya
ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar-menawar atau ditetapkan oleh
penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Harga yang
ditetapkan perusahaan akan berada pada suatu titik antara harga yang terlalu
rendah dan yang terlalu tinggi. Biaya produk menentukan harga terendah, persepsi
konsumen terhadap nilai produk menentukan harga tertinggi dan perusahaan harus
dapat menentukan harga diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga
yang paling baik dan penentuan harga bisa berdasarkan persaingan (Umar, 2000).
Penentuan harga jual suatu produk tidak terlepas dari biaya produksi yang
strategi pemasaran, resiko dan promosi produk. Saluran distribusi yang rumit juga
akan menjadikan harga menjadi lebih mahal. Adanya strategi pemasaran juga
Berdasarkan harga jual, produk mi instan dibagi menjadi tiga segmen pasar mi
instan yaitu dengan harga eceran terendah di bawah Rp 500 per bungkus, mi
instan dengan harga eceran antara Rp 500 sampai Rp 750 per bungkus dan mi
dollar karena sebagian besar bahan baku kemasan yang digunakan masih diimpor
sehingga mau tidak mau akan mendorong kenaikan harga mi instan. Selain itu
kenaikan tarif dasar listrik (TDL), air, telepon dan bahan bakar minyak (BBM)
ikut memicu kenaikan harga-harga barang secara umum. Pada industri mi instan
biaya kemasan dihitung berdasarkan nilai produk mi instan tersebut. Jika nilai
produk mi instannya murah maka biaya kemasannya otomatis menjadi tinggi dan
sebaliknya.
Faktor lain yang mempengaruhi harga jual seperti adanya produk impor
dengan cara ini diharapkan harga tidak mudah meningkat dari setiap jalur
distribusi yang dilewati. Dengan harga yang meningkat maka segmentasi pasar
akan menjadi semakin sempit artinya produk tersebut hanya bisa dinikmati oleh
atau kebutuhan. Strategi produk bisa dilihat dari dua sisi yaitu:
1. Atribut Produk
manfaat-manfaat apa yang akan diberikan produk itu. Manfaat-manfaat ini bisa
dipenuhi oleh atribut produk misalnya mutu, desain, merek, label dan kemasan
(Umar, 2000).
a. Mutu produk menunjukkan kemampuan sebuah produk untuk menjalankan
kegunaan atau manfaat produk serta coraknya. Jadi tidak hanya penampilan
yang diperhatikan tetapi juga dibutuhkan produk yang mudah, aman, tidak
distribusi,
fungsi sebagai pelindung produk, menyatakan mutu tertentu dari produk atau
d. Label. Suatu label juga harus mempunyai berbagai fungsi antara lain label
harus dapat mengidentifikasi produk atau merek, label juga harus menjelaskan
tingkat mutu produk dan label harus dapat mendeskripsikan beberapa hal
cara memakainya.
berada di pasar dalam waktu lama dan menghasilkan penjualan yang baik karena
setiap produk pasti memiliki daur hidup yang berbeda. Pola penjualan dalam suatu
daur hidup produk ditandai oleh empat tahap, dimulai dari tahap pengenalan
produk di pasar, tahap pertumbuhan yang ditandai dengan meningkatnya laba dan
dengan cepat.
menarik minat para konsumen, strategi produk dapat dilakukan dengan cara
menciptakan cita rasa baru misalnya cita rasa daerah, membuat kemasan dan
ukuran produk mi instan yang menarik sesuai dengan momentum penting tertentu
misalnya pada saat Idul Fitri, Natal, Imlek, acara ulang tahun dan hari kasih
sayang.
dengan menjaga mutu produk agar tetap menjadi yang terbaik sehingga konsumen
mengeluarkan produk dengan kemasan yang lebih besar tetapi harga jualnya tidak
berbeda jauh dengan mi-mi instan lain. Tidak hanya rasa tapi ukuran dan
konsumen tentang adanya suatu produk di pasar dan meyakinkan mereka untuk
membeli dan mengingatkan selalu produk tersebut. Tujuan utama promosi ini
adalah untuk menarik perhatian agar produknya tetap disukai konsumen bahkan
periklanan atau iklan di media massa seperti koran, tabloid, majalah, televisi,
tersebut. Selain itu promosi juga dapat dilakukan dengan kegiatan pemasaran atau
pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa yang diharapkan pembelian yang
yaitu melalui penjual-penjual kecil atau wiraniaga. Promosi juga dapat dilakukan
melalui pameran dan expo, demonstrasi memasak serta berbagai kegiatan seperti
penawaran potongan harga, undian berhadiah. Cara lain untuk menarik minat
khas yang dimiliki berbagai propinsi di seluruh Indonesia. Selain itu Indofood
harga dan efisiensi. Tingkat keuntungan suatu perusahaan dapat dilihat dari
kinerja perusahaannya. Tingkat keuntungan dapat dicerminkan melalui Price-
Cost-Margin (PCM) dan tingkat efisiensi dapat dilihat melalui efisiensi-X. Data
mengenai nilai besarnya PCM dan efisiensi-X tahun 1986 sampai 2003 dapat
Pada Lampiran 3 selama kurun waktu 18 tahun mulai tahun 1986 sampai
tahun 2003 didapat nilai rata-rata PCM industri mi instan sebesar 26,67 persen.
Nilai PCM yang didapat sangat berfluktuasi yaitu pada tahun 2000 besarnya PCM
bernilai negatif yaitu sebesar 7,06 persen hal ini dikarenakan pengeluaran untuk
tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan kapasitas barang yang dihasilkan.
Pada tahun 1998 PCM mencapai 44.98 persen angka ini merupakan nilai PCM
tertinggi dari tahun 1986 sampai tahun 2003 dalam industri mi instan. Kemudian
nilai PCM tertinggi kedua didapat di tahun 2001 yaitu sebesar 39,90 persen dan
nilai PCM tertinggi ketiga didapat di tahun 1992 yaitu sebesar 38,25 persen.
1986 sampai tahun 2003 dapat ditunjukkan pada Lampiran 4. Diperoleh nilai rata-
rata efisiensi-X dari tahun 1986 sampai tahun 2003 adalah sebesar 52,19 persen.
Nilai efisiensi tertinggi berada di tahun 1992 sebesar 80,06 persen. Berdasarkan
nilai efisiensi-X (efisiensi internal) yang cukup tinggi. Berdasarkan teori yang ada
yang baik, baik dari sisi tenaga kerjanya maupun dari sisi perusahaan itu sendiri.
5.4. Hubungan Struktur dan Kinerja
kinerja pasar, dimana struktur pasar adalah karakteristik dan komposisi pasar dan
industri dalam suatu perekonomian sedangkan kinerja pasar mengacu pada tingkat
penguasaan pasar yang tinggi cenderung menghasilkan kinerja pasar yang buruk ,
yaitu konsumen harus membayar harga yang sangat tinggi. Pendekatan SCP
Kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan
untuk diukur sehingga untuk memudahkan bagaimana melihat kinerja industri itu
0.924177 GRSt
Godfrey Correlation LM. Apabila nilai probability obs*R-squared lebih besar dari
taraf nyata ( α ) yang digunakan maka hasil regresi ini tidak mengandung
Tabel 5.1. bahwa nilai probability obs*R-squared sebesar 0,694413 lebih besar
dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen. Dengan demikian dapat
autokorelasi.
pada Tabel 5.1. bahwa nilai probability obs*R-squared sebesar 0,378155 lebih
besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen. Dengan demikian dapat
heteroskedastisitas.
Syarat yang terakhir dalam metode Ordinary Least Square (OLS) adalah
eksogen yang terdapat pada matriks kolerasi. Suatu model tidak mengandung
Dari hasil yang ditunjukkan pada Tabel 5.2. dalam model regresi ini tidak
ditemukan adanya gejala multikolinearitas hal ini dapat dilihat tidak adanya nilai
antar variabel eksogen yang nilainya lebih besar dari 0.8 artinya tidak terdapat
pada industri mi instan (Tabel 5.1.). Berdasarkan hasil pengolahan model dengan
menggunakan software E-Views 4 telah didapatkan nilai koefisien determinasi
yaitu PCM industri mi instan sebagai variabel terikat mampu dijelaskan sebesar
79.43 persen oleh variabel-variabel bebasnya (CR4, Xeff, Prod, Tx, Tm dan GRS)
secara bersamaan. Sisanya sebesar 20,57 persen dijelaskan oleh variabel lain di
luar model.
kecil dari taraf nyata yang digunakan (10 persen) menunjukkan bahwa minimal
ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga
model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada
dalam fungsi.
terhadap PCM. Dapat disimpulkan bahwa strategi menjual produk dengan harga
yang murah demi menjaga ketersediaan produk pada segmen pasar tertentu akan
sebesar satu persen, maka PCM sebagai indikator kinerja akan meningkat sebesar
0,416685 persen. Hal ini karenakan semakin efisien suatu perusahaan maka
dengan sumber daya yang lebih sedikit atau sama karena efisiensi merupakan
maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,093031 persen. Nilai produktivitas pada
periode sebelumnya signifikan pada taraf 10 persen dengan nilai koefisien sebesar
sebesar satu persen maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,228412 persen. Hal
ini sesuai dengan hipotesis dimana semakin tinggi nilai output akan meningkatkan
adanya efisiensi dan kinerja yang meningkat pula. Kinerja yang meningkat akan
ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan masih tergantung oleh impor
dimana impor dinilai dengan dolar. Sedangkan ekspor juga dinilai dengan dolar
dan adanya biaya-biaya seperti pajak ekspor yang tinggi serta regulasi dalam
negeri yang sulit menyebabkan biaya produksi mi instan dengan harga jual mi
adanya politik dumping dengan menetapkan tarif masuk barang yang tinggi. Hal
ini didukung oleh kemampuan konsumen dalam negeri yang tinggi. Artinya daya
koefisien ynag cukup besar yaitu sebesar 0,924177. Artinya setiap kenaikan
perusahaan.
Walaupun dilanda krisis moneter hal ini tidak terlalu berpengaruh bagi
zaman masyarakat lebih suka dengan yang serba cepat dalam mengolah makanan
salah satunya contohnya didapat dari mi instan sebagai makanan pokok pengganti
baru yang akan bersaing memasuki pasar. Hal ini menunjukkan bahwa industri mi
instan merupakan salah satu industri yang tahan terhadap kondisi krisis.
ketat diantara para produsen mi instan di Indonesia. Persaingan yang ketat dapat
diantaranya :
yang masih kacau, maka kebijakan yang diambil adalah seiring dengan
dalam strategi saluran dan distribusi. Hal ini dikarenakan pertama, karena
alasan penjualan dan cakupan. Dengan saluran distribusi yang tepat dapat
distribusi yang tepat akan menghemat cost of sales. Selain itu, terciptanya
kemampuan melayani lebih banyak pelanggan dengan cara yang lebih murah.
diambil adalah meningkatkan teknologi yang padat modal dan padat karya
diambil adalah meningkatkan promosi baik melalui above the line maupun
penyerapannya akan lebih besar dan akan berdampak pada peningkatan devisa
negara.
diambil adalah dengan mengatur keberadaan bahan baku utama mi instan dan
proteksi menggunakan tarif masuk terhadap komoditi impor dan proteksi non
usaha dengan investor dalam dan luar negeri melalui penanaman modal untuk
6.1. Kesimpulan
industri mi instan dalam kondisi persaingan yang ketat, maka dapat ditarik
1. Berdasarkan hasil analisis data dari tahun 1986 sampai tahun 2003 didapatkan
dicapai pada tahun 1993 yaitu sebesar 96,13 persen. Industri mi instan
merupakan bahan baku utama pada industri mi instan dibukanya kran impor
hasil analisis data nilai PCM tertinggi dicapai di tahun 1998 yaitu sebesar
berada di tahun 1992 sebesar 80,06 persen. Berdasarkan hasil yang didapat
ditunjukkan bahwa industri mi instan di Indonesia mempunyai nilai efisiensi-
bahwa variabel CR4 berhubungan negatif dengan PCM hal ini berlawanan
negatif dengan PCM hal ini juga berlawanan dengan hipotesis yang dibuat
sebelumnya.
Square (OLS) maka diperoleh hasil bahwa nilai koefisien CR4 berdampak
negatif dan tidak signifikan berarti variabel CR4 tidak berpengaruh terhadap
sebesar satu persen, maka PCM sebagai indikator kinerja akan meningkat
persen maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,093031 persen. Pada nilai
namun dalam hasil estimasi ternyata tidak signifikan pada taraf nyata yang
persen.
5. Perilaku pasar dilihat dari strategi harga, strategi produk dan strategi promosi.
Strategi harga dipengaruhi oleh biaya produksi dan saluran distribusi, strategi
iklim investasi, kebijakan dalam bidang ekspor dan impor serta kebijakan
6.2. Saran
Setelah melihat hasil kesimpulan dan tujuan yang ada maka dapat
menghentikan perang harga dan perang diskon karena perang harga dapat
3. Kebijakan bahan baku mi instan seperti tepung lebih dikelola dan diperhatikan
dengan baik untuk mencegah persaingan yang tidak sehat antar produsen mi
instan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 1986-2003. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 1986-2003. Statistik Ekspor. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 1986-2003. Statistik Impor. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Besanko, D., Dranove, D., dan Shanley, M. 1996. The Economics of Strategy,
John Wiley dan Sons, Inc. New York.
Capricorn Indonesia Consult Inc., PT. 2002. “Prospek Industri dan Pemasaran Mi
Instan Di Indonesia”. Laporan Khusus, 294: 3-26.
Corinthian Infopharma Corpora, PT. 2004. Studi Tentang Industri dan Pemasaran
Mi Instan di Indonesia. Jakarta.
Geroski, P. A. 1991. Domestic and Foreign Entry in The United Kingdom: 1983-
1984, in Geroski, P. A., and Schwalbach, J., Entry and Market
Contestability: An International Comparison, Basil Blackwell, Oxford.
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah].
Erlangga, Jakarta.
Kartajaya, H. 2006. Saluran Kreatif. SWA. Ed. 09/XXII/4-17 MEI 2006. Hal. 98.
Louglin, C., Marks, S., Shauki, A., dan Sirait, N. 1999. Laporan Kebijakan
Persaingan Indonesia. The Law and Improved Procurement Systems
(ELIPS). USAID-Pemerintah Indonesia.
Robert, E. 1995. Hubungan Struktur Dengan Kinerja Pasar: Studi Empiris Pada
Industri Pemintalan [skripsi]. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia,
Depok.
Satriawan, E., dan Wigati, H. 2002. “Entry, Exit dan Tingkat Konsentrasi Pada
Industri Manufaktur di Indonesia, 1995-1997”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, 17: 74-84.
Uji Autokolerasi
Uji Heteroskedastisitas
D(PROD
D(CR4) XEFF D(PROD,2) XPOR D(LIMPOR) GRS
(-1),2)
D(CR4) 1.000000 -0.225702 0.087977 0.108234 -0.145939 0.084288 0.541802
XEFF -0.225702 1.000000 0.246341 -0.073276 -0.053333 -0.357949 -0.380939
D(PROD,2) 0.087977 0.246341 1.000000 -0.512100 0.068384 -0.099889 0.033702
D(PROD 0.108234 -0.073276 -0.512100 1.000000 -0.098078 -0.310727 0.105764
(-1),2)
XPOR -0.145939 -0.053333 0.068384 -0.098078 1.000000 0.180454 -0.192395
D(LIMPOR) 0.084288 -0.357949 -0.099889 -0.310727 0.180454 1.000000 0.152505
GRS 0.541802 -0.380939 0.033702 0.105764 -0.192395 0.152505 1.000000
Uji Stasioneritas