Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS MODERNISASI PERTANIAN BERKELANJUTAN

DENGAN MENGGUNAKAN TEORI MOSHER


(Studi Kasus Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang)

Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah


Pembangunan Pertanian Berkelanjutan yang dibimbing oleh :
Dr.Ir. Trisna Insan Noor, DEA.

Oleh:

Muhammad Esa Pertiby Kaban 150610140001

Ilya Rizkia 150610140014

Aldiansyar Mugia Utomo 150610140031

Ichsan Ivanicevic 150610140040

Kelas A

PROGAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .....................................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

BAB II KAJIAN PUSTKA ........................................................................................................... 11

2.1 Pembangunan Pertanian ....................................................................................................... 11

2.2 Modernisasi Pertanian .......................................................................................................... 17

2.3 Struktur Pedesaan Progresif ................................................................................................. 21

BAB III KEADAAN UMUM DESA ............................................................................................ 25

2.1 Keadaan Umum Desa .......................................................................................................... 25

2.1.1 Adiministratif Daerah ................................................................................................... 25

2.1.2 Keadaan Penduduk Desa Cilembu ................................................................................ 27

2.1.3 Keadaan Lahan dan Iklim ............................................................................................. 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 30

4.1 Analisis Aspek Sosial, Ekonomi Dan Teknologi Pendukung Untuk Pembangunan
Pertanian Di Desa Cilembu .................................................................................................. 30

4.1.1 Analisis Aspek Sosial ................................................................................................... 30

4.1.2 Aspek Ekonomi ............................................................................................................ 31

4.1.3 Aspek Teknologi ........................................................................................................... 32

4.2 Analisis Syarat Pokok dan Syarat Pelancar Untuk Mendukung Pembangunan di Desa
Cilembu Menurut Teori A.T. Mosher .................................................................................. 32

4.3 Analisis Struktur Pedesaan Progresif (SPP) pada Desa Cilembu, Kabupaten Sumedang,
Jawa Barat. ........................................................................................................................... 38

BAB V PENUTUP ......................................................................................................................... 41

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 41

5.2 Saran ..................................................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 44


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum pembangunan ekonomi berbasis kepada sumber daya alam
yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan pada akhirnya akan
berdampat negatif pada lingkungan itu sendiri, karena sumber daya alam dan
lingkungan memiliki kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain
pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan sumber daya alam dan
lingkungan akan menyebabkan permasalahan bagi pembangunan berkelanjutan.
Indonesia merupakan negara yang memiliki perbandingan keunggulan
untuk sektor pertanian, keunggulan ini merupakan modal fundamental bagi
pertumbuhan ekonomi yang perlu didorong dan dikelola dengan baik. Kuncoro,
M (2005), menyampaikan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan
komperatif akan memberikan perkembangan bukan hanya pada sektor itu saja
melainkan sektor lain yang terkait. Sektor pertanian kita tentu memiliki komoditi-
komoditi unggulan untuk dikembangan sebagai pendorong utama bagi
pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. Pengembangan komoditi
unggulan disektor pertanian pada suatu daerah merupakan suatu strategi untuk
memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan
efek pengganda (multiflier effect) untuk sektor lainnya.
Dalam struktur perekonomian Indonesia, sektor pertanian sangat berperan
penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pada
kenyataanya sektor tersebut tidak dipersiapkan untuk dapat bersaing dengan
negara lain. Berdasarkan data dari global competitiveness yang dikutip dalam
situs Indonesi Ivestments, tahun 2015-2016 daya saing global Indonesia berada
pada urutan 41 yang pada tahun 2010-2011 berada pada peringkat 44. Walaupun
ada peningkatan peringkat tetapi Indonesia masih berada pada tahap factor driven
ke efficiency driven. Transisi tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia sudah
memperbaiki sistem pemerintahan, infrastruktur, lingkungan makroekonomi,
kesehatan dan pendidikan, tetapi belum mengoptimalkan pendidikan yang tinggi
efisiensi pasar barang, tenaga kerja, perluasan pasar dan teknologi.
Kondisi daya saing produk-produk di Indonesia sangat rendah
dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Jepang, Singapura dan
Cina. Indonesia masing mengekspor produk pertanian dalam bentuk segar (bukan
olahan) sehingga harga jualnya rendah dan tidak bisa bersaing dengan produk
olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Strategi yang mendahulukan pembangunan pertanian tersebut telah
berhasil mengantarkan bangsa Indonesia berswasembada beras. Produksi padi
sawah yang tinggi mengindikasikan adanya hubungan antara pembangunan
pertanian yang dilakukan pemerintah pada masa itu dengan produksi padi. Ini
seharusnya dapat diterapkan juga pada komoditas-komoditas lain selain padi,
yaitu ubi yang sekarang sedang banyak di gemari oleh masyarakat luas.
Dalam literature klasik A.T. Mosher Getting Agriculture Moving (1965)
menyebutkan bahwa pembangunan pertanian meningkatkan produksi hasil usaha
tani dan A.T. Mosher menambahkan bahwa ada 5 syarat yang tidak boleh tidak
harus ada (syarat mutlak) untuk adanya pembangunan pertanian. Kalau satu saja
diantara syarat-syarat tersebut tidak ada, maka terhentilah pembangunan
pertanian, pertanian bisa berjalan tetapi statis.
Syarat syarat itu menurut A.T.Mosher adalah :
1. Pasar untuk hasil usaha tani
2. Teknologi yang senantiasa berkembang
3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal
4. Adanya perangsang produksi bagi petani
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu

Sejalan dengan apa yang telah ditulis dalam buku Perencanaan


Pembangunan Desa, yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia bahwa Membangun
kemandirian desa dalam kerangka Desa Membangun harus dimulai dari proses
perencanaan desa yang baik, dan diikuti dengan tatakelola program yang baik
pula. Pembangunan (pedesaan) yang efektif bukanlah se- mata-mata karena
adanya kesempatan melainkan merupa- kan hasil dari penentuan pilihan-pilihan
prioritas kegiatan, bukan hasil coba-coba, tetapi akibat perencanaan yang baik.
Ubi Jalar merupakan salah satu produk pertanian yang telah diekspor
dalam bentuk segar ataupun olahan. Indonesia sendiri merupakan lahan yang luas
dan cocok untuk ditanami ubi jalar, tetapi permasalahan yang ada terkait dengan
daya saing dan jumlah produk bukan sebuh alat ukur keberhasilan suatu produk
yang diekspor tetapi kualitas produk yang lebih diutamakan.
Peningkatan kualitas dapat dicapai melalui Standarisasi Produk Nasional
dengan menggunakan logo SNI pada setiap produk yang dipasarkan di dalam dan
luar negeri, logo SNI ubi jalar adalah SNI 01-4493-1998. Salah satu kebijakan
yang telah direalisasikan yaitu dengan melakukan akreditasi terhadap
laboraturium penguji Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
(Balitkabi) untuk mendapatkan jaminan tertulis tentang mutu suatu produk. Selain
itu ubi cilembu juga sudah mendapatkan hak eksklusif yang dipegang oleh
Asosiasi Agrobisnis Ubi Cilembu dengan nomor hak IG.00.2012.000008. Maka
berdasarkan UU merek, penjual ubi cilembu palsu ini bisa dipidana maksimal 5
tahun penjara.
Indonesia berpotensi dalam pengembangan ubi jalar yang dapat dijadikan
komoditas unggulan pada setiap wilayah yang mengindikasikan setiap daerah bisa
membudidayakan komoditas tersebut. Jika melihat tabel konsumsi pangan di Jawa
Barat, produksi tidak diimbangi dengan rata-rata konsumsi per kapita yaitu hanya
3,264 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan beras 67,169 kg/kapita/tahun sebagai
makanan pokok.
Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran dan Presentase Rata-rata Pengeluaran Per
Kapita Sebulan Menurut Kelompok Makanan di Provinsi Jawa Barat, 2016
Presentase Rata-rata
Kelompok Makanan Rata-rata Pengeluaran
Pengeluaran
Padi-padian 67 169 7.49
Umbi-umbian 3 264 0.36
Kacang-kacangan 10 077 1.12
Sayur-sayuran 23 429 2.61
Tabel 1 Rata - Rata dan Persentase Pengeluaran Kelompok Makanan

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

Pada tahun 2015, Jawa Barat merupakan sentra produksi ubi jalar di
Indonesia yang memiliki produksi terbesar yaitu 471.737 ton dengan luas panen
25.641, meskipun luas panennya dari tahun ke tahun terus berkurang akibat
berkurangnya juga lahan ubi cilembu tetapi produktifitasnya terus meningkat
setiap tahunnya yaitu pada tahun 2015 produktivitas lahan ubi cilembu ini
menjadi 18,41 ini berindikasi program intensifikasi pemerintah berhasil
dilakukan.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2015
Produktivitas
Kabupaten Luas Panen Produksi (ton)
(ton/ha)
Sumedang 1.287 18.598 14,45
Bandung 1.845 33.568 18,91
Garut 6.443 95.452 14,81
Kuningan 5.936 146.054 24,60
Tabel 2 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat


Jawa Barat memiliki dua Kabupaten sebagai sentra produksi ubi jalar,
yaitu Kuningan dan Sumedang. Di Kuningan para petani menanam varietas AC
yang diekspor ke Jepang dan Korea dalam bentuk pasta, sedangkan di Sumedang
memiliki komoditas unggulan yaitu Cilembu yang telah diekspor ke Jepang,
Singapura, Hongkong, dan Malaysia. Kabupaten Garut, Bandung, Cianjur,
Purwakarta dan lainnya memproduksi juga ubi jalar namun kualitasnya tidak se-
bagus apa yang dihasilkan oleh Kabupaten Kuningan dan Sumedang.
Ubi Cilembu merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sumedang,
dan menurut data BPS Kabupaten Sumedang terdapat tiga Desa yang menjadi
sentra produksi Ubi Cilembu yaitu Desa Cilembu (Kecamatan Pamulihan),
Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) dan Desa Cinanjung (Kecamatan
Tanjungsari). Tiga desa dari kecamatan tersebut mempunyai luas panen paling
tinggi diantara kecamatan lain yang ada di Sumedang. Luas lahan ubi dari ketiga
desa tersebut berindikasi bahwa tanah dan iklimnya lebih cocok dibandingkan
dengan kecamatan lain. Selain itu menanam ubi jalar sudah menjadi aktivitas
secara turun-temurun sehingga lebih banyak pengalaman yang didapatkan oleh
petani yang berpengaruh terhadap jumlah produksi.

Tabel 3. Luas Lahan yang ditanami dengan Ubi Jalar


Kecamatan Luas Lahan (Ha)
Rancakalong 546
Pamulihan 188
Tanjungsari 147
Tabel 3 Luas Lahan Ubi Jalar

Sumber: Sumedangkab.bps.go.id

Ubi Cilembu bersifat spesifik lokasi sehingga mengindikasikan bahwa


ketiga desa tersebut memiliki keunggulan sumberdaya alam. Dari hasil
wawancara kami dengan beberapa petani di desa Cilembu menyebutkan pola
tanam yang dilakukan oleh para petani di Desa Cilembu adalah padi-ubi jalar,
karena jenis sawahnya adalah tadah hujan.
Lahan yang baik ditanami ubi jalar adalah sawah. Ubi jalar biasanya ditanam pada
musim kemarau, dikarenakan pada musim hujan, kadar air akan menjadi banyak
dan mengakibatkan rasa ubi kurang manis serta banyaknya hama dan penyakit
yang mengakibatkan produksi menjadi turun.
Produksi Ubi Cilembu yang rendah bisa berimplikasi dengan
keberlanjutan usaha budidaya tersebut dan didalam pemasaran menjadi tidak
terpenuhi dengan baik. Berkaitan dengan daya saing terutama perbandingan
keunggulan yang berasal dari keuntungan secara finansial, mengakibatkan
penerimaan petani menjadi rendah dan tidak memiliki keunggulan perbandingan
yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan.
Daya saing berbasis potensi daerah memiliki indicator utama dan spesifik,
indicator untama merupakan indicator keseluruhan yang melibatkan pihak baik
pemerintah daerah, swasta dan lembaga social serta pihak-pihak yang berperan
dalam pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut. Dari sumber yang kami
wawancarai beliau merupakan perangkat desa juga sekaligus petani ubi cilembu,
peran desa memang sangat dibutuhkan baik itu dalam penyediaan saprotan,
produksi, panen dan pasca panen karena anggar mereka mendapatkan bimbingan
selain sharing dengan sesama petani mereka juga perlu sharing dengan penyuluh
pertanian lapangan (PPL).
Menurut Sumihardjo (2008), setiap indicator dan sub indicator dalam
pelaksanaannya memerlukan pengelolaan yang terintegrasi, terencana, konsisten,
berkesinambungan dan berkelanjutan. Terdapat Sembilan indicator makro penentu
daya saing daerah.
Gambar 1. Indikator Utama Daya Saing Daerah

Perekonomian Sistem
Keterbukaan
Daerah Keuangan

Infrastruktur dan IPTEK


SDA

Daya Saing Daerah

Kelembagaan Governance dan


Perekonomian kebijakan pemerintah
Daerah
Manajemen dan ekonomi
makro

Sumber: Pusdik dan Studi Kebank-sentralan BI-2002 : 16 diacu dalam Sumihardjo

Indikator tersebut dapat dicapai jika ada suatu kerjasama yang baik antara
pihak pemerintah dan masyarakat dalam memanfaatkan pontensi yang ada sesuai
dengan syarat pokok yang Mosher kemukakan contohnya seperti sumberdaya
alam, sumberdaya manusia, teknologi, kelembagaan dan kebijakan pemerintah
yang dapat mempromosikan produk dalam negeri ke luar negeri agar nantinya
dapat meningkatkan perekonomian di suatu daerah khususnya di Desa Cilembu
ini.
Dari wawancara kami dengan beberapa petani menyebutkan suka dan
dukanya berusaha tani ubi Cilembu ini. Kurangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat diperlukan untuk menjadikan ubi Cilembu sebagai komoditas
unggulan Kabupaten Sumedang yaitu dengan menemukan alat untuk mengatasi
hama dan penyakit yang sering datang. Adanya bantuan pada saat pasca-panen
pun harus diperhatikan karena belum adanya mesin pembersih dan cold chain.
Mesin pembersih ini sangat dibutuhkan karena semakin banyak tanah yang
menempel di ubi maka semakin lama juga proses pembersihannya, selain itu
petani butuh cold chain dengan suhu optimum 12-130C agar ubi cilembu tahan 2-
3 bulan untuk menghindari serangan hama dan tidak adanya penyusutan ubi pada
pasca panen tersebut.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang,
penyumbang PDRB paling besar menurut lapangan usahanya pada tahun 2015
didominasi oleh tigas sektor yaitu Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Motor (16,46 persen), Industri pengolahan (18,49 persen) dan Pertanian
(20,66 persen). Meskipun sektor pertanian menyumbang PDRB paling besar
diantara sektor lain namun pada kenyataanya kebijakan terhadap Ubi Cilembu
tidak sebesar apa yang diharapkan, padahal sektor tersebut dapat menjadi
keunggulan di Kabupaten Sumedang.
Maka dari itu perlu adanya dukungan dari setiap elemen masyarakat baik
itu pemerintah desa, kabupaten, provinsi, akademisi dan semua yang terlibat
dalam usaha pelestarian ubi Cilembu ini guna meningkatkan taraf hidup para
petani aga menjadi lebih baik. Jika memberikan pendampingan seharusnya tidak
hanya pada awal program itu diberikan, namun harus terus di awasi dan di
bimbing agar program yang diberikan tersebut dapat dijalankan dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Aspek Sosial, Ekonomi dan Teknologi pendukung


pembangunan pertanian di Desa Cilembu.
2. Bagaimana Syarat Pokok dan Syarat Pelancar pembangunan pertanian di
Desa Cilembu
3. Bagaimana Struktur Pedesaan Progresif (SPP) di Desa Cilembu.
BAB II KAJIAN PUSTKA

2.1 Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses


perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk
mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial,
politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement),
pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008).

Mosher (1981) mengatakan bahwa pembangunan pertanian merupakan


bagian integral dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Hal ini
dimaksudkan bahwa pembangunan pertanian menjamin pembangunan
menyeluruh itu (overall development) akan benar-benar bersifat umum, yang
mana penduduk yang hidup dari bertani jumlahnya besar di berbagai negara dan
dalam beberapa tahun mendatang akan terus hidup bertani.

Untuk melaksanakan pembangunan pertanian tidak dapat hanya oleh


petani saja tetapi lebih lanjut, makin lama petani makin tergantung pada pihak-
pihak di luar, seperti untuk memenuhi kebutuhan pupuk, bibit unggul, saluran
irigasi, obat-obatan, alat mesin pertanian dan lain-lain. Demikian pula hasilnya
harus dijual ke pasar, pengetahuan diperoleh dari sekolah atau universitas, dinas
pertanian, petugas penyuluh lapangan dan sebagainya. Dengan demikian agar
sektor pertanian dapat maju diperlukan interaksi yang positif antara bidang
pertanian dengan bidang-bidang lainnya (Hadisapoetro, 1973).

A.T. Mosher dalam bukunya yang berjudul Getting Agriculture Moving,


(1965) yang telah diterjemahkan menganalisis syarat-sayarat pembangunan
pertanian di banyak negara dan menggolongkannya menjadi syarat mutlak dan
sayarat pelancar pembangunan pertanian. Dalam pembangunan pertanian ada lima
syarat yang tidak boleh tidak harus ada untuk adanya pembangunan pertanian.
Jika satu syarat tersebut tidak ada maka terhentilah pembangunan pertanian atau
pertanian dapat berjalan terus tetapi statis. Syarat mutlak pembangunan pertanian
menurut Mosher tersebut adalah:

1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani.


Harga baik atau buruk (tinggi atau rendah) pada umumnya dilihat
petani dalam hubungan dengan harga-harga saat panen sebelumnya.
Pembangunan pertanian meningkatkan produksi hasil pertanian. Untuk
hasil-hasil itu perlu ada pasaran serta harga yang cukup tinggi guna
membayar kembali biaya-biaya tunai dan daya upaya yang telah
dikeluarkan petani sewaktu memproduksikannya. Diperlukan tiga hal
dalam pasaran untuk hasil usaha tani (A.T Mosher, 1965;78), yaitu :

Seseorang di suatu tempat yang membeli hasil usaha tani, perlu ada
permintaan (demand) terhadap hasil usaha tani ini.
Seseorang yang menjadi penyalur dalam penjualan hasil usaha tani,
sistem tataniaga.
Kepercayaan petani pada kelancaran sistem tataniaga itu.
Kebanyakan petani harus menjual hasil-hasil usaha taninya sendiri
atau di pasar setempat. Karena itu, perangsang bagi mereka untuk
memproduksi barang-barang jualan, bukan sekedar untuk dimakan
keluarganya sendiri, lebih banyak tergantung pada harga setempat.
Harga ini untuk sebagian tergantung pada efisiensi sistem tataniaga
yang menghubungkan pasar setempat dengan pasar di kota-kota.

2. Teknologi yang senantiasa berkembang.


Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat
dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh
penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian.
Teknologi sering diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan
keterampilan di bidang industri. Tetapi A.T Mosher (1965;93)
mengartikan teknologi pertanian sebagai cara-cara untuk melakukan
pekerjaan usaha tani. Di dalamnya termasuk cara-cara bagaimana petani
menyebarkan benih, memelihara tanaman dan memungut hasil serta
memelihara ternak. Termasuk pula didalamnya benih, pupuk, pestisida,
obat-obatan serta makanan ternak yang dipergunakan, perkakas, alat dan
sumber tenaga. Termasuk juga didalamnya berbagai kombinasi cabang
usaha, agar tenaga petani dan tanahnya dapat digunakan sebaik mungkin.

3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal.


Petani pada dasarnya kesulitan dalam mencari bahan-bahan dan alat-
alat produksi yang notabene buatan dalam negeri atau local. Barang-
barang buatan dalam negeri pada umumnya lebih terjangkau daripada
barang-barang dari luar. Hal ini dibutuhkan petani untuk menekan biaya
produksi sehingga mendapatkan laba yang lebih besar. Barang lokal yang
akan diperkenalkan kepada petani sebaiknya telah melalui berbagai
pengujian dan memiliki kualitas yang tidak kalah dengan produk-produk
impor agar para petani tertarik dan akan menggunakan produk lokal ini
secara terus menerus. Distribusi barang juga harus diperhatikan agar tidak
ada kelangkaan barang penunjang produksi pertanian yang dapat berakibat
fatal bagi petani tersebut.

4. Adanya perangsang produksi bagi petani


Cara-cara kerja usaha tani yang lebih baik, pasar yang mudah
dijangkau dan tersedianya sarana dan alat produksi member kesempatan
kepada petani untuk menaikkan produksi. Begitu pula dengan
kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah menjadi perangsang
produksi bagi petani. Pemerintah menciptakan kebijakan khusus yang
dapat merangsang pembangunan pertanian. Akhirnya kebijakan harga
pada umumnya yang menjamin stabilitas harga-harga hasil pertanian
merupakan contoh yang dapat meningkatkan rangsangan pada petani
untuk bekerja lebih giat dan mereka akan lebih pasti dalam usaha untuk
meningkatkan produksi

Perangsangan secara efektif mendorong petani untuk menaikan


produksinya adalah bersifat ekonomis (A.T Mosher,1965), yaitu:

Perbandingan harga yang menguntungkan.


Bagi hasil yang wajar. Tersedianya barang dan jasa yang ingin
dibeli petani untuk keluarganya

5. Tersedianya perangkutan yang lancar dan kontinyu.


Pentingnya transportasi adalah bahwa produksi pertanian harus
tersebar meluas, sehingga diperlukan jaringan pengangkutan yang
menyebar luas, untuk membawa sarana dan alat produksi ke tiap usaha
tani dan membawa hasil usaha tani ke pasaran konsumen baik kota besar
atau kota kecil. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi biaya
transportasi (A.T Mosher,1965) antara lain:

Sifat barang yang harus diangkut, berapa berat atau besarnya


barang tersebut.
Jarak pengangkutan barang-barang tersebut.
Banyaknya barang yang diangkut
Jenis alat transportasi
Disamping syarat mutak tadi ada lima macam syarat pelancar yang adanya
tidak mutlak tetapi kalau ada benar-benar akan sangat memperlancar
pembangunan pertanian. Syarat pelancar pembangunan pertanian tersebut adalah:
1. Pendidikkan pembangunan
Pendidikkan pembangunan disini dititikberatkan pada
pendidikkan non-formal yaitu berupa kursus-kursus, latihan-latihan, dan
penyuluhan-penyuluhan. Pendidikkan pembangunan ini dimaksudkan
untuk meningkatkan produktivitas petani.

2. Kredit Produksi
Untuk meningkatkan produksi, petani harus lebih banyak
mengeluarkan uang yang digunakan untuk membeli pupuk, bibit unggul,
obat-obatan, dan alat-alat lainnya. Pengeluaran ini harus dibiayai oleh
tabungan atau dengan meminjam. Oleh karena itu, lembaga-lembaga
perkreditan yang memberikan kredit produksi kepada petani merupakan
suatu faktor pelancar penting bagi pembangunan pertanian.

3. Kegiatan gotong royong petani


Kegiatan gotong royong biasanya dilakukan secara berkelompok
dan bersifat informal. Para petani bekerja sama dalam menanam tanaman
mereka atau dalam memanen hasil panen. Mereka bekerjasama dalam
membantu tetangga petani yang sedang sakit. Mereka bersatu dalam
menanggulangi bencana-bencana mendadak seperti : banjir, angin topan,
serangan hama, dan sebagainya. Kegiatan seperti ini juga mempercepat
pembangunan pertanian.
4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian
Sebagian besar usaha-usaha pembangunan pertanian yang telah
dijelaskan di atas ditunjukkan untuk menaikan hasil panen tiap tahun dari
tanah yang lelah menjadi usaha tani. Ada dua cara tambahan untuk
mempercepat pembangunan pertanian, yaitu : (i) memperbaiki mutu tanah
yang telah menjadi usaha tani, misalnya dengan pupuk, irigasi, dan
pengaturan pola tanam. (ii) mengusahakan tanah baru, misalkan
pembukaan petak-petak sawah baru (ekstentifikasi)

5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian

Perencanaan pertanian adalah proses memutuskan apa yang


hendak dilakukan pemerintah mengenai tiap kebijaksanaan dan kegiatan
yang memengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu.
Dalam mengambil keputusan ini, pihak pada instansi terkait harus
menghadapi pertanyaan mengenai apa yang pada saat ini diperlukan untuk
memajukan pertanian dan persiapan-persiapan apa yang perlu dilakukan
untuk masa depan baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun
jangka panjang. Karena pihak tersebut mempunyai keperluan
pembangunan yang tak terbatas sedang sumber-sumber dan dana-dana
yang tersedia sangat terbatas, maka perencanan berarti proses pengambilan
keputusan untuk memilih kebijaksanaan. Serta program inilah yang perlu
didahulukan pengerjaannya. Penentuan dan pemilihan prioritas inilah yang
merupakan ciri khusus proses perencanaan.
2.2 Modernisasi Pertanian

Modernisasi pertanian adalah suatu perubahan pengelolaan usaha tani dari


tradisional ke pertanian yang lebih maju dengan penggunaan teknologi-teknologi
baru. Modernisasi dapatdiartikan sebagai transformasi yaitu perubahan. Dalam
arti yang lebih luas transformasi tidakhanya mencakup perubahan yang terjadi
pada bentuk luar, namun pada hakekatnya meliputibentuk dasar, fungsi, struktur,
atau karakteristik suatu kegiatan usaha ekonomi masyarakat (Pranadji, 2000).

Modernisasi dapat diartikan sebagai bentuk, ciri, struktur dan kemampuan


sistem kegiatan agribisnis dalam menggairahkan, menumbuhkan,
mengembangkan, dan menyehatkan perekonomian masyarakat pelakunya.
Pranadji (2000) mengatakan bahwa transformasi atau usaha pertanian dapat
disejajarkan dengan transformasi pedesaan. Dipandang dari aspek sosio budaya,
transformasi pertanian identik dengan proses modernisasi dan pembangunan
masyarakat pertanian di pedesaan. Sayagyo (1985:10) mengartikan modernisasi
suatu masyarakat adalah suatu proses transformasi, yaitu suatu perubahan
masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.

Modernisasi pertanian mutlak diperlukan bagi kemajuan dalam


pembangunan pertanian sebab modernisasi merupakan salah satu syarat agar
dapat bersaing dan dapat meningkatkan kualitas hasil pertanian. Menurut Arsyad
(2004:336-339) ada beberapa strategi dalam modernisasi pertanian, yaitu:

1. Perubahan teknologi dan inovasi, teknologi baru dan inovasi-inovasi


dalam bidang pertanian merupakan syarat bagi upaya peningkatan
output dan produktivitas. Dalam strategi ini terdapat dua sumber
inovasi teknologi yang dapat dijadikan sebagai sumber peningkatan
hasil pertanian, yaitu:
a. Pengenalan terhadap mekanisasi pertanian sebagai ganti tenaga
kerja manusia.
b. Inovasi biologis (bibit unggul, cara penanaman, dll) dan inovasi
kimiawi (pupuk, insektisida, pestisida, dll), serta teknologi
perbaikan mutu tanah yang ada.
2. Perbaikan pola pemilikan tanah, struktur pertanian dan pola
penggunaan tanah perlu disesuaikan dengan tujuan ganda, yaitu
meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pemerataan
keuntungan bagi petani secara luas.
3. Kebijaksanaan-kebijaksanaan penunjang, pembangunan pertanian
tidak akan berhasil jika pemerintah tidak memberikan kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang menunjang, seperti insetif-insentif yang
diperlukan, kesempatan berusaha dalam kegiatan ekonomi, dan
kemudahan untuk memperoleh input yang diperlukan sehingga
memungkinkan para petani bisa meningkatkan output sekaligus
produktivitasnya. Selain itu perlu penataan pola kepemilikan tanah,
pelayanan-pelayanan penunjang dan kebijakan dalam hal input dan
output pertanian mutlak diperlukan dalam pembangunan pertanian.
4. Tujuan pembangunan terpadu, pembangunan terpadu dapat
diwujudkan melalui:
a. Perbaikan taraf hidup termasuk pendapatan, pendidikan, kesehatan
atau nutrisi, perumahan dan hal-hal yang berhubungan dengan
jaminan jaminan sosial.
b. Mengurangi ketimpangan pemerataan pendapatan di pedesaan dari
ketimpangan perbedaan antara pedesaan dan perkotaan serta
kesempatan-kesempatan berusaha.
c. Perbaikan kapasitas sektor pedesaan dari waktu ke waktu.

Salah satu perubahan yang terjadi dibidang pertanian yakni penggunaan


teknologi petanian. Schumacher (1987) berpendapat bahwa keberhasilan
teknologi pertanian yang akan diintroduksi pada suatu daerah sangat tergantung
dari sumber daya manusia, sumber daya alam serta keadaan sosial ekonomi,
sementara pendekatan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan teknis yaitu suatu pendekatan yang berkaitan dengan
kondisi geografis, sarana dan prasarana untuk mendukung teknologi
dimaksud cukup tersedia dan masyarakat mampu menggunakan
teknologi tersebut.
2. Pendekatan sosial yaitu cara pendekatan sesuai dengan keadaan sosial
budaya masyarakat setempat, dan introduksi teknologi ini tidak
menimbulkan keresahan, ataupun pertentangan sosial masyarakat.
3. Pendekatan sosial yaitu cara pendekatan sesuai dengan keadaan sosial
budaya masyarakat setempat, dan introduksi teknologi ini tidak
menimbulkan keresahan, ataupun pertentangan sosial masyarakat.
4. Pendekatan lingkungan yaitu teknologi tersebut ramah lingkungan dan
tidak mencemarkan lingkungan.
5. Pendekatan politik yaitu suatu pendekatan yang mendapat dukungan
dari pemerintah atau political will dari pemerintah secara jelas.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2004) telah mendefinisikan


pengertian dari teknologi pertanian adalah sebagai teknologi yang dibutuhkan
oleh masyarakat, didasarkan atas kesesuaikan wilayah dan merupakan
pengembangan dari memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta mempunyai nilai tambah tinggi.

Meskipun teknologi pertanian telah teruji keunggulannya dan aplikasinya


dengan mudah dapat dilakukan oleh masyarakat setempat tetapi menurut
Nurpilihan (2007), ada beberapa faktor penghambat yang menjadikan teknologi
ini sulit diadopsi oleh masyarakat sasaran. Faktor-faktor penghambat tersebut
adalah:

1. Kesiapan sumber daya manusia belum optimal atau belum siap untuk
menerima teknologi dimaksud. Ketidak siapan ini adalah disebabkan
karena tingkat pendidikan dan keterampilan petani yang merupakan
pelaku teknologi masih rendah.
2. Keadaan sosial budaya petani yang amat sulit menerima informasi
baru, selalu mempertahankan budaya turun menurun dari leluhurnya
yang telah mendarah daging.
3. Aksesibilitas informasi dan sarana prasarana yang sulit dijangkau
menyebabkan teknologi pertanian sukar berkembang.
4. Sukarnya merubah kelembagaan yang sudah mengakar dalam kegiatan
pertanian, merupakan penghambat dari pengembangan teknologi
pertanian.

Siswo (2005), berpendapat bahwa keberhasilan teknologi dapat diukur dari


empat faktor yaitu:

1. Teknologi harus menghasilkan nilai lebih, mempunyai kemampuan


yang semakin bervariasi untuk memenuhi keperluan yang makin
beragam, hemat dalam menggunakan sumber daya termasuk energi.
2. Teknologi harus menghasilkan produktivitas ekonomi atau keuntungan
finansial. Salah satu cara untuk menghitung produktivitas teknologi
adalah menghitung rasio output rupiah. Teknologi yang tidak
menghasilkan keuntungan atau nilai produktivitasnya kurang dari satu,
disebut nonperforming atau tidak berkinerja, biasanya teknologi ini
perkembangannya tidak berkelanjutan (sustainable).
3. Teknologi harus dapat diterima oleh masyarakat pengguna, hal ini
dibutuhkan agar bermanfaat bagi pengguna, disukai, mudah digunakan
dapat diperoleh dengan mudah dan tidak bertentangan dengan
kebiasaan pengguna, secara sosial, teknis dan ekonomis dapat diterima.
4. Teknologi harus serasi dengan lingkungan agar keberadaannya dapat
diterima oleh masyarakat penggunanya serta berkesinambungan. Dari
beberapa pengertian-pengertian teknologi yang dikemukakan oleh
beberapa para pakar di atas maka dapat disimpulkan bahwa bila kita
berbicara teknologi khususnya teknologi pertanian maka kata kunci
yang termakna di dalamnya adalah: kegiatan sumber daya manusia,
alat mesin dan jasa dibidang pertanian. Nilai tambah yang tinggi.
2.3 Struktur Pedesaan Progresif

Struktur pedesaan progresif adalah suatu system sirkulasi di daerah


pedesaan yang memperlancar arus barang, informasi, serta jasa-jasa penunjang
pertanian antara tiap-tiap usahatani dengan masyarakat yang lebih luas. Dalam
pembangunan pertanian Mosher (1974;9) mengatakan bahwa ada enam macam
kelompok kegiatan yang saling berpengaruh :

1. Penelitian untuk menemukan dan memperkembangkan teknologi


usahatani dan yang ada hubungannya dengan itu yang baru dan lebih baik.
2. Mengusahakan adanya import atau produksi dalam negeri bagi sarana
produksi dan alat-alat pertanian yang diperlukan agar teknologi baru itu
dapat dipergunakan.
3. Menciptakan suatu pedesaan progresif ataupun organisasi pedesaan yang
dapat menyedeiakan saluran-saluran agar bahan-bahan dan informasi-
informasi dapat tersalur dengan mudah antara masing-masing usahatani
dengan seluruh masyarakat disekitarnya.
4. Menciptakan dan memelihara adanya perangsang yang cukup bagi petani-
petani untuk meningatkan produksi.
5. Memperbaiki tanah pertanian.
6. Mendidik dan melatih teknisi-teknisi agar mampu melaksanakan tugas-
tugas tersebut dengan baik.

Menurut A. T. Mosher, struktur perdesaan progresif dalam pertanian


yang modern berfungsi seperti halnya sistem peredaran darah dalam tubuh
manusia. Proses kehidupan terjadi di dalam sel individu yang tersebar di seluruh
tubuh manusia, dan ini dibantu oleh zat hara yang diangkut kepadanya oleh sistem
peredaran darah. Demikian pula, produksi pertanian terjadi di dalam usahatani,
yang tersebar di seluruh Negara. Di dalam pertanian subsisten, setiap usaha tani
dapat menggantungkan diri hanya kepada diri sendiri saja. Tetapi di dalam
pertanian yang modern, yang berproduksi untuk dijual ke pasar dan yang
memerlukan sarana produksi serta informasi dari daerah lain, sangat diperlukan
aparat guna menyediakan berbagai keperluan bagi usahatani serta untuk
menyalurkan hasil buminya keluar. Aparat itu adalah yang dimaksud dengan
Struktur Perdesaan Progresif. Kota-kota pasar (market towns), mempunyai
tempat-tempat perjalanan dimana petani-petani dapat membeli sarana produksi
serta alat-alat pertanian dari pasar di mana petani dapat menjual hasil buminya.

1. Jalan-jalan pedesaan ditujukan untuk memperlancar dan menekan


biaya pengangkutan hasil serta untuk penyaluran informasi dan segala
jasa-jasa di daerah pedesaan.
2. Percobaan-percobaan pengujian local, Menentukan cara berudahatani
yang paling baik sesuai dengan keadaan setempat.
3. Apartur penyuluh, agar petani dapat belajar tentang teknologi baru dan
bagaimana mempergunakan fasilitas-fasilitas untuk digunakan
teknologi baru.
4. Fasilitas kredit untuk membiayai penggunaan input produksi.

Struktur pedesaan progresif menurut terbagi atau teroganisasi menjadi dua


bagian, yaitu lokalitas usahatani (LUT) dan distrik usahatani.

a. Lokalitas usahatani (LUT)


Lokalitas usahatani adalah suatu daerah pedesaan yang cukup sempit
sehingga setiap petani di dalamnya dengan alat pengangkutan yang ada
padanya dapat pergi dari rumahnya ke pusat pasar dimana fasilitas-fasilitas
untuk usahatani tersedia dan pada hari itu juga dapat pulang ke
rumahnya. Jadi besar kecilnya lokalitas usahatani akan tergantung dari
sarana dan prasarana pengangkutan. Unsur-unsur dalam lokalitas usahatani
yang efektif yaitu :

Satu pusat pasar dengan beberapa tempat jual beli untuk hasil bumi
dan tempat penjualan sarana produksi, alat pertanian yang dapat
dibeli secara eceran.
Cukup terdapatnya jalan baik dari usahatani menuju ke pusat pasar
maupun dari pusat pasar ke dareah yang lebih luas lagi.
Percobaan-percobaan lokal untuk memperoleh cara-cara bertani
yang paling menguntungkan.
Jasa-jasa penyuluhan pertanian.
Tersedianya kredit usahatani.

Karena saling isi mengisi semua unsure tersebut itulah, maka didalam
usaha penciptaan dan usaha untuk memperkuat lokalitas usahatani harus
ditinjau sebagai satu kelompok kegiatan yang tidak terpisahkan antara satu
dengan lainnya. Luas dari lokalitas usahatani dapat dirubah atau diperluas
jika kemampuan dari jangkauan unsur-unsur terutama unsure
pengangkutan sudah berkembang.

b. Distrik usahatani
Distrik usahatani ini terdiri dari beberapa lokalitas usahatani. Distrik
usahatani harus dapat membantu lokalitas usahatani seperti lokalitas
usahatani membentu petani. Dengan demikian distrik usahatani harus
menyediakan fasilitas-fasilitas dan jasa-jasa yang memmungkinkan
lokalitas usahatani untuk membantu petani secara efektif. Tujuan dari
dibentuknya distrik usahatani yaitu untuk menyediakan fasilitas dan jasa-
jasa yang dibutuhkan lokalitas usahatani, dan membantu petani secara
efektif.

Jasa yang dibutuhkan oleh lokalitas usahatani yaitu:


1. Pasar distrik (grosir) untuk hasil produksi, sarana produksi dan alat
pertanian.
2. Penelitian pertanian regional
3. Kantor penyuluhan distrik
4. Bank-bank distrik
5. Jalan-jalan dan saluran-saluran perhubungan distrik.
Besarnya distrik usahatani ini pada umumnya sama besarnya dengan
distrik (kecamatan), dengan demikian batas-batas distrik usahatani sama
dengan batas-batas administrative pemerintahan. Sekalipun demikian
bukan berarti harus sama, tetapi untuk memudahkan sebaiknnya dibentuk
sama. Dalam pembentukan lokalitas usahatani dan distrik usahatai perlu
memperhatikan situasi dan kondisi daerah terutama potensi yang
dimiliki, dan menggolongkannya sesuai dengan kondisi tadi, seperti :
a. Potensi pertumbuhan (pertanian) segera (PPS).
b. Potensi pertumbuhan (pertanian) dikemudian hari segera (PPD).
c. Potensi pertumbuhan (pertanian) rendah (PPR).
BAB III KEADAAN UMUM DESA

2.1 Keadaan Umum Desa

2.1.1 Adiministratif Daerah


Desa Cilembu merupakan desa yang terletak di Kecamatan
Pamulihan, Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar
352,5 Ha. Desa Cilembu terdiri dari 10 RW, dan 33 RT. Desa Cilembu
secara geografis memiliki ketinggian tanah 986 m dari permukaan laut,
curah hujan 1700 mm/tahun, dan secara Topografi Desa ini merupakan
daerah perbukitan yang memiliki suhu udara rata-rata 280C dengan curah
hujan 200/400 mm perbulan. Desa Cilembu secara orbitasi memiliki jarak
dari pusat Kecamatan sejauh 5 Km, jarak dari ibukota Kabupaten/Kodya
DT.II sejauh 25 Km, jarak dari ibu kota provinsi yaitus sejauh 45 Km, dan
jarak dari ibukota negara sejauh 240 Km.

Secara administratif, Desa Cilembu memiliki batasa-batas wilayah


sebagai berikut :
Sebelah utara : Desa Cigendel
Sebelah selatan : Desa Mekar Bakti
Sebelah barat : Desa Haurngombong
Sebelah timur : Desa Cimaria
Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Cilembu

Desa Sukawangi dibagi menjadi 3 wilayah. Setiap wilayah dipimpin oleh


seorang Kepala Wilayah. Kepala Wilayah berkedudukan sebagai perangkat
pembantu kepala desa dan unsur pelaksana penyelenggara pemerintah desa di
wilayah dusun, selain itu Kepala wilayah mempunyai tugas membantu kepala
desa dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan
di wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Wilayah 1 terdiri dari 3 RW

Wilayah 2 terdiri dari 4 RW

Wilayah 3 terdiri dari 3 RW


2.1.2 Keadaan Penduduk Desa Cilembu
Menurut sensus terakhir tahun 2016, jumlah penduduk Desa
Cilembu sebanyak 5639 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 2832
orang dan jumlah perempuan 2750 orang.. Keadaan penduduk Desa
Cilembu secara lengkap dapat dilihat pada table - tabel di bawah ini.

Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Cilembu

Jenis Pekerjaan Laki Laki Perempuan


Petani 265 orang 75 orang
Pegawai Negeri Sipil 26 orang 13 orang
Peternak 120 orang 30 orang
Pedagang Keliling 9 orang 6 orang
Karyawan Perusahaan Swasta 120 orang 55 orang
Wiraswasta 565 orang 70 orang
Belum Bekerja 234 orang 350 orang
Pelajar 245 orang 269 orang
Perangkat Desa 10 orang 1 orang
Jasa Penyewaan Peralatan 0 orang 2 orang
Pesta
Karyawan Honorer 10 orang 6 orang

Tabel 4 Mata Pencaharian Masyarakat Cilembu


Pendidikan Masyarakat Desa Cilembu
Tingkat Pendidikan masyarakat desa Cilembu mayoritas hanya
tamatan SMP, klasifikasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan formal
dapat dilihat pada tabel 7
Tingkatan Pendidikan Laki - Laki Perempuan
Usia 3 6 tahun belum masuk TK 32 orang 54 orang

Usia 3 tahun sedang TK/Playgroup 90 orang 89 orang

Usia 7 18 tahun tidak pernah sekolah 3 orang 5 orang

Usia 7 18 sedang sekolah 135 orang 178 orang

Tamat SMP/Sederajat 485 orang 497 orang

Tamat D-2/Sederajat 8 orang 15 orang

Tamat S-1/Sederajat 35 orang 22 orang

Tamat S-2/Sederajat 2 orang 2 orang

Tamat SLB 2 orang 2 orang


Tabel 5 Tngkat Pendidikan Masyarakat Cilembu

2.1.3 Keadaan Lahan dan Iklim


Luas Wilayah Desa Cilembu keseluruhan yaiyu 352,2 Ha, adapaun
penggunaan lahan yang mayoritas diperuntukan untuk pertanian.

Wilayah Menurut Penggunaan Luas


Pemukiman 50,00 Ha
Persawahan 137,90 Ha
Perkebunan 10,00 Ha
Pemakaman 5,00 Ha
Pekarangan 15,00 Ha
Taman 0,00 Ha
Perkantoran 0,70 Ha
Luas Prasarana Umum Lainnya 21, 20 Ha
Pemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan
Jumlah keluarga petani menurut kepemilikan lahan, mayoritas petani
di Desa Cilembu memiliki lahan tidak lebih dari 10 Ha, dan hanya ada 1
keluarga yang memiliki lahan diatas 10 Ha.

Pemilikan Lahan Pertanian Jumlah Keluarga


Tidak Memiliki Lahan 500 Keluarga

Memiliki Kurang dari 10 Ha 647 Keluarga

Memiliki 10 50 Ha 1 Keluarga

Memiliki 50 100 Ha 0 Keluarga

Jumlah Total Keluarga Petani 1.148 Keluarga


Tabel 6 Kepemilikan Lahan

Luas Tanaman Pangan Menurut Komoditas


Penggunaan lahan di Desa Cilembu mayoritas dipergunakan untuk
pertanian, khususnya komoditas Ubi Jalar dan Padi Sawah.

Komoditas Luas Lahan Produktivitas


Ubi Jalar 150,00 ha 10,00 ton/Ha

Cabe 2,00 Ha 0,20 ton/Ha

Bawang Merah 5,00 Ha 7,00 ton/Ha

Tomat 9,00 Ha 8,00 ton/Ha

Terong 2,00 Ha 8,00 ton/Ha

Kacang Merah 5,00 Ha 5,00 ton/Ha

Padi Sawah 140,00 Ha 6,00 ton/Ha

Padi Ladang 30,00 Ha 0,30 ton/Ha

Ubi Kayu 5,00 ha 7,00 ton/Ha

Tabel 7 Produktivitas Komoditas Pertanian


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Aspek Sosial, Ekonomi Dan Teknologi Pendukung Untuk


Pembangunan Pertanian Di Desa Cilembu

4.1.1 Analisis Aspek Sosial


Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya kita membutuhkan orang lain
dalam setiap kegiatan yang kita lakukan walaupun intensitas pertemuan kita
dengan orang tersebut tidak sering. Sama halnya dengan petani di Cilembu
yang sangat membutuhkan dengan adanya orang-orang ikut serta dalam
pembangunan pertanian di daerah tersebut. Adapun contoh dari aspek social
tersebut adanya hubungan petani dengan petani lainnya sehingga pada saat ada
masalah baik itu pra produksi, produksi, panen dan pasca panen mereka
sering sharing terkait kendala apa saja yang biasanya menghampiri dan kira-
kira apa solusi dari masalah tersebut. Hubungan tersebut memang dari dahulu
sudah terbentuk dengan baik sehingga tidak ada persaingan yang saling
menjatuhkan anatara petani dan petani lainnya.
Selain itu hubungan petani dengan tengkulak atau bandar di sekitar
Cilembu memang sangat terjalin dengan baik sehingga mereka tidak dapat
lepas dari tengkulak/bandar tersebut karena tengkulak/bandar sudah bisa
mengambil hati para petani sehingga dapat terbentuklah emotional yang baik
antara mereka. Ada juga hubungan petani dengan pemerintah desa sekitar
yang hubungannya terjalin dengan baik pula, ditandai dengan adanya aktivitas
penyuluhan yang sering diadakan oleh desa untuk para petani ubi di Cilembu,
walaupun intensitas pertemuannyanya tidak begitu sering namun sedikitnya
itu dapat memberikan petani pencerahan untuk produksi pertaniannya semakin
membaik.
Ada pula hubungan social antara petani dengan masyarakat, masyarakat
disini merupakan orang-orang yang peduli dengan para petani di Cilembu agar
kehidupan mereka dapat berkembang lebih baik dari sebelumnya. Contohnya
masyarakat sekitar yang bukan petani mereka merasa peduli dengan petani
dengan mendirikan ASAGUCI (Asosiasi Agrobisnis Ubi Cilembu) yang
fungsinya memegang hak eksklusif pada ubi cilembu ini agar tidak ada tiruan
dan memperbaiki kualitas ubi Cilembu melalui Standarisasi Produk Nasional
melalui pencantuman logo SNI agar nantinya produk tersebut dapat di ekspor
dengan aman dan tidak diragukan lagi.

4.1.2 Aspek Ekonomi


Sudah dijelaskan di awal paragraf bahwa hubungan antara petani dengan
petani lainnya ini terjalin dengan baik dan sangat harmonis ini menyebabkan
dampak positif juga untuk keadaan ekonomi di desa Cilembu, karena
hubungan baik antar sesama petani maka semakin terbukalah lapangan
pekerjaan yang dapat meningkatkan taraf hidup para petani ataupun yang
menganggur. Kenapa bisa terjadi seperti itu? Menurut hasil wawancara kami
di lapangan, para petani yang mempunyai modal lebih mereka memasarkan
hasil produksinya langsung ke konsumen melalui buka kios-kios dagangan
yang tempatnya tidak hanya di daerah Jawa Barat namun bisa sampai ke
Kalimantan, Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Mereka pasti
memberdayakan masyarakat di sekitar untuk berjualan di daerah-daerah
tersebut karena sudah saling percaya antar satu sama lain dan tidak ada istilah
menipu dan lain-lain.
Petani tidak lagi khawatir apabila sudah menjual hasil panennya ke
tengkulak/bandar karena jika mereka menjual ke tengkulak/bandar sudah
langsung menerima uang tidak ada tenggang waktu yang cukup lama, dan itu
akan berpengaruh kepada kehidupan petani baik itu di kesehariannya ataupun
pada saat produksi tidak akan lagi terhambat karena tidak adanya modal
karena aliran uangnya cukup lancar. Lalu fungsi dari adanya asosiasi
agrobisnis ubi cilembu ini sangat menguntungkan bagi pada petani besar dan
bandar-bandar karena dengan legalitas SNI maka produk yang mereka punya
dapat dijual ke luar negeri, jika dijual ke luar negeri maka akan berindikasi
baik juga untuk perekonomian para petani juga para bandar di sekitar
4.1.3 Aspek Teknologi
Sampai pada saat ini para petani ubi di desa Cilembu belum menggunakan
teknologi yang modern berupa mesin-mesin besar namun masih menggunakan
teknologi yang seadanya tetapi masih menggunakan alat-alat konvensional, itu
disebabkan karena produksi mereka belum besar pastinya belum
membutuhkan alat-alat yang lebih modern dari saat ini. Seperti untuk
membasmi hama mereka bisa menggunakan obat organic berupa kotoran
hewan dan obat kimia saja. Tetapi tidak menutup kemungkinan apabila
mereka sudah memproduksi dengan skala besar maka teknologi modernpun
dapat mereka gunakan. Namun sebaiknya pemerintah sekitar baik itu
pemerintah desa atau kabupaten lebih mendukung para petani untuk lebih
modern karena ubi cilembu ini merupakan produk khas yang sudah diketahui
oleh banyak orang pasti dari masa ke masa tidak akan habis pembelinya.

4.2 Analisis Syarat Pokok dan Syarat Pelancar Untuk Mendukung


Pembangunan di Desa Cilembu Menurut Teori A.T. Mosher

Teori Mosher berusaha mengubah sistem pertanian disuatu wilayah yang


awalnya subsisten menjadi pertanian komersil, dengan meletaka beberapa faktor
mutlak pembangunan pertanian. Untuk mendukung hal di atas, perlu adanya
syarat pokok dan syarat pelancar. Syarat-syarat pokok yang harus tersedia yaitu :

1. Adanya Pasar untuk hasil-hasil usaha tani


Menurut hasil wawancara kami dengan Pak Asep Suhara (narasumber 1)
sebagai Kepala Urusan Pelayanan di Desa Cilembu, sekaligus petani ubi di dusun
dua menjelaskan bahwa telah tersedianya pasar dan kios-kios guna menunjang
penjualan dan pemasaran komoditas Ubi Cilembu sendiri. Masing-masing petani
ubi juga mempunyai pasar dan kiosnya tersendiri, daerah-daerah luar jawa seperti
Surabaya, Bali, Lombok, Sumatera, Semarang, Kalimantan. Selain itu petani ubi
di Desa Cilembu ini memasarkan ubinya ke kios-kios yang ada di sepanjang Jalan
Raya Sumedang Jatinangor, Cileunyi, Pasar Tanjungsari, Bandung, Hingga ke
Jakarta. Biasanya para petani ubi di Desa Cilembu mensuplai barang ke kios-kios
tersebut dua hingga tiga minggu sekali dalam satu bulan, dan satu kali pengiriman
kuantitasnya dapat mencapai 3 5 ton untuk petani ubi yang lahannya tidak
terlalu besar.
Ubi Cilembu ini selain dipasarkan ke kios-kios yang terletak di pinggir
jalan atau dijadikan sebagai barang oleh-oleh, juga dipasarkan ke ritel modern.
Salah satu petani ubi yang kami lakukan wawancara menjelaskan bahwa ubi dari
hasil panen mereka jual ke Superindo Jakarta, tentunya dengan melewati proses
sortasi, dan grading terlebih dahulu. Biasanya untuk suplai ubi ke ritel modern,
pihak ritel modern akan meminta spesifikasi ubi dengan Grade A. Untuk Grade B
sendiri dipasarkan ke kios-kios, sedangkan untuk Grade C dengan keadaan ubi
yang sudah terkena hama diolah untuk selanjutnya dijadikan keripik ubi dengan
berbagai varian rasa. Keripik ubi tersebut secara khusus dipasarkan baik di
Cilembu maupun di luar Cilembu seperti di Bandung, Sumedang, dll, sebagai
produk khas di sentra oleh-oleh.

2. Adanya teknologi yang selalu berubah


Teknologi yang digunakan pada proses on-farm masih belum
teraplikasikan, karena budidaya ubi sendiri khususnya masih menggunakan cara
dan pola yang konvensional. Penggunaan teknologi hanya pada saat pengolahan
lahan yaitu dengan menggunakan traktor yang sebagian besarnya didapatkan dari
dana pribadi. Sedangkan untuk kegiatan yang lain seperti penanaman ubi,
perawatan tanaman, hingga proses panen ubi dilakukan menggunakan cara yang
masih konvensional. Saat kami tanyakan mengapa belum memakai teknologi
yang modern, petani tersebut menjawab memiliki uang yang cukup untuk
membeli teknologi tersebut. Selain itu juga apabila dilihat dari segi kualitas dan
rasa dari ubi itu sendiri, masih lebih baik ubi yang dibudidayakan menggunakan
cara tradisional dibandingkan dengan menggunakan teknologi.
3. Tersedia bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal
Beberapa input dalam mendukung produksi Ubi Cilembu sendiri sudah
tersedia secara lokal seperti bibit dan pupuk. Untuk mendapatkan bibit ubi sendiri
petani bisa membeli dari kios-kios input yang ada disekitar Desa Cilembu atau
juga bisa dengan menghasilkan sendiri sehingga dapat mengurangi pengeluaran
untuk membeli bibit. Pupuk yang digunakan dalam usaha tani Ubi Cilembu ini
didapat dari pupuk kandang yang terbuat dari kotoran sapi, kambing dan juga
ayam serta pupuk kimia. Pestisida yang mereka gunakan didapat dari luar Desa
Cilembu, dikarenakan memang belum ada kios atau toko di dalam desa tersebut
yang menjual pestisida.

4. Adanya perangsang produksi (insentif)


Faktor yang dapat membuat petani lebih terpacu dalam meningkatkan
produtivitasnya yaitu faktor yang bersifat ekonomis. Faktor-faktor tersebut seperti
harga hasil pertanian yang menguntungkan, harga hasil pertanian yang stabil,
pembagian hasil yang wajar, dan tersedianya barang/jasa yang ingin dibeli petani
dan keluarganya. Pada kasus petani Ubi Cilembu, terdapat faktor lain yang dapat
merangsang para petani tersebut tertarik untuk berbudidaya Ubi Cilembu, ialah
eksistesi Ubi Cilembu yang sudah terkenal di kalangan masyarakat, yang mana
hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal produk unggulan Desa Cilembu
ini. Dengan adanya eksistensi yang baik di kalangan masyarakat, para petani pun
menganggap bahwa segmentasi pasar Ubi Cilembu sangat luas, sehingga bisa
dipasarkan secara besar-besaran dan meluas ke seluruh Indonesia.

5. Adanya pengangkutan (transportasi)


Pengangkutan secara efektif dalam pemasaran hasil pertanian sangatlah
diperlukan, untuk mempermudah mobilisasi dan perpindahan barang. Untuk itu
perlu adanya suatu sarana transportasi yang kapasitas pengangkutannya besar dan
memadai untuk membawa ubi ke pasar-pasar baik itu di sekitar Desa Cilembu
maupun di luar kota, ataupun ke luar provinsi sekalipun. Sistem pengangkutan
hasil pertanian di Desa Cilembu sendiri beragam, untuk mengangkut gabah petani
hanya menggunakan motor bebek. Pengangkutan gabah menggunakan motor
dilakukan apabila gabah dipindahkan ke gudang penyimpan, untuk dikonsums
sendiri. Dikarenakan ada beberapa petani ubi yang sebenarnya menanam padi
juga, tetapi hanya untuk dijadikan tanaman penyelang. Petani padi lain di Desa
Cilembu pun ada, akan tetapi sangat sedikit. Untuk mengangkut hasil panen ubi
sendiri, petani menggunakan mobil bak terbuka atau juga bisa menggunakan
kendaraan umum (elf) sebagai sarana transportasi. Penggunaan mobil bak terbuka
atau menggunakan angkutan umum seperti elf dalam pengangkutan ubi dirasakan
efektif, karena kapasitas pengangkutannya sangat besar dan memadai.

Disamping ke lima syarat mutlak itu, menurut Mosher ada lima syarat lagi
yang adanya tidak mutlak tetapi kalua ada (atau dapat diadakan) benar- benar
akan sangat memperlancar pembangunan pertanian, yaitu :

1. Pendidikkan Pembangunan
Pendidikkan pembangunan di sini lebih menekankan pada pendidikkan
informal, sepert penyuluhan dan pembinaan yang diikuti oleh petani Desa
Cilembu. Peran desa sendiri dalam pendidikkan informal ini cukup terlihat dengan
mengundang penyuluh dari dinas pertanian, maupun kelompok tani. Penyuluhan
dan pembinaan ini dilakukan secara berkelanjutan setiap satu tahun sekali, tetapi
dalam penyuluhan dan pembinaan tersebut hanya sebatas memberikan pembinaan
mengenai cara mengatasi hama dan penyakit pada ubi, pada saat kapankah
sebaiknya mulai menanam ubi agar panennya bisa maksimal, dll. Belum ada
pembinaan mengenai teknologi yang relevan untuk diaplikasikan oleh para petani.

2. Kredit Produksi
Permasalahan utama setiap petani di desa yaitu ada pada sistem
permodalan. Kurangnya modal membuat para petani khususnya petani dengan
lahan kecil kesulitan untuk melakukan kegiatan usaha tani, seperti membeli input
produksi, menggaji buruh tani, dan pengeluaran-pengeluaran lainnya. Oleh karena
itu, peran lembaga pendukung sangat diperlukan disini, salah satunya yaitu
lembaga perkreditan. Namun cukup disayangkan di Desa Cilembu tidak terdapat
lembaga perkreditan yang dapat mendukung dan membantu petani dalam
memberikan pinjaman uang, karena faktor ini merupakan salah satu faktor
pelancar yang sangat penting bagi pembangunan pertanian di Desa Cilembu.
Untuk mengatasi permasalahan permodalan tersebut petani biasanya meminjam
uang untuk modal kepada bandar, bisa dibilang para petani di Desa Cilembu ini
masih sangat bergantung pada bandar untuk urusan permodalan. Konsekuensinya
secara tidak langsung petani terikat dengan bandar/tengkulak dalam urusan
permodalan dan tidak adanya transparansi harga beli dari bandar ke petani
dikarenakan petani tidak memiliki bargaining position yang bagus apabila
berhadapan dengan bandar/tengkulak.

3. Kegiatan Gotong Royong Petani


Kegiatan gotong royong antar petani di Desa Cilembu ini sudah dilakukan
dan masih terus berjalan hingga saat ini. Gotong royong yang dimaksud tidak
hanya sekedar bantuan dalam hal tenaga, tetapi juga bantuan dalam sharing
informasi apabila salah satu petani ubi sedang mengalami kendala atau kesusahan.
Petani Ubi Cilembu sendiri memiliki rasa kekeluargaan yang dan rasa simpati
yang erat apabila dilihat dari hal di atas. Misalkan pada proses penanaman bibit
dan pemanenan ubi, ada beberapa petani besar yang biasa memanggil petani lain
yang masih saudaranya. Tujuannya yaitu untuk membantu petani yang sedang
melakukan penanaman atau pemanenan tersebut, tentunya petani panggilan
tersebut biasanya diupah tetapi tidah dipatok atau hanya diberi uang makan dan
rokok.

4. Perbaikan dan Perluasan Tanah Pertanian


Terdapat langkah-langkah dalam mempercepat pembangunan pertanian,
(i) memperbaiki mutu tanah (intensifikasi) yang telah terjadi kegiatan usaha tani,
misalkan dengan menambahkan pupuk, mengatur pola tanam, dsb. (ii) melakukan
perluasan lahan pertanian (ekstensifikasi) dengan cara membuka lahan baru.
Intensifikasi sudah dilakukan oleh para petani Ubi Cilembu dengan cara
menyelang atau melakukan rotasi tanam pada tanaman ubi dengan padi. Polanya
yaitu Ubi-Ubi-Padi-Ubi. Hal itu dilakukan agar lahan tidak jenuh dan dapat
meningkatkan kembali kesuburan, produktivitas, serta dapat membentuk kembali
ekosistem mikro yang stabil. Selain melakukan rotasi tanam menggunakan padi,
alternatif lainnya yaitu menggunakan tanaman kacang dengan pola yang sama
yaitu Ubi-Ubi-Kacang-Ubi.
Ekstensifikasi di Desa Cilembu ini juga sudah dilakukan dengan
pembukaan lahan baru yang mayoritas dialokasikan untuk sektor peternakan
berupa ternak sapi, pembukaan lahan untuk ditanami ubi juga sudah dilakukan
tetapi tidak seluas sektor peternakan.

5. Perencanaan Nasional Pembangunan Pertanian


Dalam melakukan perencanaan nasional pembangunan pertanian di Desa
Cilembu sendiri, partisipasi masyarakat dan aparatur desa sangat vital dalam
menentukan arah pembangunan pertanian di desa tersebut serta menyatukan
pikiran masyarakat dan aparatur desa. Setelah kami melakukan wawancara
langsung kepada petani, mereka menginginkan adanya saluran irigasi yang mapan
dan tetap tersedia. Karena kegiatan usaha tani ubi sendiri bisa optimal tergantung
banyaknya air yang disuplai ke masing-masing lahan petani. Memasuki musim
kemarau, produktivitas ubi perlahan turun dari yang biasanya petani berlahan 10
hektar bisa menghasilkan lebih 20 hektar ubi. Sedangkan apabila pada musim
kemarau, mereka hanya mampu menghasilkan 2 3 ton ubi.
Disisi lain pemerintah desa juga harus memerhatikan permasalahan petani
yaitu sulitnya mendapatkan atau mencari modal guna melakukan usaha tani. Oleh
karena itu, sudah seharusnya didirikan sebuah lembaga pendukung perkreditan
yang tidak memberatkan petani, agar petani bisa menjalankan kegiatan usaha
taninya dengan optimal. Selain itu peran BUMDES sangat penting untuk
memudahkan petani dalam memasarkan hasil usaha taninya, karena pengelolaan
dan pemasaran ubi di Desa Cilembu ini masih bersifat individual belum dikelola
secara langsung oleh desa. Apabila ketiga hal itu bisa diwujudkan dalam waktu
dekat, bukan tidak mungkin tingkat kesejahteraan petani akan semakin meningkat

4.3 Analisis Struktur Pedesaan Progresif (SPP) pada Desa Cilembu,


Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Berdasarkan hasil temuan dari survey lapangan yang sudah dilakukan oleh
kelompok kami, didapatkan bahwa terdapat beberapa unsur-unsur penunjang SPP.
Salah satunya jalan-jalan perdesaan yang sudah cukup bagus, dan bisa diakses
oleh kendaraan pengangkut hasil pertanian. Dengan tersedianya jalan yang bagus,
akan memudahkan proses pemasaran dan pengangkutan hasil dari pertanian yang
ada di Desa Cilembu ini. Selain itu, dengan adanya akses jalan yang baik, akan
memudahkan para pencari produk khas Desa Cilembu ini untuk datang ke Desa
Cilembu secara langsung. Hal ini sangat mendukung dari SPP itu sendiri, yaitu
memperlancar arus barang yang ada di suatu desa penghasil pertanian.

Hal lain yang dapat menunjang SPP ini adalah, terdapatnya penyuluh
pertanian yang senantiasa memberikan informasi terkait budidaya komoditas yang
terdapat di Desa Cilembu ini. Dengan adanya penyuluh, diharapkan para petani
dapat menerima informasi penting guna keberlangsungan kegiatan bertaninya.
Selain itu, dengan lancarnya aliran informasi yang diberikan oleh para penyuluh,
diharapkan petani terus mengetahui informasi terbaru mengenai komoditas yang
ditamnya baik secara informasi budidayanya maupun informasi dalam hal
pemasarannya. Memperlancar arus juga merupakan salah satu tujuan utama dari
Struktur Pedesaan Progresif (SPP) ini.

Petani-petani yang ada di Desa Cilembu juga pernah melakukan


percobaan-percobaan lokal terkait cara mengembangkan suatu komoditas di Desa
Cilembu, terutama komoditas Ubi Cilembu yang memang produk unggulan desa
tersebut. Mereka melakukan beberapa uji coba terkait cara berbudidaya, seperti
contoh : pembuatan bibit unggul secara mandiri; pengolahan ubi yang tidak
terkualifikasi untuk masuk pasar; serta cara penanganan-penanganan opt yang
menyerang ubi tersebut. Tetapi sangat disayangkan karena beberapa percobaan
tersebut tidak mendapatkan bantuan berupa tim ahli ataupun bantuan alat dari
pemerintah. Sehingga para petani melakukan percobaan tersebut secara mandiri,
dan biasanya mereka melakukan diskusi antar petani lainnya.

Terdapat juga kota-kota pasar yang biasa dituju oleh para petani untuk
memasarkan hasil produk pertaniannya. Pemasaran ini biasa dilakukan ke daerah
Sumedang dan Bandung, dengan sasaran utama ritel modern dan kios oleh-oleh
yang biasanya terdapat di beberapa titik strategis yang biasa dilalui oleh para
wisatawan. Selain itu, beberapa petani besar juga sudah memasarkan hasil
pertaniannya ke luar kota, seperti Jakarta, Yogyakarta, Bali, bahkan Kalimantan.
Biasanya para pedagang besar ini, memiliki kios dan membuka kios penjualan ubi
di kota-kota tersebut. Tapi ada beberapa juga yang memang ditujukan untuk kios
milik orang lain, maupun ritel modern. Tak hanya dipasarkan menuju luar wilayah
desa tersebut, para petani besar yang ada di Desa Cilembu ini juga ada beberapa
yang membuka gerai penjualan Ubi Cilembu di tempatnya, mereka menawarkan
ubi yang masih mentah hingga ubi yang sudah di-oven. Ada juga beberapa
camilan olahan berbahan dasar ubi tersebut, seperti keripik Ubi Cilembu.

Tetapi dari itu semua, sangat disayangkan, karena peran kelembagaan di


Desa Cilembu ini masih terbilang belum bisa dirasakan manfaatnya oleh para
petani, khususnya para petani ubi. Salah satu petani yang kami temui bahkan
berkata bahwa segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan merupakan hasil dari
penyediaan secara mandiri. Beliau mengutarakan bahwa bantuan pemerintah
kurang pernah ia rasakan untuk membantunya dalam kegiatan bercocok tanam.
Akibat dari kurangnya peran kelembagaan, khususnya kelompok tani.
Mengakibatkan semacam dominasi secara tidak langsung terjadi pada produk ubi
cilembu ini. Para petani besar, pada umumnya menguasai pasar yang ada, yang
membuat para petani kecil terpaksa menjual hasil ubinya kepada petani besar
tersebut. Sehingga, terjadi perbedaan tingkat kemakmuran para petani di Desa
Cilembu ini.
Hal lain yang perlu dapat perhatian guna menunjang terciptanya SPP ialah,
fasilitas penyedia kredit pertanian yang belum tersedia di Desa Cilembu ini.
Tentunya ini cukup penting untuk para petani disana. Yang mana, modal
merupakan salah satu input utama dalam kegiatan berusahatani. Jadi, apabila para
petani tidak mendapatkan akses untuk permodalan mereka, petani tersebut akan
sulit untuk berkembang. Terlebih lagi para petani di Desa Cilembu masih banyak
yang mengusahakan lahannya secara mandiri, hal ini tentunya butuh dukungan
kuat dalam hal modal dan input pertanian.
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pertanian di Desa


Cilembu dalam teori Mosher pada syarat pokok, yang belum diterapkan adalah
adanya teknologi yang selalu berubah. Teknologi belum dapat digunakan pada
saat budidaya di lahan pertanian. Hal ini dikarenakan budidaya ubi sendiri
khususnya masih menggunakan cara dan pola yang konvensional. Penggunaan
teknologi hanya pada saat pengolahan lahan yaitu dengan menggunakan traktor
yang sebagian besarnya didapatkan dari dana pribadi. Sedangkan pada syarat
pelancar, kendala terjadi pada lembaga kredit pertanian. Ketidakadaan lembaga
ini, karena kurangnya peran pemerintahan dari Desa Cilmbu ini sendiri.
Desa Cilembu tidak termasuk ke dalam kriteria Struktur Desa Progresif
(SPP). Hal ini dikarenakan Struktur Pedesaan Progresif mungkin merupakan hal
tidak direncanakan oleh para pemerintah Desa Cilembu, sehingga sistem ini tidak
berjalan sesuai apa yang dikatakan oleh Mosher. Tetapi, dengan adanya beberapa
unsur penunjang SPP yang terdapat di desa ini, membuat Struktur Pedesaan
Progresif secara tidak langsung sudah terbentuk. Namun, tidak semua unsur
terdapat di desa ini, dan unsur-unsur yang ada pun masih butuh perancangan dan
pelaksanaan yang baik. Agar nantinya dapat memberikan kontribusi dan dapat
mencapai tujuan dari Struktur Pedesaan Progresif itu sendiri.

5.2 Saran

Saran dari kelompok kami untuk Pertanian Desa Cilembu adalah peran
pemerintah terhadap keberlangsungan komoditas khas Cilembu, adanya
keterkaitan anatar Pemerintah dan petani Cilembu sehingga harapannya berjalan
dengan baik sehingga pembangunan pertanian dapat berjalan. Pekerjaan di lahan
pertanian menjadi lebih mudah dan ringan apabila dikerjakan bersama-sama.
Pembangunan lemabaga kredit juga diharapkan segera dilakukan agar para
petani tidak susah untuk mencari modal untuk melakukan usahatani. Dengan
begitu Desa Cikahuripan dapat membangun pertanian berkelanjutan dan
menerapkan Struktur Pedesaan Progresif.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2004. Penggunaan TABELA Untuk


Penanaman Padi Sawah di Kendari.

Churiyah, Madziatul. 2006. MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN


MELALUI PENERAPAN AGROPOLITAN DAN AGROBISNIS DALAM
MENINGKATKAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH. Volume 2,
Nomor 1. Universitas Kanjuruhan Malang.

E-learning Universitas Gunadarma


http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_pembangunan/bab_12
_pembangunan_pertanian.pdf. Diakses pada 30 Mei 2017.

Imanudin, Abdul Malik. 2016. http://sumedangtandang.com/direktori/detail/desa-


cilembu.htm. Diakses pada 30 Mei 2017.

Iqbal, M. dan T. Sudaryanto. 2008. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam


Perspektif Kebijakan Pembangunan Pertanian. Analisis Kebijakan
Pertanian, Volume 6 No. 2, Juni 2008.

Mosher, A. T. 1966. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Terjemahan Ir.


Krisnandhi. Jakarta: CV. Yasa Guna.

Mosher, A. T. 1987. Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Disunting oleh


Rochim Wirjoniodjojo. Jakarta: Yasaguna.

Pranadji, T. 2000. Desentralisasi dan Pemberdayaan Sosio Budaya Setempat


untuk Pencepatan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Bandung, 28
Februari - 30 April 2000.
Ranu, Barceleona Gusti., Ivan Chofyan. 2016. Kajian Pengembangan Kecamatan
Dampal Selatan Menggunaan Konsep Struktur Perdesaan Progresif
(Volume 2, No.2). Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung.

Pusat Data dan Analisis Pembangunan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat Dalam
Angka 2016.
http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/berkas/jabardalamangka/7
47Provinsi-Jawa-Barat-Dalam-Angka-2016.pdf Diakses pada tanggal 1 Juni
2017.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang. Sumedang Dalam Angka 2016


https://sumedangkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/SMD-Dlm-
Angka-2016.pdf. Sumedang Dalam Angka 2016. Diakses pada tanggal 1
Juni 2017

Investment, Indonesia. 2016. WEF Competitiveness Report 2016-2017:


Indonesia Falls to 41st
https://www.indonesia-investments.com/id/news/todays-headlines/wef-
competitiveness-report-2016-2017-indonesia-falls-to-41st/item7229?
Diakses pada tanggal 1 Juni 2017.

Bogor Agricultural University, 2012.


http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52055/5/H11aho_BA
B%20I.%20Pendahuluan.pdf Diakses pada tanggal 1 Juni 2017.

Anda mungkin juga menyukai