Anda di halaman 1dari 69

ANALISIS LEAN MANUFACTURING PADA PRODUK TEH

CELUP DENGAN METODE VALUE STREAM MAPPING

FATHIADURRI SHAZANA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Lean


Manufacturing pada Produk Teh Celup dengan Metode Value Stream Mapping di
PT Y adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2017

Fathiadurri Shazana
ABSTRAK
FATHIADURRI SHAZANA. Analisis Lean Manufacturing pada Produk Teh
Celup dengan Metode Value Stream Mapping. Dibimbing oleh MACHFUD.

Produktivitas pada lini produksi dapat ditingkatkan dengan mengeliminasi


segala pemborosan yang ada pada lantai produksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan merancang perbaikan berkelanjutan untuk produk Sarimurni
Teabag 25 yang diproduksi di PT Y. Value stream mapping merupakan sebuah tool
pada lean manufacturing yang mengidentifikasi pemborosan berikut penyebab
permasalahan melalui current dan future state map. Mengacu pada Toyota
production system (TPS), teridentifikasi bahwa terdapat beberapa pemborosan yang
terjadi di lini produksi seperti transportasi, inventori, gerakan, waktu menunggu,
produksi berlebih dan produk cacat. Total lead time efektif adalah 1 325 detik dari
total lead time keseluruhan 4 408 detik. Analisis produktivitas menunjukkan
besarnya persentase aktivitas tidak bernilai tambah akibat kerusakan mesin pada
proses akhir yang sering terjadi. Upaya dari perbaikan produktivitas diilustrasikan
pada peta kondisi masa depan dengan penerapan beberapa lean tools: one-piece
flow, 5S, poka yoke, dan andon. Pendekatan lean pada lini produksi dapat
mengurangi 53% lead time per satu kardus produk menjadi 2 069 detik.

Kata kunci: perbaikan berkelanjutan, lean manufacturing, Toyota production


system, value stream mapping, eliminasi waste

ABSTRACT

FATHIADURRI SHAZANA. Lean Manufacturing Analysis of Teabag Products


with Value Stream Mapping. Supervised by MACHFUD.

Productivity in production line can be improved by eliminating activities


which are not needed in the shop floor. This research is aimed to identify wastes
and design some possible improvements, especially for the Sarimurni Teabag 25
product which is produced in Y Company. Value stream mapping is one of the tools
in lean manufacturing which identifies a set different kind of wastes along with its
causes through current and future state maps. Based on Toyota production system
(TPS), this research has identified several wastes in transportation, unnecessary
inventory, motion, waiting, overproduction and defect. The overall effective lead
time was 1 325 seconds out of 4 408 overall lead time in seconds. Productivity
analysis showed that there were a huge amount of non-value added but needed
activites due to the machine breakdown in the end-process. In order to overcome
the current problem in the shop floor, the future state map suggested several lean
tools to be implemented such as one-piece flow, 5S, poka yoke and andon. Lean
approach in production line was able to cut down 53% of the product’s total lead
time becoming 2 069 seconds.

Keywords: continuous improvement, lean manufacturing, Toyota production


system, value stream mapping, waste elimination
ANALISIS LEAN MANUFACTURING PADA PRODUK TEH
CELUP KEMASAN DENGAN METODE VALUE STREAM
MAPPING

FATHIADURRI SHAZANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Skripsi : Analisis Lean Manufacturing pada Produk Teh Celup dengan Metode
Value Stream Mapping.
Nama : Fathiadurri Shazana
NIM : F34130121

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Machfud, MS
Pembimbing Akademik

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Analisis Lean
Manufacturing pada Produk Teh Celup dengan Metode Value Stream Mapping”
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Maret 2017 ini ialah mengenai perbaikan aliran proses produksi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1 Prof Dr Ir Machfud, MS, selaku pembimbing akademik atas perhatian dan
bimbingannya selama penyelesaian skripsi,
2 Dr Ir Hartrisari Harjomidjojo, DEA, dan Dr Ir Sugiarto, M.Si, selaku dosen
penguji,
3 Kedua orang tua: Mama dan Papa yang selalu memberikan kasih sayang dan
semangatnya sampai saat ini. Thank you for never giving up on me,
4 Bapak Chairil selaku Assistant Manager divisi produksi, dan bapak Chevi selaku
Supervisor produksi di PT Y yang telah meluangkan waktunya semasa
pengumpulan data skripsi,
5 Ibu Susan selaku Officer, dan seluruh komponen PT Y yang telah memberikan
pengarahan dan kehangatan selama masa pengambilan data di perusahaan,
6 Teman-teman Tincredibles atas kebersamaannya selama masa perkuliahan,
7 Teman-teman Zero Waste atas canda tawa dan keceriaannya selama praktikum,
8 Teman-teman pejuang seni BEM Fateta: Farah, Ami, Ocin, Maudi, Sajun, Ika,
Maro, Bisma, Belle, Ditta, Hafizh, Afif, Sugoi, Hilman, dan Lia—semangat luar
biasa untuk never-end fightsnya. Terima kasih sudah mengajarkan hal-hal sepele
yang membangun diriku menjadi seperti sekarang,
9 Teman-teman Beswan Djarum 31: Ijal, Iqbal, Ai, Fariz, Dika, Aldo, Kania, Rifqi,
Aida, Novi, Elsha, Unil, dan Vito. atas kebersamaan dan pengalaman yang sangat
berharga semasa perkuliahan,
10 Tim Horeku: Ida, Ami, Novia, Dea, Arvin, Erwin, Raisha dan Ambon—thanks
for coping with the weirdness of mine that we’ve been through all these years,
11 Ciwi Ciwiku tersayang: Ajeng, Farah, ka El, Hanny, Dita dan Ncess—thanks for
all the sour and sweet experience out of these wonderful moments. Semoga
kebersamaan ini tiada akhirnya,
12 Seluruh keluarga dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2017

Fathiadurri Shazana
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Lean Manufacturing 3
Value Stream Mapping 4
METODE 5
Kerangka Pemikiran 5
Tata Laksana Penelitian 5
Prosedur Analisis Data 8
Tempat dan Waktu Penelitian 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Pemilihan Produk dan Keluarga Produk 12
Pendefinisian Value pada Aktivitas 13
Pengembangan Current State Map 14
Identifikasi Waste pada Lini Produksi 22
Analisis Aktivitas dalam Batch 23
Pengembangan Future State Map 26
Perbandingan Current State dan Future State Maps 31
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 57
DAFTAR TABEL
1 Pengumpulan data dan informasi 7
2 Aktivitas yang berkontribusi terhadap nilai produk 13
3 Waktu siklus pada stasiun blending 16
4 Waktu siklus pada stasiun foiling 17
5 Hasil pengukuran waktu setup mesin pengemas teh celup 18
6 Waktu siklus pada stasiun sealing dan boxing 18
7 Waktu siklus pada stasiun pengepakan 20
8 Pengklasifikasian aktivitas berdasarkan muda, muri dan mura 22
9 Hasil uji kecukupan data untuk perhitungan waktu baku 28
10 Upaya perbaikan dari pemborosan yang terjadi di lini produksi 31
11 Hasil analisis pengembangan peta kondisi masa depan 32

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi kerangka pemikiran 5


2 Sarimurni Teabag 25 13
3 Proses produksi Sarimurni Teabag 25 di PT Y 14
4 Teablend pada proses blending (a), Proses pengadukan pada proses
blending (b) 16
5 Proses memasukkan 25 teh kantong ke dalam gusset foil 17
6 Proses perekatan gusset foil (a), proses pemasukkan gusset foil ke box
(b) 19
7 Proses pengepakan Sarimurni Teabag 25 19
8 Peta kondisi sekarang 21
9 Persentase aktivitas di stasiun foiling 24
10 Persentase aktivitas di stasiun sealing 24
11 Persentase aktivitas pada stasiun boxing 25
12 Persentase aktivitas pada stasiun pengepakan 25
13 Peta kondisi masa depan 29
14 Lead time efektif dan lead time keseluruhan 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Westinghouse rating system 36


2 Permintaan dan realisasi terhadap keluarga produk C berdasarkan
System, Application and Programme pada Q1 2017 37
3 Jumlah batch dalam proses blending dengan mixer besar dalam 1 shift
kerja 38
4 Layout lantai produksi 39
5 Analisis waktu set-up pada mesin pengemas teh 40
6 Diagram operator dan mesin di stasiun foiling 41
7 Analisis aktivitas pada operator di stasiun foiling 42
8 Analisis aktivitas pada mesin di stasiun foiling 43
9 Analisis aktivitas di stasiun sealing 44
10 Analisis aktivitas di stasiun boxing 45
11 Diagram operator dan mesin di stasiun pengepakan 46
12 Analisis aktivitas operator di stasiun pengepakan 47
13 Analisis aktivitas mesin di stasiun pengepakan 48
14 Hasil perhitungan harga rata-rata dari proses foiling, sealing, dan
boxing 49
15 Hasil uji keragaman data 50
16 Hasil uji kecukupan data 51
17 Perhitungan waktu siklus foiling, sealing, dan boxing untuk future
state map 52
18 Faktor penyesuaian dengan Westinghouse rating system 53
19 Hasil pengukuran waktu baku pada proses foiling, sealing, dan boxing 54
20 Analisis aktivitas di stasiun pengepakan per satu kardus dalam 30
menit pengamatan 55
21 Perbandingan current dan future state dari setiap tahapan proses
pengemasan berdasarkan jenis aktivitasnya 56
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persaingan yang ketat pada industri menuntut setiap perusahaan untuk


meningkatkan produktivitasnya. Produktivitas merupakan aspek yang sangat
penting sebagai salah satu indikator performa perusahaan. Tingginya tingkat
produktivitas sebuah perusahaan mengindikasikan sumberdaya yang telah
termanfaatkan dengan baik. Sumberdaya yang dimaksud dapat berupa tenaga kerja,
mesin operasi, dan seluruh komponen lainnya yang berpengaruh terhadap proses
pembuatan produk. Sumberdaya yang tidak termanfaatkan dengan baik akan
berakibat langsung pada performa keseluruhan dari sebuah industri, khususnya PT
Y dimana penelitian ini dilaksanakan. Maka dari itu, perlu adanya perbaikan secara
berkelanjutan yang difokuskan untuk meminimasi pemborosan yang tidak bernilai
tambah (non- value added). Hal ini akan berdampak pula dalam memperlancar
aliran produksi, secara khusus di PT Y, sehingga dapat menghasilkan produk
dengan kualitas dan harga yang bersaing.
Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas di PT Y, Lean
Manufacturing digunakan dalam analisis keseluruhan proses yang berlangsung di
PT Y. Lean Manufacturing, yang mulanya dikenal dengan sebutan Toyota
production system, membawa perubahan yang signifikan terhadap industri
otomotif. Konsep tersebut merupakan variasi dari aspek sosial dan teknik sehingga
dapat diterapkan sebagai upaya dalam meningkatkan produktivitas perusahaannya.
Upaya yang dapat dilakukan pada industri diantaranya adalah penerapan just in
time, 5S (sort, straighten, shine, standardize, sustain) dan value stream mapping
(Gasperz 2007). Namun, pada industri pangan, tidak semua lean tools dapat
diterapkan. Bahan baku produk olahan agroindustri memiliki karakteristik yang
kamba (bulky) dan mudah rusak. Maka dari itu diperlukan penanganan khusus
untuk menjaga kualitas dari bahan baku. Misalkan, waktu tunggu yang panjang
tidak hanya berimplikasi pada penurunan produktivitas di aliran produksi. Hal
tersebut memiliki dampak terhadap kualitas, secara fisik atau pun kimia dari bahan
baku agroindustri.
Salah satu metode yang digunakan dalam lean manufacturing adalah value
stream mapping (VSM). Metode ini efektif digunakan untuk mengidentifikasi
pemborosan yang ada pada sebuah aliran proses produksi. Menurut Mark (2008),
tujuan utama VSM adalah untuk mengerti dan mendokumentasikan keadaan saat
ini dengan semua isu atau persoalan yang ada didalamnya. Kemudian hasil analisis
kondisi saat ini dapat menghasilkan sebuah future state map yang mendorong
terjadinya peningkatan dalam sebuah proses. Value stream mapping membantu
perusahaan untuk memahami seluruh aspek yang terlibat pada proses produksi.
Metode ini memeriksa nilai tambah dari setiap langkah dalam proses rantai pasok
(supply chain). Perkembangan zaman menuntut setiap perusahaan untuk saling
berkompetisi untuk menghasilkan produk terbaik dibidangnya. Sebagai upaya
peningkatan sistem produksi pada perusahaan berbasis agroindustri harus mampu
mengeliminasi pemborosan yang ada di pabrik. Salah satu metode yang dapat
diterapkan pada PT Y adalah metode value stream mapping.

1
2

Banyaknya perusahaan yang bergerak pada industri teh berkorelasi terhadap


potensi berkembangnya industri teh kemasan, seperti perusahaan yang dikaji pada
penelitian ini, PT Y. Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian yang
dipublikasikan oleh Kementrian Pertanian (2015), produksi teh di Indonesia
diprediksikan mengalami peningkatan sebesar 0.286 % pertahunnya dalam kurun
waktu 2015-2019. Pada tahun 2017 produksi teh adalah sebesar 163 844 ton hingga
akhirnya mencapai 165 030 ton teh pada tahun 2019. Berbeda dengan produksi teh
nasional, permintaan terhadap produk the mengalami penurunan sebesar 1.57% per
tahun dalam kurun waktu 4 tahun (2015-2019). Konsumsi nasional dari produk teh
adalah sebesar 141 421 ton per tahun 2017. Diperkirakan konsumsi nasional akan
terus menurun hingga 136 667 ton pada tahun 2019. Kemenperin (2016)
menunujukan bahwa terdapat 172 industri teh kemasan dengan skala menengah
hingga besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Mayoritas pabrik terletak di pulau
Jawa dan Sumatera. Produksi teh terbesar terlatak di provinsi Jawa Barat (71.02%)
diikuti dengan Sumatera Utara (8.94%), Jawa Tengah (6.78%), Sumatera Barat
(5.24%), dan Jambi (3.55%) (Indarti 2015).
PT Y merupakan industri yang bergerak pada sektor pengemasan teh celup
dari brand ternama di Indonesia. Berdasarkan Topbrand (2012) terdapat 6 brands
teh celup kemasan lainnya yang menjadi kompetitior utama PT Y di Indonesia,
dengan brand PT Y sebagai urutan pertama dari 5 kompetitor lainnya. Produk yang
diamati, Sarimurni Teabag 25, merupakan produk dengan tingkat permintaan yang
tinggi sehingga perlu dilakukan analisis lanjut untuk meningkatkan efisiensi di
lantai produksi. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh operator di lini produksi
Sarimurni Teabag 25 memegang peranan penting dalam menghasilkan produk
dengan kualitas terbaik. Semua aktivitas di lantai produksi yang tidak bernilai
tambah dari sudut pandang konsumen harus diminimasi sedemikian rupa agar
menambah persentase dari aktivitas bernilai tambah.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, penelitian ini merumuskan


beberapa pertanyaan agar dapat menyelesaikan permasalahaan yang ada.
Pertanyaan tersebut antara lain:
1. Bagaimana metode value stream mapping dapat mengidentifikasi waste yang
terdapat dalam aliran proses pengemasan Sarimurni Teabag 25 di PT Y
2. Apa perbaikan yang dapat dilakukan melalui analisis value stream mapping
Sarimurni Teabag 25

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi waste yang berkaitan dengan proses pengemasan Sarimurni
Teabag 25 di PT Y
2. Merancang perbaikan aliran proses Sarimurni Teabag 25 dengan metode value
stream mapping
3

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup pemetaan aliran proses pengemasan terhadap


Sarimurni Teabag 25 di PT Y dari mulai bahan baku (teablend) datang hingga
produk dikemas dan siap didistribusikan. Analisis dari aktivitas yang berlangsung
di lantai produksi dilakukan berdasarkan aspek tata cara kerja. Data yang diambil
berupa waktu siklus dari masing-masing proses dan dicantumkan di dalam peta
sekarang (current state map). Semua aktivitas yang terjadi pada proses produksi
Sarimurni Teabag 25 dianalisis dan diklasifikasikan berdasarkan nilai tambahnya:
value added (VA), non-value added (NVA) dan necessary but non-value added
(NNVA). Usulan yang diberikan adalah berupa peta masa depan (future state map)
dari pengurangan lead time di lantai produksi Sarimurni Teabag 25. Penyebab dari
pemborosan yang terjadi akan di analisis dengan pendekatan lean sehingga dapat
diimplementasikan secara berkelanjutan bagi perusahaan.

TINJAUAN PUSTAKA

Lean Manufacturing

Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistematis untuk


mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan, waste, berupa aktivitas yang
tidak memberi nilai tambah lebih (non-value added activities). Aliran produk yang
diterapkan melalui sistem tarik (pull system) dari sudut pelanggan dengan tujuan
kesempurnaan serta kepuasan pelanggan (Fontana 2011). Lean manufacturing
beranjak dari sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Toyota Production System
(TPS) pada tahun 1980an. Taiichi Ohno sebagai pencetus TPS secara terus menerus
mencoba untuk merekayasa proses dan operasi dari industri otomatifnya tersebut
agar dapat menciptakan kondisi yang optimal. Lean manufacturing menuntut
tercapainya produksi yang ramping dengan tingkat produksi yang lebih tinggi
dengan bahan baku yang sama atau pun lebih sedikit. Toyota production system
terkenal dengan inovasinya mengenai pengurangan wastes yang terjadi di area
proses produksi. Delapan pemborosan yang harus diminimasi tersebut antara lain
transportasi, penggudangan, motion, waktu menunggu (waiting), overproduction,
over processing, defect (kerusakan), dan non-utilised talent. Menurut Khalil et al.
(2013) definisi dari masing-masing wastes antara lain:
1 Transportasi
Transportasi mencakup seluruh pergerakan material yang tidak memiliki nilai
tambah terhadap produk seperti proses pemindahan material dari setiap stasiun.
Transportasi tersebut berdampak terhadap waktu siklus produksi dan
penggunaan jumlah pekerja yang tidak efisien
2 Penggudangan (inventory)
Jumlah bahan baku, work-in-process atau pun produk jadi pada jumlah yang
besar berimplikasi pada tingginya biaya penyimpanan dan peningkatan resiko
kerusakan pada bahan atau produk tersebut
3 Pergerakan (motion)
4

Pergerakan yang dimaksud mencakup seluruh gerakan fisik ataupun perjalanan


yang dilakukan oleh pekerja atau operator, namun aktivitas tersebut tidak
memberi nilai tambah terhadap aliran proses.
4 Waiting
Adanya waktu tunggu pada pekerja atau mesin yang dikarenakan oleh
bottlenecks atau aliran produksi yang kurang efisien pada lantai produksi. Hal
tersebut meliputi waktu tunggu (delay) di antara satu proses dengan proses
lainnya. Ketika waktu tidak digunakan secara efisien, terjadi lah waktu tunggu
pada proses pembuatan produk.
5 Produksi berlebihan (overproduction)
Menurut Capital (2004) memproduksi produk melebihi dari permintaan pasar
meningkatkan resiko kerusakan produk. Kasus ini akan berimplikasi terhadap
waktu tunggu dan waktu simpan yang tinggi.
6 Proses produksi berlebihan (over processing)
Proses produksi yang berlebihan terjadi ketika prosedur yang mudah
diselesaikan dengan cara yang terlalu rumit (Hines dan Rich 2007). Pada industri
pangan, over processing dapat merujuk pada waktu proses yang terlalu lama
sehingga mempengaruhi kualitas dan cita rasa dari Sarimurni Teabag 25 yang
dihasilkan.
7 Kerusakan (defect)
Kerusakan fisik dari sebuah produk berpengaruh terhadap harga dan jumlah
barang yang dapat dijual. Hal tersebut merujuk beberapa hal seperti banyaknya
bahan baku atau munculnya produk gagal (reject). Adanya defect tidak hanya
menurunkan tingkat efisiensi material dan pekerja, tetapi juga mengakibatkan
kekurangan bahan baku (shortages), waktu menunggu (idle time) pada proses
tertentu, dan juga meningkatkan lead time dari proses manufacturing.
8 Non-Utilised Talent
Pekerja yang bakat atau kemampuannnya tidak digunakan merupakan efek
dari organisasi. Perusahaan dapat menuai manfaat yang baik saat menyadari
seberapa pentingnya kemampuan (skills) dan perbaikan ide dari seluruh level
pada bisnis. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak perusahaan
menyadari bahwa hal ini merupakan pemborosan yang harus diminimasi.
Plenert (2007) mengemukakan bahwa VSM merupakan inti dari lean
manufacturing. Value stream mapping membantu mengidentifikasi peluang dari
perbaikan yang dapat dilakukan dengan teridentifikasinya aktivitas yang tidak
memiliki nilai tambah dalam sebuah proses. Beberapa dari pengimplementasian
lean manufacturing ini dapat pula diterapkan pada industri berbasis pertanian,
khususnya pada sektor pangan.

Value Stream Mapping

Value stream mapping (VSM) merupakan salah satu alat visualisasi dari
lean manufacturing yang digunakan untuk memetakan aliran nilai (value) dari awal
hingga akhir proses. VSM dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi produksi
dengan mengurangi aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah pada Sarimurni
Teabag 25. Value stream mapping memudahkan pengguna untuk mengidentifikasi
adanya pemborosan melalui pembuatan peta sekarang (current state map),
5

sekaligus menemukan penyebab dari pemborosan yang terjadi. Tujuan utama VSM
adalah untuk memahami secara detail dari keseluruhan proses saat ini untuk
kemudian dapat menghasilkan future state map yang mendorong terjadinya
perbaikan dalam proses itu sendiri (Mark 2008). VSM diaplikasikan dengan
menggabungkan beberapa lean tools yang sesuai dengan kasus pada proses
pengemasan Sarimurni Teabag 25.

METODE

Kerangka Pemikiran

Penerapan lean manufacturing beranjak dari tingginya tingkat persaingan


pada industri pangan. Hal ini berkaitan dengan permintaan dari pelanggan yang
menuntut produk dengan kualitas terbaik dan harga yang bersaing. Pada
implementasinya, pemikiran berbasis lean menghubungkan proses produksi dari
hulu ke hilir secara terintegrasi. Kesuksesan dari pemikiran ini telah dibuktikan oleh
Womack dan Jones (1996) melalui studi kasus dan pengimplementasian terbaik
(best practices). Uraian dari kerangka pemikiran ini diilustrasikan pada Gambar 1.
Pelanggan
menginginkan Perusahaan harus
Persaingan ketat meningkatkan
pada industri pangan produk berkualitas
dengan harga yang performa
lebih rendah

Membuat value Identifikasi seluruh


Aliran produksi yang
stream value stream dan
lebih baik
eliminasi waste

Gambar 1 Ilustrasi kerangka pemikiran

Tata Laksana Penelitian

Prosedur Penelitian
Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian:
1 Identifikasi permasalahan dan objektif dari perusahaan
Tahap pertama yang dilakukan adalah pengamatan terhadap keseluruhan
pabrik dengan melakukan Gemba walk. Gemba berasal dari Bahasa Jepang yang
memiliki arti dimana inti dari seluruh aktivitas terjadi. Pengamatan secara
menyeluruh memudahkan pemahaman mengenai aliran proses pada setiap
produk yang ada, berikut dengan permasalahan yang terjadi di area produksi
(Eow et al. 2014)
6

2 Identifikasi keluarga produk (product families)


Identifikasi keluarga produk dilakukan untuk memilih produk yang dari segi
produktivitas dinilai kurang efisien. Beberapa kriteria lain yang perlu
diperhatikan adalah produk yang dipilih merupakan produk dengan tingkat
permintaan serta volume produksi yang tinggi. Produk tersebut juga
diklasifikasikan sebagai produk yang paling kritis dengan waktu proses tertinggi
pada mesin bottleneck (Abdullah 2003). Hasil diskusi dengan pihak perusahaan
juga memengaruhi pemilihan produk yang akan dikaji pada penelitian.
3 Pengembangan peta sekarang (current state map)
Peta sekarang atau sering disebut dengan current state map (CSM)
menggambarkan keseluruhan gambar dari aliran informasi dan material proses
pengemasan Sarimurni Teabag 25 yang diterapkan pada perusahaan. Bagian atas
dari CSM mencantumkan aliran informasi yang terjadi di setiap prosesnya.
Sedangkan pada bagian bawah, aliran material digambarkan dengan format
penggambaran dari kiri ke kanan yang dihubungkan dengan garis (Keyte dan
Locher 2004). Masing-masing dari aliran informasi dan material menjelaskan
secara detail dari aktivitas yang terjadi pada setiap proses. Terdapat berbagai
macam simbol dan icon internasional sebagai representasi dari informasi yang
diperlukan seperti jumlah operator pada sebuah proses. Pada kasus tertentu,
penggunan dari simbol lain pada CSM dapat diterapkan asalkan simbol tersebut
mengilustrasikan maksud tertentu secara konsisten dan dapat dipahami oleh
seluruh pihak di organisasi. Peta sekarang juga akan memuat informasi cycle
time, waste time, transportation time, machine time, dan changeover time (Eow
et al. 2014).
4 Identifikasi waste dan inti permasalahan
Tujuan utama dari pengimplementasian VSM adalah untuk
mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan pada sistem manufacturing di
sebuah organisasi. Tahap ini dapat memudahkan penulis dalam mendeskripsikan
tipe pemborosan yang terjadi. Hal ini akan membantu pengidentifikasian inti
permasalahan dari pemborosan pada kasus tertentu (Braglia et al. 2006)
5 Pengembangan peta kondisi masa depan (future state map)
Pembuatan current state map selalu dilengkapi dengan pengembangan
future state map (FSM). Kedua jenis pemetaan tersebut berbeda dari segi
implementasi yang diusulkan. Future state map merupakan diagram yang
digunakan untuk mengusulkan pembuatan lean flow. Metode ini menggunakan
berbagai lean tools dan teknik yang untuk mengurangi atau mengeliminasi
wastes sehingga meminimisasi aktivitas tanpa nilai tambah (non-value added
activities). Berdasarkan perbandingan antara current state map dan future state
map, organisasi dapat memvisualisasikan perbaikan yang dapat dilakukan
dengan mengimplementasikan beberapa perubahan yang telah diusulkan (Eow
et al. 2014).
Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer didapatkan dari pegamatan dan pengukuran langsung dengan alat bantu
jam henti (stopwatch). Data sekunder merupakan data pendukung hasil observasi
yang dilakukan. Data tersebut didapatkan melalui studi literatur dan informasi dari
ahli pakar. Jenis data, cara mendapatkan beserta tujuan dari pengambilan data yang
akan dilakukan pada penelitian ini diilustrasikan pada Tabel 1.
7

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara:


1 Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan dengan memahami lebih dalam dari konsep lean
manufacturing beserta penerapannya. Literatur yang dimaksud meliputi jurnal
ilmiah, skripsi, thesis, disterasi, artikel maupun dokumen pendukung lainnya.
2 Observasi Lapang
Observasi lapang merupakan kegiatan yang melibatkan pengamatan secara
langsung, dengan bantuan jam henti serta alat tulis sebagai media untuk mencatat
waktu dan merangkum hasil observasi. Pengamatan secara langsung
memudahkan penulis untuk memahami proses produksi, serta merancang
current state map dan proposed state map
3 Wawancara
Wawancara melibatkan interaksi antara penulis dengan narasumber yang
berkaitan dengan informasi atau data yang dibutuhkan. Informasi tersebut berupa
data kualitatif atau pun kuantitatif yang dibutuhkan penulis untuk mempertajam
pemahaman terkait proses produksi dan pengemasan yang berlangsung di PT Y.
Tabel 1 Pengumpulan data dan informasi

Sumber Cara Metode


No Tujuan Data/Informasi
data mendapatkan analisis
1 Mengidentifika a Aliran proses Supervisor Observasi Analisis
si waste yang yang terjadi produksi lapang, kualitatif
berkaitan pada wawancara
dengan proses Sarimurni
pengemasan Teabag 25
produk Teabag b Target Manager Observasi Analisis
25 di PT Y operator produksi, lapang, kuantitatif
dalam Supervisor wawancara
melakukan produksi,
aktivitas operator
pengemasan
per work
station
c Aktivitas Operator Observasi Analisis
yang terjadi lapang kualitatif
pada setiap
work station
d Penanganan Supervisor Observasi Analisis
bahan baku produksi, lapang, kualitatif
pada proses operator wawancara
produksi
Sarimurni
Teabag 25
yang
berlangsung
di PT Y
8

Sumber Cara Metode


No Tujuan Data/Informasi
data mendapatkan analisis
e Kapasitas Manager Observasi Analisis
produksi dan produksi lapang, kuantitatif
bahan baku wawancara
2 Merancang a Aliran Supervisor Observasi Analisis
perbaikan informasi produksi lapang, studi kualitatif
aliran proses yang terjadi literatur,
Sarimurni di setiap wawancara
Teabag 25 proses
dengan metode operasi
value stream b Aliran Supervisor Observasi Analisis
mapping material yang produksi, lapang, studi kuantitatif
terjadi di operator literatur,
setiap proses wawancara
operasi
c Waktu siklus Operator Observasi Analisis
yang lapang, studi kuantitatif
dibutuhkan literatur,
per work
station
d Lead time Supervisor Observasi Analisis
yang produksi, lapang, kuantitatif
dibutuhkan di operator wawancara
setiap proses
operasi
e Waktu baku Operator Observasi Analisis
dari masing- lapang, studi kuantitatif
masing literatur,
proses wawancara
f Klasifikasi Manager Studi Analisis
aktivitas produksi, literatur, kualitatif
berdasarkan pembim- wawancara
nilai bing
tambahnya akademik

Prosedur Analisis Data

Work Sampling
Work Sampling dilakukan untuk menghitung waktu baku pada
pengembangan future state map. Pertama-tama dilakukan sampling pendahuluan
dilakukan untuk mengidentifikasi berapa banyak data yang dibutuhkan untuk
membuat sebuah analisis menjadi valid. Waktu produktif yang dibutuhkan oleh
pekerja untuk menyelesaikan satu satuan unit kemasan pada setiap proses dicatat
dengan seksama. Terdapat empat proses yang terlibat pada pengemasan teh antara
lain: foiling, sealing, dan boxing. Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam
pengolahan data sampling:
9

1 Pengambilan data
Data yang diambil adalah sebanyak 30 data dari waktu produktif di setiap proses
pengemasan teh. Pengamatan dilakukan terhadap setiap grup kerja dengan
metode work sampling. Tiga puluh data diambil secara random selama waktu
pengamatan.
2 Perhitungan nilai rata-rata
Tiga puluh data yang terkumpul di masing-masing proses dibagi menjadi 6
subgroup, dengan jumlah 5 data di setiap subgroup. Nilai rata-rata keseluruhan
merupakan jumlah hasil rataan dari setiap subgroup yang didapat. Berikut
ilustrasi perhitungan nilai rata-rata:
n
(xa,x + xa,x+1 + xa,x+2 + xa,x+3 + xa,x+4 )n
Nilai rata − rata = ∑
5
1
Keterangan:
a= proses ke-
n= subgroup ke-
x= data ke-
3 Uji keragaman data
Uji keragaman data dilakukan untuk menyeragamkan data yang didapat dari
hasil pengamatan. Beberapa data dengan nilai diluar batas kontrol atas atau pun
bawah akan dihilangkan, dan dilakukan perhitungan lanjut dengan uji kecukupan
data. Jumlah subgroup ditetapkan berdasarkan jumlah data yang diolah; namun
jumlah data merupakan kelipatan lima sesuai dengan perhitungan nilai-rata-rata.
Misalkan, bila jumlah data berdasarkan uji kecukupan data berjumlah 43, maka
data yang perlu diambil adalah 45 butir agar memudahkan perhitungan harga
nilai rata-rata. Berikut rumus yang diterapkan.
Nilai rata − rata
𝑥̅ =
jumlah subgrup
∑(𝑥 − 𝑥̅ )2
𝜎= √
𝑁−1
𝜎
𝜎𝑥̅ =
√nilai sub𝑔𝑟𝑜𝑢𝑝
BKA= ̅+(kσx
x ̅)
BKB= ̅-(kσx
x ̅)
Keterangan:
BKA:Batas kontrol atas
BKB:Batas kontrol bawah
x̅ = x rata-rata
k= tingkat keyakinan 95% (k=2)
σ= standar deviasi
σx̅ = standar deviasi dari distribusi nilai subgroup
4 Uji Kecukupan Data
Uji tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah data minimal (N’) yang
merepresentasikan seluruh waktu kerja pada setiap work station. Apabila N ≥ N’
maka data sudah cukup. Berikut rumus yang diterapkan:
10

2
k 2
√N× ∑ x2 -( ∑ x)
' s
N =
∑x
[ ]
Keterangan:
N'= jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan
N = jumlah pengamatan yang sudah dilakukan
k = tingkat keyakinan 95% (k=2)
s = derajat ketelitian (s=0,05)
Pengukuran Waktu Siklus per Proses
Pengukuran waktu siklus dilakukan dengan menggunakan stopwatch yang
dilakukan pada setiap aktivitas proses pengemasan Produk Sarimurni Teabag 25
yang berlangsung di PT Y. Pengamatan dilakukan secara acak terhadap pekerja
yang menurut perusahaan memiliki kemampuan rata-rata pada setiap kelompok
kerja. Perhitungan waktu siklus diakukan dalam satuan 1 kemasan tersier. Satu
kemasan tersier (kardus) mengemas 48 inner boxes, dan satu inner box berisi 1
gusset foil yang mengemas 25 teh celup. Pada proses pengepakan inner box,
pengukuran waktu siklus dilakukan dengan pengukuran lamanya proses
memasukan 48 inner boxes kedalam kardus. Pada proses blending, pengamatan
waktu siklus dilakukan dalam satuan batch sehingga pengukuran waktu siklus
hanya diukur sebanyak tiga kali ulangn. Waktu siklus yang digunakan pada current
state map merupakan rata-rata dari ketiga ulangan tersebut. Tiga kali ulangan ini
disepakati berdasarkan ketersediaan waktu dalam melakukan penelitian.
Pada pengembangan current state map, hasil pengukuran waktu siklus per
item kemasan merupakan perbandingan antara lamanya pengamatan dengan jumlah
kemasan yang dihasilkan. Pada future state map, pengukuran waktu siklus untuk
proses foiling, sealing dan boxing didapat dengan penerapan teori work sampling.
Hasil akhir dari work sampling adalah untuk menghitung waktu baku yang
kemudian menjadi acuan (standard time) pada future state map. Pada future state
map, waktu baku ini juga biasa disebut dengan waktu siklus. Berikut adalah rumus
yang digunakan.
∑ xi
Waktu Siklus =
n
Berbeda halnya dengan proses pengepakan akhir, waktu siklus
diperhitungkan dari rata-rata hasil penjumlahan aktivitas value added dan necessary
but non-value added dari hasil pengamatan ketiga grup. Waktu siklus untuk proses
yang melibatkan kinerja mesin diperhitungkan berdasarkan kapasitas mesin
tersebut dalam satuan waktu. Terdapat dua mesin yang terlibat pada proses
pembuatan produk Sarimurni Teabag 25: mesin pengemas teh celup, dan pengemas
box (wrapping machine). Waktu yang dibutuhkan oleh mesin pengemas diukur
dalam satuan 25 teh celup. Sedangkan waktu siklus untuk mesin pengemas box
diukur dalam satu satuan.
Pengukuran Waktu Set-up
Waktu set-up merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan
segala peralatan sebelum proses berlangsung pada proses yang melibatkan mesin.
Pengukuran waktu set-up dilakukan pada awal proses saat pergantian shift. Semua
jenis aktivitas pada saat operator melakukan persiapan dicatat sembari
dilakukannya pengukuran waktu dari masing-masing proses tersebut. Pengukuran
11

waktu set-up dilakukan pada proses pengemasan teh celup dan proses pengepakan
akhir. Proses lainnya merupakan proses yang melakukan aktivitas lanjutan dari
proses sebelumnya sehingga tidak dibutuhkan waktu persiapan yang signifikan—
hanya sekedar mengeluarkan kemasan yang telah dipersiapkan oleh pekerja lain.
Pengukuran Lead Time
Lead time yang diukur pada penelitian kali ini dilakukan dari mulai bahan
baku diolah di area produksi, hingga pada akhirnya dikemas. Lead time juga
melibatkan aktivitas transportasi dan waktu menunggu yang terjadi pada area
produksi. Perhitungan transportasi penanganan bahan dilakukan dengan asumsi
kinerja operator yang konstan sesuai dengan waktu pengamatan. Waktu transportasi
dianalisis secara seksama di seluruh proses pengemasan dari mulai bahan baku
diambil di gudang bahan baku hingga kardus diletakkan di gudang barang jadi.
Seluruh lead time yang teridentifikasi dijumlahkan sehingga menghasilkan sebuah
satuan data. Waktu yang dibutuhkan untuk mentransportasikan produk dari satu
stasiun ke stasiun lainnya dikategorikan sebagai waktu tunggu produksi. Pada
penelitian ini, waktu transportasi diukur dari jarak stasiun sealer atau pun boxing
yang paling jauh dari mesin pengemas box. Setiap stasiun memiliki waktu yang
berbeda sehingga diasumsikan waktu transportasi bersifat konstan untuk
dicantumkan pada value stream. Penjumlahan dari seluruh aktivitas yang terjadi
disebut dengan lead time keseluruhan. Sedangkan yang dimasksud dengan lead
time efektif pada penelitian ini adalah waktu yang digunakan untuk melakukan
aktivitas tanpa adanya waktu menunggu.
Analisis Aktivitas dalam Batch
Kegiatan yang dilakukan pada setiap work station dianalisis dari beragam
aktivitas yang dilakukan berdasarkan aspek tata cara kerja. Setiap aktivitas
dianalisis dengan mengukur waktu, dan kemudian didefinisikan berdasarkan
penambahan nilai tambah terhadap produk tersebut. Aktivitas diklasifikasikan
sebagai value added activity (VA) apabila kegiatan memberikan perubahan yang
dapat dihargai oleh pelanggan. Sedangkan aktivitas non-value added (NVA)
didefinisikan sebagai aktivitas yang terjadi selama proses pengemasan, namun tidak
menambah nilai dari produk tersebut. Aktivitas yang lainnya yang tidak memiliki
nilai tambah terhadap produk namun tidak dapat dihilangkan diklasifikasikan pada
jenis aktivitas non-value added but necessary (NNVA). Penelitian ini bermaksud
untuk meminimasi aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah dengan pendekatan
lean. Untuk mengembangkan future state map, dilakukan beberapa usulan berbasis
lean yang dapat mengurangi waktu siklus kumulatif pada current state map.
Produktivitas diperhitungkan dengan mengukur waktu dari aktivitas yang
bernilai tambah. Hasil pengamatan digambarkan dengan diagram manusia-mesin.
Dari hasil pengamatan tersebut, dilakukan analisis terhadap operator dan mesin
dengan perhitungan:
VA=Total waktu-(NVA+NNVA)
Keterangan:
VA = Value added time
NVA = Non-value added time
NNVA = Necessary but non-value added time
Pengukuran Waktu Baku Proses
Waktu baku diformulasikan pada setiap proses pengemasan yang dilakukan
secara manual. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui waktu standar setiap
12

proses. Perhitungan waktu baku didapat dari hasil perkalian waktu normal dengan
faktor penyesuaian. Pada penelitian kali ini, penentuan faktor penyesuaian mengacu
pada Westinghouse rating sysem. Sistem tersebut mempertimbangkan empat faktor:
skill, effort, condition dan consistency. Masing-masing faktor memiliki nilai pada
skala 6 yang kemudian dijumlahkan sesuai dengan nilai yang tertera pada Lampiran
1. Operator yang diamati merupakan pekerja dengan kemampuan rata-rata. Maka
dari itu, faktor penyesuaian dianggap sama untuk masing-masing proses.
Kelonggaran yang diterapkan adalah 2.5% untuk pria dan 5% untuk pegawai
wanita. Hal ini ditetapkan berdasarkan hasil diskusi dengan pegawai di divisi
manufacturing. Berikut adalah rumus yang diterapkan:
Waktu Normal= WS×faktor penyesuaian
Waktu Baku=WN× (1+kelonggaran)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Y yang terletak di Gunung Putri, Kabupaten


Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan secara langsung di factory plant,
dan dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2017.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Produk dan Keluarga Produk

Secara keseluruhan, proses yang berlangsung pada pabrik meliputi


pencampuran teh dengan flavor, dan pengemasan. Teh yang digunakan merupakan
teh CTC (crush, tear dan curl) yang sebelumnya sudah diolah di pabrik dengan
lokasi yang berbeda. Pemilihan produk pada penelitian ini dilakukan berdasarkan
kuantitas volume produksi yang mengacu pada tingkat permintaan pelanggan
periode Januari hingga Mei 2017 seperti yang tertera pada Lampiran 2. Data ini
didapatkan dari jumlah pesanan (order quantity) yang telah melalui proses
pengolahan data oleh divisi Procurement. PT Y memiliki 51 stock keeping units
(SKUs), dengan total 5 keluarga produk; A (brand Sariwangi), B (brand Buschells),
C (brand Sarimurni), D (brand Choysa) dan E (brand Lipton). Keluarga produk
dibedakan berdasarkan jenis bahan baku teh atau pun brand yang diproduksi oleh
PT Y. Total volume produksi tertinggi terdapat pada keluarga produk C dengan
total produksi 56,9 % atau setara dengan 349 856 cases dalam satu quarter.
Keluarga produk C terdiri dari 4 jenis SKUs yang berasal dari bahan baku
yang sama. Produk tersebut antara lain Sarimurni Teabag 25, Sarimurni Rock RB
6, Sarimurni Rock RB 20, dan Sarimurni Kantong Jumbo. Perbedaan masing-
masing SKU terletak pada jenis teh celup, dan kemasan yang digunakan. Dari
keempat produk ini, produk Sarimurni RB 6 merupakan produk dengan tingkat
permintaan tertinggi, yang kemudian diikuti oleh produk Sarimurni Teabag 25,
Sarimurni Rock RB 20 dan Sarimurni Kantong Jumbo. Berdasarkan hasil diskusi
dengan manager produksi, produk Sarimurni Teabag 25 adalah produk yang
membutuhkan peningkatan dari segi produktivitas. Proses pembuatan produk ini
relatif lebih kompleks dibanding produk lainnya karena melibatkan berbagai
tahapan dalam penyelesaiannya. Proses ini melibatkan 11 tahapan dari mulai
preparasi hingga akhirnya produk dikemas dan disimpan untuk didistribusikan.
13

Mayoritas dari proses ini dilakukan secara manual sehingga membutuhkan lebih
banyak pekerja pada lini produksinya. Berdasarkan paparan tersebut, produk
Sarimurni Teabag 25 terpilih sebagai produk yang diamati. Produk ini memiliki
wujud seperti yang tertera pada Gambar 2.

Gambar 2 Sarimurni Teabag 25

Pendefinisian Value pada Aktivitas

Setiap aktivitas yang terjadi pada lini produksi berkaitan dengan nilai yang
dihasilkan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah pendefinisian value atau nilai
untuk mengklasifikasikan aktivitas yang terjadi pada proses pembuatan produk.
Menurut Tyagi et al. (2014), lean manufacturing menegaskan bahwa pendefinisian
nilai harus di didasari oleh poin-poin yang diinginkan oleh pelanggan. Berdasarkan
prinsip lean, seluruh aktivitas yang terjadi pada proses produksi dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kategori:
1 Value added (VA): kategori ini merupakan aktivitas yang memberikan nilai
tambah terhadap produk jadi serta kepuasan terhadap pelanggan
2 Necessary but Non-value added (NNVA): kategori ini mencakup aktivitas yang
tidak memberikan nilai tambah terhadap fisik produk, atau pun nilai yang
dipertimbangkan oleh pelanggan. Tetapi aktivitas ini tidak dapat dihilangkan dari
proses.
3 Non-value added (NVA): kategori ini mencakup aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah terhadap produk, atau pun nilai terhadap pelanggan. Aktivitas yang
tergolong pada kategori ini biasa disebut dengan pemborosan atau waste yang
harus dieliminasi.
Nilai-nilai yang berhubungan dengan produksi Sarimurni Teabag 25 di PT
Y dan dianggap penting oleh pelanggan dicantumkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Aktivitas yang berkontribusi terhadap nilai produk

Nilai Aktivitas
Kualitas teablend Proses mixing teh
Kualitas teabag Pembuatan teh celup
Perekatan benang dengan teabag
Perekatan tag pada teabag
Kuantitas teabag pada foil Pengisian teh celup ke foil
Kerekatan sealed foil Perekatan kemasan foil
Kualitas box teh Pengisian teh celup yang sudah disealed ke
dalam inner box
Pembungkusan inner box dengan plastik
Pengepakan teh dalam kemasan tersier
14

Pengembangan Current State Map

Lean manufacturing sangat erat kaitannya dengan aktivitas yang terjadi di


lantai produksi. Tahap blending Sarimurni Teabag 25 terbagi menjadi lima proses
seperti penimbangan bobot teh, penuangan teh ke mixer, penambahan vanillin
(phenolic aldehyde), pengadukan teablend dan transportasi teablend ke bin di area
produksi. Selanjutnya, teablend akan memasuki tahap pengemasan. Tahap
pengemasan terbagi atas enam proses yaitu proses pembuatan teabag dengan mesin,
pengemasan 25 teabags kedalam gusset foil (foiling), perekatan gusset foil dengan
mesin sealer (sealing), pengemasan foiled packaging ke dalam box, pengemasan
box dengan wrapped plastic (wrapping), dan pengepakan 48 inner boxes pada satu
kardus kemasan tersier (packing). Gambar 3 berikut merupakan ilustrasi dari
keseluruhan proses yang terjadi di PT Y.

Proses Pengemas teh 25 teh celup Foil


blending celup dimasukkan ke direkatkan
(preparation) gusset foil

Penyimpan 48 inner boxes Inner box Foil


an dikemas dengan dibungkus dimasukkan ke
kardus dengan inner box

Pengemasan

Gambar 3 Proses produksi Sarimurni Teabag 25 di PT Y

Proses pengemasan Sarimurni Teabag 25 berlangsung secara kontinu


selama 24 jam yang terdiri atas 3 shifts kerja. Masing-masing shift dilakukan oleh
grup kerja yang berbeda (grup 1, grup 2 dan grup 3). Aktivitas produksi berlangsung
selama 8 jam, dengan 7 jam 30 menit waktu produktif dari hari Senin hingga Sabtu.
Jadwal produksi setiap SKU yang terdapat pada PT Y ditetapkan berdasarkan
permintaan pelanggan. PT Y membagi seluruh permintaan kedalam satuan minggu
sehingga perencanaan produksi dapat berjalan dengan baik. Divisi produksi dan
PPIC akan berdiskusi mengenai persediaan bahan baku dan kapasitas produksi dari
15

segi tenaga kerja dan mesin. Permintaan tersebut menjadi acuan target pershift
untuk perencanaan produksi di PT Y. Pada peta kondisi sekarang, aliran informasi
dari pelanggan hingga manajemen pabrik diilustrasikan di bagian atas pada peta.
Pada awalnya data diolah oleh divisi marketing hingga bahan baku dipersiapkan
oleh pihak suppliers. Panah yang terdapat diantara proses menggambarkan adanya
aliran informasi yang berlangsung dari setiap proses.
Sarimurni Teabag 25 membutuhkan berbagai macam komponen penyusun
baik bahan baku ataupun kemasan. Berdasarkan data permintaan quarter 1 (Januari-
April 2017), produk Sarimurni memiliki permintaan sebanyak 261 kardus dalam
satu shift. Bahan baku dari Sarimurni Teabag 25 antara lain teablend BBV 207, dan
vanillin. Adapun bahan kemasan yang dibutuhkan oleh Sarimurni Teabag 25 yaitu
teablend sheet, benang, lem perekat, tag, gusset foil, box, kardus (kemasan tersier),
dan solatip. Sebagai upaya untuk memudahkan pengidentifikasian aktivitas yang
tidak bernilai tambah, seluruh proses pada lantai produksi digambarkan dalam peta
kondisi sekarang (current state map).
Proses Blending
Secara keseluruhan, aktivitas yang berlangsung di PT Y terdiri dari proses
pencampuran teablend (blending), dan pengemasan teh hingga menjadi produk
yang siap untuk didistribusikan. Pada proses pencampuran, teablend yang sudah
dikirim oleh supplier dicampurkan dengan vanillin menggunakan mesin pengaduk.
Proses ini melibatkan 4 orang pekerja yang masing-masing saling berkontribusi
dalam penimbangan teablend, penuangan teablend ke mesin pengaduk,
penambahan vanillin, dan proses transfer teh ke penampung (bin) yang berada di
area transit bahan baku. Pada ruang blending terdapat 2 buah mesin pengaduk
dengan kapasitas 150 dan 100 kg. Proses ini dilakukan secara batch, bergantung
pada ketersediaan teablend, jumlah pekerja dan perencanaan produksi untuk produk
yang termasuk pada keluarga produk C. Jumlah pekerja pada proses blending untuk
Sarimurni Teabag 25 berkurang menjadi 2 pekerja ketika dibutuhkan produksi
untuk produk dengan flavor lain yang tergolong slow moving. Berdasarkan data dari
perusahaan, rata-rata jumlah batch yang dilakukan pada setiap shiftnya adalah
sebanyak 16 batch mixer besar atau setara dengan 2 422 kg. Pada penelitian ini,
pengamatan proses blending dilakukan terhadap mixer besar berkapasitas 150 kg.
Uraian lengkap mengenai kapasitas mesin mixer dapat dilihat pada Lampiran 3.
Proses blending berlangsung secara batch, maka dari itu jumlah pengamatan
yang memungkinkan untuk dilakukan adalah sebanyak dia kali pengamatan pada
satu grup kerja. Waktu siklus yang dicantumkan pada peta kondisi sekarang
merupakan rata-rata dari tiga kali pengamatan. Proses penimbangan teablend
berlangsung selama 47 detik. Proses ini dikerjakan oleh dua pekerja: seorang
menuangkan teablend dari sack ke ember, dan pekerja lainnya menimbang ember
teablend agar tidak melebihi kapasitas mixer. Jumlah ember yang digunakan
berkapasitas 25 kg, seperti yang terlihat pada Gambar 4, sehingga penimbangan
dilakukan sebanyak 6 kali untuk kapasitas mixer besar. Selanjutnya penuangan
teablend dalam ember juga membutuhkan dua orang pekerja: seorang mengangkat
ember dari lantai dan kemudian kedua pekerja tersebut menuangkan teablend ke
mixer secara bersamaan. Penuangan teablend ini hanya membutuhkan waktu 5
detik, dengan waktu tunggu dengan proses sebelumnya selama 4 detik.
Tahap selanjutnya adalah penambahan vanillin yang membutuhkan waktu
71 detik. Proses ini dilakukan oleh seorang pekerja yang menuangkan 1.4 kg
16

vanillin (komposisi untuk mixer besar) kedalam mixer. Campuran teablend dan
vanillin kemudian diaduk selama 438 detik. Hal ini berbeda dengan prosedur

(a) (b)
Gambar 4 Teablend pada proses blending (a), Proses pengadukan
pada proses blending (b)
pengadukan yang mencantumkan bahwa lamanya proses pengadukan adalah 10
menit atau 600 detik. Saat ini, belum ada timer yang dilengkapi dengan bunyi
penanda bahwa proses pengadukan sudah selesai sehingga operator tidak dapat
menghentikan mesin secara pasti berdasarkan prosedur yang disepakati oleh
perusahaan. Operator hanya mengandalkan jam yang ada di ruangan sebagai acuan.
Pada kondisi ini, campuran teh dan vanillin belum teraduk secara merata. Namun,
tidak ada pengecekan kualitas terkait pencampuran teablend dan vanillin sehingga
pihak perusahaan perlu melakukan peninjauan kembali.
Setelah teh dan vanillin tercampur secara merata, teablend tersebut dialirkan
ke bin. Operator membuka valve dari mixer agar serbuk teh dapat mengalir ke
penampung. Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan seluruh teablend yang
telah diaduk adalah selama 532 detik. Serbuk yang dialirkan ke bin hanya
menggunakan gaya gravitasi tanpa adanya bantuan udara untuk mempercepat aliran
serbuk. Hal ini mengakibatkan kebutuhan waktu yang cukup panjang untuk
mengalirkan 150 kg teablend dalam satu batch. Total waktu siklus yang dibutuhkan
pada tahap blending ini adalah 1 331 detik, dengan rincian masing-masing aktivitas
seperti yang dicantumkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Waktu siklus pada stasiun blending

Weighing Pouring Adding Mixing Transferring


Vanillin
Waktu Siklus 59 10 71 438 532
(detik)

Proses Pengemasan Teh Celup


Teh yang telah dicampurkan dengan vanillin kemudian ditransportasikan ke
area pengemasan. Terdapat 2 pekerja yang bertugas untuk melakukan pengecekan
kecukupan teh pada setiap hopper di masing-masing mesin. PT Y belum
menggunakan pipa untuk mengalirkan serbuk teh ke mesin pengemas teh celup
seperti pada beberapa jenis produk teh lain. Maka dari itu, tenaga manusia masih
dibutuhkan untuk mentransportasikan teablend ke mesin dengan menggunakan 2
ember kecil berkapasitas 10 kg. Operator harus kembali ke area transit untuk
mengambil teablend pada setiap pengisian dua mesin. Hal ini dirasa kurang efisien
karena mengakibatkan pemborosan gerakan yang seharusnya tidak dilakukan.
17

Selain itu, sering kali operator harus melakukan pengecekan secara manual untuk
mengetahui jumlah teh yang berada pada hopper mesin pengemas teh celup. Waktu
pengecekan dilakukan setiap satu jam sekali, namun setiap mesin memiliki
kebutuhan jumlah pengisian yang beragam didasari oleh kinerja mesin tersebut—
mesin dengan sedikit kerusakan atau minor stoppages membutuhkan lebih banyak
teh untuk diisi ulang dan begitu sebaliknya.
Proses pengemasan teh celup ini melibatkan 11 mesin yang masing-masing
membutuhkan seorang operator. Satu mesin mampu mengemas 120 teh celup
(teabags) dalam 1 menit. Maka dari itu, dapat dihitung bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 25 teh celup adalah selama 12.5 detik. Operator di
stasiun kerja ini bertugas untuk memasukan teh celup (teabags) kedalam gusset foil
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5. Pekerja tersebut juga harus mampu
melakukan perbaikan terhadap mesin apabila terjadi kerusakan yang menghambat
proses pengemasan.

Gambar 5 Proses memasukkan 25 teh


kantong ke dalam gusset
foil
Pada penelitian ini, aktivitas tersebut sering disebut dengan foiling. Waktu
siklus proses per gusset foil ini adalah 15.7 detik. Hasil ini didapatkan dari rata-rata
perhitungan dari tiga kali ulangan pada masing-masing grup. Pengamatan
dilakukan selama kurang lebih 30 menit (1800 detik). Uraian dari keseluruhan
waktu pengamatan dan output yang dihasilkan dicantumkan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Waktu siklus pada stasiun foiling

Grup 1 Grup 2 Grup 3


Total waktu (detik) 1 798 1 809 1 813
Total gusset foil (items) 99 140 123
Waktu siklus perfoil (detik) 19 13 15
Waktu siklus rata-rata (detik) 15.7
Setiap pergantian shift kerja, seluruh operator harus melakukan setup
terhadap mesin pengemas teh celup ini. Hasil dari waktu setup ketiga mesin
menunjukan adanya perbedaan yang signifikan. Setiap operator memiliki caranya
sendiri untuk melakukan setup sehingga waktu beragam—berkisar antara 265
hingga 869 detik. Aktivitas meliputi mengganti bahan pengemas teh celup (blend
sheet, tag dan benang), membersihkan lem perekat yang sudah mongering, mengisi
ulang lem perekat, mengecek mesin, membersihkan area kerja, dan mempersiapkan
gusset foil untuk proses selanjutnya. Pada dasarnya kegiatan set-up ini bersifat
necessary but non-value added (NNVA) karena tidak memberikan nilai tambah dari
sudut pandang pelanggan. Kelima data yang didapat menunjukan bahwa tidak ada
aktivitas set-up yang memiliki persentase produktivitas diatas 85 %. Kendala
18

terbesar terdapat pada operator yang tidak tepat waktu dalam memulai set-up
setelah bel pergantian shift berbunyi. Lamanya waktu setup juga mengakibatkan
delay bagi operator di stasiun kerja selanjutnya. Hasil pengukuran waktu set-up
dilampirkan pada Lampiran 5. Pada Tabel 5 berikut, dicantumkan rangkuman dari
hasil pengukuran waktu set up pada 3 mesin pengemas teh.
Tabel 5 Hasil pengukuran waktu setup mesin pengemas teh celup

Mesin pengemas teh celup


Waktu (detik)
EC/12/B16 EC/12/B19 EC/12/B08
Set up 550 416 869
Produktif 309 276 665
Non-produktif 241 140 204
Persentase Produktif 56% 66% 76%
Proses Pengemasan Gusset Foil
Setelah foil terkumpul dalam jumlah yang cukup banyak, operator sealer
akan mengambil bucket untuk kemudian direkatkan dan dimasukan ke box oleh
operator boxing. Aktivitas ini diilustrasikan pada Gambar 6. Pada proses ini tidak
ada standar atau acuan tetap mengenai banyaknya foil pada bucket yang akan
diproses, sehingga terdapat waktu tunggu yang berbeda dari setiap produk. Seorang
operator sealer atau pun boxing bertanggung jawab atas 3 atau 4 mesin pengemas
teh celup Terdapat 3 stasiun kerja untuk kedua proses ini, dimana letak kedua
statiun kerja saling berdekatan seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 4. Sama
halnya dengan proses perekatan foil, proses memasukan foil ke box membutuhkan
waktu tunggu yang relatif lama untuk diproses oleh stasiun selanjutnya. Dengan
bantuan jam henti, terukur bahwa waktu yang dibutuhkan produk untuk mencapai
mesin pengemas box adalah 117 detik. Teh yang sudah dikemas dengan box
diletakkan diatas konveyor belt untuk ditransportasikan ke mesin pengemas box.
Idealnya, gusset foil yang telah diisi dengan teh celup ditransportasikan
dengan menggunakan konveyor belt. Namun, sering kali operator meletakan foil
tersebut pada sebuah bucket. Hal ini mengakibatkan waktu tunggu yang cukup
panjang hingga produk diolah pada proses selanjutnya. Waktu tunggu yang
dibutuhkan gusset foil untuk direkatkan adalah 811 detik. Hal yang serupa juga
terjadi pada stasiun boxing seusai kemasan foil direkatkan. Waktu tunggu pada
stasiun ini adalah 1 407 detik.Penumpukan foil di bucket mengakibatkan tidak
adanya sistem first in first out. Maka dari itu, produk yang pertama kali selesai
dikemas dengan foil akan selalu diproses lebih lama pada stasiun kerja selanjutnya.
Hasil pengukuran waktu siklus pada Tabel 6 menunjukan bahwa proses
sealing dan boxing masing-masing membutuhkan waktu 4 serta 7 detik.
Pengamatan yang hanya dilakukan sebanyak satu kali pengamatan. Hal ini
dikarenakan oleh waktu siklus yang cukup singkat untuk masing-masing stasiun
tersebut.
Tabel 6 Waktu siklus pada stasiun sealing dan boxing

Sealing Boxing
Total waktu pengamatan 1 808 1 880
Jumlah output (items) 498 257
Waktu siklus 3.6 7.3
19

(a) (b)

Gambar 6 Proses perekatan gusset foil (a), proses pemasukkan gusset foil ke
box (b)

Proses Pengemasan box kedalam kardus


Operator pada proses ini bertugas untuk memasukan 48 box teh kedalam
kardus besar. Seluruh box teh yang sudah dibungkus dengan plastik berakhir pada
stasiun ini. Aktivitas dari pengemasan box diilustrasikan pada Gambar 7. Waktu
siklus diukur berdasarkan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan 1
kardus yang berisi 48 box. Waktu tersebut meliputi berbagai aktivitas yang bernilai
tambah atau pun tidak. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat aktivitas menunggu
dalam jumlah yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan oleh mesin pengemas box
(wrapping machine) yang sering mengalami kerusakan. Mesin yang rusak sering
kali diakibatkan oleh terjepitnya inner box teh pada saat mesin membungkus
plastik. Operator mengemukakan bahwa hal tersebut terjadi akibat ketidakakuratan
operator boxing dalam membentuk boxnya sehingga terjadi perbedaan ukuran box.
Namun, reparasi mesin yang berlangsung singkat tersebut sering kali tetap
menghasilkan produk cacat pada produk tanpa adanya pemberhentian mesin. Di
PT Y, belum ada alarm sebagai penanda mesin yang rusak. Hal ini mengakibatkan
kebutuhan waktu yang relatif lama hingga operator maintenance datang untuk
membenarkan mesin.

Gambar 7 Proses pengepakan


Sarimurni Teabag 25
Mesin pengemas box dapat beroperasi dengan kecepatan (runrate) 33 box
per menit atau 1.82 detik per box pada kondisi ideal. Pada sebelum dan sesudah
mesin, dibutuhkan waktu tunggu dari sistem antrian sebesar 117 dan 95 detik.
Kecepatan mesin dengan operator di stasiun sebelumnya tidak seimbang sehingga
terjadi bottleneck saat produk memasuki mesin. Rata-rata waktu siklus yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas di stasiun ini adalah 177.2 detik per kardus,
20

seperti yang tertera pada Tabel 7. Aktivitas ini meliputi persiapan kardus dan
solatip, memasukkan box teh ke kardus, merekatkan kardus, serta meletakan kardus
ke pallet. Terkadang operator harus melakukan aktivitas tambahan seperti
merapihkan sistem antrian box, membuka plastik dari produk cacat, serta
membenarkan mesin ketika terdapat kendala pada mesin pengemas box dalam
plastik. Kerusakan sistem antrian pada konveyor mengakibatkan pekerjaan
tambahan bagi operator di stasiun kerja ini. Operator harus memisahkan sebagian
dari antrian box yang sudah cukup panjang. Apabila hal ini tidak dilakukan, mesin
akan menjepit kemasan dan meningkatkan jumlah produk cacat. Sayangnya PT Y
tidak lagi memperhitungkan jumlah rework dari masing-masing produk sehingga
analisis kuantitatif dari banyaknya produk rework tidak dapat dilakukan. Total dari
waktu siklus keseluruhan pada proses packaging ini adalah sebesar 2 660 detik.
Dengan penggambaran peta saat ini, PT Y mampu memproduksi 195 kardus
Sarimurni Teabag 25. Peta kondisi saat ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 7 Waktu siklus pada stasiun pengepakan

Grup 1 Grup 2 Grup 3


Total waktu pengamatan (detik) 1 836 1 869 1 816
Jumlah output (kardus) 7 12 16
Waktu siklus perkardus (detik) 262.3 155.8 113.5
Waktu siklus rata-rata (detik) 177.2
21

Gambar 8 Peta kondisi sekarang


22

Identifikasi Waste pada Lini Produksi

Toyota production system (TPS) mengklasifikasikan pemborosan (waste)


menjadi tiga kategori: muda, muri dan mura. Ketiga istilah tersebut merupakan
Bahasa Jepang yang memiliki arti tidak menambah nilai (non-value added),
memberi beban berlebih kepada orang atau peralatan (overburden), dan
ketidakseimbangan (unevenness). Taiichi Ohno kemudian mengklasifikasikan
pemborosan (muda) menjadi 7 hal yaitu produksi berlebih, waktu menunggu,
transport yang tidak diperlukan, pemrosesan berlebih, persediaan berlebih, gerakan
yang tidak diperlukan, dan produk cacat. Belakangan ini banyak dari ilmuwan
menambahkan kreativitas karyawan (talent) sebagai salah satu jenis pemborosan
yang dapat terjadi di lantai produksi (Liker 2006). Kedelapan pemborosan tersebut
dianggap tidak memiliki nilai tambah dari sudut pandang pelanggan sehingga perlu
diminimasi.
Menurut Liker (2006) dalam bukunya yang berjudul The Toyota Way, muda
merupakan jenis pemborosan yang paling dikenal, termasuk delapan pemborosan
yang telah dipaparkan sebelumnya. Muda mencakup aktivitas yang memperpanjang
lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk melakukan sesuatu, menciptakan
kelebihan persediaan atau berakibat pada berbagai jenis waktu tunggu. Sedangkan
muri memiliki makna yang bersebrangan dengan spektrum muda. Muri adalah
memanfaatkan mesin atau orang diluar batas kemampuannya. Membebani orang
secara berlebih menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas.
Sedangkan membebani peralatan secara berlebih mengakibatkan kerusakan atau
produk cacat. Mura memiliki arti ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan dapat
diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur, atau volume produksi yang
berfluktuasi karena masalah internal seperti kerusakan mesin, kekurangan
komponen atau produk cacat. Muda merupakan akibat dari mura dan muri. Pada
Tabel 8 berikut, disajikan hasil pengklasifikasian dari seluruh aktivitas berdasarkan
muda, muri dan mura.
Tabel 8 Pengklasifikasian aktivitas berdasarkan muda, muri dan mura

Proses Mura dan Muri Muda


Blending Muri Transportasi
 Tidak ada penanda apabila  Operator harus mengecek
mesin harus diisi ulang mesin satu per-satu
Mura
 Tidak ada prosedur pengisian
ulang teablend
Foiling Mura Menunggu
 Tidak ada prosedur standar  Waktu set-up bervariasi pada
operasional untuk set-up setiap operator
mesin
Foiling & Mura Inventori
Sealing  Waktu siklus antar proses  Terdapat penumpukan
tidak sama produk (WIP) antar stasiun
kerja
23

Proses Mura dan Muri Muda


Mura Overproduction
 Produk diproses tanpa  Penumpukan produk
adanya acuan target mengindikasikan adanya
produksi antar stasiun kerja produksi berlebih
Sealing Mura Transportasi
 Tidak ada prosedur standar  Operator harus berjalan
operasional untuk untuk mengambil teh yang
transportasi produk sudah dibungkus pada
stasiun sebelumnya
Muri Inventori
 Jarak antara operator  Terdapat penumpukan
berjauhan produk (WIP) antar stasiun
kerja
Mura Gerakan
 Waktu siklus antar proses  Operator sering kali
tidak sama membantu membentuk
kemasan inner box

Packing Muri Defect


 Operator boxing  Produk terjepit pada mesin
membentuk inner box pengemas inner box
dengan ukuran yang
berbeda
Muri Gerakan
 Mesin yang rusak tidak  Operator harus membuka
dibenarkan langsung inner box yang sudah
Mura dibungkus
 Sensor pada konveyor tidak  Operator harus
berfungsi dengan baik memindahkan antrian inner
box akibat bottleneck
Mura Menunggu
 Peralatan untuk  Produk menunggu untuk
membenarkan mesin tidak diproses hingga mesin
tersusun rapih dapat beroperasi

Analisis Aktivitas dalam Batch

Setiap tahapan proses terdiri atas berbagai jenis aktivitas yang meliputi
value added, non-value added dan non-value added but necessary. Dalam 30 menit
pengamatan terhadap setiap grup, aktivitas bernilai tambah dari masing-masing
proses bernilai kurang dari standar perusahaan, 85%. Aktivitas bernilai tambah
yang teridentifikasi antara lain memasukkan teabag ke dalam gusset foil,
merekatkan foil, memasukkan gusset foil ke dalam inner box, dan memasukkan
inner box ke kardus. Pada proses foiling dan pengepakan, operator sering kali
membenarkan mesin, mengobrol atau pun menggunakan waktu kerjanya untuk
beristirahat sejenak (minor stoppages). Aktivitas operator dalam membenarkan
mesin tergolong kegiatan yang tidak bernilai tambah namun harus dilakukan.
24

Kecakapan operator dalam membenarkan mesin sangat penting, karena


berpengaruh terhadap output keseluruhan dari produk. Minor stoppages adalah
kegiatan yang tidak bernilai tambah sehingga harus dihilangkan. Pada Gambar 9
dapat dilihat bahwa rata-rata total dari kegiatan yang tidak bernilai tambah adalah
11% atau setara dengan 201 detik. Sedangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah
tapi tidak dapat dihilangkan adalah selama 217 detik atau 12%. Total dari NVA dan
NNVA adalah 23% yang berarti, nilai uptime dari proses foiling sebesar 77%.
Uraian dari seluruh aktivitas dilampirkan pada Lampiran 6 dan 7.

12%
11%

77%

VA NVA NNVA

Gambar 9 Persentase aktivitas di stasiun foiling

Dari hasil analisis dapat diperhitungkan bahwa dalam satu shift, 7 jam tiga
puluh menit (27.000 detik), satu operator foiling mampu menghasilkan 1 825 gusset
foils. Dengan demikian, apabila tidak terjadi bottleneck pada endprocess, satu lini
produksi dengan kapasitas 11 mesin dapat menghasilkan 416 kardus kemasan akhir.
Mesin ini bekerja parallel dengan operator. Pada saat mesin beroperasi dengan baik,
terdapat kemungkinan besar bahwa mesin tersebut akan tetap berjalan ketika
operator menganggur. Pengamatan menunjukan bahwa persentase mesin
melakukan aktivitas yang tidak bernilai tambah hanya sebesar 12 % seperti yang
dilampirkan pada Lampiran 8. Hal ini menunjukan tingkat produktivitas yang tinggi
pada stasiun foiling, sehingga perlu dipertahankan performa mesin dan operatornya.
Pada stasiun sealing dan boxing, pengamatan hanya dilakukan satu kali. Hal
ini dikarenakan waktu siklus per item kemasan yang sangat singkat sehingga sulit
diamati. Tiga puluh menit pengamatan pada stasiun sealing menunjukan bahwa
aktivitas yang bernilai tambah hanya sebesar 64% seperti pada data yang tertera
pada Gambar 10 atau Lampiran 9.

17%

19%
64%

VA NVA NNVA

Gambar 10 Persentase aktivitas di stasiun sealing


Ketika operator sealing menyelesaikan satu bucket gusset foil, operator
tersebut harus menjemput bucket lainnya ke stasiun foiling. Namun, operator sering
kali menunda aktivitas tersebut dan membantu operator boxing. Aktivitas tersebut
dikategorikan non-value added but necessary. Total aktivitas tidak bernilai tambah
25

pada stasiun ini adalah 19% dengan aktivitas non-value added but necessary
sebesar 17%. Aktivitas pada stasiun boxing terdiri atas 75% aktivitas value added,
7% aktivitas non-value added, dan 17% aktivitas non-value added but necessary.
Kegiatan non-value added but necessary pada stasiun ini merupakan aktivitas
pembuatan inner box dan meletakan inner box ke konveyor. Keseluruhan data dari
hasil analisis ini digambarkan pada Gambar 11 dan secara lebih rinci diuraikan pada
Lampiran 10.
18%

7%

75%

VA NVA NNVA

Gambar 11 Persentase aktivitas pada stasiun boxing

Stasiun pengepakan merupakan proses akhir dari keseluruhan proses


pengemasan. Pengamatan pada grup 1 memilki aktivitas value added terendah
dengan persentase 24%. Hal ini dikarenakan oleh kerusakan mesin yang
mengakibatkan produk tidak dapat diproduksi. Operator harus melakukan
perbaikan mesin yang memakan waktu 1108 detik. Aktivitas pada stasiun ini
bersifat parallel antara operator dan mesin. Melalui diagram operator-mesin pada
Lampiran 11, dapat diketahui bahwa mesin yang berhenti tersebut merupakan
aktivitas tidak bernilai tambah (NVA) bagi mesin, namun perbaikan mesin harus
dilakukan oleh operator agar produksi dapat berjalan kembali. Mesin yang rusak
juga mengakibatkan terjadinya bottleneck pada konveyor. Pada saat yang
bersamaan, operator harus memisahkan box agar tidak menghasilkan produk cacat.
Berdasarkan hasil pengamatan yang tertera pada Gambar 12, terdapat persentase
aktivitas NVA dan NNVA yang masing-masing bernilai 40% dan 43%. Pehitungan
aktivitas secara detail dilampirkan pada Lampiran 12. Mesin Marden, yang
berfungsi mengemas inner box kedalam plastik tetap beroperasi walaupun terdapat
operator melakukan aktivitas tidak bernilai tambah seperti mengobrol, pergi ke
toilet dan lain sebagainya. Lampiran 13 mencantumkan persentase dari masing-
masing aktivitas value added sebesar 68% dan non-value added sebesar 32%.

43% 40%

17%
VA NVA NNVA

Gambar 12 Persentase aktivitas pada stasiun pengepakan


26

Pengembangan Future State Map

Peta kondisi masa depan, atau biasa dikenal dengan future state map
merupakan peta dari hasil perbaikan peta sekarang (current state map). Peta ini
digunakan sebagai acuan kerja keseluruhan proses di area produksi dengan
meminimasi proses yang tidak bernilai tambah.
Upaya Peningkatan Produktivitas
Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas pada aliran proses produk
Sarimurni Teabag 25, dilakukan berbagai strategi yang dapat meminimasi
pemborosan. Usulan digambarkan dalam setiap tipe pemborosan berdasarkan 8
wastes yang telah diidentifikasi pada subbab sebelumnya. Seluruh upaya perbaikan
dipetakan pada peta kondisi masa depan yang dapat dilihat pada Gambar 13.
I Transportasi
Proses transportasi teablend ke mesin pengemas dinilai kurang efektif.
Seorang operator harus mengambil teablend pada setiap mesin secara satu persatu.
Peningkatan dapat dilakukan dengan proses pengangkutan teablend dengan
bantuan handlift. Alhasil, operator dapat melakukan tugasnya dengan jarak yang
lebih singkat. Penggunaan handlift mampu mengangkat 8 ember teablend atau
setara dengan kebutuhan 4 buah mesin. Secara keseluruhan, operator hanya
membutuhkan 3 kali pengangkutan untuk 11 mesin. Operator yang bertugas untuk
mengisi ulang teablend mengemukakan bahwa sering terjadi kesalahan dalam
penuangan teablend yang sebelumnya sudah di refill. Penggunaan check-sheet
dapat dilakukan dalam membedakan mesin yang sudah atau-pun belum diisi ulang.
Pada lean manufacturing, penggunaan check-sheet ini disebut dengan poka-yoke
yang berguna untuk menghindari kesalahan operator (human errors) yang dapat
berpengaruh terhadap proses.
II Inventori
Lead time dapat diminimasi dengan menyamaratakan waktu antar proses.
One-piece flow dapat diterapkan pada proses ini agar proses dapat berlangsung
lebih cepat. Setiap satu proses selesai dilakukan, produk tersebut langsung
ditransportasikan ke stasiun kerja selanjutnya. Dengan demikian, jumlah produk
work in process akan berkurang dan produk akan diproses berdasarkan urutan
produk diolah (first in first out). One-piece flow mengacu pada sebuah konsep dari
pemindahan satu komponen yang telah diproses dalam satu waktu. Ide ini memiliki
berbagai manfaat seperti menjaga produk yang berada pada proses (work in
process) pada level yang rendah. One-piece flow mendorong adanya keseimbangan
kerja, kualitas yang lebih baik dan sejumlah pebaikan internal (internal
improvements) (Modrak dan Semanco 2014). Menurut Liker (2006), ketika
menerapkan sistem one-piece flow secara otomatis terjadinya beberapa perbaikan
untuk menghilangkan muda (pemborosan). Manfaat dari implementasi one-piece
flow, yang disebutkan oleh Liker, antara lain:
1 Menciptakan kualitas yang inheren
Setiap operator adalah inspektur kualitas dalam memperbaiki setiap masalah di
stasiun sebelum menyerahkan ke stasiun selanjutnya. Namun apabila lolos ke
stasiun berikutnya, kerusakan itu akan dideteksi dengan lebih cepat dan masalah
dapat segera didiagnosis dan diperbaiki.
27

2 Menciptakan produktivitas yang lebih tinggi,


Pada sel one-piece flow terdapat lebih sedikit aktivitas yang tidak menambah nilai
seperti memindahkan material. Supervisor dapat pula dengan mudah mengamati
pekerja yang terlalu sibuk atau pun menganggur. Dengan demikian peningkatan
dapat dengan mudah dilakukan dari setiap komponen dalam aliran produksi.
3 Meningkatkan keselamatan kerja,
Transformasi sistem produksi batch menjadi one-piece flow mengakibatkan
perampingan pada berbagai aspek. Hal yang paling signifikan terlihat pada aspek
transportasi. Di PT Y, sistem one-piece flow dapat mengurangi lamanya proses
dan gerakan pekerja sebelum dan sesudah proses pada stasiun sealer. One-piece
flow secara alami akan meningkatkan keselamatan kerja karena material
digerakan dalam ukuran batch yang lebih kecil di pabrik. Keselamatan kerja
menjadi lebih baik. Keselamatan kerja menjadi lebih baik karena adanya
perhatian pada aliran, walaupun pekerja tidak memusatkan perhatian pada
keselamatan kerja.
4 Meningkatkan semangat kerja,
Dengan one-piece flow orang melakukan lebih banyak pekerjaan yang bernilai
tambah dan dapat dengan segera melihat hasil pekerjaan tersebut, serta
memberikan rasa keberhasilan dan kepuasan bagi pekerja.
5 Mengurangi tingkat persediaan.
Jumlah persediaan antar proses juga berkurang dengan adanya sistem one-piece
flow. Hal ini sangat berguna dalam memicu tipe pemborosan lain seperti produksi
yang berlebih.
III Gerakan
Di stasiun boxing, terdapat ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Divisi produksi PT Y menetapkan 1 orang pada setiap stasiun boxing.
Namun pada kenyataanya, terdapat dua atau tiga operator pada setiap stasiun.
Aktivitas yang dikerjakan oleh masing-masing operator di stasiun ini pun berbeda.
Pada kasus pertama kedua operator memasukkan gusset foil ke inner box.
Sedangkan kasus kedua, satu operator membentuk box, dan operator lainya
memasukkan gusset foil ke inner box. Hal ini mengakibatkan adanya pemborosan
pada gerakan (motion) yang juga berimplikasi terhadap lamanya produk diproses.
Penerapan one-piece flow dapat membantu memperbaiki aliran proses di stasiun ini
sehingga seorang operator dapat mengerjakan tugasnya dengan baik tanpa
menyebabkan delay untuk proses selanjutnya.
IV Produksi berlebih (overproduction)
Tingginya tingkat inventori yang tidak dibutuhkan pada setiap stasiun
mengindikasikan adanya produksi yang berlebih. Di PT Y, belum ada target secara
jelas mengenai jumlah produk yang harus diproduksi pada setiap stasiun. Pekerja
cenderung membuat produk tanpa mengetahui secara pasti jumlah produk yang
harus diproduksi. Untuk meminimasi terjadinya pemborosan ini, diperlukan
pemberian informasi yang jelas di setiap stasiun agar operator memproduksi produk
sesuai dengan demand pada shift tersebut tanpa menghasilkan produk berlebih.
V Waktu menunggu
Waktu menunggu terjadi pada produk ketika tidak ada perlakuan apapun
terhadap produk yang diproses. Pada kasus ini, waktu menunggu berhubungan erat
dengan tingkat inventori yang tinggi pada proses foiling, sealing, dan boxing. Maka
28

dari itu penerapan one-piece flow memberikan dampak yang signifikan terhadap
waktu tunggu produk.
Mesin yang tidak beroperasi dengan baik mengakibatkan waktu tunggu baik
terhadap pekerja maupun produk—seperti yang terjadi pada proses foiling dan
pengepakan. Perlu diterapkan 5S (sort, straighten, shine, standardize, dan sustain)
di kedua area produksi ini. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan
operator, peralatan untuk membenarkan mesin tidak berada pada tempat yang
seharusnya sehingga membutuhkan waktu lebih untuk membenarkan mesin. Tidak
jarang operator yang bertugas pada mesin lain meminjam peralatan untuk
perbaikan, yang mengakibatkan waktu menunggu (delay) perihal perbaikan mesin.
Penggunaan andon dapat pula digunakan agar mempercepat respon operator dalam
menangani mesin yang rusak.
VI Produk cacat (defect)
Kerusakan satu produk yang ditandai dengan kemasan plastik yang cacat
tidak membuat mesin pengemas harus dihentikan. Sampai saat ini, mesin tidak
berhenti secara otomatis ketika terjadi kerusakan pada produk. Mesin hanya
dihentikan secara manual apabila kemasan terjepit pada mesin yang juga
mengakibatkan banyak produk cacat. Lean manufacturing menegaskan bahwa
mesin yang rusak harus langsung diperbaiki ketika ditemukannya produk cacat.
Perlu dilakukan perbaikan dari automatisasi mesin tersebut agar tidak
mengakibatkan banyak produk cacat.
Perhitungan Waktu Baku
Perhitungan waktu baku terhadap kinerja operator pada stasiun foiling,
sealing dan boxing dilakukan dengan menggunakan work sampling. Data yang
diambil dari setiap grup kerja pertama-tama diuji keragamannya. Uji keragaman
data dimulai dengan membagi 30 data menjadi 6 subgrup, dengan 5 data pada setiap
subgrupnya. Alhasil, didapat nilai x rata-rata untuk mengetahui batas kontrol atas
dan bawah seperti yang tertera pada Lampiran 14 dan 15.
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa dibutuhkan jumlah data sebesar
nilai N’ ataupun lebih agar dapat menghasilkan data yang representatif seperti pada
Tabel 9. Notasi N menunjukan jumlah data yang diambil pada penelitian ini.
Perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 9 Hasil uji kecukupan data untuk perhitungan waktu baku

Foiling Sealing Boxing


G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3
N 35 50 50 110 65 70 55 81 40
N' 31 49 50 110 60 66 55 66 36
Setelah banyaknya data mencukupi, waktu siklus dapat dikalkulasikan
untuk setiap stasiun seperti yang tertera pada Lampiran 17. Waktu siklus pada
masing-masing stasiun antara lain 9.49, 2.65, dan 3.57 detik. Hasil waktu siklus ini
kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai waktu baku. Sistem pengukuran
kinerja Westinghouse digunakan untuk memperhitungkan toleransi waktu
kelonggaran untuk perhitungan waktu normal dari setiap proses. Terdapat empat
faktor yang mempengaruhi faktor penyesuaian yaitu kecakapan (skill), usaha
(effort), kondisi (condition), dan kekonsistenan (consistency). Waktu normal
didapat dari hasil perkalian dari waktu siklus dengan faktor penyesuaian.
Temperatur di area produksi cukup hangat sehingga mengakibatkan kondisi yang
29

Gambar 13 Peta kondisi masa depan


30

kurang nyaman bagi pekerja di lantai produksi. Hal ini berimplikasi terhadap faktor
penyesuaian yang termasuk ketegori fair atau tidak terlalu baik. Lampiran 18
memaparkan seluruh hasil faktor penyesuaian pada stasiun foiling, sealing dan
boxing. Hasil dari penentuan faktor penyesuaian ini ditentukan berdasarkan hasil
disuksi dengan assistant manager produksi di pabrik. Menurut Sutalaksana (2006),
kelonggaran diperhitungkan untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique
dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Hasil perhitungan waktu normal
digunakan untuk menetapkan waktu baku dari setiap proses Hasil pengukuran
waktu baku pada proses foiling, sealing, dan boxing antara lain adalah: 11.68, 4.15,
dan 5.17 detik—data tersedia pada Lampiran 19.
Pada stasiun pengepakan, waktu baku untuk peta kondisi masa depan
didapat dengan pengeliminasian waktu dari aktivitas yang tidak bernilai tambah
(NVA) pada peta kondisi sekarang dari hasil pengukuran 3 kali ulangan. Dengan
demikian didapat rata-rata waktu baku proses sebesar 110.63 detik. Hasil ini
didapatkan dari penjumlahan rata-rata value added dan non-value added setiap grup
selama masa pengamatan. Data dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran
20.
Pengukuran Lead Time
Dengan menerapkan konsep one-piece flow yang diamati selama satu
minggu waktu kerja, lead time diperhitungkan kembali. Terdapat perubahan yang
sangat signifikan terutama pada waktu transportasi setelah proses foiling dan
sealing. Waktu transportasi produk yang dibutuhkan dari proses foiling dengan
konveyor adalah selama 13 detik. Sebelumnya, terukur bahwa satu produk
meunggu selama 811 detik pada stasiun ini. Pengurangan waktu adalah sebesar 798
detik. Penerapan yang sama juga berdampak terhadap waktu transportasi di stasiun
sealing. Melalui konveyor, waktu tempuh produk adalah sebesar 6 detik. Tidak
terjadi penumpukan produk dalam waktu yang lama karena produk diproses secara
langsung. Total lead time pada future state map adalah sebesar 2 069 detik
dibandingkan dengan sebelum perbaikan dengan total lead time 4 408 detik.
Perbandingan lead time efektif dan lead time keseluruhan didemonstrasikan pada
Gambar 14.

5000
4000
3000
2000
1000
0
Current state map Future state map
Lead time efektif Lead time keseluruhan

Gambar 14 Lead time efektif dan lead time keseluruhan


31

Perbandingan Current State dan Future State Maps

Pada penelitian ini, perbaikan belum diterapkan terhadap seluruh aspek


pemborosan. Telah teridentifikasi bahwa persentase tertinggi dari aktivitas tidak
bernilai tambah terdapat pada proses packing. Namun, penyebab utama dari
masalah tersebut adalah adanya kerusakan pada mesin. Maka dari itu, tidak dapat
dilakukan analisa secara akurat, sebelum adanya perbaikan yang dilakukan
terhadap mesin. Salah satu lean tools yang berpengaruh signifikan terhadap proses
keseluruhan adalah one-piece flow. Prinsip dari one-piece flow memberikan
dampak yang signifikan terhadap lead time keseluruhan. Seluruh upaya perbaikan
yang dihasilkan pada penelitian ini dirangkum pada Tabel 10.
Tabel 10 Upaya perbaikan dari pemborosan yang terjadi di lini produksi

Current State Future State


Pemborosan Stasiun Kondisi sekarang Usulan Hasil perbaikan
kerja perbaikan
Transportasi Blending Pekerja mengisi Penggunaan Operator dapat
ulang teh pada handlift mengangkut 8
mesin secara ember sekaligus
satu persatu pada satu kali
transportasi
Tidak ada Poka-yoke Meminimalisir
pembeda antara kesalahan yang
mesin yang dilakukan
sudah atau pun operator
belum direfill
Inventori Sealing, Terdapat One-piece Lead time
Boxing penumpukan flow berkurang
work in process
Menunggu Sealing, Produk One-piece Lead time
Boxing menunggu untuk flow berkurang
diproses
Packing Produk Andon Operator
menunggu mesin merespon
pengemas kerusakan mesin
dibenarkan dengan lebih
sigap. Perbaikan
ini juga akan
mengurangi
jumlah defect
pada produk.
Gerakan Foiling Tidak ada 5S Waktu set-up
standar set- up jadi lebih singkat
mesin pengemas
teh
Boxing Tidak ada One-piece Aktivitas dapat
standar flow dilakukan oleh
pengepakan satu operator
32

Current State Future State


Pemborosan Stasiun Kondisi sekarang Usulan Hasil perbaikan
kerja perbaikan
inner box; sering
kali dilakukan
oleh dua
operator
Produk Foiling Terdapat produk Andon Produk
berlebih dan berlebih diantara diproduksi
sealing stasiun sesuai dengan
permintaan pada
setiap stasiun
Produk Packing Mesin dihentikan Perbaikan Meminimalisir
cacat secara manual Mesin produk cacat,
ketika terdapat mengurangi
mesin yang operator menjadi
rusak satu orang.
Berdasarkan hasil pengamatan, pemborosan yang berpengaruh terhadap
lead time secara signifikan terdapat pada proses foiling dan sealing. Lampiran 21
menunjukan bahwa penerapan one-piece flow pada kedua stasiun tersebut dapat
mengurangi aktivitas tidak bernilai tambah secara signifikan. Pada stasiun sealing
aktivitas NNVA berkurang dari 811 detik menjadi 13 detik. Hal yang serupa terjadi
pada stasiun boxing dengan pengurangan aktivitas NNVA dari 1407 menjadi 4
detik. Hasil pengamatan pada future state map dilakukan setelah adanya perbaikan
dalam waktu kurang lebih 1 minggu pengamatan. Selama kurun waktu pengamatan
tersebut, waktu produksi menjadi lebih singkat tanpa mengakibatkan keletihan pada
pekerja sehingga pada penelitian ini diusulkan perampingan pekerja sebanyak 4
orang dari yang mulanya berjumlah 26 menjadi 22 pekerja. Perampingan pekerja
terdapat pada stasiun boxing, dan packing. Pembuatan standar operasional dalam
melakukan kegiatan di stasiun boxing dapat menciptakan keteraturan dalam
pelaksanaan aktivitas di stasiun boxing—maka dari itu, aktivitas dapat diselesaikan
oleh satu pekerja. Selain itu, perbaikan mesin pada stasiun akhir pengepakan dapat
menghilangkan tugas dari satu orang pekerja yang berperan dalam merapihkan
sistem antrian pada konveyor agar tidak terbentuknya produk cacat.
Hasil analisis dari pengembangan peta kondisi masa depan menghasilkan
lead time yang lebih singkat. Secara keseluruhan output dalam satu satuan waktu
juga akan meningkat. Pada Tabel 11 berikut dicantumkan perbandingan antara
current dan future state map.
Tabel 11 Hasil analisis pengembangan peta kondisi masa depan

Current state map Future state map


Total lead time keseluruhan (detik) 4 407.89 2 068.99
Total lead time efektif (detik) 1 324.89 1 238.99
Total kardus (cases) 156 245
Total pekerja (orang) 26 22
33

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Metode value stream mapping mengidentifikasi seluruh pemborosan yang


ada di lini produksi produk Sarimurni Teabag 25. Peta kondisi saat ini menunjukkan
bahwa total lead time adalah 4 408 detik, dengan total waktu siklus sebesar 1 325
detik. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya 30% dari keseluruhan aktivitas yang
merupakan kegiatan bernilai tambah. Teridentifikasi bahwa pemborosan terbesar
terjadi pada tumpukan work in process (WIP) di stasiun foiling dan sealing.
Penerapan one-piece flow memberi dampak terbesar terhadap perampingan lead
time keseluruhan. Konsep ini menciptakan aliran yang konstan untuk setiap proses.
Berdasarkan peta kondisi sekarang, 1 shift produksi dapat menghasilkan 156 kardus
produk Sarimurni Teabag 25 atau setara dengan 3 pallet. Penerapan one-piece flow
pada seluruh proses menghasilkan lead time yang lebih singkat terutama pada
stasiun foiling dan sealing. Total lead time efektif pada peta kondisi masa depan
adalah sebesar 1 239 detik, dengan total lead time keseluruhan sebesar 2 069 detik.
Peta kondisi masa depan, PT Y dapat memproduksi 245 kardus atau sebanyak 5
pallets—hampir dua kali lipat dibandingkan analisis kondisi saat ini.

Saran

Produktivitas di lini produksi Sarimurni Teabag 25 dapat diperbaiki dengan


meningkatkan performa dari setiap pekerja. Usulan yang digambarkan dalam future
state map dapat membantu meningkatkan kinerja dalam proses produksi produk
Sarimurni Teabag 25. Namun kondisi yang ideal tidak akan berjalan secara
berkelanjutan tanpa adanya dukungan dari jajaran manager, supervisor dan team
leader. Sebagai upaya dalam mengurangi persentase downtime yang diakibatkan
oleh kerusakan pada mesin pengemas teh celup dan mesin pengemas inner box
alangkah lebih baik apabila perbaikan dilakukan secara menyeluruh agar tidak
terjadi kerusakan yang berulang dalam waktu yang relatif singkat. Team leader
harus melakukan pengawasan lebih terhadap operator agar tidak mengakibatkan
tingginya tingkat minor stoppages yang telah dianalisis pada penelitian ini.
Tidak semua pengimplementasian lean tools pada penelitian ini
berpengaruh terhadap pengurangan lead time produksi. Namun dengan menerapkan
5S pada stasiun foiling dan pengepakan dapat membantu operator dalam
mempercepat aktivitas perbaikan mesin. Perusahaan perlu membuat prosedur
standar operasional, terkhusus pada set-up mesin pengemas teh celup, agar
berkurangnya variasi waktu penyelesaian dari masing-masing operator.
Perampingan lead time dapat dilakukan lebih lanjut apabila telah dilakukannya
perbaikan mesin, khususnya pada stasiun packing. Keterbatasan waktu dan
ketidaksiapan perusahaan dalam mengimplentasikan lean manufacturing secara
menyeluruh juga turut mengakibatkan keterbatasan analisis pada pengembangan
future state map. Output dari keseluruhan produksi diperkirakan dapat meningkat
dari hasil analisis yang dikaji pada penelitian ini, setelah diterapkannya seluruh
perbaikan yang diusulkan
Pada penelitian ini, value stream mapping hanya dianalisis dari segi waktu
dan output produk pada area produksi di PT Y. Hasil analisis dapat ditingkatkan
34

dengan mengetahui kuantitas dari waste yang mana pada perusahaan ini tidak
dipertimbangkan lebih jauh. Apabila memungkinkan, pada kesempatan
selanjutnya, perhitungan utilitas dari segi air dan energi perlu dilakukan untuk
memberikan gambaran yang lebih detail dari keseluruhan proses.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah F. 2003. Lean Manufacturing Tools and Techniques in Process Industry


with a focus on steel. Pittsburgh (US): University of Pittsburgh
Bharath R, Prakash GS. 2014. Lead Reduction Using Lean Manufacturing
Principles for Delivery Valve production. Global Journal of Finance and
Management. 6(1):35-40
Braglia, Marcello, Carmignani, Gionata, Zammori, Francesco. 2006. A new value
stream mapping approach for complex production systems. International
journal of production research. 44(18-19):3929-3952
Capital M. 2004. Introduction to Lean Manufacturing for Vietnam. Di dalam: Jye
TY, editor. Identification the critical lean wastes in food industry using
FMEA for manufacturing performance improvement. University Tun Hussein
Onn Malaysia
Eow TC, Ahmed S, Dahari M. 2014. Implementation of value stream mapping
(VSM) in SMEs: Identification of Waste for Continuous Improvement. J.
Appl. Sci. & Agric., 9(21): 18-26
Fontana A, Gaspersz V. 2011. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries. Bogor (ID): Vinchristo Publication
Gasperz V. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta
(ID): PT Gramedia Pustaka Utama Indonesia
Indarti D. 2015. Outlook Teh Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan. Jakarta
(ID): Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian
Hines P, Rich N. 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. Int. J. Operations
and Production Management. 17(1):46-54.doi:10.1108/01443579710157989
[Kemenperin] Kementrian Perindustrian (ID)
[Kementan] Kementrian Pertanian (ID)
Keyte B, Locher D. 2004. The complete lean enterprise: value stream mapping for
administrative and office processes. New York (US): Productivity Press
Khalil AE, AbusShaaban MS. 2013. Seven waste eliminiation targeted by lean
manufacturing case study “gaza strip manufacturing firms”. International
Journal of Economics, Finance and Management Sciences, 1(2):68-80
Liker JK. 2006. The Toyota Way: 14 Prinsip Manajemen dari Perusahaan
Manufaktur Terhebat di Dunia. Gania G, Sabran B; penerjemah; Kristiaji
WC, Sumiharti Y; editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:
The Toyota Way: 14 Principles from the World’s Greatest Manufacturer
Mark O. 2008. Remembering value stream mapping. J Industrial Engineer. 40 (7):
24
Modrak V, Semanco P. 2014. Handbook of research on design and management of
lean production systems. Hershey, Pennsylvania (US): IGI Global
35

Plenert G. 2007. Reinventing Lean: Introducing Lean Management into the Supply
Chain. Burlington (CAN): Butterworth—Heinemann
Rutten MM. 2013. What economic theory tells us about the impacts of reducing
food losses and/or waste: implications for research, policy and practice. J
Agric. Food Security, 2(13)
Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung (ID): Laboratorium
Tata Cara Kerja & Ergonomi Departemen Teknik Industri ITB.
Topbrand. 2012. Top Brand Index 2012: Kategori Teh Celup. [Internet]. [diakses
tanggal 21 Agustus 2017]. Tersedia pada: http://www.topbrand-
award.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-index-2012
Tyagi S, Choudhary A, Cai X, Yang K. 2014. Value stream mapping to reduce the
lead-time of product development process. Int. J. Production
Economics.doi:10.1016/j.ijpe.2014.11.002
Womack JP, Jones DT.1996. Beyond Toyota: How to root out waste and pursue
perfection. Harvard business review. 74 (5):140-150
36

LAMPIRAN

Lampiran 1 Westinghouse rating system

Faktor Penyesuaian Keterangan Kelas


Skill +0,15 A1 Superskill
+0,13 A2 Superskill
+0,11 B1 Excellent
+0,08 B2 Excellent
+0,06 C1 Good
+0,03 C2 Good
0,00 D Average
-0,05 E1 Fair
-0,10 E2 Fair
-0,16 F1 Poor
-0,22 F2 Poor
Effort +0,13 A1 Excessive
+0,12 A2 Excessive
+0,10 B1 Excellent
+0,08 B2 Excellent
+0,05 C1 Good
+0,02 C2 Good
0,00 D Average
-0,04 E1 Fair
-0,08 E2 Fair
-0,12 F1 Poor
-0,17 F2 Poor
Condition +0,06 A Ideal
+0,04 B Excellent
+0,02 C Good
+0,00 D Average
-0,03 E Fair
-0,07 F Poor
Consistency +0,04 A Perfect
+0,03 B Excellent
+0,01 C Good
0,00 D Average
-0,02 E Fair
-0,04 F Poor
37

Lampiran 2 Permintaan dan realisasi terhadap keluarga produk C berdasarkan


System, Application and Programme pada Q1 2017

Demand (cases) Actual (cases)


SKU Kg/Case
Perquarter Pershift Perquarter Pershift
Sarimurni Teabag 25 1.92 73 629 255 69 938 242
Sarimurni Rock RB 180 1.94 120 224 416 98 549 341
Sarimurni Kantong
1.92 2 171 8 2 160 7
Jumbo
Sarimurni Rock RB 48 1.73 44 505 153 32 914 114
38

Lampiran 3 Jumlah batch dalam proses blending dengan mixer besar dalam 1 shift
kerja

Mixer Besar Total Bobot (Kg)


Bobot
Tanggal Kapasitas Vanillin
Batch Teablend Vanillin total (kg)
(Kg) (kg)
06-04-17 19 150 1.4 2 850 25.9 2 876
07-04-17 19 150 1.4 2 850 25.9 2 876
11-04-17 9 150 1.4 1 350 12.3 1 362
12-04-17 12 150 1.4 1 800 16.3 1 816
13-04-17 12 150 1.4 1 800 16.3 1 816
18-04-17 15 150 1.4 2 250 20.43 2 270
19-04-17 15 150 1.4 2 250 20.43 2 270
20-04-17 19 150 1.4 2 850 25.9 2 877
25-04-17 19 150 1.4 2 850 25.9 2 876
26-04-17 15 150 1.4 2 250 20.43 2 270
Rata-rata 16 150 1.4 2 400 20.97 2 422
39

Lampiran 4 Layout lantai produksi


40

Lampiran 5 Analisis waktu set-up pada mesin pengemas teh

Waktu (detik)
Operator
Mesin Mesin Mesin
EC/12/B16 EC/12/B19 EC/12/B08
Aktivitas
Tidak melakukan aktivitas 241 140 204
Membersihkan mesin 27 50 35
Mengeluarkan kotak lem pada mesin 33 40 42
Memisahkan lem yang mengering 118 9 40
Memasukan lem baru 19 9 6
Memasang kotak lem 18 23 19
Mengisi ulang tag teh 15 23 38
Membenarkan bandul benang 38 76 463
Membersihkan area kerja 41 46 22
Total Waktu 550 416 869
Total Waktu Produktif 309 276 665
41

Lampiran 6 Diagram operator dan mesin di stasiun foiling

Waktu (detik)
Operator Ket Mesin Ket
G1 G2 G3
Aktivitas
Mengemas
Memasukkan teabag
VA teablend VA 1 170 1 572 1 423
ke dalam gusset foil
menjadi teabag
Machine
Membenarkan mesin NNVA NVA 280 42 329
breakdown
Mengemas
Minor stoppages NVA teablend VA 348 195 61
menjadi teabag
Total waktu 1 798 1 809 1 813
Total gusset foil 99 140 123
Rata-rata waktu perfoil 19 13 15
Rata-rata kumulatif 15.7
42

Lampiran 7 Analisis aktivitas pada operator di stasiun foiling

Operator Rata-
Aktivitas Persentase Rata-
(detik) rata
rata
G1 G2 G3 (detik) G1 G2 G3
Non-value added 348 195 61 201.3 19% 11% 3% 11%
Value added 1 170 1 572 1 423 1 388.3 65% 87% 78% 77%
Non-value added
280 42 329 217 16% 2% 18% 12%
but Necessary
43

Lampiran 8 Analisis aktivitas pada mesin di stasiun foiling

Mesin Rata-
Aktivitas Persentase Rata-
(detik) rata
rata
G1 G2 G3 (detik) G1 G2 G3
Non-value added 280 42 329 217 16% 2% 18% 12%
Value added 1 518 1 767 1 484 1 589.7 84% 98% 82% 88%
Non-value added but
- - - - - - -
necessary
44

Lampiran 9 Analisis aktivitas di stasiun sealing

Waktu
Operator Ket Mesin Ket Persentase
(detik)
Aktivitas
Merekatkan foil VA Merekatkan foil VA 1 150 64%
Membuat inner box NNVA Menunggu NVA 305 17%
Minor stoppages NVA Menunggu NVA 353 19%
Total waktu 1 808
Total sealed foil 498
Rata-rata waktu perseal 4
45

Lampiran 10 Analisis aktivitas di stasiun boxing

Waktu
Operator Ket Persentase
(detik)
Aktivitas
Memasukkan gusset foil kedalam inner box VA 1 419 75%
Mempersiapkan inner box NNVA 122 7%
Meletakan inner box di konveyor NNVA 210 11%
Minor stoppages NVA 129 7%
Total Waktu 1 880
Total inner box 257
Rata-rata waktu perinner box 7
46

Lampiran 11 Diagram operator dan mesin di stasiun pengepakan

Waktu (detik)
Operator Ket Mesin Ket
G1 G2 G3
Aktivitas
Membungkus
Memasukkan
inner box
inner box ke VA VA 443 881 870
dengan plastic
kardus
wrap
Membungkus
Meletakkan
inner box
kardus ke NNVA VA 210 180 175
dengan plastic
pallet
wrap
Membenarkan
NNVA Berhenti NVA 1 108 360 334
mesin
Membungkus
Membuka inner box
NVA VA 39 159 228
plastic wrap dengan plastic
wrap
Membungkus
Minor inner box
NVA VA 36 289 209
stoppages dengan plastic
wrap
Total waktu 1 836 1 869 1 816
47

Lampiran 12 Analisis aktivitas operator di stasiun pengepakan

Operator Rata- Rata-


Aktivitas Persentase
(detik) rata rata
G1 G2 G3 (detik) G1 G2 G3 (%)
Non-value added 75 448 437 320 4% 24% 24% 17%
Value added 443 881 870 731 24% 47% 48% 40%
Non-value added but
1 318 540 509 789 72% 29% 28% 43%
necessary
48

Lampiran 13 Analisis aktivitas mesin di stasiun pengepakan

Mesin (detik) Rata- Rata-


Persentase
Aktivitas rata rata
G1 G2 G3 G1 G2 G3
(detik) (%)
Non-value added 1 108 360 334 600 60% 19% 18% 32%
Value added 728 1 509 1 482 1 239 40% 81% 82% 68%
Non-value added but
- - - - - - - -
Necessary
49

Lampiran 14 Hasil perhitungan harga rata-rata dari proses foiling, sealing, dan
boxing

Foiling Sealing Boxing


Sub Grup
G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3
1 13.2 8.2 8.8 2.6 2 3 3.6 3.8 4.6
2 9 8.8 10.2 3.2 3 3.2 4 3.6 4.6
3 8.2 11.8 14.4 2.2 2.4 2.6 4.6 4 4.2
4 8.8 11.6 11.8 2.4 2.6 3.2 3.8 3.8 3.8
5 9.4 14.8 9.8 3.6 2 3 5.4 3.4 4.6
6 11.8 9.8 8.8 3 2.8 2 4.6 5.6 4.2
Harga rata-rata 60.4 65 63.8 17 15 17 26 24.2 26
50

Lampiran 15 Hasil uji keragaman data

Foiling Sealing Boxing


G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3
10.07 10.83 10.63 2.83 2.57 2.77 4.33 4.03 4.33
2.66 4.47 3.41 1.44 0.73 0.90 1.35 1.25 1.03
1.19 2.00 1.52 0.64 0.33 0.40 0.60 0.56 0.46
BKA 12.45 14.83 13.68 4.12 3.22 3.57 5.54 5.15 5.25
BKB 7.68 6.83 7.58 1.55 1.92 1.96 3.13 2.92 3.41
51

Lampiran 16 Hasil uji kecukupan data

Foiling Sealing Boxing


G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3
k/s 40 40 40 40 40 40 40 40 40
N 35 50 50 110 65 70 55 81 40
201 203 200 70 61 61 102 93 88
40 401 41 209 40 000 4 900 3 721 3 721 10 404 8 649 7 744
1 961 2 023 1 964 194 149 155 414 359 396
N' 31 49 50 110 60 66 55 66 36
52

Lampiran 17 Perhitungan waktu siklus foiling, sealing, dan boxing untuk future
state map

Foiling Sealing Boxing


G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3
Ʃx 330 499 453 292 167 190 216 280 133
N 35 50 50 110 65 70 55 81 40
Waktu siklus (detik) 9.43 9.98 9.06 2.65 2.57 2.71 3.93 3.46 3.33
Waktu siklus rata-
rata (detik) 9.49 2.65 3.57
53

Lampiran 18 Faktor penyesuaian dengan Westinghouse rating system

Rating Foiling Sealing Boxing


Skill C1 +0.06 A2 +0.13 A2 +0.13
Effort B2 +0.08 C1 +0.05 C2 +0.02
Condition E -0.02 E -0.02 E -0.02
Consistency D 0.00 C +0.01 B +0.03
Total 0.12 0.17 0.16
54

Lampiran 19 Hasil pengukuran waktu baku pada proses foiling, sealing, dan boxing

Foiling Sealing Boxing


Waktu Siklus (detik) 9.49 2.65 3.57
Faktor Penyesuaian 1.12 1.17 1.16
Waktu Normal (detik) 10.63 3.10 4.14
Waktu Baku (detik) 11.68 4.15 5.17
55

Lampiran 20 Analisis aktivitas di stasiun pengepakan per satu kardus dalam 30


menit pengamatan

Jumlah Waktu baku


Value added NNVA NVA
Output (VA+NNVA)
(detik) (detik) (detik)
(kardus) (detik)
Rata-rata G1 7 63 20 179 83
Rata-rata G2 12 73 75 7 148
Rata-rata G3 16 54 47 12 101
Rata-rata kumulatif 12 64.00 47.33 66.00 110.67
56

Lampiran 21 Perbandingan current dan future state dari setiap tahapan proses pengemasan
berdasarkan jenis aktivitasnya

Current State

Packing
Wrapping
Boxing
Sealing
Foiling
Teabag Processing
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

NNVA NVA VA

Future State
Packing
Wrapping
Boxing
Sealing
Foiling
Teabag Processing
0 50 100 150 200 250 300 350 400

NNVA NVA VA
57

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada 2 Desember 1995.


Penulis merupakan putri dari bapak Dr. Ir. Fahren Bukhari,
M.Sc dan ibu Dra. Hadriah Oesman, MS. Pendidikan sekolah
dasar penulis dimulai pada tahun 2001 di SD Bina Insani
Bogor dan selesai pada tahun 2007. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP
Negeri 1 Kota Bogor hingga tahun 2009. Penulis merantau
ke kota Newcastle Upon Tyne, United Kingdom dan
melanjutkan sekolah menengah atas di Sacred Heart High
School, Fenham Hall Drive hingga tahun 2012. Penulis
kembali ke Indonesia, dan melanjutkan pendidikan program sarjana di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur ujian talenta mandiri IPB. Penulis diterima di
Departemen Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2013 dan menyelesaikan
masa studinya di tahun 2017.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan di dalam dan
luar kampus. Penulis tergabung sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan
Suara Mahasiswa Agriaswara sejak tahun 2013. Pada tingkat dua, penulis
mengikuti kepanitian Red’s Cup 2014 sebagai anggota divisi pertandingan,
kepanitiaan Fateta Art Contest 2015 sebagai bendahara umum, kepanitian Hagatri
2015 sebagai anggota divisi publikasi, dekorasi dan dokumentasi, serta Red’s Cup
2015 sebagai ketua divisi sponsorship. Penulis merupakan anggota Himpunan
Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian yang aktif berkontribusi sebagai pengurus
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, khususnya di
Departemen Apresiasi Seni selama dua periode kepengurusan. Pada kepengurusan
2014/2015, penulis diberi amanah sebagai bendahara departemen, dan pada periode
2015/2016 penulis menjabat sebagai kepala departemen. Penulis adalah penerima
Djarum Beasiswa Plus pada tahun ajaran 2015/2016 dan mengikuti berbagai
pelatihan soft skills yang diselenggarakan oleh pihak beasiswa. Penulis
melaksanakan praktik lapangan di PT Kraft Ultrajaya Indonesia pada Juni hingga
Agustus 2016 dengan judul laporan: “Mempelajari Pengendalian Persediaan dan
Sistem Addressing Gudang Bahan Baku dan Kemasan di PT Kraft Ultrajaya
Indonesia”. Pada Februari hingga Juni 2017 penulis diberi amanah untuk mejadi
asisten praktikum mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri, Rempah dan Fitofarmaka.

Anda mungkin juga menyukai