FATHIADURRI SHAZANA
Fathiadurri Shazana
ABSTRAK
FATHIADURRI SHAZANA. Analisis Lean Manufacturing pada Produk Teh
Celup dengan Metode Value Stream Mapping. Dibimbing oleh MACHFUD.
ABSTRACT
FATHIADURRI SHAZANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Machfud, MS
Pembimbing Akademik
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Analisis Lean
Manufacturing pada Produk Teh Celup dengan Metode Value Stream Mapping”
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Maret 2017 ini ialah mengenai perbaikan aliran proses produksi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1 Prof Dr Ir Machfud, MS, selaku pembimbing akademik atas perhatian dan
bimbingannya selama penyelesaian skripsi,
2 Dr Ir Hartrisari Harjomidjojo, DEA, dan Dr Ir Sugiarto, M.Si, selaku dosen
penguji,
3 Kedua orang tua: Mama dan Papa yang selalu memberikan kasih sayang dan
semangatnya sampai saat ini. Thank you for never giving up on me,
4 Bapak Chairil selaku Assistant Manager divisi produksi, dan bapak Chevi selaku
Supervisor produksi di PT Y yang telah meluangkan waktunya semasa
pengumpulan data skripsi,
5 Ibu Susan selaku Officer, dan seluruh komponen PT Y yang telah memberikan
pengarahan dan kehangatan selama masa pengambilan data di perusahaan,
6 Teman-teman Tincredibles atas kebersamaannya selama masa perkuliahan,
7 Teman-teman Zero Waste atas canda tawa dan keceriaannya selama praktikum,
8 Teman-teman pejuang seni BEM Fateta: Farah, Ami, Ocin, Maudi, Sajun, Ika,
Maro, Bisma, Belle, Ditta, Hafizh, Afif, Sugoi, Hilman, dan Lia—semangat luar
biasa untuk never-end fightsnya. Terima kasih sudah mengajarkan hal-hal sepele
yang membangun diriku menjadi seperti sekarang,
9 Teman-teman Beswan Djarum 31: Ijal, Iqbal, Ai, Fariz, Dika, Aldo, Kania, Rifqi,
Aida, Novi, Elsha, Unil, dan Vito. atas kebersamaan dan pengalaman yang sangat
berharga semasa perkuliahan,
10 Tim Horeku: Ida, Ami, Novia, Dea, Arvin, Erwin, Raisha dan Ambon—thanks
for coping with the weirdness of mine that we’ve been through all these years,
11 Ciwi Ciwiku tersayang: Ajeng, Farah, ka El, Hanny, Dita dan Ncess—thanks for
all the sour and sweet experience out of these wonderful moments. Semoga
kebersamaan ini tiada akhirnya,
12 Seluruh keluarga dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Fathiadurri Shazana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Lean Manufacturing 3
Value Stream Mapping 4
METODE 5
Kerangka Pemikiran 5
Tata Laksana Penelitian 5
Prosedur Analisis Data 8
Tempat dan Waktu Penelitian 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Pemilihan Produk dan Keluarga Produk 12
Pendefinisian Value pada Aktivitas 13
Pengembangan Current State Map 14
Identifikasi Waste pada Lini Produksi 22
Analisis Aktivitas dalam Batch 23
Pengembangan Future State Map 26
Perbandingan Current State dan Future State Maps 31
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 57
DAFTAR TABEL
1 Pengumpulan data dan informasi 7
2 Aktivitas yang berkontribusi terhadap nilai produk 13
3 Waktu siklus pada stasiun blending 16
4 Waktu siklus pada stasiun foiling 17
5 Hasil pengukuran waktu setup mesin pengemas teh celup 18
6 Waktu siklus pada stasiun sealing dan boxing 18
7 Waktu siklus pada stasiun pengepakan 20
8 Pengklasifikasian aktivitas berdasarkan muda, muri dan mura 22
9 Hasil uji kecukupan data untuk perhitungan waktu baku 28
10 Upaya perbaikan dari pemborosan yang terjadi di lini produksi 31
11 Hasil analisis pengembangan peta kondisi masa depan 32
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
1
2
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Lean Manufacturing
Value stream mapping (VSM) merupakan salah satu alat visualisasi dari
lean manufacturing yang digunakan untuk memetakan aliran nilai (value) dari awal
hingga akhir proses. VSM dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi produksi
dengan mengurangi aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah pada Sarimurni
Teabag 25. Value stream mapping memudahkan pengguna untuk mengidentifikasi
adanya pemborosan melalui pembuatan peta sekarang (current state map),
5
sekaligus menemukan penyebab dari pemborosan yang terjadi. Tujuan utama VSM
adalah untuk memahami secara detail dari keseluruhan proses saat ini untuk
kemudian dapat menghasilkan future state map yang mendorong terjadinya
perbaikan dalam proses itu sendiri (Mark 2008). VSM diaplikasikan dengan
menggabungkan beberapa lean tools yang sesuai dengan kasus pada proses
pengemasan Sarimurni Teabag 25.
METODE
Kerangka Pemikiran
Prosedur Penelitian
Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian:
1 Identifikasi permasalahan dan objektif dari perusahaan
Tahap pertama yang dilakukan adalah pengamatan terhadap keseluruhan
pabrik dengan melakukan Gemba walk. Gemba berasal dari Bahasa Jepang yang
memiliki arti dimana inti dari seluruh aktivitas terjadi. Pengamatan secara
menyeluruh memudahkan pemahaman mengenai aliran proses pada setiap
produk yang ada, berikut dengan permasalahan yang terjadi di area produksi
(Eow et al. 2014)
6
Work Sampling
Work Sampling dilakukan untuk menghitung waktu baku pada
pengembangan future state map. Pertama-tama dilakukan sampling pendahuluan
dilakukan untuk mengidentifikasi berapa banyak data yang dibutuhkan untuk
membuat sebuah analisis menjadi valid. Waktu produktif yang dibutuhkan oleh
pekerja untuk menyelesaikan satu satuan unit kemasan pada setiap proses dicatat
dengan seksama. Terdapat empat proses yang terlibat pada pengemasan teh antara
lain: foiling, sealing, dan boxing. Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam
pengolahan data sampling:
9
1 Pengambilan data
Data yang diambil adalah sebanyak 30 data dari waktu produktif di setiap proses
pengemasan teh. Pengamatan dilakukan terhadap setiap grup kerja dengan
metode work sampling. Tiga puluh data diambil secara random selama waktu
pengamatan.
2 Perhitungan nilai rata-rata
Tiga puluh data yang terkumpul di masing-masing proses dibagi menjadi 6
subgroup, dengan jumlah 5 data di setiap subgroup. Nilai rata-rata keseluruhan
merupakan jumlah hasil rataan dari setiap subgroup yang didapat. Berikut
ilustrasi perhitungan nilai rata-rata:
n
(xa,x + xa,x+1 + xa,x+2 + xa,x+3 + xa,x+4 )n
Nilai rata − rata = ∑
5
1
Keterangan:
a= proses ke-
n= subgroup ke-
x= data ke-
3 Uji keragaman data
Uji keragaman data dilakukan untuk menyeragamkan data yang didapat dari
hasil pengamatan. Beberapa data dengan nilai diluar batas kontrol atas atau pun
bawah akan dihilangkan, dan dilakukan perhitungan lanjut dengan uji kecukupan
data. Jumlah subgroup ditetapkan berdasarkan jumlah data yang diolah; namun
jumlah data merupakan kelipatan lima sesuai dengan perhitungan nilai-rata-rata.
Misalkan, bila jumlah data berdasarkan uji kecukupan data berjumlah 43, maka
data yang perlu diambil adalah 45 butir agar memudahkan perhitungan harga
nilai rata-rata. Berikut rumus yang diterapkan.
Nilai rata − rata
𝑥̅ =
jumlah subgrup
∑(𝑥 − 𝑥̅ )2
𝜎= √
𝑁−1
𝜎
𝜎𝑥̅ =
√nilai sub𝑔𝑟𝑜𝑢𝑝
BKA= ̅+(kσx
x ̅)
BKB= ̅-(kσx
x ̅)
Keterangan:
BKA:Batas kontrol atas
BKB:Batas kontrol bawah
x̅ = x rata-rata
k= tingkat keyakinan 95% (k=2)
σ= standar deviasi
σx̅ = standar deviasi dari distribusi nilai subgroup
4 Uji Kecukupan Data
Uji tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah data minimal (N’) yang
merepresentasikan seluruh waktu kerja pada setiap work station. Apabila N ≥ N’
maka data sudah cukup. Berikut rumus yang diterapkan:
10
2
k 2
√N× ∑ x2 -( ∑ x)
' s
N =
∑x
[ ]
Keterangan:
N'= jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan
N = jumlah pengamatan yang sudah dilakukan
k = tingkat keyakinan 95% (k=2)
s = derajat ketelitian (s=0,05)
Pengukuran Waktu Siklus per Proses
Pengukuran waktu siklus dilakukan dengan menggunakan stopwatch yang
dilakukan pada setiap aktivitas proses pengemasan Produk Sarimurni Teabag 25
yang berlangsung di PT Y. Pengamatan dilakukan secara acak terhadap pekerja
yang menurut perusahaan memiliki kemampuan rata-rata pada setiap kelompok
kerja. Perhitungan waktu siklus diakukan dalam satuan 1 kemasan tersier. Satu
kemasan tersier (kardus) mengemas 48 inner boxes, dan satu inner box berisi 1
gusset foil yang mengemas 25 teh celup. Pada proses pengepakan inner box,
pengukuran waktu siklus dilakukan dengan pengukuran lamanya proses
memasukan 48 inner boxes kedalam kardus. Pada proses blending, pengamatan
waktu siklus dilakukan dalam satuan batch sehingga pengukuran waktu siklus
hanya diukur sebanyak tiga kali ulangn. Waktu siklus yang digunakan pada current
state map merupakan rata-rata dari ketiga ulangan tersebut. Tiga kali ulangan ini
disepakati berdasarkan ketersediaan waktu dalam melakukan penelitian.
Pada pengembangan current state map, hasil pengukuran waktu siklus per
item kemasan merupakan perbandingan antara lamanya pengamatan dengan jumlah
kemasan yang dihasilkan. Pada future state map, pengukuran waktu siklus untuk
proses foiling, sealing dan boxing didapat dengan penerapan teori work sampling.
Hasil akhir dari work sampling adalah untuk menghitung waktu baku yang
kemudian menjadi acuan (standard time) pada future state map. Pada future state
map, waktu baku ini juga biasa disebut dengan waktu siklus. Berikut adalah rumus
yang digunakan.
∑ xi
Waktu Siklus =
n
Berbeda halnya dengan proses pengepakan akhir, waktu siklus
diperhitungkan dari rata-rata hasil penjumlahan aktivitas value added dan necessary
but non-value added dari hasil pengamatan ketiga grup. Waktu siklus untuk proses
yang melibatkan kinerja mesin diperhitungkan berdasarkan kapasitas mesin
tersebut dalam satuan waktu. Terdapat dua mesin yang terlibat pada proses
pembuatan produk Sarimurni Teabag 25: mesin pengemas teh celup, dan pengemas
box (wrapping machine). Waktu yang dibutuhkan oleh mesin pengemas diukur
dalam satuan 25 teh celup. Sedangkan waktu siklus untuk mesin pengemas box
diukur dalam satu satuan.
Pengukuran Waktu Set-up
Waktu set-up merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan
segala peralatan sebelum proses berlangsung pada proses yang melibatkan mesin.
Pengukuran waktu set-up dilakukan pada awal proses saat pergantian shift. Semua
jenis aktivitas pada saat operator melakukan persiapan dicatat sembari
dilakukannya pengukuran waktu dari masing-masing proses tersebut. Pengukuran
11
waktu set-up dilakukan pada proses pengemasan teh celup dan proses pengepakan
akhir. Proses lainnya merupakan proses yang melakukan aktivitas lanjutan dari
proses sebelumnya sehingga tidak dibutuhkan waktu persiapan yang signifikan—
hanya sekedar mengeluarkan kemasan yang telah dipersiapkan oleh pekerja lain.
Pengukuran Lead Time
Lead time yang diukur pada penelitian kali ini dilakukan dari mulai bahan
baku diolah di area produksi, hingga pada akhirnya dikemas. Lead time juga
melibatkan aktivitas transportasi dan waktu menunggu yang terjadi pada area
produksi. Perhitungan transportasi penanganan bahan dilakukan dengan asumsi
kinerja operator yang konstan sesuai dengan waktu pengamatan. Waktu transportasi
dianalisis secara seksama di seluruh proses pengemasan dari mulai bahan baku
diambil di gudang bahan baku hingga kardus diletakkan di gudang barang jadi.
Seluruh lead time yang teridentifikasi dijumlahkan sehingga menghasilkan sebuah
satuan data. Waktu yang dibutuhkan untuk mentransportasikan produk dari satu
stasiun ke stasiun lainnya dikategorikan sebagai waktu tunggu produksi. Pada
penelitian ini, waktu transportasi diukur dari jarak stasiun sealer atau pun boxing
yang paling jauh dari mesin pengemas box. Setiap stasiun memiliki waktu yang
berbeda sehingga diasumsikan waktu transportasi bersifat konstan untuk
dicantumkan pada value stream. Penjumlahan dari seluruh aktivitas yang terjadi
disebut dengan lead time keseluruhan. Sedangkan yang dimasksud dengan lead
time efektif pada penelitian ini adalah waktu yang digunakan untuk melakukan
aktivitas tanpa adanya waktu menunggu.
Analisis Aktivitas dalam Batch
Kegiatan yang dilakukan pada setiap work station dianalisis dari beragam
aktivitas yang dilakukan berdasarkan aspek tata cara kerja. Setiap aktivitas
dianalisis dengan mengukur waktu, dan kemudian didefinisikan berdasarkan
penambahan nilai tambah terhadap produk tersebut. Aktivitas diklasifikasikan
sebagai value added activity (VA) apabila kegiatan memberikan perubahan yang
dapat dihargai oleh pelanggan. Sedangkan aktivitas non-value added (NVA)
didefinisikan sebagai aktivitas yang terjadi selama proses pengemasan, namun tidak
menambah nilai dari produk tersebut. Aktivitas yang lainnya yang tidak memiliki
nilai tambah terhadap produk namun tidak dapat dihilangkan diklasifikasikan pada
jenis aktivitas non-value added but necessary (NNVA). Penelitian ini bermaksud
untuk meminimasi aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah dengan pendekatan
lean. Untuk mengembangkan future state map, dilakukan beberapa usulan berbasis
lean yang dapat mengurangi waktu siklus kumulatif pada current state map.
Produktivitas diperhitungkan dengan mengukur waktu dari aktivitas yang
bernilai tambah. Hasil pengamatan digambarkan dengan diagram manusia-mesin.
Dari hasil pengamatan tersebut, dilakukan analisis terhadap operator dan mesin
dengan perhitungan:
VA=Total waktu-(NVA+NNVA)
Keterangan:
VA = Value added time
NVA = Non-value added time
NNVA = Necessary but non-value added time
Pengukuran Waktu Baku Proses
Waktu baku diformulasikan pada setiap proses pengemasan yang dilakukan
secara manual. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui waktu standar setiap
12
proses. Perhitungan waktu baku didapat dari hasil perkalian waktu normal dengan
faktor penyesuaian. Pada penelitian kali ini, penentuan faktor penyesuaian mengacu
pada Westinghouse rating sysem. Sistem tersebut mempertimbangkan empat faktor:
skill, effort, condition dan consistency. Masing-masing faktor memiliki nilai pada
skala 6 yang kemudian dijumlahkan sesuai dengan nilai yang tertera pada Lampiran
1. Operator yang diamati merupakan pekerja dengan kemampuan rata-rata. Maka
dari itu, faktor penyesuaian dianggap sama untuk masing-masing proses.
Kelonggaran yang diterapkan adalah 2.5% untuk pria dan 5% untuk pegawai
wanita. Hal ini ditetapkan berdasarkan hasil diskusi dengan pegawai di divisi
manufacturing. Berikut adalah rumus yang diterapkan:
Waktu Normal= WS×faktor penyesuaian
Waktu Baku=WN× (1+kelonggaran)
Mayoritas dari proses ini dilakukan secara manual sehingga membutuhkan lebih
banyak pekerja pada lini produksinya. Berdasarkan paparan tersebut, produk
Sarimurni Teabag 25 terpilih sebagai produk yang diamati. Produk ini memiliki
wujud seperti yang tertera pada Gambar 2.
Setiap aktivitas yang terjadi pada lini produksi berkaitan dengan nilai yang
dihasilkan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah pendefinisian value atau nilai
untuk mengklasifikasikan aktivitas yang terjadi pada proses pembuatan produk.
Menurut Tyagi et al. (2014), lean manufacturing menegaskan bahwa pendefinisian
nilai harus di didasari oleh poin-poin yang diinginkan oleh pelanggan. Berdasarkan
prinsip lean, seluruh aktivitas yang terjadi pada proses produksi dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kategori:
1 Value added (VA): kategori ini merupakan aktivitas yang memberikan nilai
tambah terhadap produk jadi serta kepuasan terhadap pelanggan
2 Necessary but Non-value added (NNVA): kategori ini mencakup aktivitas yang
tidak memberikan nilai tambah terhadap fisik produk, atau pun nilai yang
dipertimbangkan oleh pelanggan. Tetapi aktivitas ini tidak dapat dihilangkan dari
proses.
3 Non-value added (NVA): kategori ini mencakup aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah terhadap produk, atau pun nilai terhadap pelanggan. Aktivitas yang
tergolong pada kategori ini biasa disebut dengan pemborosan atau waste yang
harus dieliminasi.
Nilai-nilai yang berhubungan dengan produksi Sarimurni Teabag 25 di PT
Y dan dianggap penting oleh pelanggan dicantumkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Aktivitas yang berkontribusi terhadap nilai produk
Nilai Aktivitas
Kualitas teablend Proses mixing teh
Kualitas teabag Pembuatan teh celup
Perekatan benang dengan teabag
Perekatan tag pada teabag
Kuantitas teabag pada foil Pengisian teh celup ke foil
Kerekatan sealed foil Perekatan kemasan foil
Kualitas box teh Pengisian teh celup yang sudah disealed ke
dalam inner box
Pembungkusan inner box dengan plastik
Pengepakan teh dalam kemasan tersier
14
Pengemasan
segi tenaga kerja dan mesin. Permintaan tersebut menjadi acuan target pershift
untuk perencanaan produksi di PT Y. Pada peta kondisi sekarang, aliran informasi
dari pelanggan hingga manajemen pabrik diilustrasikan di bagian atas pada peta.
Pada awalnya data diolah oleh divisi marketing hingga bahan baku dipersiapkan
oleh pihak suppliers. Panah yang terdapat diantara proses menggambarkan adanya
aliran informasi yang berlangsung dari setiap proses.
Sarimurni Teabag 25 membutuhkan berbagai macam komponen penyusun
baik bahan baku ataupun kemasan. Berdasarkan data permintaan quarter 1 (Januari-
April 2017), produk Sarimurni memiliki permintaan sebanyak 261 kardus dalam
satu shift. Bahan baku dari Sarimurni Teabag 25 antara lain teablend BBV 207, dan
vanillin. Adapun bahan kemasan yang dibutuhkan oleh Sarimurni Teabag 25 yaitu
teablend sheet, benang, lem perekat, tag, gusset foil, box, kardus (kemasan tersier),
dan solatip. Sebagai upaya untuk memudahkan pengidentifikasian aktivitas yang
tidak bernilai tambah, seluruh proses pada lantai produksi digambarkan dalam peta
kondisi sekarang (current state map).
Proses Blending
Secara keseluruhan, aktivitas yang berlangsung di PT Y terdiri dari proses
pencampuran teablend (blending), dan pengemasan teh hingga menjadi produk
yang siap untuk didistribusikan. Pada proses pencampuran, teablend yang sudah
dikirim oleh supplier dicampurkan dengan vanillin menggunakan mesin pengaduk.
Proses ini melibatkan 4 orang pekerja yang masing-masing saling berkontribusi
dalam penimbangan teablend, penuangan teablend ke mesin pengaduk,
penambahan vanillin, dan proses transfer teh ke penampung (bin) yang berada di
area transit bahan baku. Pada ruang blending terdapat 2 buah mesin pengaduk
dengan kapasitas 150 dan 100 kg. Proses ini dilakukan secara batch, bergantung
pada ketersediaan teablend, jumlah pekerja dan perencanaan produksi untuk produk
yang termasuk pada keluarga produk C. Jumlah pekerja pada proses blending untuk
Sarimurni Teabag 25 berkurang menjadi 2 pekerja ketika dibutuhkan produksi
untuk produk dengan flavor lain yang tergolong slow moving. Berdasarkan data dari
perusahaan, rata-rata jumlah batch yang dilakukan pada setiap shiftnya adalah
sebanyak 16 batch mixer besar atau setara dengan 2 422 kg. Pada penelitian ini,
pengamatan proses blending dilakukan terhadap mixer besar berkapasitas 150 kg.
Uraian lengkap mengenai kapasitas mesin mixer dapat dilihat pada Lampiran 3.
Proses blending berlangsung secara batch, maka dari itu jumlah pengamatan
yang memungkinkan untuk dilakukan adalah sebanyak dia kali pengamatan pada
satu grup kerja. Waktu siklus yang dicantumkan pada peta kondisi sekarang
merupakan rata-rata dari tiga kali pengamatan. Proses penimbangan teablend
berlangsung selama 47 detik. Proses ini dikerjakan oleh dua pekerja: seorang
menuangkan teablend dari sack ke ember, dan pekerja lainnya menimbang ember
teablend agar tidak melebihi kapasitas mixer. Jumlah ember yang digunakan
berkapasitas 25 kg, seperti yang terlihat pada Gambar 4, sehingga penimbangan
dilakukan sebanyak 6 kali untuk kapasitas mixer besar. Selanjutnya penuangan
teablend dalam ember juga membutuhkan dua orang pekerja: seorang mengangkat
ember dari lantai dan kemudian kedua pekerja tersebut menuangkan teablend ke
mixer secara bersamaan. Penuangan teablend ini hanya membutuhkan waktu 5
detik, dengan waktu tunggu dengan proses sebelumnya selama 4 detik.
Tahap selanjutnya adalah penambahan vanillin yang membutuhkan waktu
71 detik. Proses ini dilakukan oleh seorang pekerja yang menuangkan 1.4 kg
16
vanillin (komposisi untuk mixer besar) kedalam mixer. Campuran teablend dan
vanillin kemudian diaduk selama 438 detik. Hal ini berbeda dengan prosedur
(a) (b)
Gambar 4 Teablend pada proses blending (a), Proses pengadukan
pada proses blending (b)
pengadukan yang mencantumkan bahwa lamanya proses pengadukan adalah 10
menit atau 600 detik. Saat ini, belum ada timer yang dilengkapi dengan bunyi
penanda bahwa proses pengadukan sudah selesai sehingga operator tidak dapat
menghentikan mesin secara pasti berdasarkan prosedur yang disepakati oleh
perusahaan. Operator hanya mengandalkan jam yang ada di ruangan sebagai acuan.
Pada kondisi ini, campuran teh dan vanillin belum teraduk secara merata. Namun,
tidak ada pengecekan kualitas terkait pencampuran teablend dan vanillin sehingga
pihak perusahaan perlu melakukan peninjauan kembali.
Setelah teh dan vanillin tercampur secara merata, teablend tersebut dialirkan
ke bin. Operator membuka valve dari mixer agar serbuk teh dapat mengalir ke
penampung. Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan seluruh teablend yang
telah diaduk adalah selama 532 detik. Serbuk yang dialirkan ke bin hanya
menggunakan gaya gravitasi tanpa adanya bantuan udara untuk mempercepat aliran
serbuk. Hal ini mengakibatkan kebutuhan waktu yang cukup panjang untuk
mengalirkan 150 kg teablend dalam satu batch. Total waktu siklus yang dibutuhkan
pada tahap blending ini adalah 1 331 detik, dengan rincian masing-masing aktivitas
seperti yang dicantumkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Waktu siklus pada stasiun blending
Selain itu, sering kali operator harus melakukan pengecekan secara manual untuk
mengetahui jumlah teh yang berada pada hopper mesin pengemas teh celup. Waktu
pengecekan dilakukan setiap satu jam sekali, namun setiap mesin memiliki
kebutuhan jumlah pengisian yang beragam didasari oleh kinerja mesin tersebut—
mesin dengan sedikit kerusakan atau minor stoppages membutuhkan lebih banyak
teh untuk diisi ulang dan begitu sebaliknya.
Proses pengemasan teh celup ini melibatkan 11 mesin yang masing-masing
membutuhkan seorang operator. Satu mesin mampu mengemas 120 teh celup
(teabags) dalam 1 menit. Maka dari itu, dapat dihitung bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 25 teh celup adalah selama 12.5 detik. Operator di
stasiun kerja ini bertugas untuk memasukan teh celup (teabags) kedalam gusset foil
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5. Pekerja tersebut juga harus mampu
melakukan perbaikan terhadap mesin apabila terjadi kerusakan yang menghambat
proses pengemasan.
terbesar terdapat pada operator yang tidak tepat waktu dalam memulai set-up
setelah bel pergantian shift berbunyi. Lamanya waktu setup juga mengakibatkan
delay bagi operator di stasiun kerja selanjutnya. Hasil pengukuran waktu set-up
dilampirkan pada Lampiran 5. Pada Tabel 5 berikut, dicantumkan rangkuman dari
hasil pengukuran waktu set up pada 3 mesin pengemas teh.
Tabel 5 Hasil pengukuran waktu setup mesin pengemas teh celup
Sealing Boxing
Total waktu pengamatan 1 808 1 880
Jumlah output (items) 498 257
Waktu siklus 3.6 7.3
19
(a) (b)
Gambar 6 Proses perekatan gusset foil (a), proses pemasukkan gusset foil ke
box (b)
seperti yang tertera pada Tabel 7. Aktivitas ini meliputi persiapan kardus dan
solatip, memasukkan box teh ke kardus, merekatkan kardus, serta meletakan kardus
ke pallet. Terkadang operator harus melakukan aktivitas tambahan seperti
merapihkan sistem antrian box, membuka plastik dari produk cacat, serta
membenarkan mesin ketika terdapat kendala pada mesin pengemas box dalam
plastik. Kerusakan sistem antrian pada konveyor mengakibatkan pekerjaan
tambahan bagi operator di stasiun kerja ini. Operator harus memisahkan sebagian
dari antrian box yang sudah cukup panjang. Apabila hal ini tidak dilakukan, mesin
akan menjepit kemasan dan meningkatkan jumlah produk cacat. Sayangnya PT Y
tidak lagi memperhitungkan jumlah rework dari masing-masing produk sehingga
analisis kuantitatif dari banyaknya produk rework tidak dapat dilakukan. Total dari
waktu siklus keseluruhan pada proses packaging ini adalah sebesar 2 660 detik.
Dengan penggambaran peta saat ini, PT Y mampu memproduksi 195 kardus
Sarimurni Teabag 25. Peta kondisi saat ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 7 Waktu siklus pada stasiun pengepakan
Setiap tahapan proses terdiri atas berbagai jenis aktivitas yang meliputi
value added, non-value added dan non-value added but necessary. Dalam 30 menit
pengamatan terhadap setiap grup, aktivitas bernilai tambah dari masing-masing
proses bernilai kurang dari standar perusahaan, 85%. Aktivitas bernilai tambah
yang teridentifikasi antara lain memasukkan teabag ke dalam gusset foil,
merekatkan foil, memasukkan gusset foil ke dalam inner box, dan memasukkan
inner box ke kardus. Pada proses foiling dan pengepakan, operator sering kali
membenarkan mesin, mengobrol atau pun menggunakan waktu kerjanya untuk
beristirahat sejenak (minor stoppages). Aktivitas operator dalam membenarkan
mesin tergolong kegiatan yang tidak bernilai tambah namun harus dilakukan.
24
12%
11%
77%
VA NVA NNVA
Dari hasil analisis dapat diperhitungkan bahwa dalam satu shift, 7 jam tiga
puluh menit (27.000 detik), satu operator foiling mampu menghasilkan 1 825 gusset
foils. Dengan demikian, apabila tidak terjadi bottleneck pada endprocess, satu lini
produksi dengan kapasitas 11 mesin dapat menghasilkan 416 kardus kemasan akhir.
Mesin ini bekerja parallel dengan operator. Pada saat mesin beroperasi dengan baik,
terdapat kemungkinan besar bahwa mesin tersebut akan tetap berjalan ketika
operator menganggur. Pengamatan menunjukan bahwa persentase mesin
melakukan aktivitas yang tidak bernilai tambah hanya sebesar 12 % seperti yang
dilampirkan pada Lampiran 8. Hal ini menunjukan tingkat produktivitas yang tinggi
pada stasiun foiling, sehingga perlu dipertahankan performa mesin dan operatornya.
Pada stasiun sealing dan boxing, pengamatan hanya dilakukan satu kali. Hal
ini dikarenakan waktu siklus per item kemasan yang sangat singkat sehingga sulit
diamati. Tiga puluh menit pengamatan pada stasiun sealing menunjukan bahwa
aktivitas yang bernilai tambah hanya sebesar 64% seperti pada data yang tertera
pada Gambar 10 atau Lampiran 9.
17%
19%
64%
VA NVA NNVA
pada stasiun ini adalah 19% dengan aktivitas non-value added but necessary
sebesar 17%. Aktivitas pada stasiun boxing terdiri atas 75% aktivitas value added,
7% aktivitas non-value added, dan 17% aktivitas non-value added but necessary.
Kegiatan non-value added but necessary pada stasiun ini merupakan aktivitas
pembuatan inner box dan meletakan inner box ke konveyor. Keseluruhan data dari
hasil analisis ini digambarkan pada Gambar 11 dan secara lebih rinci diuraikan pada
Lampiran 10.
18%
7%
75%
VA NVA NNVA
43% 40%
17%
VA NVA NNVA
Peta kondisi masa depan, atau biasa dikenal dengan future state map
merupakan peta dari hasil perbaikan peta sekarang (current state map). Peta ini
digunakan sebagai acuan kerja keseluruhan proses di area produksi dengan
meminimasi proses yang tidak bernilai tambah.
Upaya Peningkatan Produktivitas
Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas pada aliran proses produk
Sarimurni Teabag 25, dilakukan berbagai strategi yang dapat meminimasi
pemborosan. Usulan digambarkan dalam setiap tipe pemborosan berdasarkan 8
wastes yang telah diidentifikasi pada subbab sebelumnya. Seluruh upaya perbaikan
dipetakan pada peta kondisi masa depan yang dapat dilihat pada Gambar 13.
I Transportasi
Proses transportasi teablend ke mesin pengemas dinilai kurang efektif.
Seorang operator harus mengambil teablend pada setiap mesin secara satu persatu.
Peningkatan dapat dilakukan dengan proses pengangkutan teablend dengan
bantuan handlift. Alhasil, operator dapat melakukan tugasnya dengan jarak yang
lebih singkat. Penggunaan handlift mampu mengangkat 8 ember teablend atau
setara dengan kebutuhan 4 buah mesin. Secara keseluruhan, operator hanya
membutuhkan 3 kali pengangkutan untuk 11 mesin. Operator yang bertugas untuk
mengisi ulang teablend mengemukakan bahwa sering terjadi kesalahan dalam
penuangan teablend yang sebelumnya sudah di refill. Penggunaan check-sheet
dapat dilakukan dalam membedakan mesin yang sudah atau-pun belum diisi ulang.
Pada lean manufacturing, penggunaan check-sheet ini disebut dengan poka-yoke
yang berguna untuk menghindari kesalahan operator (human errors) yang dapat
berpengaruh terhadap proses.
II Inventori
Lead time dapat diminimasi dengan menyamaratakan waktu antar proses.
One-piece flow dapat diterapkan pada proses ini agar proses dapat berlangsung
lebih cepat. Setiap satu proses selesai dilakukan, produk tersebut langsung
ditransportasikan ke stasiun kerja selanjutnya. Dengan demikian, jumlah produk
work in process akan berkurang dan produk akan diproses berdasarkan urutan
produk diolah (first in first out). One-piece flow mengacu pada sebuah konsep dari
pemindahan satu komponen yang telah diproses dalam satu waktu. Ide ini memiliki
berbagai manfaat seperti menjaga produk yang berada pada proses (work in
process) pada level yang rendah. One-piece flow mendorong adanya keseimbangan
kerja, kualitas yang lebih baik dan sejumlah pebaikan internal (internal
improvements) (Modrak dan Semanco 2014). Menurut Liker (2006), ketika
menerapkan sistem one-piece flow secara otomatis terjadinya beberapa perbaikan
untuk menghilangkan muda (pemborosan). Manfaat dari implementasi one-piece
flow, yang disebutkan oleh Liker, antara lain:
1 Menciptakan kualitas yang inheren
Setiap operator adalah inspektur kualitas dalam memperbaiki setiap masalah di
stasiun sebelum menyerahkan ke stasiun selanjutnya. Namun apabila lolos ke
stasiun berikutnya, kerusakan itu akan dideteksi dengan lebih cepat dan masalah
dapat segera didiagnosis dan diperbaiki.
27
dari itu penerapan one-piece flow memberikan dampak yang signifikan terhadap
waktu tunggu produk.
Mesin yang tidak beroperasi dengan baik mengakibatkan waktu tunggu baik
terhadap pekerja maupun produk—seperti yang terjadi pada proses foiling dan
pengepakan. Perlu diterapkan 5S (sort, straighten, shine, standardize, dan sustain)
di kedua area produksi ini. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan
operator, peralatan untuk membenarkan mesin tidak berada pada tempat yang
seharusnya sehingga membutuhkan waktu lebih untuk membenarkan mesin. Tidak
jarang operator yang bertugas pada mesin lain meminjam peralatan untuk
perbaikan, yang mengakibatkan waktu menunggu (delay) perihal perbaikan mesin.
Penggunaan andon dapat pula digunakan agar mempercepat respon operator dalam
menangani mesin yang rusak.
VI Produk cacat (defect)
Kerusakan satu produk yang ditandai dengan kemasan plastik yang cacat
tidak membuat mesin pengemas harus dihentikan. Sampai saat ini, mesin tidak
berhenti secara otomatis ketika terjadi kerusakan pada produk. Mesin hanya
dihentikan secara manual apabila kemasan terjepit pada mesin yang juga
mengakibatkan banyak produk cacat. Lean manufacturing menegaskan bahwa
mesin yang rusak harus langsung diperbaiki ketika ditemukannya produk cacat.
Perlu dilakukan perbaikan dari automatisasi mesin tersebut agar tidak
mengakibatkan banyak produk cacat.
Perhitungan Waktu Baku
Perhitungan waktu baku terhadap kinerja operator pada stasiun foiling,
sealing dan boxing dilakukan dengan menggunakan work sampling. Data yang
diambil dari setiap grup kerja pertama-tama diuji keragamannya. Uji keragaman
data dimulai dengan membagi 30 data menjadi 6 subgrup, dengan 5 data pada setiap
subgrupnya. Alhasil, didapat nilai x rata-rata untuk mengetahui batas kontrol atas
dan bawah seperti yang tertera pada Lampiran 14 dan 15.
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa dibutuhkan jumlah data sebesar
nilai N’ ataupun lebih agar dapat menghasilkan data yang representatif seperti pada
Tabel 9. Notasi N menunjukan jumlah data yang diambil pada penelitian ini.
Perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 9 Hasil uji kecukupan data untuk perhitungan waktu baku
kurang nyaman bagi pekerja di lantai produksi. Hal ini berimplikasi terhadap faktor
penyesuaian yang termasuk ketegori fair atau tidak terlalu baik. Lampiran 18
memaparkan seluruh hasil faktor penyesuaian pada stasiun foiling, sealing dan
boxing. Hasil dari penentuan faktor penyesuaian ini ditentukan berdasarkan hasil
disuksi dengan assistant manager produksi di pabrik. Menurut Sutalaksana (2006),
kelonggaran diperhitungkan untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique
dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Hasil perhitungan waktu normal
digunakan untuk menetapkan waktu baku dari setiap proses Hasil pengukuran
waktu baku pada proses foiling, sealing, dan boxing antara lain adalah: 11.68, 4.15,
dan 5.17 detik—data tersedia pada Lampiran 19.
Pada stasiun pengepakan, waktu baku untuk peta kondisi masa depan
didapat dengan pengeliminasian waktu dari aktivitas yang tidak bernilai tambah
(NVA) pada peta kondisi sekarang dari hasil pengukuran 3 kali ulangan. Dengan
demikian didapat rata-rata waktu baku proses sebesar 110.63 detik. Hasil ini
didapatkan dari penjumlahan rata-rata value added dan non-value added setiap grup
selama masa pengamatan. Data dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran
20.
Pengukuran Lead Time
Dengan menerapkan konsep one-piece flow yang diamati selama satu
minggu waktu kerja, lead time diperhitungkan kembali. Terdapat perubahan yang
sangat signifikan terutama pada waktu transportasi setelah proses foiling dan
sealing. Waktu transportasi produk yang dibutuhkan dari proses foiling dengan
konveyor adalah selama 13 detik. Sebelumnya, terukur bahwa satu produk
meunggu selama 811 detik pada stasiun ini. Pengurangan waktu adalah sebesar 798
detik. Penerapan yang sama juga berdampak terhadap waktu transportasi di stasiun
sealing. Melalui konveyor, waktu tempuh produk adalah sebesar 6 detik. Tidak
terjadi penumpukan produk dalam waktu yang lama karena produk diproses secara
langsung. Total lead time pada future state map adalah sebesar 2 069 detik
dibandingkan dengan sebelum perbaikan dengan total lead time 4 408 detik.
Perbandingan lead time efektif dan lead time keseluruhan didemonstrasikan pada
Gambar 14.
5000
4000
3000
2000
1000
0
Current state map Future state map
Lead time efektif Lead time keseluruhan
Simpulan
Saran
dengan mengetahui kuantitas dari waste yang mana pada perusahaan ini tidak
dipertimbangkan lebih jauh. Apabila memungkinkan, pada kesempatan
selanjutnya, perhitungan utilitas dari segi air dan energi perlu dilakukan untuk
memberikan gambaran yang lebih detail dari keseluruhan proses.
DAFTAR PUSTAKA
Plenert G. 2007. Reinventing Lean: Introducing Lean Management into the Supply
Chain. Burlington (CAN): Butterworth—Heinemann
Rutten MM. 2013. What economic theory tells us about the impacts of reducing
food losses and/or waste: implications for research, policy and practice. J
Agric. Food Security, 2(13)
Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung (ID): Laboratorium
Tata Cara Kerja & Ergonomi Departemen Teknik Industri ITB.
Topbrand. 2012. Top Brand Index 2012: Kategori Teh Celup. [Internet]. [diakses
tanggal 21 Agustus 2017]. Tersedia pada: http://www.topbrand-
award.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-index-2012
Tyagi S, Choudhary A, Cai X, Yang K. 2014. Value stream mapping to reduce the
lead-time of product development process. Int. J. Production
Economics.doi:10.1016/j.ijpe.2014.11.002
Womack JP, Jones DT.1996. Beyond Toyota: How to root out waste and pursue
perfection. Harvard business review. 74 (5):140-150
36
LAMPIRAN
Lampiran 3 Jumlah batch dalam proses blending dengan mixer besar dalam 1 shift
kerja
Waktu (detik)
Operator
Mesin Mesin Mesin
EC/12/B16 EC/12/B19 EC/12/B08
Aktivitas
Tidak melakukan aktivitas 241 140 204
Membersihkan mesin 27 50 35
Mengeluarkan kotak lem pada mesin 33 40 42
Memisahkan lem yang mengering 118 9 40
Memasukan lem baru 19 9 6
Memasang kotak lem 18 23 19
Mengisi ulang tag teh 15 23 38
Membenarkan bandul benang 38 76 463
Membersihkan area kerja 41 46 22
Total Waktu 550 416 869
Total Waktu Produktif 309 276 665
41
Waktu (detik)
Operator Ket Mesin Ket
G1 G2 G3
Aktivitas
Mengemas
Memasukkan teabag
VA teablend VA 1 170 1 572 1 423
ke dalam gusset foil
menjadi teabag
Machine
Membenarkan mesin NNVA NVA 280 42 329
breakdown
Mengemas
Minor stoppages NVA teablend VA 348 195 61
menjadi teabag
Total waktu 1 798 1 809 1 813
Total gusset foil 99 140 123
Rata-rata waktu perfoil 19 13 15
Rata-rata kumulatif 15.7
42
Operator Rata-
Aktivitas Persentase Rata-
(detik) rata
rata
G1 G2 G3 (detik) G1 G2 G3
Non-value added 348 195 61 201.3 19% 11% 3% 11%
Value added 1 170 1 572 1 423 1 388.3 65% 87% 78% 77%
Non-value added
280 42 329 217 16% 2% 18% 12%
but Necessary
43
Mesin Rata-
Aktivitas Persentase Rata-
(detik) rata
rata
G1 G2 G3 (detik) G1 G2 G3
Non-value added 280 42 329 217 16% 2% 18% 12%
Value added 1 518 1 767 1 484 1 589.7 84% 98% 82% 88%
Non-value added but
- - - - - - -
necessary
44
Waktu
Operator Ket Mesin Ket Persentase
(detik)
Aktivitas
Merekatkan foil VA Merekatkan foil VA 1 150 64%
Membuat inner box NNVA Menunggu NVA 305 17%
Minor stoppages NVA Menunggu NVA 353 19%
Total waktu 1 808
Total sealed foil 498
Rata-rata waktu perseal 4
45
Waktu
Operator Ket Persentase
(detik)
Aktivitas
Memasukkan gusset foil kedalam inner box VA 1 419 75%
Mempersiapkan inner box NNVA 122 7%
Meletakan inner box di konveyor NNVA 210 11%
Minor stoppages NVA 129 7%
Total Waktu 1 880
Total inner box 257
Rata-rata waktu perinner box 7
46
Waktu (detik)
Operator Ket Mesin Ket
G1 G2 G3
Aktivitas
Membungkus
Memasukkan
inner box
inner box ke VA VA 443 881 870
dengan plastic
kardus
wrap
Membungkus
Meletakkan
inner box
kardus ke NNVA VA 210 180 175
dengan plastic
pallet
wrap
Membenarkan
NNVA Berhenti NVA 1 108 360 334
mesin
Membungkus
Membuka inner box
NVA VA 39 159 228
plastic wrap dengan plastic
wrap
Membungkus
Minor inner box
NVA VA 36 289 209
stoppages dengan plastic
wrap
Total waktu 1 836 1 869 1 816
47
Lampiran 14 Hasil perhitungan harga rata-rata dari proses foiling, sealing, dan
boxing
Lampiran 17 Perhitungan waktu siklus foiling, sealing, dan boxing untuk future
state map
Lampiran 19 Hasil pengukuran waktu baku pada proses foiling, sealing, dan boxing
Lampiran 21 Perbandingan current dan future state dari setiap tahapan proses pengemasan
berdasarkan jenis aktivitasnya
Current State
Packing
Wrapping
Boxing
Sealing
Foiling
Teabag Processing
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
NNVA NVA VA
Future State
Packing
Wrapping
Boxing
Sealing
Foiling
Teabag Processing
0 50 100 150 200 250 300 350 400
NNVA NVA VA
57
RIWAYAT HIDUP