Anda di halaman 1dari 87

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA

INDUSTRI PAKAN TERNAK INDONESIA

OLEH
SUNDARI EKA AGUSTINA
H14104126

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN

SUNDARI EKA AGUSTINA. NRP H14104126. Analisis Struktur-Perilaku-


Kinerja Industri Pakan Ternak Indonesia (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).

Berkembangnya industri peternakan menyebabkan meningkatnya


permintaan terhadap pakan tersebut karena industri pakan ternak memiliki
keterkaitan ke depan (forward linkage) berhubungan dengan output pakan yang
digunakan sebagai makanan ternak dan keterkaitan ke belakang (backward
linkage) yang berhubungan dengan kebutuhan akan input pakan terutama jagung.
Oleh karena itu, bisnis pakan merupakan usaha yang sangat strategis.
Pangsa pakan terhadap total biaya produksi mencapai 70%, sementara itu
biaya bahan baku mencapai 85-90% dari total pakan. Sedangkan pangsa biaya
lainnya seperti DOC (bibit) hanya mencapai 13%. Di sisi lain, 83% produksi
pakan dialokasikan untuk unggas, 7% untuk budidaya ikan, 6% untuk babi, 1%
untuk pakan ternak lainnya. Dengan demikian, tingginya pangsa pakan terhadap
biaya produksi pada usaha ternak di Indonesia mengindikasikan bahwa produk
pakan memiliki prospek yang menjanjikan selaras dengan berkembangnya
industri pakan sebagai pendukung dari pembangunan dalam dunia peternakan.
Sampai sekarang ini perkembangan industri peternakan semakin menurun
kinerjanya. Adanya krisis moneter telah menyebabkan hampir seluruh produsen
skala kecil termasuk industri pakan ternak menutup usahanya dan hanya sedikit
perusahaan terintegrasi yang mampu bertahan yaitu Charoen Phokpand, Japfa
Comfeed, Subur dan Anwar Sierad. Terlepas dari penyediaan bahan baku pakan,
feedmill (perusahaan pakan) merupakan faktor vital dalam usaha budi daya
ternak. Namun, diduga adanya kecenderungan pertumbuhan pabrik pakan ternak
yang sampai saat ini telah membentuk oligopoli ditunjukkan dengan adanya (1)
proporsi produksi pakan dari pabrik pakan berskala besar yang berjumlah delapan
pabrik (12%) memiliki pangsa pasar 40-60%, (2) perusahaan peternakan skala
besar seperti PT. Japfa Comfeed, PT. Charoen Phokpand, PT. Cargill, PT. Anwar
Sierad, Group Subur, PT. Multi Breeder dll melakukan integrasi vertikal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku dan
kinerja industri pakan ternak serta hubungan antara struktur dan faktor lainnya
dengan kinerja. Selain itu digambarkan pula bagaimana perkembangan industri
pakan ternak Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan industri pakan unggas seperti
Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian,
Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), serta literatur lainnya yang
terkait. Data yang digunakan merupakan data time series tahunan dari tahun
1981-2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur Industri pakan di Indonesia
dapat dikatakan merupakan oligopoli longgar dengan rata-rata nilai rasio
konsentrasi pasar sebesar 41,33 persen. Sementara itu, nilai rata-rata Minimum
Efficiency Scale didapatkan sebesar 16,61 persen yang berarti hambatan masuk
pasar termasuk tinggi. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang
bagi masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri pakan ternak di
Indonesia. Perusahaan-perusahaan juga melakukan strategi untuk dapat bertahan
dalam industri ini. Untuk strategi produk, perusahaan pakan ternak masih
tergantung terhadap impor bahan baku, sehingga harga pakan juga berfluktuasi
mengikuti perkembangan harga bahan baku. Dalam hal promosi, perusahaan besar
telah memuat iklan dalam majalah khusus peternakan serta mengikuti pameran
peternakan. Sementara itu beberapa perusahaan besar melakukan integrasi
sehingga mampu menyediakan bahan baku sendiri.
Kebijaksanaan pemerintah mengenai pengembangan industri ternak dimulai
tahun 1967 dengan dikeluarkannya UU Peternakan 1967 yang menyatakan bahwa
peternakan merupakan usaha rakyat, usaha komersil tidak diperkenankan masuk,
dengan tujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan peternak
skala kecil. Kemudian tahun 1970-an pemerintah membolehkan penanaman
modal asing (PMA). Pada tahun tersebut disetujui pengembangan pembibitan
ayam ras dari negara Jepang dan Amerika Serikat. Usaha yang berkembang saat
itu perusahaan pembibitan, pabrik pakan, obat-obatan ternak dan pengolahan hasil
ternak, sehingga usaha komersil skala besar makin berperan. Kebijakan ini disusul
dengan kebijakan budi daya tahun 1980 yang mengatur pembatasan skala usaha
ternak terutama ayam ras yaitu Keppres No 50/1981. Tujuan kebijakan tersebut
adalah untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi rakyat serta
dalam rangka pembinaan dan perlindungan peternak rakyat ditambah lagi dengan
dukungan UU Peternakan No 67. Ternyata kebijakan tersebut dinilai kurang
berhasil karena peternak besar yang terintegrasi maupun peternak kecil dan yang
tergabung dengan koperasi kurang puas.
Berdasarkan penelitian, tingkat keuntungan (PCM) pada industri pakan
ternak dikatakan masih kecil dengan rata-rata sebesar 19,56%. Kecilnya nilai
PCM yang merupakan perbandingan biaya input dengan nilai output, disebabkan
oleh biaya input yang terlampau besar terutama besarnya biaya untuk bahan baku
yaitu sekitar 80-90%. Selain itu, untuk mengukur kinerja industri dapat dilihat
dari efisiensinya. Berdasarkan penelitian, diperoleh rata-rata nilai efisiensi sebesar
30,88%. Nilai X-Eff yang termasuk kategori rendah pada industri ini
mencerminkan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input
yang digunakan untuk produksi, artinya perusahaan belum dikelola dengan baik.
Perkembangan struktur-perilaku-industri pakan ternak Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh perdagangan internasional. Bagi penelitian selanjutnya
sebaiknya menambahkan variabel pengaruh ekspor dan impor mengingat
Indonesia adalah negara perekonomian terbuka yang melaksanakan perdagangan
dengan negara luar termasuk komoditas pakan ternak.
ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI
PAKAN TERNAK INDONESIA

OLEH
SUNDARI EKA AGUSTINA
H14104126

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMAN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,


Nama Mahasiswa : Sundari Eka Agustina
Nomor Pokok Mahasiswa : H14104126
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja
Industri Pakan Ternak Indonesia

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec


NIP 131 644 945

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS


NIP 131 846 872

Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Februari 2009

Sundari Eka Agustina


H14104126
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sundari Eka Agustina lahir pada tanggal 28 Agustus


1986 di Garut, yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara, dari Pasangan Sufyan Suri dan I. Solihah. Jenjang
pendidikan penulis dimulai di TK PERTIWI Surabaya lalu melanjutkan studi
yang dilalui tanpa hambatan menamatkan pendidikan dasar di SD IPPOR I hingga
lulus pada tahun 1998, kemudian penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 1
Garut hingga lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan ke SMU Negeri 2 Bandung dan lulus tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa Program
Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi
mahasiswa aktif dalam beberapa organisasi HIPOTESA, HMI Komisariat FEM
maupun HMI Cabang Bogor serta dalam berbagai kegiatan seperti klub teater dan
olahraga basket.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Struktur Perilaku
Kinerja Industri Pakan Unggas di Indonesia”. Topik penelitian ini dipilih
karena melihat perkembangan industri peternakan unggas menyebabkan
meningkatnya permintaan terhadap pakan unggas tersebut karena industri pakan
ternak unggas memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) berhubungan
dengan output pakan yang digunakan sebagai makanan ayam dan keterkaitan ke
belakang (backward linkage) yang berhubungan dengan kebutuhan akan input
pakan terutama jagung. Oleh karena itu, bisnis pakan merupakan usaha yang
sangat strategis. Berdasarkan fenomena tersebut, muncul keinginan penulis untuk
melihat bagaimanakah struktur perilaku serta kinerja industri pakan unggas di
Indonesia. Di samping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat serta ridho-Nya saya dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Yang tercinta Ibu, Ayah, adik-adik serta seluruh keluarga atas segala kasih
sayang, setia memberikan doa, dukungan dan moril kepada penulis
3. Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi,
atas segala bimbingan, pengarahan, dukungan serta motivasi selama
penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Bapak Nunung Nuryartono, Ph. D yang telah menguji hasil penelitian ini.
Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang berharga bagi
penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Toni Irawan, M. App atas masukannya guna perbaikan tata cara
penulisan skripsi ini.
6. Mba Andin, Mas Suhe atas arahan serta masukannya sehingga penulis
dapat menyusun skripsi dengan lancar.
7. Adam atas kebersamaan, kesabaran dorongan serta dukungannya selama
ini.
8. Sahabat-sahabatku Dwita, Laswati, Nina, Siera, Mega, Mirza, Puri,
Monika, Dwi, Dodol, Reni, Desi, Sofia, Ranum, Ba Cony, Cika, atas
kebersamaan dan persahabatan yang tulus.
9. Teman-teman Ilmu Ekonomi, terutama Hipotesa, HMI Komisariat FEM,
Panitia Bounce atas kerja samanya dan semangatnya selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan pada kata-kata yang
penulis gunakan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2009

Sundari Eka Agustina


H14104126
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian.............................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8
2.1 Konsep Mengenai Industri.................................................................. 8
2.2 Konsep Struktur-Perilaku-Kinerja ...................................................... 8
2.3 Penelitian Terdahulu........................................................................... 16
2.4 Kerangka Teori ................................................................................... 18
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 20
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 22
3.1 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 22
3.2 Metode Analisis.................................................................................. 22
3.3 Uji Statistika dan Ekonometri............................................................. 30
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PAKAN TERNAK
INDONESIA .............................................................................................. 34
4.1 Sejarah Serta Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ternak ........... 34
4.2 Perkembangan Industri Pakan ............................................................ 36
4.3 Ekspor dan Impor Pakan Ternak Indonesia........................................ 44
4.4 Regulasi yang Berkaitan Pakan Ternak.............................................. 46
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 47
5.1 Analisis Struktur Pasar Industri Pakan Ternak di Indonesia. ............. 47
5.2 Analisis Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia ......................... 50
5.3 Analisis Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja Industri
Pakan Ternak di Indonesia ................................................................ 52
5.4 Analisis Perilaku Perusahaan pada Industri Pakan Ternak
di Indonesia........................................................................................ 58
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 62
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 62
6.2 Saran ................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 65
LAMPIRAN....................................................................................................... 68
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Tipe-tipe pasar...................................................................................... 11

Tabel 2. Kondisi pasar berdasarkan struktur-perilaku-kinerja ........................... 15

Tabel 3. Contoh nilai penjualan perusahaan....................................................... 24

Tabel 4. Perkembangan jumlah perushaan pakan ternak dan jumlah tenaga


kerja di industri pakan ternak (1995-2005).......................................... 37

Tabel 5. Empat perusahaan pakan ternak terbesar di Indonesia 2008 ............... 37

Tabel 6. Kapasitas produksi pabrik pakan ternak di Indonesia.......................... 41

Tabel 7. Perkembangan penggunaan pakan ternak di Indonesia


tahun (2002-2006) ............................................................................... 42

Tabel 8. Perkembangan ekspor-impor pakan (2003-2007)................................ 44

Tabel 9. Perkembangan impor kebutuhan bahan baku pakan............................ 45

Tabel 10. CR4 industri pakan ternak di Indonesia 1981-2005............................. 47

Tabel 11. Nilai HHI tahun 2000-2005.................................................................. 48

Tabel 12. Perkembangan nilai MES..................................................................... 49

Tabel 13. Nilai PCM industri pakan ternak di Indonesia tahun 1981-2005......... 51

Tabel 14. Hasil estimasi model PCM industri pakan ternak di Indonesia
tahun 1981-2005 .................................................................................. 52

Tabel 15. Tabel uji kenormalan ........................................................................... 54


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran………………………………...........20


Gambar 2. Gambaran perkembangan industri pakan ternak dan
Peternakan……………………………………………………... 36
Gambar 3. Perkembangan nilai X - EFF........................................................50
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Biaya bahan baku industri pakan ternak dari tahun
1981-2005 ……………………………………………………… 69
Lampiran 2. Nilai efisiensi industri pakan ternak Indonesia tahun
1981-2005 ……………………………………………………….70
Lampiran 3. Tabel nilai R2 dan durbin Watson………………………………. 70
Lampiran 4. Tabel Anova ……………………………………………………. 71
Lampiran 5. Regression ……………………………………………………… 71
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan pertumbuhan ekonomi Indonesia, agribisnis

peternakan dianggap mampu merespon peluang pasar domestik. Adapun peluang

tersebut diantaranya jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa

merupakan target pasar yang potensional. Ditambah lagi dengan kesadaran akan

gizi masyarakatnya semakin meningkat. Oleh karena itu sumbangannya terhadap

perekonomian nasional cukup berarti dengan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp

736,8 trilyun dan mampu menyerap tenaga kerja mencapai 2,4 juta penyerapan

tenaga kerja nasional (BPS, 2006).

Karena perkembangan ekonomi, terjadi peningkatan investasi dan teknologi

yang mendorong perubahan struktur industri dari usaha rakyat menjadi industri

yang mencakup perkembangan semua komponen industri dalam skala besar

termasuk industri pakan ternak. Perkembangan industri pakan ternak erat

kaitannya dengan budidaya ternak itu sendiri. Budi daya ternak terutama ayam

ras mulai ada tahun 1972 yang dianggap sebagai awal berdirinya ternak ayam ras

komersil. Pabrik pakan pada masa itu masih terbatas untuk memasarkan hasil

produksinya kepada kalangan peternak ayam ras. Tahun selanjutnya budi daya ini

mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga mengindikasikan bahwa

peranan pabrik pakan ternak ayam semakin kuat.

Adapun Industri pakan ternak pertama yang sudah berkembang di Indonesia

yaitu PT. Charoen Phokpand Indonesia yang merupakan perusahaan multinasional


bergerak dalam agribisnis perunggasan sebagai kegiatan utamanya. Disusul

dengan PT. Japfa Comfeed yang juga merupakan salah satu perusahaan agribisnis

terkemuka di Indonesia dengan aktivitas intinya adalah industri pakan ternak,

pembibitan dan budidaya perairan. Perusahaan ini juga telah memegang peranan

yang cukup signifikan dalam pasar pakan ternak domestik dan telah sukses

mencapai posisi yang kuat dalam pasar. Hingga saat ini jumlah perusahaan pakan

ternak telah mencapai lima puluh perusaahaan dengan empat puluh dua

diantaranya tergabung dalam asosiasi produsen pakan ternak dengan produksi

mencapai tujuh juta ton juta ton per tahun (GPMT, 2008).

Berkembangnya industri peternakan terutama unggas menyebabkan

meningkatnya permintaan terhadap pakan tersebut karena industri pakan ternak

memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) berhubungan dengan output

pakan yang digunakan sebagai makanan ternak dan keterkaitan ke belakang

(backward linkage) yang berhubungan dengan kebutuhan akan input pakan

terutama jagung. Oleh karena itu, bisnis pakan merupakan usaha yang sangat

strategis. Namun demikian, akibat krisis multi dimensi sejak pertengahan 1997,

industri pakan turut terkena imbasnya sehingga kapasitas pabrik yang terpakai

hanya sekitar 30 persen atau sekitar 2,8 juta ton. Namun hal tersebut tidak

berlangsung lama karena selama periode 2001-2006, jumlah produksi daging dan

populasi unggas di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan sebesar 9,8

persen/tahun (Statistik Peternakan, 2006). Sementara itu, pertumbuhan rata-rata

konsumsi pakan pertahunnya mencapai 7 persen.


Sementara itu, pangsa pakan terhadap total biaya produksi mencapai 70

persen, sementara itu biaya bahan baku mencapai 85-90 persen dari total pakan.

Sedangkan pangsa biaya lainnya seperti DOC (bibit) hanya mencapai 13 persen

(Yusdja dan Pasandaran, 1998). Di sisi lain, 83 persen produksi pakan

dialokasikan untuk unggas, 7 persen untuk budidaya ikan, 6 persen untuk babi, 1

persen untuk pakan ternak lainnya. Dengan demikian, tingginya pangsa pakan

terhadap biaya produksi pada usaha ternak di Indonesia mengindikasikan bahwa

produk pakan memiliki prospek yang menjanjikan selaras dengan

berkembangnya industri pakan sebagai pendukung dari pembangunan dalam

dunia peternakan.

Perusahaan pakan ternak yang telah ada dikuasai oleh perusahaan berskala

besar yang telah terintegrasi secara vertikal dan dinamis, termasuk perusahaan

multinasional, yang bertindak sebagai motor penggerak rantai pasok, termasuk

untuk pakan ternak. Pada tahun 2000 terdapat 61 perusahaan pakan ternak di

seluruh Indonesia dengan kapasitas 10.018.791 ton. Semakin dominannya

perusahaan skala besar ditunjukkan bahwa pada tahun 1999 PT. Charoen

Phokpand Indonesia (CPI) mempunyai kapasitas produksi pakan sebesar

2.410.000 ton pertahun yang berarti PT. CPI memiliki pangsa pasar yang

mencapai 38 persen untuk pakan unggas. Suatu pangsa pasar yang sangat

potensial untuk menjadi leader dalam perusahaan oligopoli (Simatupang, et.al,

2002). Disusul oleh Japfa Comfeed, Sierad Produce, Cheil Jedang dan Wonokoyo

yang merupakan perusahaan agribisnis dan telah terintegrasi dengan baik mulai

dari usaha pakan ternak, usaha pembibitan, maupun produksi daging olahan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan

industri pakan ternak di Indonesia dengan pendekatan struktur perilaku dan

kinerja.

1.2 Perumusan Masalah

Berangkat dari kebijakan pemerintah yang dikeluarkan mengenai

peternakan yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No 6/1967 yang menyatakan

bahwa industri peternakan dikelola oleh skala kecil. Saat itu usaha komersil

unggas belum popular di kalangan konsumen akan tetapi penyediaan pakan dan

stok induk unggas telah terjadi. Setelah tahun 1970 pemerintah memperbolehkan

investasi asing di industri peternakan, sehingga mulai berkembang bisnis tersebut

termasuk pabrik pembuatan pakan ternak, kemudian peternak melakukan protes

karena dianggap tidak seimbangnya persaingan antara peternak skala kecil dan

skala besar. Pemerintah menanggapinya dengan mengeluarkan Keppres

No.50/1980 yang menyatakan bahwa produksi peternakan diambil alih oleh

peternak skala kecil dan produksi skala besar harus mengikuti aturan tersebut.

Akan tetapi pada tahun 1990 peternak-peternak berskala kecil semakin menurun

jumlahnya.

Pemerintah kemudian melakukan deregulasi dengan mengeluarkan

Keppres No 22/1990 yang mengijinkan skala ekonomi produksi dimana produsen

berskala besar mengekspor 60 persen produksinya dan memiliki hubungan

kemitraan dengan peternak berskala kecil termasuk dalam penyediaan pakannya.

Sampai sekarang ini perkembangan industri peternakan semakin menurun

kinerjanya. Adanya krisis moneter telah menyebabkan hampir seluruh produsen


skala kecil temasuk industri pakan ternak menutup usahanya dan hanya sedikit

perusahaan terintegrasi yang mampu bertahan yaitu Charoen Phokpand, Japfa

Comfeed, Subur dan Anwar Sierad (Poultry Indonesia, 2005). Ditambah lagi

dengan merebaknya flu burung tahun 2003 memberikan sinyal negatif bagi

investor perunggasan.

Terlepas dari penyediaan bahan baku pakan, feedmill (perusahaan pakan )

merupakan faktor vital dalam usaha perbroileran. Namun, diduga adanya

kecenderungan pertumbuhan pabrik pakan ternak yang sampai saat ini telah

membentuk oligopoli ditunjukkan dengan adanya (1) proporsi produksi pakan

dari pabrik pakan berskala besar yang berjumlah delapan pabrik (12 persen)

memiliki pangsa pasar 40-60 persen, (2) hasil estimasi keuntungan pabrik pakan

(1993) Rp 265/ pakan petelur dan Rp 287/kg pakan broiler atau sekitar 42-44$

dari harga jual pakan, (3) perusahaan peternakan skala besar seperti PT. Japfa

Comfeed, PT. Charoen Phokpand, PT Cargill, PT. Anwar Sierad, Group Subur,

PT. Multi Breeder dll melakukan integrasi vertikal , (4) kedelapan pabrik pakan

tersebut tergabung dalam organisasi GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan

Ternak), (Yusdja dan Saptana, 1995).

Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa hal yang dapat dikaji, yaitu

apakah kondisi yang melanda bisnis pakan ternak Indonesia turut mempengaruhi

struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak Indonesia.


Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimanakah struktur industri pakan ternak di Indonesia?

2. Bagaimana perilaku pasar industri pakan ternak di Indonesia?

3. Bagaimana kinerja industri pakan ternak di Indonesia?

4. Bagaimana hubungan struktur dan faktor lainnya dengan kinerja pada

industri pakan ternak di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan yang hendak dicapai dari penelitian mengenai industri pakan unggas

adalah:

1. Menganalisa struktur industri pakan ternak di Indonesia,

2. Menganalisa perilaku industri pakan ternak di Indonesia,

3. Menganalisa kinerja produsen pakan ternak di Indonesia,

4. Menganalisa hubungan struktur dan faktor lainnya dengan kinerja

industri pakan ternak di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak di

Indonesia, diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi pelaku industri

pakan, bagi para pengambil keputusan diharapkan menjadi masukan dan bahan

pertimbangan untuk pengembangan industri pakan ternak selanjutnya sehingga

dapat dicapainya industri pakan Indonesia yang tangguh. Hasil penelitian ini juga
diharapkan menjadi informasi ataupun rujukan untuk penelitian yang berkaitan

dengan industri pakan ternak selanjutnya. Bagi penulis sendiri, penelitian ini

merupakan proses belajar dalam menganalisa suatu permasalahan dan menambah

wawasan mengenai industri pakan ternak di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini mengkaji perkembangan bisnis pakan ternak melalui analisis

struktur-perilaku-kinerja industri pakan ternak serta produk pakan ternak dengan

kode ISIC 15331 untuk ransum pakan ternak dan ISIC 15332 untuk konsentrat

pakan ternak. Analisis dibatasi tanpa membahas lebih lanjut tentang aspek pasar,

pengaruh harga, keterkaitannya dengan permintaan bahan baku serta produk akhir

pakan ternak serta tidak menganalisis aspek perdagangan internasional.


II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Konsep Mengenai Industri

Kumpulan perusahaan sejenis dinamakan industri. Perusahaan (firm)

adalah unit produksi yang bergerak dalam bidang tertentu. Bidang ini dapat

merupakan bidang pertanian, bidang pengolahan maupun jasa. (Djojodipuro, 1994

dalam Safitri, 2006). Hasibuan (1993) menyatakan bahwa pengertian industri

sangat luas, dapat dalam lingkup makro dan mikro.

Secara mikro, sebagaimana dijelaskan dalam teori ekonomi mikro. Secara

mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan

barang yang homogen, atau barang yang mempunyai sifat saling menggantikan

secara erat. Namun, dari segi pembentukan pendapatan, yang bersifat makro,

industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Istilah industri

memiliki makna, yang berarti himpunan perusahaan sejenis. Di negara-negara

berkembang seperti Indonesia, peranan pemerintah semakin jelas pengaruhnya

terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri (Hasibuan, 1993).

2.2 Konsep Struktur-Perilaku-Kinerja

Dalam melakukan analisis ekonomi industri, khususnya organisasi

industri, ada cara mengamati kaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama,

hanya memperhatikan secara mendalam dua aspek, yakni kaitan struktur dan

kinerja industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua, pengamatan

kinerja dan perilaku dan kemudian dikaitkan lagi dengan struktur. Ketiga,

menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian baru diamati kinerjanya.
Keempat, kinerja tidak perlu diamati lagi, oleh karena telah dijawab dari

hubungan struktur dan perilakunya (Hasibuan, 1993).

2.1.1 Struktur Industri

Struktur yang dimaksud yaitu struktur pasar yang sebagian besar

digambarkan oleh konsentrasi penguasaan pasar. Derajat tingkat konsentrasi

mengacu pada kepemilikan atau berapa besar proporsi dari beberapa kumpulan

atau aktivitas sumber daya ekonomi. Struktur industri diukur berdasarkan

perbandingan rasio konsentrasi yang diduga dipengaruhi oleh faktor teknis seperti

skala ekonomi yang diproksi dari biaya produksi; variabel perilaku, dan kinerja.

Struktur pasar menjadi ukuran yang penting dalam mengamati variasi perilaku

dan kinerja industri, karena secara strategis dapat mempengaruhi kondisi

persaingan serta tingkat harga barang dan jasa.

Konsentrasi mengindikasikan derajat tingkat market power. Kekuatan

pasar adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mempengaruhi dengan kuat

kuantitas dan harga di pasar. Market power muncul jika market share mencapai 15

persen dan jika mencapai 25-30 persen, derajat monopoli dapat menjadi lebih

signifikan, serta market share yang lebih dari 40-50 persen biasanya memberikan

market power yang lebih besar. (Sheperd, 1997). Market power dapat berubah

tergantung market share-nya. Dimana market share berhubungan positif dengan

profitabilitas (Suvanichwong, 1977 dalam Sayaka, 2003).


Struktur pasar mempengaruhi sifat proses persaingan. Terdapat tiga

kriteria yang merupakan elemen pokok dalam struktur pasar, yaitu: pangsa pasar

(market share), pemusatan (concentration), hambatan masuk (barrier to entry).

1. Pangsa pasar

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan berkisar antara 0-

100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar dalam praktik bisnis

merupakan tujuan dan alasan perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang

lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga

sahamnya. Peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber keuntungan dari

perusahaan (Jaya, 2001).

Pangsa membandingkan dari pangsa pasar adalah pangsa dari pendapatan

penjualan total. Pangsa pasar merupakan indikator yang paling penting dalam

menentukan derajat kekuasaan monopoli, dalam skala ordinal (dibandingkan dari

pangsa pasar yang tinggi atau paling rendah dari pasar yang sama). Semakin

tinggi pangsa pasar maka kekuasaan monopoli semakin besar. Sedangkan jika

pangsanya rendah, maka kekuasaan monopoli yang dimiliki akan semakin kecil

atau bahkan tidak ada sama sekali (Sheperd, 1990).

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah tipe-tipe pasar yang digambarkan

berdasarkan pangsa pasar perusahaan yang dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Tipe- tipe pasar
Tipe pasar Kondisi Pasar Contoh
Monopoli murni Suatu pasar yang PLN, TELKOM, PAM
memiliki 100% pangsa
pasar
Perusahaan yang dominan Suatu perusahaan yang Surat kabar lokal atau
memilki50-100% pangsa nasional, film Kodak,
pasar dan tanpa pesaing batu baterai
yang kuat
Oligopoli ketat Penggabungan empat Bank-bank lokal, siaran
perusahaan terkemuka TV, bola lampu, sabun,
yang memiliki pangsa toko buku, rokok kretek
pasar 60-100%, dan semen
kesepakatan diantara
mereka untuk
menetapkan harga relatif
mudah
Oligopoli longgar Penggabungan empat Kayu, perkakas rumah
perusahaan terkemuka tangga, mesin-mesin
yang memiliki pangsa kecil, perangkat keras,
pasar 40% atau kurang, majalah, batu baterai,
kesepakatan di antara obat-obatan
mereka untuk
mendapatkan harga
sebenarnya tidak
mungkin
Persaingan monopolistik Banyak pesaing yang Pedagang eceran,
efektif, tidak satupun penjual pakaian
yang memiliki lebih dari
10% pangsa pasar
Persaingan murni Lebih dari 50 pesaing Sapi dan unggas
yang mana tidak satupun
yang memiliki pangsa
pasar yang berarti
Sumber: Jaya, 2001

2. Konsentrasi

Menurut Sheperd (1990) dinyatakan bahwa concentration (pemusatan)

merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan utama, dimana

jumlahnya paling sedikit 2 perusahaan dan paling banyak 8 perusahaan.

Kombinasi pangsa pasar membentuk satu tingkat pemusatan dalam pasar.


Penerimaan rata-rata industri yang terkonsentrasi adalah lebih tinggi daripada

penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi.

Pemusatan merupakan tingkat oligopoli. Para oligopolis merupakan

koordinasi yang secara ketat seakan mereka monopolis sejati, sehingga persaingan

hebat bisa terjadi di antara mereka atau mungkin mengikuti pola lebih lanjut.

Kombinasi kekuatan pasar mereka perlahan mengurangi pengaruh perusahaan

yang mempunyai pangsa pasar utama. Pemusatan dapat menghasilkan suatu

bentuk industri yang secara rasio dapat diterima (Jaya, 2001).

Menurut Greer (1975), konsentrasi disebabkan 5 faktor, yaitu :

ƒ adanya kesempatan dan keberuntungan

ƒ adanya penyebab teknis berupa skala ekonomi, kemudahan

memperoleh sumber daya, tingkat pertumbuhan pasar

ƒ kebijakan pemerintah yang terdiri dari peraturan, pemberian paten,

lisensi, tarif dan kuota

ƒ kebijakan usaha berupa merger, dan adanya predatory pricing

ƒ diferensiasi produk

3. Hambatan masuk

Menurut Sheperd (1990) dinyatakan bahwa dengan adanya hambatan

masuk akan menghalangi pesaing yang potensial untuk memasuki pasar dan

menjadi pesaing yang sesungguhnya. Apapun yang mengurangi kemungkinan

skala atau kecepatan dari masuknya perusahaan disebut sebagai hambatan masuk.

Menurut Jaya (2001) dinyatakan bahwa sesuatu yang memungkinkan

terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru


merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan tersebut mencakup cara dengan

menggunakan perangkat tertentu yang sah (seperti paten, dan franchise), seperti

hambatan ekonomi umum lainnya.

2.1.2 Perilaku Industri

Banyak hal yang dapat dipengaruhi dengan kebijakan yang akan diambil

oleh suatu perusahaan. Pada kondisi pasar oligopoli perilaku setiap perusahaan

akan sulit diperkirakan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kebijakan yang

akan diambil oleh suatu perusahaan. Kondisi pasar oligopoli yang dipimpin oleh

beberapa perusahaan dominan, pada umumnya perusahaan yang mendominasi

pasar akan berlaku seperti hanya perusahaan monopoli akan menaikkan harga

untuk memperoleh keuntungan lebih dan menggunakan diskriminasi harga.

Berbeda dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya

bersifat sebagai penerima harga, pada pasar oligopoli tindakan yang mereka

lakukan terkait oleh strategi dimana pilihan tindakannya seringkali tergantung

pada kebijakan yang diambil oleh pesaing terdekat. (Jaya, 2001).

Hasibuan (1993) menyatakan bahwa dalam menilai derajat persaingan

suatu pasar perlu diperhatikan perilaku dari perusahaan yang berada dalam

industri yang bersangkutan. Perilaku dalam hal ini adalah pola tanggapan dan

penyesuaian suatu industri dalam pasar sehingga tercapai tujuannya. Perilaku ini

jelas terlihat dalam penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar

dan juga kebijaksanaan produk. Dalam pengertian koordinasi terjadi sangat luas

seperti kolusi dalam bentuk kartel.


Perilaku merupakan tindakan apa yang perusahaan lakukan dengan harga

produk, tingkat produksi, produk, promosi dan variabel kunci lainnya. Perilaku

dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu harga dan non harga. Kategori non harga

termasuk iklan, kemasan, kualitas produk dan sebagainya (Greer, 1992 dalam

Safitri, 2006).

2.1.3 Kinerja Industri

Kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan

perilaku industri (Hasibuan, 1993). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi

memiliki banyak aspek, namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu

efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi (Jaya, 2001).

1. Efisiensi

Secara sederhana, pengertian efisiensi adalah menghasilkan output yang

maksimum dengan menggunakan sejumlah output tertentu. Baik secara kuantitas

fisik maupun nilai ekonomis (harga). Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa

sejumlah input yang sifatnya boros dihindarkan, sehingga tidak ada sumber daya

terbuang.

2. Kemajuan teknologi

Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat

suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang

yang telah ada. Proses pembaharuan tidak dapat menghindari masalah

ketidakpastian, oleh karena itu, ide-ide yang baru membutuhkan suatu penelitian

dan percobaan terlebih dahulu.


3. Keseimbangan dalam distribusi

Menurut istilah ekonomi, keseimbangan dalam distribusi disebut dengan

keadilan (equity). Keadilan mempunyai tiga dimensi pokok yaitu kesejahteraan,

pendapatan dan kesempatan. Secara umum kondisi pasar berdasarkan struktur-

perilaku dan kinerja dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2. Kondisi Pasar berdasarkan Struktur-Perilaku-Kinerja


Ciri-ciri Monopoli Perusahaan Oligopoli Persaingan Persaingan
dominan monopolistik murni
Kondisi Memiliki Mengasai Gabungan Banyak Lebih dari
utama 100% pangsa perusahaan pesaing 50 pesaing
pangsa pasar 50- terkemuka efektif dan yang tidak
pasar 100% pangsa tidak satupun
tanpa pasar 60- satupun memiliki
pesaing 100% memiliki pangsa
kuat pangsa pasar pasar yang
>10% berarti
Jumlah Satu Banyak Sedikit Banyak Sangat
produsen banyak
Entry/exit Sangat Relatif Tinggi Relatif Rendah
barrier tinggi rendah rendah

Diferensiasi Relatif Relatif Relatif Relatif Tidak ada


produk
Kekuatan Sangat Relatif Relatif Sedikit Tidak ada
menentukan besar
Persaingan Tidak Besar Besar Besar Tidak ada
selain harga ada
Informasi Sangat Cukup Terbatas Cukup Terbuka
terbatas terbuka terbuka
Profit Berlebih Berlebih Agak Normal Normal
berlebih
Efisiensi Kurang Kurang Kurang Cukup baik Baik
baik baik baik
Sumber: Hasibuan (1993).
2.3 Penelitian Terdahulu

1) Penelitian Terdahulu mengenai Pakan Unggas

Hasil penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa efisiensi produksi

pabrik pakan pada saat pengamatan adalah layak secara ekonomi dari segi

pemanfaatan sumberdaya domestik hanya untuk memenuhi kebutuhan setempat

(lokal). Untuk tujuan perdagangan antar daerah berada pada kondisi kritis dan

tidak layak sama sekali untuk tujuan promosi ekspor. Industri pakan ayam ras di

wilayah Bogor-Bekasi belum berproduksi secara efisien pada kondisi laba

maksimum jangka pendek (Alim, 1996).

Menurut Purba (1999) yang meneliti mengenai keterkaitan pasar jagung

dan pakan ternak ayam ras di Indonesia: suatu analisis simulasi dengan

menggunakan data deret waktu periode 1969-1996 dengan sistem persamaan

simultan dan metode 2SLS menunjukkan bahwa produksi pakan ternak sesuai

dengan teori ekonomi yang nyata dipengaruhi oleh peubah selisih harga pakan dan

jagung, tingkat suku bunga, dan populasi ayam ras.

Sementara itu, Yusdja et al (2000) meneliti struktur industri unggas

nasional yang meliputi produksi, peternak dan struktur indstri pakan. Yang

menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran struktur produksi dari tahun 1970-an,

usaha peternakan ayam ras 100% dikuasai oleh peternakan rakyat dengan

dukungan kebijakan PMA. Pada periode 1990-an 60% pangsa produksi dikuasai

oleh perusahaan peternakan skala besar, 20% oleh skala menengah dan 20% skala

kecil.
Menurut Kariyasa (2003) yang meneliti perilaku dan keterkaitan pasar jagung,

pakan dan daging ayam ras di Indonesia, mengevaluasi dampak kebijakan

domestik dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan para pelaku pasar serta

melakukan proyeksi produksi dan permintaan domestik terhadap tiga komoditi

tersebut. Penelitian menggunakan data sekunder deret waktu 1980-2001 dengan

pendekatan ekonometrika. Penelitian menunjukkan ada keterkaitan antara

ketiganya, serta antara pasar domestik dan pasar dunia lewat harga jagung, harga

pakan domestik, harga daging ayam. Kebijakan subsidi suku bunga kredit usaha

tani dan harga pupuk disarankan sebagai alternatif utama dalam pengembangan

pasar jagung, pakan dan daging ayam domestik.

2) Penelitian Terdahulu mengenai Teori Struktur Perilaku Kinerja

Menurut Sayaka (2003) menganalisis struktur pasar, perilaku kinerja

industri benih jagung di provinsi Jawa Timur, menggunakan data primer dan

sekunder dengan analisis deskriptif statistik. Penelitian mengungkapkan struktur

industri benih jagung di Jawa Timur sangat oligopolistik. Sementara itu, pasar

benih jagung dinilai tidak efisien.

Menurut Fitriani (2006) yang menganalisis struktur, perilaku dan kinerja

industri pakan ternak ayam di Lampung dan Jawa Barat menunjukkan bahwa dari

hasil pendugaan model, menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara komponen

struktur, perilaku dan kinerja pada industri pakan ternak ayam. Perilaku biaya

(share biaya bahan baku) dipengaruhi oleh jumlah industri pakan (indikator

struktur). Sementara diferensiasi produk (indikator struktur) merupakan faktor

yang mempengaruhi teknis perusahaan dan profitabilitas (indikator kinerja).


Sebaliknya, perubahan dalam kinerja secara langsung ataupun tidak langsung

akan merubah struktur industri pakan ternak (jumlah industri pakan dipengaruhi

oleh harga pakan, sebaga indikator kinerja).

Menurut Safitri (2006) yang meneliti mengenai SCP industri besi-baja

menunjukkan bahwa struktur pasar pada industri besi-baja adalah oligopoli ketat

namun ada perusahaan yang medominasi pasar. Variable X-eff dan CR4

mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan kinerja (PCM). Sedangkan

dalam penurunan PCM variable yang memiliki pengaruh terbesar adalah variabel

dummy, MES dan Growth. Berdasarkan analisis perilaku dari perusahaan pada

industri besi baja di Indonesia diduga ada beberapa perilaku dari perusahaan pada

industri besi-baja di Indonesia. Perilaku yang terjadi antara lain strategi harga,

produk, promosi dan distribusi.

Menurut Winsih (2007) yang meneliti mengenai struktur, perilaku dan

kinerja industri manufaktur Indonesia dengan menggunakan panel data

menyatakan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh terbesar pada peningkatan

kinerja adalah produktivitas, dan efisiensi-x. Sedangkan variabel konsentrasi

empat perusahaan terbesar, pertumbuhan nilai produksi, ekspor dan impor tidak

signifikan terhadap peningkatan keuntungan.

2.4 Kerangka Teori

Kerangka Pemikiran ini mengacu pada kerangka structure conduct

performance (SCP), dimana satu industri tidak terlepas dari adanya struktur,

perilaku dan kinerja industri itu sendiri. Pada model analisis SCP dikatakan bahwa

struktur pasar suatu industri mempengaruhi kinerja dari industri mempengaruhi


perilaku perusahaan yang ada di dalamnya, kemudian perilaku tersebut akan

mempengaruhi kinerja dari industri tersebut. Tentu saja analisis ini tidak terlepas

dari pengaruh kebijakan pemerintah yang mempengaruhi perkembangan industri

pakan ternak di Indonesia.

Pendekatan ini dimulai dari menganalisis struktur industri pakan ternak

melalui concentration ratio, barrier to entry price cost margin. Hal ini

dikarenakan struktur mempunyai pengaruh utama terhadap kinerja industri.

Sementara itu, struktur pasar yang ada akan mempengaruhi perilaku industri

pakan ternak. Dalam penelitian ini, perilaku dianalisis secara deskriptif karena

secara umum untuk menganalisis perilaku pasar tidak dapat diukur secara

kuantitatif. Analisis perilaku ini dilihat dari bagaimana strategi perusahaan dalam

menetapkan harga jual, produk, melakukan promosi untuk memasarkan

produknya dan strategi distribusi. Perlaku ini dapat mempengaruhi kinerja industri

pakan ternak.

Variabel struktur seperti konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4),

efisiensi-X (XEFF), hambatan masuk (MES), pertumbuhan nilai produksi

(GROWTH) yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia. Sementara analisis

kinerja industri dapat dlihat dari bagaimana perkembangan tingkat keuntungan

perusahaan melalui nilai Price Cost Margin (PCM) dan nilai efisiensi (X-eff).

Setelah mengetahui struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak, dilihat
pula hubungan ketiganya. Kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam bagan

berikut ini:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

Kebijakan Pemerintah

Perkembangan Industri Pakan Ternak

Struktur : Perilaku: Kinerja:


- Market share - Harga - PCM
- Concentration ratio - Produk - Efisiensi-X
- Barier To entry - Promosi

Hubungan ketiganya

Implikasi kebijakan
Pemerintah

`Keterangan: …. ruang lingkup analisis

2.5 Hipotesis Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh struktur terhadap kinerja industri telah

banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi, terutama oleh pengamat industri.

Hubungan variabel-variabel struktur dan kinerja dapat menghasilkan kesimpulan

yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya penggunaan proksi yang berbeda oleh

para peneliti.

Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu yang mendasari penelitian

ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), memiliki pengaruh

positif terhadap PCM. Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka


semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Sementara tingkat kosentrasi memiliki pengaruh negatif dengan

persaingan, dimana ketika tingkat konsentrasi meningkat maka tingkat

persaingan akan menurun. Begitu pula sebaliknya.

2. Efisiensi-X (XEFF) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin

efisien perusahaan maka tingkat produksi suatu perusahaan lebih sedikit

untuk memproduksi komoditi karena efisiensi merupakan pengurangan

biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka

panjang lebih murah. Adanya efisiensi maka tingkat keuntungan

perusahaan akan meningkat.

3. Hambatan masuk (MES) memiliki pengaruh positif terhadap PCM.

Hambatan masuk yang dimaksudkan di sini adalah besarnya output

perusahaan terbesar dibandingkan dengan output total industri pakan

ternak. Semakin tinggi hambatan untuk masuk bagi industri ini semakin

tinggi tingkat keuntungan yang dipertahankan pada industri yang telah ada.

4. Pertumbuhan nilai produksi (GROWTH) mempunyai nilai positif terhadap

PCM. Pertumbuhan nilai produksi merupakan perbandingan nilai barang

yang dihasilkan tahun ini dikurangi dengan nilai barang yang dihasilkan

tahun sebelumnya. Jika pertumbuhannya semakin meningkat maka tingkat

keuntungan yang diperoleh perusahaan juga meningkat.


III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder

dari industri pakan ternak Indonesia. Data tersebut diperoleh dari berbagai instansi

yang terkait dengan industri pakan unggas seperti Biro Pusat Statistik (BPS),

Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Gabungan Pengusaha Makanan

Ternak (GPMT), serta literatur lainnya yang terkait. Data yang digunakan

merupakan data time series tahunan dari tahun 1981-2005.

3.2 Metode Analisis

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian adalah metode

deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis

perilaku industri pakan unggas. Metode kuantitatif dengan dua pendekatan SCP

untuk menganalisis struktur dan kinerja industri pakan dan pendekatan OLS

digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri

pakan unggas Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

bantuan software Microsoft Office Excel 2003 dan SPSS 13.0

3.2.1 Analisis struktur Industri

a. Pangsa Pasar (MS)

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasar yang berbeda dan berkisar antara 0

hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar

menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualannya.


Msi = Si x 100%
Stot
Dimana:

MSi = pangsa pasar perusahaan i (%)

Si = penjualan perusahaan i (rupiah)

Stot = penjualan total seluruh perusahaan (rupiah)

Sumber: Hasibuan (1993)

b. Rasio Konsentrasi (CR)

Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel yang dapat diukur.

Dengan mengetahui tingkat konsentrasi maka tipe pasar yang dihadapi suatu

industri juga dapat diketahui. Penggunaan CR menggambarkan struktur pasar

yang ada pada hubungan tersebut.

Rasio konsentrasi merupakan persentase dari total output industri atau

pendapatan penjualan. Rasio konsentrasi sejumlah perusahaan besar mengukur

pangsa pasar relatif dari total output industri yang dipertanggungjawabkan oleh

perusahaan-perusahaan itu. Semakin besar angka persentasenya (mendekati

100%) berarti semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio

konsentrasi suatu industri mencapai 100% berarti monopoli. Dengan demikian

maka CRm dapat dikatakan sebagai berikut:

CR4 = jumlah penjualan 4 perusahaan terbesar x 100%


Total penjualan industri

Selain itu, ada cara lain untuk melihat konsentrasi yaitu Indeks Hirschman-

Herfindahl. Dalam desertasinya, Orris C Herfindahl mengukur konsentrasi

industri dengan formula:


HHI= Σn=ki=1 msi2

Dimana:
HHI = Indeks Hirschman-Herfindahl

Msi = Pangsa pasar perusahaan ke-ia (%)

m = jumlah persahaan terbesar

n = jumlah total seluruh perusahaan yang berada pada industry

Sumber: Hasibuan (1993)

Nilai IHH dinyatakan dalam persentase, maka nilai ini adalah andil

perusahaan pertama sampai dengan ke-i yang terbesar dalam suatu industri.

Tabel 3. Contoh Nilai Penjualan Perusahaan

No Perusahaan NILAI PENJUALAN/TAHUN

1 A 100.000
2 B 60.000
3 C 40.000
4 D 20.000
5 E 20.000
6 F 10.000
Jumlah nilai perusahaan 250.000

Kalau menghitung konsentrasi empat perusahaan, maka diperoleh :

220/250= 0,88

Kalau menghitung dengan nilai indeks IHH :

IHH = 0,402 + 0,242…….

Indeks ini sensitif terhadap andil perusahaan yang terbesar, karena semakin

kecil andil perusahaan semakin kurang berarti dalam indeks ini. Misalnya

bilangan 0,04 berarti andil penjualan perusahaan 4%. Setelah dikuadratkan,

diperoleh angka 0,0016. Tetapi kalau dikuadratkan 0,0016. Tetapi kalau 0,4
dikuadratkan didapat 0,16. Jadi pengaruh andil perusahaan pertama sangat besar

dalam struktur pasar tersebut. Dengan demikian, pengukuran ini konsisten dengan

pengukuran konsentrasi industri dengan memeperhatikan andil perusahaan

terbesar dalam suatu barang. Misalnya, ukuran ini paralel dengan ukuran

konsentrasi empat perusahaan terbesar.

c. Hambatan Masuk (Barrier to Entry)

Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing

potensial untuk masuk ke suatu pasar. Segala sesuatu yang memungkinkan

terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru

merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan-hambatan ini tidak hanya dalam

bentuk perangkat yang legal tapi juga dapat terjadi secara alami. Salah satu cara

yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan mengukur skala

ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih

dari 50%. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan total output industri. Data

ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES),

MES = Output perusahaan terbesar x 100%


Total output industri

3.2.2 Analisis Perilaku Industri

Analisis mengenai perilaku industri ini akan dilakukan dengan metode

analisis deskriptif kualitatif. Elemen-elemen dalam perilaku pasar dapat dijelaskan

sebagai berikut:
• Strategi harga

Strategi penetapan harga suatu industri tergantung dari beberapa faktor

produksi terutama bahan baku. Dalam hal ini akan dilihat bagaimana strategi

penetapan harga yang dilakukan oleh industri serta apakah ada perilaku

kesepakatan harga antar sesama pesaing yang dapat menimbulkan persaingan

yang tidak sehat.

• Strategi produk

Perusahaan yang bergerak di dalam industri akan melakukan strategi

dalam mengeluarkan produknya. Dalam hal ini yang akan dilihat apakah

terdapat strategi khusus dala menentukan produk yang akan dijual seperti

adanya diversifikasi produk ataupun kesepakatan jumlah penawaran produk.

• Strategi promosi

Selain harga dan produk, dalam suatu industri terdapat pula kebijakan lain

seperti perilaku advertensi yang dilakukan sebagai strategi promosi untuk

menarik konsumen.

• Strategi distribusi

Produsen melakukan strategi distribusi yang bertujuan agar produk yang

dihasilkan dapat didistribusikan secara optimal sehingga dapat memenuhi

kebutuhan konsumen dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.

3.2.3 Analisis Kinerja Industri (Market Performance)

Analisis kinerja dilakukan dengan mengunakan analisis Price Cost Margin

(PCM) dan efisiensi-X. PCM dinyatakan sebagai indikator kemampuan


perusahaan untuk meningkatkan harga di atas baya produksi. PCM juga

didefinisikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya

langsung, atau

PCM = nilai tambah – upah total


barang yang dihasilkan

Sumber: Sheperd (1990)

Nilai tambah digunakan sebagai proksi dari keuntungan yang didapat oleh

perusahaan namun harus dikurangi dengan biaya lain yaitu pengeluaran upah bagi

pekerja. Tingkat PCM yag tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio

konsentrasi pasar yang tinggi.

Efisiensi yang dapat dihitung dalam hal ini adalah efisiensi internal

(efisiensi-X) yang menggambarkan suatu industri dan perusahaan dikelola dengan

baik. Pengukuran efisiensi dapat dilakukan dengan menghitung rasio nilai tambah

dengan nilai input ataupun dengan cara mengukur atau melihat utilisasi kapasitas

produksi perusahaan-perusahaan di industri tersebut, menurut persamaan yaitu:

X-eff = Nilai tambah industri x 100%


Nilai input industri

3.2.4 Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja

Hubungan struktur dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja dapat dilihat

dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary

Least Square (OLS. Pemilihan metode OLS utuk meramalkan model disebabkan

oleh mudahnya penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi. Disamping itu

metode ini juga lebih sederhana dibandingkan dengan metode lain. Metode ini
merupakan salah satu metode yang sering digunakan peneliti di bidang ekonomi

untuk melihat hubungan antar variabel ekonomi.

Variabel terikat dalam model ini adalah proksi dari keuntungan industri

yaitu PCM (%). Variabel bebas yang digunakan adalah konsentrasi empat

perusahaan terbesar (CR4), hambatan masuk pasar dengan melihat output

perusahaan terbesar (MES), efisiensi-X (XEFF), pertumbuhan nilai produksi

(GROWTH). Penggunaan variable PCM sebagai proksi keuntungan telah

digunakan oleh Collins dan Preston (1968, 1969) lalu Sheperd (1972) dan

semakin banyak digunakan dalam penelitian ilmiah.

PCMt = a0 + a1CR4t + a2MESt + a3XEfft + a4GROWTHt + a5Dummy +

error

NilaiTamba h − Upahtotal
PCMt = x100% rasio keuntungan industri
Nilai Pr oduksiIndu stri

yang mencerminkan kelebihan atas biaya langsung pada tahun

ke-t (%)

CR4t = konsentrasi empat perusahaan terbesar dalam suatu industri

pada tahun ke-t (%)

XEfft = efisiensi internal dalam industri pakan di Indonesia

Nilai Pr oduksiTahun − Nilai Pr oduksiTahunsebelumnya


GROWTH = x100%
Nilai Pr oduksiTahunSebelumnya
pertumbuhan produksi, proksi dari permintaan pakan di
Indonesia (%)
Dummy = variabel pembeda periode sebelum dan sesudah krisis ekonomi
1997
a0 = intercept
a1, a2, a3, a4, a5 = koefisien kemiringan parsial

a1>0; a2>0; a3<0; a4>0; a5<0


Estimasi tanda dari koefisien bebas diduga adalah a1, a2, a3, dan , a4 > yang

artinya masing-masing variabel bebas (CR4, MES, XEF dan GROWTH ) memiliki

hubungan positif terhadap PCM. Sedangkan a5<0 yaitu DUMMY memiliki

hubungan negatif.

3.2.5 Spesifikasi Data

1. Concentration Ratio (CR4) merupakan alat untuk mengukur besarnya

konsentrasi penjualan 4 perusahaan terbesar dalam total penjualan industri

pakan ternak. Nilai penjualan pakan ternak digunakan untuk menghitung

CR4 terkait dengan kemampuan perusahaan-perusahaan untuk bersaing

dalam produksi pakan, sehingga yang dilihat seberapa besar perusahaan

tersebut mendominasi pasar pada produk pakan ternak.

2. Minimum Efficiency Scale (MES) merupakan kontribusi output perusahaan

terbesar terhadap total output industri pakan ternak di Indonesia yang

menggambarkan hambatan masuk. Digunakannya nilai output dalam

menghitung MES adalah untuk mengetahui seberapa efisien. Nilai output

merupakan jumlah nilai barang yang dihasilkan, listrik yang terjual, nilai

jasa yang dihasilkan, selisih nilai stok barang setengah jadi dan penerimaan

lain di jasa non industri.

3. Efisiensi (X-eff) merupakan kemampuan industri pakan ternak untuk

menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input yang diukur dengan

membandingkan besarnya nilai tambah dengan biaya input.


4. GROWTH menggambarkan besarnya permintaan produk pakan yang

merupakan pertumbuhan nilai produksi pada industri pakan ternak di

Indonesia.

3.3 Uji Statistika dan Ekonometrika

Dari hasil regresi yang didapatkan kemudian dilakukan pengujian-pengujian

agar suatu model dapat dikatakan baik. Pengujian tersebut yaitu uji statistik

terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter

regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas dapat dijelaskan

oleh variable-variabel terikatnya melalui koefisien determinasi (adjective-R2). Uji

ekonometrika yang dilakukan antara lain uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji

heteroskedastisitas.

a. Uji Adjusted R-Squared (Adjusted-R2 )/ Uji Goodness of fit

Uji ini mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam

memprediksi nilai variable terikat. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki

besaran positif dan besarannya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol maka hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel terikat dengan

variabel bebas sedangkan jika R2 sebesar satu maka terdapat kecocokan yang

sempurna antara variabel terikat dengan variabel bebas. Adjusted-R2 adalah

nilai R2 yang telah disesuaikan, nilai ini relatif kecil dari R2. Untuk regresi

dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted-R2 sebagai koefisien

determinasi.
b. Uji F
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model penduga yang

diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.

Dengan kata lain, uji tersebut dapat digunakan untuk mengetahui

bagaimanakah pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara

bersamaan.

Berdasarkan metode OLS dengan menggunakan software SPSS 13.0, dapat

dilihat nilai probabilitas dari F statistiknya. Jika nilai probabilitas F-statistik

lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka secara keseluruhan variabel

bebas mempengaruhi variabel terikat (PCM) artinya minimal ada satu minimal

ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap PCM.

c. Uji t
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari

variabel independen secara individu, yaitu apakah masing-masing variabel

bebas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Berdasarkan

metode OLS, dapat dilihat nilai probabilitas t-statistik pada masing-masing

variabel bebas. Jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang

digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas berpengaruh nyata

terhadap variabel terikatnya.

Kesesuaian model dengan kriteria ekonomi dapat dilihat dari tanda

parameter dugaan. Tanda positif pada koefisien variabel bebas (independen)

menunjukkan bahwa perubahan variabel bebas berpengaruh positif terhadap

variabel dependen. Tanda negatif pada koefisien variabel bebas menunjukkan


pengaruh negatif antara variabel independen terhadap variabel dependennya.

Adanya perbedaan hasil dan hipotesis dapat diterima jika dapat dijelaskan dan

didukung dengan alasan yang sesuai dengan teori dan kondisi sosial yang

terjadi

d. Uji Auotokorelasi
Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat

gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil

estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term.

Pada program SPSS, uji autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin-

Watson (DW) sebagai berikut:

Nilai Dw Hasil
4-dl < DW < 4 Tolak H korelasi serial negatif
0,
4-dl < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4-du Terima H , tidak ada korelasi serial
0
du < DW < 2 Terima H , tidak ada korelasi serial
0
dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < dl Tolak H , korelasi serial positif
0
e. Uji Heteroskedastisitas
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas

(tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Gejala

adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh nilai p < α (0,10). Yang

dimaksud asumsi heteroskedastisitas adalah :

H0: Terjadi homoskedastisitas


H1:Terjadi heteroskedastisitas

Dikatakan bahwa heteroskedastisitas menyebabkan penafsiran koefisien

regresi menjadi tidak efisien.


f. Uji Multikoleniaritas

Asumsi lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala

multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat

pada sesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam SPSS

dinamakan uji kolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang

kuat antara variabel-variabel independennya. Cara pengujiannya adalah:

• Nilai korelasi dua variabel independen tersebut mendekati satu.

• Nilai korelasi parsial akan mendekati nol

Apabila terjadi kolinearitas maka variabel yang dimasukan dalam

persamaan linear hanya variabel independen yang memiliki korelasi partial

yang tinggi. Selain itu dapat pula dengan melihat nilai Variance Inflation

Factor (VIF) dalam tabel coefficients. Apabila nilai VIF < 5 maka tidak

terdapat gejala multikolinearitas.

g. Uji Normalitas

Dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30, karena jika sampel

kurang dari 30 maka error term akan terdistribusi secara normal.

Hipotesis: H0 : error term terdistribusi normal

H1 : error term tidak terdistribusi normal

Dengan SPSS 13.0 uji ini menghasilkan tabel One-sample Kolmogorov-

Smirnov test yang di dalamnya terdapat nilai Asymp Sig (2-tailed). Apabila

nilainya kurang dari setengah alpha maka H0 ditolak yang berarti model

distribusi normal tidak sesuai.


IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PAKAN TERNAK
INDONESIA

4.1 Perkembangan dan Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ternak

Perkembangan industri pakan ternak erat kaitannya dengan budidaya

ternak itu sendiri. Budi daya ternak secara komersil mulai ada tahun 1972 yang

dianggap sebagai awal berdirinya ternak yang pada saat itu sebagian besar usaha

merupakan ternak unggas. Pabrik pakan yang ada pada masa itu masih terbatas

untuk memasarkan hasil produksinya kepada kalangan peternak. Tahun

selanjutnya budi daya ini mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga

mengindikasikan bahwa peranan pabrik pakan ternak semakin kuat.

Namun pada tahun belakangan ini, usaha budidaya ternak terutama unggas

mengalami hambatan dan banyak perusahaan yang menghentikan produksinya.

Salah satu penyebabnya adalah ketergantungan produsen pakan ternak yang

ketergantungan terhadap impor mulai dari penggunaan bahan baku, bibit,

pinjaman modal.

Kebijaksanaan pemerintah mengenai pengembangan industri ternak dimulai

tahun 1967 dengan dikeluarkannya UU Peternakan 1967 yang menyatakan bahwa

peternakan merupakan usaha rakyat, usaha komersil tidak diperkenankan masuk,

dengan tujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan bagi

peternak skala kecil. Kemudian tahun 1970-an pemerintah memperbolehkan

penanaman modal asing (PMA). Pada tahun tersebut disetujui pengembangan

pembibitan ayam ras dari negara Jepang dan Amerika Serikat. Usaha yang
berkembang saat itu perusahaan pembibitan, pabrik pakan, obat-obatan ternak dan

pengolahan hasil ternak, sehingga usaha komersil skala besar makin berperan.

Kebijakan ini disusul dengan kebijakan mengenai budi daya tahun 1980 yang

mengatur pembatasan skala usaha ternak terutama ayam ras yaitu Keppres No

50/1981 mengenai larangan operasi usaha ternak ayam layer sebanyak 5.000 ekor

dan pedaging maksimal 750 ekor. Tujuan kebijakan tersebut adalah untuk

menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi rakyat serta dalam rangka

pembinaan dan perlindungan peternak rakyat ditambah lagi dengan dukungan UU

Peternakan No 67. Ternyata kebijakan tersebut dirasa kurang memuaskan karena

peternak besar yang terintegrasi maupun peternak kecil dan yang tergabung

dengan koperasi kurang puas dengan regulasi tersebut.

Namun setelah lebih dari 20 tahun berlangsung, ternyata kebijakan tersebut

tidak efektif bahkan mendorong percepatan pertumbuhan usaha dengan skala

besar yang dikatakan semrawut walaupun dengan adanya Keppres 22 Mei 1990,

pemerintah dinilai belum mampu melindungi usaha rakyat. Adapun isi dari

Keppres 22 Mei 1990 yaitu: (1) usaha ternak yaitu ayam ras rakyat tidak lebih dari

15.000 ekor, tidak memerlukan izin kecuali harus melapor Dinas Peternakan

setempat, (2) usaha skala besar diperkenankan dengan syarat bermitra dengan

usaha rakyat, dimana dalam waktu 3 tahun porsi usaha rakyat lebih besar,

sekurang-kurangnya 65 persen diekspor. Hasilnya peraturan tersebut dinilai tidak

berhasil melindungi usaha rakyat karena tahun 1996 dilanda kekhawatiran

ancaman pailit ribuan usaha ternak broiler rakyat karena tidak mampu bersaing

dengan skala besar (Yusdja, 1996). Pada tahun 2000 pemerintah mencabut
Keppres No 22 sehingga intervensi pemerintah dikatakan sudah berakhir.Kondisi

di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Gambaran Perkembangan Industri Pakan Ternak dan Peternakan


1970 1980 1990 2000 2020

Skala Skala Skala Skala Skala


Kecil Menengah Besar Besar Besar
(100%) (70%) (60%) (60%) (10%)

Skala Kecil Skala Skala Skala


(30%) Menengah Menengah Menengah
(20%) (20%) (75%)

Skala Skala Skala


Kecil Kecil Kecil
(20%) (20%) (15%)

Integrasi Integrasi Kemitraan, Kemitraan, Struktur


vertikal vertikal Subsisten Produksi produksi
subsisten subsisten dan integrasi ditangani Peternak
penuh industri skala Subsisten
besar terintegrasi

UU Kepres Kepres Krisis Ke depan


Penanaman Presiden Presiden Ekonomi
Modal No 50/80 No 22/90 dan
Asing Keuangan
(PMA)

Sumber: Yusdja et.al., 2000 dalam Oktaviani, 2007

4.2 Perkembangan Industri Pakan

Jumlah perusahaan pakan ternak bervariasi dari tahun ke tahun.

Perkembangannya sampai tahun 2005 telah mencapai lebih dari enam puluh yang
dikategorikan sebagai perusahaan dengan skala menengah dan besar.

Perkembangan mengenai jumlah perusahaan dan tenaga kerja yang dipakai

disajikan dalam tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Perusahaan Pakan Ternak dan Tenaga Kerja di


Industri Pakan Ternak (1995-2005).
Tahun Jumlah Tenaker Produksi Tenaker Lainnya Total
1995 87 7642 3952 11594
1996 90 8530 4135 12665
1997 82 7541 3551 11092
1998 82 7034 3661 10695
1999 77 6541 3463 10004
2000 72 6666 3664 10310
2001 72 8445 2881 12326
2002 79 7831 4052 11883
2003 68 7141 3348 10489
2004 64 7167 3228 10495
2005 67 7582 3658 11240
Sumber : BPS

Peningkatan jumlah perusahaan pakan ternak di Indonesia lebih

didominasi oleh empat perusahaan besar yang memiliki kapasitas produksi tinggi

di pasar domestik. Keempat perusahaan tersebut menjadi faktor penentu dari

struktur industri pakan ternak Indonesia. Adapun nama keempat perusahaan

tersebut disajikan dalam tabel 5 di bawah ini:

Tabel 5. Empat Perusahaan Pakan Ternak Terbesar di Indonesia 2008 (ton)

Kapasitas
No Nama Perusahaan Perusahaan
Charoen Phokpand
1 Indonesia 2600000
2 Japfa Comfeed 1730000
3 Cheil Jedang Feed Indonesia 750000
4 Sierad Produce 540000

Sumber : GPMT. 2008


Menurut data dari GPMT, Charoen Phokpand sebagai perusahaan pakan

ternak terbesar di Indonesia didirikan tahun 1972 yang kegiatan utamanya

menghasilkan pakan ternak dan industri pengolahan daging ayam. Perusahaan

dengan penanam modal asing yang bergabung yaitu PT. Central Protein Prima,

Royal Bank of Canada (Asia), UBS AG Singapura. Produksi tahunannya

mencapai 2,6 juta ton pakan dengan lokasi pabrik di wilayah Mojokerto, Jakarta

dan Medan. Industri pengolahan daging ayam dikelola oleh anak perusahaan CPI

yaitu PT. Primafood International dengan produk daging ayam yang dikenal

dengan merk Fiesta. Tahun 2007 dicatat bahwa pendapatan perusahaan ini

mencapai Rp 8,3 trilyun dan Rp 210 milyar diantaranya merupakan laba bersih.

Sementara itu, Japfa Comfeed yang menempati urutan kedua didirikan tahun

1971 yang kegiatan utamanya pada industri pakan ternak. Perusahaan ini

merupakan gabungan antara Pasific Focus Enterprises (28,94 persen), JP Morgan

Chases Bank (9,6 persen), Coutts Bank Von Ernst (9,15 persen), Rangi

Management (8,57 persen), BNP Private Bank Singapore (6,63 persen) dan 37,06

persen merupakan investor publik. Japfa Comfeed merupakan perusahaan dengan

agribisnis yang terintegrasi dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 1,73 juta

ton pakan ternak. Selain itu, perusahaan ini juga melakukan kegiatan lain yaitu

pembibitan yang dikelola oleh PT. Multibreeder Adirama, budidaya ikan dikelola

oleh PT. Suri Tani Pramuka. Perusahaan pakan ternak dan peternakan berlokasi di

Lampung, Cirebon, Sidoarjo dan Tangerang. Pada tahun 2007 dicatat bahwa

pendapatan perusahaan mencapai Rp 7,9 trilyun dengan Rp 180,9 milyar


merupakan laba bersih. Dari income yang dihasilkan, industri pakan ternak

memberikan kontribusi sebesar 80 persen.

Cheil Jedang Feed Indonesia merupakan anak perusahaan Cheil Jedang dari

Korea Selatan yang mulai beroperasi sejak tahun 1989. CJ memiliki dua

perusahaan pakan yaitu PT. Cheil Jedang Superfeed yang didirikan tahun 1996,

dan PT. Cheil Jedang Feed Jombang yang didirikan tahun 2004. Dua perusahaan

tersebut berlokasi di Serang, Banten dan Jombang dengan total kapasitas produksi

tahunan sebesar 750 ribu ton. Pakan ternak diproduksi oleh CJ Feed termasuk

pakan untuk broiler, layer, babi, burung dan udang dengan produknya yang

dikenal dengan Superfeed.

Perusahaan terbesar keempat yaitu Sierad Produce didirikan tahun 1985

dengan nama PT. Betara Darma Ekspor Impor, merupakan hasil merger empat

perusahaan yaitu PT. Anwar Sierad, PT. Sierad Produce, PT. Sierad Feedmill dan

PT. Sierad Grains. Adapun kegiatan utama perusahaan ini adalah memproduksi

ayam mulai dari parent stock hingga final stock dan ayam olahan. Sierad Produce

juga menghasilkan pakan ternak, industri pengeringan jagung, dan industri obat

hewan yang berlokasi di Tangerang, Bogor, Sukabumi, Lampung, dan Sidoarjo.

Kapasitas produksi pakan ternak tahunan perusahaan ini mencapai 540 ribu ton

dengan produksi utama untuk pakan unggas. Perusahaan ini menggunakan label

Delfram sebagai merk untuk daging ayam yang dijual di supermarket di seluruh

Indonesia. Anak perusahaan lain yang dimiliki yaitu PT. Biotek Indonesia

(memproduksi obat hewan), Wendy’s Restaurant dan Hartz Chicken Buffet


Restaurant. Pada tahun 2007 dicatat perusahaan ini memiliki pangsa pasar untuk

pakan ternak sebesar 7 persen dengan pendapatan sebesar Rp 1,2 trilyun dengan

laba bersih sebesar Rp 27,5 milyar.

Investor asing masih mendominasi industri pakan ternak di negeri ini seperti

Charoen Phokpand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, CJ Feed, Gold Coin dan

Sentra Profeed. Berdasarkan data dari GPMT, jumlah perusahaan pabrik pakan

yang tergabung dalam organisasi produsen pakan tersebut, tahun 2008 mengalami

penurunan yang sebelumnya berjumlah 50 menghentikan operasinya menjadi 42.

Dari sejumlah pabrik pakan diatas, hanya 2 perusahaan pakan yaitu Universal

Agri Bekasi dan Hogindo Feedmill Jakarta yang tidak memproduksi pakan

unggas. Hal ini berarti sebagian besar pabrik pakan Indonesia menghasilkan pakan

untuk unggas.

Beberapa perusahaan pakan ternak skala besar yang ada di Indonesia

tersebar di 8 provinsi di seluruh Indonesia. Adapun persebarannya terletak di

Provinsi Sumatera Utara memiliki delapan pabrik, Lampung dengan empat pabrik,

Banten memilki sepuluh pabrik, Jakarta empat pabrik, Jawa Barat memiliki empat

pabrik, Sulawesi Selatan dengan dua pabrik dan sebagian besar terletak di Jawa

Timur dengan lima belas pabrik. Jawa timur merupakan pusat pakan ternak

Indonesia yang memiliki peternakan terluas di Indonesia. Hal ini dikarenakan di

Jawa Timur memiliki Balai Besar Inseminasi Buatan yang terletak di Singasari.

Selain itu, di Jawa Timur memiliki lahan jagung terluas yang merupakan bahan
baku utama pembuatan pakan ternak. Adapun kapasitas produksi pakan ternak

dari masing-masing provinsi disajikan dalam tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Kapasitas Produksi Pabrik Pakan Ternak di Indonesia (ton)

Provinsi 2002 2003 2004 2005 2006


1 Sumut 904000 904000 1081500 1081500 1331500
2 Lampung 663360 663360 663360 663360 663360
3 Jakarta 596000 596000 596000 596000 596000
4 Jabar 1111080 1111080 1111080 1111080 1111080
5 Jateng 1025483 1025483 1115483 1115483 1115483
6 Jatim 3167008 3167008 3321008 3861408 3638008
7 Sulsel 37800 37800 137800 137800 137800
8 Banten 2521600 2521600 211600 2711600 2711600
Total 10026331 10026331 10737831 11278231 11304831

Sumber : Statistik Peternakan

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa produksi pakan ternak pada

beberapa provinsi di Indonesia untuk tiap tahunnya mengalami peningkatan.

Secara umum, produksi pakan ternak nasional terus meningkat dari periode 2002-

2006 dengan pertumbuhan tahunan mencapai 8,4 persen. Tahun 2003 dicatat

produksi mencapai enam juta ton dan tahun 2006 mencapai 9,9 juta ton.

Sedangkan tahun 2007 produksi menurun sekitar 22,5 persen atau sekitar 22,5

persen. Hal ini disebabkan masih merebaknya kasus flu burung yang mengurangi

orang untuk mengkonsumsi daging ayam yang pada gilirannya menyebabkan

penurunan pada produksi ayam dan permintaan akan pakan.

Adapun penggunaan pakan ternak di Indonesia untuk unggas menempati

porsi terbesar. Penggunaan pakan ternak disajikan dalam tabel 7 di bawah ini:
Tabel 7. Perkembangan Penggunaan Pakan Ternak di Indonesia Tahun 2002-2006

Pakan Hewan 2002 20003 2004 2005 2006


Broiler 2071475 2301375 2519400 2609840 2827800
Layer 3268612 3281560 3021116 3020405 3202694
Ayam Ras 367920 413910 400113 505890 535088
Itik&Babi 520000 530000 550000 580000 620000
Total 6228007 6526845 6490629 6716135 7185582
Sumber : GPMT

Berdasarkan tabel 7 di atas, dapat dikatakan bahwa penggunaan pakan

untuk unggas memiliki porsi mencapai lebih dari 60-70 persen dari total produksi

pakan. Penggunaan pakan ternak meningkat walaupun pada tahun 2004

mengalami penurunan sebesar 0,5 persen. Hal ini disebabkan dengan merebaknya

kasus flu burung pada tahun 2003 sehingga mempengaruhi penurunan

penggunaan pakan. Namun secara keseluruhan, penggunaan pakan ternak

meningkat. Sehingga mengindikasikan bahwa usaha produksi pakan ternak

memiliki prospek yang baik. Walaupun pasar pakan ternak unggas terbilang

prospektif, akan tetapi bahan pakan yang tersedia sebagian adalah hasil pertanian

dalam negeri dan sebagian lagi adalah hasil impor. Kenaikan harga bahan pakan

di negara asal dan meningkatnya harga bahan bakar minyak secara langsung akan

meningkatkan harga pakan di dalam negeri. Pada tahun 2006, produksi pakan

Indonesia mencapai 7,2 juta ton, sedangkan bahan pakan yang diimpor berjumlah

4,3 juta ton atau sekitar 59,7 persen dari produksi.

Salah satu bahan baku pangan yang memiliki peranan penting dalam

penyediaan pakan adalah jagung. Sebagai bahan pangan, jagung dapat

dikonsumsi langsung maupun diolah menjadi makanan ringan. Akan tetapi

kegunaan utama jagung di Indonesia adalah sebagai bahan baku pakan ternak.
Peranan lainnya adalah sumbangan terhadap PDB secara total yang setiap tahun

meningkat dengan laju pertumbuhan 3,43 persen. Pada tahun 1987 sumbangan

komoditas jagung thd PDB 0,86 persen dan tahun 1992 naik jadi 0,96 persen

(BPS, 1995). Selain itu, ada komponen lain dari pakan selain jagung seperti

kedelai (18 persen), tepung daging dan tulang/MBM (5 persen), sirup jagung (7

persen), CPO (2 persen) juga masih mengandalkan impor.

Perkembangan industri pakan ternak juga tidak terlepas dari peran asosiasi

perusahaan pakan ternak yang tergabung dalam GPMT (Gabungan Perusahaan

Makanan Ternak). Asosiasi mewakili semua kepentingan anggota para produsen

pakan ternak untuk melindungi dan memelihara hubungan kerja sama yang baik

dengan instansi pemerintah. Peranan yang dilakukan asosiasi dilihat dalam bentuk

kegiatan internal maupun eksternal. Kegiatan internal dilakukan dengan

membantu anggota untuk mengatasi masalah penyaluran dan pemasaran produk,

membentuk pusat informasi dan melakukan studi bersama seputar industri dan

pengembangannya.

Kegiatan eksternal yang dilakukan yaitu membantu pemerintah dalam

memberikan informasi dan saran, serta mengembangkan penelitian yang berkaitan

dengan produk. Asosiasi mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah, non

pemerintah maupun badan di dalam dan luar negeri untuk mengembangkan

industri pakan ternak guna kemajuan pembangunan.

Asosiasi berperan sebagai penghubung antara produsen dengan pemerintah.

Dalam hal ini asosiasi bertugas menyampaikan laporan bulanan atau tahunan pada
Departemen Perindustrian mengenai produksi dan penjualan. Asosiasi juga

membahas mengenai standarisasi kualitas produk dalam negeri maupun impor.

Peranan yang dilakukan, secara khusus berfungsi menciptakan kepentingan

anggotanya termasuk keuntungan. Asosiasi ikut andil dalam berbagai kebijakan

yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan hasil kajiannya, maka asosiasi memiliki

laporan megenai harga yang sebaiknya ditetapkan dan memberikan keuntungan

bagi produsen. Kasimpulan yang diperoleh mengenai peran asosiasi, ternyata

keberadaannya telah ikut membentuk kekuatan pasar yang ada.

4.3 Ekspor dan Impor Pakan Ternak Indonesia

Kebutuhan akan pakan semakin meningkat setiap tahunnya, akan tetapi

produksi pakan domestik dinilai tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri. Oleh

karena itu, industri pakan ternak tersebut melakukan impor. Selain melakukan

impor, industri pakan Indonesia juga melakukan ekspor, akan tetapi jumlah serta

nilainya jauh bila dibandingkan dengan jumlah serta nilai impornya. Jumlah serta

nilai ekspor-impor pakan tersebut disajikan dalam tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8. Perkembangan Ekspor-Impor Pakan (2003-2007)

Jumlah Ekspor Nilai Ekspor Jumlah Impor Nilai Impor


Tahun (Kg) (US$) (Kg) (US$)
2003 18576788 7288387 424826982 155631346
2004 18122889 8269921 444300171 187619086
2005 23394142 9365823 447836781 199605288
2006 22262866 9516763 365502211 175283952
2007 33055833 13348023 74171041 35884526
Sumber: Dirjen Peternakan

Dari tabel 8 di atas, dapat dikatakan bahwa jumlah serta nilai impor pakan

jauh melebihi ekspornya. Akan tetapi secara menyeluruh jumlah ekspor pakan

dari tahun ke tahun semakin meningkat yang berarti semakin baiknya kinerja
industri pakan ternak dalam negeri, walaupun impor masih tinggi karena tidak

dapat memenuhi permintaan dalam negeri maka dengan pengurangan tarif bea

masuk diharapkan pakan maupun bahan bakunya dapat memasuki pasar domestik

agar terpenuhinya permintaan dalam negeri sesuai dengan mekanisme pasar yang

ada.

Selain mengimpor pakan jadi, industri pakan ternak juga mengimpor

bahan baku industri seperti jagung, kedelai, tepung ikan, dan lain-lain. Hal

tersebut dilakukan karena produksi bahan baku pakan dalam negeri juga

mengalami kekurangan. Adapun perkembangan bahan baku pakan impor

disajikan dalam tabel 9 di bawah ini

Tabel 9. Perkembangan Impor Kebutuhan Bahan Baku Pakan (1000 ton)

Bahan Baku 2001 2002 2003 2004 2005 2006


Jagung 1.050 1.160 1.370 720 390 1.600
Kedelai 1.362 1.440 1.720 1.400 1.700 962
Tpg
Daging&Tulang 360 384 361 408 400 195
Tpg Ikan 98 61 48 70 80 43
Total 2.870 3.045 3.499 2.598 2.570 3.800
Sumber: GPMT & BPS, diolah.

Dari data di atas, dapat kita lihat masih tingginya jumlah impor jagung

yang diyakini sebagai bahan baku pakan utama unggas yaitu sebesar 51,4 persen

(Deptan, 2006). Diketahui bahwa pasar jagung dunia didominasi oleh Amerika

(68%), Argentina (15%), China (5%), Brasil (4%), Ukraina (2%),

Serbia&Montenegro (1%), Romania(1%), Afrika Selatan (1%) dan lainnya (3%)

(Infovet, 2007). Pada tahun 2006 dicatat harga jagung impor di pasar internasional

mencapai 130- 140 US$ per ton, sedangkan pada tahun 2007 dicatat meningkat

dengan harga 220-306 US$ per ton. Adapun faktor penyebab impor jagung : (a)
produksinya bersifat musiman, sementara kebutuhan atau permintaan pabrik

pakan bersifat rutin, (b), wilayah produsen jagung sangat tersebar, sedangkan

pabrik pakan yang besar terkonsentrasi hanya di beberapa provinsi saja. (c)

kapasitas simpan jagung di pabrik pakan masih sangat terbatas, sementara

produsen jagung (petani dan pedagang) belum memiliki gudang penyimpanan

yang memadai. (d) penanganan pasca panen masih lemah (belum optimal),

sehingga kualitas jagung yang dihasilkan kurang memenuhi persyaratan.

4.4 Regulasi yang Berkaitan Pakan Ternak

Adanya Undang-undang No. 6 tahun 1967 menyatakan bahwa pakan ternak

yang diberikan hanya berasal dari yang ditanam dan tidak bagi bahan baku lain

dianggap memberatkan kalangan produsen pakan. Peraturan tersebut tidak

mengatur industri pakan ternak secara khusus dan distribusi pakan, aspek security

dan kesehatan hewan, oleh karena itu dinyatakan tidak lagi relevan sebagai aturan

dasar yang legal. Selanjutnya dikeluarkan Keputusan Menteri Pertanian No.

242/kpts/OT.210/4/2003 mengenai pendaftaran serta pelabelan produk pakan.

Sementara itu, ada PP No.7 tahun 2007 yang menyatakan tarif impor sebesar 5%

persen untuk komoditi seperti jagung dianggap memberatkan bagi kalangan

produsen pakan karena kenaikan harga jagung di pasar internasional telah

menaikkan biaya produksi. Ada pula standarisasi produk pakan yang harus sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3930-2006 untuk broiler

starter, SNI 01-3931-2006 untuk broiler finisher dan SNI 01-3927-2006 untuk

layer starter, SNI 01-3928-2006 untuk layer grower dan SNI 01-3929-2006 untuk

layer finisher (Dirjen Peternakan, 2006).


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Struktur Pasar Industri Pakan Ternak di Indonesia

Analisis struktur pasar pada industri pakan ternak di Indonesia dapat

diketahui dengan melihat rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar dan

besarnya hambatan masuk. Rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur

besarnya kontribusi penjualan empat perusahaan terbesar terhadap total penjualan

industri, sedangkan hambatan masuk dapat diproksi berdasarkan persentase output

perusahaan terbesar terhadap total output industri pakan ternak di Indonesia.

5.1.1 Analisis Rasio Konsentrasi Industri Pakan Ternak di Indonesia

a. Konsentrasi Pasar

Penggabungan empat perusahaan terbesar di industri pakan ternak yang memiliki

pangsa pasar sebesar 60 persen hingga 100 persen akan membentuk pasar

oligopoli ketat (Jaya, 2001). Akan tetapi dengan melihat angka-angka tersebut

dapat disimpulkan bahwa struktur pasar pada industri pakan ternak di Indonesia

lebih dari 40 persen merupakan struktur pasar dengan oligopoli longgar.

Tabel 10. CR4 Industri Pakan Ternak di Indonesia 1981-2005

Tahun CR4 Tahun CR4 Tahun CR4


1981 60,09 1990 30,54 1999 39,00
1982 67,64 1991 39,44 2000 35,56
1983 58,62 1992 34,49 2001 34,08
1984 57,18 1993 44,78 2002 42,09
1985 44,38 1994 38,73 2003 37,04
1986 35,75 1995 37,82 2004 42,85
1987 34,92 1996 33,01 2005 42,70
1988 30,81 1997 36,46 Rata-rata 41,33
1989 36,80 1998 38,35
Sumber: BPS(1981-2005), diolah
Dari data di atas, diketahui bahwa struktur Industri pakan di Indonesia

dapat dikatakan merupakan oligopoli longgar dengan rata-rata nilai rasio

konsentrasi pasar sebesar 41,33 persen. Pada awal tahun 80-an kondisi pasar

termasuk oligopoli ketat dengan rasio konsentrasi berkisar antara 50-60 persen ,

namun seiring dengan bertambahnya jumlah perusahaan pakan ternak yang berdiri

di Indonesia mengubah kondisi pasar menjadi oligopoli longgar.

b. Indeks Hirscman-Herfindahl (HHI)

Besarnya HHI ini sangat sensitif terhadap andil perusahaan yang terbesar,

karena semakin kecil andil yang diberikan oleh suatu perusahaan, maka nilai

kuadrat pangsa pasarnya semakin kurang berarti dalam indeks ini. Berikut adalah

HHI dari industri pakan ternak :

Tabel 11. Nilai HHI Tahun2000-2005


TAHUN HHI
2000 0,354
2001 0,332
2002 0,465
2003 0,485
2004 0,527
2005 0,516
Secara positif nilai HHI ini konsisten dengan nilai konsentrasi pasar. Nilai

konsentrasi pasar yang terbesar adalah pada tahun 2004 begitu pula ukuran HHI

yang terbesar adalah pada tahun tersebut dengan nilai sebesar. Nilai HHI paling

tinggi adalah 1 dan dapat dicapai jika suatu industri hanya dikuasai oleh satu

perusahaan saja (monopoli). Apabila besarannya dilihat kembali, ukuran pangsa

pasar terbesar setiap tahunnya adalah Charoen Phokpand yang berperan dalam

besarnya ukuran HHI, karena jumlah kuadrat pangsa pasar perusahaan tersebut
adalah yang terbesar. Menurut teori, kondisi ini menggambarkan bentuk pasar

yang oligopoli.

5.1.2 Analisis Hambatan Masuk Pasar pada Industri Pakan Ternak di


Indonesia
Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan

masuknya pesaing potensial dikatakan hambatan masuk. Pesaing potensial adalah

perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk pasar dan

menjadi pesaing sebenarnya. Keberadaan perusahaan terbesar yang telah ada

sebelumnya dalam sebuah industri merupakan salah satu hal yang dapat menjadi

hambatan masuk. Untuk melihat bagaimana hambatan masuk dapat diproksi

dengan Minimum Efficiency Scale (MES). Tingginya MES dapat menjadi

penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar suatu industri.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai rata-rata MES industri pakan

ternak Indonesia pada tahun 1981-2005 yaitu sebesar 16,61 persen. Dengan

market share tersebut, maka perusahaan sudah memiliki market power atau sudah

mampu mempengaruhi pasar pakan ternak di Indonesia. Perkembangan skala

minimum efisiensi (MES) dari tahun 1981-2005 dapat dilihat dalam tabel di

bawah ini:

Tabel 12. Perkembangan Nilai MES.


TAHUN MES TAHUN MES TAHUN MES
1981 37,39 1990 10,51 1999 14,89
1982 35,62 1991 16,14 2000 12,04
1983 30,42 1992 12,14 2001 13,20
1984 31,04 1993 13,06 2002 14,58
1985 13,71 1994 12,36 2003 13,32
1986 11,25 1995 15,22 2004 14,75
1987 11,26 1996 11,96 2005 14,87
1988 9,38 1997 16,65 rata-rata 16,61
1989 13,45 1998 16,10
Sumber: BPS (1981-2005), diolah.

MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang

tinggi pada suatu industri (Comanor dan Wilson dalam Alistair, 2004), sehingga

dapat dikatakan bahwa hambatan masuk pada industri pakan ternak termasuk

tinggi. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya

perusahaan baru ke dalam pasar industri pakan ternak di Indonesia.

5.2 Analisis Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia

Salah satu indikator utama yang dapat menunjukkan kinerja industri

adalah keuntungan yang diperoleh dalam industri tersebut. Dalam menganalisa

industri pakan ternak di Indonesia, kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya

data laba perusahaan maupun industri sehingga untuk menghitung tingkat

keuntungan industri diproksi dengan menggunakan Price Cost Margin (PCM).

PCM dihitung dengan membagi selisih nilai tambah dengan pengeluaran tenaga

kerja dengan total nilai output.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pada tahun 2000 tingkat

keuntungan yang diraih industri pakan ternak Indonesia merupakan nilai tertinggi

selama tahun yang diteliti yaitu sebesar 35,33%. Sedangkan nilai PCM terkecil

terjadi pada tahun 1983 yaitu hanya sebesar 10,02%. Kecilnya nilai PCM yang

merupakan perbandingan biaya input dengan nilai output, disebabkan oleh biaya

input yang terlampau besar terutama besarnya biaya untuk bahan baku lampiran 1.
Tabel 13. Nilai PCM Industri Pakan Ternak di Indonesia Tahun 1981-2005

Tahun PCM Tahun PCM Tahun PCM


1981 14,93 1990 25,52 1999 32,22
1982 12,75 1991 21,49 2000 35,33
1983 10,02 1992 25,16 2001 23,40
1984 16,15 1993 12,39 2002 25,99
1985 16,70 1994 16,47 2003 18,85
1986 24,62 1995 10,58 2004 14,83
1987 17,18 1996 12,95 2005 12,99
1988 13,58 1997 24,99 Rata-rata 19,56
1989 23,03 1998 26,50
Sumber:BPS (1981-2005) diolah.

Untuk Mengukur kinerja dalam suatu industri, dapat juga dilihat dari

efisiensi internal pada industri. X-Eff yang diproksi dari nilai tambah per biaya

input. Perkembangan nilai efisiensi internal (X-Eff) industri pakan ternak

Indonesia selama tahun 1981-2005 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3. Perkembangan Nilai X—Eff


Berdasarkan hasil penelitian, dari tahun 1981-2005 diperoleh rata-rata nilai

efisiensi industri pakan ternak sebesar 30,88 persen (lampiran 2). Nilai X-Eff yang

termasuk kategori rendah pada industri ini mencerminkan kemampuan industri

untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk produksi masih

rendah, artinya perusahaan belum dikelola dengan baik. Hal ini terjadi karena

produksi riil pabrik pakan ternak sekitar 40-70 persen dari kapasitas terpakainya

(Saptana, 2000).

5.3 Analisis Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja Industri Pakan


Ternak di Indonesia

5.3.1 Validitas Model

Dalam menganalisis hubungan antara struktur pasar terhadap kinerja

industri pakan ternak di Indonesia dengan enggunakan Metode Kuadrat Terkecil

Biasa atau Ordinary Least Square(OLS). Data yang diperoleh diolah dengan

menggunakan Microsoft Office Excel 2003 dan hasil olahan tersebut selanjutnya

diestimasikan dengan menggunakan software SPSS. Hasil estimasi model PCM

Industri Pakan Ternak di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 14. Hasil Estimasi Model PCM Industri Pakan Ternak di Indonesia (1981-

2005)

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 13,331 4,803 2,775 ,012
XEff ,491 ,058 ,783 8,492 ,000 ,764 1,308
Growth ,062 ,034 ,160 1,851 ,080 ,870 1,149
CR4 -,542 ,172 -,763 -3,151 ,005 ,111 1,979
MES ,653 ,212 ,752 3,075 ,006 ,109 1,674
DUMMY 3,605 1,286 ,251 2,803 ,011 ,811 1,233
a. Dependent Variable: PCM
Gujarati (1995) menyatakan model ekonometrika yang baik harus

memenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Berdasarkan kriteria

ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik, artinya harus terbebas

dari gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Kesesuaian


2
model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji koefisien determinasi (R ), uji

F dan uji t.

Uji multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat

apakah terdapat hubungan linear diantara beberapa atau semua variabel bebas dari

model regresi. Pada penelitian ini, uji multikolinearitas untuk mendeteksi ada atau

tidaknya masalah multikolinearitas (adanya korelasi sempurna antar peubah x)

adalah dengan melihat nilai VIF (Variance Inflaction Factor). Pada output regresi

bisa dilihat bahwa VIF < 5, artinya tidak ada multikolinieritas /korelasi sempurna

antar peubah bebas.

Pengujian masalah autokorelasi (untuk melihat galat tidak menyebar

bebas) dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson. Nilai Durbin-Watson dari

uji ini adalah sebesar (dw=1,975) dan nilai du= 1,77 dengan taraf nyata 0,10

(α=10%). Sehingga hipotesis H0=Tidak ada autokorelasi (positif atau negatif)

dan H1= Ada autokorelasi. Jika taraf nyata yang digunakan du < DW < 2, maka

terima H0, sehingga disimpulkan bahwa persamaan model PCM pada penelitian

ini tidak terdapat gejala autokorelasi lampiran3.

Sedangkan mengenai masalah heteroskedastisitas (untuk melihat ragam

error sama) dapat dilihat dari nilai-p. Jika hipotesis H0=Homoskedastisitas, H1=

tidak terjadi Homoskedastisitas, dengan melihat nilai thit>ttabel (taraf nyata) maka
terima H0 artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi pada taraf nyata yang

digunakan (α=10%).

Sedangkan untuk menguji apakah data yang digunakan memiliki error

term yang terdistribusi secara normal atau tidak digunakan One-Sample

Kolmogorof-Smirnov Test. Jika hipotesis H0=error menyebar normal dan H1=

error tidak menyebar normal, berdasarkan hasil perhitungan, nilai Kolmogorof-

Smirnov Test sebesar 0,712 dengan taraf nyata 0.10 (α=10%). Karena nilai

Kolmogorof-Smirnov Test >0.10 (α=10%), maka terima H0 dapat disimpulkan

bahwa dengan selang kepercayaan sebesar 90% dapat dikatakan bahwa error term

terdistribusi normal.

Tabel 15. Tabel Uji Kenormalan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 25
Kolmogorov-Smirnov Z 0,712
Asymp. Sig (2-tailed) 0,691

Ciri-ciri statistik yang dihasilkan dari persamaan dugaan hubungan antara

struktur pasar dengan kinerja adalah nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 87,6

persen dengan nilai Fhitung sebesar 26,92. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

87,6 persen mempunyai arti bahwa 87,6 persen keragaman PCM diterangkan

dengan variabel yang ada. Keragaman PCM pada industri pakan ternak Indonesia

juga masih perlu diterangkan oleh variabel lainnya diluar variabel yang telah

digunakan sebesar 12,4 persen lampiran 3.


Dalam mengetahui apakah variabel independen yang digunakan dalam

model mempunyai pengaruh atau tidak terhadap variabel dependennya, maka

dilakukan uji hipotesa bagi koefisien regresi secara serentak. Dalam hal ini uji

statistik yang dipakai adalah uji-F. Nilai Fhitung sebesar 26,92 yang lebih besar dari

Ftabel sebesar 2,74 dengan nilai probabilitas adalah 0,000, nilai tersebut lebih kecil

dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10%). Artinya ada paling sedikit satu

variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap PCM dan persamaan

tersebut dinyatakan telah lulus uji F lampiran 4.

Pengujian koefisien regresi antara PCM dengan masing-masing variabel

dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen yang digunakan

berpengaruh nyata terhadap besarnya variabel dependen Y (PCM). Uji yang

digunakan yaitu uji t. Jika nilai thitung lebih besar dari ttabel maka variabel

independen tersebut dianggap berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya.

Pada analisis regresi berganda yang dilakukan untuk menentukan variabel

yang dianggap mempengaruhi PCM pada industri pakan ternak digunakan selang

kepercayaan sebesar 10 persen. Dalam melihat besar peluang suatu variabel

independen dalam mempengaruhi variabel dependen Y (PCM) dilihat dari tabel

pada nilai Sig. Masing-masing variabel dianggap mempunyai peluang yang sangat

besar untuk mempengaruhi variabel dependen Y (PCM) apabila nilai Sig variabel

bebas tersebut lebih kecil dari nilai alpha (α) atau tingkat kesalahan yang

diizinkan. Semakin kecil nilai Sig dari 0,10 semakin kecil peluang variabel

independen tersebut untuk mempengaruhi variabel dependen. Nilai probabilitas

berdasarkan selang kepercayaan 90%.


5.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Pakan Ternak di
Indonesia

Faktor-faktor yang digunakan pada persamaan PCM (tingkat keuntungan)

adalah Tingkat efisiensi (X-Eff), pertumbuhan produksi (Growth), Rasio

konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), Hambatan masuk pasar (MES) dan

sebagai Dummy yaitu krisis ekonomi 1997. Hasil estimasi menunjukkan bahwa

variabel X-Eff, Growth, MES dan Dummy berpengaruh positif, sedangkan CR4

berpengaruh negatif terhadap tingkat keuntungan industri pakan ternak (PCM).

Sehingga didapatkan model PCM dengan persamaan regresi sebagai berikut:

PCM= 13,331 + 0,491Xeff + 0,062 Growth - 0,542CR4 + 0,653MES


(s.e) (s.e) (s.e) (s.e)
+ 3,605 Dummy
(s.e)

Berdasarkan persamaan tersebut, didapat bahwa variabel yang mempunyai

pengaruh terbesar dalam meningkatkan kinerja (PCM) adalah MES, kemudian

Xeff dan Growth. Artinya setiap peningkatan variabel di atas menyebabkan

peningkatan PCM, begitu pula sebaliknya. Sementara dalam penurunan PCM

yaitu CR4 yang artinya setiap peningkatan satu satuan variabel tersebut,

menyebabkan penurunan PCM begitu pula sebaliknya.

Hasil dugaan regresi diperoleh koefisien regresi positif sebesar 0,653

untuk variabel MES yang berarti bahwa adanya peningkatan MES sebesar 1

persen maka akan meningkatkan tingkat keuntungan yang dihasilkan industri

pakan ternak sebesar 0,653 persen dimana variabel lain dianggap cateris paribus

(variabel lain dianggap konstan). Variabel MES berpengaruh nyata secara statistik

terhadap peningkatan keuntungan industri pakan ternak Indonesia pada tingkat


kepercayaan 90 persen (α=0,10). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal, bahwa

MES (hambatan masuk) akan meningkatkan keuntungan pada industri pakan

ternak Indonesia.

Hasil dugaan regresi diperoleh koefisien regresi negatif sebesar 0,542

untuk variabel CR4 yang berarti bahwa adanya peningkatan CR4 sebesar 1 persen

maka akan menurunkan tingkat keuntungan yang dihasilkan industri pakan ternak

sebesar 0,542 persen dimana variabel lain dianggap cateris paribus (variabel lain

dianggap konstan). Variabel CR4 berpengaruh nyata secara statistik terhadap

peningkatan keuntungan industri pakan ternak Indonesia pada tingkat kepercayaan

90 persen (α=0,10). Secara logika bila rasio konsentrasi empat perusahaan

terbesar semakin meningkat maka tingkat keuntungan seluruh industri ikut

meningkat akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini berbeda dengan hipotesis

semula.

Xeff berpengaruh nyata secara statistik terhadap peningkatan keuntungan

industri pakan ternak Indonesia pada tingkat kepercayaan 90 persen (α = 0,10)

dengan nilai koefisien sebesar 0,491. Hal ini mempunyai arti bahwa jika efisiensi

meningkat sebesar 1 persen maka keuntungan yang dihasilkan akan meningkat

sebesar 0,491 persen dimana variabel lainnya dianggap cateris paribus. Hal ini

bahwa efisiensi (Xeff) sesuai dengan hipotesis awal bahwa efisiensi akan

meningkatkan keuntungan pada industri pakan ternak di Indonesia.

Nilai koefisien sebesar 0,062 untuk variabel GROWTH mempunyai arti

bahwa jika perumbuhan produksi meningkat sebesar 1 persen maka keuntungan

yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,062 persen, dimana variabel lainnya
dianggap cateris paribus. GROWTH memberikan pengaruh nyata secara statistik

terhadap peningkatan keuntungan industri pakan ternak pada tingkat kepercayaan

sebesar 90 persen (α = 0,10). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa

perumbuhan produksi akan meningkatkan keuntungan pada industri pakan ternak

di Indonesia.

Krisis yang terjadi pada tahun 1997 dianggap variabel dummy atau boneka

pada penelitian ini. Variabel dummy untuk krisis terbagi menjadi dua:

0 = dummy untuk sebelum krisis 1997

1 = dummy untuk setelah krisis 1997

Hasil dugaan regresi diperoleh koefisien regresi untuk dummy ini sebesar

3,605 dimana variabel ini mempunyai hubungan positif dengan tingkat

keuntungan industri. Artinya setelah krisis ekonomi, terjadi peningkatan

keuntungan sebesar 3,605 persen dimana variabel lain dianggap cateris paribus.

5.4 Analisis Perilaku Perusahaan pada Industri Pakan Ternak di


Indonesia

1. Strategi Produk

Pada suatu industri, para produsen perlu memiliki strategi tertentu dalam

penetapan harga. Hal ini perlu dilakukan untuk menghadapi persaingan dengan

produk-produk sejenis. Bahan baku pakan terutama masih tergantung pada impor

karena produksi jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak di dalam negeri

masih belum mampu memenuhi kebutuhan, sehingga harga berfluktuasi

mengikuti perkembangan harga bahan baku dunia. Hal itu diakibatkan dari

berkurangnya pasokan harga bahan baku pakan seperti jagung, kedelai, tepung
ikan, tepung meningkatnya biaya produksi ternak termasuk unggas. Bahkan

USDA mencatat harga pangan dunia naik 2,5 persen sampai 3,5 persen tiap

tahunnya.

Persaingan di antara produsen pakan ternak begitu ketat terutama diantara

perusahaan yang besar. Tiap produsen memiliki sejumlah merek dengan harga

yang beragam. Strategi harga yang ditetapkan berdasarkan harga bahan baku serta

biaya input lain bagi pakan. Selain itu, ada pula strategi produk pakan yang sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Untuk memenuhi standar tersebut,

perusahaan dituntut untuk memperbaiki kualitas produk pakannya. Hanya

produsen besarlah yang mampu mempertahankan kualitas produknya. Produsen

besar seperti Charoen Phokpand, Sierad Produce dan Japfa Comfeed masih

mendominasi pasar sementara produsen kecil pada akhirnya menghentikan

usahanya.

2. Strategi Promosi

Strategi lain yang dilakukan oleh perusahaan terutama perusahaan besar

adalah strategi promosi. Strategi ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah

penjualan produk pakan yang dihasilkan perusahaan. Promosi dilakukan dengan

cara penyebaran informasi mengenai keunggulan produknya melalui iklan di

media cetak maupun media elektronik. Promosi di media cetak diantaranya

melalui majalah peternakan seperti Trobos maupun Poultry Indonesia serta

melalui iklan di internet melalui situs-situs tertentu. Perusahaan juga mengikuti

beberapa kegiatan besar seperti Indo Livestock Expo&Forum yang dilakukan

setahun sekali.
3. Strategi Distribusi

Hampir semua pabrik pakan didirikan di pulau Jawa terutama di Provinsi

Jawa Timur. Japfa Comfeed yang kegiatan utamanya berlokasi di Jawa Timur

mendominasi pasar di kawasan tersebut serta beberapa wilayah di Kalimantan.

Produsen di Jawa merupakan supplier pakan bagi Kalimantan, Maluku, Papua

serta wilayah lainnya. Produsen di Sumatera Utara dan Lampung seperti Charoen

Phokpand dan Sierad mensupply pakan bagi Sumatera. Di Sulawesi Selatan,

Cargill Indonesia menguasai pasar pakan di kawasan tersebut dan kawasan timur

Indonesia. Sistem pemasaran pabrik pakan dinilai tidak efisien, dimana pabik

pakan dan pelaku tata niaga (agent/distributor dan poultry shop) mengambil porsi

keuntungan relatif besar (Saptana dan Rivai, 1996). Hal ini diduga terjadi karena

pabrik pakan membentuk kartel dan system pemasaran produk pakan ternak

dijalankan dengan sistem komisi, di mana pelaku tata niaga pakan memperoleh

komisi sebesar 15-20 persen dari harga jual pakan. Disamping itu poultry shop

masih memperoleh keuntungan dari penjualan pakan kepada peternak. Hal ini

terutama disebabkan oleh naiknya harga sarana produksi terutama pakan sebagai

akibat depresiasi rupiah terhadap dollar.

4. Strategi Bisnis

Adapun mengenai strategi bisnis, tiap perusahaan besar memiliki strategi

untuk menghadapi persaingan. Strategi tersebut secara garis besar adalah:

a. Integrasi Bisnis

Tidak semua produsen pakan ternak telah terintegrasi hanya produsen skala besar

yang mampu melakukannya. Karena selain menghasilkan pakan ternak juga


melakukan usaha peternakan, memproduksi obat dan vitamin hewan dan memiliki

pabrik pengolahan daging. Integrasi bermanfaat dalam industri pakan karena

dapat menjamin penyediaan bahan baku dan saluran distribusi yang dipercaya

untuk mempertahankan daya saing. Dampak integrasi dirasakan lebih luas dalam

hal pelaksanaan pasar, selain itu dapat meningkatkan efisiensi pasar yang lebih

besar dalam penggunaan input.

b. Kemitraan

Sebagian produsen pakan ternak mendirikan kerja sama dengan peternak lokal

dalam menjalankan usahanya. Dimana perusahaan besar sebagi inti sementara

peternak kecil sebagai plasma. Bahkan produsen pakan tersebut turut

menyediakan modal bagi para peternak. Sebagai contoh, Japfa Comfeed telah

bermitra dengan peternak broiler di Kalimantan Selatan. Produsen pakan juga

melakukan kerja sama dengan petani jagung guna menjamin suplai bahan baku

pakan. Beberapa produsen pakan bekerja sama dengan perusahaan perkebunan

seperti PTPN VII dalam hal lahan untuk menanam jagung.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Struktur pasar dari industri pakan ternak di Indonesia merupakan

oligopoli longgar dimana penggabungan empat perusahaan terbesar

memiliki pangsa pasar rata-rata sebesar 41,33 persen. Berdasarkan

hasil penelitian, didapatkan nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale

industri pakan ternak Indonesia pada tahun 1981-2005 yaitu sebesar

16,61 persen yang berarti hambatan untuk masuk pasar termasuk

tinggi. Dengan market share tersebut, maka perusahaan sudah

memiliki market power atau sudah mampu mempengaruhi pasar pakan

ternak di Indonesia.

2. Untuk perilaku industri pakan ternak Indonesia, dapat dilihat dengan

adanya berbagai strategi perusahaan besar. Untuk strategi produk,

perusahaan melakukan diferensiasi produk dan peningkatan kualitas

produk yang sesuai standar nasional Indonesia. Dalam hal promosi,

perusahaan besar telah memuat iklan dalam majalah dan media lain

seperti internet serta mengikuti pameran peternakan. Sementara itu

beberapa perusahaan besar melakukan integrasi vertikal sehingga

mampu menyediakan bahan baku sendiri. Sementara itu, perusahaan

kecil belum mampu melakukan integrasi vertikal secara penuh.


3. Berdasarkan penelitian, tingkat keuntungan(PCM) pada industri pakan

ternak dikatakan masih kecil dengan rata-rata sebesar 19,56 persen.

Kecilnya nilai PCM yang merupakan perbandingan biaya input dengan

nilai output, disebabkan oleh biaya input yang terlampau besar

terutama besarnya biaya untuk bahan baku. Selain itu, untuk mengukur

kinerja industri dapat dilihat dari efisiensinya. Berdasarkan penelitian,

diperoleh rata-rata nilai efisiensi sebesar 30,88 persen. Nilai X-Eff

yang termasuk kategori rendah pada industri ini mencerminkan

kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang

digunakan untuk produksi, artinya perusahaan belum dikelola dengan

baik.

4. Dari hasil analisi regresi berganda yang dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

keuntungan pada industri pakan ternak Indonesia adalah konsentrasi

rasio (CR4), hambatan masuk (MES), pertumbuhan produksi

(GROWTH) dan efisiensi (Xeff). Variabel tersebut signifikan pada

selang kepercayaan 90 persen (α = 0,10).

6.2 SARAN

1. Perlu adanya dukungan dan perhatian dari pemerintah untuk membantu

perkembangan industri pakan ternak dalam hal mendorong masuknya

investasi baru dalam industri pakan perlu menyediakan berbagai regulasi

untuk mendorong perubahan struktur industri menuju pasar persaingan.


2. Bagi perusahaan yang bergerak di industri pakan ternak sebaiknya

meningkatkan efisiensi dengan menekan biaya input terutama bahan baku

pakan. Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan

baku yang diproduksi lokal sehingga tidak ketergantungan terhadap bahan

baku impor. Selain itu, perkembangan industri pakan sebaiknya diarahkan

ke wilayah sentra bahan baku.

3. Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel pengaruh

intensitas ekspor dan impor mengingat Indonesia adalah negara

perekonomian terbuka yang melaksanakan perdagangan dengan negara

luar termasuk komoditas pakan ternak. Selain itu perlu juga memperdalam

pembahasan dengan menganalisis mengenai pengaruh flu burung terhadap

perkembangan industri pakan ternak Indonesia.

4. Data industri pakan sebaiknya menggunakan data primer

bulanan/triwulanan sehingga dapat lebih akurat dan dapat menangkap

fenomena yang terjadi.

5. Pengembangan industri pakan serta sarana budi daya dan pengolahan hasil

ternak sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dalam kerangka

pengembangan agribisnis peternakan.


DAFTAR PUSTAKA

Alim, M. 1996. Keragaan Industri Pakan Ayam Ras di Wilayah Bogor, dan
Bekasi: Suatu Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi. Tesis Magister
Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alistair, A. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja pada Industri Tepung Terigu
di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog. [Skripsi]. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andiani, I. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia.
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Badan Pusat Statistika. 2002. Statistika Industri Besar dan Sedang Volume I.
Jakarta.
__________________. 2006. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta
Delima, D. K. 2005. Analisis Structure-Conduct-Performance Industri Ban di
Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Dirjen Peternakan. 2004. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian, Jakarta.
_______________. 2006. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Fitriani, A. 2006. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak
Ayam di Provinsi Lampung dan Jawa Barat. Tesis Magister Sains.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
GPMT. 2008. Inventarisasi Pabrik Pakan. Gabungan Perusahaan Makanan
Ternak, Jakarta.
Greer, J. 1975. Conduct of Industrial Companies. Prentice Hall. London
Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Sumarno, S dan Zain, P (Penerjemah).
Erlangga, Jakarta.
Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi.
LP3ES, Jakarta.
Jaya, K. W. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta.
Kariyasa, I. K. 2003. Keterkaitan Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di
Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasrjana. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Lipsey, et al. 1997. Pengantar Makroekonomi. Jilid 2. Jaka Wasana dan
Kirbrandoko [Penerjemah]. Binarupa-Aksara, Jakarta.
Nicholson, W. 2000. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi
Kedelapan. Terjemahan. Erlangga, Jakarta.
Oktaviani, et al. 2008. Dampak Merebaknya Flu Burung terhadap Ekonomi
Indonesia: Suatu Pendekatan Model Ekonomi Keseimbangan Umum.
Working Paper. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Poultry Indonesia. 2005. Laporan Perkembangan Perusahaan, Pembangunan
Perusahaan yang ke Tujuh. Majalah Poultry Indonesia, Jakarta.
Purba, H. J. 1999. Keterkaitan Pasar Jagung dan Pakan Ternak yam Ras di
Indonesia: Suatu Analisis Simulasi. Tesis Magister Sains. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rusastra, I. W, et al. 1990. Analisis Keunggulan Komparatif, Produksi Pakan
Ternak di Jawa Barat dan Lampung. Pusat Penelitian Sosisl Ekonomi
Peternakan, Bogor.
Safitri, S. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Besi Baja di
Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Saptana, et al. 2002. Industri Perunggasan: Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Peternakan, Bogor.
Saptana, Rusastra, I. W. 2000. Dampak Krisis Moneter dan Kebijaksanaan
Pemerintah Terhadap Daya Saing Agribisnis Ayam Ras Pedaging di
Jawa Barat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Sayaka, B. 2003. Market Structure, Conduct, Performance of The Corn Seed
Industry in East Java, Indonesia. Ph.D Disertation. University of the
Fhilippines, Los Banos.
Sembiring, I. R. 2006. Pengaruh Aset Bank Terhadap Efektifitas Kebijakan
Moneter. Relevansi terhadap Konsolidasi Arsitektur Perbankan di
Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sheperd, W. G. 1990. The Economics of Industrial Organization. Third Edition.
Prentice Hall, New Jersey.
Simatupang, et al. 2002. Arah dan Kebijakan Pengembangan Agribisnis
Indonesia. Laporan Hasil Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan. Bogor
Tambunan, T. H. 2001. Industrialisasi di Negara Berkembang: Kasus Indonesia.
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur
Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Yusdja, Y dan Saptana. 1995. Disintegrasi Pola Kemitraan dan Inefisiensi dalam
Industri Ayam Ras. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Kemitraan Menuju Industrialisasi Usaha Ternak Rakyat,
diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) dan
Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Yusdja, Y dan E. Pasandaran. 1996. Analisis Harga Pokok dan Bentuk Pasar
Pakan dan Kaitannya dengan Pengembangan Agribisnis Ayam Ras
Rakyat. Jurnal Agro Ekonomi 15 (1): 13-25.
Yusdja, Y, et al. 2000. Perumusan Kebijaksanaan dan Model Restrukturisasi
Industri Ternak Unggas Nasional. Laporan Hasil Penelitian. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biaya bahan baku industri pakan ternak dari tahun 1981-2005
Barang yg Share BB Thd
Tahun Bahan Baku Dihasilkan Biaya Input Nilai Output B.Input
1981 78825960 105143425 86353902 105176214 91,28245299
1982 87324030 114423545 95524679 114474446 91,41515147
1983 125127894 160574114 139565689 160613431 89,65519742
1984 155143002 207536921 169868004 210165597 91,33150349
1985 211783576 297311736 240693528 301607906 87,98889516
1986 284290533 416494352 311137285 429182595 91,37141278
1987 459383109 613593538 493257448 615827496 93,13252357
1988 612744425 787182421 664147689 789900402 92,26026607
1989 695220291 999179569 753741206 1006450346 92,23594059
1990 571567752 857412981 625495433 872385813 91,37840532
1991 858105580 121776928 934758256 1235850426 91,79973266
1992 1036973094 1470794552 1147784721 1589210006 90,34560881
1993 1056334589 1458824146 1189900341 1643732601 88,77504717
1994 1555393194 2103818490 1740444400 2321520023 89,36758876
1995 1816027138 2437141783 1980213392 2563154221 91,70865854
1996 2320091373 3276430838 2903673619 3424310548 79,90193381
1997 2983354000 3807518000 3244816000 4418935000 91,94216251
1998 3112867050 4052090281 3296623651 4596590341 94,4259151
1999 3444774390 5085528787 3674639559 5569931355 93,74455194
2000 4827229465 7879481500 5358347035 8496998534 90,08803337
2001 5643186747 7895898404 6129441877 8179628803 92,06689386
2002 6153091785 9054570143 6724908924 9410677522 91,49702776
2003 7901743998 10184730288 8393775372 10570249191 94,13813985
2004 9232356513 11259896732 9700591362 11626753191 95,17313088
2005 12159716009 15114562460 12954022438 15191726115 93,86826422
Lampiran 2. Nilai efisiensi industri pakan ternak Indonesia tahun 1981-2005
TAHUN XEff
1981 21,8
1982 19,84
1983 15,08
1984 23,72
1985 25,31
1986 37,94
1987 24,85
1988 18,93
1989 33,53
1990 39,47
1991 32,21
1992 38,46
1993 38,14
1994 33,39
1995 29,44
1996 17,93
1997 36,18
1998 39,43
1999 51,58
2000 58,57
2001 33,45
2002 39,94
2003 25,93
2004 19,86
2005 17,27
rata-rata 30,89

Lampiran 3. Tabel Nilai R2 dan Durbin-Watson

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of Durbin-


Model R R Square R Square the Estimate Watson
1 ,936a ,876 ,844 2,70132 1,975
a. Predictors: (Constant), DUMMY, CR4, Growth, XEff, MES
b. Dependent Variable: PCM
Lampiran 4. Tabel ANOVA

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 983,973 5 196,795 26,969 ,000a
Residual 138,645 19 7,297
Total 1122,618 24
a. Predictors: (Constant), DUMMY, CR4, Growth, XEff, MES
b. Dependent Variable: PCM

Lampiran 5. Regression
Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N


PCM 19,5460 6,83928 25
XEff 30,890 10,8979 25
Growth 23,27 17,592 25
CR4 41,3252 9,62002 25
MES 16,6124 7,87651 25
DUMMY ,32 ,476 25

Correlations

PCM XEff Growth CR4 MES DUMMY


Pearson Correlation PCM 1,000 ,880 ,060 -,443 -,357 ,432
XEff ,880 1,000 ,005 -,418 -,401 ,312
Growth ,060 ,005 1,000 -,095 -,162 -,219
CR4 -,443 -,418 -,095 1,000 ,938 -,172
MES -,357 -,401 -,162 ,938 1,000 -,213
DUMMY ,432 ,312 -,219 -,172 -,213 1,000
Sig. (1-tailed) PCM . ,000 ,389 ,013 ,040 ,016
XEff ,000 . ,490 ,019 ,024 ,064
Growth ,389 ,490 . ,325 ,219 ,146
CR4 ,013 ,019 ,325 . ,000 ,205
MES ,040 ,024 ,219 ,000 . ,154
DUMMY ,016 ,064 ,146 ,205 ,154 .
N PCM 25 25 25 25 25 25
XEff 25 25 25 25 25 25
Growth 25 25 25 25 25 25
CR4 25 25 25 25 25 25
MES 25 25 25 25 25 25
DUMMY 25 25 25 25 25 25
Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 DUMMY,
CR4,
. Enter
Growth, a
XEff, MES
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PCM

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 13,331 4,803 2,775 ,012
XEff ,491 ,058 ,783 8,492 ,000 ,764 1,308
Growth ,062 ,034 ,160 1,851 ,080 ,870 1,149
CR4 -,542 ,172 -,763 -3,151 ,005 ,111 1,979
MES ,653 ,212 ,752 3,075 ,006 ,109 1,674
DUMMY 3,605 1,286 ,251 2,803 ,011 ,811 1,233
a. Dependent Variable: PCM

Collinearity Diagnosticsa

Dim Variance Proportions


ensi Condition
Model on Eigenvalue Index (Constant) XEff Growth CR4 MES DUMMY
1 1 4,753 1,000 ,00 ,00 ,01 ,00 ,00 ,01
2 ,721 2,567 ,00 ,00 ,05 ,00 ,00 ,63
3 ,349 3,692 ,00 ,00 ,54 ,00 ,02 ,02
4 ,146 5,699 ,00 ,33 ,27 ,00 ,02 ,31
5 ,028 13,145 ,24 ,60 ,11 ,01 ,14 ,01
6 ,004 36,667 ,75 ,07 ,02 ,99 ,82 ,03
a. Dependent Variable: PCM

Anda mungkin juga menyukai