HIKMATIA REGA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Rantai Pasok
dan Kinerja Anggota Rantai Pasok Kopi Arabika di Kabupaten Garut” adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Hikmatia Rega
NIM H24134078
ABSTRAK
HIKMATIA REGA. Analisis Rantai Pasok dan Kinerja Anggota Rantai Pasok Kopi
Arabika di Kabupaten Garut. Dibimbing oleh HETI MULYATI.
Kabupaten Garut merupakan daerah yang potensial untuk menanam pohon kopi
Arabika. Namun demikian, daya saing kopi Arabika masih relatif rendah yang
ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
rantai pasok kopi Arabika, menganalisis nilai tambah pengolah kopi dan kelompok tani
kopi Arabika, dan menganalisis kinerja kelompok tani kopi Arabika di Kabupaten Garut.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan
dari hasil survey lapang, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Sedangkan data
sekunder diperoleh melalui studi literatur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Hayami dan Data Envelopment Analysis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa anggota utama rantai pasok kopi Arabika Garut terdiri dari kelompok tani,
pengolah kopi, eksportir, industri ritel, industri jasa, dan konsumen akhir. Kelompok tani
yang memiliki rata-rata nilai tambah paling tinggi adalah kelompok tani dengan kategori
besar yaitu Rp 1.014,52 per kg. Sedangkan pengolah kopi yang memiliki nilai tambah
tertinggi adalah PD. Mahkota Java Coffee yaitu sebesar Rp 47.014,60 per kg. Kelompok
tani yang paling efisien kinerjanya adalah Mulya Tani, Subur Mandiri, Karangsewu,
Berkah Tani Pangauban, dan Kopi Papandayan Berjaya.
Kata kunci: Data Envelopment Analysis, kopi Arabika, nilai tambah, pengukuran kinerja,
rantai pasok
ABSTRACT
HIKMATIA REGA. Analysis on Supply Chain and Performance of Arabica Coffee’s
Supply Chain Members in Garut. Supervised by HETI MULYATI.
Garut is one of the potential areas for cultivating coffee. However, the
competitiveness of the coffee is relatively low in terms of quality and quantity. The
objectives of this study were to analyze the supply chain of Arabica coffee, to analyze
the value-added of the coffee processors and farmer groups, and to analyze the
performance of the farmer groups. Types of data include primary and secondary data.
Primary data were obtained from the field survey, interviews, and questionnaires.
Secondary data were collected from the relevant literatures. The methods used Hayami
method and Data Envelopment Analysis. The result showed that the primary members
of Arabica coffee supply chain consist of a farmer groups, coffee processors, exporters,
retail industries, service industries, and the final consumers. The farmer groups who
obtained the highest average of value-added was large category, namely, Rp 1.014.52
per kg. The highest value-added of the processors was PD. Mahkota Java Coffee, namely,
Rp 47.014,60 per kg. Mulya Tani, Subur Mandiri, Karangsewu, Berkah Tani Pangauban,
dan Kopi Papandayan Berjaya were the efficient farmer groups.
HIKMATIA REGA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul dari skripsi ini adalah
“Analisis Rantai Pasok dan Kinerja Anggota Rantai Pasok Kopi Arabika di
Kabupaten Garut”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang prospektif untuk
mengembangkan kopi Arabika. Permasalahan yang dihadapi petani adalah
rendahnya mutu kopi, rendahnya akses terhadap informasi, dan kurangnya sarana
pengolahan kopi. Manajemen rantai pasok merupakan salah satu pendekatan yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, petani,
pengolah kopi, akademisi, Pemerintah Daerah dan Dinas Perkebunan khususnya di
Kabupaten Garut. Manfaat bagi peneliti yaitu dapat menganalisis rantai pasok kopi
Arabika dan kinerja pemasoknya, serta menghitung nilai tambah yang dihasilkan
anggota rantai pasok, khususnya kelompok tani dan pengolah kopi Arabika. Bagi
petani dan pengolah kopi, penelitian ini dapat menjadi informasi dan evaluasi untuk
meningkatkan usaha tani dan bisnisnya. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam melakukan penelitian yang
terkait nilai tambah dan kinerja pemasok. Bagi Pemerintah Daerah dan Dinas
Perkebunan, dapat dijadikan bahan masukan untuk meningkatkan produktivitas
kopi, khususnya di Kabupaten Garut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr rer pol Heti Mulyati, STP,
MT, selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan, saran, dan
motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff Dinas Perkebunan Kabupaten
Garut yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Mokhamad Syaefudin Andrianto, STP, MSi dan
Ibu Lindawati Kartika, SE, MSi, selaku dosen penguji yang telah memberi saran
dan arahan. Terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua, atas segala
bentuk doa dan dorongan semangat yang sangat besar.
Penulis mengetahui bahwa karya ini belumlah sempurna, sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga hasil dari penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Hikmatia Rega
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Rantai Pasok dan Manajemen Rantai Pasok 4
Konsep Nilai Tambah 5
Kinerja Rantai Pasok 6
Penelitian Terdahulu 8
METODE 8
Kerangka Penelitian 8
Lokasi dan Waktu Penelitian 9
Jenis dan Sumber Data 10
Metode Penarikan Sampel 11
Metode Pengolahan dan Analisis Data 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Rantai Pasok Kopi Arabika Garut 15
Analisis Nilai Tambah Kelompok Tani dan Pengolah Kopi 28
Pengukuran Kinerja Kelompok Tani 30
Implikasi Manajerial 31
SIMPULAN DAN SARAN 33
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 47
DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia menurut volume dan nilai
periode 2009-2014 1
2 Produksi kopi dan pertumbuhannya di Kabupaten Garut tahun
2010-2014 2
3 Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data beserta alat analisis 11
4 Sampel kelompok tani 12
5 Sampel pengolah kopi 12
6 Perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami 13
7 Pedoman dosis pemupukan kopi 21
8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada kelompok tani tahun 2015 29
9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada pengolah kopi tahun 2015 30
10 Hasil pengukuran kinerja kelompok tani (sampel) tahun 2015
dengan DEA 31
DAFTAR GAMBAR
1 Simplifikasi model rantai pasok dan tiga macam aliran yang dikelola 5
2 Kerangka konseptual indikator kinerja rantai pasok pertanian pangan 7
3 Kerangka pemikiran penelitian 9
4 Rantai pasok kopi Arabika Garut 15
5 Bentuk kopi gelondong dan kopi gabah 16
6 Diagram proses pengolahan buah kopi gelondong menjadi kopi 24
7 Diagram proses pengolahan buah kopi gelondong menjadi kopi gabah 26
8 Bentuk olahan kopi Arabika 27
9 Peta operasi pengolahan kopi green bean menjadi kopi bubuk 28
DAFTAR LAMPIRAN
1 Ekspor kopi Indonesia menurut negara tujuan utama tahun 2009-2014 37
2 Jadwal penelitian 38
3 Luas area dan produksi perkebunan rakyat komoditas kopi Arabika
di Kabupaten Garut tahun 2014 39
4 Nilai tambah kelompok tani kategori besar tahun 2015 40
5 Nilai tambah kelompok tani kategori sedang tahun 2015 41
6 Nilai tambah kelompok tani kategori kecil tahun 2015 42
7 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Koperasi Klasik Beans tahun
2015 43
8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada PD. Mahkota Java Coffee tahun
2015 44
9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Raosen Coffee tahun 2015 45
10 Hasil pengolahan DEA menggunakan frontier analyst application 46
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1 Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia menurut volume dan nilai periode
2009-2014
Ekspor Pertumbuhan Pertumbuhan
Tahun Volume Nilai /penurunan /penurunan
(ton) (000 US$) volume (%) nilai (%)
2009 510.030,4 821.956,6 - -
2010 432.721,1 812.360,0 -15 -1
2011 346.062,6 1.034.724,7 -20 27
2012 447.010,8 1.243.825,8 29 20
2013 532.139,3 1.166.179,9 19 -6
2014 382.750,3 1.030.716,4 -28 -12
Rata-rata 441.785,8 1.018.293,9 -3 6
Sumber: BPS 2015 (Data diolah)
Rata-rata penurunan volume ekspor kopi dari tahun 2009 sampai dengan 2014
adalah 3 persen. Pada tahun 2014, ekspor kopi mengalami penurunan yang cukup
besar yaitu sebesar 28 persen. Penurunan tersebut disebabkan terutama oleh
produksi kopi nasional yang cenderung rendah setiap tahunnya akibat kekeringan
dan gagal panen.
2
Rata-rata produksi berasan kopi pada tahun 2010-2014 adalah 1.693,68 ton
dengan rata-rata pertumbuhan 2,85 persen. Produksi kopi Kabupaten Garut
cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Meskipun demikian, hal ini tidak
berpengaruh besar terhadap keuntungan yang diperoleh petani. Pengolahan kopi
Arabika Garut sebagian besar dilakukan oleh kelompok tani dengan menggunakan
teknologi sederhana. Hal tersebut menimbulkan permasalahan khususnya berkaitan
dengan kualitas. Selain itu, permasalahan lainnya adalah petani belum banyak
menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dalam budidaya kopi sehingga
menyebabkan penurunan harga karena kualitas kopi rendah. Pada struktur pasar,
petani kopi di Garut masih berada di posisi yang lemah dalam menentukan harga.
Hal tersebut merupakan beberapa faktor yang menyebabkan keunggulan bersaing
pemasok kopi Garut masih relatif rendah.
3
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pemasok Pemasok
Manufaktur Distributor Ritel/Toko
Tingkat 2 Tingkat 1
Gambar 1 Simplifikasi model rantai pasok dan tiga macam aliran yang dikelola
(Pujawan 2005)
Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya
perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai
tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hulu ke hilir
yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada
setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh
setiap anggota rantai pasok (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Nilai tambah komoditas pertanian di sektor hulu dapat dilakukan dengan
penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan. Hal ini melibatkan,
antara lain petani, penyedia sarana dan prasarana pertanian, dan penyedia teknologi.
Nilai tambah secara kuantitatif dihitung dari peningkatan produktivitas. Sedangkan
6
nilai tambah secara kualitatif adalah nilai tambah dari meningkatnya kesempatan
kerja, pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia (Marimin dan
Maghfiroh 2010).
Nilai tambah selanjutnya terjadi pada sektor hilir yang melibatkan industri
pengolahan. Komoditas pertanian yang bersifat mudah rusak dan bulky (kamba)
memerlukan perlakuan yang tepat, sehingga produk pertanian siap dikonsumsi oleh
konsumen. Perlakuan tersebut, antara lain pengolahan, pengemasan, pengawetan,
dan manajemen mutu untuk memberi nilai tambah sehingga harga produk pertanian
menjadi tinggi. Beberapa nilai tambah yang tidak dapat dihitung secara numerik
meliputi peluang kerja yang terbuka dengan adanya industri pengolahan dan
peningkatan keterampilan pekerja (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Nilai tambah pada sektor retail adalah keuntungan yang didapat oleh retailer
dalam menjual produk hasil pertanian yang sudah mengalami pengolahan. Nilai
tambah tersebut didapatkan dari beberapa hal antara lain: produk yang dijual dalam
bentuk eceran, kontinuitas persediaan barang, jaminan mutu barang, dan pelayanan
terhadap konsumen (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Menurut Sudiyono (2002) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), besarnya
nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku
dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga
kerja. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan
manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:
Nilai Tambah = f {K, B, T, U, H, h, L} ................................................................ (1)
Keterangan :
K = Kapasitas produksi
B = Bahan baku yang digunakan
T = Tenaga kerja yang digunakan
U = Upah tenaga kerja
H = Harga output
h = Harga bahan baku
L = Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses
perlakuan untuk menambah nilai)
Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami (1987) adalah :
1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah
2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi
3. Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran
(Sudiyono 2002 dalam Marimin dan Maghfiroh 2010).
1. Efisiensi
3. Mutu pangan
Penelitian Terdahulu
METODE
Kerangka Penelitian
Permintaan pasar dunia terhadap kopi terutama kopi Arabika dari tahun ke
tahun terus meningkat (Antara 2014 dalam Towaha et al. 2015). Menurut ICO
(2012), pada tahun 2000-2010 konsumsi kopi dunia mengalami pertumbuhan rata-
rata sebesar 2,5 persen dan diprediksi akan terus meningkat sampai tahun 2020.
Keadaan tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas kopi Arabika.
Kabupaten Garut merupakan salah satu produsen kopi Arabika nasional
karena memiliki daya dukung lingkungan geografis yang cocok untuk persyaratan
tumbuh kopi Arabika (Towaha et al. 2015). Memperhatikan potensi produksi kopi
Arabika lokal dan daya dukung lingkungan tumbuh kopi Arabika di Kabupaten
9
Garut maka peluang mengembangkan kopi Arabika lokal Garut menjadi salah satu
specialty coffee sangat besar (Towaha et al. 2015).
Produksi kopi di Kabupaten Garut terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Meskipun demikian, daya saing pemasok kopi arabika masih relatif
rendah.
Manajemen rantai pasok memiliki peran dalam peningkatan daya saing. Hal
tersebut dilakukan dengan menggunakan sumber daya secara maksimal dan
mengelola seluruh rangkaian aktivitas dari hulu sampai ke hilir dengan baik.
Perhitungan nilai tambah kopi Arabika pada petani dan pengolah kopi belum
dilakukan sampai saat ini. Selain itu, koordinasi dan integrasi di antara anggota
rantai pasok perlu dievaluasi melalui pengukuran kinerja. Hasil pengukuran kinerja
dan perhitungan nilai tambah dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam rangka
memenuhi keinginan konsumen dan meningkatkan daya saing. Kerangka pemikiran
penelitian disajikan dalam Gambar 3.
Implikasi Manajerial
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Menurut
Sarwono (2006), data primer yaitu data yang berasal dari sumber pertama atau
sumber aslinya. Sedangkan data sekunder yaitu data yang sudah tersedia dan
diperoleh dari data primer yang sudah diolah oleh peneliti sebelumnya. Data primer
dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan dari hasil survey lapang,
kuesioner, dan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh melalui studi literatur. Metode pengumpulan data penelitian dijelaskan
sebagai berikut:
1. Survei lapang dilakukan untuk mengidentifikasi anggota rantai pasok dan
mengetahui kondisi rantai pasok kopi Arabika. Survei lapang dilakukan di
Kecamatan Sukaresmi, Cisurupan, Samarang, Garut Kota, Bayongbong,
Pasirwangi, dan Cikajang. Kecamatan tersebut dipilih berdasarkan luas lahan
kopi yang dianggap mewakili populasi.
2. Kuesioner diberikan kepada kelompok tani dan pengolah kopi untuk
menganalisis rantai pasok dan nilai tambah, serta mengukur kinerja rantai pasok.
Kelompok tani yang diberikan kuesioner berjumlah 8 (delapan) kelompok tani,
yaitu Sinergi Jaya Papandayan (Sukaresmi), Sabar Subur (Garut Kota), Berkah
Tani Pangauban (Cisurupan), Kopi Papandayan Berjaya (Cisurupan), Bina
Bakti (Samarang), Mulya Tani (Bayongbong), Subur Mandiri (Pasirwangi), dan
Bakti Lestari Sejahtera (Cikajang). Responden yang dipilih dari kelompok tani
adalah ketua/wakil ketua pada kelompok tani. Sedangkan pengolah kopi yang
diberikan kuesioner ada 3 (tiga), yaitu Koperasi Klasik Beans, PD. Mahkota
Java Coffee, dan Raosen Coffee. Responden yang dipilih dari industri pengolah
kopi adalah pemilik, bendahara, atau kepala bagian produksi. Kuesioner yang
digunakan merujuk pada Subarkah (2009). Kuesioner untuk kelompok tani
terdiri dari empat bagian, yaitu: identitas responden, kemitraan, kegiatan
penanaman kopi, dan pertanyaan untuk menganalisis nilai tambah. Kuesioner
untuk industri pengolah kopi terdiri dari tujuh bagian, yaitu: identitas responden,
identifikasi bahan baku, pengadaan bahan baku, proses produksi, kegiatan
penyimpanan dan pengemasan, proses pemasaran, kemitraan, dan proses
distribusi barang, serta pertanyaan untuk analisis nilai tambah.
3. Wawancara mendalam dilakukan dengan pihak kelompok tani dan industri
pengolah kopi untuk mengetahui kondisi rantai pasok, menghitung nilai tambah,
dan mengukur kinerja rantai pasok. Kelompok tani yang diwawancarai
berjumlah 9 (sembilan) kelompok tani, yaitu Sinergi Jaya Papandayan
(Sukaresmi), Sabar Subur (Garut Kota), Berkah Tani Pangauban (Cisurupan),
Kopi Papandayan Berjaya (Cisurupan), Karangsewu (Cisewu), Bina Bakti
(Samarang), Mulya Tani (Bayongbong), Subur Mandiri (Pasirwangi), dan Bakti
Lestari Sejahtera (Cikajang). Responden yang dipilih dari dari kelompok tani
adalah ketua/wakil ketua pada kelompok tani. Sedangkan Industri pengolah
kopi yang diwawancarai ada 3 (tiga), yaitu Koperasi Klasik Beans, PD.
Mahkota Java Coffee, dan Raosen Coffee. Responden yang dipilih dari industri
pengolah kopi adalah pemilik, bendahara, dan kepala bagian produksi.
4. Studi literatur tentang konsep rantai pasok, hasil penelitian terdahulu, jurnal
ilmiah, serta dokumen dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Kementrian
Pertanian, International Coffee Organization (ICO), dan Badan Pusat Statistik
11
(BPS). Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data beserta alat analisis
berdasarkan tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data beserta alat analisis
berdasarkan tujuan penelitian
Metode
Tujuan penelitian Jenis data Sumber data pengumpulan Alat analisis
data
Memetakan dan Primer dan Dinas Wawancara, Analisis
menganalisis rantai pasok sekunder Perkebunan kuesioner, deskriptif
kopi Arabika di Kabupaten survei lapang,
Kabupaten Garut Garut, dan studi
pengolah kopi, literatur
dan kelompok
tani kopi
Menganalisis nilai Primer Pengolah kopi Wawancara Metode
tambah industri pada dan kelompok dan kuesioner Hayami
pengolah kopi dan tani kopi
kelompok tani kopi
Arabika di Kabupaten
Garut
Menganalisis kinerja Primer dan Dinas Wawancara, Data
anggota rantai pasok, sekunder Perkebunan kuesioner, dan Envelopment
khususnya kelompok tani Kabupaten studi literatur Analysis
kopi Arabika Garut dan
kelompok tani
kopi
Penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, yaitu analisis deskriptif, metode
Hayami, dan Data Envelopment Analysis. Alat analisis tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah alat analisis yang digunakan untuk mengubah data
mentah menjadi bentuk yang akan membuat pembaca mudah untuk memahami dan
menafsirkan data (Zikmund 2003). Analisis deskriptif digunakan untuk
menganalisis rantai pasok kopi Arabika di Kabupaten Garut.
13
Metode Hayami
Metode Hayami digunakan untuk menghitung nilai tambah pada kelompok
tani dan pengolah kopi Arabika. Perhitungan nilai tambah menggunakan metode
Hayami dapat dilihat pada Tabel 6.
𝑈𝑟 ≤ 𝜀, 𝑟 = 1, … , 𝑡
𝑉𝑖 ≤ 𝜀, 𝑖 = 1, … , 𝑚
Dimana:
Ur = bobot dari output r;
Vi = bobot dari input i;
Yrj = jumlah output r dari DMU j;
Vij = jumlah input i dari DMU j;
t = jumlah output;
m = jumlah input;
n = jumlah DMU; dan
ε = angka positif kecil
∑ 𝑉𝑟 𝑋𝑖𝑗0 = 1
𝑟=1
𝑈𝑟 ≤ 𝜀, 𝑟 = 1, … , 𝑡
𝑉𝑖 ≤ 𝜀, 𝑖 = 1, … , 𝑚
Rantai pasok kopi Arabika Garut yang dibahas dalam penelitian ini terdiri
dari jenis aliran dalam rantai pasok, anggota rantai pasok, dan aktivitas anggota
rantai pasok yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Penyedia
Sarana dan
Prasarana
Industri Ritel
Dalam Negeri
Konsumen
Kelompok Pengolah
Petani Dalam
Tani Kopi
Negeri
Industri Jasa
Dalam Negeri
Industri Ritel
Keterangan: Luar Negeri
Sebagian besar kelompok tani menjual kopi dalam bentuk gabah kepada
industri pengolah kopi karena ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari
pada menjual dalam bentuk gelondong. Selisih harga kopi gelondong dan dan kopi
gabah adalah Rp 14.000 - Rp 18.000 per kilogram. Kelompok tani yang menjual
dalam bentuk gelondong adalah kelompok tani yang memiliki keterbatasan sarana
produksi yang dibutuhkan untuk mengolah kopi.
Industri pengolah kopi akan mengolah kopi gelondong basah atau gabah
menjadi green bean, roasted bean, dan bubuk. Kopi hasil olahan tersebut akan
dijual ke eksportir, industri ritel, industri jasa, dan kemudian aliran barang akan
berhenti pada konsumen akhir.
Aliran keuangan pada rantai pasok kopi Arabika Garut terjadi dari konsumen,
industri ritel, industri jasa, eksportir, pengolah kopi, kelompok tani, dan petani.
Sistem pembayaran dari pengolah kopi, eksportir, industri jasa, dan kelompok tani
dilakukan secara tunai. Buah kopi gelondong basah merah dibeli dengan harga Rp
6.000 – Rp 13.000 per kilogram. Kopi gabah dijual dengan harga Rp 20.000 – Rp
24.000 per kilogram. Green bean dijual dengan harga Rp 60.000 – Rp 100.000 per
kilogram. Roasted bean dan kopi bubuk dijual dengan harga Rp 200.000 – Rp
250.000 per kilogram.
Aliran informasi dalam rantai pasok kopi Arabika Garut terjadi dalam dua
arah yaitu dari hulu ke hilir dan dari hilir ke hulu. Aliran informasi dari kelompok
tani ke pengolah kopi berupa informasi jumlah panen. Sementara informasi dari
pengolah kopi ke kelompok tani adalah berupa informasi permintaan, harga pasar,
teknik budidaya, dan teknik pengolahan. Dinas Perkebunan sebagai penyedia
sarana memberikan informasi mengenai teknologi budidaya dan memberikan
pembinaan secara teknis mengenai pasca panen kopi secara baik dan benar kepada
kelompok tani. Informasi dari eksportir ke pengolah kopi adalah berupa informasi
mengenai jumlah permintaan dan harga beli. Informasi dari pengolah kopi ke
eksportir adalah berupa jumlah penawaran.
B. Pengolah kopi
Pengolah kopi berperan sebagai pihak yang mengolah kopi gelondong basah
dan kopi gabah menjadi green bean, roasted bean, dan kopi bubuk. Pengolah kopi
di Kabupaten Garut yang dijadikan sampel diantaranya adalah: Koperasi Klasik
Beans, PD. Mahkota Java Coffee, dan Raosen Coffee. Pengolah kopi dijelaskan
sebagai berikut.
3. Raosen Coffee
Raosen Coffee berdiri pada tahun 2012. Beralamat di Jalan Bank Dalam
No. 19, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut. Raosen Coffee mengolah
buah kopi gelondong basah menjadi bubuk. Kopi yang diolah 100 persen
berasal dari Garut. Raosen Coffee melakukan pembelian buah kopi gelondong
basah sekitar 1.000 – 2.000 kg setiap bulannya selama musim panen. Kopi
dikirim menggunakan motor atau mobil yang disewa kelompok tani.
Pembayaran dilakukan secara tunai oleh pihak Raosen.
Raosen Coffee akan memilih pemasok yang dapat memberikan kopi
yang berkualitas baik. Jika dalam tiga kali pengiriman kelompok tani tidak
dapat memenuhi standar kualitas dari Raosen, maka Raosen akan berhenti
bekerja sama dengan kelompok tani yang bersangkutan. Jika kelompok tani
dapat memenuhi standar kualitas dari Raosen yaitu dengan memasok buah kopi
berwarna merah matang, maka sebagai gantinya Raosen akan memberikan
harga dua kali lipat dari harga pasar. Raosen dan kelompok tani tidak
melakukan perjanjian tertulis, bentuk kerjasamanya adalah trust and fair trade,
yaitu berdasarkan kepercayaan dan Raosen memberikan pendidikan tentang
kopi, kemudian kopi akan dibeli dengan harga tinggi. Jika pemasok tidak dapat
memenuhi kebutuhan produksi, maka Raosen akan mencari kopi pada pengepul.
Raosen memasarkan produknya ke dalam negeri sebanyak 70 persen
(Garut, Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo, Jogja, dan Papua) dan ke
luar negeri sebanyak 30 persen (Amerika, Jerman, Australia, New Zaeland, dan
Taiwan).
Industri jasa dalam penelitian ini adalah hotel dan rumah makan (restoran dan
cafe). Pengertian hotel dan rumah makan makan menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Jember Nomor 9 Tahun 2006, Hotel adalah salah satu jenis akomodasi
yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa
pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum, yang
dikelola secara komersial serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan.
Rumah Makan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan hidangan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.
Hotel yang terlibat dalam rantai pasok kopi Arabika Garut adalah hotel
Panghegar Bandung dan hotel-hotel di Garut. Rumah makan yang termasuk dalam
rantai pasok kopi Arabika Garut diantaranya adalah Cafe Sweet Maria’s (Amerika),
Four Barrels (Amerika), Philocoffee (Jakarta), Morph Coffee (Jakarta), Restoran
Pujasega (Garut), Cafe Nyarios Coffee (Bandung), Yellow Truck (Bandung), Cafe
Bellamy (Bandung), dan Kedai Raos (Garut).
1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk menanam kopi dilakukan dengan cara membersihkan lahan
dari semak belukar. Kemudian menanam pohon pelindung, bila tanaman pelindung
masih baik tidak perlu ditebang cukup dipangkas saja. Jenis pohon pelindung yang
dapat petani tanamkan adalah Dadap, Sengon, Lamtoro, Kemlandingan, dan Petai
Cina. Tanaman pelindung ditanam 1-2 tahun sebelum penanaman kopi Pembuatan
lubang tanam dan jarak tanam. Lubang tanam digali 3 bulan sebelum penanaman
di lapangan, pembuatan lorong tanam dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm, 50 x 50 x
50 cm, atau 60 x 60 x 60 cm dengan jarak tanam yang digunakan untuk tanaman
kopi adalah 2,5 x 2,5 m
2. Penanaman
Penanaman dilakukan pada awal musim hujan yaitu bulan November sampai
dengan Desember, agar pertumbuhan tanaman kopi dapat lebih baik. Proses
penanaman harus memperhatikan hal-hal berikut, yaitu kantong plastik pada bibit
dibuang dengan hati-hati, diusahakan agar tanah jangan terlepas dari akar, letak
bibit dalam lubang diusahakan leher akar sejajar dengan permukaan tanah, dan
tanah disekeliling bibit dipadatkan sampai bibit tidak goyang.
21
3. Pemupukan
Tujuan pemupukan adalah untuk menjaga daya tahan tanaman, meningkatkan
produksi dan mutu hasil serta menjaga agar produksi stabil tinggi. Seperti tanaman
lainnya, pemupukan secara umum harus tepat waktu, dosis dan jenis pupuk serta
cara pemberiannya. Semuanya tergantung kepada jenis tanah, iklim dan umur
tanaman. Pemberian pupuk dapat diletakkan sekitar 30-40 cm dari batang pokok.
Pedoman dosis pemupukan kopi dapat dilihat pada Tabel 7.
4. Pemangkasan
Manfaat dan fungsi pemangkasan umumnya adalah agar pohon tetap rendah
sehingga mudah perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang
baru, mempermudah masuknya cahaya dan mempermudah pengendalian hama
dan penyakit. Pemangkasan juga dapat dilakukan selama panen sambil
menghilangkan cabang-cabang yang tidak produktif, cabang liar maupun yang
sudah tua. Cabang yang kurang produktif dipangkas agar unsur hara yang
diberikan dapat tersalur kepada batang-batang yang lebih produktif. Secara
morfologi buah kopi akan muncul pada percabangan. Oleh karena itu perlu
diperoleh cabang yang banyak. Pemangkasan dilakukan bukan hanya untuk
menghasilkan cabang-cabang saja, tetapi juga menghasilkan buah yang lebih
banyak (Prastowo et al. 2010).
5. Pengendalian Hama
Menurut Puslitkoka (2006) dalam Prastowo et al. (2010), hama utama pada
tanaman kopi adalah :
a. Nematoda parasit, yaitu Pratylenchus coffeae dan Radopholus similis.
Pengendalian disarankan mengguna-kan metode kimiawi seperti karbofuran
(Curaterr 3 G) ataupun tanaman tahan, seperti klon BP 961.
b. Hama penggerek buah kopi, yaitu Hypothenemus hampei Untuk
pengendalian disarankan melakukan pengaturan naungan agar pertanaman
tidak terlalu gelap, atau penggunaan parasitoid Cephalonomia
stephanoderis ataupun menggunakan tanaman yang masak serentak seperti
USDA 762 untuk arabika dan BP 234 dan BP 409
c. Kutu dompolan atau kutu putih Planococcus citri, yang disarankan
dikendalikan dengan pengaturan naungan maupun cara kimia dengan
insectisida propoksur (poxindo 50 WP).
22
6. Pengendalian Penyakit
Menurut Puslitkoka (2006) dalam Prastowo et al. (2010), penyakit utama
pada tanaman kopi adalah :
a. Karat daun, dikendalikan dengan menanam tanaman tahan (misal S 795)
serta pemangkasan dan pemupukan agar tanaman cukup kuat dan bugar
serta menggunakan cara kimiawi dengan fungisida kontak (misal Cupravit
OB 21).
b. Bercak daun, dikendalikan dengan pemberian naungan yang cukup tapi
pertanaman tidak lembab serta cara kimiawi dengan penyemprotan Bavistin
50 WP.
c. Jamur upas, dikendalikan dengan memotong batang sakit dan dibakar
potongan-potongan tersebut ataupun dengan pemberian fungisida Calixin
RP.
d. Busuk buah dan busuk cabang, dikendalikan dengan memetik buah
terserang dan buah tersebut dibakar/dipendam ataupun cara kimiawi dengan
pemberian fungisida Delsene MX 200 atau sejenisnya
e. Jamur akar coklat, dikendalikan dengan membongkar akar tanaman yang
terserang lalu dibakar dan bekasnya tidak ditanami lagi minimal dua tahun.
f. Penyakit rebah batang, dikendalikan dengan pengaturan naungan agar
cukup sinar matahari ataupun menyemprot pembibitan dengan Delsene MX
200.
B. Panen
Pohon kopi akan berbuah pada usia 2,5 – 3 tahun. Pemanenan buah kopi yang
umum dilakukan adalah dengan cara memetik buah yang telah masak. Buah matang
ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua adalah
buah masih muda, berwarna kuning adalah setengah masak dan jika berwarna
merah maka buah kopi sudah masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah
masak penuh terlampaui (over ripe) (Starfarm 2010 dalam Prastowo et al. 2010).
Kopi yang diolah dapat bermutu tinggi, apabila buah kopi dipetik dalam
keadaan masak penuh. Kopi Arabika memerlukan waktu enam sampai delapan
bulan sejak dari kuncup sampai matang. Petani memanen kopi Arabika pada musim
kemarau, yaitu antara bulan Mei sampai dengan September setiap tahunnya. Hasil
panen kopi cenderung berubah setiap musimnya. Hal ini dikarenakan umur tanaman
kopi yang berbeda-beda. Menurut petani, kopi akan produktif pada usia 5 sampai
20 tahun.
Permasalahan pada petani di Kabupaten Garut yaitu petani masih belum
menerapkan Good Agricultural Practices dari kopi sepenuhnya. Ketua kelompok
23
tani menyatakan bahwa beberapa petani masih ada yang menggunakan pupuk yang
tidak sesuai dosis, bahkan ada yang tidak menggunakan pupuk sama sekali, padahal
tanah membutuhkan pupuk sebagai pengganti unsur hara yang telah diserap pohon
kopi. Petani juga sering tidak melakukan pemangkasan pada pohon kopi.
Pemangkasan perlu dilakukan agar pohon tetap rendah sehingga mudah
perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah
masuknya cahaya dan mempermudah pengendalian hama dan penyakit.
Pada saat panen, masih ada petani yang melakukan petik buah kopi berwarna
hijau. Buah kopi hijau tidak dianjurkan untuk dipetik, karena kualitasnya rendah
dan akan merusak citarasa kopi yang diolah.
1. Proses kering
Proses kering yaitu proses pengolahan kopi tanpa melibatkan air. Proses kopi
secara kering banyak dilakukan petani, mengingat kapasitas olah kecil, mudah
dilakukan dan peralatan sederhana. Tahapan proses kering, yaitu sebagai berikut:
1) Pengangkutan buah kopi dari lahan petani ke tempat pengolahan kopi
2) Penyortiran buah kopi
3) Pengangkutan ke tempat penjemuran
4) Penjemuran
5) Pemindahan ke mesin huller
6) Pengupasan kulit buah kopi kering
7) Pemindahan ke tempat penyortiran
8) Penyortiran biji kopi
9) Pengemasan
10) Penyimpanan
Gambar 6 menunjukan diagram proses pengolahan buah kopi gelondong
basah menjadi kopi green bean dengan proses kering (asumsi kopi gelondong 1000
kg).
24
Waktu
No. Kegiatan Simbol Diagram Keterangan Proses
(Jam)
Proses pemetikan dan
Pengangkutan
Pengiriman buah kopi dari lahan
1 buah kopi 6-8
petani ke tempat pengolahan
gelondong basah
kopi
Pemisahan antara buah
Penyortiran buah berwarna merah dengan buah
2 5-7
kopi berwarna hijau atau kuning
secara manual
Pemindahan ke Pemindahan kopi yang telah
3 tempat 0,17-0,25 disortir ke tempat penjemuran
penjemuran (para para atau terpal).
Upaya menurunkan kadar air
4 Penjemuran 36-84
sampai pada batas tertentu.
Pemindahan kopi yang telah
Pemindahan ke
5 0,17-0,25 dijemur ke mesin pengupas
mesin huller
kulit.
Pengupasan bertujuan untuk
Pengupasan memisahkan biji kopi dari kulit
6 5-6
kulit kopi kering buah, kulit tanduk, dan kulit ari
menggunakan huller.
Pemindahan ke Kopi yang telah dikupas
7 tempat 0,17-0,25 kulitnya akan dipindahkan ke
penyortiran tempat penyortiran.
Pemilahan biji kopi yang baik
Penyortiran biji
8 5-6 dari yang rusak, cacat dan benda
kopi
asing lainnya.
Pengemasan biji kopi
9 Pengemasan 1 menggunakan karung yang
bersih dan baik.
Menyimpan biji kopi sebelum
Penyimpanan
10 168-2.160 dikirim ke industri pengolah
kopi green bean
kopi.
Total 5 4 0 0 1 2.272,75
Keterangan :
Operasi Pengangkutan Pemeriksaan
Penundaan Penyimpanan
2. Proses basah
Metode pengolahan basah prinsip utamanya adalah memisahkan biji dengan
daging dan kulit buah yang dikenal dengan proses pulping sebelum biji tersebut
dikeringkan atau difermentasi. Tahapan proses basah, yaitu sebagai berikut:
1) Pengangkutan buah kopi dari lahan petani ke tempat pengolahan kopi
2) Penyortiran buah kopi
3) Pemindahan ke mesin pulper
4) Pengupasan kulit buah merah
5) Pemindahan ke bak air
6) Fermentasi
7) Pemindahan ke mesin washer
8) Pencucian
9) Pemindahan ke tempat penyortiran
10) Penyortiran biji kopi
11) Pemindahan ke tempat penjemuran
12) Penjemuran biji kopi
13) Pemindahan ke tempat untuk mengemas
14) Pengemasan
15) Penyimpanan
Gambar 7 menunjukan diagram proses pengolahan buah kopi gelondong
basah menjadi kopi gabah dengan proses basah (asumsi kopi gelondong 1000 kg).
26
Waktu
No. Kegiatan Simbol Diagram Keterangan Proses
(Jam)
Proses pemetikan dan
Pengangkutan
Pengiriman buah kopi dari lahan
1 buah kopi 6-8
petani ke tempat pengolahan
gelondong basah
kopi
Pemisahan antara buah
Penyortiran buah berwarna merah dengan buah
2 5-7
kopi berwarna hijau atau kuning
secara manual
Pemindahan ke Pemindahan buah kopi yang
3 0,17-0,25
mesin pulper telah disortir ke mesin pulper.
Pemisahan biji kopi dari bagian
Pengupasan
4 5-6 yang tidak diperlukan (kulit
kulit buah merah
buah) menggunakan pulper.
Pemindahan ke Pemindahan biji kopi yang telah
5 0,08-0,17
bak air dikupas ke bak fermentasi.
Proses yang bertujuan untuk
melunakkan lapisan lendir
6 Fermentasi 24-36
dipermukaan kulit tanduk biji
kopi
Pemindahan ke Pemindahan kopi yang sudah
7 0,17-0,25
mesin washer difermentasi ke mesin pencuci
Suatu upaya untuk membuang
8 Pencucian 5-6
sisa lendir hasil fermentasi.
Pemindahan ke Pemindahan biji kopi yang
9 tempat 0,17-0,25 bersih dari lendir ke tempat
penyortiran penyortiran.
Pemilahan biji kopi yang baik
Penyortiran biji
10 5-6 dari yang rusak, cacat dan benda
kopi
asing lainnya
Pemindahan kopi yang telah
Pemindahan ke
disortir ke tempat penjemuran
11 tempat 0,17-0,25
yang berupa para para atau
penjemuran
terpal.
Penjemuran biji Upaya menurunkan kadar air
12 4-5
kopi biji kopi sampai 40%
Pemindahan ke Pemindahan biji kopi kadar air
13 tempat 0,8-0,17 40% ke tempat untuk mengemas
pengemasan kopi.
Pengemasan kopi gabah
14 Pengemasan 1 menggunakan karung yang
bersih dan baik.
Menyimpan kopi gabah sebelum
Penyimpanan
15 48-72 dikirim ke industri pengolah
kopi gabah
kopi
Total 7 7 0 0 1 148,34
Keterangan :
Operasi Pengangkutan Pemeriksaan
Penundaan Penyimpanan
Gambar 7 Diagram proses pengolahan buah kopi gelondong menjadi kopi gabah
dengan proses basah (asumsi kopi gelondong 1000 kg)
27
Menurut Gaspersz (2007) value-added ratio adalah salah satu teknik untuk
menganalisis berapa besar nilai tambah yang ada dalam suatu proses kerja, total
value-added time yaitu waktu yang digunakan untuk mengerjakan suatu aktivitas
yang menambah nilai kepada pelanggan, dan total process cycle time adalah waktu
yang digunakan untuk mengerjakan aktivitas-aktivitas yang bernilai tambah dan
tidak bernilai tambah kepada pelanggan.
Selisih value added ratio antara proses basah dan proses kering yaitu sebesar
40,59 persen. Dimana, value added ratio proses basah lebih besar dibandingkan
proses kering. Ini berarti proses basah memiliki lebih banyak aktivitas yang bernilai
tambah untuk pelanggan.
Penyimpanan pada proses kering lebih lama disebabkan karena kebutuhan
akan kopi dengan proses kering lebih rendah dari kopi dengan proses basah.
Sehingga kopi dengan proses basah akan mudah terjual dan penyimpanan digudang
akan semakin sedikit.
Proses roasting
15 menit 0-1
green bean
Penggilingan roasted
60 menit 0-2
bean
Pemeriksaan tingkat
1 menit 1-2
kehalusan
Operasi
Pengemasan kopi
15 menit 0-3
bubuk
Jumlah 3 2
Penelitian ini menganalisis nilai tambah yang diperoleh kelompok tani dan
pengolah kopi Arabika Garut pada tahun 2015. Nilai tambah kopi Arabika pada
kelompok tani dan pengolah kopi akan dijelaskan sebagai berikut.
29
Tabel 8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada kelompok tani tahun 2015
Rata-rata nilai Rata-rata rasio nilai
No. Kategori kelompok tani
tambah (Rp/kg) tambah (%)
1 Besar 1.014,52 14,39
2 Sedang 718,14 10,64
3 Kecil 719,31 10,66
Sumber: Data diolah (2016)
Tabel 9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada pengolah kopi tahun 2015
No. Pengolah kopi Nilai Tambah (Rp/kg) Rasio Nilai Tambah (%)
1 PD. Mahkota Java Coffee 47.014,60 58,76
2 Koperasi Klasik Beans 12.999,99 43,33
3 Raosen Coffee 7.000,00 23,33
Sumber: Data diolah (2016)
Tabel 10 Hasil pengukuran kinerja kelompok tani (sampel) tahun 2015 dengan
DEA
Variabel
Jumlah Jumlah Skor
Kelompok Luas Jumlah
No. Kecamatan Kategori kopi gelondong Produksi Efisiensi
tani lahan anggota
basah kopi gabah (%)
(Ha) (Orang)
(Kg/musim) (Kg/musim)
1 Mulya Tani Bayongbong Kecil 70 82 100.000 30.000 100
2 Sinergi Jaya Sukaresmi Kecil 78,3 195 44.000 13.200 39,3
Papandayan
3 Sabar Subur Garut Kota Kecil 75 75 6.000 1.800 6,6
4 Subur Pasirwangi Sedang 200 500 270.000 40.000 100
Mandiri
5 Karangsewu Cisewu Sedang 150 195 120.000 36.000 100
6 Bina Bakti Samarang Sedang 100 50 18.000 5.400 58,5
7 Kopi Cisurupan Besar 120 25 150.000 45.000 100
Papandayan
Berjaya
8 Berkah Tani Cisurupan Besar 42 52 70.000 21.000 100
Pangauban
9 Bakti Lestari Cikajang Besar 960 513 200.000 60.000 15,1
Sejahtera
Sumber: Data diolah (2016)
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja kelompok tani pada tahun 2015, dapat
diketahui bahwa kelompok tani yang kinerjanya efisien, yaitu Mulya Tani pada
kategori kecil, Subur Mandiri dan Karangsewu pada kategori sedang, serta Berkah
Tani Pangauban dan Kopi Papandayan Berjaya pada kategori besar. Kelompok tani
yang kinerjanya tidak efisien, yaitu Sinergi Jaya Papandayan, Sabar Subur, Bina
Bakti, dan Bakti Lestari Sejahtera.
Kelompok tani dapat mencapai skor efisiensi 100 persen dengan melakukan
penambahan atau pengurangan nilai pada variabel input atau output. Sinergi Jaya
Papandayan, Sabar Subur, Bina Bakti, dan Bakti Lestari Sejahtera tidak efisien
kinerjanya karena pada lahan yang dikelola masih banyak pohon kopi yang belum
mencapai usia produktif dan masih ada lahan yang belum ditanami kopi karena
beberapa petani tidak memiliki modal untuk membeli bibit kopi Arabika dan hanya
berharap pada bantuan pemerintah, sehingga jumlah panen yang dihasilkan tidak
sesuai dengan besarnya luas lahan. Rata-rata kelompok tani memiliki permasalahan
yang hampir sama, yaitu masih banyak sisa lahan yang belum dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Hasil pengolahan DEA menggunakan frontier analyst application
dapat dilihat pada Lampiran 10.
Implikasi Manajerial
Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Anggota utama rantai pasok kopi Arabika Garut adalah kelompok tani,
pengolah kopi, industri ritel, industri jasa, eksportir, dan konsumen akhir. Aliran
dalam kegiatan rantai pasok kopi Arabika Garut yaitu aliran barang, aliran
informasi (informasi teknik budidaya, informasi penanganan pasca panen, dan
informasi pasar), dan aliran keuangan (pembayaran tunai atau kredit atas
pembelian kopi Arabika).
2. Kelompok tani yang memiliki rata-rata nilai tambah paling tinggi adalah kelompok
tani dengan kategori besar yaitu Rp 1.014,52 per kg. Sedangkan pengolah kopi
yang memiliki nilai tambah tertinggi adalah PD. Mahkota Java Coffee yaitu sebesar
Rp 47.014,60 per kg.
3. Kelompok tani yang kinerjanya efisien adalah Mulya Tani pada kategori kecil,
Subur Mandiri, dan Karangsewu pada kategori sedang, serta Berkah Tani
Pangauban dan Kopi Papandayan Berjaya pada kategori besar.
Saran
1. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan mengukur kinerja rantai pasok kopi
Arabika Garut menggunakan variabel lain seperti kapasitas produksi, kualitas,
dan kinerja pengiriman.
2. Penelitian lanjutan yaitu melakukan pengukuran kinerja pada industri pengolah
kopi di Kabupaten Garut.
3. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan metode sensus.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1 Ekspor kopi Indonesia menurut negara tujuan utama tahun 2009-2014
Ekspor
No. Negara Tujuan Volume (ton)
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Jepang 53.678,50 59.170,90 58.878,90 51.438,40 41.920,40 41.234,30
2 Singapura 7.305,80 6.079,00 6.240,40 9.154,10 8.677,90 7.725,90
3 Malaysia 17.803,20 26.200,10 26.382,10 33.134,10 40.580,40 29.136,20
4 India 9.950,70 9.733,30 12.162,40 19.884,00 18.292,40 14.434,30
5 Mesir 10.079,80 12.024,70 10.013,90 17.594,60 17.538,30 15.694,60
6 Maroko 7.900,20 8.369,10 10.013,00 11.268,60 12.874,30 10.418,70
7 Aljazair 26.531,90 10.303,20 7.298,40 10.488,90 24.265,50 10.590,60
8 Amerika Serikat 71.603,70 63.048,00 48.094,70 69.651,60 66.138,10 58.308,50
9 Inggris 16.425,50 24.343,10 14.868,40 16.312,40 20.781,00 14.349,20
10 Jerman 78.876,00 63.688,40 26.461,00 50.978,20 60.418,50 37.976,70
11 Italia 36.188,40 26.770,70 27.344,40 29.080,80 38.152,50 29.745,50
12 Rumania 4.816,90 2.219,40 1.497,00 1.362,00 507,60 397,90
13 Georgia 11.486,70 9.077,40 6.893,00 9.133,50 12.029,60 10.277,10
14 Lainnya 157.383,10 111.693,80 89.915,00 117.529,60 169.962,80 102.460,80
Jumlah 510.030,40 432.721,10 346.062,60 447.010,80 532.139,30 382.750,30
Ekspor
No. Negara Tujuan Nilai (000 U$)
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Jepang 98.123,80 118.889,80 174.712,20 145.733,90 102.909,00 101.350,40
2 Singapura 12.788,80 9.568,30 15.055,70 32.310,40 22.408,40 21.326,90
3 Malaysia 24.526,10 36.797,90 56.404,20 67.125,50 73.818,80 54.574,30
4 India 12.940,50 13.270,20 21.298,00 38.752,40 32.335,90 25.737,20
5 Mesir 15.691,60 19.009,30 24.035,40 38.090,80 35.572,70 32.396,40
6 Maroko 11.711,60 12.488,80 21.522,90 24.035,60 24.216,00 21.190,90
7 Aljazair 37.148,60 15.390,50 13.285,40 21.970,40 43.622,10 20.949,10
8 Amerika Serikat 161.240,20 176.360,60 274.491,00 330.814,70 207.037,60 295.903,10
9 Inggris 24.359,60 39.136,30 38.801,30 39.233,40 43.217,30 35.490,40
10 Jerman 109.408,40 107.943,40 70.517,40 116.879,30 122.102,90 84.459,20
11 Italia 53.102,40 43.225,70 57.757,90 64.636,30 77.130,50 60.638,40
12 Rumania 6.577,50 3.395,60 3.119,90 2.866,70 987,50 812,00
13 Georgia 16.020,90 13.650,90 15.253,30 19.323,40 22.845,60 20.368,30
14 Lainnya 238.316,60 203.232,70 248.470,10 302.053,00 357.975,60 255.519,80
Jumlah 821.956,60 812.360,00 1.034.724,70 1.243.825,80 1.166.179,90 1.030.716,40
38
Lampiran 3 Luas area dan produksi perkebunan rakyat komoditas kopi Arabika di
Kabupaten Garut tahun 2014
Luas Area (Ha) Produksi Berasan (Kg) Jumlah Pekebun
No. Kecamatan Jumlah Rata-rata
TM TR TBM Total Pemilik Pekerja
(Kg) (Kg/Ha)
1 Pakenjeng 217 176 90 483 199.550 920 848 2.414
2 Cikajang* 171 71 123 365 157.200 919 1.176 2.192
3 Cisurupan* 90 40 109 239 84.530 939 1.402 1.434
4 Pamulihan 92 - 144 236 86.640 942 674 1.180
5 Caringin 218 3 5 226 199.600 916 602 1.130
6 Pasirwangi* 94 - 124 218 86.450 920 834 1.308
7 Samarang* 81 - 74 155 75.100 927 841 930
8 Cisewu* 103 - 49 152 95.450 927 376 812
9 Cilawu 36 - 92 128 33.300 925 118 742
10 Cigedug 28 21 63 112 25.250 902 421 896
11 Talegong 49 - 61 110 36.550 746 187 760
12 Mekarmukti 85 - - 85 78.900 928 247 708
13 Sukaresmi* 34 - 45 79 29.500 868 413 520
14 Cisompet 17 21 31 69 15.300 900 135 352
15 Bungbulang 28 23 13 64 26.600 950 244 480
16 Bayongbong* 18 - 20 38 15.300 850 144 228
17 Banjarwangi 20 - 10 30 17.600 880 90 282
18 Karangtengah 15 - 14 29 12.700 847 12 176
19 Leles 3 - 24 27 2.200 733 133 162
20 Kadungora 18 - 3 21 16.300 906 71 130
21 Cibatu 13 - 8 21 11.450 881 59 120
22 Malangbong 6 12 - 18 4.450 742 25 108
23 Cihurip - - 16 16 - - 38 112
24 Garut Kota* - - 14 14 - - 75 90
25 Sukawening - - 11 11 - - 27 132
26 Wanaraja 2 - 3 5 1.530 765 6 40
Lampiran 7 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Koperasi Klasik Beans tahun
2015
No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi bubuk) Kg/hari 800,00
2 Bahan baku (kopi gelondong basah) Kg/hari 6.666,67
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 10,00
4 Faktor konversi 0,12
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,001
6 Harga output Rp/kg 250.000,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 6.000,00
8 Harga bahan baku (kopi gelondong basah) Rp/kg 7.000,00
9 Harga input lain (kemasan aluminium foil) Rp/kg 10.000,00
10 Nilai output Rp/kg 29.999,99
11 a. Nilai tambah Rp/kg 12.999,99
b. Rasio nilai tambah % 43,33
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 9,00
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 0,07
13 a. Keuntungan Rp/kg 12.990,99
b. Tingkat keuntungan % 43,30
14 Marjin Rp/kg 22.999,99
44
Lampiran 8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada PD. Mahkota Java Coffee
tahun 2015
No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi bubuk) Kg/hari 21,92
2 Bahan baku (kopi gabah) Kg/hari 54,79
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 8,00
4 Faktor konversi 0,40
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,15
6 Harga output Rp/kg 200.000,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 10.000,00
8 Harga bahan baku (kopi gabah) Rp/kg 23.000,00
9 Harga input lain (kemasan aluminium foil) Rp/kg 10.000,00
10 Nilai output Rp/kg 80.014,60
11 a. Nilai tambah Rp/kg 47.014,60
b. Rasio nilai tambah % 58,76
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 1.460,12
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 3,11
13 a. Keuntungan Rp/kg 45.554,48
b. Tingkat keuntungan % 56,93
14 Marjin Rp/kg 57.014,60
45
Lampiran 9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Raosen Coffee tahun 2015
No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi bubuk) Kg/hari 6,00
2 Bahan baku (kopi gelondong basah) Kg/hari 50,00
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 7,00
4 Faktor konversi 0,12
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,14
6 Harga output Rp/kg 250.000,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 6.250,00
8 Harga bahan baku (kopi gelondong basah) Rp/kg 13.000,00
9 Harga input lain (kemasan aluminium foil) Rp/kg 10.000,00
10 Nilai output Rp/kg 30.000,00
11 a. Nilai tambah Rp/kg 7.000,00
b. Rasio nilai tambah % 23,33
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 875,00
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 12,50
13 a. Keuntungan Rp/kg 6.125,00
b. Tingkat keuntungan % 20,42
14 Marjin Rp/kg 17.000
46
RIWAYAT HIDUP