Anda di halaman 1dari 63

ANALISIS RANTAI PASOK DAN KINERJA ANGGOTA

RANTAI PASOK KOPI ARABIKA


DI KABUPATEN GARUT

HIKMATIA REGA

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Rantai Pasok
dan Kinerja Anggota Rantai Pasok Kopi Arabika di Kabupaten Garut” adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Hikmatia Rega
NIM H24134078
ABSTRAK
HIKMATIA REGA. Analisis Rantai Pasok dan Kinerja Anggota Rantai Pasok Kopi
Arabika di Kabupaten Garut. Dibimbing oleh HETI MULYATI.

Kabupaten Garut merupakan daerah yang potensial untuk menanam pohon kopi
Arabika. Namun demikian, daya saing kopi Arabika masih relatif rendah yang
ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
rantai pasok kopi Arabika, menganalisis nilai tambah pengolah kopi dan kelompok tani
kopi Arabika, dan menganalisis kinerja kelompok tani kopi Arabika di Kabupaten Garut.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan
dari hasil survey lapang, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Sedangkan data
sekunder diperoleh melalui studi literatur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Hayami dan Data Envelopment Analysis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa anggota utama rantai pasok kopi Arabika Garut terdiri dari kelompok tani,
pengolah kopi, eksportir, industri ritel, industri jasa, dan konsumen akhir. Kelompok tani
yang memiliki rata-rata nilai tambah paling tinggi adalah kelompok tani dengan kategori
besar yaitu Rp 1.014,52 per kg. Sedangkan pengolah kopi yang memiliki nilai tambah
tertinggi adalah PD. Mahkota Java Coffee yaitu sebesar Rp 47.014,60 per kg. Kelompok
tani yang paling efisien kinerjanya adalah Mulya Tani, Subur Mandiri, Karangsewu,
Berkah Tani Pangauban, dan Kopi Papandayan Berjaya.

Kata kunci: Data Envelopment Analysis, kopi Arabika, nilai tambah, pengukuran kinerja,
rantai pasok

ABSTRACT
HIKMATIA REGA. Analysis on Supply Chain and Performance of Arabica Coffee’s
Supply Chain Members in Garut. Supervised by HETI MULYATI.

Garut is one of the potential areas for cultivating coffee. However, the
competitiveness of the coffee is relatively low in terms of quality and quantity. The
objectives of this study were to analyze the supply chain of Arabica coffee, to analyze
the value-added of the coffee processors and farmer groups, and to analyze the
performance of the farmer groups. Types of data include primary and secondary data.
Primary data were obtained from the field survey, interviews, and questionnaires.
Secondary data were collected from the relevant literatures. The methods used Hayami
method and Data Envelopment Analysis. The result showed that the primary members
of Arabica coffee supply chain consist of a farmer groups, coffee processors, exporters,
retail industries, service industries, and the final consumers. The farmer groups who
obtained the highest average of value-added was large category, namely, Rp 1.014.52
per kg. The highest value-added of the processors was PD. Mahkota Java Coffee, namely,
Rp 47.014,60 per kg. Mulya Tani, Subur Mandiri, Karangsewu, Berkah Tani Pangauban,
dan Kopi Papandayan Berjaya were the efficient farmer groups.

Keywords: Arabica coffee, Data Envelopment Analysis, performance measurement,


supply chain, value-added
ANALISIS RANTAI PASOK DAN KINERJA ANGGOTA
RANTAI PASOK KOPI ARABIKA
DI KABUPATEN GARUT

HIKMATIA REGA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul dari skripsi ini adalah
“Analisis Rantai Pasok dan Kinerja Anggota Rantai Pasok Kopi Arabika di
Kabupaten Garut”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang prospektif untuk
mengembangkan kopi Arabika. Permasalahan yang dihadapi petani adalah
rendahnya mutu kopi, rendahnya akses terhadap informasi, dan kurangnya sarana
pengolahan kopi. Manajemen rantai pasok merupakan salah satu pendekatan yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, petani,
pengolah kopi, akademisi, Pemerintah Daerah dan Dinas Perkebunan khususnya di
Kabupaten Garut. Manfaat bagi peneliti yaitu dapat menganalisis rantai pasok kopi
Arabika dan kinerja pemasoknya, serta menghitung nilai tambah yang dihasilkan
anggota rantai pasok, khususnya kelompok tani dan pengolah kopi Arabika. Bagi
petani dan pengolah kopi, penelitian ini dapat menjadi informasi dan evaluasi untuk
meningkatkan usaha tani dan bisnisnya. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam melakukan penelitian yang
terkait nilai tambah dan kinerja pemasok. Bagi Pemerintah Daerah dan Dinas
Perkebunan, dapat dijadikan bahan masukan untuk meningkatkan produktivitas
kopi, khususnya di Kabupaten Garut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr rer pol Heti Mulyati, STP,
MT, selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan, saran, dan
motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff Dinas Perkebunan Kabupaten
Garut yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Mokhamad Syaefudin Andrianto, STP, MSi dan
Ibu Lindawati Kartika, SE, MSi, selaku dosen penguji yang telah memberi saran
dan arahan. Terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua, atas segala
bentuk doa dan dorongan semangat yang sangat besar.
Penulis mengetahui bahwa karya ini belumlah sempurna, sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga hasil dari penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2016

Hikmatia Rega
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Rantai Pasok dan Manajemen Rantai Pasok 4
Konsep Nilai Tambah 5
Kinerja Rantai Pasok 6
Penelitian Terdahulu 8
METODE 8
Kerangka Penelitian 8
Lokasi dan Waktu Penelitian 9
Jenis dan Sumber Data 10
Metode Penarikan Sampel 11
Metode Pengolahan dan Analisis Data 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Rantai Pasok Kopi Arabika Garut 15
Analisis Nilai Tambah Kelompok Tani dan Pengolah Kopi 28
Pengukuran Kinerja Kelompok Tani 30
Implikasi Manajerial 31
SIMPULAN DAN SARAN 33
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 47
DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia menurut volume dan nilai
periode 2009-2014 1
2 Produksi kopi dan pertumbuhannya di Kabupaten Garut tahun
2010-2014 2
3 Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data beserta alat analisis 11
4 Sampel kelompok tani 12
5 Sampel pengolah kopi 12
6 Perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami 13
7 Pedoman dosis pemupukan kopi 21
8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada kelompok tani tahun 2015 29
9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada pengolah kopi tahun 2015 30
10 Hasil pengukuran kinerja kelompok tani (sampel) tahun 2015
dengan DEA 31

DAFTAR GAMBAR
1 Simplifikasi model rantai pasok dan tiga macam aliran yang dikelola 5
2 Kerangka konseptual indikator kinerja rantai pasok pertanian pangan 7
3 Kerangka pemikiran penelitian 9
4 Rantai pasok kopi Arabika Garut 15
5 Bentuk kopi gelondong dan kopi gabah 16
6 Diagram proses pengolahan buah kopi gelondong menjadi kopi 24
7 Diagram proses pengolahan buah kopi gelondong menjadi kopi gabah 26
8 Bentuk olahan kopi Arabika 27
9 Peta operasi pengolahan kopi green bean menjadi kopi bubuk 28

DAFTAR LAMPIRAN
1 Ekspor kopi Indonesia menurut negara tujuan utama tahun 2009-2014 37
2 Jadwal penelitian 38
3 Luas area dan produksi perkebunan rakyat komoditas kopi Arabika
di Kabupaten Garut tahun 2014 39
4 Nilai tambah kelompok tani kategori besar tahun 2015 40
5 Nilai tambah kelompok tani kategori sedang tahun 2015 41
6 Nilai tambah kelompok tani kategori kecil tahun 2015 42
7 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Koperasi Klasik Beans tahun
2015 43
8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada PD. Mahkota Java Coffee tahun
2015 44
9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Raosen Coffee tahun 2015 45
10 Hasil pengolahan DEA menggunakan frontier analyst application 46
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian berperan sangat strategis dalam perekonomian Indonesia.


Sektor tersebut berfungsi terutama sebagai penyedia pangan dan sumber bioenergi
yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, sehingga dapat menurunkan
tingkat kemiskinan dan menjaga lingkungan. Kementrian Pertanian (2015)
menyatakan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional
semakin nyata. Selama periode 2010-2014, rata-rata kontribusi sektor pertanian
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 10,26 persen dengan
pertumbuhan sekitar 3,90 persen. Sub-sektor perkebunan merupakan kontributor
terbesar terhadap PDB sektor pertanian. Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian
Pertanian, Republik Indonesia telah menetapkan visi tahun 2015-2019, yaitu
“Terwujudnya Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan yang Menghasilkan
Beragam Pangan Sehat dan Produk Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Sumberdaya
Lokal untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani”
Salah satu komoditi perkebunan yang strategis di Indonesia adalah kopi
(Coffea sp.). Pada tahun 2020, kebutuhan kopi dunia diprediksi akan mencapai 10,3
juta ton (International Coffee Organization (ICO) 2012). Kondisi tersebut
merupakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor. Namun
demikian, peluang tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh
Indonesia karena pada faktanya ekspor kopi cenderung menurun. Ekspor kopi
Indonesia menurut negara tujuan utama tahun 2009-2014 disajikan dalam Lampiran
1. Rekapitulasi dari lampiran tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 Pertumbuhan
ekspor kopi Indonesia menurut volume dan nilai periode 2009-2014.

Tabel 1 Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia menurut volume dan nilai periode
2009-2014
Ekspor Pertumbuhan Pertumbuhan
Tahun Volume Nilai /penurunan /penurunan
(ton) (000 US$) volume (%) nilai (%)
2009 510.030,4 821.956,6 - -
2010 432.721,1 812.360,0 -15 -1
2011 346.062,6 1.034.724,7 -20 27
2012 447.010,8 1.243.825,8 29 20
2013 532.139,3 1.166.179,9 19 -6
2014 382.750,3 1.030.716,4 -28 -12
Rata-rata 441.785,8 1.018.293,9 -3 6
Sumber: BPS 2015 (Data diolah)

Rata-rata penurunan volume ekspor kopi dari tahun 2009 sampai dengan 2014
adalah 3 persen. Pada tahun 2014, ekspor kopi mengalami penurunan yang cukup
besar yaitu sebesar 28 persen. Penurunan tersebut disebabkan terutama oleh
produksi kopi nasional yang cenderung rendah setiap tahunnya akibat kekeringan
dan gagal panen.
2

Salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia adalah Kabupaten Garut.


Agribisnis kopi merupakan satu komoditi unggulan di kabupaten Garut yang
mempunyai peranan penting sebagai salah satu penghasil devisa negara, sumber
pendapatan, penciptaan lapangan kerja sekitar 11.725 kepala keluarga, mendorong
agribisnis dan agroindustri serta pengembangan ekonomi wilayah. Selain itu,
tanaman kopi mempunyai fungsi sebagai tanaman konservasi (Pemerintah
Kabupaten Garut 2015). Kabupaten Garut merupakan daerah yang potensial untuk
menanam pohon kopi, khususnya kopi jenis Arabika (Coffea arabica). Kopi
Arabika banyak ditanam oleh para petani karena memiliki nilai jual dan kualitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kopi lainnya. Kopi jenis tersebut yang
ditanam di Garut lebih dikenal dengan “kopi Garut”. Kopi Garut merupakan salah
satu kopi khas terbaik Indonesia, selain kopi Aceh, kopi Makassar/Bugis, dan kopi
Bali. Namun demikian, saat ini kopi Garut cenderung kurang populer di kalangan
masyarakat, khususnya peminat kopi. Padahal, kopi Garut memiliki nilai historis
sebagai kopi yang diminati tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
Oleh karena itu, saat ini Dinas Perkebunan Kabupaten Garut sedang berupaya untuk
meningkatkan produktivitas kopi Garut. Dinas Perkebunan telah melakukan
pembinaan dan pelatihan teknik budidaya kopi kepada kelompok tani untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas kopi. Dengan demikian, kopi Garut
diharapkan dapat kembali populer di masyarakat.
Produksi kopi yang dihasilkan Kabupaten Garut adalah kopi dalam bentuk
berasan yaitu kopi biji yang sudah tidak berkulit tanduk dan siap diperdagangkan.
Produksi kopi dan pertumbuhannya di Kabupaten Garut tahun 2010-2014 tersaji
pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi kopi dan pertumbuhannya di Kabupaten Garut tahun 2010-2014


Pertumbuhan/penurunan
Tahun Produksi Berasan (Ton)
produksi (%)
2010 1.592,00 -
2011 1.635,00 2,70
2012 1.685,00 3,06
2013 1.776,00 5,40
2014 1.780,38 0,25
Rata-rata 1.693,68 2,85
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Garut 2014 (Data diolah)

Rata-rata produksi berasan kopi pada tahun 2010-2014 adalah 1.693,68 ton
dengan rata-rata pertumbuhan 2,85 persen. Produksi kopi Kabupaten Garut
cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Meskipun demikian, hal ini tidak
berpengaruh besar terhadap keuntungan yang diperoleh petani. Pengolahan kopi
Arabika Garut sebagian besar dilakukan oleh kelompok tani dengan menggunakan
teknologi sederhana. Hal tersebut menimbulkan permasalahan khususnya berkaitan
dengan kualitas. Selain itu, permasalahan lainnya adalah petani belum banyak
menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dalam budidaya kopi sehingga
menyebabkan penurunan harga karena kualitas kopi rendah. Pada struktur pasar,
petani kopi di Garut masih berada di posisi yang lemah dalam menentukan harga.
Hal tersebut merupakan beberapa faktor yang menyebabkan keunggulan bersaing
pemasok kopi Garut masih relatif rendah.
3

Manajemen rantai pasok berperan penting terhadap peningkatkan daya saing.


Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber secara maksimal dan
mengelola rantai kegiatan dari mulai hulu sampai ke hilir dengan baik.
Permasalahan yang berkaitan dengan rantai pasok sering terjadi dalam industri kopi,
misalnya pendapatan yang tidak merata pada anggota rantai pasok. Perhitungan
nilai tambah perlu dilakukan untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku
sistem dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem komoditas (Rizqiah
dan Setiawan 2014).
Petani kopi adalah elemen yang sangat penting dalam rantai pasok kopi
sebagai pemasok. Jika pemasok yang baik tidak dipilih, semua upaya rantai pasok
lainnya akan gagal (Heizer dan Render 2015). Pengukuran efisiensi pemasok kopi
perlu dilakukan untuk mengetahui kinerjanya. Hal tersebut sebagai dasar untuk
menyusun strategi mencapai keunggulan bersaing. Ketidakmampuan mengelola
sumber daya dengan baik dibandingkan dengan pemasok lain berarti
mengindikasikan bahwa pemasok tidak efisien dan akhirnya memberikan nilai yang
lebih rendah kepada anggota rantai pasok lainnya. Sebaliknya, jika pemasok
memiliki kemampuan pengelolaan sumber daya yang lebih baik dari pesaing,
berarti menunjukkan bahwa pemasok harus mempertahankan kinerja untuk dapat
memberikan nilai tambah kepada stakeholdernya.
Salah satu alat yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok
adalah Data Envelopment Analysis (DEA). DEA adalah suatu teknik pengukuran
kinerja berbasis program linier yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif.
DEA memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode lain, diantaranya yaitu:
mencakup semua variabel input dan variabel output, menghasilkan informasi yang
detail tentang efisiensi perusahaan, dan tidak memerlukan spesifikasi parametrik
dari bentuk fungsional (Aramyan et al. 2006).

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dari penelitian ini


adalah:
1. Bagaimana rantai pasok kopi Arabika di Kabupaten Garut?
2. Bagaimana nilai tambah anggota rantai pasok kopi Arabika, khususnya
kelompok tani dan industri pengolah kopi di Kabupaten Garut?
3. Bagaimana kinerja anggota rantai pasok kopi Arabika, khususnya kelompok
tani kopi dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA)?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:


1. Memetakan dan menganalisis rantai pasok kopi Arabika di Kabupaten Garut.
2. Menganalisis nilai tambah anggota rantai pasok kopi Arabika, khususnya
kelompok tani dan industri pengolah kopi di Kabupaten Garut.
3. Menganalisis kinerja anggota rantai pasok kopi Arabika, khususnya kelompok
tani kopi dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA).
4

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, petani,


pengolah kopi, akademisi, Pemerintah Daerah dan Dinas Perkebunan. Manfaat bagi
peneliti yaitu dapat menganalisis rantai pasok kopi Arabika dan kinerja
pemasoknya, serta menghitung nilai tambah yang dihasilkan anggota rantai pasok,
khususnya pengolah kopi dan kelompok tani kopi Arabika. Bagi petani dan
pengolah kopi, penelitian ini dapat menjadi informasi dan evaluasi untuk
meningkatkan usaha tani dan bisnisnya. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam melakukan penelitian yang
terkait nilai tambah dan kinerja pemasok. Bagi Pemerintah Daerah dan Dinas
Perkebunan, dapat dijadikan bahan masukan untuk meningkatkan produktivitas
kopi, khususnya di Kabupaten Garut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Analisis rantai pasok kopi Arabika dibatasi pada petani (kelompok tani) dan
industri pengolah kopi di Kabupaten Garut
2. Perhitungan nilai tambah dilakukan pada kelompok tani yang menghasilkan
produk kopi gabah dan industri pengolah kopi yang menghasilkan produk kopi
bubuk dengan metode Hayami
3. Pengukuran kinerja anggota rantai pasok yaitu kelompok tani menggunakan
Data Envelopment Analysis (DEA).

TINJAUAN PUSTAKA

Rantai Pasok dan Manajemen Rantai Pasok

Rantai pasok didefinisikan sebagai kelompok perusahaan yang berusaha


untuk saling terhubung agar menambah nilai aliran input-input dari sumber asalnya
sampai menjadi produk akhir yang dibutuhkan oleh konsumen (Lu 2011). Menurut
Ballou (2004), Rantai Pasok adalah seluruh rangkaian aktivitas (transportasi,
pengendalian persediaan, dan sebagainya) yang membutuhkan waktu di sepanjang
jaringan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi serta informasi yang
diteruskan ke pelanggan akhir dan memiliki nilai tambah bagi pelanggan. Mentzer
et al. (2001) mendefinisikan rantai pasok sebagai suatu kelompok yang terdiri dari
tiga atau lebih entitas (organisasi atau individu) yang terlibat langsung dalam arus
hulu dan hilir produk, jasa, keuangan, atau informasi dari pemasok ke pelanggan.
Konsep rantai pasok merupakan konsep baru dalam logistik. Konsep tersebut
menjadi mata rantai penyediaan bahan baku sampai barang jadi (Indrajit dan
Djokopranoto 2002). Gambar 1 menunjukan simplifikasi model rantai pasok dan
tiga macam aliran yang dikelola.
5

Aliran Barang: bahan baku, komponen, produk jadi


Aliran Informasi: kapasitas, status pengiriman
Aliran Keuangan: invoice, term pembayaran

Pemasok Pemasok
Manufaktur Distributor Ritel/Toko
Tingkat 2 Tingkat 1

Aliran Barang: retur, recycle, repair


Aliran Informasi: order, ramalan
Aliran Keuangan: pembayaran

Gambar 1 Simplifikasi model rantai pasok dan tiga macam aliran yang dikelola
(Pujawan 2005)

Manajemen rantai pasok adalah serangkaian pendekatan yang diterapkan


untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan
lainnya secara efisien (Marimin dan Maghfiroh 2010). Seluruh perusahaan atau
organisasi yang terkait dalam rantai pasok dibagi menjadi dua, yaitu anggota utama
dan anggota pendukung. Anggota utama dari rantai pasok adalah semua unit bisnis
yang secara nyata melakukan aktivitas operasional atau manajerial dalam proses
bisnis. Proses bisnis ini dirancang untuk menghasilkan output untuk konsumen atau
pasar tertentu. Sedangkan anggota pendukung dalam rantai pasok adalah perusahaan
atau organisasi yang menyediakan bahan baku, ilmu, atau aset lain yang penting tapi
tidak langsung berpartisipasi dalam aktivitas yang menghasilkan atau merubah
sebuah input menjadi output untuk konsumen (Lambert et al. 1998).
Menurut Mentzer et al. (2001), manajemen rantai pasok sebagai filosofi
manajemen memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Sistem pendekatan untuk melihat rantai pasok secara keseluruhan, dan untuk
mengelola aliran barang dari pemasok ke pelanggan utama;
2. Orientasi strategis ke arah usaha kerjasama untuk melakukan sinkronisasi dan
pertemuan, serta kemampuan strategis dan operasional antar perusahaan
menjadi kesatuan yang utuh; dan
3. Fokus pada pelanggan untuk menciptakan sumber yang unik dan mengarah pada
kepuasan pelanggan.

Konsep Nilai Tambah

Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya
perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai
tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hulu ke hilir
yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada
setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh
setiap anggota rantai pasok (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Nilai tambah komoditas pertanian di sektor hulu dapat dilakukan dengan
penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan. Hal ini melibatkan,
antara lain petani, penyedia sarana dan prasarana pertanian, dan penyedia teknologi.
Nilai tambah secara kuantitatif dihitung dari peningkatan produktivitas. Sedangkan
6

nilai tambah secara kualitatif adalah nilai tambah dari meningkatnya kesempatan
kerja, pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia (Marimin dan
Maghfiroh 2010).
Nilai tambah selanjutnya terjadi pada sektor hilir yang melibatkan industri
pengolahan. Komoditas pertanian yang bersifat mudah rusak dan bulky (kamba)
memerlukan perlakuan yang tepat, sehingga produk pertanian siap dikonsumsi oleh
konsumen. Perlakuan tersebut, antara lain pengolahan, pengemasan, pengawetan,
dan manajemen mutu untuk memberi nilai tambah sehingga harga produk pertanian
menjadi tinggi. Beberapa nilai tambah yang tidak dapat dihitung secara numerik
meliputi peluang kerja yang terbuka dengan adanya industri pengolahan dan
peningkatan keterampilan pekerja (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Nilai tambah pada sektor retail adalah keuntungan yang didapat oleh retailer
dalam menjual produk hasil pertanian yang sudah mengalami pengolahan. Nilai
tambah tersebut didapatkan dari beberapa hal antara lain: produk yang dijual dalam
bentuk eceran, kontinuitas persediaan barang, jaminan mutu barang, dan pelayanan
terhadap konsumen (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Menurut Sudiyono (2002) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), besarnya
nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku
dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga
kerja. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan
manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:
Nilai Tambah = f {K, B, T, U, H, h, L} ................................................................ (1)
Keterangan :
K = Kapasitas produksi
B = Bahan baku yang digunakan
T = Tenaga kerja yang digunakan
U = Upah tenaga kerja
H = Harga output
h = Harga bahan baku
L = Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses
perlakuan untuk menambah nilai)
Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami (1987) adalah :
1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah
2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi
3. Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran
(Sudiyono 2002 dalam Marimin dan Maghfiroh 2010).

Kinerja Rantai Pasok

Pengukuran kinerja organisasi telah mendapat banyak perhatian dari para


peneliti dan praktisi. Pengukuran kinerja rantai pasok memiliki peran penting dalam
menetapkan tujuan, evaluasi kinerja dan penentuan aksi di masa depan. Peran
pengukuran kinerja dalam keberhasilan suatu organisasi tidak dapat dilebih-
lebihkan karena akan mempengaruhi strategi, taktik dan operasional (Gunasekaran
et al. 2004).
7

Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja digunakan untuk:


1. Melakukan monitoring dan pengendalian
2. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok
3. Mengetahui di mana posisi organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap
tujuan yang ingin dicapai
4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
Sebuah tinjauan literatur tentang indikator kinerja, model, dan metode yang
digunakan telah dibahas oleh Aramyan et al. (2006). Berdasarkan isi dari tulisan
tersebut dijelaskan bahwa, kerangka sistem pengukuran kinerja rantai pasok yang
tersedia direkomendasikan untuk mengukur kinerja pada rantai pasok pertanian
pangan. Kerangka konseptual indikator kinerja rantai pasok pertanian pangan dapat
dilihat pada Gambar 2.

1. Efisiensi

4. Daya tanggap Kinerja 2. Fleksibilitas

3. Mutu pangan

Gambar 2 Kerangka konseptual indikator kinerja rantai pasok pertanian pangan


(Aramyan et al. 2006)

Berikut penjelasan dari indikator kinerja rantai pasok pertanian pangan:


1. Efisiensi bertujuan untuk memaksimalkan nilai tambah dengan proses dan
meminimalkan biaya diserap dalam persediaan (Aramyan et al. 2006)
2. Fleksibilitas menunjukkan sejauh mana rantai pasok dapat merespon
lingkungan yang berubah (Aramyan et al. 2006)
3. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,
kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan
dan minuman (Pemerintah Republik Indonesia 2004)
4. Daya tanggap adalah kemampuan dan kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan layanan yang tepat (Kartajaya et al. 2003).
Aramyan et al. (2007) juga mengevaluasi manfaat dari model pengukuran
kinerja rantai pasok terpadu yang mengkombinasikan indikator keuangan dan non-
keuangan khususnya rantai pasok pertanian pangan. Kerangka konseptual yang
diusulkan tersebut ditemukan berguna untuk mengukur kinerja rantai pasok tomat
Belanda-Jerman dengan cara pendekatan studi kasus. Dari studi kasus disimpulkan
bahwa empat kategori utama ukuran kinerja, yaitu efisiensi, fleksibilitas, daya
tanggap, dan kualitas makanan, diidentifikasi sebagai komponen kinerja utama
sistem pengukuran kinerja rantai pasok tomat.
8

Penelitian Terdahulu

Subarkah (2009) meneliti “Kajian Kinerja Rantai Pasokan Lettuce Head


(Lactuca Sativa) dengan menggunakan Data Envelopment Analysis”. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis kondisi rantai pasokan sayuran lettuce head, nilai
tambah yang dihasilkan oleh setiap anggota pada rantai pasokan komoditas lettuce
head, efisiensi anggota rantai pasokan dengan menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA), dan membandingkan perbandingan kinerja aktual PT
Saung Mirwan dengan nilai indikator Supply Chain Operations Reference (SCOR).
Pengukuran DEA berdasarkan faktor input dan output yang dilakukan pada mitra
tani dan dua jenis produk lettuce head. Variabel input adalah waktu tunggu
pemenuhan, siklus pemenuhan pesanan, feksibilitas rantai pasokan, biaya total
manajemen rantai pasokan, siklus cash to cash, dan persediaan harian. Sementara
variabel output yang dipilih adalah kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan, dan
kesesuaian dengan standar. Hasil penelitian kinerja pemasok Lettuce Head PT
Saung Mirwan tahun 2008 terdapat dua mitra tani yang kinerjanya tidak efisien
(nilai tidak 100%) yaitu petani 1 dan petani 2.
Feifi (2008) melakukan penelitian dengan judul “Kajian Manajemen Rantai
Pasokan pada Produk dan Komoditas Kedelai Edamame”. Penelitian tersebut
menggunakan metode DEA untuk mengukur kinerja pemasok kedelai Edamame
pada perusahaan Saung Mirwan. Input yang dipilih adalah faktor biaya produksi
(dalam rupiah) dan persentase jumlah reject komoditas. Sementara faktor output
yang dipilih adalah pendapatan petani (dalam rupiah), persentase pengiriman tepat
waktu, dan persentase pemenuhan kuantitas komoditas. Tujuan dari pengukuran
kinerja dengan pendekatan DEA adalah untuk memaksimalkan pendapatan,
ketepatan waktu kirim, dan kuantitas dengan menggunakan biaya yang tetap dan
jumlah barang yang ditolak minimal. Hasilnya menunjukkan bahwa, petani yang
memiliki kinerja efisien adalah petani Cijeruk dan Bojong, sedangkan petani yang
memiliki kinerja tidak efsien adalah petani Pasir Muncang, Pasir Kaliki,
Blandongan, dan Coblong.

METODE

Kerangka Penelitian

Permintaan pasar dunia terhadap kopi terutama kopi Arabika dari tahun ke
tahun terus meningkat (Antara 2014 dalam Towaha et al. 2015). Menurut ICO
(2012), pada tahun 2000-2010 konsumsi kopi dunia mengalami pertumbuhan rata-
rata sebesar 2,5 persen dan diprediksi akan terus meningkat sampai tahun 2020.
Keadaan tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas kopi Arabika.
Kabupaten Garut merupakan salah satu produsen kopi Arabika nasional
karena memiliki daya dukung lingkungan geografis yang cocok untuk persyaratan
tumbuh kopi Arabika (Towaha et al. 2015). Memperhatikan potensi produksi kopi
Arabika lokal dan daya dukung lingkungan tumbuh kopi Arabika di Kabupaten
9

Garut maka peluang mengembangkan kopi Arabika lokal Garut menjadi salah satu
specialty coffee sangat besar (Towaha et al. 2015).
Produksi kopi di Kabupaten Garut terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Meskipun demikian, daya saing pemasok kopi arabika masih relatif
rendah.
Manajemen rantai pasok memiliki peran dalam peningkatan daya saing. Hal
tersebut dilakukan dengan menggunakan sumber daya secara maksimal dan
mengelola seluruh rangkaian aktivitas dari hulu sampai ke hilir dengan baik.
Perhitungan nilai tambah kopi Arabika pada petani dan pengolah kopi belum
dilakukan sampai saat ini. Selain itu, koordinasi dan integrasi di antara anggota
rantai pasok perlu dievaluasi melalui pengukuran kinerja. Hasil pengukuran kinerja
dan perhitungan nilai tambah dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam rangka
memenuhi keinginan konsumen dan meningkatkan daya saing. Kerangka pemikiran
penelitian disajikan dalam Gambar 3.

Pemenuhan permintaan kopi Arabika


Peningkatan daya saing kopi Arabika
yang terus meningkat

Manajemen rantai pasok

Menganalisis rantai pasok Menganalisis nilai tambah Menganalisis kinerja


kelompok tani dan pengolah kopi
kopi Arabika Garut kelompok tani kopi Arabika
Arabika Garut
(Lambert et al. 1998; Pujawan (Marimin dan Maghfiroh 2010; Garut
2005) Hayami et al. 1987) (Aramyan et al. 2006)

Analisis Deskriptif Metode Hayami DEA


(Zikmund 2003) (Hayami et al. 1987) (Liu et al. 2000)

Output: Terpetakan anggota,


aliran barang, informasi, dan Output: Nilai tambah Output: Efisiensi kelompok
keuangan pada rantai pasok kelompok tani dan pengolah tani kopi Arabika di
kopi Arabika di Kabupaten kopi di Kabupaten Garut Kabupaten Garut
Garut

Implikasi Manajerial

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada pemasok dan pengolah kopi Arabika di Kabupaten


Garut, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, mulai dari
bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Juni 2016. Kegiatan penelitian meliputi
penyusunan proposal skripsi, pengambilan data lapangan, input data, pengolahan
data, penulisan laporan, presentasi hasil penelitian, dan perbaikan laporan
penelitian. Jadwal penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
10

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Menurut
Sarwono (2006), data primer yaitu data yang berasal dari sumber pertama atau
sumber aslinya. Sedangkan data sekunder yaitu data yang sudah tersedia dan
diperoleh dari data primer yang sudah diolah oleh peneliti sebelumnya. Data primer
dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan dari hasil survey lapang,
kuesioner, dan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh melalui studi literatur. Metode pengumpulan data penelitian dijelaskan
sebagai berikut:
1. Survei lapang dilakukan untuk mengidentifikasi anggota rantai pasok dan
mengetahui kondisi rantai pasok kopi Arabika. Survei lapang dilakukan di
Kecamatan Sukaresmi, Cisurupan, Samarang, Garut Kota, Bayongbong,
Pasirwangi, dan Cikajang. Kecamatan tersebut dipilih berdasarkan luas lahan
kopi yang dianggap mewakili populasi.
2. Kuesioner diberikan kepada kelompok tani dan pengolah kopi untuk
menganalisis rantai pasok dan nilai tambah, serta mengukur kinerja rantai pasok.
Kelompok tani yang diberikan kuesioner berjumlah 8 (delapan) kelompok tani,
yaitu Sinergi Jaya Papandayan (Sukaresmi), Sabar Subur (Garut Kota), Berkah
Tani Pangauban (Cisurupan), Kopi Papandayan Berjaya (Cisurupan), Bina
Bakti (Samarang), Mulya Tani (Bayongbong), Subur Mandiri (Pasirwangi), dan
Bakti Lestari Sejahtera (Cikajang). Responden yang dipilih dari kelompok tani
adalah ketua/wakil ketua pada kelompok tani. Sedangkan pengolah kopi yang
diberikan kuesioner ada 3 (tiga), yaitu Koperasi Klasik Beans, PD. Mahkota
Java Coffee, dan Raosen Coffee. Responden yang dipilih dari industri pengolah
kopi adalah pemilik, bendahara, atau kepala bagian produksi. Kuesioner yang
digunakan merujuk pada Subarkah (2009). Kuesioner untuk kelompok tani
terdiri dari empat bagian, yaitu: identitas responden, kemitraan, kegiatan
penanaman kopi, dan pertanyaan untuk menganalisis nilai tambah. Kuesioner
untuk industri pengolah kopi terdiri dari tujuh bagian, yaitu: identitas responden,
identifikasi bahan baku, pengadaan bahan baku, proses produksi, kegiatan
penyimpanan dan pengemasan, proses pemasaran, kemitraan, dan proses
distribusi barang, serta pertanyaan untuk analisis nilai tambah.
3. Wawancara mendalam dilakukan dengan pihak kelompok tani dan industri
pengolah kopi untuk mengetahui kondisi rantai pasok, menghitung nilai tambah,
dan mengukur kinerja rantai pasok. Kelompok tani yang diwawancarai
berjumlah 9 (sembilan) kelompok tani, yaitu Sinergi Jaya Papandayan
(Sukaresmi), Sabar Subur (Garut Kota), Berkah Tani Pangauban (Cisurupan),
Kopi Papandayan Berjaya (Cisurupan), Karangsewu (Cisewu), Bina Bakti
(Samarang), Mulya Tani (Bayongbong), Subur Mandiri (Pasirwangi), dan Bakti
Lestari Sejahtera (Cikajang). Responden yang dipilih dari dari kelompok tani
adalah ketua/wakil ketua pada kelompok tani. Sedangkan Industri pengolah
kopi yang diwawancarai ada 3 (tiga), yaitu Koperasi Klasik Beans, PD.
Mahkota Java Coffee, dan Raosen Coffee. Responden yang dipilih dari industri
pengolah kopi adalah pemilik, bendahara, dan kepala bagian produksi.
4. Studi literatur tentang konsep rantai pasok, hasil penelitian terdahulu, jurnal
ilmiah, serta dokumen dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Kementrian
Pertanian, International Coffee Organization (ICO), dan Badan Pusat Statistik
11

(BPS). Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data beserta alat analisis
berdasarkan tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data beserta alat analisis
berdasarkan tujuan penelitian
Metode
Tujuan penelitian Jenis data Sumber data pengumpulan Alat analisis
data
Memetakan dan Primer dan Dinas Wawancara, Analisis
menganalisis rantai pasok sekunder Perkebunan kuesioner, deskriptif
kopi Arabika di Kabupaten survei lapang,
Kabupaten Garut Garut, dan studi
pengolah kopi, literatur
dan kelompok
tani kopi
Menganalisis nilai Primer Pengolah kopi Wawancara Metode
tambah industri pada dan kelompok dan kuesioner Hayami
pengolah kopi dan tani kopi
kelompok tani kopi
Arabika di Kabupaten
Garut
Menganalisis kinerja Primer dan Dinas Wawancara, Data
anggota rantai pasok, sekunder Perkebunan kuesioner, dan Envelopment
khususnya kelompok tani Kabupaten studi literatur Analysis
kopi Arabika Garut dan
kelompok tani
kopi

Metode Penarikan Sampel

Penarikan sampel dalam kelompok tani menggunakan teknik non-probability


sampling dengan cara purposive sampling dan snowball sampling.
Sampel kelompok tani dalam penelitian ini diambil sebanyak 9 (sembilan)
sampel kelompok tani dari 8 (delapan) kecamatan berbeda. Sampel tersebut diambil
dari kerangka sampel yang berjumlah 97 kelompok tani yang tersebar di 26
kecamatan di Kabupaten Garut. Data luas area dan produksi perkebunan rakyat
komoditas kopi Arabika disajikan dalam Lampiran 3.
Cara pengambilan sampel pada kelompok tani yaitu, pertama, dilakukan
purposive sampling dengan cara mengelompokkan kecamatan berdasarkan luas
lahan kopi Arabika di Kabupaten Garut dengan kategori: kecil (0-125 Ha), sedang
(126-225 Ha), dan besar (>225 Ha). Kemudian, pemilihan sampel kelompok tani
dilakukan dengan snowball sampling berdasarkan rekomendasi Unit Pelaksana
Teknis Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. Banyaknya sampel yang diambil dari
setiap kategori adalah 3 kelompok tani. Sampel kelompok tani dapat dilihat pada
Tabel 4.
12

Tabel 4 Sampel kelompok tani


Total luas lahan kopi
Kategori luas
No. Sampel Kecamatan Arabika per
lahan
Kecamatan (Ha)
1 Sinergi Jaya Papandayan Sukaresmi 79 Kecil
2 Sabar Subur Garut Kota 75 Kecil
3 Mulya Tani Bayongbong 38 Kecil
4 Subur Mandiri Pasirwangi 218 Sedang
5 Karangsewu Cisewu 150 Sedang
6 Bina Bakti Samarang 155 Sedang
7 Bakti Lestari Sejahtera Cikajang 365 Besar
8 Kopi Papandayan Berjaya Cisurupan 120 Besar
9 Berkah Tani Pangauban Cisurupan 239 Besar
Keterangan :
Kecil : Total luas lahan kopi Arabika kecamatannya 0-125 Ha
Sedang : Total luas lahan kopi Arabika kecamatannya 126-225 Ha
Besar : Total luas lahan kopi Arabika kecamatannya >225 Ha

Sampel pengolah kopi yang diambil dengan purposive sampling yaitu


sebanyak 3 (tiga) perusahaan yang dianggap mewakili populasi. Sampel diambil
dari kerangka sampel yang berjumlah 4 (empat) pengolah kopi dengan skala home
industry yang berada di Kabupaten Garut. Sampel dipilih berdasarkan banyaknya
bahan baku yang dibeli per musim panen kopi, dengan kategori: besar (>100.000
kg/musim), sedang (50.000 – 100.000 kg/musim), dan kecil (<50.000 kg/musim).
Sampel pengolah kopi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sampel pengolah kopi


No. Sample Total bahan baku kopi (kg/musim) Kategori
1 Koperasi Klasik Beans > 100.000 Besar
2 PD. Mahkota Java Coffee 50.000 - 100.000 Sedang
3 Raosen Coffee < 50.000 Kecil

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, yaitu analisis deskriptif, metode
Hayami, dan Data Envelopment Analysis. Alat analisis tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut.

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah alat analisis yang digunakan untuk mengubah data
mentah menjadi bentuk yang akan membuat pembaca mudah untuk memahami dan
menafsirkan data (Zikmund 2003). Analisis deskriptif digunakan untuk
menganalisis rantai pasok kopi Arabika di Kabupaten Garut.
13

Metode Hayami
Metode Hayami digunakan untuk menghitung nilai tambah pada kelompok
tani dan pengolah kopi Arabika. Perhitungan nilai tambah menggunakan metode
Hayami dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami


No Variabel Nilai
1 Output atau total produksi (Kg/hari) (1)
2 Input bahan baku (Kg/hari) (2)
3 Tenaga kerja langsung (Jam/hari) (3)
4 Faktor konversi (4) = (1) / (2)
5 Koefisien tenaga kerja langsung (Jam/Kg) (5) = (3) / (2)
6 Harga output (Rp/Kg) (6)
7 Upah tenaga kerja langsung (Rp/Jam) (7)
8 Harga input bahan baku (Rp/Kg) (8)
9 Harga input lain (Rp/Kg) (9)
10 Nilai produk (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)
11 a. Nilai Tambah (Rp/kg) (11a) = (10) - (8) - (9)
b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a) / (10) x 100
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7)
b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a) / (11a) x 100
13 a. Keuntungan (Rp/kg) (13a) = (11a) - (12a)
b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a) / (10) x 100
Sumber: Hayami et al. (1987)

Data Envelopment Analysis


Prinsip-prinsip DEA diperkenalkan oleh Farrel (1957) yang kemudian
dikembangkan secara luas oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes (1978). Metode DEA
dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit
entitas (organisasi). DEA adalah sebuah teknik pemrograman matematis yang
digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari suatu kumpulan unit-unit
pembuat keputusan (Decision Making Unit/DMU) dalam mengelola sumber daya
(input) dengan jenis yang sama sehingga menjadi hasil (output) dengan jenis yang
sama pula, dimana hubungan bentuk fungsi dari input ke output tidak diketahui.
Istilah DMU dalam DEA dapat berupa bermacam-macam unit seperti bank, rumah
sakit, unit dari pabrik, departemen, universitas, sekolah, pembangkit listik, kantor
polisi, kantor samsat, kantor pajak, penjara, dan apa saja yang memiliki kesamaan
karakteristik operasional (Siswadi dan Purwantoro 2006). Secara prinsip metode
DEA menganut pendekatan non parametrik yang berbasis linier programming.
Metode DEA digunakan untuk mengukur efisiensi relatif dari anggota rantai
pasok kopi Arabika yaitu kelompok tani sebagai pemasok. Pengukuran DEA
berdasarkan faktor input dan output dilakukan pada 9 (sembilan) kelompok tani
kopi Arabika di Kabupaten Garut. Variabel yang termasuk input diantaranya adalah
luas lahan perkebunan dan jumlah anggota. Sedangkan, yang termasuk variabel
output adalah jumlah buah kopi gelondong basah dan kopi gabah yang dihasilkan.
Pengolahan DEA diselesaikan dengan bantuan program frontier analyst
14

application. Hasil dari pengolahan dengan menggunakan DEA akan diperoleh


efisiensi pemasok sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja. Model
pemrograman matematis DEA menurut Liu et al. (2000), adalah sebagai berikut:
∑𝑡𝑟=1 𝑈𝑟 𝑌𝑟𝑗0
(P1) Maksimisasi h0 = ∑𝑚
𝑖=1 𝑉𝑖 𝑋𝑖𝑗0
∑𝑡𝑟=1 𝑈𝑟 𝑌𝑟𝑗0
∑𝑚
≤ 1, 𝑗 = 1, … , 𝑛, ................................................................... (2)
𝑖=1 𝑉𝑖 𝑋𝑖𝑗0

𝑈𝑟 ≤ 𝜀, 𝑟 = 1, … , 𝑡
𝑉𝑖 ≤ 𝜀, 𝑖 = 1, … , 𝑚

Dimana:
Ur = bobot dari output r;
Vi = bobot dari input i;
Yrj = jumlah output r dari DMU j;
Vij = jumlah input i dari DMU j;
t = jumlah output;
m = jumlah input;
n = jumlah DMU; dan
ε = angka positif kecil

(P1) dapat diubah menjadi model pemrograman linier, sebagai berikut:


𝑡

(P2) Maksimisasi h0 = ∑ 𝑈𝑟 𝑌𝑟𝑗0


𝑟=1

∑ 𝑉𝑟 𝑋𝑖𝑗0 = 1
𝑟=1

∑𝑡𝑟=1 𝑈𝑟 𝑌𝑟𝑗 − ∑𝑡𝑟=1 𝑉𝑟 𝑋𝑖𝑗 ≤ 0, 𝑗 = 1, … , 𝑛, ..................................................... (3)

𝑈𝑟 ≤ 𝜀, 𝑟 = 1, … , 𝑡
𝑉𝑖 ≤ 𝜀, 𝑖 = 1, … , 𝑚

Model dual dari (P2) adalah sebagai berikut:


𝑚 𝑡

(P3) Maksimisasi z0 = 𝜀 [∑ 𝑆𝑖+ + ∑ 𝑆𝑟− ]


𝑖=1 𝑟=1
𝑛

𝑧0 𝑋𝑖𝑗0 − ∑ 𝑋𝑖𝑗 𝜆𝑗 − 𝑆𝑖− = 0, 𝑖 = 1, … , 𝑚,


𝑗=1
∑𝑛𝑗=1 𝑌𝑟𝑗 𝜆𝑗 − 𝑆𝑟+ = 𝑌𝑟𝑗0 𝑟 = 1, … , 𝑡, ................................................................ (4)
𝜆𝑗 , 𝑆𝑖− , 𝑆𝑟+ ≥ 0
15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rantai Pasok Kopi Arabika Garut

Rantai pasok kopi Arabika Garut yang dibahas dalam penelitian ini terdiri
dari jenis aliran dalam rantai pasok, anggota rantai pasok, dan aktivitas anggota
rantai pasok yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Jenis Aliran dalam Rantai Pasok


Menurut Pujawan (2005), rantai pasok biasanya memiliki tiga jenis aliran
yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu
(upstream) ke hilir (downstream). Kedua, aliran uang yang mengalir dari hilir ke
hulu. Ketiga adalah aliran informasi yang dapat mengalir dari hulu ke hilir ataupun
sebaliknya. Gambar 4 menunjukkan rantai pasok kopi Arabika Garut.

Penyedia
Sarana dan
Prasarana

Industri Ritel
Dalam Negeri
Konsumen
Kelompok Pengolah
Petani Dalam
Tani Kopi
Negeri
Industri Jasa
Dalam Negeri

Ruang lingkup Eksportir


penelitian

Industri Ritel
Keterangan: Luar Negeri

Aliran Barang Konsumen


Aliran Informasi Luar Negeri
Aliran Keuangan Industri Jasa
Luar Negeri

Gambar 4 Rantai pasok kopi Arabika Garut


Aliran barang berupa kopi Arabika Garut dimulai dari petani sebagai anggota
kelompok tani. Petani menjual hasil panen kopi Arabika dalam bentuk gelondong
kepada ketua kelompok tani. Ketua kelompok tani berperan sebagai pengumpul dan
pengolah kopi gelondong basah menjadi kopi gabah. Kopi gelondong basah adalah
buah kopi yang masih utuh dan belum mengalami proses pengolahan. Kopi gabah
adalah kopi yang masih dilapisi kulit tanduk, sudah dicuci bersih dan dijemur
dengan jumlah kadar air sebesar 40 persen. Bentuk kopi gelondong dan kopi gabah
dapat dilihat pada Gambar 5.
16

Kopi gelondong Kopi gabah


Gambar 5 Bentuk kopi gelondong dan kopi gabah (Kelompok tani 2016)

Sebagian besar kelompok tani menjual kopi dalam bentuk gabah kepada
industri pengolah kopi karena ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari
pada menjual dalam bentuk gelondong. Selisih harga kopi gelondong dan dan kopi
gabah adalah Rp 14.000 - Rp 18.000 per kilogram. Kelompok tani yang menjual
dalam bentuk gelondong adalah kelompok tani yang memiliki keterbatasan sarana
produksi yang dibutuhkan untuk mengolah kopi.
Industri pengolah kopi akan mengolah kopi gelondong basah atau gabah
menjadi green bean, roasted bean, dan bubuk. Kopi hasil olahan tersebut akan
dijual ke eksportir, industri ritel, industri jasa, dan kemudian aliran barang akan
berhenti pada konsumen akhir.
Aliran keuangan pada rantai pasok kopi Arabika Garut terjadi dari konsumen,
industri ritel, industri jasa, eksportir, pengolah kopi, kelompok tani, dan petani.
Sistem pembayaran dari pengolah kopi, eksportir, industri jasa, dan kelompok tani
dilakukan secara tunai. Buah kopi gelondong basah merah dibeli dengan harga Rp
6.000 – Rp 13.000 per kilogram. Kopi gabah dijual dengan harga Rp 20.000 – Rp
24.000 per kilogram. Green bean dijual dengan harga Rp 60.000 – Rp 100.000 per
kilogram. Roasted bean dan kopi bubuk dijual dengan harga Rp 200.000 – Rp
250.000 per kilogram.
Aliran informasi dalam rantai pasok kopi Arabika Garut terjadi dalam dua
arah yaitu dari hulu ke hilir dan dari hilir ke hulu. Aliran informasi dari kelompok
tani ke pengolah kopi berupa informasi jumlah panen. Sementara informasi dari
pengolah kopi ke kelompok tani adalah berupa informasi permintaan, harga pasar,
teknik budidaya, dan teknik pengolahan. Dinas Perkebunan sebagai penyedia
sarana memberikan informasi mengenai teknologi budidaya dan memberikan
pembinaan secara teknis mengenai pasca panen kopi secara baik dan benar kepada
kelompok tani. Informasi dari eksportir ke pengolah kopi adalah berupa informasi
mengenai jumlah permintaan dan harga beli. Informasi dari pengolah kopi ke
eksportir adalah berupa jumlah penawaran.

Anggota Rantai Pasok


Anggota utama rantai pasok kopi Arabika Garut adalah petani, kelompok tani,
pengolah kopi, eksportir, industri ritel, dan industri jasa (hotel, restoran, dan cafe).
Anggota pendukung adalah penyedia sarana yaitu Dinas Perkebunan sebagai
pemberi bantuan bibit dan mesin produksi, penjual karung, penjual rapia, penjual
kemasan aluminium foil, dan penyedia prasarana yaitu Perhutani sebagai pihak
yang menyewakan lahan. Anggota utama rantai pasok kopi Arabika Garut
dijelaskan sebagai berikut.
17

A. Petani dan kelompok tani


Petani adalah Warga Negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta
keluarganya yang melakukan usahatani di bidang tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, dan/atau peternakan. Kelompok tani yang selanjutnya disebut poktan
adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan
kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumberdaya;
kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan
usaha anggota (Permentan No. 82/Permentan/OT.140/8/2013). Kelompok tani
dibentuk dengan tujuan sebagai wadah komunikasi antar petani. Anggota kelompok
tani adalah para petani yang memiliki pandangan dan kepentingan yang sama dalam
berusaha tani. Petani yang bergabung dalam kelompok tani adalah petani kopi
Arabika. Setiap petani memiliki kebebasan untuk menentukan serta memilih
kelompok tani yang dikehendaki sesuai dengan kepentingannya.
Berdasarkan survey, responden kelompok tani yaitu laki-laki dengan rata-rata
usia 49 tahun. Pendidikan responden pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak
33,33 persen, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 33,33 persen, Sekolah
Menengah Atas (SMA) sebanyak 16,67 persen, dan tidak tamat SD sebanyak 16,67
persen. Seluruh responden pernah memperoleh pendidikan non formal yaitu berupa
penyuluhan dan pelatihan baik di dalam ataupun di luar Kabupaten Garut.
Responden memiliki pengalaman budidaya kopi berkisar antara 3 sampai 13 tahun
dengan rata-rata pengalaman selama 8 (delapan) tahun. Tenaga kerja yang
diberdayakan berasal dari anggota keluarga yang rata-rata berjumlah 2 (dua) orang
dan dari luar keluarga rata-rata berjumlah 12 orang. Tenaga kerja dibayar dengan
sistem upah harian dengan upah rata-rata sebesar Rp 41.000 per orang. Selain
budidaya kopi, responden juga memiliki usaha lain yaitu menanam sayuran,
beternak sapi, membuka usaha warung kecil, dan berjualan bensin.
Anggota kelompok tani terdiri dari 50 sampai 513 orang per kelompoknya.
Rata-rata luas lahan yang dimiliki kelompok tani adalah 241,72 hektar. Lahan yang
digunakan oleh kelompok tani terdiri dari lahan milik petani, lahan sewa, dan lahan
campuran (lahan milik petani ditambah lahan sewa). Pembayaran sewa lahan
dilakukan dengan cara bagi hasil dan pembayaran langsung untuk lahan yang akan
digunakan. Persentase sewa lahan dengan sistem bagi hasil yaitu petani sebesar 75-
80 persen dan pihak yang menyewakan sebesar 20-25 persen. Sedangkan sewa
lahan dengan pembayaran langsung dikenakan biaya sebesar Rp 25.000 untuk
setiap 100 tumbak atau 1.406,25 m2 lahan yang digunakan per tahun.
Rata-rata kelompok tani menjual hasil panennya kepada pengolah kopi yang
tergolong ke dalam industri rumahan (home industry) dengan pembayaran tunai.
Kelompok tani telah bermitra dengan pengolah kopi paling sedikit 1 tahun dan
paling lama 7 tahun. Kemitraan yang dilakukan adalah kemitraan berdasarkan
kepercayaan, tanpa perjanjian tertulis. Adapun manfaat yang diperoleh petani dari
sistem kemitraan ini yaitu untuk mempercepat penjualan kopi, tidak terbebani
masalah pemasaran, dan menjalin ikatan kekeluargaan. Selain bermitra dengan
pengolah kopi, kelompok tani juga memiliki hubungan kemitraan dengan Dinas
Perkebunan Kabupaten Garut dengan pola kemitraan inti plasma. Dinas
Perkebunan sebagai inti dan kelompok tani sebagai plasmanya. Dinas Perkebunan
berperan dalam penyediaan sarana produksi, pemberian bibit, dan pemberian
bimbingan teknik budidaya, panen, dan pasca panen kopi.
18

B. Pengolah kopi
Pengolah kopi berperan sebagai pihak yang mengolah kopi gelondong basah
dan kopi gabah menjadi green bean, roasted bean, dan kopi bubuk. Pengolah kopi
di Kabupaten Garut yang dijadikan sampel diantaranya adalah: Koperasi Klasik
Beans, PD. Mahkota Java Coffee, dan Raosen Coffee. Pengolah kopi dijelaskan
sebagai berikut.

1. Koperasi Klasik Beans


Klasik Beans berdiri pada tahun 2008 sebagai kelompok penikmat kopi.
Pada pertengahan tahun 2009, Klasik Beans melakukan pembinaan terhadap
para petani kopi di daerah Jawa Barat. Sampai pada akhirnya mendirikan
sebuah koperasi di Garut pada tahun 2010 dengan nama “Koperasi Klasik
Beans”. Klasik Beans beralamat di Kampung Lekor, RT 02/RW 05, Desa
Lembang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.
Kopi Arabika yang diolah oleh Klasik Beans berasal dari Garut dengan
persentase 70 persen, sedangkan sisanya berasal dari Bandung, Sulawesi, Bali,
dan Jawa Timur dengan presentase 30 persen. Klasik Beans melakukan
pembelian kopi gelondong basah lebih dari 150 ton setiap bulannya. Kopi
dikirim dari perkebunan kopi ke tempat pengolahan menggunakan kendaraan
milik Klasik Beans atau dengan menggunakan motor dan mobil sewaan dari
petani.
Pengadaan kopi dilakukan setiap musim panen kopi. Pemasok yang
dipilih oleh Klasik Beans adalah pemasok yang ingin dibina dan dapat
memenuhi permintaan. Klasik Beans membeli kopi dengan harga yang
disesuaikan dengan harga dunia/pasar. Klasik Beans tidak melakukan perjanjian
kerja sama dengan pihak petani tapi tetap berusaha melakukan komunikasi yang
baik dengan petani dan memberikan pembinaan agar kopi yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik sesuai permintaan pasar. Jika petani yang dibina
tidak dapat memenuhi permintaan, maka Klasik Beans akan mencari alternatif
pemasok lain. Klasik Beans akan membeli kopi langsung kepada ketua
kelompok tani dengan mengajukan purchasing order (PO) terlebih dahulu.
Setelah PO disetujui oleh ketua kelompok, kopi langsung dapat diambil atau
dikirim ke tempat pengolahan kopi dengan pembayaran secara tunai.
Klasik Beans memasarkan produknya ke dalam negeri sebanyak 60
persen (Garut, Bandung, dan Jakarta) dan ke luar negeri sebanyak 40 persen
(Amerika, Australia, Jepang, dan Perancis). Klasik Beans mengekspor
produknya tanpa perantara Eksportir lain.

2. PD. Mahkota Java Coffee


PD. Mahkota Java Coffee berdiri pada tahun 2010. Mahkota Java Coffee
beralamat di Jl. Raya Bayongbong Km 10, Garut. Kopi Arabika yang diolah
oleh Mahkota Java Coffee 100 persen berasal dari Kabupaten Garut. Mahkota
Java Coffee melakukan pembelian bahan baku berupa kopi gabah lebih dari 10
ton setiap bulannya pada musim panen. Kopi gabah yang telah diolah oleh
petani dikirim menggunakan kendaraan yang disewa oleh pihak kelompok tani
atau kendaraan milik Mahkota Java Coffee.
Pemasok yang akan dipilih oleh Mahkota adalah pemasok yang tepat
waktu dalam mengolah kopi. Pembelian kopi Arabika Garut akan disesuaikan
19

dengan harga dunia/pasar dengan perjanjian, Mahkota akan menerima


berapapun jumlah kopi yang ingin kelompok tani jual dan kopi yang diterima
Mahkota pun harus sesuai kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Jika
pemasok tidak dapat memenuhi permintaan dari Mahkota, maka Mahkota akan
mencari kelompok tani lain.
Mahkota membeli kopi langsung kepada ketua kelompok tani dengan
mengajukan PO terlebih dahulu. Setelah PO disetujui oleh ketua kelompok,
kopi langsung dapat diambil atau dikirim ke tempat pengolahan kopi. Kopi yang
dikirim dibayar secara tunai.
Mahkota Java Coffee memasarkan produknya ke dalam negeri sebanyak
20 persen (Garut, Bandung dan Jakarta) dan ke luar negeri sebanyak 80 persen
(Amerika, Korea, Singapura).
Mahkota Java Coffee melakukan kemitraan dengan Dinas Perkebunan
Kabupaten Garut dengan pola inti plasma yaitu Dinas Perkebunan memberikan
pembinaan dalam proses bisnis kopi dan sering melakukan undangan kepada
Mahkota untuk melakukan promosi pada acara-acara tertentu.

3. Raosen Coffee
Raosen Coffee berdiri pada tahun 2012. Beralamat di Jalan Bank Dalam
No. 19, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut. Raosen Coffee mengolah
buah kopi gelondong basah menjadi bubuk. Kopi yang diolah 100 persen
berasal dari Garut. Raosen Coffee melakukan pembelian buah kopi gelondong
basah sekitar 1.000 – 2.000 kg setiap bulannya selama musim panen. Kopi
dikirim menggunakan motor atau mobil yang disewa kelompok tani.
Pembayaran dilakukan secara tunai oleh pihak Raosen.
Raosen Coffee akan memilih pemasok yang dapat memberikan kopi
yang berkualitas baik. Jika dalam tiga kali pengiriman kelompok tani tidak
dapat memenuhi standar kualitas dari Raosen, maka Raosen akan berhenti
bekerja sama dengan kelompok tani yang bersangkutan. Jika kelompok tani
dapat memenuhi standar kualitas dari Raosen yaitu dengan memasok buah kopi
berwarna merah matang, maka sebagai gantinya Raosen akan memberikan
harga dua kali lipat dari harga pasar. Raosen dan kelompok tani tidak
melakukan perjanjian tertulis, bentuk kerjasamanya adalah trust and fair trade,
yaitu berdasarkan kepercayaan dan Raosen memberikan pendidikan tentang
kopi, kemudian kopi akan dibeli dengan harga tinggi. Jika pemasok tidak dapat
memenuhi kebutuhan produksi, maka Raosen akan mencari kopi pada pengepul.
Raosen memasarkan produknya ke dalam negeri sebanyak 70 persen
(Garut, Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo, Jogja, dan Papua) dan ke
luar negeri sebanyak 30 persen (Amerika, Jerman, Australia, New Zaeland, dan
Taiwan).

C. Industri ritel dan industri jasa


Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan
merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui ritel, suatu
produk dapat bertemu langsung dengan penggunanya (Soliha 2008). Industri ritel
yang mendistribusikan produk olahan industri pengolah kopi Arabika Garut
diantaranya adalah Whole Foods (Amerika), Carrefour (Bandung), dan pusat oleh-
oleh di Garut.
20

Industri jasa dalam penelitian ini adalah hotel dan rumah makan (restoran dan
cafe). Pengertian hotel dan rumah makan makan menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Jember Nomor 9 Tahun 2006, Hotel adalah salah satu jenis akomodasi
yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa
pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum, yang
dikelola secara komersial serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan.
Rumah Makan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan hidangan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.
Hotel yang terlibat dalam rantai pasok kopi Arabika Garut adalah hotel
Panghegar Bandung dan hotel-hotel di Garut. Rumah makan yang termasuk dalam
rantai pasok kopi Arabika Garut diantaranya adalah Cafe Sweet Maria’s (Amerika),
Four Barrels (Amerika), Philocoffee (Jakarta), Morph Coffee (Jakarta), Restoran
Pujasega (Garut), Cafe Nyarios Coffee (Bandung), Yellow Truck (Bandung), Cafe
Bellamy (Bandung), dan Kedai Raos (Garut).

Aktivitas Anggota Rantai Pasok


Aktivitas anggota rantai pasok meliputi aktivitas pada kelompok tani dan
pengolah kopi. Bagian tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Aktivitas pada kelompok tani


Kelompok tani memiliki dua aktivitas utama yaitu budidaya kopi Arabika, panen,
dan pengolahan kopi Arabika. Aktivitas tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Budidaya kopi Arabika


Di Kabupaten Garut, kopi Arabika ditanam pada ketinggian tempat diatas 800 m
dpl. Bibit kopi yang ditanam berasal dari hasil pembelian di daerah Pangalengan
Bandung dan bantuan dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut yang sudah disertifikasi
oleh Balai Sertifikasi dan Pengawasan Mutu Benih Tanaman Perkebunan (BSPMBTP)
Provinsi Jawa Barat. Budidaya kopi Arabika dijelaskan sebagai berikut:

1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk menanam kopi dilakukan dengan cara membersihkan lahan
dari semak belukar. Kemudian menanam pohon pelindung, bila tanaman pelindung
masih baik tidak perlu ditebang cukup dipangkas saja. Jenis pohon pelindung yang
dapat petani tanamkan adalah Dadap, Sengon, Lamtoro, Kemlandingan, dan Petai
Cina. Tanaman pelindung ditanam 1-2 tahun sebelum penanaman kopi Pembuatan
lubang tanam dan jarak tanam. Lubang tanam digali 3 bulan sebelum penanaman
di lapangan, pembuatan lorong tanam dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm, 50 x 50 x
50 cm, atau 60 x 60 x 60 cm dengan jarak tanam yang digunakan untuk tanaman
kopi adalah 2,5 x 2,5 m

2. Penanaman
Penanaman dilakukan pada awal musim hujan yaitu bulan November sampai
dengan Desember, agar pertumbuhan tanaman kopi dapat lebih baik. Proses
penanaman harus memperhatikan hal-hal berikut, yaitu kantong plastik pada bibit
dibuang dengan hati-hati, diusahakan agar tanah jangan terlepas dari akar, letak
bibit dalam lubang diusahakan leher akar sejajar dengan permukaan tanah, dan
tanah disekeliling bibit dipadatkan sampai bibit tidak goyang.
21

3. Pemupukan
Tujuan pemupukan adalah untuk menjaga daya tahan tanaman, meningkatkan
produksi dan mutu hasil serta menjaga agar produksi stabil tinggi. Seperti tanaman
lainnya, pemupukan secara umum harus tepat waktu, dosis dan jenis pupuk serta
cara pemberiannya. Semuanya tergantung kepada jenis tanah, iklim dan umur
tanaman. Pemberian pupuk dapat diletakkan sekitar 30-40 cm dari batang pokok.
Pedoman dosis pemupukan kopi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pedoman dosis pemupukan kopi


Umur Awal Musim Hujan
Akhir Musim Hujan (gram/tahun)
Tanaman (gram/tahun)
(Tahun) Urea SP36 KCl Kieserit Urea SP36 KCl Kieserit
1 20 25 15 10 20 25 15 10
2 50 40 40 15 50 40 40 15
3 75 50 50 25 75 50 50 25
4 100 50 70 35 100 50 70 35
5 – 10 150 80 100 50 150 80 100 50
>10 200 100 125 70 200 100 125 70
Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) (2006) dalam Prastowo
et al. (2010)

4. Pemangkasan
Manfaat dan fungsi pemangkasan umumnya adalah agar pohon tetap rendah
sehingga mudah perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang
baru, mempermudah masuknya cahaya dan mempermudah pengendalian hama
dan penyakit. Pemangkasan juga dapat dilakukan selama panen sambil
menghilangkan cabang-cabang yang tidak produktif, cabang liar maupun yang
sudah tua. Cabang yang kurang produktif dipangkas agar unsur hara yang
diberikan dapat tersalur kepada batang-batang yang lebih produktif. Secara
morfologi buah kopi akan muncul pada percabangan. Oleh karena itu perlu
diperoleh cabang yang banyak. Pemangkasan dilakukan bukan hanya untuk
menghasilkan cabang-cabang saja, tetapi juga menghasilkan buah yang lebih
banyak (Prastowo et al. 2010).

5. Pengendalian Hama
Menurut Puslitkoka (2006) dalam Prastowo et al. (2010), hama utama pada
tanaman kopi adalah :
a. Nematoda parasit, yaitu Pratylenchus coffeae dan Radopholus similis.
Pengendalian disarankan mengguna-kan metode kimiawi seperti karbofuran
(Curaterr 3 G) ataupun tanaman tahan, seperti klon BP 961.
b. Hama penggerek buah kopi, yaitu Hypothenemus hampei Untuk
pengendalian disarankan melakukan pengaturan naungan agar pertanaman
tidak terlalu gelap, atau penggunaan parasitoid Cephalonomia
stephanoderis ataupun menggunakan tanaman yang masak serentak seperti
USDA 762 untuk arabika dan BP 234 dan BP 409
c. Kutu dompolan atau kutu putih Planococcus citri, yang disarankan
dikendalikan dengan pengaturan naungan maupun cara kimia dengan
insectisida propoksur (poxindo 50 WP).
22

d. Kutu hijau (Coccus viridis) atau kutu coklat (Saesetia coffeae),


pengendalian yang disarankan dengan pemeliharaan dan pemupukan yang
berimbang atau cara kimia menggunakan tepung Sividol atau Karbaril)
maupun penyemprotan insektisida (Anthio 330n EC).
e. Penggerek cabang Xylosandrus spp. yang dikendalikan dengan memotong
cabang terserang, pemangkasan dan membakar ranting-rantingnya.
f. Penggerek batang merah Zeuzera coffeae, disarankandikendalikan dengan
memotong batang terserang maupun cara kimia dan biologis lainnya.

6. Pengendalian Penyakit
Menurut Puslitkoka (2006) dalam Prastowo et al. (2010), penyakit utama
pada tanaman kopi adalah :
a. Karat daun, dikendalikan dengan menanam tanaman tahan (misal S 795)
serta pemangkasan dan pemupukan agar tanaman cukup kuat dan bugar
serta menggunakan cara kimiawi dengan fungisida kontak (misal Cupravit
OB 21).
b. Bercak daun, dikendalikan dengan pemberian naungan yang cukup tapi
pertanaman tidak lembab serta cara kimiawi dengan penyemprotan Bavistin
50 WP.
c. Jamur upas, dikendalikan dengan memotong batang sakit dan dibakar
potongan-potongan tersebut ataupun dengan pemberian fungisida Calixin
RP.
d. Busuk buah dan busuk cabang, dikendalikan dengan memetik buah
terserang dan buah tersebut dibakar/dipendam ataupun cara kimiawi dengan
pemberian fungisida Delsene MX 200 atau sejenisnya
e. Jamur akar coklat, dikendalikan dengan membongkar akar tanaman yang
terserang lalu dibakar dan bekasnya tidak ditanami lagi minimal dua tahun.
f. Penyakit rebah batang, dikendalikan dengan pengaturan naungan agar
cukup sinar matahari ataupun menyemprot pembibitan dengan Delsene MX
200.

B. Panen
Pohon kopi akan berbuah pada usia 2,5 – 3 tahun. Pemanenan buah kopi yang
umum dilakukan adalah dengan cara memetik buah yang telah masak. Buah matang
ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua adalah
buah masih muda, berwarna kuning adalah setengah masak dan jika berwarna
merah maka buah kopi sudah masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah
masak penuh terlampaui (over ripe) (Starfarm 2010 dalam Prastowo et al. 2010).
Kopi yang diolah dapat bermutu tinggi, apabila buah kopi dipetik dalam
keadaan masak penuh. Kopi Arabika memerlukan waktu enam sampai delapan
bulan sejak dari kuncup sampai matang. Petani memanen kopi Arabika pada musim
kemarau, yaitu antara bulan Mei sampai dengan September setiap tahunnya. Hasil
panen kopi cenderung berubah setiap musimnya. Hal ini dikarenakan umur tanaman
kopi yang berbeda-beda. Menurut petani, kopi akan produktif pada usia 5 sampai
20 tahun.
Permasalahan pada petani di Kabupaten Garut yaitu petani masih belum
menerapkan Good Agricultural Practices dari kopi sepenuhnya. Ketua kelompok
23

tani menyatakan bahwa beberapa petani masih ada yang menggunakan pupuk yang
tidak sesuai dosis, bahkan ada yang tidak menggunakan pupuk sama sekali, padahal
tanah membutuhkan pupuk sebagai pengganti unsur hara yang telah diserap pohon
kopi. Petani juga sering tidak melakukan pemangkasan pada pohon kopi.
Pemangkasan perlu dilakukan agar pohon tetap rendah sehingga mudah
perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah
masuknya cahaya dan mempermudah pengendalian hama dan penyakit.
Pada saat panen, masih ada petani yang melakukan petik buah kopi berwarna
hijau. Buah kopi hijau tidak dianjurkan untuk dipetik, karena kualitasnya rendah
dan akan merusak citarasa kopi yang diolah.

C. Pengolahan kopi pada kelompok tani


Umumnya buah kopi merah diolah dengan proses basah, agar diperoleh biji
kopi gabah kering dengan tampilan yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau,
kuning dan merah diolah dengan cara proses kering. Proses kering dan proses basah
akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Proses kering
Proses kering yaitu proses pengolahan kopi tanpa melibatkan air. Proses kopi
secara kering banyak dilakukan petani, mengingat kapasitas olah kecil, mudah
dilakukan dan peralatan sederhana. Tahapan proses kering, yaitu sebagai berikut:
1) Pengangkutan buah kopi dari lahan petani ke tempat pengolahan kopi
2) Penyortiran buah kopi
3) Pengangkutan ke tempat penjemuran
4) Penjemuran
5) Pemindahan ke mesin huller
6) Pengupasan kulit buah kopi kering
7) Pemindahan ke tempat penyortiran
8) Penyortiran biji kopi
9) Pengemasan
10) Penyimpanan
Gambar 6 menunjukan diagram proses pengolahan buah kopi gelondong
basah menjadi kopi green bean dengan proses kering (asumsi kopi gelondong 1000
kg).
24

Waktu
No. Kegiatan Simbol Diagram Keterangan Proses
(Jam)
Proses pemetikan dan
Pengangkutan
Pengiriman buah kopi dari lahan
1 buah kopi 6-8
petani ke tempat pengolahan
gelondong basah
kopi
Pemisahan antara buah
Penyortiran buah berwarna merah dengan buah
2 5-7
kopi berwarna hijau atau kuning
secara manual
Pemindahan ke Pemindahan kopi yang telah
3 tempat 0,17-0,25 disortir ke tempat penjemuran
penjemuran (para para atau terpal).
Upaya menurunkan kadar air
4 Penjemuran 36-84
sampai pada batas tertentu.
Pemindahan kopi yang telah
Pemindahan ke
5 0,17-0,25 dijemur ke mesin pengupas
mesin huller
kulit.
Pengupasan bertujuan untuk
Pengupasan memisahkan biji kopi dari kulit
6 5-6
kulit kopi kering buah, kulit tanduk, dan kulit ari
menggunakan huller.
Pemindahan ke Kopi yang telah dikupas
7 tempat 0,17-0,25 kulitnya akan dipindahkan ke
penyortiran tempat penyortiran.
Pemilahan biji kopi yang baik
Penyortiran biji
8 5-6 dari yang rusak, cacat dan benda
kopi
asing lainnya.
Pengemasan biji kopi
9 Pengemasan 1 menggunakan karung yang
bersih dan baik.
Menyimpan biji kopi sebelum
Penyimpanan
10 168-2.160 dikirim ke industri pengolah
kopi green bean
kopi.
Total 5 4 0 0 1 2.272,75

Total value added time 7+84+6+6+1 104


𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = = = = 4,58%
Total process cycle time 2.272,75 2.272,75

Keterangan :
Operasi Pengangkutan Pemeriksaan

Penundaan Penyimpanan

Gambar 6 Diagram proses pengolahan buah kopi gelondong menjadi kopi


green bean dengan proses kering (asumsi kopi gelondong 1000 kg)
25

2. Proses basah
Metode pengolahan basah prinsip utamanya adalah memisahkan biji dengan
daging dan kulit buah yang dikenal dengan proses pulping sebelum biji tersebut
dikeringkan atau difermentasi. Tahapan proses basah, yaitu sebagai berikut:
1) Pengangkutan buah kopi dari lahan petani ke tempat pengolahan kopi
2) Penyortiran buah kopi
3) Pemindahan ke mesin pulper
4) Pengupasan kulit buah merah
5) Pemindahan ke bak air
6) Fermentasi
7) Pemindahan ke mesin washer
8) Pencucian
9) Pemindahan ke tempat penyortiran
10) Penyortiran biji kopi
11) Pemindahan ke tempat penjemuran
12) Penjemuran biji kopi
13) Pemindahan ke tempat untuk mengemas
14) Pengemasan
15) Penyimpanan
Gambar 7 menunjukan diagram proses pengolahan buah kopi gelondong
basah menjadi kopi gabah dengan proses basah (asumsi kopi gelondong 1000 kg).
26

Waktu
No. Kegiatan Simbol Diagram Keterangan Proses
(Jam)
Proses pemetikan dan
Pengangkutan
Pengiriman buah kopi dari lahan
1 buah kopi 6-8
petani ke tempat pengolahan
gelondong basah
kopi
Pemisahan antara buah
Penyortiran buah berwarna merah dengan buah
2 5-7
kopi berwarna hijau atau kuning
secara manual
Pemindahan ke Pemindahan buah kopi yang
3 0,17-0,25
mesin pulper telah disortir ke mesin pulper.
Pemisahan biji kopi dari bagian
Pengupasan
4 5-6 yang tidak diperlukan (kulit
kulit buah merah
buah) menggunakan pulper.
Pemindahan ke Pemindahan biji kopi yang telah
5 0,08-0,17
bak air dikupas ke bak fermentasi.
Proses yang bertujuan untuk
melunakkan lapisan lendir
6 Fermentasi 24-36
dipermukaan kulit tanduk biji
kopi
Pemindahan ke Pemindahan kopi yang sudah
7 0,17-0,25
mesin washer difermentasi ke mesin pencuci
Suatu upaya untuk membuang
8 Pencucian 5-6
sisa lendir hasil fermentasi.
Pemindahan ke Pemindahan biji kopi yang
9 tempat 0,17-0,25 bersih dari lendir ke tempat
penyortiran penyortiran.
Pemilahan biji kopi yang baik
Penyortiran biji
10 5-6 dari yang rusak, cacat dan benda
kopi
asing lainnya
Pemindahan kopi yang telah
Pemindahan ke
disortir ke tempat penjemuran
11 tempat 0,17-0,25
yang berupa para para atau
penjemuran
terpal.
Penjemuran biji Upaya menurunkan kadar air
12 4-5
kopi biji kopi sampai 40%
Pemindahan ke Pemindahan biji kopi kadar air
13 tempat 0,8-0,17 40% ke tempat untuk mengemas
pengemasan kopi.
Pengemasan kopi gabah
14 Pengemasan 1 menggunakan karung yang
bersih dan baik.
Menyimpan kopi gabah sebelum
Penyimpanan
15 48-72 dikirim ke industri pengolah
kopi gabah
kopi
Total 7 7 0 0 1 148,34

Total value added time 7+6+36+6+6+5+1 67


𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = = = = 45,17%
Total process cycle time 148,34 148,34

Keterangan :
Operasi Pengangkutan Pemeriksaan

Penundaan Penyimpanan

Gambar 7 Diagram proses pengolahan buah kopi gelondong menjadi kopi gabah
dengan proses basah (asumsi kopi gelondong 1000 kg)
27

Menurut Gaspersz (2007) value-added ratio adalah salah satu teknik untuk
menganalisis berapa besar nilai tambah yang ada dalam suatu proses kerja, total
value-added time yaitu waktu yang digunakan untuk mengerjakan suatu aktivitas
yang menambah nilai kepada pelanggan, dan total process cycle time adalah waktu
yang digunakan untuk mengerjakan aktivitas-aktivitas yang bernilai tambah dan
tidak bernilai tambah kepada pelanggan.
Selisih value added ratio antara proses basah dan proses kering yaitu sebesar
40,59 persen. Dimana, value added ratio proses basah lebih besar dibandingkan
proses kering. Ini berarti proses basah memiliki lebih banyak aktivitas yang bernilai
tambah untuk pelanggan.
Penyimpanan pada proses kering lebih lama disebabkan karena kebutuhan
akan kopi dengan proses kering lebih rendah dari kopi dengan proses basah.
Sehingga kopi dengan proses basah akan mudah terjual dan penyimpanan digudang
akan semakin sedikit.

Aktivitas pada pengolah kopi


Pengolah kopi memiliki aktivitas utama yaitu melakukan pengolahan kopi
yang didapatkan dari kelompok tani. Industri pengolah kopi akan mengolah kopi
gelondong basah atau gabah menjadi green bean, roasted bean, dan kopi bubuk.
Kopi yang telah mengalami proses basah atau proses kering dalam bentuk green
bean akan diproses menjadi kopi sangrai (roasted bean) melalui proses roasting,
yaitu proses memasak biji kopi untuk mengeluarkan air dalam biji, mengeringkan
dan mengembangkan bijinya dengan menggunakan mesin coffee roaster. Kopi
sangrai akan disimpan dalam kemasan aluminium foil atau langsung diproses
menjadi kopi bubuk dengan proses penggilingan, yaitu proses menghaluskan biji
kopi sangrai dengan menggunakan mesin coffee grinder. Bentuk olahan kopi
Arabika dapat dilihat pada Gambar 8. Peta operasi pengolahan kopi green bean
menjadi kopi bubuk dapat dilihat pada Gambar 9.

Green bean Roasted bean Kopi bubuk

Gambar 8 Bentuk olahan kopi Arabika (Pengolah kopi 2016)


28

PETA PROSES OPERASI

Nama objek : Kopi Arabika


Dipetakan oleh : Hikmatia Rega
Tanggal dipetakan : 1 Juli 2016

Kopi proses kering/basah


(green bean)

Proses roasting
15 menit 0-1
green bean

1 menit 1-1 Pemeriksaan warna

Penggilingan roasted
60 menit 0-2
bean

Pemeriksaan tingkat
1 menit 1-2
kehalusan

Operasi
Pengemasan kopi
15 menit 0-3
bubuk
Jumlah 3 2

Penyimpanan Jumlah waktu


90 2
kopi bubuk (menit)

Asumsi kopi green bean 3 kg


Gambar 9 Peta operasi pengolahan kopi green bean menjadi kopi bubuk
Total waktu produksi kopi green bean menjadi kopi bubuk yaitu 92 menit
dengan asumsi kapasitas mesin coffee roaster 3 kg/sekali masuk dan kapasitas
mesin coffee grinder 3 kg/jam. Kopi bubuk akan disimpan dalam kemasan
aluminium foil. Kopi dalam bentuk green bean dengan kadar air 12 persen dapat
bertahan sampai 1,5 tahun. Sedangkan roasted bean dan kopi bubuk mampu
bertahan hingga 1 tahun. Kopi dapat bertahan dalam waktu tersebut jika disimpan
dalam kemasan yang bersih, kering, dan tertutup rapat.

Analisis Nilai Tambah Kelompok Tani dan Pengolah Kopi

Penelitian ini menganalisis nilai tambah yang diperoleh kelompok tani dan
pengolah kopi Arabika Garut pada tahun 2015. Nilai tambah kopi Arabika pada
kelompok tani dan pengolah kopi akan dijelaskan sebagai berikut.
29

Nilai Tambah Kopi Arabika Garut pada Kelompok Tani


Kelompok tani melakukan pengolahan kopi gelondong basah menjadi kopi
gabah. Nilai tambah pada kelompok tani adalah selisih nilai output kopi gabah
dengan nilai bahan baku utama buah kopi gelondong basah dan sumbangan input
lain seperti karung dan tali rapia. Perhitungan nilai tambah kopi Arabika Garut yang
diperoleh kelompok tani selama tahun 2015 dapat dilihat dalam Lampiran 4, 5, dan
6. Tabel 8 menunjukkan nilai tambah pada kelompok tani tahun 2015.

Tabel 8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada kelompok tani tahun 2015
Rata-rata nilai Rata-rata rasio nilai
No. Kategori kelompok tani
tambah (Rp/kg) tambah (%)
1 Besar 1.014,52 14,39
2 Sedang 718,14 10,64
3 Kecil 719,31 10,66
Sumber: Data diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 8, kategori kelompok tani yang memiliki nilai tambah


tertinggi adalah kelompok tani besar yaitu sebesar Rp. 1.014,52 per kilogram,
dengan rasio nilai tambah sebesar 14,39 persen. Kelompok tani dengan kategori
besar memiliki nilai tambah tertinggi karena output yang dihasilkan memiliki
kualitas yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan karena kelompok tani tersebut
memiliki mesin pulper yang bekerja dengan baik sehingga mendapatkan harga
lebih tinggi di pasar. Kelompok tani kategori besar juga memiliki jaringan bisnis
yang lebih luas, sehingga banyak permintaan yang datang dengan penawaran harga
yang bervariasi. Beberapa kelompok tani besar memiliki jaringan yang luas karena
ketua kelompok memiliki kemampuan negosiasi yang baik dan mampu mengakses
banyak informasi sehingga banyak yang ingin bermitra dengannya. Faktor
geografis juga mempengaruhi cita rasa kopi yang membuat harga kopi dipasaran
semakin tinggi. Kelompok tani besar menanam kopi pada lokasi lahan yang lebih
tinggi dibanding sampel yang lain. Berdasarkan kondisi tersebut maka kelompok
tani tersebut dapat memilih pembeli yang mampu menawarkan harga paling tinggi.
Meskipun demikian, kelompok tani besar sering kehabisan stok karena permintaan
terlalu banyak.
Kelompok tani kategori sedang dan kecil bernilai tambah lebih rendah dari
kategori besar karena rata-rata harga produk yang dijualnya lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok tani kategori besar. Lemahnya kemitraan dari
kelompok tani kategori sedang dan kecil juga mempengaruhi besarnya nilai tambah
yang dihasilkan.

Nilai Tambah Kopi Arabika Garut pada Pengolah Kopi


Perhitungan nilai tambah kopi Arabika Garut terhadap tiga pengolah kopi
selama tahun 2015 dapat dilihat dalam Lampiran 7, 8, dan 9. Nilai tambah kopi
Arabika Garut pada pengolah kopi tahun 2015 disajikan dalam Tabel 9.
30

Tabel 9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada pengolah kopi tahun 2015
No. Pengolah kopi Nilai Tambah (Rp/kg) Rasio Nilai Tambah (%)
1 PD. Mahkota Java Coffee 47.014,60 58,76
2 Koperasi Klasik Beans 12.999,99 43,33
3 Raosen Coffee 7.000,00 23,33
Sumber: Data diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 9, Pengolah kopi yang yang memiliki nilai tambah


tertinggi adalah PD. Mahkota Java Coffee yaitu sebesar Rp. 47.014,60 per
kilogram, dengan rasio nilai tambah sebesar 58,76 persen. PD. Mahkota Java
Coffee memiliki nilai tambah tertinggi karena dalam bisnisnya Mahkota mengambil
keputusan strategis untuk membeli barang setengah jadi yaitu kopi gabah, sehingga
hal tersebut akan mempengaruhi nilai output yang kemudian akan memberikan
kontribusi terhadap besarnya nilai tambah produk kopi bubuk yang dijual.
Raosen Coffee memiliki nilai tambah paling rendah yaitu sebesar Rp. 7.000
per kilogram, dengan rasio nilai tambah sebesar 23,33 persen. Raosen Coffee
bernilai tambah terendah karena membeli bahan baku dengan harga yang tinggi.
Hal ini dilakukan untuk mensejahterakan petani dan berharap agar petani dapat
terus memasok kopi yang berkualitas.

Pengukuran Kinerja Kelompok Tani

Pengukuran kinerja kelompok tani dilakukan dengan membandingkan kinerja


antara kelompok tani yang satu dengan kelompok tani lainnya. Pengukuran kinerja
dilakukan untuk mengetahui kelompok tani mana yang harus ditingkatkan
kinerjanya sehingga mampu memenuhi permintaan terhadap kopi Arabika Garut.
Pengukuran kinerja dilakukan pada sembilan kelompok tani yang memproduksi
kopi Arabika Garut yaitu Sinergi Jaya Papandayan (Sukaresmi), Sabar Subur (Garut
Kota, Mulya Tani (Bayongbong), Subur Mandiri (Pasirwangi), Karangsewu
(Cisewu), Bina Bakti (Samarang), Bakti Lestari Sejahtera (Cikajang), Kopi
Papandayan Berjaya (Cisurupan), dan Berkah Tani Pangauban (Cisurupan). Hasil
pengukuran kinerja kelompok tani (sampel) tahun 2015 dengan DEA disajikan
dalam Tabel 10.
31

Tabel 10 Hasil pengukuran kinerja kelompok tani (sampel) tahun 2015 dengan
DEA
Variabel
Jumlah Jumlah Skor
Kelompok Luas Jumlah
No. Kecamatan Kategori kopi gelondong Produksi Efisiensi
tani lahan anggota
basah kopi gabah (%)
(Ha) (Orang)
(Kg/musim) (Kg/musim)
1 Mulya Tani Bayongbong Kecil 70 82 100.000 30.000 100
2 Sinergi Jaya Sukaresmi Kecil 78,3 195 44.000 13.200 39,3
Papandayan
3 Sabar Subur Garut Kota Kecil 75 75 6.000 1.800 6,6
4 Subur Pasirwangi Sedang 200 500 270.000 40.000 100
Mandiri
5 Karangsewu Cisewu Sedang 150 195 120.000 36.000 100
6 Bina Bakti Samarang Sedang 100 50 18.000 5.400 58,5
7 Kopi Cisurupan Besar 120 25 150.000 45.000 100
Papandayan
Berjaya
8 Berkah Tani Cisurupan Besar 42 52 70.000 21.000 100
Pangauban
9 Bakti Lestari Cikajang Besar 960 513 200.000 60.000 15,1
Sejahtera
Sumber: Data diolah (2016)

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja kelompok tani pada tahun 2015, dapat
diketahui bahwa kelompok tani yang kinerjanya efisien, yaitu Mulya Tani pada
kategori kecil, Subur Mandiri dan Karangsewu pada kategori sedang, serta Berkah
Tani Pangauban dan Kopi Papandayan Berjaya pada kategori besar. Kelompok tani
yang kinerjanya tidak efisien, yaitu Sinergi Jaya Papandayan, Sabar Subur, Bina
Bakti, dan Bakti Lestari Sejahtera.
Kelompok tani dapat mencapai skor efisiensi 100 persen dengan melakukan
penambahan atau pengurangan nilai pada variabel input atau output. Sinergi Jaya
Papandayan, Sabar Subur, Bina Bakti, dan Bakti Lestari Sejahtera tidak efisien
kinerjanya karena pada lahan yang dikelola masih banyak pohon kopi yang belum
mencapai usia produktif dan masih ada lahan yang belum ditanami kopi karena
beberapa petani tidak memiliki modal untuk membeli bibit kopi Arabika dan hanya
berharap pada bantuan pemerintah, sehingga jumlah panen yang dihasilkan tidak
sesuai dengan besarnya luas lahan. Rata-rata kelompok tani memiliki permasalahan
yang hampir sama, yaitu masih banyak sisa lahan yang belum dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Hasil pengolahan DEA menggunakan frontier analyst application
dapat dilihat pada Lampiran 10.

Implikasi Manajerial

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui hasil analisis


mengenai rantai pasok kopi Arabika Garut, nilai tambah pada kelompok tani dan
pengolah kopi, serta kinerja kelompok tani kopi Arabika di Kabupaten Garut.
Implikasi manajerial yang direkomendasikan antara lain adalah:
1. Berdasarkan hasil analisis, permasalahan yang dihadapi petani dan kelompok
tani dapat dijadikan dasar bagi pemerintah dalam membuat kebijakan program
32

pelatihan. Program pelatihan tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan


petani. Saat ini pelatihan yang dibutuhkan adalah pelatihan budidaya dan pasca
panen kopi secara menyeluruh. Bentuk pelatihan lain yang dapat dilakukan
yaitu pelatihan mengenai pengolahan dari buah kopi hingga menjadi kopi bubuk
yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, khususnya standar kualitas ekspor,
karena kopi Arabika Garut berpotensi besar menjadi salah satu specialty coffee.
2. Kelompok tani kategori sedang dan kecil dapat meningkatkan nilai tambah
produknya dengan menaikkan harga jual output yang dihasilkan.
3. Pengolah kopi yang memiliki nilai tambah paling rendah yaitu Raosen Coffee
dapat meningkatkan nilai tambah dan keuntungan dengan menekan biaya,
terutama biaya pembelian bahan baku.
4. Pemerintah dapat meningkatkan kinerja kelompok tani yang belum efisien,
dengan memberikan bantuan modal untuk pembelian bibit dan pupuk, agar
kuantitas dan kualitas kopi meningkat. Peningkatan kinerja kelompok tani juga
dapat dilakukan dengan mengembangkan sarana pengolah kopi yang
berkualitas, sehingga kopi hasil olahannya pun bermutu tinggi.
33

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Anggota utama rantai pasok kopi Arabika Garut adalah kelompok tani,
pengolah kopi, industri ritel, industri jasa, eksportir, dan konsumen akhir. Aliran
dalam kegiatan rantai pasok kopi Arabika Garut yaitu aliran barang, aliran
informasi (informasi teknik budidaya, informasi penanganan pasca panen, dan
informasi pasar), dan aliran keuangan (pembayaran tunai atau kredit atas
pembelian kopi Arabika).
2. Kelompok tani yang memiliki rata-rata nilai tambah paling tinggi adalah kelompok
tani dengan kategori besar yaitu Rp 1.014,52 per kg. Sedangkan pengolah kopi
yang memiliki nilai tambah tertinggi adalah PD. Mahkota Java Coffee yaitu sebesar
Rp 47.014,60 per kg.
3. Kelompok tani yang kinerjanya efisien adalah Mulya Tani pada kategori kecil,
Subur Mandiri, dan Karangsewu pada kategori sedang, serta Berkah Tani
Pangauban dan Kopi Papandayan Berjaya pada kategori besar.

Saran

1. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan mengukur kinerja rantai pasok kopi
Arabika Garut menggunakan variabel lain seperti kapasitas produksi, kualitas,
dan kinerja pengiriman.
2. Penelitian lanjutan yaitu melakukan pengukuran kinerja pada industri pengolah
kopi di Kabupaten Garut.
3. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan metode sensus.

DAFTAR PUSTAKA

Aramyan LH, Ondersteijn C, Kooten O, Lansink AO. 2006. Performance


Indicators in Agri-Food Production Chains, Quantifying the Agri-food
Supply Chain. Ondersteijn CJM, Wijnands JHM, Huirne RBM, Kooten O.
(Eds.). Spinger-Netherlands. 5:47-64. doi: 10.1007/1-4020-4693-6_5
Aramyan LH, Lansink AGJMO, Vorst JGAJ van der, Kooten O van. 2007.
Performance Measurement in Agri-Food Supply Chains: A Case Study.
Supply Chain Management: An International Journal. 12(4):304-315.doi:
10.1108/13598540710759826
[BPS] Badan Pusat Statistik. Ekspor Kopi Menurut Negara Tujuan Utama [Internet].
[Diunduh 2016 Januari 11]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/
linkTabelStatis/excel/id/1014
Ballou RH. 2004. Business Logistics/Supply Chain Management. New Jersey (US):
Prentice Hall.
34

Charnes A, Cooper WW, Rhodes E. 1978. Measuring The Efficiency of Decision


Making Units. European Journal of Operational Research. 2(6):429-444.
Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 2014. Luas Areal dan Produksi Perkebunan
Rakyat Tanaman Tahunan. Garut (ID): Dinas Perkebunan Kabupaten Garut
Farrell MJ. 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of the Royal
Statistical Society. 120 (3):253–290.
Feifi D. 2008. Kajian Manajemen Rantai Pasokan pada Produk dan Komoditas
Kedelai Edamame (Studi Kasus PT Saung Mirwan, Bogor) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Gaspersz V. 2007. Organizational Excellence-Model Strategik Menuju World
Class Quality Company. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Gunasekaran A, Patel C, McGaughey RE. 2004. A framework for supply chain
performance measurement. International Journal of Production Economics.
87:333-347.doi:10.1016/j.ijpe.2003.08.003
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and
Processing in Upland Java. A Perspective from a Sunda Village. Bogor (ID):
The CPGRT Centre.
Heizer J, Render B. 2015. Manajemen Operasi, Edisi Kesebelas. Jakarta (ID):
Salemba Empat.
Indrajit RE, Djokopranoto R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain. Jakarta (ID):
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
[ICO] International Coffee Organzation. 2012. World Coffee Market Outlook
[Internet]. [Diunduh 2016 Juni 22]. Tersedia pada:
http://www.ico.org/news/1206-asean-e.pdf.
Kartajaya H, Yuswohady, Madyani D, Indrio BD. 2003. Marketing in Venus.
Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2013. Peraturan Mentri Pertanian Nomor :
82/Permentan/OT.140/8/2013. Jakarta (ID): Kementan.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian
2015-2019. Jakarta (ID): Kementan.
Lambert DM, Cooper MC, Pagh JD. 1998. Supply Chain Management:
Implementation Issues and Research Opportunities. The International
Journal of Logistics Management. 9(2):1-19.
Liu J, Ding FY, Lall V. 2000. Using Data Envelopment Analysis to Compare
Suppliers for Supplier Selection and Performance Improvement. Supply
Chain Management: An International Journal. 5(3):143-150.
Lu D. 2011. Fundamentals of Supply Chain Management. [Internet]. [Diunduh
2015 Oktober 18]. Tersedia pada: http://bookboon.com/en/fundamentals-of-
supply-chain-management-ebook.
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Mentzer JT, Dewitt W, Keebler JS, Nix NW, Smith CD, Zacharia ZG. 2001.
Defining Supply Chain Management. Journal of Business Logistics. 22(2):1-
25.
Pemerintah Kabupaten Garut. 2015. Laporan Kinerja Kabupaten Garut Tahun 2014.
Garut (ID): Sekretariat Daerah Kabupaten Garut.
Pemerintah Kabupaten Jember. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor
9 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Jember
35

Nomor 8 Tahun 2003 tentang Usaha Kepariwisataan. Jember (ID): Sekretariat


Daerah Kabupaten Jember.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta
(ID): Sekretariat Negara.
Prastowo B, Karmawati E, Rubijo, Siswanto, Indramanto C, Munarso SJ. 2010.
Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.
Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management. Surabaya (ID): Guna Widya.
Rizqiah F, Setiawan A. 2014. Analisis Nilai Tambah dan Penentuan Metrik
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Pepaya Calina (Studi Kasus di PT Sewu
Segar Nusantara). Jurnal Manajemen dan Organisasi. 5(1):71-88.
Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta (ID):
Graha Ilmu.
Siswadi E, Purwantoro RN. 2006. Pengolahan Data Skala Terbatas dengan Metode
Data Envelopment Analysis (DEA): Studi Kasus Efektivitas Proses
Peluncuran Produk Baru. Manajemen Usahawan Indonesia. No. 5, Th.
XXXV:45-51
Soliha, E. 2008. Analisis Industri Ritel di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.
15(2):128-142.
Subarkah LA. 2009. Kajian Kinerja Rantai Pasokan Leccute Head (Lactuca Sativa)
dengan Menggunakan Data Envelopment Analysis (Studi Kasus PT Saung
Mirwan, Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Towaha J, Perwanto EH, Supriadi H. 2015. Atribut Kualitas Kopi Arabika Pada
Tiga Ketinggian Tempat di Kabupaten Garut. Jurnal Tanaman Industri dan
Penyegar. 2(1):29-34.
Zikmund WG. 2003. Business Research Methods [Internet]. [Diunduh 2016
Agustus 11]. Tersedia pada: http://pioneer.netserv.chula.ac.th/~ppongsa/
2900600/LMRM02.pdf
36
LAMPIRAN
37

Lampiran 1 Ekspor kopi Indonesia menurut negara tujuan utama tahun 2009-2014
Ekspor
No. Negara Tujuan Volume (ton)
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Jepang 53.678,50 59.170,90 58.878,90 51.438,40 41.920,40 41.234,30
2 Singapura 7.305,80 6.079,00 6.240,40 9.154,10 8.677,90 7.725,90
3 Malaysia 17.803,20 26.200,10 26.382,10 33.134,10 40.580,40 29.136,20
4 India 9.950,70 9.733,30 12.162,40 19.884,00 18.292,40 14.434,30
5 Mesir 10.079,80 12.024,70 10.013,90 17.594,60 17.538,30 15.694,60
6 Maroko 7.900,20 8.369,10 10.013,00 11.268,60 12.874,30 10.418,70
7 Aljazair 26.531,90 10.303,20 7.298,40 10.488,90 24.265,50 10.590,60
8 Amerika Serikat 71.603,70 63.048,00 48.094,70 69.651,60 66.138,10 58.308,50
9 Inggris 16.425,50 24.343,10 14.868,40 16.312,40 20.781,00 14.349,20
10 Jerman 78.876,00 63.688,40 26.461,00 50.978,20 60.418,50 37.976,70
11 Italia 36.188,40 26.770,70 27.344,40 29.080,80 38.152,50 29.745,50
12 Rumania 4.816,90 2.219,40 1.497,00 1.362,00 507,60 397,90
13 Georgia 11.486,70 9.077,40 6.893,00 9.133,50 12.029,60 10.277,10
14 Lainnya 157.383,10 111.693,80 89.915,00 117.529,60 169.962,80 102.460,80
Jumlah 510.030,40 432.721,10 346.062,60 447.010,80 532.139,30 382.750,30
Ekspor
No. Negara Tujuan Nilai (000 U$)
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Jepang 98.123,80 118.889,80 174.712,20 145.733,90 102.909,00 101.350,40
2 Singapura 12.788,80 9.568,30 15.055,70 32.310,40 22.408,40 21.326,90
3 Malaysia 24.526,10 36.797,90 56.404,20 67.125,50 73.818,80 54.574,30
4 India 12.940,50 13.270,20 21.298,00 38.752,40 32.335,90 25.737,20
5 Mesir 15.691,60 19.009,30 24.035,40 38.090,80 35.572,70 32.396,40
6 Maroko 11.711,60 12.488,80 21.522,90 24.035,60 24.216,00 21.190,90
7 Aljazair 37.148,60 15.390,50 13.285,40 21.970,40 43.622,10 20.949,10
8 Amerika Serikat 161.240,20 176.360,60 274.491,00 330.814,70 207.037,60 295.903,10
9 Inggris 24.359,60 39.136,30 38.801,30 39.233,40 43.217,30 35.490,40
10 Jerman 109.408,40 107.943,40 70.517,40 116.879,30 122.102,90 84.459,20
11 Italia 53.102,40 43.225,70 57.757,90 64.636,30 77.130,50 60.638,40
12 Rumania 6.577,50 3.395,60 3.119,90 2.866,70 987,50 812,00
13 Georgia 16.020,90 13.650,90 15.253,30 19.323,40 22.845,60 20.368,30
14 Lainnya 238.316,60 203.232,70 248.470,10 302.053,00 357.975,60 255.519,80
Jumlah 821.956,60 812.360,00 1.034.724,70 1.243.825,80 1.166.179,90 1.030.716,40
38

Lampiran 2 Jadwal penelitian


39

Lampiran 3 Luas area dan produksi perkebunan rakyat komoditas kopi Arabika di
Kabupaten Garut tahun 2014
Luas Area (Ha) Produksi Berasan (Kg) Jumlah Pekebun
No. Kecamatan Jumlah Rata-rata
TM TR TBM Total Pemilik Pekerja
(Kg) (Kg/Ha)
1 Pakenjeng 217 176 90 483 199.550 920 848 2.414
2 Cikajang* 171 71 123 365 157.200 919 1.176 2.192
3 Cisurupan* 90 40 109 239 84.530 939 1.402 1.434
4 Pamulihan 92 - 144 236 86.640 942 674 1.180
5 Caringin 218 3 5 226 199.600 916 602 1.130
6 Pasirwangi* 94 - 124 218 86.450 920 834 1.308
7 Samarang* 81 - 74 155 75.100 927 841 930
8 Cisewu* 103 - 49 152 95.450 927 376 812
9 Cilawu 36 - 92 128 33.300 925 118 742
10 Cigedug 28 21 63 112 25.250 902 421 896
11 Talegong 49 - 61 110 36.550 746 187 760
12 Mekarmukti 85 - - 85 78.900 928 247 708
13 Sukaresmi* 34 - 45 79 29.500 868 413 520
14 Cisompet 17 21 31 69 15.300 900 135 352
15 Bungbulang 28 23 13 64 26.600 950 244 480
16 Bayongbong* 18 - 20 38 15.300 850 144 228
17 Banjarwangi 20 - 10 30 17.600 880 90 282
18 Karangtengah 15 - 14 29 12.700 847 12 176
19 Leles 3 - 24 27 2.200 733 133 162
20 Kadungora 18 - 3 21 16.300 906 71 130
21 Cibatu 13 - 8 21 11.450 881 59 120
22 Malangbong 6 12 - 18 4.450 742 25 108
23 Cihurip - - 16 16 - - 38 112
24 Garut Kota* - - 14 14 - - 75 90
25 Sukawening - - 11 11 - - 27 132
26 Wanaraja 2 - 3 5 1.530 765 6 40

Jumlah 1.438 367 1.146 2.951 1.311.450 912 9.198 17.438


Keterangan:
TM : Tanaman Menghasilkan
TR : Tanaman Rusak
TBM : Tanaman Belum Menghasilkan
(*) : Kecamatan yang kelompok taninya diambil sebagai sampel

Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2014)


40

Lampiran 4 Nilai tambah kelompok tani kategori besar tahun 2015


No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi gabah) Kg/hari 270,00
2 Bahan baku (kopi gelondong basah) Kg/hari 899,99
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 5,00
4 Faktor konversi 0,30
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,01
6 Harga output Rp/kg 23.500,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 10.000,00
8 Harga bahan baku (kopi gelondong basah) Rp/kg 6.000,00
9 Harga input lain (karung dan rapia) Rp/kg 35,56
10 Nilai output Rp/kg 7.050,08
11 a. Nilai tambah Rp/kg 1.014,52
b. Rasio nilai tambah % 14,39
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 55,56
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 5,48
13 a. Keuntungan Rp/kg 958,96
b. Tingkat keuntungan % 13,60
14 Marjin Rp/kg 1.050,08
41

Lampiran 5 Nilai tambah kelompok tani kategori sedang tahun 2015


No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi gabah) Kg/hari 151,34
2 Bahan baku (kopi gelondong basah) Kg/hari 504,34
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 6,00
4 Faktor konversi 0,30
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,01
6 Harga output Rp/kg 22.500,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 7.785,50
8 Harga bahan baku (kopi gelondong basah) Rp/kg 6.000,00
9 Harga input lain (karung dan rapia) Rp/kg 33,56
10 Nilai output Rp/kg 6.751,70
11 a. Nilai tambah Rp/kg 718,14
b. Rasio nilai tambah % 10,64
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 92,62
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 12,90
13 a. Keuntungan Rp/kg 625,51
b. Tingkat keuntungan % 9,26
14 Marjin Rp/kg 751,70
42

Lampiran 6 Nilai tambah kelompok tani kategori kecil tahun 2015


No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi gabah) Kg/hari 144,00
2 Bahan baku (kopi gelondong basah) Kg/hari 479,99
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 6,50
4 Faktor konversi 0,30
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,01
6 Harga output Rp/kg 22.500,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 5.250,00
8 Harga bahan baku (kopi gelondong basah) Rp/kg 6.000,00
9 Harga input lain (karung dan rapia) Rp/kg 30,83
10 Nilai output Rp/kg 6.750,14
11 a. Nilai tambah Rp/kg 719,31
b. Rasio nilai tambah % 10,66
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 71,10
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 9,88
13 a. Keuntungan Rp/kg 648,22
b. Tingkat keuntungan % 9,60
14 Marjin Rp/kg 750,14
43

Lampiran 7 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Koperasi Klasik Beans tahun
2015
No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi bubuk) Kg/hari 800,00
2 Bahan baku (kopi gelondong basah) Kg/hari 6.666,67
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 10,00
4 Faktor konversi 0,12
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,001
6 Harga output Rp/kg 250.000,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 6.000,00
8 Harga bahan baku (kopi gelondong basah) Rp/kg 7.000,00
9 Harga input lain (kemasan aluminium foil) Rp/kg 10.000,00
10 Nilai output Rp/kg 29.999,99
11 a. Nilai tambah Rp/kg 12.999,99
b. Rasio nilai tambah % 43,33
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 9,00
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 0,07
13 a. Keuntungan Rp/kg 12.990,99
b. Tingkat keuntungan % 43,30
14 Marjin Rp/kg 22.999,99
44

Lampiran 8 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada PD. Mahkota Java Coffee
tahun 2015
No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi bubuk) Kg/hari 21,92
2 Bahan baku (kopi gabah) Kg/hari 54,79
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 8,00
4 Faktor konversi 0,40
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,15
6 Harga output Rp/kg 200.000,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 10.000,00
8 Harga bahan baku (kopi gabah) Rp/kg 23.000,00
9 Harga input lain (kemasan aluminium foil) Rp/kg 10.000,00
10 Nilai output Rp/kg 80.014,60
11 a. Nilai tambah Rp/kg 47.014,60
b. Rasio nilai tambah % 58,76
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 1.460,12
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 3,11
13 a. Keuntungan Rp/kg 45.554,48
b. Tingkat keuntungan % 56,93
14 Marjin Rp/kg 57.014,60
45

Lampiran 9 Nilai tambah kopi Arabika Garut pada Raosen Coffee tahun 2015
No Variabel Satuan Nilai
1 Output (kopi bubuk) Kg/hari 6,00
2 Bahan baku (kopi gelondong basah) Kg/hari 50,00
3 Tenaga kerja langsung Jam/hari 7,00
4 Faktor konversi 0,12
5 Koefisien tenaga kerja Jam/kg 0,14
6 Harga output Rp/kg 250.000,00
7 Upah tenaga kerja langsung Rp/jam 6.250,00
8 Harga bahan baku (kopi gelondong basah) Rp/kg 13.000,00
9 Harga input lain (kemasan aluminium foil) Rp/kg 10.000,00
10 Nilai output Rp/kg 30.000,00
11 a. Nilai tambah Rp/kg 7.000,00
b. Rasio nilai tambah % 23,33
12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg 875,00
b. Pangsa tenaga kerja langsung % 12,50
13 a. Keuntungan Rp/kg 6.125,00
b. Tingkat keuntungan % 20,42
14 Marjin Rp/kg 17.000
46

Lampiran 10 Hasil pengolahan DEA menggunakan frontier analyst application


47

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hikmatia Rega lahir di Lebak-Banten pada tanggal 11 Juni


1992. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Asep
Kusnadi dan Sri Aryani.
Tahun 2010 Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Malingping dan pada tahun
yang sama pula lulus seleksi masuk Program Diploma Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Program Keahlian Teknik Komputer. Pada tahun 2013 Penulis lulus dari Program
Diploma dan kemudian melanjutkan perkuliahan di Program Sarjana Alih Jenis
Manajemen IPB.
Aktivitas selain menjadi mahasiswa adalah bekerja di perusahaan furniture
yaitu sebagai Technical Support pada departemen Management Information
System, Cahaya Buana Group. Penulis juga bekerja freelance di beberapa event
yang ada di Bogor dan Jakarta. Event yang pernah diikuti penulis yaitu Bogor Jazz
Reunion 2014, Kisi Fest 2014, Yamaha Asean Cup Race 2014, Car Free Day
Bersama Rapotivi 2015, Taiwan Exellence Happy Run 2015, dan Seminar Digital
Creative Day dalam acara Indonesia Cellular Show 2016.

Anda mungkin juga menyukai